Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG CONGORIS (By : FigurX)

Index Cerita


Prolog
Index Cerita, Cover, dan Para Pemain

PART 1 : Creep
Scene 1, No !!!
Scene 2, M....
Scene 3, N....
Scene 4, L....

Next Update, menyusul




Cover & Para Pemain

























●•FigurX Productions 2020•●
Naruh jangkar sek yo Hu
Ben lek Pean update,aku g ketinggalan Hu

Semoga soyo produktif dikala Corona mewabah dan ng Sby dan sekitarnya PSBB

Manteb Cak @FigurX
 





PART 1 : CREEP
What the hell am I doing here?
______________________________




"Creep" Radiohead

When you were here before
Couldn't look you in the eye
You're just like an angel
Your skin makes me cry
You float like a feather
In a beautiful world
I wish I was special
You're so fucking special

But I'm a creep
I'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here

I don't care if it hurts
I want to have control
I want a perfect body
I want a perfect soul
I want you to notice
When I'm not around
You're so fucking special
I wish I was special

But I'm a creep
I'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here

Oh, oh

She's running out again
She's running out
She run run run run
Run

Whatever makes you happy
Whatever you want
You're so fucking special
I wish I was special

But I'm a creep
I'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here
I don't belong here






SCENE 1, NO !!!

--------------------------



"No !!!, wes nyiapno bahan praktikum ta (sudah nyiapin bahan praktikum)?", seorang teman bernama Abul menyapaku.

"Na No Na No.. adane bakul bakso ae, Cak No (seperti pedagang bakso aja, Cak No)!!", entah kenapa aku selalu tidak suka jika dipanggil 'No' oleh teman-teman.

"Lahh.. kan jenengmu Seno cukk (kan namamu Seno cukk)!!, ya wajar dipanggil No. Lek tak celuk Ni dadi Seni la'an jenengmu (kalau ku panggil Ni jadi Seni dong namamu), wkwkwk Seni.. pesing thell !!", jawab Abul terbahak.

Iya juga sih, namaku Seno ya memang pantas dipanggil 'No'. Hahaha.. ada-ada aja deh aku ini. Merasa aneh dengan namaku sendiri. Tapiii.. ya gimana ya, kesannya itu udik banget kalau dipanggil 'No'. Eh bentar, lah kan emang aku orang udik, rumahku ndeso, jauh dari kota besar Surabaya. Halah mbuh wess.

"Wahh ditanya bukannya jawab, malah ngalamun (melamun). Noo..No !!", tinjuan ringan Abul di bahu kananku langsung menyadarkanku.

"Ehh iyo sori. Bahan praktek to? Durung tuku sih. Tapi bar janjian karo Raka, jarene engko sore nek ga repot ape disusul (belum beli sih. Tapi sudah janjian sama Raka, katanya nanti sore kalau ga repot mau dijemput)", jawabku lugu.

"Jangkrikk No.. No!!. Bar-Nek-Ape .. iki Suroboyo cak !!. Ketok ndeso kesa keso koen lek nggae bosomu iku (kelihatan ndeso banget kamu kalau pakai dialekmu itu)!!. Belajar boso Suroboyoan ngunu lho rek. Jen keren sitik (belajar bahasa Suroboyoan dong. Biar agak keren dikit) !!!", Abul malah menanggapi dialek daerahku. Dengan bahasaku, aku jadi terkesan orang asing di tengah kota Surabaya.
"Tinggal di Surabaya harus bisa dialek Surabaya", begitulah aturan tidak baku yang tersirat dari wajah Abul maupun teman-temanku yang asli lokal sini.

"Iyo cukk!!", ucapku menjawab didikan dialek dari Abul.

"Nah gitu dong. Eh tak omongi yo, lek janjian ambe Raka kudu siap mental (kalau janjian dengan Raka harus siap mental). Arek iku gampang mrusut lek janjian (tuh anak gampang lupa kalau janjian). Teko ngaret ae wes apik pol (datang telat aja udah bagus banget)", lanjut Abul memberi saran.

Aku hanya bisa manggut-manggut mendengar saran Abul. Ya memang Raka sering seperti itu. Tapi aku tahu jika dia seperti itu karena memang sibuk bantu ayahnya cari nafkah. Belum lagi bantu jemput adik-adiknya pulang sekolah dan les.

Abul memang begitu. Omongnya banyak. Semua hal bisa jadi bahan pembicaraan bagi dia. Namun selalu lebih banyak ngomongin orang daripada bahasan yang lebih positif. Terkadang aku kurang respek melihat cowok yang 'lambene tipis'.

Di sisi lain, aku adalah mahasiswa udik yang pendiam dan kuper. Jangankan godain cewek, pacaran saja aku belum pernah. Jangankan nonton bioskop twenty-one, merokok saja aku belum berani mencoba. Mungkin karena keadaanku yang semacam itulah yang membuat Abul dan rata-rata teman Surabaya terkesan merememehkan serta cenderung menggurui aku. Hanya Raka satu-satunya teman Surabaya yang baik dalam menghargai keudikanku.

Aku kembali melangkah menuju ruang kuliah. Saat tubuhku melewati pintu kelas, di kursi sisi pintu kulihat Rani Ita dan Dewi. Aku tak berani menyapa. Dengan kikuk aku segera mengambil tempat duduk dan pura-pura sibuk mengotak-atik handphone jadul yang masih berjenis candy bar. Tak berapa lama dosen pun datang dan memulai perkuliahan.

"Sttt No !!, nyateto seng lengkap. Engkok aku nyileh lek mole (catat yang lengkap. Nanti aku pinjam kalau pulang)", bisik Abul di kursi belakangku. Aku hanya mengangkat separuh bibir atasku sebagai jawaban atas permintaan Abul.


----------


"Ka, ojo lali engko sore ampiri ning kosan (jangan lupa nanti sore jemput di kosan)", ucapku kepada Raka menggunakan dialek udikku. Tak mudah merubah kebiasaan berbicara meski sama-sama bahasa jawa. Aku butuh waktu adaptasi lebih lama untuk menyatu dengan bahasa Suroboyoan.

"Iya Bro. Jam stengah papat tak susul nang kosan (jam setengah empat aku jemput di kosan)", jawab Raka dengan tatapan cool dan dingin tanpa ekspresi. Sejenak menyelipkan sebatang Surya kemudian berjalan mengambil motornya dan pergi tanpa kata. Itulah mungkin yang membuat ia bisa akrab denganku. Sama-sama pendiam. Tapi diamnya Raka sangat berbeda denganku. Ia lebih bisa disebut pemurung dan kurang ada gairah hidup. Tatapan mata yang menyiratkan kepedihan, airmuka saat bicara yang menyimpan kegetiran, dan karakter yang temperamental seperti mudah tersulut amarahnya.

"Pecel Mak Yan yukk..", Inul datang dari belakang dan merangkulku. Aku hanya menggeleng lemah.

"Dompetku tipis, belum dikirimin orangtua", jawabku hampir tanpa suara.

"Santai. Gue bayarin koen sampe bokap lu ngirimin lagi teko kampung", ucap Inul dengan senyum. Akupun ikut tersenyum, tapi senyum karena mendengar bahasa jawanya Inul yang gak jelas blas.
"Tinggal di Surabaya harus bisa dialek Surabaya", mungkin itu juga yang membuat Inul gila-gilaan ngebut belajar bahasa Suroboyo.

Setelah memesan Nasi pecel, aku dan Inul berjalan untuk duduk di tengah rerumputan taman kampus. Memang disitulah tempat kami semua biasa makan. Asri dan sejuk. Daripada harus duduk formal di bangku warung mak Yan yang selalu penuh sesak oleh banyak pegawai yang makan. Dan mak Yan pun tak pernah keberatan mengantarkan makanan kami hingga ke tengah taman.

"Asemm.. udah ada tiga cewek itu disana", aku menggumam sebal dalam hati saat melihat Rani Ita dan Dewi yang telah lebih dulu di taman. Sudah dapat dipastikan, setelahnya pasti aku jadi kikuk dan minder. Salting sendiri didekat ketiga dara tanpa ada sebab yang jelas.

"Hai ceweek", sapa Inul ramah. Aku hanya meringis terpaksa menutupi rasa gugupku.

"Koen kenapa sih No !!. Grogi banget lek ketemu mereka??!", ucap Inul curiga sambil kami menghempaskan pantat diatas rerumputan tak jauh dari tiga cewek tadi.

"Ehh hemm heehe.. g.*** pappa", jawabku dengan gugup. Maklumlah udik yang kuper.

Inul hanya tersenyum geleng-geleng melihatku yang adem panas seperti tukang nyontek yang takut ketahuan oleh dosennya.

"Weeh nang kene tibakno Paino ambe Painul (disini ternyata Paino dan Painul)", Udin mrenges datang. Kebiasaannya memanggil orang memang begitu. Diambil belakangnya lalu ditambah 'Pai' depannya. Jadi kalau misal nama Bambang, maka akan dipanggil oleh Udin dengan panggilan Paibang. Hahaha kebiasaan yang aneh dan ga sipp blas.

"Lahopo Din??!", Inul menanggapi Udin dengan sebuah pertanyaan yang aneh dialeknya.

"Waah ada mbak Rani, mbak Ita, mbak Dewi... haloo mbak. Pada cantik-cantik banget sih", bukannya meladeni pertanyaan Inul, si Udin malah sibuk menyapa dara-dara manis. Namun ketiga dara ternyata mengacuhkan sapaan Udin. Tapi bisa jadi memang mereka tak mendengar teriakan Udin.


----------


Pulang dari kampus masih cukup siang. Aku melenggang santai bersama Inul dan Udin menyusuri lorong kampus menuju pintu gerbang.

"Nul..", langkah kami terhenti saat terdengar suara yang memanggil Inul.

"Nul.. yuk terno golek (yuk anterin cari) bahan praktikum. Kita pinjem motor kak Feb aja. Nah Udin kan punya motor ya.. yuk ikut juga, sekalian Dewi numpang pulang", Rani muncul di depan kami bersama dua sahabat kentalnya. Diantara kami ber enam, Rani lah yang paling cerdas dan paling rajin. Tipe cewek smart, energik, lincah, cantik, sedikit berbau tomboy.

"Lha No Yaopo Ran??", Inul melirikku lalu menoleh kembali ke Rani.

"Yaelah Seno balik sendiri kan bisa kalee", Dewi sedikit gusar melihat Inul yang malah meresahkanku.

"Yo ga dewean seh No. Ini Ita tolong kancani mlaku sampe kosan (ya ga sendirian sih No. Ini Ita tolong temenin jalan kaki sampai kosan). Kan searah sama kosan kalian juga", ucap Rani sedikit meluruskan.

Degg.. deg..degg

Detak jantungku berdegup lebih kencang. Itulah yang aku rasa saat tahu bahwa Ita akan pulang bareng aku, meski hanya jalan kaki bareng.

Tanpa ada yang tahu, sudah hampir tiga semester ini aku rajin menelepon atau kirim whatsapp kepada Ita. Tentunya hanya ngobrol enteng dan tak lebih dari itu. Aku belum pernah, dan belum berani mengajak wanita ke tahap pacaran.

Sebaliknya Ita, aku rasa dia belum menunjukkan adanya perasaan lebih ke aku. Ia hanya membalas whatsapp sewajarnya sebagai teman. Teleponpun juga ngobrolnya ga pernah nyerempet-nyerempet. Dia hanya bertahan saja atau mungkin cukup pede sebagai wanita yang dikagumi banyak lelaki termasuk aku.

"Ee..akhir pekan ini pulang ke Nganjuk ta?", ucapku membuka pembicaraan saat kami sudah berjalan berdua menuju arah kosan. Kosan tak lebih dari 500 meter dari kampus. Namun aku seperti berharap agar waktu berjalan lambat, se slow motion mungkin. Aku ingin lebih lama bersama Ita.

Mungkin baru Inul dan Udin yang tahu dari curcolku. Ita adalah sosok yang membuat hatiku menumbuhkan rasa cinta sejak masa SMA berakhir. Jauh sejak semester satu atu bahkan sebelumnya, ketika hari daftar ulang calon mahasiswa baru, aku sudah tertarik dengan gadis cantik menggemaskan yang bernama Lengkap Ita-itu Karepehdewe, haha.. Ita Yolen maksudku (Yolen ya, bukan Molen.. apalagi Polen, emangnya kimcil kepolen??!..haha). Entah apa artinya Polen itu, hanya bonyok Ita yang tahu.

Ita adalah satu diantara tiga orang selain Inul dan Raka yang pertama ku kenal saat menginjakkan kaki di kampus. Ibunya Yolen, eh Ita yang saat itu tolah-toleh bingung mencari tempat daftar ulang terpaksa menyapaku untuk sekedar bertanya arah. Namun ketidaksengajaan itulah awal dari perkenalanku yang malah kusengaja demi melihat ibu-ibu yang cantik. Kupikir, ibunya cantik ehmm tentu anaknya juga. Dan memang terbukti sudah.

Mengapa tak Rani, atau Dewi, atau mahasiswi cantik lainnya?. Itulah cinta.. datang ga diundang, pulang ga dianter. Tahu-tahu datang begitu saja, menggenangi pelataran sukma dengan siraman air nan semerbak mewangi. Namun tak dapat ku pungkiri, Rani menurutku terlalu superior bagiku. Dia yang smart, cantik, lincah, brilian.. aku minder. Atau tepatnya, napsuku tak bergeliat sama sekali melihat wanita yang tipe juara kelas. Ga asyik aja.

Atau Dewi?. Oh tidak. Dia penduduk pribumi yang punya banyak teman. Beberapa kali aku melihat beberapa cowok berbeda mengantar atau menjemputnya kuliah. Nyaliku belum mampu menandingi pria-pria metroseksual. Sebuah pembelaan cowok udik dan sederhana sepertiku. Namun aku akui, baik Ita maupun kedua sahabatnya, kecantikan mereka cukup layak untuk masuk area bidikku. Sebuah angan bodoh dari cowok udik dan jelek yang hanya terbantu sedikit derajadnya oleh rambut panjang sebahu, sedikit mampu menyaingi gaharnya Virzha Idol.

"Aku ga muleh sabtu iki (aku ga pulang sabtu ini). Ono janji karo Rani nekani undangan presentasi MLM (ada janji sama Rani datangi undangan presentasi MLM)", kembali pada pembicaraanku dengan Ita. Ita menjawab dengan logat jawanya yang diluar dialek Suroboyoan.

Untuk pembaca ketahui, dialog jawa yang diucapkan oleh Ita, aku, dan Udin akan sedikit berbeda dengan bahasa Suroboyo pada umumnya. Ya karena daerah kami berbeda dengan Surabaya dan Malang sebagai barometer perjancukan bagi kota-kota disekitarnya seperti Gresik, Sidoarjo, dll.

"Boleh dong aku maen ke kosan pas weekend??!!", ucapku mencari celah.

"Yo monggo-monggo aja. Kosan kami terbuka untuk umum kalee. Ada aku, ada Rani, atau teman lain yang tinggal. Jadi akan ada saja yang bisa nemuin tamu meski aku pas repot", jawaban diplomatis bin ngeles yang super alus. Mlipir-mlipir tapi khawatir nyindir, tapi malah kesane nyinyir.

Yap itulah respon verbal dan non verbal Ita atas serangan granat cintaku. Segala upaya pendekatan hanya seperti angin lalu saja bagi dia. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Tak sedikitpun aku bisa tinggal barang sejenak di hati dan pikirannya.

"Ooh ee..hm gitu ya", aku hanya bisa menjawab dengan kalimat ah uh ga jelas. Pikiranki buntu mencari bahan pembicaraan yang tak jua nongol barang secuil saja.

Hahaha.. Senoo.. Seno. Kowe iki sopoo hahh!!?. Cah ayu mingit-mingit tur dodone gede koyo Ita opo kolu karo raimu heh??. Rai koyo kaleng rombeng wae gaya-gaya pedekate nang cewek mentereng. Opo kowe njaluk ditempeleng??! (Senoo.. Senoo.. kamu ini siapa hahh??!. Cewek cantik menarik dan ber dada besar seperti Ita mana napsu lihat wajahmu??. Wajah seperti kaleng rombeng aja sok gaya PDKT ke cewek keren. Apa kamu minta ditempeleng!!?).

"Nasibb sibb.. anak ndeso, wajah coro kayak aku ini apalah daya.. hmm", batin ku sambil terus melangkah mengiringi langkah Ita menuju kosan.

Waktu slow motion berakhir dengan kami berdua yang saling diam sepuluh ribu bahasa. Ita melenggang memasuki kosannya diiringi tatapanku yang sendu, pilu, mengharu biru, asuuu..

"Hah.. sumpek atiku (hatiku jengkel). Daripada di kosan juga sendirian karena ga ada Inul dan Udin, mending aku main dulu ke kosan Yosi", gerak hatiku menuntun gerak tubuhku menyusuri jalan setapak menuju kosan Yosi yang tak jauh dari kosan Ita.

Hmm Yosi. Jadi mirip seperti nama kadal buntungnya ACKD. Jangan-jangan namanya Yosindi Damitra haha. Aya aya wae.

Yosi adalah cowok terkeren abad ini yang terdampar di kampusku. Asal jakarta dengan tubuh tinggi tegap, wajah ganteng ala 'Piyu nya Padi' lengkap dengan rambut panjang sebahu sedikit bergelombang dan kemampuan mencabik senar gitar persis seperti Piyu yang asli.

Yosi merupakan lead Melody grup band ku. Selain Yosi ada Raka si mata sedingin es kutub yang memegang drum.

Ada juga si Obeng yang diamanahi untuk memegang bass. Kok Obeng?. Iya.. kepalanya yang gede dan nonong namun dengan badan tipis cungkring khas morphinis sejati, membuat ia dijuluki Obeng oleh teman-teman. Nama aslinya adalah Obbie. Tapi bukan Obbie Mesakh sang penyanyi legendaris Indonesia. Apalagi Obbies Gelap Terbitlah Terong, eh Terang. Bukaaan..!!. TS merangkap Seno mulai kumat ayannya, makin stress bahasanya, hoamm..

Nama grup band kami, SONYK. nama yang 11-12 dengan merek semvak. Entah apa yang merasuki kami hingga sepakat memilih nama kurang oye tersebut. Yang jelas itu adalah inisial dari nama kami berempat. Seno, Obbie Nonong, Yosi, raKa. Disingkat jadi SONYK.

Ohiyaa.. dan aku adalah vokalis grup band Sonyk. Vokalis, penyanyi, dan di surabaya lebih dikenal dengan sebutan 'CONGORIS'.


----------


Langkahku terhenti di depan kamar kos Yosi ketika aku menangkap suara ganjil yang bikin ganjal. Dengan cepat aku tempelkan telunjuk ke pintu, upss.. telinga kepintu. Namun baru saja telingaku menempel, tiba-tiba pintu kamar terbuka sejenak. Yosi melempar bungkus kondom dan kemudian Jebrett !!! menutup kembali pintunya tanpa peduli pada kehadiranku. Ataukah aku kini menjadi makhluk astral yang tak kasat mata??.
No !!!... tidak. TS tak akan membuat kisah bergenre mistis, astral, jenglot, prana, kundalini, pralina, atau ajian rawa rontek. Bukan TS tak mau, tapi TS minim pengetahuan mengenai itu. Bikin yang normal-normal aja. Ini aja bikinnya mikir setengah kayang haree..

Aku segera bergeser ke kursi di ambang kamar kemudian berjinjit diatasnya. Menggapai kaca nako berwarna rayban hanya demi melihat penampakan kondom yang sudah terlepas dari bungkusnya.

Di dalam sana, diatas sebuah kasur kapuk lepek. Sepasang muda mudi sedang bersiap penetrasi. Kondom sudah membungkus erat masP Yosi dan siap menghujam mbakV Yelinda.

Siapa itu Yelinda??. Dia adalah kekasih Yosi. Anak SMA swasta depan kampus yang ditempel abis oleh Yosi. Badannya tinggi semampai. Hidungnya mancung melengkapi wajah semi india dengan kulit sawo matang. Dadanya sedang saja dan tidak terlalu tumpah. Jauh lebih tumpah dadanya Ita yang seperti kebanyakan fermipan. Namun pinggul Yelinda begitu lebar kontras dengan pinggangnya yang ramping. Body gitar dengan kulit eksotis yang menggetarkan jiwa.

Uhh..

Yelinda melenguh saat kondom berisi masP Yosi menyodok penuh lubang mbakV Yelinda. Keringat mulai membasahi keningnya. Bukan karena lelah atau tegang, tapi karena pengapnya kamar Yosi ditambah bau terasi pakaian kotornya yang berantakan dibawah meja komputer.

Yoss.. ahhh ahhh

Terusss


Jadi inget erangan nikmat Mita nya Yosa deh. Yas Yos Yas Yos ae lambene.

Yosi yang menelungkup misionaris terus menghujam lubang mbakV Yelin dengan kecepatan tinggi. Batang yang besar itu mengaduk-aduk lubang basah Yelin seperti tumbukan lesung ibu-ibu PKK desa sebelah yang sedang prakarya membuat kerupuk terasi.

Jangkrikk Yoss.. jembutku ojok dipritili !!

Aahhh sshittt..

Hmm ohhh

Yelin mendelik sadis manja saat tangan Yosi iseng mencabuti bulu mbakV nya sambil terus memompakan batang besar berdiameter fantastis.

Aduhh Yoss.. opohh maneh ikihh.. ahhh

Jembutku slamettt.. saiki silitku mok kruwili !!

Hahhh ahhh.. Aduhhh ahh

Yelin terus mendesah dan misuh tak jelas. Semakin Yosi jahil, semakin kebinalan Yelin menanjak. Sepertinya ia semakin bahagia saat ada rasa sakit lain yang mengiringi kenikmatan lubang lembab mbakV nya.

Aahhh Yoosss enakk kondommuuhh..

Kontolmu ga enakk.. enak kondommuuu

Ahh ahhh aahhh

"Jamputt !!, ga atek (ga pakai) kontol gw ya ga bakal enak kondomnya begoo!!. Hahaha.. nih terimalah sodokan erektus putra betawi asli.. Yosi sumandraaa.. hahh hakk", Yosi ngomel sendiri saat mendengar erangan Yelin yang menodai kegaharan masP nya.

Iyoohh ampunn..

Enakk kontolmu sayangg..ahhh

Aahhh Yoss.. ganti posisi oooh


Dalam sekejap Yelin sudah nungging seksi diatas kasur kapuk kumal. Kepalanya bersandar erat pada bantal bekas iler Yosi yang 29 hari belum diganti sarung bantal. Kata Yosi, ganti seprei dan sarung bantal harus nunggu tanggal muda. Biar pas dapet kiriman, bisa beli detergen.

Sumpah aku langsung mual setelah melihat bantal Yosi. Beberapa kali aku ingat pernah rebahan di kasur Yosi saat hendak latihan band. Aseeem.. ganteng-ganteng kok kemproh to kowe Yoss Yoss.

Aku semakin memicingkan mata melihat adegan selanjutnya saat Yosi memompa Yelin dalam posisi gaya asu.

Hkkk... tambah mentok omm ahhh

Enakk omm ooooh

"Om om pala lu peang!!. Tak jejeli sempak durung diumba seminggu kapok koen (aku jejali sempak yang belum dicuci seminggu kapok kamu). Wasyuu.. memek lu legit be'eng Yen", Yosi mengumpat, mendesah, silih berganti.

Kami yang sudah semester tiga yang artinya sudah sampir dua tahun di Surabaya membuat para pendatang mulai terbiasa berbahasa jawa. Tak terkecuali Yosi playboy betawi. Mungkin cuma Inul yang terlambat daya tangkapnya karena kekurangan B-karoten dan DHA.

Ampunn Yoss.. akuu mau keluarr.. aaahh

Sshhh ahhh

Yos yos yos ehh ehmmm

Akuu keluarrrrr ahhhhhh

Badang Yelin menegang. Kepalanya terdongak laksana asu yang melolong. Yosi segera mencabut senjata keramatnya dan disusul air bah deras yang menyembur dari mbakV Yelin.

Cruattt.. Cruattt..

Suurr surrr


Squirt dari gadis SMA yang sangat deras membasahi perut dan selangkangan Yosi. Bahkan banyak yang membasahi kasur Yosi. Melengkapi bau terasi yang tiga hari lagi baru dapat kiriman buat beli detergen.

Yosi segera melepas kondom kemudian mengocok brutal masP. Tak berapa lama batang itu menyemburkan calon benih yang mati terperangkap udara bebas. Lima semburan kuat dari batang Yosi membalas semburan Yelin. Membuat paha dan bokong Yelin semakin mengkilap basah. Dan semakin lengket pula kasur Yosi similikiti weleh weleh.

Kropyakk !!


Kursi yang kuinjak mendadak patah dan membuatku hilang keseimbangan.

Yosi bersungut memakai kolornya yang kedodoran.

"Jembutt.. Seno!!. Dikasih kesempatan nobar gratis kok pake acara jatuh segala. spionase ga bonafit babar blas !!", gerutu Yosi.

"Opo Yos??", tanya Yelin curiga.

"Ohh gapapa itu kucinge Obeng manak (itu kucingnya Obeng beranak)!!", jawab Yosi mengaburkan.

Aku langsung tunggang langgang sipat kuping berlari ke depan gerbang kosan Yosi kemudian menyulut sebatang Surya dan berpura-pura cuek. Tentu ga beneran menyulut tembakau. Cuma buat gaya-gaya an sekaligus manipulasi alibi. Sebentar lagi juga rokok e bakal tak uthes-uthes trus tak pangan. Uang kiriman bulanan aja empot-empotan kok pakai bakar uang segala. Mending buat makan, kenyang. Meski cuma cukup buat masak nasi sama lauk rengginang. Horaa popoh.

Lima menit kemudian Yelin lewat sambil menatap aneh kearahku yang sibuk mengunyah tembakau campur kertas, kemudian ia pergi. Aku hanya geleng-geleng kepala, kepengen, melihat pinggul membulat padat yang semakin mecotot saat menggencet jok mio pink hasil cutting stiker bermotif hello kitty.


----------


Tul jaenak jae jatul jaeli.. kuntul jare banyak, ndog e bajul kari siji...



BERSAMBUNG KE
NEXT SCENE ↪

--------------------------------



SALAM SEMPRUL 👊
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd