13-Surga Dunia
Mujur memang tidak bisa kelewatan. Walaupun sudah ditawarkan buat threesome, kegiatan itu tidak pernah terjadi hingga berbulan-bulan.
Sabrina jarang datang ke teater dan Mega juga sibuk dengan latihannya. Sialnya, saya juga jadi sibuk karena disuruh jadi pengganti pemain yang kecelakaan motor. Jari kakinya patah jadi dia tidak bisa berjalan. Perannya lebih mudah daripada peran saya dan Teh L. Yaitu jadi penjahat yang kena tembak tepat setelah masuk panggung. Tantangannya adalah harus pura-pura mati selama 5 menit.
Kesibukan itu berlanjut hingga bulan keenam. Semakin dekat dengan waktu pertunjukan, semua semakin sibuk. Saya yang sudah sangat lama tidak bicara dengan Adelaide, dapat kesempatan pada suatu hari di waktu break latihan. Adelaide datang menghampiri sambil membawa sebotol air mineral.
"Makasih."
"Pura-pura mati doang capek, ya?"
"Ya, kalau adegannya diulang 200 kali capek. Harus tahan napas pula."
Adelaide tertawa. Lumayan, sudah lama tidak dengar dia tertawa.
Kemudian Adelaide menunjuk Sabrina yang sedang membantu Bang A mengarahkan akting.
"Cewek yang rambut merah itu lesbian, loh. Tahu enggak?"
"Tahu."
"Gue enggak tahu apa enaknya sama cewek."
"Karena belum nyoba kali."
"Emang lu mau sama cowok?"
Saya bergidik ditanya begitu.
Adelaide kemudian dipanggil timnya untuk bekerja. Setelah ditinggal sendiri, saya melihat botol yang diberi Adelaide. Hati kecil saya mulai mempercayai kalau Adelaide sebenarnya suka pada saya. Walaupun logika saya masih menyangkal.
Lalu, Teh L menghampiri saya. Dia duduk di samping sambil tersenyum.
"Edan lah kamu. Belum mahir one on one udah mau threesome."
Air muncrat dari mulut saya.
"Sabrina sama Mega bilang ke aku. Hari ini kamu nginep, ya. Si Adelaide juga nginep soalnya. Nanti threesomenya di m****a."
Semuanya terlalu mendadak. Saya tidak siap untuk threesome malam itu juga. Yang lebih ngeri adalah tempatnya.
"Enggak! Masa di m****a? Nanti kualat."
"Ya, kan, harus luas. Masa di ruang ganti yang penuh property?"
"Jangaaan."
Teh L berpikir. "Ya, udah. Di backstage. Oke?"
Saya mengangguk.
"Kenapa Teteh yang bilang? Kirain yang tahu cuma Mbak Sabrina sama Mbak Mega."
"Kata mereka aku mentor kamu. Jadi aku disuruh ikut. Jam sepuluh, ya. Mega harus pulang jam sebelas soalnya. Nanti yang giring Adelaide ke backstage biar aku."
Saya cuma bisa diam. Memikirkan apa yang akan saya lakukan nanti saja burung saya sudah menegang.
"Oh, iya. Jangan buru-buru keluar. Usahakan lama, ya."
Dibilang begitu, burung saya ciut lagi karena percaya diri rendah.
Jam sepuluh akhirnya datang. Saya sudah standby duluan di backstage dengan penis yang berdiri sangat, sangat tegak. Dan waktu itu Sabrina dan Mega belum datang. Apa kabar kalau threesome dimulai? Yang saya takutkan adalah saya bakal muncrat pas dipegang sama dua cewek sekaligus.
Ketika Sabrina dan Mega datang, mereka duduk di kiri dan kanan saya. Keduanya juga tampak sedikit canggung.
"Sori, Mbak. Tanya sedikit yang agak pribadi boleh?" kata saya pada Sabrina. "Bukannya Mbak suka perempuan, ya?"
"Iya, sih, tapi ini menarik. Belum pernah threesome sama cowok soalnya."
Berarti sama perempuan sudah, dong? Jerit saya dalam hati.
Ternyata ini juga kali pertama buat Mega dalam hal threesome. Sebagai tahap awal persiapan dan ice breaking, kami bertiga buka baju dulu, copot semua.
Jantung saya mau copot rasanya ketika melihat badan telanjang Mega. Perutnya memang buncit, tapi mulus luar biasa. Payudaranya besar dan menggairahkan. Saya pikir Mega kegemukan, tapi porsi gemuknya ternyata pas. Tidak ada daging atau kulit yang bergelambir.
Saya menengok ke kiri dan melihat badan Sabrina. Tidak spesial. Payudaranya sedikit lebih besar dan kencang dibanding Hana. Sisanya hampir sama.
Napas saya mulai tidak beraturan. Demi dewa dewi Yunani, ini surga dunia.
"Anjir, ternyata masih geli kalo lihat titit berdiri begitu," kata Sabrina sambil terkekeh.
Akhirnya, Mega menyarankan formasi segitiga. Sabrina akan fokus bercinta pada Mega karena geli kalau pegang-pegang saya, Mega yang tidak keberatan diapa-apakan Sabrina akan melakukan hal-hal yang enak pada saya, sementara saya akan meraba-raba seluruh bagian badan Sabrina. Karena ternyata Sabrina cuma geli kalau memegang, tapi tidak masalah kalau dipegang.
Dimulailah threesome yang canggung itu. Di backstage yang berdebu dan remang, saya mulai menciumi tengkuk Sabrina dari belakang. Burung saya yang tegang maksimal menempel ke pantat Sabrina yang hangat. Tangan saya sibuk meraba-raba payudara, perut, dan vagina. Sabrina berciuman dengan Mega. Melihat itu, cairan mulai keluar dari penis saya. Precum. Menatap mereka berciuman saja saya tidak tahan. Saya harus menjauh takut saya ejakulasi dini.
Setelah tenang, saya mendekat lagi. Mega memegang penis saya dan mengelusnya lembut. Mulut Sabrina turun dari bibir Mega ke leher dan payudaranya. Saya segera mencaplok bibir Mega tanpa ragu. Bibir Mega menyambutnya dengan siap dan kami beradu lidah.
Kepala Sabrina berada di perut Mega, dia sedang menjilati kulit mulusnya. Satu tangan saya dan Mega memegang kepala Sabrina, memainkan rambut merahnya. Satu tangan saya yang bebas meremas-remas payudara Mega.
Tanpa disangka, Sabrina memasukkan penis saya ke mulutnya. Saya kaget dan menunduk, hampir menarik penis saya dari mulutnya. Tapi saya bertahan. Tangan Sabrina yang kiri menjelajah payudara Mega, tangan kanan meremas pantat saya, sementara mulutnya mengulum penis saya. Tak lama, dia tersenyum sambil menggeleng.
"Emang enggak suka," katanya.
Mega berlutut dan menarik kepala Sabrina. Mereka berciuman hingga berbaring di lantai. Tangan Sabrina menarik saya untuk ikut turun. Kami bertiga bertumpuk di lantai. Saya menciumi bibir Mega, bibir Sabrina, sementara tangan saya meraba-raba semua bagian tubuh kedua perempuan itu.
Sabrina meremas payudara Mega kuat-kuat dan dia mendesah. Tangan Mega memegang penis saya dan menariknya mendekat.
"Masukin."
Saya menurut. Penis saya masuk tanpa masalah ke vagina Mega. Dia lebih longgar ketimbang Hana, tapi vaginanya bisa menjepit penis saya dan itu rasanya luar biasa.
Baru beberapa kali tusuk, orgasme sudah mendekat. Saya bilang saya sudah mau keluar. Mendengarnya, Sabrina menyambar saya dari belakang, memasukan lidahnya ke mulut saya. Orgasme mundur sedikit karena saya berhenti menggenjot Mega.
Setelah itu Sabrina menyusuri tubuh saya dengan lidahnya. Dada, perut, lalu berpindah ke tubuh Mega yang terlentang. Mereka berciuman dengan penuh tenaga. Saya meraih pantat Sabrina dan meremasnya. Dia suka itu karena dia mendesah keras sekali.
Saya mulai menggenjot lagi. Kali ini cukup lama karena lutut saya yang menopang tubuh terasa lumayan sakit. Mega mendesah nikmat dengan Sabrina yang melumat habis putingnya.
Sabrina berbalik menghadap saya dan menyodorkan payudaranya untuk dihisap. Saya menurut.
Saya mulai tidak tahan. Saya bilang kalau saya siap ejakulasi.
"Jangan keluar di dalem."
"Keluar di gue aja. Di sini," Sabrina menunjuk dadanya.
Saya mencabut penis saya dari vagina Mega, takut kalau sperma saya akan keluar. Tapi ternyata belum. Butuh waktu lumayan lama untuk saya kocok di depan payudara untuk mengeluarkan sperma. Ketika tidak keluar juga, Mega berlutut dan memasukkan penis saya ke mulutnya. Dan duar, ejakulasi ternikmat sepanjang hayat. Sperma meluncur ke mulut Mega.
Saya habis tenaga dan tergeletak tidak berdaya di lantai. Mega sedang terbatuk-batuk menelan sperma saya. Saya merasa tidak enak tapi terlalu lemas buat minta maaf.
"Bilang, dong, kalau mau keluar," kata Mega kesal.
"Saya enggak tahu kalau mau keluar."
Mega menepuk dada saya yang berkeringat lalu memakai baju. Dia mau pamit pulang tapi ditahan Sabrina.
"Gue belum beres, loh," katanya.
"Nanti lagi, ah. Rasa sperma lidah gue."
Dan Mega pergi. Saya dan Sabrina tinggal lebih lama sebelum berpakaian dan berjalan keluar dari backstage.
Di kursi penonton ada Teh L yang tersenyum. Barulah saya ingat tujuan sebenarnya saya threesome. Adelaide.
"Gimana?" tanya Sabrina.
"Besok, kamu ajak Adelaide ngobrol, makan, terus tembak. Kamu bakal punya pacar bule."