Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT True Story of Adelaide (Indo-Australi)

ratata7gh

Kakak Semprot
Daftar
30 May 2017
Post
182
Like diterima
4.370
Bimabet
Salam kenal suhu semua. Ane mau berbagi cerita ane n sahabat ane nih soal perjalanan kita yang bisa dibilang berwarna. Silakan disimak dan dikomen kalo berkenan.

Ini true story btw dengan nama disamarkan dan beberapa adegan diplesetin dan dihiperbola buat jaga-jaga kalo ada yang kenal sama ane or Adelaide.

Monggo

1-Adelaide

Sebut saja namanya Adelaide. Sekarang umurnya 28 dan bekerja sebagai auditor di kantor konsultan akuntansi. Saya kenal dengannya sewaktu umurnya 19. Waktu itu saya yang setahun lebih muda sedang cinta-cintanya sama dunia teater. Saya suka akting dan buat cerita untuk pertunjukan. Hobi yang awalnya cuma dilakukan di kampus jadi melebar waktu saya diajak gabung ke perkumpulan teater yang kita sebut namanya Teater Underground. Dari lima orang anak baru yang bergabung, saya dan Adelaide salah satunya.

Adelaide menjadi satu-satunya anak yang mencolok di antara kami karena bentuk fisiknya yang sedikit berbeda. Sesuai namanya, dia blasteran negara tetangga. Rambutnya sebahu dan berwarna kecokelatan. Kulitnya putih dengan bintik-bintik merah dan cokelat di sana sini. Tingginya juga melebihi cewek-cewek kebanyakan di sana. Bentukan luarnya sudah beda dengan orang Indonesia kebanyakan, ditambah dengan pakaiannya yang minimalis. Sementara cewek-cewek Jawa Barat yang tinggal di kota sebelah selatan Jakarta jarang pakai tank top, Adelaide malah sepertinya tidak punya baju lain selain tank top.

Kesan pertama kali saya lihat Adelaide itu adalah: tua. Sementara kesan dari salah satu anak baru yang gabung bareng saya adalah: anjir, pengin gue garap tuh bule.

Dan ternyata bukan cuma teman saya itu yang horny lihat Adelaide. Separuh dari cowok-cowok di Teater Underground suka sama Adelaide. Waktu itu saya yang orangnya konservatif dan cinta barang lokal enggak tertarik sama sekali sama dia.

"Gue mah mau melestarikan khasanah nusantara, ah. Nikah sama pribumi supaya ras lokal enggak habis," kata saya dulu.

"Bah, gue mah kalo jadi cewek ogah sama lu. Ntar anak gue idungnya minimalis terus kulitnya enggak putih-putih biar disemprot pake pylox juga," sambut teman saya yang sebut saja namanya Orgil.

Dua hari kemudian, yang empunya teater bilang kalau enam bulan lagi bakal ada pertunjukan jadi latihan rutin bakal dimulai. Yang senior antusias, yang junior lebih antusias. Hari itu adalah hari pertama saya dan Adelaide tegur sapa.

"Kira-kira anak baru bakal dapat peran enggak, ya?" tanya Adelaide waktu kami sama-sama ambil air minum di meja samping panggung tempat kami biasa kumpul-kumpul.

"Enggak tahu," kata saya. Itu pertama kalinya saya lihat Adelaide dari dekat dan alamakjang, ternyata dia lebih tinggi dari kelihatannya. Dan dia ternyata gemuk. Perutnya menonjol. Saya baru ngeh sekarang karena badan dia tinggi jadi tonjolan perut itu tidak kelihatan kentara.

"Bakal sering pulang malam kita nanti. Soalnya latihannya bakal panjang banget. Tahu enggak, katanya teater ini terkenal sama itunya," kata Adelaide sambil menggerakkan dua jari kayak tanda peace.

"Apaan?"

"Itu."

"Apaan?"

"ML."

Saya sempat syok dengar cewek ngomong kata itu. Seumur hidup saya yang baru 18 tahun waktu itu belum pernah dengar ada cewek bilang begitu.

"Aslinya?"

Adelaide cuma senyum dan bilang saya harus lihat besok. Dan jengjengjeng, besok malamnya, mata perjaka saya ternodai sama sepasang anggota teater yang sibuk ciuman sambil grepe-grepe di kursi penonton. Celana si cowok sudah terbuka ritsletingnya dan baju yang cewek sudah terangkat sampai kedua toketnya ada di kondisi full view saya.

Yang bikin saya sempat lupa napas adalah: dua orang itu begituan di depan orang-orang yang lagi istirahat latihan di panggung. Rupanya sudah lumrah di teater itu kalau pas break pada ML kilat. Dan pasangannya bebas sebebas-bebasnya. Mau sama yang single, punya pacar, punya suami/istri, selama yang bersangkutan masih anggota dan mau, hajar bleh saja aturannya.

Saya yang dulu lugu merasa kotor.

Adelaide yang sama tidak kebagian peran duduk di samping saya. "Kan. Kamu enggak ada kerjaan, kan? Mulai besok gue mau bawa kamera. Kita bikin dokumenter soal perilaku orang-orang di sini, yuk. Mau?"

Saya tidak kenal sama kata dokumenter waktu itu tapi karena diajak Adelaide dan memang senggang, saya bilang iya. Adelaide senyum senang dan mengajak saya salaman. Malam itu saya baru sadar kalau mata Adelaide bukan cokelat seperti orang Indonesia kebanyakan, tapi ada sedikit warna hijaunya.

Setelah Adelaide pergi ke belakang, saya baru berpikir bahwa saya tidak tertarik pada cewek itu karena jelas-jelas dia bukan level saya. Cewek begitu harus punya pacar blasteran juga, bukan rakyat jelata macam saya.

Tapi setelah malam itu saya jadi lebih dekat dengan Adelaide. Sangat dekat malah sampai-sampai diary miliknya yang bersambung sampai 5 buku ada di rumah saya sekarang. Dari buku-buku dan pengalaman pribadi yang langsung saya alami dengan Adelaide cerita ini ditulis. Cerita soal pertemanan kami yang diselingi aktivitas ngintip orang ML buat film dokumenter, bikin video porno sendiri, merasakan orgy dan pengakuan Adelaide yang bikin saya jantungan.

Bersambung dulu. Kalau komen rame dan tertarik, saya lanjut lagi.
 
Sambung deh mumpung nganggur

2-Rekaman Pertama

Latihan teater dimulai habis magrib. Sebagai anak kemarin sore yang baru gabung, saya datang lebih cepat. Di tempat ada Orgil yang lagi rebahan di tempat duduk penonton. Waktu itu hari sedang hujan dan memang enak buat tidur. Saya biarkan Orgil tidur lalu berjalan ke ruang ganti.

Ruang gantinya ada di belakang panggung. Ada lorong pendek yang gelap memanjang dari panggung menuju pintu ruang ganti. Kalau mau ke sana, kita harus lewati kamar mandi yang dalamnya disekat. Satu buat cewek, satu buat cowok. Tapi sekatnya cuma dua meter, jadi ada celah antara langit-langit sama sekat yang terbuat dari triplex. Saya biasanya menahan kencing supaya enggak usah dengar orang di toilet cewek sebelah ngeden. Paling malas kalau kita lagi cuur pipis dengar orang sebelah mendesah mengeluarkan ee terus bilang "aah."

Waktu saya lewat pintu toilet yang terbuka, Adelaide ada di dalam. Dia tersenyum dan memanggil saya ke dalam.

"Mau ke ruang ganti? Dikunci. Ada Bang A sama Mbak T di dalam," katanya. Sebut saja dua orang itu demikian karena saya malas cari nama samaran. Bang A ini yang empunya teater sementara Mbak T itu anggota senior yang profesi siangnya jadi PNS. Dia sudah menikah dan punya satu anak.

"Terus kenapa dikunci?" tanya saya polos. Asli, kalau saya ingat betapa polosnya saya dulu, suka pengin mati. Sampai sekarang Adelaide suka ungkit-ungkit kepolosan saya dan tertawa puas.

Adelaide mengeluarkan kamera saku dari dalam tas. "Lu kira ngapain? Main catur? ML, laah. Makannya gua bawa kamera. Tutup pintunya terus kunci."

Saya dengan patuh tutup pintu toilet dan saya kunci. Adelaide masuk ke sisi toilet cewek yang disekat. Saya ikut ke sana. Adelaide menunjuk ke atas tembok. Di sana ada lubang ventilasi yang ditutup sama jaring-jaring anti nyamuk yang ukurannya pas sama kamera salunya Adelaide.

"Gue mau naik ke kloset. Lu pegangin gue," katanya. Saya iyakan lagi.

Adelaide melepas sepatu dan memanjat kloset. Saya dengan sigap memegang tangannya. Kemudian bergeser ke pinggang waktu Adelaide berdiri di atas kloset. Tapi karena pinggangnya berada di posisi yang cukup tinggi, tangan saya merosot ke samping pantatnya. Yep, pantatnya ada di depan muka saya.

Adelaide, kan, berbadan montok, otomatis pantatnya pun montok. Celana jinsnya kaya mati-matian membungkus pantat Adelaide yang bulat sempurna. Tanpa disadari, saya sedikit excited. Kayaknya, ini kayaknya, burung saya naik walaupun tidak sampai full power.

Saya memegangi samping pantat Adelaide selama beberapa menit. Sesekali hidung saya menempel ke pantatnya karena Adelaide bergerak-gerak merekam apa pun yang terjadi di ruang ganti dengan kameranya.

Setelah selesai, Adelaide berpegangan ke pundak saya terus melompat turun dari kloset. Dia bilang makasih lalu diam sebentar dan tertawa.

"Kenapa?"

"Itu," Adelaide menunjuk ke celana saya. Ya, benar sekali, burung saya berdiri sampai celana saya agak terangkat. "Pegangin doang nyampe begitu. Gimana kalo gua kasih lihat video di kamera ini."

Saya mau mati rasanya dibilang begitu.

Adelaide keluar dari toilet dan saya mengekor di belakang. Adelaide celingukan mencari tempat sepi. Karena sudah hampir magrib, tempat latihan mulai ramai.

Adelaide mengajak saya ke ruang lighting di lantai dua. Di sana gelap dan tidak ada orang. Adelaide duduk di kursi terus memutar ulang rekaman di kameranya.

Ini bukan pertama kalinya saya nonton video porno. Ini kesekian ratus kalinya malah. Tapi ini beda. Rekaman ini diambil barusan, baru semenit yang lalu, dan pemainnya saya kenal. Mbak T posisinya tiduran di lantai dengan alas matras sederhana yang biasa dipakai orang-orang tidur waktu istirahat, dia full enggak pakai baju. Kulitnya putih mulus, kakinya jenjang dan mukanya tampak lebih cantik dari biasanya. Bang A ada di atasnya, badan dia menghalangi bagian-bagian indah Mbak T dan saya bisa lihat pantat Bang A. Itu sedikit bikin illfeel tapi tetap saja saya horny luar biasa. Ada desahan-desahan pelan yang terdengar sampai terekam di kamera. Dua-duanya tampak enjoy sekali dalam rekaman yang berdurasi 7 menit itu.

Sehabis menonton Adelaide bilang "yes" terus bangun. Dia tertawa lagi sambil menunjuk celana saya. Iya, saya konak, terus kenapa, kata saya dalam hati. Cuma dalam hati soalnya saya cupu banget waktu itu jadi lupa cara bicara.

"Itu namanya posisi missionaries. Ntar gua ajarin kapan-kapan," kata Adelaide terus pergi.

Saya yang butuh beberapa detik untuk mencerna kata-katanya menganga sendiri. Apa saya barusan baru diajak ML sama cewek blasteran?

Btw, saya tadinya mau share video hasil ngintip si Adelaide tapi sudah hilang entah ke mana. Kejadiannya bertahun-tahun yang lalu soalnya. Sayang banget. Mau lihat lagi padahal.
 
WAJIB UPDATE!!

bagus nih lapaknya, baca ceritany aja bisa kebayangg hahaha
 
Hahaha...
Nambah sudah
Member intipers...

Lanjut...
Ngintipnya...
Buat bahan referensi...
 
Tapi setelah malam itu saya jadi lebih dekat dengan Adelaide. Sangat dekat malah sampai-sampai diary miliknya yang bersambung sampai 5 buku ada di rumah saya sekarang. Dari buku-buku dan pengalaman pribadi yang langsung saya alami dengan Adelaide cerita ini ditulis. Cerita soal pertemanan kami yang diselingi aktivitas ngintip orang ML buat film dokumenter, bikin video porno sendiri, merasakan orgy dan pengakuan Adelaide yang bikin saya jantungan.

Bersambung dulu. Kalau komen rame dan tertarik, saya lanjut lagi.

gw berharap banyak dari paragraf ini ;)
 
3-Interview

Pernah lihat wawancara narasumber di TV? Yang si narasumber duduk di depan kamera tapi menghadap samping menatap pewawancaranya sewaktu bicara? Ternyata melakukan itu susah. Saya selalu menengok ke kamera dan dimarahi Adelaide setiap kalinya.

"Lihat ke sini, ke gue, jangan kameranya," kata Adelaide.

Hari Minggu siang sambil menunggu latihan teater, Adelaide mengajak saya bertemu di tempat makan yang ada di Jl. Merdeka. Dia mau wawancara saya untuk film dokumenternya.

"Ulangi lagi. Siapa first kiss Anda?" tanya Adelaide. Kakinya bersilang, kedua tangannya ditaruh di paha sambil memegang buku catatan kecil, persis pembawa acara TV betulan.

"Adik kelas."

"Di mana ciumannya?"

"Sekolahan."

"Perasaannya?"

"Dug dug ser."

"Umur berapa?"

"16."

"Lah, baru kemarin, dong. Lama banget."

"Biar," kata saya sedikit kesal. "Ngapain, sih, tanya-tanya begitu?"

Adelaide mematikan kameranya. "Ya, kan namanya juga wawancara. Harusnya lebih panjang tapi lu enggak cocok jadi narasumber."

"Topiknya absurd."

Adelaide tertawa. "Lu yang cupu kali."

Awalnya, saya kira Adelaide tertarik dengan perilaku anggota Teater Underground yang bebas. Ternyata, Adelaide tertarik dengan seksnya.

"Buat gue, seks itu menarik karena setiap manusia butuh itu. Tahu enggak? Di dunia ini cuma ada dua makhluk yang ML buat rekreasi. Manusia sama lumba-lumba. Sisanya ML kalo mau reproduksi doang," kata Adelaide.

Itu salah satu informasi tidak penting yang saya tahu dari Adelaide. Banyak info-info insignifikan lain yang dia share pada saya. Apa ada yang tahu kalau panda itu sebetulnya karnivora? Saya tahu itu dari Adelaide.

"Beda sama narkoba, rokok, olahraga ekstrim. Seks itu kebutuhan utama manusia sama kayak makan. Makanya gue bilang lu cupu. Masa umur 16 baru first kiss?"

"Emang lu kapan?" tanya saya kesal.

"13 tahun. Sama anak cowok 15 tahun."

Buset. 13 tahun berarti SMP. Saya tidak tahu menahu soal kissing umur segitu. Yang saya tahu adalah menang kalah main Tazos.

"Nah, Teater Underground itu komunitas yang baik buat dipelajari. Mereka bebas banget ciuman en ML di depan orang lain. Seumur hidup baru ini gue nemu komunitas se-open itu."

"Terus ngapain kemaren pake ngintip segala? Kan, bisa aja langsung rekam yang lagi ML di kursi pas break."

"Nanti gue rekam terang-terangan, kok. Kemaren gue belum bilang aja. Lagian enggak enak kalo gue punya project dalam project. Tapi entar gue libatin mereka semua."

"Oh, lu mau ML sama seseorang di teater?"

Adelaide tertawa. "Enggak, sih. Gue mah pilih-pilih kalo buat begituan. Lu aja."

"Enggak. Gue masih perjaka."

"Kan, cupu."

"Emang lu udah?"

Adelaide tersenyum. "Sering."

Umur Adelaide waktu itu 19, dan dia sudah tidak perawan. Ada sedikit kekaguman yang saya rasakan. Ada juga sedikit rasa harapan. Kalau benar dia sudah pernah ML, berarti tawaran dia kemarin soal ajakan mengajari gaya missionaries bisa jadi bukan basa basi. Saya yang waktu itu cupu, konak lagi cuma gara-gara mikirin Adelaide telanjang.

Saya cukup veteran soal film porno, dan kalau disuruh milih artis porno mana yang mirip sama Adelaide, saya bakal jawab Allie Haze. Ada yang kenal Allie Haze? Kira-kira montoknya sebegitu walaupun wajahnya tidak secantik Allie Haze.

Berhari-hari setelahnya, saya selalu horny kalau lihat Adelaide. Membayangkan dadanya yang bulat, kulitnya yang mulus. Di otak saya isi dalam baju Adelaide pastilah paripurna. Maklum, imajinasi soalnya. Mungkin karena saya terlanjur menganggapnya sebagai cewek murahan dan sedikit berharap serta berfantasi kalau suatu saat saya bakal bisa ML dengannya. Kan, bisa jadi rekor kalau saya hilang perjaka sama blasteran bule.

Dan ternyata harapan itu tidak jauh dari jangkauan. Karena malam berikutnya saya berhasil menyentuh Adelaide di tempat yang sangat ingin saya sentuh.
 
4-Grepe Malam

Sehabis rekaman Bang A dan Mbak T, kami dapat dua rekaman ngintip lagi. Yang satu antara pasangan Mbak K dan Mas R, satu lagi Bang A dan Mbak C. Yes, Anda tidak salah baca. Bang A ganti pasangan. Hal yang wajar di Teater Underground.

Video favorit saya waktu itu punya Mbak K dan Mas R. Tengah malam setelah latihan selesai, setengah dari anggota teater pulang ke rumah masing-masing. Yang menginap di sana cuma sedikit, termasuk saya, Adelaide, Bang A, Mbak K, Mas R, dan Orgil. Waktu itu, saya yang sedang menunggui pesanan nasi goreng, melihat Mas R berjalan dari warung menuju ke tempat latihan. Di kantong kreseknya yang transparan, saya melihat sebungkus kondom berwarna biru. Durex yang terkenal itu.

Saya buru-buru mencari Adelaide dan menemukannya sedang terkantuk-kantuk di kursi penonton. Adelaide langsung segar ketika saya bilang soal kondom. Dia mengambil kameranya lalu mencari Mas R.

Mas R ada di pantry dengan Mbak K. Mereka menyapa kami ketika masuk sambil senyum. Mas R sudah memeluk Mbak dari belakang waktu itu dan satu tangannya diletakkan di dada Mbak K. Saya canggung melihat mereka, tapi Adelaide dengan lihainya berpura-pura menancapkan charger kamera dan kembali keluar.

"Gue nyalain kameranya. Jadi bisa kerekam semuanya," kaya Adelaide setengah berbisik.

Dan benar saja. Adegan seks Mbak K dan Mas R terekam semua. Dari mulai candaan-candaan menggoda, Mas R yang berinisiatif menyosor bibir Mbak K duluan. Tangan yang dimasukkan ke dalam kaus terus kausnya dibuka. Badan Mbak K yang mulus, semua orang tampak jauh lebih mulus di kamera ketimbang aslinya, tampak jelas dan dalam kualitas HD. Dada Mbak K bagus untuk standar saya. Ukurannya pas sehingga bisa digenggam Mas R. Putingnya kecil dan imut, tipe puting yang tidak berdiri meski dimaini atau dijilat dengan ganas sekalipun.

Mbak K juga ahli dalam oral seks. Penis Mas R hilang sampai ke pangkal di dalam mulutnya dan gerakannya cepat sekali. Saya yakin kalau saya yang dioral seperti pasti tidak akan bertahan barang 1 menit.

Ketika akhirnya Mbak K telanjang bulat, celana saya jadi semakin sempit tidak keruan. Saya berusaha duduk senatural mungkin ketika menonton rekaman itu bersama Adelaide.

Badan Mbak K tidak bagus tapi tidak jelek. Dia punya lekuk pinggang tapi perutnya buncit. Tapi siapa yang peduli kalau kamu sedang menggenjotnya dari belakang.

Suara Mbak K juga indah sewaktu ditusuk Mas R. Sampai sekarang saya masih terbayang suara Mbak K, dadanya yang bergoyang seiring gerakan Mas R, pantatnya yang bergetar dan wajahnya yang penuh kenikmatan. Apalagi wajah Mbak K yang buru-buru berlutut di depan burung Mas R tepat sebelum dia ejakulasi.

Jangankan saya, Adelaide yang biasanya cerewet jadi pendiam menonton rekaman itu. Butuh waktu lama buat burung saya untuk menenangkan diri dan turun.

Sejam kemudian, setelah menonton rekaman Mas R dan Mbak K, saya dan Adelaide pindah ke ruang ganti. Ruangan itu penuh oleh barang untuk pertunjukan sehingga menjadi lebih sempit dari biasanya. Ada Bang A dan Orgil yang sudah mengambil lapak terlebih dahulu di sana. Di sudut ruangan, Mbak K sudah tertidur lelap. Burung saya naik lagi melihat Mbak K dan mengingat rekamannya.

Saya mengambil lapak tidur di atas kursi panjang dekat pintu. Ada bahan kain yang akan dibuat menjadi kostum di sana. Saya pakai kain-kain itu sebagai bantal.

Adelaide memilih tidur di lantai, tepat di samping kursi saya. Dia menggelar matras usang dan menggunakan jaket sebagai selimut. Saya memberikan sedikit dari kain dari bantal saya untuknya.

Sebelum tidur, Adelaide mengultimatum saya supaya jangan apa-apakan dia sewaktu tidur. Ya, kalau dibilang begitu malah jadinya saya pengin ngapa-ngapain, kan.

Saya tidak bisa tidur. Sejam, dua jam, mendengarkan bunyi ngorok Orgil. Habis itu saya pura-pura tengkurap terus satu tangan dijatuhkan ke bawah dan menyentuh lengan Adelaide. Dasar memang payah, saya ereksi maksimal cuma sentuh kulit Adelaide doang. Jantung dag dig dug. Pokoknya gejala stroke saya alami malam itu.

Setelah beberapa detik, saya gerakan tangan ke dada kiri Adelaide. Tidak ada reaksi. Saya lalu membula telapak tangan dan meletakkannya dengan hati-hati di dada Adelaide. Cuma ditaruh saja, grogi soalnya. Tapi setelah lima menit tidak ada reaksi, saya memberanikan diri untuk meremas dada Adelaide. Tidak ada reaksi juga. Ya sudah, saya remas-remaslah sepuas hati.

Saya tidak begitu yakin kalau yang saya remas itu sepenuhnya payudara karena ada bra yang menghalangi. Bisa jadi yang saya remas kebanyakan bra. Tapi peduli setan, saya sudah pernah grepe toket bule. Yaho!
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd