Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Bimabet
satria jadi kucing,apakah satria akan mengerahkan pasukan kucing untuk menembus rumah samanta
ada bantuan tp gak sampe sepasukan...
haduww, knp jd perkimpoan binatang yah, hahahaha

oke oke, d lanjt saja suhu, sampe dpt core leo,
bikin ngaceng juga gak? kkk
 
Sebagai SR ane terpaksa harus bersuara gara2 cerita ini.

Mantap suhu ceritanya imajinasinya kiar bak kucing mengeong

waduh makasih trit ane bikin kamu terinspirasi untuk komen. ane juga dulunya juga SR tp berkat baca" punya master n suhu di forum ini ane beranikan diri buat cerita. semoga menginspirasi.
 
Hu itu dpt ide kucing kawin sampe mendetil soal hierarki ngamatin nya sampe berapa lama?. bacanya seolah2 discovery channel tentang kucing hu.
 
========
QUEST#05
========​

“Ngeong?”

“Kenapa...? Oo... kau pasti pengen tau... bagaimana kau bisa pergi sekolah? Ayo...” rupanya Dewi mengerti kecemasanku.
Kami pergi ke kamarku. Ada seseorang di dalam kamarku.
Ia sedang mematut-matut diri di cermin persegi kecil di dekat pintu. Ia mirip sekali denganku... Lengkap dengan seragam sekolah dan tasku.
“Eh... Wi? Mirip, gak?” katanya... suaranya persis sekali. Apa ini? Doppelganger?
“Wah... mirip sekali, bang... Eh... tanya sama orangnya aja... Gimana, Satria...? Mirip denganmu, gak?” seru Dewi mengarahkanku pada tubuhku sendiri.
Baru saja aku melihat tubuh manusiaku sedang ngeseks dengan Putri sekarang aku melihat tubuh lain yang juga tubuhku.
Ini pasti bang Eros dengan bonekanya... Ini maksudnya dengan menolongku itu... Aku mengerti sekarang...

“Meoong...”

“Apa katanya? Aa... pasti Satria setuju kalau bang Eros mirip sekali dengannya...” kata Dewi mencoba menerjemahkan jawabanku tadi.
“Sini...” bang Eros mengambil tubuh kucingku. “Gini Satria... Aku akan menjadi dirimu saat di sekolah... Jadi kalau ada beberapa sifatmu yang aku tidak tau aku akan berimprovisasi... Boleh, ya?” katanya.

“Meong...”

Aku tidak terlalu khawatir akan sifat bang Eros. Aku yakin kalau ia tidak akan berbuat yang macam-macam dan aneh-aneh.
Tapi aku agak sedikit khawatir kalau ia bertemu ibu guru Karen. Karena ia masih sering minta jatah seks yang menggebu-gebu. Bagaimana kalau saat menyamar nanti bang Eros dimintai ‘main’ sama bu Karen.
Aku tidak sempat memberitahunya tentang sedikit rahasia kecilku di sekolah itu...

Aku pergi bersama mereka menuju ke rumah Samantha dimana targetku, pemilik ZODIAC CORE kelima LEO berada. Seekor kucing bernama Leonny.
Suasana asri kampung yang penuh pepohonan segera menyambut kami.
“Itu rumahnya...” kata Putri. Mereka semua memperhatikan rumah itu termasuk aku. Aku berdiri di dashboard berpijak dengan dua kaki depanku.
“Aku tidak tau bagaimana rencanamu, Satria... tapi semoga berhasil... Nanti siang... jam 2 kami akan kemari lagi melihat keadaanmu...” kata Dewi mengelus leherku yang sudah dikalungi dengan gelang berbandul plastik hijau pemicu CHARM itu.
“Semoga berhasil, Satria...” semua menyemangatiku.
Dewi membukakan pintu dan aku keluar...
“... Satria... Jangan sampai mati, ya?” teriak Putri yang langsung tancap gas.
Kurang ajar anak itu... Awas aja kalau aku pulang nanti.
--------​
Aku mengambil rute yang sama seperti saat aku datang kemari sebagai menusia beberapa hari yang lalu. Dari pinggiran sawah aku meniti pematang ke arah pohon di samping rumah Samantha yang berdinding beton tinggi.
Aku mendengar desahan mahluk sedang bercinta... Rupanya sepasang kodok sedang bersenggama di dalam genangan air sawah. Cukup hot juga, tidak memperdulikan keberadaanku.
Aku memanjat pohon lalu kembali meniti tembok tinggi menuju rimbunan pohon akasia di belakang sana... Ini sudah bukan hal sulit berkat kemampuan dasar kucing yang sudah cukup kukuasai. Manjat-melompat dan lain-lainnya.
Ada sedikit kesibukan di halaman belakang di mana beberapa orang sedang memangkas tanaman hias. Sementara di lantai dua, ada orang sedang tiduran di kursi pantai.
Mataku yang tajam juga menangkap gerakan seekor kucing, targetku!

Leony
Leonny; targetku, kucing betina itu sedang disisiri Samantha di bawah sinar matahari. Bulu putih tebalnya berkilauan diterpa cahaya pagi.

Leony Anima
Dari sudut pandang kucing yang kusaksikan saat ini, ia sangat cantik, mempesona, menarik, menggairahkan. Wajahnya perpaduan manis dan cantik. Tidak bosan untuk dipandang. Dadanya terlihat sangat montok membusung, mengundang untuk dijamah. Kakinya yang panjang sangat sesuai untuk tubuhnya yang langsing. Pantatnya sangat seksi, sekal, padat dan kelihatannya sangat enak kalau diremas... Dan yang pasti ia bugil, bo!
--------​
Sialan... Liurku sampai menetes melihat pemandangan itu. Kucing betina itu sangat sempurna...
Gimana bisa aku bisa sampai suka melihat kucing begitu?
Apa tubuh kucing ini sudah mempengaruhi pikiran dan juga perasaanku, ya? Aku sudah jadi kucing asli, ya? Insting kucing asli ini sudah mempengaruhiku sebagaimana aku sudah menguasai sifat-sifat dasarnya.
--------​
Aku jadi bersemangat untuk bisa mendapatkannya walau sangat berat mengingat berbagai halangan dan kesulitan yang pasti akan mengganjal jalanku.
Yang pertama : Kucing betina itu sangat tidak suka kucing jantan dan pemiliknya tahu itu dan melarang semua kucing mendekati tempat ini.
Kedua : Kelasku tidak sama alias berbeda jauh dengannya. Aku ini (tubuhku ini adalah seekor kucing jalan) rendahan sedang ia adalah kucing unggulan dengan ras terbaik dan sering mendapat penghargaan dan menang dalam berbagai perlombaan internasional. Walau aku sudah menjalani perawatan singkat untuk membersihkan tubuhku, tapi itu tidak akan cukup. Apalagi mengenai alasan pertama di atas. Aku kucing jantan!

“Kau jangan banyak bermimpi...” sebuah suara mengagetkanku.
“Siapa kau...?” aku melihat seekor burung jalak hitam bertengger di dahan di atasku.
“Aku burung jalak...” jawabnya. “Aku sering mencari makan di sekitar sini kalau pohon jambu di sana sedang berbuah...” ia lalu melompat ke dahan lain di dekatnya.
“Kenapa ada burung jalak di daerah sini... hutan sangat jauh dari sini...?” heranku. Ini jenis burung langka yang hanya ada di hutan besar.
“Bagaimana kau tau... kalau aku dari hutan...” ia juga heran dengan pengetahuanku.
“Aku hanya tau... Mungkin kau burung piaraan manusia yang terlepas, ya?” tebakku. Itu tebakan yang paling realistis.
“Bagaimana kau tau itu... kalau aku piaran manusia yang terlepas...” kagetnya.
“Aku pernah melihat burung sejenismu yang juga dikurung dalam sangkar... burung jalak juga...” jawabku.
“Kau... kau pasti berbohong... aku ini burung langka... sudah tidak ada lagi burung seperti aku... Aku tinggal satu-satunya...”
“Kalau kau memang satu-satunya... jadi siapa yang kulihat dikurung di sangkar waktu itu?” tantangku.
Dia melompat ke arahku dan bertengger di depanku di atas tembok ini.
“Tunjukkan padaku tempatnya!” serunya tak sabar.
“Kau sudah berapa lama jadi burung bebas... Apa tidak takut kumakan...” gertakku.
Ia kaget dan terbang menjauh...
“Kalau kau mau kutunjukkan tempat temanmu itu... kau harus membantuku... Kudengar burung jalak itu pintar dan cerdik...” pancingku. Aku bisa memanfaatkannya.
Ia tampak berpikir sebentar... “Kalau kau kubantu... apa kau tidak akan memakanku...” ragunya.
“Tidak... aku tidak suka makan burung mentah... aku lebih suka makan nasi... dan ikan... dan lain-lain... Bagaimana...? Jadi?” tawarku.
“Baik... aku akan membantumu... Tapi membantumu untuk apa?” tanyanya.
“Aku mau mengawini kucing betina itu... Kau bantu aku... aku akan membantumu menemukan temanmu...” jelasku. Ini simbiosis mutualisme.
“Kucing betina itu? Apa kau tidak salah... Tidak ada kucing yang berani mendekatinya... Aku pernah melihat kucing yang masuk ke rumah ini... paginya ia sudah ada di pematang sawah sana... Mati! Kau dengar... itu karena masuk rumah ini... apalagi kalau kau mau mengawini kucing betina yang cantik itu... Kau mungkin akan dicincang...” ia menakutiku. Aku sudah dengar itu. Bukan berita baru bagiku.
“Itu resiko yang harus kutempuh...” jawabku sepele. Keterlaluan sepelenya. Percaya diri terlalu tinggi. Penyakit kalau elo punya kekuatan sepertiku ini.
“Huh... percaya diri sekali kau... Padahal masih banyak betina-betina lain yang bisa kau kawini... Kenapa kau malah memilih betina berbahaya itu...?” tanyanya penuh selidik. Mata hitam jelinya berbinar-binar.
“Benar, kan kubilang... kalau jalak itu memang cerdik... Kalaupun kau cerdik dan pintar... kau tidak akan mengerti alasanku... Itu karena kau masih perjaka... Kau belum pernah kawin, kan?” tebakku.
“Sembarangan... Berani sekali kau bilang aku masih perjaka!” emosi burung jalak itu.
“Kau mau kimpoi sama siapa? Kau kan belom pernah bertemu burung jalak lain, kan? Apa kau bisa kawin dengan burung jenis lain? Tuh banyak burung pipit... burung gereka... Doyan?” jawabku. Menyenangkan sekali kalau aku bisa mengetahui fakta-fakta seperti ini.
Ia tertunduk...
“Ya sudah... Kau mau menolong, gak?”
Ia mengangguk...
Aku menjelaskan rencanaku untuk mendapatkan Leonny padanya... Sampai lupa...
“Namamu siapa?” aku bertanya pada burung jalak itu.
“A... aku tidak punya nama... Aku lahir di kandang hangat bersama anak-anak ayam lalu aku dipisahkan tersendiri sampai besar... jadi tidak ada yang pernah memanggil namaku...” jelasnya.
“... begitu... Nasibmu malang sekali... Kalau begitu... namamu Jaka... Kau suka nama itu?” seruku spontan.
“Ja... ka? Namaku Jaka? Jaka... ya... Namaku Jaka... aku suka nama Jaka...” ia senang sekali. Dikepak-kepakkannya sayap hitamnya.
“Namaku Satria... Senang berkenalan denganmu Jaka...” aku mengulurkan tangan tanda perkenalan.
“Apa... apa ini...?” ia heran.
“Jabatan tangan... seperti yang bisa dilakukan orang-orang kalau berkenalan...”
“Kita, kan bukan orang...” jawabnya heran.
Untuk tidak membuatnya bertanya lagi, aku mengambil sayapnya dan menjabatnya, mengguncang-guncangnya seperti layaknya salaman.
--------​
“Kau sudah mengerti semua rencana kita, kan?” tanyaku mematangkan rencanaku.
“Sudah...” jawabnya.
“Coba ulangi sekali lagi...” ujiku.
“Aku akan membuat keributan hingga semua perhatian tertuju padaku... Terbang kesana-kemari dan membuat barang-barang jatuh di dalam rumah itu. Saat semua orang mengejarku... lalu Satria akan datang dan mengambil betina itu... Benar?” ulangnya.
“Benar... Jangan takut atau ragu... Aku akan melindungimu... Percaya padaku... Kita akan berhasil!” seruku.
--------​
Jaka terbang melambung lalu masuk rumah dengan terlebih dahulu hinggap di jendela. Seperti burung kakak dua-hinggap di jendela. Sebentar saja sudah terdengar suara gaduhnya.
Ada teriakan dan jeritan wanita disusul suara benda-benda jatuh dan pecah. Suara Jaka juga nyaring sekali. Ia berteriak-teriak membuat kegaduhan seperti yang kami rencanakan.
Gawat! Beberapa pegawai pria masuk untuk menyelesaikan masalah itu. Bahaya... Mereka akan menutup semua pintu dan jendela agar Jaka tidak bisa keluar...
Darahku menggelegak... Mereka mau mencelakai teman yang baru kukenal ini. Pasti Jaka sangat ketakutan karena tidak bisa keluar.
“ARIES!” aku melesat menembus jendela hingga hancur berkeping-keping. PRAANNGG! Pecahan kaca tebal tak mampu menahanku. Perhatian mereka teralih pada pecahan kaca yang cukup mengagetkan.
Aku melihat Jaka masih terbang berputar-putar dengan panik. Ruangan tidak cukup luas untuk ruang terbangnya membuatnya ketakutan.
Suara hancurnya jendela tadi rupanya cukup mengagetkan orang-orang ini, tapi mereka tidak tahu apa penyebabnya.
“Jaka! Cepat keluar lewat jendela!” burung jalak itu mengerti perintahku dan menuju jendela yang hancur.
Kurang ajar!
Seseorang sedang membidik Jaka dengan senapan angin. Ia sepertinya sangat yakin dapat menembak Jaka. Dia rupanya pembantai kucing-kucing itu. Dan dengan senapan itu para kucing mati dan dibuang sembarangan di jalan dan sawah.
“MARVELOCITY!” sekali lagi aku memakai kekuatan ARIES dan menabrak senapan angin itu hingga membentur dinding dan patah.
“Ada kucing!” teriak orang-orang kemudian. Aku sekarang menjadi TO no. 1! Kucing jantan yang veerboden!
Saat aku melihat Jaka sudah keluar, sekarang waktuku untuk beraksi. Sudah aman dan tak ada beban lagi.
Dengan kecepatan ARIES, kembali aku bergerak cepat menaiki tangga menuju lantai dua. Mereka kebingungan mencari keberadaanku yang tiba-tiba menghilang.
Saat di tengah jalan, aku bertemu Samantha yang terganggu suara ribut-ribut di bawah. Tapi ia tidak melihatku karena gerakan yang terlalu cepat.
Hanya sekelebatan sinar saja aku juga sudah menemukan Leonny. Iapun berencana akan turun.
Langsung saja ia kusambar di lengannya. Lalu melompat ke teras, melewati balkon... Wangi tubuhnya, kehalusan bulunya membiusku selama beberapa detik di udara.
Leonny berteriak histeris saat aku dan ia melompati lantai dua itu. Aku tidak masalah... Tubuhnya tidak terlalu berat. Karena ketakutan, ia memegang erat-erat padaku agar tidak jatuh. Dadanya terasa empuk menekan punggungku.
Kami lalu mendarat di kerimbunan pohon. Lalu aku kembali menariknya dengan cepat, masih dengan kekuatan ARIES, menuruni pohon lalu meniti dinding hingga mencapai pohon yang membawaku masuk kemari.
Aku juga sempat melihat Jaka yang terbang rendah di atas rumah. Dia sudah aman.
Dengan suara yang bising, Leonny menjerit-jerit minta tolong dan dilepaskan. Aku terus menariknya menjauhi rumah, meniti pematang sawah dan menuju jalan. Orang-orang di rumah sana pasti bingung bukan alang kepalang mengetahui kalau kucing jantan yang memasuki rumah akan menculik Leonny. Kucing mana yang pernah melakukan hal ini? Paling banter kucing garong membawa lari ikan goreng. Menghindari gebukan sapu pemilik ikan goreng. Ini lain cerita karena yang digarong adalah kucing cantik mempesona seperti Leonny yang rupawan. Cuma aku yang bisa...
Aku sempat melirik ke gerbang depan yang terbuka. Beberapa orang keluar. Mereka melihat kami berdua yang hampir mencapai jalan. Tetapi jaraknya masih jauh.
“Mereka terus mengejar... aku harus mencari jalan keluar...” Walaupun cepat, tetapi staminaku cepat terkuras kalau terus-menerus memakai MARVELOCITY.
Kebetulan sekali. Sebuah truk sampah yang melintas kulompati dan mendarat di baknya yang tidak terlalu penuh tumpukan sampah.
“Aman...” legaku.

“Kurang ajar!” SPAK!

Kucing betina ini menamparku.
Wajahnya yang cantik tampak marah sekali. Bahunya turun naik menandakan nafasnya yang tak beraturan. Bibirnya bergetar menahan marah. Matanya berkilat-kilat dengan rasa benci. Tapi aku malah mempelototi dadanya.
Cantik sekali...
`​
Aku jadi ingin mengawininya sekarang juga...
`​
Segera saja, betina ini kutubruk dengan segala kekuatanku hingga kami menabrak bungkusan plastik berisi sampah.
Ia tidak mengira akan mendapat perlakuan itu lagi.
Dan lagi aku langsung memeluknya erat dan meremasi setiap bagian tubuhnya yang montok. Dada dan pantatnya.
Ia juga pasti sudah merasakan penisku yang mengeras di perutnya. Ia tidak dapat bergerak karena dekapan eratku. Ia hanya bisa berteriak minta tolong.
“Tidak ada gunanya kau berteriak... Rumahmu sudah jauh!” seruku mementahkan semangatnya.
Ketika ia akan berteriak lagi, aku mengemut mulutnya, melumat bibirnya sampai ia bungkam. Ini pasti yang pertama baginya. Lidahku bermain liar di dalam mulutnya sampai ia tercekat diam dan mengejang kaku.
Kemudian pentilnya kupermainkan hingga tubuhnya bergetar, keduanya kuremas-remas gemas lalu berpindah ke vaginanya...
“Ooh...” ia mendesah tak sadar.
Aku tidak tahan lagi...
BYUUKK!
Segera saja penisku kutusukkan kesana...
Kucing betina itu melengking kesakitan...
Segera kugenjot tubuh sintalnya dengan penuh nafsu. Ini nafsu kucing jantan yang menikmati betina-betinanya.
--------​
Aku berbaring puas agak jauh dari Leonny yang meringkuk di sudut bak truk sampah ini. Ia sesengukan menangis.
“Enak, kan? Kau jangan menangis aja...” kataku.
“Kucing jalanan kurang ajar... Kau telah memperkosaku! Aku tidak mau punya anak dari kucing liar sepertimu! Najis!” teriaknya masih meringkuk.
“Ayolah... Tidak seburuk itu, kan?... Kau juga menikmatinya, kan?” kataku coba menghiburnya.
“Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu! Kau itu najis!” teriaknya menepis tanganku yang mencoba membelai kepalanya.
“Tidak juga... Kita sekarang sama-sama kotor... Lihatlah dirimu sekarang... Kotor... berlumpur... bau sampah... dekil... Apa perbedaan kita sekarang?” kataku membuka pikirannya.
Ia lalu memperhatikan seluruh tubuhnya yang kotor karena tadi bergulingan di atas tumpukan sampah yang bau ini. Tiga kali aku menggumuli tubuh seksinya di bagian berbeda bak truk sampah ini. Tiga kali juga aku ngecrot di dalam vaginanya. Ini memang bukan tubuhku dan bukan benihku. Aku tidak tau apakah kucing jantan belang hitam putih ini bisa menghamili Leonny?
Bulunya yang putih menjadi kusam dan ada noda-noda hitam diberbagai bagian tubuhnya. Ia mengendusi tubuhnya yang bau itu tetapi ia hampir muntah karenanya.
Aku hanya memperhatikannya sambil terus tersenyum menang.
--------​
Lama kemudian truk sampah ini berhenti...
“Ayo turun...” aku lalu melompat ke bagian atas bak truk sampah ini. Aku memperhatikan dimana kini kami berada.
“Apa kau mau terus disana...?” tanyaku mengajaknya. Ia bisa celaka kalau tidak mau mengikutiku.
Ia diam saja tetap di sudut, meringkuk.
Supir truk sampah ini sedang membeli rokok di sebuah warung tepi jalan sekalian membeli sebotol air mineral. Ini tidak akan lama sebelum ia bergerak lagi.
“Kalau kau tidak mau turun sekarang... Kau akan sampai di tempat pembuangan sampah... Semuanya adalah sampah... dan kau tidak akan bisa membersihkan tubuhmu... Kau mau ikut tidak?” tawarku lagi.
“... Di tempat pembuangan sampah itu... akan ada lebih banyak kucing-kucing seperti aku... Apa kau mau diperkosa seperti tadi... oleh banyak kucing liar yang kasar dan ganas...” aku menakut-nakutinya.
Sepertinya ia mulai tergerak karena takut. Mungkin dibayangkannya akan ada banyak kucing jantan lain sepertiku dan menggilirnya bergantian. Wah... jadi kebayang orgy.
“Ayo... ikuti aku... Lompat ke bawah...” ajakku. Aku menunggunya sampai ia berada di sampingku.
“Ti... tinggi sekali...” ia takut melompat dari tempat tinggi ini. Ia memang kucing rumah yang manja sekali hingga tidak tau cara melompat yang baik.
“Gampang saja... Tiru lompatanku! Hup!” aku memberi contoh lompatan aman yang biasa dilakukan kucing.
“Lihatkan? Kaki depan dahulu yang menjejak... lalu seimbangkan badanmu... Hei.. kita ini kucing... badan kita akan refleks menyesuaikan diri...” hiburku.
Dengan kaki gemetar ia bersiap-siap melompat. Ia memicingkan mata... Itu salah besar!
“Cepat lompat!... Truknya sudah mau jalan!” rupanya sang supir truk sampah sudah selesai dan truk sudah di starter menyala.
“Yak! Lompat!” aba-abaku.
“Aaaaahhh...” ia melompat dengan mata terpejam.
Bahaya!
“Hup!” aku harus menolongnya.
Aku menangkap tubuhnya yang melompat dengan tidak terkendali. Kami bergulingan di jalan aspal ini...
“Hampir saja...” gumamku. Ia menangis sesegukan karena takut.
“Leonny... Jangan menindihku seperti ini... Badanmu itu berat juga...” kataku mencoba bernafas dengan benar. Dadanya yang cukup besar menghimpit mukaku. Putingnya tepat mencuat di depan hidungku.
“Maaf...” ia bergeser badannya, dadanya yang montok mendesak mukaku hingga sesak nafas. Truk sampah itu sudah menjauh.
“Di... dimana ini?” ia sangat kebingungan melihat sekitarnya yang asing. Aku juga asing dengan tempat ini.
Aku melihat ke sekitarku. Mencoba mengingat-ingat tempat ini. Rasanya aku belum pernah kemari sehingga aku tidak tahu ada dimana sekarang.
Jalan ini tidak terlalu besar dan lalu lintasnya tidak terlalu banyak. Hanya beberapa kendaraan yang lewat. Pohon-pohon masih banyak tumbuh dan rumah-rumah masih jarang. Berarti sekarang ini... kami berada di pinggiran kota. Masih satu wilayah dengan tempat tinggal Samantha dan Leonny.
“Kau harus ikut aku kalau mau selamat...” kataku pada kucing betina ini. Ia diam saja. Ia memang harus ikut aku. Dia tidak tahu apa-apa soal dunia luar.
Sebentar kami berjalan... sampai aku melihat sebuah angkutan kota yang melintas.
“Aku tau kita berada dimana sekarang... dan kita sangat jauh dari kota kalau hanya berjalan kaki...” kataku.
“Dari mana kau tau?” tanya Leonny.
“Angkot nomer 65 tadi terminalnya ada di kota dan tujuannya ke pinggir kota... rutenya sangat panjang dan berliku-liku...” jelasku.
“Bagaimana kau tau itu semua...?” tanyanya heran. “...dan kau tau nomor 65... apa kau bisa membaca tulisan manusia?”
“Eh... Nggak... aku sering melihatnya... Mereka... manusia sering meneriakkan angka itu... Enam lima-enam lima... jadi aku bisa tau... cara bacanya... Begitu...” aku tidak bisa membocorkan rahasia identitasku. Kucing ini pintar juga.
“Tapi jangan khawatir... aku tau jalan yang paling singkat tanpa harus berputar-putar... Tapi kita harus berjalan cepat... Tidak boleh bermalas-malasan...” kataku.
“Apa kau mau membawaku pulang...? Pada Samantha?” tanyanya.
Aku diam saja tak menjawab.
Aku hanya berencana untuk membawanya ke rumahku. Menyekapnya di sana sampai ulang tahunnya lalu mengembalikannya setelah itu. Itu rencanaku sekarang. Lebih halusnya menyembunyikannya di rumahku.

Aku menelusuri jalan yang terasa sangat panjang... bagi bangsa kucing. Hari semakin siang dan terik. Tapak kaki terasa terbakar dan melepuh. (Apa tidak ada sepatu untuk kucing, ya?)
Ini bahkan lebih dirasakan Leonny. Ia berjalan dengan sempoyongan. Bulu putihnya yang masih kotor berkilauan oleh sinar matahari yang membakar bumi.
“Kita beristirahat dulu di sana...” ajakku ke keteduhan pohon rindang di halaman sebuah rumah yang sepi. Ia mengangguk setuju.
Ia langsung saja tiduran di atas rumput tipis melepas lelahnya. Aku duduk agak jauh darinya. Memperhatikan kecantikan yang masih terpancar darinya walau ia sedang kotor akibat noda sampah.
Ngomong-ngomong soal kotor... badanku juga kotor... Masih ada bau sampah dan bau-bau aneh lainnya. Aku harus membersihkan diriku.
“Apa yang kau lakukan?” Leonny terbangun mendongakkan kepalanya padaku. Ia melihat aku yang sedang menjilati buluku.
“Aku sedang membersihkan tubuhku...” jawabku sambil terus menjilati tubuhku. Seperti cara kucing seharusnya.
“Apa kau tidak jijik menjilati tubuhmu yang kotor begitu...? tanyanya lagi. Ia mengernyitkan dahinya tanda jijik.
“Ada cara lain selain ini? Kita ini kucing... kalau membersihkan diri... ya... dijilatin seperti ini...” jawabku terus membersikan tubuhku.
Cara ini kuketahui dari kucing betina bernama Siti yang mengajariku cara membersihkan tubuh yang benar. Ia menjilati seluruh tubuhku sampai bersih saat itu. Makanya ini sering disebut mandi kucing karena memang rasanya sangat enak dan nikmat. Cuma kalau dilakukan sendiri, kurang begitu enak.
“Kalau aku dimandikan dengan shampo khusus wangi bunga lavender di salon setiap hari Selasa dan Jumat... Hari Minggu dengan wangi bunga dandelion dicampur sedikit dengan minyak zaitun... lalu tubuhku dikeringkan dengan hair dryer panas sedang...” jelasnya masih memperhatikaku.
“Jelas aja... kau kan kucing orang kaya... Tapi semua itu tidak bisa kau dapatkan sekarang... Karena kau sedang jauh dari rumah...” kataku sembari menjilati lenganku.
“Samantha pasti sedang mencariku...” yakinnya.
“Ya... pasti... tapi mau dicari kemana? Kota ini begini luas...” kataku terus membersihkan tanganku.
Ia menangis lagi menyadari hal itu.
“Hei!” kagetnya.
“Kenapa?” aku juga kaget sampai melompat mundur.
“Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menjilati punggungku?” katanya menjauh...
“Tubuhmu kotor... Aku mau membersihkannya agar sedikit bersih...” kataku.
Ia masih menjauh.
“Apa kau tidak risih kotor begitu... Ada noda hitam di punggung... kaki serta tanganmu... Apa kau tidak mau dibersihkan... Aku sudah selesai...” jelasku.
Ia memandangiku sebentar.
“Kau pasti tidak tau cara membersihkan tubuhmu karena kau selalu dimandikan... biarkan aku yang membersihkan tubuhmu...” tawarku mendekat. Ini modus sebenarnya. Aku akan memberikan jilatan terenak yang pernah dirasakannya.
Ia agak ragu-ragu saat aku mulai menjilat punggungnya. Tubuhnya agak bergetar tiap tarikan lidahku yang kasar.
Aku menjilati punggungnya perlahan. Seluruh punggungnya kusapu dengan lidahku yang kasar hingga bersih.
Lalu beralih kelehernya. Ia bergidik geli saat aku menjilat belakang telinga kirinya lalu kanan. Sebentar saja karena di sana tidak terlalu kotor.
Aku lalu menjilati kaki belakangnya. Mulai dari paha sampai betis. Kaki kanan dan kiri.
Leonny mengerang-erang keenakan kujilati begitu... Coba kalau...
Perlahan aku menjilat naik... naik... naik... mendekati ekor... seputar pantatnya...
“Uuhh...” Leonny semakin mendesah kala aku menjilati vagina dan pantatnya. Kucing betina ini berguling-guling menerima ‘pembersihan’ yang kulakukan. Pantat dan vaginanya yang terawat menjadi fokus jilatanku.
Saat ia berbaring... aku naik menjilati perutnya... dadanya... naik ke leher dan akhirnya menjilati mukanya. Menciumi mukanya.
Entah kenapa Leonny jadi sangat terangsang hingga memelukku lalu membalas ciumanku. Ciumannya walau kaku tapi semakin baik dengan menirukan apa yang kulakukan.
Kami berciuman di sana cukup lama. Bergulingan dan berpagutan erat. Hot sekali.
Lalu ketika aku memasukkan kembali penisku yang telah menegang keras ke vaginanya, ia tidak menolak. Bahkan menyodorkan bokongnya tinggi-tinggi untuk kusodok.
“Aaaahhh...” desahnya saat seluruh penisku masuk. Lalu aku memompakan penisku keluar masuk dan kuciumi lehernya.
Ia melenguh keras menerima rojokan kuat penisku di vaginanya yang masih sempit itu.
Aku kembali memakai gaya manusia untuk menyetubuhinya, tetapi karena ia tidak tahu apa-apa tentang seks, ia tidak protes sama sekali. Yaitu posisi missionary.
Kakinya kulebarkan saat aku menindih perutnya hingga aku bisa menghisap dadanya. Dada montok lumayan togenya kuremas-remas gemas. Kukunya mencakar-cakar punggungku secara tak sadar. Nikmat sekali!
Karena hot sekali dengan menyetubuhi kucing betina yang luar biasa cantik ini, aku nembak lagi di vaginanya.
Kami berdua berbaring lemas berdampingan. Lalu tidur kecapekan berpelukan seperti dua anak kucing manis di screen saver komputer.
--------​
Ketika aku bangun, aku merasakan kupingku sedang dijilati seseorang.
“Leonny... sudah bangun dari tadi?” kataku.
“Hm... iya... Kupingmu sebelah sini kurang bersih... jadi aku coba bantu membersihkannya...” jawabnya.
“Kau sudah tau caranya, ya?” tanyaku lagi.
“Aku menirukanmu...” jawabnya kembali menjilati kupingku.
“Namamu... Siapa namamu?... Aku belum tau namamu..” tanyanya. Benar juga... ia sama sekali belum kuberitahu namaku.
“Satria... namaku Satria...” jawabku.
Ia berhenti menjilat dan terdiam...
“Kenapa?”
“... Apa aku akan punya anak darimu?” tanyanya tiba-tiba. Sangat mengejutkan.
Bagaimana ini? kalau Leonny benar-benar akan hamil... aku sudah beberapa kali menumpahkan spermaku ke dalam rahimnya. Memang ini bukan masa suburnya. Kucing hanya akan kimpoi pada waktu-waktu tertentu saja. Pada masa birahi itu, kondisi fisik kucing betina akan sedikit mengalami perubahan. Vaginanya akan sedikit membengkak dan menyebarkan hormon pemikat yang hanya akan dirasakan kucing-kucing jantan lainnya. Saat itulah para kucing jantan akan aktif dan bersemangat. Perkelahian tidak akan bisa terelakkan demi dapat mengawini/membuahi kucing betina yang sedang dalam masa birahinya.
“Kenapa kalau Leonny hamil... Leonny tidak suka?” balik kutanya ia.
“...”
“A...a.. aku tidak tau... Aku tidak tau kenapa aku jadi mau kawin denganmu... Aku belum pernah begini dekat dengan kucing jantan manapun...” jawabnya menunduk.
“Itu karena Samantha tidak pernah membiarkanmu dekat dengan kucing lain...” teoriku. “Leony selalu saja di rumah itu... dan tidak pernah diijinkan didekati kucing lain...”
“Kudengar... kucing-kucing liar selalu saja diusir dari rumah itu... bahkan ada yang mati...” lanjutku.
“Mati...?” kagetnya.
“Iya... ada yang pernah lihat seekor kucing masuk ke rumah itu... dan keesokannya dia sudah ditemukan mati di pematang sawah tidak jauh dari rumah itu...” kataku mengulang cerita si Jaka.
“... Aku tidak tau... aku memang sering dengar ada kucing nyasar masuk ke rumah... tapi aku tidak tau kalau sampai mati...” ia mulai terisak.
“Kemungkinan ditembak... Soalnya tadi... waktu temanku,... si burung jalak hitam itu masuk... ia sudah akan ditembak... Untung saja tidak kena...” jelasku lagi.
“Ngomong-ngomong soal jalak hitam... Kemana si Jaka itu... aku sama sekali belum berkesempatan menolongnya menemukan temannya...” gumamku ngomong sendiri.
“Leony...? Kenapa...? Kenapa kamu menangis...?” saat aku ngomong sendirian tentang Jaka, ternyata Leony menangis sesengukan sendiri.
“Aku... aku sedih... kenapa baru sekarang ada yang membawaku keluar dari rumah... setelah tiga tahun berada di sana... hu...hu...” isaknya tersedu-sedu.
“Hush... hush...” aku mencoba menenangkannya dengan memeluk. Kuelus-elus kepalanya. Bulu lembutnya. “Lebih baik terlambat dari pada tidak pernah sama sekali...” kataku mengecup keningnya.
“Aku sudah ketinggalan banyak hal... yang kutau hanyalah di rumah itu seumur hidupku... tidak punya teman... tidak tau dunia luar... Hanya ada hari-hari mempercantik diri untuk kontes demi kontes dan pameran...” isaknya terus menyesali kehidupannya selama ini.
“Ya... sudah... kalau Leony mau... aku bisa menunjukkan padamu hal-hal menarik dari kehidupan kucing yang bebas...” tawarku. Apa yang bisa kutawarkan padanya? Aku baru jadi kucing aja baru dua hari ini... Pengetahuanku-pun belum seberapa.
 
========
QUEST#05
========​

Kami lalu melanjutkan perjalanan mengikuti trayek angkutan kota 65 yang aku tau rutenya.
Sepanjang perjalanan ia terheran-heran melihat keramaian orang-orang yang lalu lalang. Mungkin ia sedikit gugup melihat banyak orang begini.
Ia selalu berjalan di dekatku agar tidak terinjak atau tersenggol keriuhan kota.
Beberapa kali ia terkaget karena suara keras yang tiba-tiba, bunyi klakson mobil dan motor atau suara orang berteriak dan juga benda-benda yang jatuh.
Ia kubiarkan saja terkaget agar ia terbiasa dan tidak manja lagi. Aku terus saja berjalan dengan tenang sesuai jalur.
Beberapa kali, kucing-kucing jantan jalanan lain menggoda kami karena tertarik dengan kecantikan Leonny. Tapi aku sudah mengingatkannya agar tidak memperdulikan mereka. Tetap cuek pesanku.
Ada juga yang nekat mencari masalah dengan menantang, tetapi dengan mudah kuselesaikan tanpa harus berkelahi.
Leonny sekarang terus memegangi tanganku. Ia merasa nyaman denganku saja. Kurasakan ia sudah semakin rileks karena perjalanan panjang ini.
--------​
Hari sudah gelap ketika kami memasuki pinggiran kota dan kelihatannya Leonny sudah sangat lelah.
“Kita beristirahat di sini saja, ya?” tawarku padanya.
“Ya... boleh... Kakiku sudah pegal... seluruh tubuhku sudah pegal...” jawabnya setuju.
Kami masuk sebuah gang sempit di antara toko-toko. Dalam kegelapan sudut, kami menemukan tumpukan kardus-kardus yang sudah tidak dipakai.
Aku menemukan kain bekas pakaian yang kujadikan alas untuk Leonny tidur.
Walaupun ia sangat lelah, tapi ia tidak bisa tidur. Aku kembali menghiburnya dengan menjilati seluruh tubuhnya dan ujung-ujungnya kami jadi bercinta lagi.
Kutawari ia makan tetapi ia tidak selera dan lebih memilih tidur saja untuk mengistirahatkan tubuhnya yang akhirnya bisa tidur juga. Misalkan dia pilih makan, apa yang bisa kusuguhkan padanya? Nyolong hingga benar-benar jadi kucing garong seperti yang dikatakan agan Hadijbk itu?
Setelah itu baru ia bisa benar-benar bisa tertidur dengan sebelumnya berpesan aku akan menjaganya...
--------​
Sekitar tengah malam, jalanan sudah sepi dari kendaraan, aku terbangun. Insting?
Aku mendengarkan suara-suara disekitarku.
Ruko di antara gang sempit ini ada suara musik house yang terdengar. Walaupun tidak terlalu keras karena diredam dinding beton tapi kuping kucingku yang tajam bisa membedakan suara musik dan suara manusia yang tersamar.
Ada dua manusia di kamar atas. Satu laki-laki dan satu lagi perempuan... sedang bercinta dengan penuh semangat... ada suara-suara penuh nafsu...
“Hei! Sedang apa kau di situ!” tiba-tiba ada suara yang menghardik kasar di depan keberadaan kami.
Seekor kucing jantan berwarna hitam legam kusam berkacak pinggang. Pembawaan tubuhnya bak preman pasar yang paling galak. Ia menuding-nuding ke arah kami berdua.
Leonny sampai menggeliat terganggu suaranya yang keras tapi tertidur lagi karena kuelus-elus kepalanya.
“Aku sedang tidur dengan wanitaku di sini...” jawabku datar mencoba untuk tidak membuat lebih banyak keributan hingga membangunkan mahluk cantik di sampingku ini.
“Dengan wanitamu?... Apa kau tidak tau siapa yang menguasai semua betina di daerah ini?” hardiknya lagi. Mulutnya sampe monyong-monyong menunjukkan keseriusannya.
“Aku tidak tau... aku hanya sedang lewat daerah sini...” jawabku masih datar.
“Kalau begitu... serahkan betina itu padaku dan segeralah pergi dari sini sebelum kuhajar!” hardiknya terus. Kakinya dihentak-hentakkan.
“Maaf... aku akan pergi dari sini... tapi aku tidak bisa menyerahkan wanita ini padamu...” jawabku ketat.
“APAA! Kau minta dihajar rupanya!” ia mulai marah dan mengembangkan rambutnya. Ekornya diangkat tinggi.
“Satria... Ada apa...? Ribut sekali...” Leonny terbangun karena teriakan kucing hitam itu.
“Waahhh... Cantik sekali betinamu itu... Cepat serahkan padaku!” ia terus mengancamku. Apalagi setelah melihat kecantikan maksimal Leonny.
“Maaf aku tidak bisa melakukan itu...” tolakku lagi. Leonny merapat padaku ketakutan melihat kesangaran kucing hitam itu.
“Satria... jangan serahkan aku pada kucing itu... Aku... aku takut...” rengeknya.
“Tenang... aku tidak akan menyerahkanmu pada siapapun..” kataku berbisik. “Kau aman denganku...”
“Cepat! Serahkan betina cantik itu padaku dan pergilah dari sini sebelum aku membunuhmu!” ancamnya makin bringas. Ia mencak-mencak sampai urat lehernya menonjol.
“Aku tidak akan menyerahkan siapapun padamu... Kau boleh mencoba membunuhku kalau kau bisa...” jawabku menjawab ancamannya tanpa gentar.
Ia terlihat sangat gusar sekali. Mulutnya mendesis-desis marah. Ini cuma gertak sambal... Ia bergerak mendekat dengan langkah hati-hati. Aku turun setelah menenangkan Leonny agar tetap di tempat tidak bergerak atau pergi kemana-mana.
Begitu aku mendekati kucing hitam itu, perkelahian tidak terelakkan lagi. Memang kucing itu cuma besar mulut aja. Sekali hajar sudah keok. Kucing jantan hitam kusam itu terjajar menabrak dinding. Ia kesakitan.
“Hegh... hekh... Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhh!” teriaknya seperti tak tahan sakitnya. Anak mami banget. Dipukul segitu aja kayak udah dibakar aja ekornya.
Ia masih memandangi kami dengan penuh kemarahan.
“Sebaiknya kita pergi sekarang Leonny...” aku mengajaknya betina cantik milikku segera menyingkir dari tempat ini karena aku paling tidak suka situasi seperti ini. Berhadapan dengan berandalan. Pastinya main keroyokan.
Saat kami berlari kecil dari tempat itupun, kucing jantan hitam kusam itu masih saja berteriak-teriak kesakitan. Entah kesakitan atau teriakan emo gak jelas.
“Satria...!” pekik Leonny tertahan. Kami berhenti.
Aku tidak tau dari mana datang belasan ekor kucing jantan hitam lainnya. Mereka telah mengepung kami dari berbagai penjuru. Suara erangan mereka memenuhi jalan ini menimbulkan suara teror yang menakutkan. Kami terkepung.
Leonny menggigil merapat padaku.
Kucing-kucing jantan hitam berbulu kusam ini sangat menyeramkan. Sepertinya mereka adalah kumpulan persaudaraan dari kucing jalanan yang mengusai daerah ini. Bulu mereka yang hitam semua mungkin dari satu induk atau satu bapak (?)
Aku mengawasi mereka dari serangan mendadak yang mungkin dilakukan salah satu dari mereka. Kalau dihitung kasar, mungkin ada sebelas atau dua belas ekor kucing jantan.
Dari balik gang yang gelap, seekor kucing hitam terakhir muncul melompati dinding-dinding ruko dengan entengnya. Ia memiliki semacam wibawa yang menakutkan dilihat dari ukuran kepala dan badannya yang lebih besar dari kucing yang lain.
Ia berjalan perlahan menghampiri kami berdua.
Kucing hitam kusam yang kuhajar tadi tergesa-gesa menghampirinya dan membisikkan sesuatu. Pasti ia melaporkan kejadian yang baru dialaminya. Mengadu yang dilebih-lebihkan pastinya. Persis tukang adu domba di sosmed gitu.
Sang boss ala Godfather mafia itu tidak mengatakan apa-apa... hanya memandangi Leonny dengan tajam. Penuh selidik... akhirnya nafsu... Dari ujung rambut sampai ujung kaki. Bahkan ia sepertinya melihat Leonny menembus tubuhku yang dijadikannya tameng. Menjilat-jilat tubuh mulus telanjang Leonny yang menggiurkan.
“Kau lihat kucing asing! Ini ketua kami! Ayah kami! Ia yang memiliki semua betina-betina di seluruh wilayah ini!” seru kucing jantan yang kuhajar tadi.
“Ada dua pilihan untukmu!... Pertama! Kau akan dihajar oleh semua kucing hitam anak ketua kami yang ada disini sampai mati!”
“Kedua! Kau serahkan kucing betina cantik itu pada ketua kami... dan kau akan... dihajar juga oleh semua kucing hitam anak ketua kami yang ada disini sampai mati!” ancamnya.
Semua kucing jantan hitam di sekitar kami tertawa mengejek mendengar dua pilihanku yang sama merugikan itu. Pilihan apa itu? Silamakama... Simakalama... Silalamaka... Halah!
Leonny sangat ketakutan dan memeluk tanganku kuat-kuat. Ia tak mampu mengeluarkan suara sedikitpun. Hanya bisa mengkeret ngumpet.
“Bagaimana?... Mana yang kau pilih? Kalau kau memilih menyerahkan betina itu... mungkin kau bisa melihat ketua kami mengentoti betina itu sebelum kau mati...” ia mengejekku lagi.
“Satria... aku takut...” Leonny gemetar tak tertahankan dengan rasa takut yang tak terbayangkan. Tubuhnya lebih hangat dari sebelumnya. Mungkin mulai demam karena detak jantungnya berdetak lebih kencang.
Kusentuh bahunya untuk menenangkannya.
“Apa aku bisa memilih yang pilihan yang ketiga saja...?”
Terdengar suara kasak-kusuk mereka yang kebingungan, suara gumaman seperti dengungan lebah.
“Apa kupingmu sudah tidak berfungsi lagi karena gila?? Aku hanya memberi dua pilihan! Tidak ada pilihan ketiga!” hardiknya.
“Pilihan ketigaku adalah... aku akan menghajar kalian semua hingga kalian akan lari kembali ke pelukan ibu kalian untuk meminta disusui kembali...” gertakku. Tak perduli kalau mereka lebih banyak jadi lebih berkuasa.
Semua kucing jantan hitam yang jumlahnya belasan itu tertawa terbahak-bahak geli mendengar gertakanku. Mungkin belum pernah ada yang mengatakan hal seperti ini dalam keadaan terjepit.
“Pasti kau sudah gila dan memimpikan hal yang terlalu indah... Kau cuma sendirian dan bahkan jika dibantu betina itu... kau bahkan tak akan bisa membuat sehelai bulu hitam kami rontok,” jelas kucing hitam kusam itu.
Bahkan ketua mereka hanya tersenyum mengejek.
“Aku tidak sendirian... Lihat sekeliling kalian...” aku menyapukan pandanganku kesekeliling daerah ini.
Dari sudut-sudut tempat yang gelap, bermunculan sosok-sosok kucing dalam siluet malam.
Mengelilingi daerah ini, berpuluh kucing datang. Berjumlah dua kali lipat mereka. Seukuran denganku dan yang terpenting adalah berjenis kelamin jantan!
Semuanya terbelalak kaget melihat kedatangan puluhan kucing jantan yang tak terduga datangnya dari mana. Memasuki daerah kekuasaan mereka dengan mudah dan tanpa terdeteksi sebelumnya.
“Kenalkan mereka adalah saudara-saudaraku... Kalian lihat... mereka sangat mirip denganku... Besar... jantan... warna... dan juga kekuatannya...” kataku.
“Aku rasa... pilihan ketigaku bukanlah hal yang mustahil... Kalau kalian mengandalkan jumlah kalian yang segini... maka jumlah kami dua kali lipat dari kalian... dan menghajar kalian semua hingga kalian lari kembali ke pelukan ibu kalian untuk meminta disusui kembali... adalah hal yang sangat mungkin...”
Mereka terlihat gentar, apalagi sepertinya sang ketua juga mulai bimbang. Ia terlihat berfikir keras...
“Aku sarankan agar kita melupakan semua masalah ini seperti tidak pernah terjadi... dan kami akan pergi dengan baik-baik dari sini...” aku memberikan solusi yang terpraktis dan tanpa pertarungan.
Sang ketua sepertinya setuju. Ia melangkah meninggalkan tempat ini melewati bala bantuanku yang memberikan jalan. Ini juga akan memberi jaminan keamanan bagi wibawa sang ketua karena ia tidak perlu mengalami kekalahan dari masalah yang terlupakan.
Para anggotanya mengikutinya dari belakang dengan kepala dan ekor menjuntai kebawah.
Sebentar kemudian mereka telah menghilang di kegelapan malam dan bayangan. Pertarungan dalam skala tawuran dengan diplomatis telah bisa diselesaikan.
“Fiuh...” Leonny menghela nafas lega.
“Untung saja para saudara-saudaramu datang membantu kita, ya, Satria..?” kata Leonny bersyukur.
“Saudara-saudaraku yang mana?” tanyaku sambil mengajaknya segera berlalu dari tempat ini sebelum mereka menyadari apa yang terjadi.
“Lho... Kemana mereka semua... Tadi banyak sekali jantan yang mirip denganmu mau membantu kita menghadapi para brandalan itu...” heran Leonny karena tidak lagi melihat satupun kucing yang mengepung kawanan kucing hitam tadi di sudut-sudut bangunan.
“Tak usah kau pikirkan mereka... Yang penting kita segera pergi dari sini!” aku terus menariknya agar berlari bersamaku.
Sebenarnya aku sangat lelah karena terlalu banyak mengeluarkan energi untuk menghadapi kelompok kucing hitam tadi. Tadi, total tubuhku yang kuduplikat untuk menakut-nakuti mereka adalah 30 tubuh kucing belang hitam putih.
Benar aku menggunakan MULTIPLICITY, kekuatan ZODIAC CORE GEMINI yang mampu menduplikasi tubuh ke jumlah yang kuinginkan. Baru kali ini aku menduplikasi tubuhku jadi sebanyak itu. Biasanya aku hanya menduplikasi tubuhku menjadi dua, itupun baru beberapa kali saja.
Setiap kali menduplikasi itu, paling lama adalah 1 jam itu sudah maksimal dan setelah itu aku akan lelah sekali. Pake banget.
Tadi sewaktu menduplikat tubuh kucingku menjadi 30 tubuh, memakan waktu sekitar 10 menit dan itu sudah membuatku lelah bukan kepalang.
--------​
Akhirnya kami berhasil keluar dari wilayah kawanan kucing hitam dan kami berhenti berlari. (Ini ditandakan dengan bergantinya bau khas yang ditinggalkan tiap anggota kelompoknya pada tiap sudut bangunan, tiang listrik, pohon dan sebagainya lewat air seni)
Saat matahari mulai menyingsing, aku tertidur kelelahan di sebuah balkon rumah yang sepi, dibalik tanaman pot yang memenuhi hampir semua sudut tempat itu. Dijaga gantian oleh Leonny.
 
Kok belom keambil core-nya gan.....
 
ini perngeong'an jd lama yah msh 8 hr, yg cancer 'vany -Bdsm aja sebentar,...


oke oke, d lanjt ja sambl nungguin komen2 yg lain.
mau ngrm cendol tp gelas ny blm balik jd,maap y suhu
 
Terakhir diubah:
Haha... Baru kali ini bisa bayangin kucing kawing ngangkang..... Wkwkwk
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd