Bagian 12 - Kesepakatan Bersama
<Tenggg...!> dentang lonceng jam antik berbunyi satu kali, suaranya bergaung didalam ruang tamu yang besar ini dengan ketinggian langit-langitnya lebih dari 4 m, maklum saja namanya juga rumah besar yang kuno...
Ivonne terjaga oleh gema suara dentangan satu kali dari jam antik yang berdiri tegak dan sangat gagah... bak seorang punggawa yang berjaga... diatas lantai keramik putih susu tanpa motif di ruangan tamu.
'Bener-bener serasi... rumah kuno dan jam antik...!', kata Ivonne sembari mau bangkit dan duduk dari baringnya diatas tempat tidur besar itu. Baguslah dia tidak mengetahui seluk-beluk jam antik itu... antik-nya... 'fake', modern-nya... 'hi-tech'!
Ivonne memandang ke sekeliling dalam ruang tidur utama yang besar itu... 'Kemana si opa...?', tanyanya dalam hati. Ivonne sudah duduk dipinggir tempat tidur, disampingnya ada baju atas dan stretch jeans-nya yang terlipat rapi dan... sehelai handuk bersih yang juga terlipat rapi. Diambilnya pakaiannya beserta handuk baru itu, segera menuju kamar mandi yang ada dipojokan seberang... dalam kamar tidur utama ini, untuk membersihkan diri.
5 menit kemudian, gadis yang bertubuh sintal lumayan tinggi dan semampai ini, bergegas melangkah keluar kamar dan celingukan memandang keselilingnya. 'Kok sepi sih... pada kemana semuanya...?!'. Untuk berteriak memanggil... bukanlah kebiasaan gadis muda yang santun ini.
Didengarnya ada suara-suara orang sibuk bekerja di dapur... dibelakang sana. Dengan langkah mantap dan memberanikan diri, Ivonne menuju ke dapur, disana dilihatnya ada seorang mbak STW yang sibuk mencuci peralatan dapur yang dipakai untuk memasak sebelumnya. Khawatir mengagetkan mbak ini, Ivonne berdehem kecil memberitahu kehadirannya di ruang dapur. Si mbak yang tak lain dan tak bukan adalah mbak Surti yang hampir tuntas mengerjakan tugasnya. Makan siang sudah tertata rapi diatas meja makan besar yang berada di ruang makan... tinggal sedikit lagi perabotan dapur yang harus dibersihkannya.
Mbak Surti mendengar dengan jelas deheman itu, segera menoleh kebelakang kearah datangnya suara deheman tapi... tak urung masih juga tersentak kaget. "Aduuh... biung...!".
Buru-buru Ivonne menenangkan mbak STW ini, "Ehh... maaf mbak! Kan aku sudah berdehem lho... jangan kaget dong... aku jadi ikut-ikutan kaget juga nih jadinya...", kata Ivonne dengan lembut.
"Maaf... apa... ya? Eh... iya... maaf non! Mbak bukannya kaget non... cuma kagum saja gitu... hi-hi-hi... kalau boleh mbak tahu... wajah cantik si enon boleh dapet beli dimana sih...? Hi-hi-hi... non pasti pacarnya den Diro kan... hi-hi-hi...!", kata mbak Surti sedikit nyerocos... terkesima sekali dengan kecantikan orientalis Ivonne, yang... memang sih cantik!
"Kok mbak tahu sih, kalau aku sama mas Diro... pacaran...?", kata Ivonne ramah sambil mengulurkan tangannya yang mulus mengajak mbak Surti berjabatan tangan... bersalaman kenal.
Buru-buru mbak Surti mengeringkan tangannya dengan serbet bersih yang selalu disandangkan di bahunya kalau dia sedang bekerja di dapur.
"Ivonne... mbak...", kata Ivonne ramah.
"Kalau mbak sih... panggil aja mbak Surti, gitu...", kata mbak Surti yang masih saja memandang dengan kagum wajah cantik Ivonne.
"Tahu dari mana mbak... tentang Ivonne dan mas Diro...", tanya Ivonne yang langsung disela saja oleh mbak Surti dengan berkata.
"Aah.. itu sih... nggak usah heran non, ibu-nya... maksudnya mbak... bu Daniati yang baik hati itu suka iseng-iseng menemani mbak kerja di dapur ini... biasa deh... kayak non Ivonne nggak cewek aja lagi... hi-hi-hi... maaf ya non... mbak sukanya guyon... biar nggak cepet tua gitu... hi-hi-hi...", kata mbak Surti sambil tertawa geli sendiri.
"Hi-hi-hi... gitu toh... mbak...", jawab ramah Ivonne diawali dengan tawanya yang merdu. "Pada kemana nih semuanya... mbak tahu nggak...?", tanya Ivonne ingin segera tahu.
"Lha non sendiri... dari mana...? Yang mbak tahu sih... pak Darso udah dari tadi pagi ke kantor perkebunan... biasa non... rutin gitu! Kalau yang lainnya sih... mana mbak tahu? Mungkin masih didalam kamarnya masing- masing... kan non dengar barusan... bunyi 'teng' satu kali, itu tanda... mulai makan siang... non! Sebentar lagi juga pada ke ruang makan. Ayo non... mangga... duduk di kursi... kayaknya non sudah cukup tinggi deh badannya... kelamaan berdiri... entar malah tambah tinggi lagi... hi-hi-hi...", kata mbak Surti buru-buru menarik kursi dekat meja dapur yang kecil didepannya... untuk diduduki Ivonne.
"Terimakasih mbak...", kata Ivonne pendek saja sambil duduk di kursi yang ditawarkan itu.
Yang tidak diduga Ivonne saat ini adalah... Diro dan Daniati... lagi 'nanggung...' didalam kamar tidur sang ibunda... lagi asyik bercengkerama... uugghhh... sangat seru sekali...!
***
Sebenarnya pada ML tadi pagi antara Diro bersama ibu kandungnya... memang sih... lumayan hampir sama waktunya dengan ML pak Darso dengan Ivonne, yaitu kurang lebih 30 menitan, tapi dilanjutkan dengan 'acara' tidur segala... sama halnya dengan Ivonne seorang tanpa pak Darso tentunya, sebab... seperti kata mbak Surti tadi di dapur... pak Darso langsung ke kantor perkebunan.
Diro tertidur kelelahan karena telah mengenderai mobilnya selama 2 jam 30 menit dengan konsentrasi tinggi dan kalau Daniati memang kurang tidur gara-gara kegiatan seks-nya dengan ayah kandungnya tadi malam, yang... menghadiahkannya beberapa kali orgasme. Mereka berdua tertidur nyenyak non-stop sampai mendusin bangun sekitar jam 12.55. Dan segera melanjutkan lagi 'ronde cinta' yang sempat rehat cukup lama... hampir 4 jam lamanya!
Diro yang pertama kali mendusin bangun, dan tanpa permisi lagi langsung menindih tubuh indah ibu kandungnya yang sama-sama bertelanjang bulat. Mencium lembut bibir sexy ibunya, lalu bergeser kebawah melalui leher jenjang sang ibunda yang cantik jelita dan... ngetem pada puncak bukit indah pada buahdada yang montok 36B yang kanan, sama besar ukurannya dengan yang dimiliki oleh kekasih hati, Ivonne... bahkan bentuk putingnya juga sama, cuma yamg membedakannya adalah warna yang khas dari dua pasang puting indah milik mereka masing-masing. Kalau puting milik Daniati, ibu kandung Diro adalah berwarna maroon muda dengan warna areola-nya berwarna sama tapi lebih terang sedikit. Dan puting milik Ivonne, kekasih hatinya adalah berwarna pink muda dan warna areola-nya lebih terang sedikit dari warna putingnya sendiri.
Daniati mencoba menggeliat, tapi... terasa berat. Segera membukakan mata indahnya memandang wajah ganteng maskulin yang sedang menindihnya dan tengah asyik bermain-main dengan buahdada beserta putingnya.
"Bener-bener deh...! Doyanan amat sih... begitu bangun langsung nyambung! Belum lama saat setengah sadar ingin bangun, mama kayaknya... mendengar bunyi dentang jam antik satu kali... bener nggak Dir...?", tanya Daniati yang kesadarannya mulai kembali normal seutuhnya.
Mana sempat dijawab Diro, yang... lagi sibuk-sibuknya, malah dengan bantuan tangan kirinya menempatkan palkon-nya ditambah tekanan kebawah pinggul kekarnya... membuat penis tegang langsung masuk dan palkon-nya itu terhenti dimuka pintu masuk mulut gua nikmatnya dalam vagina Daniati yang mulai tergugah birahi-nya itu.
Daniati yang merasa keki karena pertanyaannya tidak digubris sama sekali oleh Diro... langsung mendorong pinggulnya keatas dengan keras, dan... <bleeesss...!> masuk sudah palkon Diro berikut dengan seluruh batang penis yang keras... langsung saja sekujur penis Diro itu... 'dipiting' erat oleh otot-otot kuat dalam lorong nikmat yang cengkeramannya sungguh hebat... ditambah dengan goyangan memutar dari pinggul Daniati yang menggeliat-geliat... mengundang reaksi keras dari Diro, putera tunggal semata wayangnya...
"Eh-eh... ma! Jangan dicengkeram kuat-kuat dong... penis Diro nggak bisa bergerak nih...", protes Diro tapi masih bisa merasakan nikmatnya 'aksi' ibunya ini. 'Kalau begini caranya, aku bisa langsung... muncrat nih tanpa diberi kesempatan ngenjotin mama...!'.
Daniati masih saja melakukan aksinya tanpa perduli protes dari Diro. 'Sapa suruh... nggak ngejawab pertanyaanku yang sederhana itu... biar tahu rasa...', tekad Daniati dalam hatinya.
Diro berusaha melakukan perlawanan dari cengkeraman erat otot-otot kuat dalam lorong-lorong nikmat itu dengan mulai akan menarik pinggulnya keatas, tapi... telat! Daniati yang lebih berpengalaman sudah tahu niat gerak Diro ini... sudah mengunci mati dengan tautan kedua telapak kakinya pada pinggul kekar Diro beberapa detik lebih awal!
Diro yang tahu gelagat yang sangat gawat, langsung berkata agak keras. "Ma...! Mama-ku sayang... Diro nggak bisa menggenjot nih... Mama! Entar penis Diro... muncrat beneran nih...!".
Daniati menjawab dengan santai saja, "Kalau mau muncat... ya muncrat saja sana...! Muncratin yang banyak... biar cepat selesai... mana perut mama sudah laper lagi... nggak malu apa kamu... kita sekarang sedang ditunggu sama opa-mu dan Ivonne di meja makan... tahu!". Sambil semakin mempercepat goyangan memutar pantatnya dan mengetatkan cengkeraman otot-otot dalam vagina-nya dengan lebih hebat lagi. Aksinya ini sungguh membutuhkan energi sangat banyak dan akan sangat melelahkannya kalau berlangsung terlalu lama. Tapi Daniati sangat yakin... ulah aksinya ini tidak perlu menunggu beberapa menit kedepan... paling dalam hitungan detik juga akan menghasilkan sesuatu yang diharapkannya...
"Aaahh mama... nikmatnya tapi... sadis amat...! Aahhh...", Diro tidak sanggup meneruskan perkataannya...
<Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!> <Crottt...!>
Semprotan sperma kuat yang keluar dari 'mata tunggal' palkon Diro muncrat kencang silih-berganti... memenuhi lorong-lorong vagina Daniati dengan sperma kental yang sangat potensial itu... beruntung Daniati sudah lama mamakai IUD dan melakukan kontrol secara teratur... kalau tidak...??!
Daniati segera melepaskan kuncian kuat kaki-kakinya pada pinggul Diro, serta melemaskan kembali semua otot-otot didalam vagina dan diam terlentang sejenak... diam tanpa kata... sebentar saja, paling sekitar 15 detikan saja. Mendorong tubuh Diro yang kekar tapi lemas bergulir kesamping kiri tubuh telanjang Daniati, dan terlepas sudah tautan penis Diro dari vagina-nya itu.
Buru-buru Daniati turun dari tempat tidurnya dan bergegas masuk kedalam kamar mandi sambil menadahkan dengan kedua telapak tangan dibawah vagina-nya... khawatir sperma yang tadi disemprotkan sangat banyak oleh Diro tadi... meleleh jatuh tercecer keatas lantai keramik.
***
10 menit kemudian, kedua ibu-anak ini sambil bergandengan pinggang sangat mesra tampaknya, berjalan melangkahkan kaki-kaki mereka... pelan saja... menuju meja makan yang besar, dan disana telah menunggu... pak Darso yang duduk diujung meja ditemani Ivonne yang duduk disebelah kirinya.
Begitu ibu-anak itu semakin mendekat... langsung disambut dengan seruan Ivonne. "Wowww...! Mesra sekali mama dengan mas Diro...!", lalu menoleh minta dukungan suara dari pak Darso, opanya Diro. "Iya kan opa...? Hi-hi-hi".
Pak Darso yang mendengar pertanyaan Ivonne ini, hanya menjawab pelan saja... tapi cuma Ivonne seorang yang dapat mendengarkannya secara jelas. "Iya juga sih... tapi rasanya masih lebih mesra kita berdua deh...", kata pak Darso meyakinkan hati Ivonne dan langsung disambung dengan tertawa kerasnya yang terbahak-bahak, "Ha-ha-ha...!". "Hi-hi-hi...!", Ivonne ikut-ikutan tertawa mengiringi suara tawa opa-nya Diro ini.
Suatu paduan tawa yang merdu dan indah... bagi semua telinga yang mendengarkannya...
(bersambung...)