Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

PART XLVI



JANJIKU PADAMU



Ulfa kaget melihat Aslan sudah duduk di meja makan, sambil menikmati teh buatan adiknya Linda.

“pagi Ma….”

Tangan Ulfa terulur ke anaknya itu yang disambut dengan ciuman di punggung tangan sang ibunda

“pagi Bang……”

Lalu

"dari tadi?"

"ngga Ma... baru aja kok...."

“udah sarapan?”

Aslan tersenyum

“dibuatin teh sama Ade…..”

Ulfa meskipun masih marah dan kesal dengan anaknya ini, namun bagaimana pun ini adalah putra tercintanya, anak kebanggaannya juga, yang selalu dia bawa dalam sholat dan doanya.

Dia merasa akan ada hal penting yang akan disampaikan oleh Aslan saat ini. Ulfa lalu duduk diseberang meja makan menghadap ke anaknya itu

Mata paruh baya itu bagaikan dilanda berbagai rasa yang bercampur aduk saat melihat anaknya ini. Dia tahu Aslan hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya selama ini, namun semejak pembicaraan yang mampet beberapa minggu lalu, anaknya bagaikan orang asing dimatanya kini.

“gimana kabar Mamah?”

“sehat alhamdulillah….” jawabnya pelan

“meski ngga pernah ditengokin sama anaknya…..”

Aslan tersenyum getir

“abang tetap anak mama…..”

“iya dong, masa jadi anaknya Anissah…..”

Linda segera menetralisir

“mama ih… suka gitu….”

Ulfa terdiam

“masa ngga kangen sama abang?”

“lah, yang dikangenin wara wiri malah ngga mampir ke rumahnya sendiri….”

Aslan segera memotong

“abang minta maaf, Mah…..”

Hening seketika

Lalu Aslan kembali membuka percakapan

“tanah Cang Bardi di Cibinong abang mau bayarin…..”

Ulfa kaget mendengarnya

“mau diapain? Bangun rumah disana?”

Mereka tahu itu adalah tanah milik pamannya Aslan, adik Ulfa yang bernama Bardiawan. Tanah itu milik istrinya yang merupakan warisan dari orantuanya.

“mau dibuat perumahan, Mah…..”

“siapa yang kerjain?”

“abang lah….”

Ulfa segera sadar apa yang terjadi kini

“ngga balik Makasar lagi?” lidahnya kelu, meski dia sudah dengar apa yang terjadi dengan anaknya.

Aslan menggelengkan kepalanya

“kan abang bisa balik dan minta maaf ke Bang Yahya dan Ka Fitri…..”

Diam dan hanya membisu saat Ulfa menyodorkan alasan itu ke hadapannya

“wanita memang bisa merubah semua pandangan laki-laki…..” guman Ulfa pelan, namun terdengar jelas di kuping Aslan dan Linda

“mereka yang putuskan itu semua, Ma……”

“karena abang yang memulai, kan?”

Aslan bingung bagaimana menjelaskan ke mamanya lagi

“mereka bawa ini jadi jadi masalah pribadi Ma…..”

Ulda tersenyum pahit mendengarnya

“ mereka itu jasanya banyak ke abang…. sduah seperti kakak abang sendiri…. harusnya abang minta maaf ke mereka…..”

Mendebat ibunya lalu menyampaikan berita yang bombastis pagi ini hanya akan menyulut api baru yang tidak dia inginkan. Aslan memilih diam dan tidak mau menyela apa yang disampaikan ibunya. Bahkan melarang Adiba datang pun bersamanya pagi ini, dirasa oleh Aslan sudah ajdi keputusan yang baik.

“tapi sudahlah…. semua sudah terjadi…..”

Gumanan pelan namun rasanya menusuk di hatinya apa yang diucapkan oleh ibunya

Lalu………….

“ma… abang minta ijin dari mama…. abang akan menikahi Diba…..”

Suara pelan Aslan rasanya bagaikan gemuruh guntur di langit bagi Ulfa.

Meski dia tahu ini akan terjadi, namun tak urung apa yang disampaikan oleh Aslan tetap saja jadi berita yang mengagetkan baginya.

Hatinya bagaikan remuk redam mendengar itu

Dia sempat berpikir bahwa Aslan akan datang pagi ini lalu mengatakan bahwa dia akan kembali ke Makasar, namun apa yang didengarnya malah sebaliknya.

“masih perlu ijin mamah?” sebuah tanya tanpa tujuan tercetus

“mama…….” Linda mengingatkan lembut

Sang adik berusaha menjadi penengah yang baik diantara ibunya dan abangnya ini.

Aslan merik nafas panjang

Dia sadar bahwa percuma mendebat ibunya. Begitu banyak hal yang terjadi dalam diri mamanya sat harapan dan keinginannya tidak tercapai sesuai apa yang dia mau. Hanya akan berujung ke perdebatan yang tidak akan ada solusinya.

“abang tetap anak mama……”

Penegasan yang hanya membuat derai air mata Ulfa jatuh membasahi pipinya. Impian dia untuk bisa melihat anaknya menikah dengan wanita yang menurutnya sepadan, seumuran, dan tidak membawa beban apa-apa dibelakangnya.

Bukannya dia tidak mau dengan anak-anak Adiba. Dia sayang dengan Arvind dan Ravi, namun menjadikan ibu mereka sebagai menantunya, rasanya tidak pas di mata Ulfa. Apa yang harus dia jawab jika ditanyakan oleh orang lain? Oleh tetangga dan keluarga?

“ pertanyaan yang sama juga kan mereka tanya saat abang nikah sama Fia?” kilah Aslan

Betul nak, tapi kan ini beda, kamu naik ranjang ceritanya

Adiba pun janda anak dua

Lalu usianya 8 tahun lebih tua dari dirimu…… 10 tahun lagi kamu masih kuat dan perkasa di usia 38 tahun, apa dia bisa mendampingi dan mengimbangi kamu disaat usianya sudah 46 tahun? Apa kamu mikir kesana, Bang?

Semua keluh kesah dan keberatan Ulfa rasanya sudah terlambat dan tidak didengar oleh Aslan.

Hingga dia meninggalkan ruangan ini dengan membiarkan airmata sang ibu menetes tiada henti pun, semua pertanyaan ibunya dan kekuatiran Ulfa rasanya tidak terjawab oleh sang anak. Ulfa merasa bahkan anaknya seperti membiarkan dirinya mencari jawaban sendiri atas kegalauannya selama ini.

Di kepala Aslan, penolakan Ulfa karena memang Ulfa sudah lebih condong ke Rani, ketimbang membiarkan Adiba membuktikan diri dulu layak apa tidaknya sebagai istri. Dia memilih mendiamkan itu semua dan membiarkan waktu yang akan menjawab semuanya, baik pertanyaan Mamanya, maupun cibiran para keluarga dan tetangga yang tidak suka dengan pernikahan mereka kelak.

“mama dan ade tahu bagaimana sayangnya abang ke mama dan ade……”

“namun mohon jangan benturkan pilihan abang dengan rasa cinta dan sayang abang ke mama dan ade…..”

Kata-kata Aslan seperti menegaskan bahwa apa pun yang terjadi, dia akan selalu mencintai dan menyayangi mamanya dan adiknya, sebaliknya juga bahwa cintanya ke kedua orang yang paling berharga dalam hidupnya pun, tidak akan menghalangi niatnya untuk hidup bersama wanita yang sudah dia pilih untuk mendampinginya.

“kami akan segera menikah….. abang harap ada senyuman mama disana…..”

Kata-kata penutup Aslan sebelum meninggalkan mamanya yang masih terisak, dan Linda yang termenung dan bingung harus berbuat apa. Disisi lain dia mengerti kenapa mamanya menolak memberi restu. Kecantikan dan kepantasan Rani, serta profiling Aslan selama ini memang dimata Mama sudah beda dengan Aslan yang dulu meminta mereka setuju dengan Nafia, sehingga harus setuju dengan kakaknya Nafia dengan kondisi yang sekarang, Ulfa pasti keberatan.

Namun disisi lain, abangnya juga sudah kadung jatuh hati dan terikat dengan Adiba, terutama dengan anak-anaknya, sehingga sulit bagi dia untuk mencari halaman lain untuk hatinya sendiri, sementara kepalanya dan pikirannya selalu bersama Adiba dan anak-anaknya.

Pelik

Bingung

Resah……

Namun yang dia tahu minggu depan di Cibanon sudah mulai disusun rapi dan dikerjakan dengan cepat, karena akan ada acara besar yang dadakan dan urgent akan dilaksanakan disana, yaitu pernikahan antara Aslan Syahril dengan Shakila Adeeba Kareem.



**************************


Alhpard putih yang plat nomornya masih baru, sopirnya menekan klakson dua kali, dan tidak lama pintu gerbang rumah besar di kawasan Cibanon ini pun terbuka, dan mobil tersebut masuk ke halaman yang luas untuk parkir.

Pintunya terbuka kiri dan kanan bergeser, lalu turunlah empat orang dari dalamnya, yang langsung masuk ke pendopo yang juga jadi ruang untuk menerima tamu. Dan dari dalam rumah sosok tua yang masih kuat berjalan nampak menyambut tamunya

“assalamualaikum, jiddah…..”

”wa’alaikumsallam, Nak…..”

Tangan tua itu terulur bergantian dicium oleh Aslan, Adiba dan Ravi serta Arvind.

“ikut anak-anak?” dia heran melihat kedua cicitnya itu datang juga

“mana mau lepas kalo ada ayahnya, Jiddah…..” gerutu Adiba yang disambut tertawa oleh neneknya itu.

“jiddah… ade lapar….”

“oh, lapar sayang?” buyut itu mencium kepala anak lucu ini

“ade, baru juga tadi makan dirumah…..” tegur Adiba

“tapi kan macet kesininya, ade udah lapar lagi…..”

Jiddah tertawa

“sana ke dapur, minta sama mbak Rosi yah……”

“oke….. ayo bang….”

Ravi hanya tersenyum dan mengekori adiknya dari belakang

Lalu

“gimana kabarnya kalian?” sapa sang nenek

“duduklah…..”

‘alhamdulillah sehat, jiddah…..”

Wajah tua itu berseri seri melihat kedua cucunya ini.

“jiddah senang kalian memilih menikah disini….”

Aslan tersenyum dan menganggukan kepalanya.

“saya yang berterima kasih, jiddah….”

Mereka berdua dengan diskusi bersama Jafar dan Anissah serta anjuran dari Farida, memang kemudian memilih rumah besar di Cibanon ini sebagai lokasi untuk menikah dan juga acara kecil di lingkungan keluarga mereka. Yang penting sakral dan sah di mata agama dan hukum, itu yang ingin Aslan dan Adiba tuju kali ini.

“namun, jiddah ngga setuju kalau kalian nikahnya cuma kayak acara ulang tahun…..”

Adiba terdiam sesaat dan menengok ke arah Aslan

“kakekmu Haji Thaha sangat dikenal disini…. apa kata para ulama, tokoh agama, dan tetangga disini, ada acara pernikahan lalu mereka tidak kita undang?”

Aslan membenarkan apa yang disampaikan oleh sang nenek.

“jiddah sudah suruh tukang tenda untuk ukur dan siapkan semuanya dekorasi harus bagus dan rapih. Dari teman dan keluarga kalian ada sekitar 100 orang, jiddah juga siapin tambahan 100 orang…. jadi nanti cateringnya jiddah siapin 300 untuk sekitar 150 undangan semuanya…..”

Adiba diam dan hanya tersenyum sambil melirik ke Aslan yang hanya bisa menganggukkan kepalanya

“lalu…. ini biar jiddah yang atur……”

Aslan agak tidak enak mendengarnya

“sudah…. jiddah tahu kalian punya uang banyak…. tapi biar kali ini jiddah yang urus….. jangan dibantah……”

Ultimatum Fatima membuat mereka terdiam dan akhirnya hanya menyetujui apa perintah sang nenek. Ucapan sang nenek ini memang ibarat titah sang ratu bagi keluarga besar mereka. Abahnya saja jika jiddahnya ini sudah mengeluarkan perintah, pasti langsung diam dan tidak berkutik.

Lalu……

“jiddah ingat waktu kita vidio call dengan Aslan……” nada pelannya seakan membuat Aslan jadi teringat akan masa sulitnya saat harus bersama Nafia dalam keadaan sakit keras, dan semua kenangan itu bergulir lagi mengingatkan dirinya saat dirinya masih bersama mendiang Fia

“ngga ada yang sangka jika situasi ini akan terjadi saat ini…..”

Adiba hanya menunduk malu, saat itu berpikir akan kembali ke Indonesia pun tidak ada dalam benaknya, apalagi kemudian bercerai dan jatuh cinta dengan duda dari adiknya sendiri.

“tapi saat kalian datang berdua kesini pertama kali…. jiddah sangat senang melihatnya….” senyumannya kini keluar dari wajah sang nenek itu

“entah kenapa, feeling nenek kalian pasti cocok……”

Aslan hanya tersenyum menatap ke arah Adiba

“apalagi pas Umi kamu cerita, kamu suka nyusul ke Makasar….. anak-anak juga dekat…. rasanya jiddah susah mau bilang tidak juga……”

Senyuman dari calon pengantin ini terlihat semburat malu-malu keluar dari wajah mereka

“pesan jiddah ke kalian berdua yah….. harus saling rukun dan saling hargai……”

Aslan menganggukan kepalanya

“kamu Adiba…. harus bisa tanggalkan ego kamu…”

Adiba tertunduk mendapat petuah dari sang nenek

“ meski Aslan jauh lebih muda dari kamu…. kamu harus bisa tempatkan diri sebagai istri yang sepadan sama suami kamu….”

“apa yang terjadi sebelumnya, jadikan pelajaran supaya kali ini kalian langgeng sampai mau memisahkan kalian……”

“hormati suami kamu….. biasakan minta ijin untuk semua hal, meski sekarang kamu itu boss di kantor, tapi di rumah, kamu adalah istri yang harus taat sama suami…..”

“ jiddah dulu lahir dari keluarga mampu.... tapi jiddah berkorban untuk ikut sama kakek kalian dulu... ngontrak rumah, susah senang bersama, selalu doain suami....”

“membesarkan anak 5 orang, kakek kalian itu cuma jualan di Anggada.... tapi lihat berkah doa dan ketaatan jiddah ke suami dan Allah... anak-anak jiddah, termasuk abah kamu sukses semua.....”

“jiddah dulu keras dalam didik abah kalian.... tapi apa yang kakek kalian bilang, tidak pernah jiddah ini bantah.....”

Ada rasa haru di kalimat sang nenek saat itu terucap

“jadi ibu tidak lah mudah.... sudah capek urus anak kadang suami pun tidak menghargai kita.... makanya selalu bawa dalam sholat semua yang kalian rencanakan dan akan dikerjakan, supaya diberkahi sama Allah......”

Adiba terharu mendengar nasehat dari neneknya

“kamu beruntung sekali, calon suami kamu kita kenal dengan baik, sayang ke anak-anak dan disayang sama anak-anak.... harus kamu jaga dengan baik semua ini yah.....”

Adiba menganggukan kepalanya

“Iya Jiddah.....”

“jangan suka bantah.... kalau ngga setuju, bicara baik-baik..... dan lihat suasana hati suami....”

Sang jiddah ini suaranya bukan hanya ditakuti oleh anak-anaknya, tapi cucu-cucnya bahkan cucu buyutnya pun sangat hormat dengan Fatima. Dia bagaikan nenek yang punya karisma kuat apalagi dalam bicara, semua pasti mendengar.

Lalu

“kamu Aslan... jiddah titip Diba, titip Arvind dan Ravi yah.....”

Aslan menganggukan kepalanya

“ ingat, ini Adiba beda dengan Nafia....”

Adiba langsung agak manyun manja mendengarnya,

“ini agak keras kepala.... jadi kamu harus bisa jadi ayah, suami, dan teman untuk dirinya.....”

“kalo dia lagi agak ngambek, jangan balas dengan marah.... pahami setiap mood istri.... karena istri bed acara piker dengan suami....”

“ masalah Ulfa, kita biarkan saja dulu.... kamu Diba, tetap berusaha untuk ambil hatinya mertua kamu... ingat, dia adalah ibu dari Aslan, dan juga ibu kamu... tetap kamu harus mengalah dan diam... usahakan datang dan tetap minta restu dan doa dari dia.....”

Adiba mengiyakan dengan lembut. Dia tahu Ulfa sudah jauh berubah dalam memperlakukannya kali ini, dibandingkan dulu sebelum hubungannya dengan Aslan terbuka ke keluarga.

Lalu kembali Fatima bicara ke Aslan

“ jiddah yakin kamu bisa jadi ayah yang hebat untuk Adiba dan anak-anaknya.....”

“aamiin, jiddah.....”

“tanamkan nilai agama sejak dini.... terutama ke anak-anak.....”

“semua usaha, bawa dalam doa dan sholat kamu... insyaallah berkah semua....”

“iya jiddah......”

“oke.....”

Aslan lalu mencium tangan jiddah

“titip Adiba dan cucu-cucu yah.....”

Pelukan sang nenek ke Aslan membuat Adiba sangat bersyukur. Sesuatu yang dia tidak pernah lihat di pernikahan sebelumnya. Bahkan sampai semua keluarganya ikut sibuk untuk mengurus acara mereka yang digelar secara mendadak dan kilat ini.

“ayo, kalian kesini khan mau lihat persiapan nanti.... EO nya si Mbak Eka sudah datang tuh.....”

Mereka lalu segera keluar dan berjalan menuju halaman.

Setelah bersalaman dengan Eka perwakilan dari WO yang diminta oleh Fatima, mereka lalu diterangkan semua persiapan nantinya seperti apa. Meski dengan pemberitahuan yang serba mepet, dan persiapan cepat, namun terlihat acara untuk minggu depan sepertinya akan berjalan dan tidak jauh dari seperti yang direncanakan oleh Aslan dan Adiba.

Ruang tengah tempat berkumpul akan dijadikan tempat akad nikah. Sedangkan halaman luas di depan akan dibuatkan panggung dan dipasang tenda untuk acara resepsinya nanti.

“eh, De.... nanti dedeknya mau cewe apa cowo?” ledek Jiddahnya ke Arvind

“ade maunya cewe.....” ujarnya sambil duduk dipangkuan ayahnya

“mana si abang?” tanya Aslan

“di belakang, lagi main PS.....”

Fatima memang menyediakan fasilitas itu untuk cucunya kalau datang

“nanti ngga bakal dipangku sama ayah lagi kalo sudah ada dedek....” ledek Fatima lagi

“kan dedek bayi digendong Mami.....” jawabnya polos membuat mereka yang mendengar tertawa. “ade dipangku sama ayah.....”

Adiba hanya bisa tersenyum. Dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa belakangan ini. Semua acar pernikahannya yang diluar dugaannya akan dipercepat seperti ini, ternyata dilancarkan semua, bahkan keluarga besar dan anak-anak sampai cucu dari Hj. Thaha, sudah berpesan akan hadir di hari bahagia mereka berdua.

Saat menikah dengan Anand dulu dia bertempat di Gedung mewah di Jakarta, namun rasanya kebahagiaannya kali ini terasa berbeda sekali. Dia bisa melihat nuansa kebahagiaan itu ada di semua keluarganya kini, meski dari pihak mertuanya, tak kunjung muncul restu yang dia nanti.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd