Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG CONGORIS (By : FigurX)

Terimakasih atas update ceritanya suhu @FigurX ..
Ooo Congoris itu Vocalist..
Jd ini cerita tentang anak band kuliahan gitu ya Hu?
MangstaBH dech klo gitu..
Masih meraba karakter dan pengenalan para tokoh..
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
Oooohh tidaak !!
Jgn nodai aku om.. mengapa kau raba aku sprti itu...?

Akj jg cowok sprti mu😣
 
Bimabet




PART 1 : CREEP
I'm a weirdo




SCENE 2, GELIAT METAMORFOSIS



-----------------------​



"Eksistensi hati"
karya FigurX


Soneta itu bukan kidung bertajuk kata hati,
Karena hati adalah sisi terdalam nan pribadi,
Misteri bagi luar,
Rahasia untuk dalam,
Sudut pandang berkuasa.

Tak pula memindai gurindam dua belas sebagai wakil,
Harta atas diri ada di relung sanubari,
Letak jati diri berasimilasi realiti,
Tak bosan pada perih,
Tak luka atas letih,
Menimang rembulan laksana menanam matahari,
Matahati.

Nyanyian sukma semisal panah asmara,
Tak berarti disanalah liang cinta bersemayam,
Karena lubuk adalah tabir atas rasa,
Suaka ranah individu,
Pulau sarang terpuji,

Maka katakanlah pada angin dan hujan,
Mereka bukan manifestasi,

Kabarkan pada bintang gemintang,
Kerlingnya tak jua milik gempitaloka,
Tak ada yang tahu meski robek dada
Hanya Dia, bukan aku, tak pun kau, atau mereka.



----------


Aku baru saja melangkah melalui jalan setapak meninggalkan kosan Yosi ketika datang sebuah motor yang berbelok dengan cepat di tikungan gang dan hampir menabrakku.

Dengan tangkas aku melompat beberapa jangkah ke arah sisi kiri tubuh untuk menghindari motor tersebut. Aku rasa pengemudinya melakukan itu dengan kesengajaan, karena setelah itu kulihat dia berhenti kemudian melepas helm teropongnya.

"Weii si Eno..."

aku langsung mengenali pengendara tersebut dari caranya memanggil namaku. Cuma dia satu-satunya di kampus yang meledekku dengan panggilan Eno Lerian.

---Berbadan gede bongsor.
---Bagian rambut depan paling ujung sebelah kiri, diatas kening terdapat pitak.
---Dia Giant. Teman-teman kuliah menyebutnya demikian. Karena posturnya, sekaligus arogannya, mirip Giant-nya Nobita.
---Nama aslinya Slamet. Haha...nama pasaran sejuta umat. Tinggal di daerah Tanjung Perak dan dengar-dengar kumpulannya gank preman daerah sana. Pantas saja gayanya sok jagoan, belagu!.

"No Eno.. sini dah!"

Giant memanggilku untuk mendekat.
---Dengan malas aku menurutinya.

"No..njaluk duwik e, gae tuku rokok (No..minta uangnya, buat beli rokok)!!" Giant merangkulku, atau tepatnya memiting leherku dengan sedikit keras seperti menggertak.
---Kebiasaan buruk Giant yang suka memeras teman-temannya. Terutama orang-orang pendatang semacam aku.
---Biasalah, preman baru mrocot. Gayanya selangit.

"Tipis bos, belum dapet kiriman ortu," jawabku enteng.
---Memang kenyataannya seperti itu kok !.

"Halah gayamu. Medit koen cuk (pelit kamu cuk)!" Giant tak percaya. Bahkan dengan sedikit memaksa mulai merogoh kantong celanaku.

Tak menemukan uang yang dicari, ia menemukan handphone bututku yang model batangan pakai tombol candybar.

"Wes iki ae di dol yo (ini saja dijual ya). Cepek dapet lah. Tar habis beli rokok, kembaliannya ane balikin," dengan santai digenggamnya handphone-ku kemudian melangkah ke arah motornya.
---Jelas aku muntap (emosi). Itu satu-satunya alat untuk berkomunikasi dengan bapak dan ibu di desa.

Dengan melangkah cepat kukejar langkah Giant. Saat tubuhku sudah sejajar dengan badannya, kuputar tubuhku sambil melompat ke arah Giant dan mendaratkan tulang kering kaki hingga mendarat cukup keras di wajahnya.

Plakk!!

---Tubuh Giant terpental ke belakang, jatuh berdebam.
---Hidungnya merah sekali seperti hampir mengeluarkan darah.
---Handphone-ku terlepas dari tangannya dan jatuh disampingku.

"Jampuut..bangsat koen No!. Cari gara-gara sama arek Perak hahh!!" Giant berdiri dan menggeram marah.

Dengan kalap Giant melancarkan pukulan. Aku menunduk.
---Bukan untuk mengelak, tapi mengambil handphone di dekat kakiku hehe...

Melihat pukulannya melayang diatas punggungku, Giant segera merubah serangan. Lututnya mengejar wajahku yang masih menunduk.

"Rasakno koen arek ndeso (rasakan kamu anak desa)!!!" Giant menggeram jumawa, merasa yakin lututnya akan segera melumat wajah udikku.

Prakk!!

---"Jancoook!!" Giant mengerang mundur memegang lututnya.

---Pasti nanti saat celananya dibuka akan terlihat membiru syahdu.. haha

Beberapa detik sebelumnya. Saat lutut itu mengarah ke wajahku yang masih menunduk, aku menyambutnya santai dengan dua siku menyatu. Aku tahu, Giant tak memakai kuda-kuda saat menyerangku. Itu artinya tumpuan kakinya tak terlalu kuat, yang secara otomatis serangan lututnya pun juga asal sepak tanpa ada daya dorong kuat.

"Kurang ajarrr...wani koen ambe aku (kamu berani lawan aku)?!!" teriak Giant dengan wajah merah padam, abang ireng.

"Woyy.. lapo koen (kamu ngapain)?!" baru saja Giant hendak menyerang lagi, namun terdengar suara Yosi yang berlari ke arah kami diikuti beberapa anak kos lainnya.

---Tanpa babibu Giant segera menuju sepeda motornya.

"Cukup sudah Met!. Telung semester aku karo konco-konco luar kota mok idek-idek, mok remehne (tiga semester aku dan teman-teman luar kota kamu injak-injak, kamu remehkan). Tapi tidakkk mulai sekarang!!" bentakku mengikuti langkah Giant yang segera menaiki motornya.

"Ojok seneng sek koen cukk (jangan senang dulu kamu cukk), tunggu pembalasanku!" seringai Giant sebelum kemudian melaju kencang dwngan motornya.

"Lu gapapa kan Na?" tanya Yosi khawatir.
---Dia biasa memanggilku Sena.
---Biar kerenan dikit katanya.

...haisst

"Gapopo Yos, sante (santai),"
jawabku ringan.
---Haha.. bukan kelasku kalau model Giant gitu.
---Gimpil (enteng).

Aku memang sudah terbiasa berlatih beladiri sejak aku SD. Kakakku yang ikut salah satu cabang silat berjuluk 'Pagar Betis'. Aku cuma sparring dia. Namun justru itu sangat bermanfaat buatku. Dia yang ikut, tapi aku yang belajar hehe. Sekarang kakakku sudah menjadi pelatih di kota asalku.


----------


Masuk di kosan, jam sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. Cepat aku segera mandi karena ingat bahwa jam 4 nanti Raka akan menjemput.

Ternyata memang Raka pendekar cap karet. Jam 5 ia baru muncul setelah aku menghabiskan 3 bungkus mie instan sambil menunggunya.
---Aku segera bersiap dan capcusss...

"Ka, nang Gramed ga larang ta (di Gramed apa ga mahal)?" tanyaku sangsi sambil mengikuti langkahnya memasuki Gramedia Expo Basuki Rahmat.

"Coba ae sek, lek larang yo engkok geser nang Blauran (coba aja dulu, kalau ternyata mahal ya nanti kita geser ke Blauran)," ucap Raka cool.

Hampir satu jam kami menghabiskan waktu untuk berputar-putar di dalam Gramedia. Namun perjuangan kami tak sia-sia. Barang yang kami butuhkan, ada disana. Dan harganya pun masih cukup terjangkau.
---Terjangkau buat dompetnya Raka maksudku.
---Karena aku juga ngutang ke dia hehe..

"No..mari ngene melok nang omahku sek yo. Engkok spedaku gowoen balik. Aku onok delivery jajan, tak nggawe spedae bapak. Mene susulen maneh (No..habis ini ikut ke rumahku dulu ya. Nanti motorku bawa balik aja. Aku ada delivery kue, bisa pakai motor bapak. Besok tolong jemput lagi)." Ucap Raka datar.

"Yoii boss,"

balasku sambil tersenyum.

Menuju rumah Raka ku ceritakan kejadian dengan Giant siang tadi. Raka ikut tersinggung mendengarnya.

"Jancik arek iku. Tambah suwe tambak nggateli!!. Mene maneh lek diganggu, ngomongo aku. Tak giles e ndas e (Jancik tuh anak. Makin lama makin kurang ajar!!. Besok lagi kalau diganggu, ngomong ke aku. Biar aku gilas kepalanya)!" sambut Raka menanggapi.

"Haha..ahli Jiujitsu ne ngamuk rek. Santai bro!" kelakarku.

---Raka hanya tersenyum tipis.


-----------


Sampai di kosan sudah jam 8 malam. Segera aku naik ke lantai dua membawa nasi krengsengan yang tadi sempat ku beli. Pinjaman uang dari Raka setidaknya bisa buat ganjel sambil menunggu kiriman datang.

"Eh dik, Inul sama Udin sudah pulang?"

tanyaku kepada anak ibu kos yang sedang asyik di depan televisi lantai satu.

Lantai satu adalah rumah induk yang ditempati ibu kos bersama suami dan anak semata wayangnya. Di lantai dua terdiri dari beberapa kamar kos. Penghuninya cuma aku, Inul, dan Udin. Dua penghuni lainnya baru saja pindah sehari yang lalu karena dimutasi kerja.

"Durung mas (belum mas)," jawab si anak ibu kos dengan ramah.

---Aku langsung berlalu menaiki anak tangga.


Sekitar sepuluh menit setelahnya..


"Mas.. handphone pean ga nyala ta?, Iki mas Nul ngabari jare nginep Darjo ambe mas Udin, nang omahe misanane (mas..handphone kamu ga aktif kah?, ini mas Nil kasih kabar katanya tidur Sidoarjo sama mas Udin, di rumah sepupunya),"
Dini anak ibu kos menemuiku di ruang tamu lantai dua.

Aku baru sadar kalau sedang tidak bawa handphone. Tadi aku titipkan Raka untuk diserpis. Handphone matot gara-gara jatuh dari tangan Giant tadi siang.

"Iyo hape ku nang serpisan durung dadi (iya handphone-ku di serpis belum jadi). Yowes suwun dik (makasih dik)," aku segera berdiri hendak melangkah kekamar. Namun Dini menahannya.

"Mas.. ibu ambe bapak juga lagi datengin undangan nikahan di Sidoarjo. Kayaknya malem deh datangnya. Temenin yuk mas dibawah, takuuut!!" Dini merajuk kolokan.
---Aku tersenyum melihat kepolosannya.

---Aku juga tersenyum karena melihat tubuh indah anak SMA tersebut

Dini. Entah siapa nama lengkapnya. Mungkin 'Ashiap Dinikahin' haha ngaco!. Umurnya 18 tahun namun masih kelas 2 SMA. Sepertinya dia terlambat mulai sekolah, atau bisa juga tinggal kelas.

Dini adalah dara yang cantik dan imut. Wajahnya putih mirip ibunya.
---Tidak terlalu tinggi.
---Tidak gemuk.
---Tapi dadanya cukup cihuii untuk ukuran anak SMA. Yaah meski lagi-lagi Ita tetep yang tercihuii tumpahnya hehe...keracunan Ita banget deh aku kayaknya. Hmm..






Malam itu Ita.. eh kok Ita lagi sih.
---Malam itu Dini mengunakan atasan kaos yukensi rada ketat tapi ga terlalu.
---Bawahnya ia memakai celana pendek tipis berbahan kain bali yang gombrong.
---Dan aku, yang terkontaminasi pergumulan Yosi tadi siang jadi seperti kesetrum-setrum melihat Dini yang seperti ini.

Dadanya yang padat ketat.

---Pahanya yang mulus mengintip malu-malu di balik celana pendek gombrongnya.

---Rambut yang di ikat ke atas, mempertontonkan leher dan tengkuk yang jenjang putih.

----Ooh... aku bisa gila.

"Woi mas.. kok malah melamun to!" suara Dini menyadarkanku dari piktor. Nun jauh dibawah sana si kopral sudah tegak mengokang senjata.
---Mak thieng thieng ngunu rasane.

Aku masih perjaka tong-tong lho. Sejak SMA, aku yang pendiam mana berani ngajak cewek pacaran!!. Seumur-umur cuma berani menyetubuhi tanganku sendiri. Sambil membayangkan yang cantik-cantik. Ita yang paling banyak jadi pemeran utama di setiap solo karirku.

Dan malam ini...melihat Dini yang seperti itu saja sudah membuat badanku adem panas.

"Eh iya dik sori...mikir kiriman ortu nih kok tumben telat haha..." ucapku menyembunyikan ke-horny-an ku.

---"ngobrol disini aja lah. Nang ngisor sungkan kabeh aku (dibawah aku sungkan)," lanjutku.

"Ooh yaudah aku ambil buku dulu. Ajarin bahasa inggris yo. Ada PR nih buat besok!"
ucap Dini kemudian bergegas melangkah ke tangga.

---Kupandangi bongkahan buah pantat Dini yang berguncang konstan seiring langkahnya.

---Kok mentul-mentul ngono cah (kok mentul-mentul gitu sih). Ojok-ojok ga nggawe sempak arek iku (jangan-jangan ga pakai celana dalam tuh anak).

---Yaa Awoooh...aku tak kuaaat!!


Dini sudah naik kembali dengan buku menempel di dadanya. Saat buku tersebut turun, aku terkezut.
---Kok rodok kempes yo susune (kok rada kempes ya dadanya)??!!

---Lho di tengahnya ada tonjolaaan!!?

---Duh Gustiii... iku pentil!!!


Dugg dug..

Deg-deg plas rasane atiku (hatiku deg-deg an). Karep e cah iki opo, kok malah beha ne di copot (maksudnya apa nih anak, kok malah bra nya dilepas).
---Rodok gendeng paling yo!!?
---Kasihan. Cantik-cantik kok stress haha.. aku yang stress kalee..


"Is the bring is the brong is the bray bray bray", ucapku mengarahkan jawaban pada soal bahasa inggris yang dikerjakan Dini.
---Asli, fokusku kacau!

"Lhah mas..yakin ta jawabane ngunu (yakin kah jawabannya gitu)?"

Dini sedikit sangsi. Namun segera kuyakinkan..

"Benerr.. tak perlu kau ragukan kemampuanku kisanak!" jawabku berseloroh.

---Dini cuma manggut-manggut, kemudian menulis apa yang aku ucapkan tadi.

---Matekk (mampus).


"With the bag of the bog is the big..."
semua jawaban ngaco dicongak lengkap oleh oleh Dini.
---Aku hanya berdoa.
---Semoga besok gurunya mencret dan ga masuk wkwkwk.


"Horee..kelar deh mas. Puinterr sampean. Makasih ya mas,"
Dini tersenyum bahagia.
---Dalam hatiku merintih pedih membayangkan Dini besok bakal digampar gurunya.
---Mugo-mugo mencret cret cret 😂

Mwuahh..

Eh, Dini saking senengnya lha kok mencium pipiku.

---Yaa Awooh.. mak jeglerrr..!!
---Aku segera menoleh menatap wajahnya yang mulai menyemu merah.

Sekian detik kami saling berpandangan. Diam tanpa kata.

Namun entah jurig darimana yang membisikkan, tahu-tahu bibir kami sudah bertemu.

Crupp..

Awalnya hanya saling kecup.

---Lama-lama bibir Dini melumat bibirku. Lidahnya menjulur-julur merabai setiap jengkal bibirku.

---Dengan cepat aku belajar. Ini kali pertama aku mencium seorang wanita. Asli medeni, grogi, krenyeng-krenyeng piyeee ngunu.

Mmhh..

Dini melenguh tertahan saat lidahku membalas.

Auuchh..

Dini menjerit kecil.
---Gara-gara tanganku reflek meremas buah dadanya.
---Wehh beneran, ga pakai bra.

---ehhm..nakal juga kau imut-imut gini!!


"Diiin.. Dinii,"

Yaaa salaam.. ibuke lha kok teko (datang)

---Mbokne ancuk tenan kok!!

---Pembaca gausah ngomong kentang!!, aku yo kentang iki ndeng!


Dini langsung ngacir dengan wajah merah.

---Dan aku diam saja, ngempit pentunganku yang cemut-cemut.

---Lek gurune ga mencret, mugo-mugo Dini yang mencret wkwkwk. Ngawur!!


Lho kan bener to??!. Kalau Dini mencret kan otomatis ga masuk skulah. Nah bisa dong berarti besok pagi ada kesempatan melanjutkan tuing-tuing yang tertunda hehe.
Kalau gurunya ga mencret, Dini ga mencret...
---Biar TS nya yang mencret!!

---Enak aja nulis cerita kentang!. Ga punya kasihan ama pemainnya!!!.



Wis ah..
Lanjut neks apdet ↪
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd