2
Bahkan Pendekar Kembar dari Siauw Lim Sie, Kwi Beng dan Kwi Song ketika diberitahu korban termakan totokan khas mereka Tam Ci Sin Thong, menjadi kaget dan berkeras memberi bantuan penjagaan bagi Bu Tong Pay. Karena kondisi yang memang meningkat panas dan berbahaya, akhirnya Kwi Beng diminta membantu penjagaan disekitar jenasah, sementara Kwi Song menjaga sekitar kuil Bu Tong Pay, minus ruangan dalam perguruan itu. Sementara Sian Eng Cu setelah mendapat bantuan Souw Kwi Beng, pada akhirnya memutuskan untuk ikut membantu perondaan di batas-batas penjagaan terluar.
Meski awalnya Kwee Siang Le mencurigai kedua pendekar asal Siauw Lim Sie, tetapi ketika Tong Li Koan sutenya dan Liang Mei Lan menegaskan integritas kedua Pendekar Kembar itu, akhirnya kecurigaan itu berangsur berkurang. Apalagi, sumoynya telah memberikan penjelasan, bahwa sejak memasuki pintu masuk Bu Tong Pay, Pendekar Kembar memilih jalur yang berbeda dengan jalur dimana terjadi pembunuhan anak murid Bu Tong Pay yang berjaga. Karena itu, sangat tidak beralasan mencurigai kedua pendekar kembar yang justru sudah banyak saling membantu dengan Mei Lan dalam pertempuran melawan Thian Liong Pang beberapa bulan sebelumnya.
Sementara itu, kekisruhan kembali terjadi di tapal batas sebelah timur dari jalur masuk utama. Tiba-tiba meluruk sesosok tubuh tinggi besar kearah. Ornag bertubuh tinggi besar itu nampak menjulang, tetapi nampaknya rada-rada dogol. Begitu bertemu 7 murid Bu Tong Pay dari angkatan ke tiga, termasuk cucu-murid Ciangbundjin Bu Tong Pay, tokoh ini langsung ber-hahaha hihihi tidak keruan dan kemudian bertanya:
Inikah jalan masuk menuju Bu Tong Pay? tanya si tinggi besar yang rada ketolol-tololan itu sambil cengar-cengir. Sekali lihat, murid-murid Bu Tong Pay telah paham dengan orang macam apa mereka sedang berhadapan. Meskipun, mereka tidak seratus persen benar.
Benar, siapakah sicu yang gagah perkasa? guna menjaga sopan-santun, tetap para murid menyapa dengan sopan.
Hehehehe, masak kalian tidak mengenali aku? demikian jawaban si tinggi besar dengan lagu yang dogol.
Maafkan jika kami kurang mengenal sicu kembali seorang murid Bu Tong Pay menjawab dengan tetap tidak meninggalkan sopan santunnya, meskipun rada geli melihat si tinggi besar yang agak dogol itu.
Masak Gu Kok Ban tidak kalian kenal, keterlaluan? bertanya si tinggi besar dengan gaya kebodoh-bodohannya. Tetapi, sialnya memang nama itu tidak dikenal oleh para murid yang berjaga. Yang mengenal banyak tokoh silat utama hanyalah murid yang menjaga pintu gerbang utama, gerbang resmi memasuki Bu Tong Pay. Padahal Gu Kok Ban Houw Pah Ong (Raja Harimau Bengis) sebetulnya bukan bernama kecil, meskipun memang agak dogol.
Gu Kok Ban sudah terkenal sejak 25 tahun sebelumnya. Dia terutama dikenal dengan kekuatan tenaga gwakang yang luar biasa. Usianya sudah sekitar 50 tahunan, tetapi memang sedikit ketolol tololan dan karenanya sangat senang diumpak orang. Julukannya Raja Harimau Bengis sebenarnya olok-olok dunia persilatan kepadanya, tetapi itupun dengan senang dan bangganya dia menyandang gelar itu. Dia berada di antara golongan hitam maupun putih. Atau lebih tepatnya, tergantung siapa yang memanas-manasinya atau memanfaatkan kebodohannya untuk kepentingan yang bersangkutan. Seperti hari ini, dia nampaknya dimanfaatkan oleh orang yang memilkii kepentingan tersendiri. Sejenis intrik untuk memasuki Bu Tong Pay, entah dnegan maksud apa.
Maaf, maaf, kami kurang menghormati Gu Kok Ban Houw Pah Ong. Tetapi, bolehkah kami tahu, mengapa justru sicu tidak mengambil jalan utama dan justru mengambil jalan yang sulit ini? tanya kembali sang murid penjaga.
Apa ....? Si manusia hijau itu menyuruhku jewat jalan ini. Katanya lebih cepat bertemu dengan para pendekar hebat yang termasuk dalam daftar 10 besar itu, apakah keliru? ..... hehehe si Raja Harimau Bengis yang dogol bertanya sambil cengengesan. Tetapi, untungnya tidak diladeni dengan emosi oleh para penjaga.
Engkau keliru Houw Pah Ong, justru jalanan ini menuju ke areal hutan dan berliku liku hinga memasuki kuil Bu Tong Pay. Jika engkau masuk lewat pintu utama di sebelah barat, maka engkau akan mudah menjangkau kuil Bu Tong Pay jelas si penjaga dengan lembut kepada si Dogol.
Wuaduh, bagaimana ya? Si Manusia Hijau menyuruhku dengan sangat yakin, bahwa aku harus melalui arah ini. Dia berkata bahwa dia menjamin dengan kepalanya si Dogol nampak kebingungan. Dan memang dia selalu demikian. Bingung memilih dan memisahkan mana tipuan dan mana yang benar.
Siapa sebenarnya Manusia Hijau itu Houw Pah Ong? penasaran seorang murid bertanya kepada si Dogol.
Manusia hijau ya manusia hijau, menggunakan jubah dan penutup muka warna hijau, masa begitu saja engkau tak tahu, bodoh sekali? si Dogol sedikit jengkel, karena dia bingung harus memilih arah yang mana.
Meski dimaki bodoh, tetapi para penjaga tidak menjadi marah. Karena lama-kelamaan mereka semakin yakin jika di hadapan mereka berdiri seorang manusia dogol meskipun berbadan tinggi besar dan berjulukan Raja Harimau Bengis. Dan nampaknya, manusia dogol ini benar tengah dimanfaatkan orang lain. Karena itu, meski sambil senyum-senyum masam, mereka sudah meningkatkan kewaspadaan masing-masing.
Maaf, maaf jika demikian. Tetapi yang pasti, si Manusia Hijau telah membohongimu karena jalanan ini menuju hutan dan berputar jauh sebelum memasuki Kuil Bu Tong Pay tegas seorang murid sambil tetap santun. Kali ini, karena maklum yang dihadapi sadalah seorang dogol yang sedang dikerjai orang.
Tetapi anehnya, si Dogol Houw Pah Ong tetap berkeras dengan jalanan pilihannya. Diapun menegaskan: Tetapi baru saja si Manusia Hijau kembali menegaskan bahwa memang inilah jalanannya, dan bahwa jalanan ini membawaku lebih cepat bertemu para jago di daftar 10 besar pendekar top itu
Lama-kelamaan, meskipun sadar ada yang menjadi backing ataupun sekaligus mengerjai si Dogol, murid-murid Bu Tong Paypun jadi kebingungan dan kehabisan akal menghadapi si dogol itu. Maka si pemimpin penjaga akhirnya ber suara:
Houw Pah Ong, siapapun dilarang masuk melalui jalur ini. Karena jalur ini tertutup dan menuju ke jalan berliku yang justru tidak langsung menuju ke Kuil Bu Tong Pay. Siapapun yang melewati jalur ini, berarti memiliki maksud lain yang tidak baik bagi kami Bu Tong Pay, karena itu, maafkan kami jika tidak membiarkanmu lewat jalanan yang satu ini, silahkan kembali ke jalur utama sebelah barat sana
Diperlakukan demikian, si Dogol otomatis meradang. Orang seperti ini memang harus ditangani secara lunak, jika ditentang dan dikonfrontasi, maka dia pasti meradang. Seperti sebelumnya, ketika ditegur secara baik-baik dia mampu menerima, tetapi begitu disalahkan, otomatis pertimbangan rasionalnya buntu, dan ujungnya adalah marah.
Kurang-ajar, muter-muter kesana kemari ujungnya tetap tidak boleh. Kalau begitu, biar kuterobos saja ......
Dan sambil berkata begitu, si Dogol Houw Pah Ong telah maju melangkah. Dan otomatis, langkahnya dihalangi salah seorang murid penjaga. Hanya saja, begitu mendorong dengan lengannya, si murid angkatan ketiga sudah merasa kurang beres, karena pedangnya mencong kekiri, sementara angin pukulan dahsyat lawan terus memburunya. Otomatis dia membuang tubuhnya ke samping karena merasa tidak sanggup membentuk pukulan luar lawan yang sangat hebat.
Melihat seorang kawan mereka dalam satu kali gebrakan telah terpental kesamping, otomatis kawan-kawan yang lain segera mengepung dan menahan langkah maju Houw Pah Ong. Dan Houw Pah Ong yang tidak suka banyak bicara tetapi lebih suka banyak bekerja telah menerjang mereka dengan pukulan luarnya yang memang menderu sangat hebat. Tetapi, kali ini dia menghadapi kerjasama beberapa orang yang sanggup saling melindungi dan bekerjasama dengan baik. Maka tertahanlah si Dogol dalam pertempuran tersebut.
Hanya saja, para murid Bu Tong Pay itu tidaklah begitu mengenal tokoh yang satu ini. Meski dogol agak bodoh, tetapi dia memiliki kekuatan tenaga luar yang memang sangat hebat dan juga memiliki ketangkasan mengagumkan. Bagi mereka yang banyak bergaul dengan rimba persilatan, maka mereka paham betul sampai dimana kehebatan si Dogol yang sangat gampang dipermainkan orang. Begitupun, dia membekal ketangkasan yang juga cukup hebat dan menjadi salah satu tokoh antara hitam dan putih yang cukup dimalui orang.
Setelah terkurung beberapa saat dalam lingkaran pedang para pengurungnya, tiba-tiba Houw Pah Ong mengeluarkan gerengan khas harimau, darimana nama julukannya dia peroleh. Dan diapun menyerang lingkaran pertempuran dengan tidak takut terhadap senjata pedang lawan. Nyata, bahwa dia telah mengerahkan kekuatannya ke kedua cakar tangannya dan tidak takut bersentuhan dengan ketajaman pedang lawan.
Serangannya membuat lingkaran pertempuran menjadi goyah. Terlebih karena cakar harimaunya mampu menolak balik dan bahkan mematahkan 2 buah pedang dari pengeroyoknya. Untungnya batang pedang lainnya sudah menyerang Houw Pah Ong di tempat-tempat berbahaya, hingga kedua kawan mereka bisa meloncat mundur untuk kemudian kembali menyerang. Hanya saja, meski serangan mereka masih cukup baik, tetapi sudah jelas akan dapat dibobol si dogol Houw Pah Ong yang kini tertawa-tawa kegirangan.
Hehehe, sebaiknya beri jalan buatku, jika tidak semua pedang kalian bakalan patah begitu si Dogol sambil bertarung masih sempat-sempatnya mengingatkan para pengeroyoknya. Hal yang tentu saja tidak diindahkan oleh murid-murid Bu Tong Pay yang memang mendapatkan instruksi keras agar jangan ada seorangpun yang menyusup melalui jalur timur ataupun jalur utara. Terutama jalur utara, dimana sudah ada 4 orang anak murid yang menjadi korban, terbunuh lawan yang mencoba menyusup masuk.
Tetapi meskipun berkeras bertahan, sudah cukup jelas bahwa serangan dan keroyokan mereka sama sekali tidak merepotkan si Dogol. Sebaliknya, kembali sudah ada sebatang pedang mereka yang patah bertemu dengan cakar harimau si Dogol yang seperti bertarung seenaknya saja. Dan jika diteruskan, bisa ditebak dalam waktu beberapa kejap lagi, maka korban manusia akan mulai berjatuhan. Apalagi, Houw Pah Ong nampak tidak segan-segan menurunkan tangan kejam jika kesempatan itu pada akhirnya datang.
Hanya saja, tiba-tiba tanpa sepengetahuan semua orang yang sedang bertempur sudah bertambah dengan seorang Pendeta Bu Tong Pay. Bahkan, tak berapa lama kemudian, bertambah lagi dengan seorang nona cantik jelita yang kedatangannya bahkan seorang Jin Sim Todjin tidak sanggup melacaknya. Tahu-tahu sudah berada disampingnya dan berbisik:
Ji suheng, bagaimana ....? tanya si nona cantik yang ternyata adalah Liang Mei Lan, murid bungsu Wie Tiong Lan.
Anak-anak nampaknya sudah sulit bertahan. Apakah jalur utara masih bisa ditahan? bertanya Jin Sim Todjin
Sam Suheng sudah berangkat kesana, dan jika tidak salah kita kedatangan setidaknya 2 sahabat baik yang berkemampuan sangat tinggi jelas Mei Lan yang membuat Jin Sim Todjin tercengang. Dia memang tahu kemampuan siauw sumoynya telah melampaui mereka semua, ketiga suhengnya, tetapi belakangan ini dia semakin heran dengan kemajuan sang sumoy yang seperti tak ada batasnya. Bahkan sanggup melacak suatu kejadian yang terjadi jauh dari keberadaan dirinya. Sungguh mengagumkan.
Siauw sumoy, nampaknya anak-anak sudah susah bertahan dan sambil berkata demikian, Jin Sim Todjin kemudian melangkah maju sambil berkata:
Houw Pah Ong, apa maksudmu membuat keributan di jalur terlarang ini? Sambil berkata demikian, Jin Sim Todjin sudah melangkah mendekati area pertempuran. Dan sambil bicara tangannya sudah menyerang lengan cakar harimau Houw Pah Ong yang kini mulai mengancam tubuh murid-muridnya.
Murid-murid Bu Tong Pay begitu melihat salah seorang sesepuh mereka sudah mencampuri area pertempuran, segera mengundurkan diri. Termasuk salah seorang dari mereka yang baru saja terancam pukulan serius Houw Pah Ong. Begitu terselamatkan, orang itupun bersyukur, karena jika tidak, bisa dipastikan dia bakalan mengalami luka serius dibawah ancaman cakar harimau Houw Pah Ong.
Sementara itu, benturan antara Houw Pah Ong dengan Jin Sim Todjin tidak terhindarkan lagi : Plakkkkkk ....
Kali ini Houw Pah Ong menemukan tandingannya dan tidak bisa lagi ketawa-ketiwi atau cengengesan seperti sebelumnya. Karena dihadapannya kini adalah salah seorang tokoh Bu Tong Pay, Jin Sim Todjin, yang juga adalah salah seorang murid Wie Tiong Lan Pek Sim Siansu. Dengan kekuatan Pik Lek Ciang, Jin Sim Todjin tidak takut membentur cakar harimau lawan, dan akibatnya cakar harimau itu yang kehilangan wibawa.
Tapi dasar dogol, Houw Pah Ong tidaklah terlampau perduli dengan keadaannya. Tidak perduli apakah dia menang atau kalah, selama belum tersakiti dan masih sanggup melakukan perlawanan, baginya dia sama sekali belum kalah. Meski demikian, dia tahu jika lawannya kali ini jauh lebih berisi. Terbukti dari cakar harimau yang digunakannya mampu diselewengkan oleh pukulan lawan yang kini berhadapan dengan dirinya.
Hehehe, siapakah tuan? Hebat juga, engkau mampu memukul cakar harimauku sampai mencong kekanan
Jin Sim Todjin yang sekali pandang sudah mengenal tokoh bernama Houw Pah Ong ini menjadi heran. Dia tahu sekali reputasi tokoh bukan hitam bukan putih ini, dan dia bertanya-tanya, siapa gerangan tokoh yang memanasi Houw Pah Ong ini hingga meluruk ke Bu Tong Pay? Sebab setahunya, tokoh seperti Houw Pah Ong gampang sekali dipanas-panasi orang. Adakah hubungannya dengan daftar itu? bertanya tanya Jin Sim Todjin dalam hatinya.
Sementara itu, si Dogol Houw Pah Ong melihat Jin Sim Todjin terdiam dan tidak mengeluarkan suara, sudah kembali berkata:
Si manusia hijau mengatakan kalau melalui jalanan ini, akan cepat bertemu beberapa tokoh dalam daftar 10 besar Pendekar, apa benar begitu Pendeta?
Pertanyaan ini menegaskan benarnya dugaan Jin Sim Todjin, sekaligus membuat Mei Lan kaget setengah mati. Benar-benar berabe jika aku harus menghadapi gangguan tokoh-tokoh seperti Houw Pah Ong ini pikirnya. Sementara itu, Jin Sim Todjin sambil memandang Houw Pah Ong dengan pandangan berkasihan telah berkata kembali:
Houw Pah Ong, dengan mengambil jalanan ini, artinya engkau tidak menghormati Bu Tong Pay karena mengambil jalan menyusup secara diam-diam. Engkau bukan saja tidak menghormati Bu Tong Pay, malahan engkau dituntun manusia hijau itu untuk tersesat jauh ke hutan di belakangku dan membutuhkan waktu panjang untuk sampai ke Bu Tong Pay
Benarkah demikian, tapi si manusia hijau itu mengatakan kalau melalui jalur disini aku bisa bertemu tokoh-tokoh hebat di daftar 10 pendekar besar dan aku akan bisa mencoba kepandaian mereka
Kenalkah engkau dengan manusia hijau itu?
Tidak, hehehe
Bagaimana engkau percaya kalau omongannya itu benar?
Hehehe, iya juga
Aku adalah sesepuh Partay Bu Tong Pay dan memberitahumu, bahwa jalanan menuju Bu Tong Pay dimana mungkin engkau menemukan salah seorang tokoh di daftar itu, berada di pintu Barat, bukannya disini
Hehehe, apa benar begitu? sambil bertanya begitu, tiba-tiba nampak pergerakan aneh dari si manusia dogol Houw Pah Ong. Dan setelah itu, sambil tertawa-tawa kemudian dia memandang Mei Lan sambil berkata:
Bukankah dia juga ada di dalam daftar itu ... hehehe, tetapi karena melihat Liang Mei Lan adalah seorang gadis yang masih muda, si Dogol menjadi ragu-ragu untuk menyerang. Dia menyangsikan bahwa gadis secantik dan semuda ini duduk dalam daftar 10 besar pendekar Tionggoan meski dia tahu ada beberapa nama perempuan dalam daftar itu.
Jin Sim Todjin terkejut. Tetapi, ketika melihat Houw Pah Ong berjalan mendekati sumoynya, dengan cepat dia menghadang sambil berkata:
Sudah kujelaskan kepadamu secara baik-baik, mengapa tidak mencari jalan menuju Bu Tong Pay yang benar?
Hanya saja, si Dogol yang melihat jalanannya dihadang orang, sudah dengan cepat menyerang lawan buat menyingkirkannya dari hadapannya. Dan dengan cepat kedua orang itu kembali saling menyerang dengan Jin Sim Todjin yang berusaha untuk menahan diri agar tidak menurunkan tangan keras.
Sementara itu Mei Lan telah menyadari sesuatu dengan cepat. Diapun mengirimkan suara jarak jauh kepada suhengnya:
Ji Suheng, si manusia hijau yang bermaksud mengacau mengendalikan orang ini dari kejauhan. Barusan dia mengirimi kabar kepada Houw Pah Ong melalui ilmu penyampai suara dari jarak jauh. Uruslah manusia ini, biarlah kucari manusia pengacau itu sambil berkata demikian Liang mei Lan telah berkelabat lenyap tanpa suara, Houw Pah Ong tidak tahu bahwa Mei Lan lenyap dari sekitar arena tersebut.
Pertarungan mereka berjalan terus, hanya jika Houw Pah Ong menyerang dengan penuh semangat, adalah Jin Sim Todjin yang meladeni dengan terus menahan diri. Dia sadar sedang berhadapan dengan orang yang rada dogol dan orang itu dimanfaatkan pihak lain untuk mengacaukan konsentrasi Bu Tong Pay. Karena itu, meskipun serangan lawan bertubi-tubi, tetap saja Jin Sim Todjin meladeninya dengan lebih banyak menahan diri.
Padahal Houw Pah Ong telah meningkatkan tenaga serangannya, dan kini cakar harimaunya menderu-deru mengincar banyak bagian tubuhnya. Pada saat itulah Jin Sim Todjin sadar, bahwa lawannya memang tidak bernama kosong dan benar memiliki tenaga kasar yang luar biasa kuat. Dia sendiri sadar bahwa menghadapi tenaga kasar sebesar itu, membutuhkan keuletan dan keseriusan jika tidak mau mengalami kecelakaan di tangan lawan. Karena itu, Jin Sim Todjin akhirnya kembali menggunakan Pik Lek Ciang, dan dengan jalan itu dia meladeni kekuatan lawan dengan lebih banyak memukulnya dari samping.
Luar biasa, jika suhu tidak membimbingku beberapa bulan terakhir, akan sangat sulit mengatasi tokoh ini dalam hatinya Jin Sim Todjin mengakui kehebatan lawannya. Terutama kekuatan tenaga luarnya yang hebat. Tapi kini, dengan Pik lek Ciang, dia tidak begitu khawatir lagi dengan membentur cakar lawan, meski tetap tidak menerimanya secara berhadapan, melainkan membenturnya dari samping hingga memunahkan kehebatan cakar harimau itu.
Hehehe, kakek tua, engkau hebat juga si Dogol malah semakin bersemangat, sambil memuji lawannya dia kembali menyerang. Hanya saja, kali ini Jin Sim Todjin telah menemukan cara yang tepat untuk melawannya. Karena selain mengerahkan Pik Lek Ciang, kinipun dia mulai memainkan Thai Kek Sin Kun yang membuatnya alot dalam bertahan dan secara perlahan menguras kekuatan tenaga luar lawan. Benar saja, semua pukulan membadai Houw Pah Ong jika tidak hanyut oleh tenaga lemas Jin Sim Todjin, pastilah rusak dibentur oleh Pik Lek Ciang dari samping, atau kadang malah Jin Sim Todjin membenturnya dari depan.
Si Dogol yang tidak mengetahui strategi lawan, terus menyerang secara menggebu-gebu. Sayang dia tidak mengetahui bahwa Jin Sim Todjin memang memberinya peluang melakukan seperti itu guna menundukkannya secara halus. Meskipun jika menyerang dengan ilmu-ilmu andalannya diapun bisa memenangkan pertempuran, tetapi adalah jauh lebih baik mengalahkan orang secara halus. Inilah sebabnya Jin Sim Todjin tidak banyak membalas serangan lawan.
Setelah bertarung beberapa lama, di arena itu telah kembali muncul Liang Mei Lan yang nampaknya tidak menemukan si manusia hijau. Karena khawatir dengan keadaan ji suhengnya, maka Liang Mei Lan sudah dengan cepat kembali ke arena pertempuran. Dan dia melihat bagaimana suhengnya meladeni si manusia dogol dengan gaya dan caranya sendiri. Meski gemas, tetapi Mei Lan memang sangat mengenal ji suhengnya. Tokoh Bu Tong Pay yang saleh, yang rada-rada alim dan penyayang orang itu.
Sementara itu, Houw Pah Ong telah tiba di puncak penggunaan ilmunya dengan menggunakan jurus Hek*houw-phok-thouw (Macan Hitam Menubruk Kelinci). Tubuhnya yang tinggi besar memang tepat diibaratkan sebagai HARIMAU HITAM atau MACAN HITAM, dan kedua cakarnya bagaikan sedang menerjang kelinci untuk dijadikan makanan. Tetapi, sayangnya Jin Sim Todjin bukanlah mangsa empuk baginya, sebaliknya justru dia yang sedang mengincar si harimau dogol itu untuk ditaklukkan dengan kelemasan tenaganya.
Dengan gaya khas yang lentur dalam jurus Kim-eng-hoan-sin (Garuda Emas Membalikkan Tubuh), Jin Sim Todjin mengerahkan nyaris tiga perempat bagian iweekangnya. Dibutuhkannya untuk melibas serangan lawan, sambil kemudian melontarkannya dengan menggunakan kekuatan lawan yang dikerahkan guna menyerangnya. Dia paham, bahwa Houw Pah Ong telah banyak menguras tenaga, dan telah diperhitungkannya dengan baik, bahwa dengan tiga perempat bagian tenaga dalamnya dia akan mampu dan bisa melontarkan tubuh Houw Pah Ong ke belakang. Dan itulah yang dilakukannya.
Benar saja, ketika kedua cakar yang menderu kencang itu menerjang datang, dengan gesit dan sebat Jin Sim Todjin memapaknya dari samping sambil menggeser tubuh dalam kecepatan tinggi. Selanjutnya dia melibas tubuh lawannya dan membuat si Dogol berkurang banyak tenaga luarnya, dari samping, dia berhasil melibas kekuatan lawan dan dengan tenaga dalamnya dia mampu melontarkan tubuh si dogol ke belakang. Untungnya Jin Sim Todjin memang tidak berniat melukai lawannya, jika tidak tubuh si Dogol pastilah sudah terluka parah.
Dasar dogol, dia sama sekali tidak merasa jika lawan sudah mengalahkan dan mengampuninya. Dari seharusnya menerima kekalahan, justru si Dogol menjadi marah. Ketika sadar dari pening akibat terlempar, dia menemukan bahwa orang terdekatnya adalah Mei Lan. Repotnya, dia tidak mampu membedakan mana Mei Lan dan mana Jin Sim Todjin karena kepalanya masih berkunang-kunang. Sambil menggeram dia menyerang Liang Mei Lan yang dalam pandangannya sama saja dengan orang lain, yakni manusia, tanpa sanggup membedakannya perempuan ataukah laki-laki.
Serangannya yang membuta mengenai sasaran dengan telak: Dukkkkkkk, tetapi selain karena tenaganya sudah banyak berkurang karena kelelahan diapun memang berjarak jauh dengan kemampuan Mei Lan. Karena itu, serangannya dengan sepenuh tenaga membentur Mei Lan yang telah melindungi dirinya dengan kekuatannya. Pukulan si Dogol bagai melekat, meskipun tidak sampai mengenai perut Mei Lan. Tetapi tangannya tak sanggup lagi bergerak karena dilibas oleh kekuatan lemas yang bagaikah melolohi segenap kekuatannya hingga akhirnya dia tersungkur lemas dihadapan Mei Lan.
Mengikuti teladan ji suhengnya, Mei Lan tidak ingin menurunkan tangan kejam kepada Houw Pah Ong, melainkan mempercepat proses mengurangi tenaga si Dogol sebagaimana yang dilakukan ji suhengnya. Dan karena kekuatannya memang jauh melampaui ji suhengnya, tidak lama kemudian Houw Pah Ong kehabisan tenaga dan tersungkur lemas. Tetapi, karena hanya kelelahan dan kehabisan tenaga, Houw Pah Ong dengan cepat menemukan kesadarannya. Dan seperti biasanya, jika sudah dalam keadaan demikian, maka si Dogol pastilah akan takluk dan mengakui kekahalannya.
Dan benar saja. Hanya, begitu menemukan bahwa yang ternyata menguras tenaganya adalah sang Dara yang tercantum dalam daftar 10 jago top Tionggoan, si Dogol termangu-mangu:
Waaaaaaaaaah, ternyata engkau memang hebat ... Houw Pah Ong mencoba untuk berdiri. Tenaganya mencukupi untuk sekedar berdiri, tetapi tidak mencukupi untuk menyerang atau bertarung lagi.
Engkau memiliki tenaga luar yang hebat Houw Pah Ong puji Mei Lan tulus. Pujian yang membuat si Dogol terhenyak, dan setelah dipandanginya sekian lama wajah Mei Lan, wajahnya tiba-tiba nampak sedih. Mei Lan sama sekali tidak marah dipandangi si Dogol, karena nampak jelas kalau pandangan matanya tidak mengandung sinar berahi, tetapi memandangnya secara aneh. Pandang mata yang menyejukkan dan dibarengi dengan perasaan sedih seorang laki-laki. Mei Lan sebaliknya merasa terharu.
Dan episode ini yang kemudian membawa hubungan dekat antara kedua anak manusia itu. Sejak hari itu, si Dogol Houw Pah Ong telah menyatakan diri mengikuti si Dara Sakti Liang Mei Lan. Bukan sebagai murid Bu Tong Pay, tetapi sebagai pelayan Liang Mei Lan. Mengapa?
==================
Di bagian lain mengarah ke Bu Tong San, nampak seorang Nenek yang sudah agak tua, mungkin sudah berusia sekitar 80-tahunan. Meski terlihat berjalan secara perlahan, tetapi jarak yang ditempuhnya sama dengan orang yang berlari sangat cepat. Dia memang menyusuri jalanan umum, tetapi Nenek ini selalu mengambil jalur di tepian jalanan tersebut. Dia mengambil jalur tepian atau malahan agak kedalam hutan. Sepertinya Nenek ini tidak ingin jejaknya diketahui orang banyak. Itulah sebabnya dia berkeputusan mengambil jalur tidak biasa. Tetapi, begitupun di jalur tidak umum itu, si Nenek seperti tidak mengalami kesukaran untuk berjalan atau berlari dengan cepat.
Dan setelah berlari dan berjalan sekian lama, pada akhirnya si Nenek menemukan sebuah petunjuk. Sebuah papan yang dilekatkan pada sebatang pohon, meski berjarak hampir 100 meter dari tempatnya berdiri masih bisa dibacanya. MEMASUKI WILAYAH BU TONG PAY. Si Nenek yang memang sangaja mengambil jalur yang rada tidak biasa nampaknya menghindari banyak para pengguna jalan umum yang juga mengambil arah yang sama.
Di balik papan petunjuk Memasuki Wilayah Bu Tong Pay terdapat sebuah jalan yang nampaknya menjadi jalan utama menuju ke Bu Tong Pay. Terbukti dari jalur itu tertata rapih, jalanan selebar sekitar 2 meteran dan di samping kiri dan kanannya ditanami dengan tanaman khas pegunungan Bu Tong. Itulah jalur utama menuju Bu Tong San, dan nenek ini bersiap memasuki atau mengambil jalur itu. Tetapi, si nenek menunggu sampai beberapa orang berjalan masuk menyusur jalanan itu baru dia memutuskan untuk menyusul.
Hari sudah mulai menjelang malam hari, sore hari mulai menjelang pergi guna menjemput kegelapan malam. Itulah sebabnya, pendatang-pendatang yang memasuki jalur utama dengan cepat pergi dan kemudian tak terlihat lagi. Maka si Nenek mengambil keputusan untuk bergerak mengarah ke jalur utama itu. Tetapi, telinganya yang tajam tiba-tiba menangkap kesiur angin yang sangat halus, tanda seorang yang mengerahkan ginkang sedang bergerak mendekat.
Benar saja, seseorang bergerak tiba dengan kesiur angin yang sangat halus nyaris susah ditangkap telinga manusia biasa. Dan orang itu bergerak dengan pesat sampai berjarak 50 meteran dari papan petunjuk batas wilayah, untuk kemudian dengan cepat membelok ke-kiri. Larinya begitu pesat tanda seorang yang berilmu sangat tinggi. Tetapi mengapa melalui jalur samping? Sungguh sebuah tindakan yang mencurigakan. Otomatis si nenek menjadi sangat tertarik, meskipun bekum muncul niatnya untuk membuntuti. Sebaliknya, si Nenek memutuskan untuk mengambil jalur umum dengan tidak menghiraukan orang yang mendahuluinya barusan dengan mengambil jalur tidak baisa.
Tetapi, belum lagi si Nenek bergerak, telinganya yang tajam kembali menangkap sesuatu yang aneh, yakni kesiur angin orang berlari, tetapi yang jauh lebih halus lagi. Bahkan orang berilmu tinggipun belum tentu akan sanggup mendengarnya. Hmmm, jika aku telah bergerak sebelumnya, belum tentu sanggup menangkap kesiur angin orang berlari itu si Nenek dalam hatinya. Dan benar saja, tiba-tiba dua sosok bayangan kembali berkelabat, jauh lebih pesat dan bagai tidak menginjak bumi. Hanya saja, sama dengan bayangan pertama, kedua bayangan itu mengambil arah ke-kiri dan bukannya melalui jalur utama.
Tetapi yang kemudian membuat si Nenek tertegun adalah, ketiga bayangan tersebut sama-sama menggunakan JUBAH HIJAU. Dan, jika seperginya bayangan pertama belum menimbulkan niatnya untuk membuntuti, maka melihat kenyataan bahwa mereka menggunakan jubah dan kedok hijau membuat niatnya untuk membuntuti menjadi besar. Sesuatu yang aneh dan pastinya akan merugikan Bu Tong Pay nampaknya bakalan terjadi demikian si Nenek berpikir dan pada akhirnya telah memutuskan untuk membuntuti orang-orang berjubah dan berkedok hijau itu. Hanya, dia menunggu beberapa saat, khawatir tiba-tiba masih ada lagi tokoh berjubah hijau lainnya yang menyusul.
Tetapi, setelah menunggu beberapa saat dan menggunakan daya dengar jarak jauh dengan ilmu sejenis thing-hong-pian-ki (mendengar suara membedakan senjata), segera dia tahu jika penyelundup itu hanya berjumlah 3 orang. Maka secara hati-hati, diapun membuntuti ketiga orang berjubah hijau yang telah berjalan terlebih dahulu daripadanya. Dengan terus berhati-hati dan mengerahkan ilmunya, Nenek itu terus berjalan maju dengan mengikuti arah dan jalur yang diambil ketiga manusia berkedok dan berjubah hiau itu.
Ada kurang lebih setengah jam dia membuntuti ketiga orang berjubah hijau itu, sampai akhirnya dia mendengarkan bentakan-bentakan tanda sedang terjadi pertempuran. Padahal daerah itu masih daerah yang berhutan lebat, tetapi jika di pandangi lebih jauh, memang area itu merupakan area yang tepat untuk mendaki ke Bu Tong San dari arah utara. Meskipun medannya terlihat teramat sulit untuk dilalui dan dilewati tetapi tetap saja area itu menjadi pilihan baik bagi mereka yang ingin menyelundup masuk.
Dari kejauhan, si Nenek menyaksikan seorang berjubah hijau yang sedang dalam kepungan 7 orang murid Bu Tong Pay. Namun, gerakannya demikian indah dan ringan, sehingga kepungan itu tidaklah berarti banyak baginya. Tetapi, si Nenek tidak menemukan kedua manusia berjubah hijau lainnya. Kemana mereka? tanya si Nenek dalam hati. Si Nenek telah mendengarkan keperwiraan Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan dan Bu Tong Pay, karena itu secara otomatis dia telah berpihak kepada Bu Tong Pay.
Tiba-tiba terdengar suara ramai dari arena pertempuran, dan bahkan kemudian disusul dengan suara keluhan:
Aaaaaauuuuucccccggghhhhhh tanda bahwa ada korban. Benar, dua orang dari 7 murid Bu Tong Pay telah menjadi korban dari si jubah hijau. Tetapi, ketika yang sama, tiba-tiba berkelabat sesosok tubuh dengan kecepatan tinggi, yang langsung menyambut serangan maut si jubah hijau ke arah murid yang lainnya:
Srrrrrrtttttttt, cuasssssss ....
Terjadi benturan yang cukup hebat antara si pendatang dari pihak Bu Tong Pay dengan si Jubah Hijau. Sebuah benturan yang mengejutkan bagi kedua pihak karena menyadari bahwa lawan ternyata tidaklah ringan. Terlebih bagi si Jubah Hijau. Dia menyadari jika lawan yang datang nampaknya bukan lawan ringan karena mampu menolak dan menetralisasi kemampuan serangan jari tangannya yang biasanya sangat ampuh. Sebaliknya si pendatang sudah berseru:
Hmmmm, Tam Ci Sin Thong. Engkau rupanya yang membunuh beberapa anak murid Bu Tong Pay sehari sebelumnya
Hahaha, hebat, hebat. Sian Eng Cu, kepandaianmu rupanya telah meningkat demikian hebat akhir-akhir ini, sungguh mengagumkan desis si Jubah Hijau, yang rupanya sudah saling mengenal dengan Sian Eng Cu Tayhiap, murid ketiga dari Wie Tiong Lan Pek Sim Siansu.
Hmmm, tidak di Thian Liong Pang, ternyata dimana saja engkau pergi dan berada selalu menghadirkan kekisruhan. Sayang engkau tidak ikut tertumpas di markas besar Thian Liong Pang Sian Eng Cu Tayhiap sendiri ternyata telah mengenal tokoh dibalik jubah hijau tersebut.
Sementara itu, si Nenek telah mendatangi arena lebih dekat lagi. Itu disebabkan dia telah dapat menjangkau dimana persembunyian kedua tokoh berjubah hijau lainnya yang malah kehebatannya masih melebihi tokoh pertama yang kini sedang berhadapan dengan Sian Eng Cu Tayhiap. Kedua tokoh lainnya ternyata tidak berada jauh dari arena, dan khawatir keduanya main gila, si Nenek kemudian bergerak mendekati arena. Dan sudah bisa dipastikan, jika kedua tokoh itupun sudah mencium jejaknya.
Sementara itu, Sian Eng Cu Tayhiap telah terlibat pertempuran dengan si jubah hijau. Tidak tanggung-tanggung, kedua orang yang sudah saling kenal ini langsung terlibat perkelahian hebat. Sian Eng Cu telah memainkan ilmu kebanggaannya, yakni Pik Lek Ciang dan Sian-eng Sin-kun (Silat Sakti Bayangan Dewa). Kedua tangannya menjadi sekeras baja, semenntara gerakannya demikian cepat dan bagaikan bayangan bergerak. Sulitlah bagi lawan biasa untuk mengikuti pergerakannya saat itu. Sebaliknya, lawannya telah mengembangkan kedua ilmu saktinya, Hong Ping Ciang dan Tam Ci Sin Thong.
Hanya saja, Sian Eng Cu Tayhiap yang sekarang ini, telah maju jauh dibandingkan beberapa bulan sebelumnya. Menjelang akhir kehidupan gurunya, bukan saja telah mengajarnya dengan ilmu pamungkas Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan), yang sebelumnya hanya dikuasai Mei Lan; tetapi juga telah menyempurnakan Bu Tong Kiam Hoat, Bu Tong Kun Hoat, serta ilmu pusaka Bu Tong Pay lainnya. Belum lagi dengan warisan tenaga dalam gurunya di penghujung usia gurunya itu. Sian Eng Cu yang sekarang bagaikan harimau tumbuh sayap.
Karena itu, si jubah hijau menjadi sangat terkejut. Dia bukan saja menemui Sian Eng Cu yang lebih cepat, tetapi juga lebih kuat berlipat-lipat dari pertemuan mereka yang terakhir. Dia tidak sanggup lagi mengimbangi kecepatan dan kekuatan lawan, dan dalam waktu singkat Hong Ping Ciang dan Tam Ci Sin Thong yang hebat sajalah yang membuatnya masih bertahan. Tetapi yang pasti, varian ilmunya sudah sulit menandingi Sian Eng Cu yang kekuatannya sudah berlipat-lipat dibandingkan dengan keadaannya beberapa bulan sebelumnya. Padahal, diapun sudah dilatih oleh beberapa tokoh hebat lainnya.
Bahkan ketika dia mengerahkan Thian cik-sian Kun Hoat (Silat sakti dewa menggetarkan langit), sebuah ilmu rahasia andalannya, dia tak mampu menang. Tidak mampu mendorong tubuh Sian Eng Cu, tetapi dia tetap tergetar, sementara lawannya tetap mencecar dengan ilmu-ilmu sebelumnya. Dia penasaran karena dalam waktu singkat sudah jatuh terdesak hebat dibawah angin serangan lawannya yang memainkan ilmu-ilmu khasnya Sian Eng Sin Kun dan Pik Lek Ciang. Tidak perlu disangsikan, dalam waktu yang tidak akan lama dia pasti jatuh oleh serangan lawannya yang terus menerus mencecarnya dalam kecepatan tinggi dan dengan kekuatan membahana.
Untungnya, pertolongan baginya segera datang, pada saat dia dalam keadaan yang sangat terdesak. Ketika Sian Eng Cu kembali menyerangnya dengan kecepatan tinggi dengan menggunakan gerakan istimewa Hwai-tiong-po-gwat (Peluk Bulan Depan Dada) dan posisinya sudah salah langkah, tiba-tiba berkelabatlah sesosok bayangan menyerbu masuk ke gelanggang. Tapi, bukan, bukan hanya sesosok bayangan, melainkan ternyata ada 2 sosok bayangan.
Bayangan pertama menyerang Sian Eng Cu buat menyelamatkan si jubah hijau, dan bayangan kedua menyerang si pendatang baru yang juga sama berjubah hijau dengan orang yang akan ditolongnya. Ternyata kedua bayangan yang meluruk masuk arena memiliki niat yang berbeda, niat menolong orang yang berbeda dan karena itu, akhir dari benturan jadi berbeda.
Menyadari ada serangan yang ditujukan kepadanya, Sian Eng Cu telah mengatur tenaganya sedemikian rupa guna memapak serangan musuh. Dan secara otomatis, lawannya si jubah hijau, Bouw Lek Couwsu terlepas dari ancaman pukulannya. Diapun selamat. Sementara itu, melihat ada bayangan lain yang menolongnya, Sian Eng Cu terkejut, tetapi lengannya tetap berbenturan dengan penyerangnya, dan akibatnya dia terdorong satu langkah ke belakang. Untungnya si jubah hijau pertama, bouw Lek Couwsu sudah sedang melompat mundur ke belakang menyeleamatkan diri. Karena itu Bouw Lek Couwsu tidak berkesempatan menyerang Sian Eng Cu yang terdorong akibat benturan tadi.
Sementara si jubah hijau yang satunya lagi yang bertindak menyerang Sian Eng Cu, mendapati betapa kuatnya angin serangan dari si Nenek. Dia menjadi sangat terkejut karena tahu bahwa tenaga serangan si Nenek ternyata sangat membahayakan dirinya. Terlebih, dia sadar bahwa kekuatan si nenek ternyata tidak berada di sebelah bawah kemampuannya. Sementara dia telah sempat melepas serangan kepada Sian Eng Cu, untungnya serangan itu telah dikurangi kekuatannya. Dan akibat benturan itu adalah:
Dukkkkk, dukkkk dua kali terjadi benturan. Benturan pertama dengan Sian Eng Cu yang membuat Sian Eng Cu mundur satu langkah ke belakang. Benturan kedua adalah ketika si jubah hijau berbenturan dengan si Nenek dan menyebabkan dia terdorong sampai tiga-empat langkah ke belakang. Sementara si Nenek sama sekali tidak goyah dan apalagi terdorong ke belakang, menandakan betapa hebatnya Nenek tersebut.
Siapakah gerangan Nenek yang hebat itu? Dialah Toa Suci atau orang pertama dari Thian San Giokli, sesepuh atau Hu Hoat dari Lembah Salju Bernyanyi. Tokoh yang sedang memburu Toh Ling, murid pewaris Thian Tee Siang Mo yang telah membunuh kedua adik seperguruannya. Sementara si jubah hijau pertama yang bertarung dengan Sian Eng Cu tidak lain adalah Bouw Lek Couwsu, si pelarian dari Tibet dan menguasai Tam Ci Sin Thong dan beberapa ilmu Budha sejenis dengan yang ada di Siauw Lim Sie. Tokoh ini memang sudah lama bergabung dengan Thian Liong Pang yang sudah dibubarkan itu.
Pertempuran terhenti sejenak. Si jubah hijau yang baru datang dan berbenturan dengan si Nenek telah memandang takjub dan nyaris tidak percaya. Hanya, beberapa saat kemudian dia menjadi sadar dengan siapa dia berhadapan dan pada akhirnya diapun telah berkata ditujukan kepada si nenek:
Engkau tentu Thian San Giokli dari Lembah Salju Bernyanyi tegurnya.
Hmmm, dimana-mana kalian menggunakan jubah dan kedok hijau untuk membuat kekacauan. Tak nyana disinipun kalian berniat sama anteng saja si nenek menyahuti sambil menegur lawannya.
Sementara itu, Bouw Lek Couwsu dan Sian Eng Cu terkejut mendengar bahwa Nenek yang datang itu ternyata adalah Thian San Giokli yang dalam waktu singkat menjadi begitu terkenal. Bahkan menjadi tokoh di peringkat kedua dalam daftar 10 pendekar top Tionggoan. Karena itu, Sian Eng Cu telah menjura sambil berkata:
Terima kasih atas bantuan locianpwee, dan Nenek Sakti berpakaian putih itu mengangguk ramah kepada Sian Eng Cu yang menjadi bersimpati melihat si nenek yang berwatak perwira.
Hahahaha, engkau keliru jika menduga kami takut kepadamu Thian San Giokli. Coba engkau sambut seranganku seru si jubah Hijau sambil mengerahkan sebagian besar kekuatannya dalam serangannya itu.
Tetapi si Nenek juga tidak tinggal diam. Dengan tenang dikerahkannya Swat Im Kang kedalam tangannya dan dijulurkan menyambut serangan lawan. Dan terdengar suara benturan:
Dukkkkk .... si jubah hijau terdorong setengah langkah ke belakang dengan tubuh sedikit terpengrauh hawa dingin, sementara si nenek hanya bergoyang-goyang sedikit di tempatnya dan tidak sampai terdorong bergeser. Keadaan ini telah menegaskan siapa mengatasi siapa. Dan nampaknya si jubah hijau juga sadar jika nenek dihadapannya bukanlah lawan ringan. Seorang diri belum tentu dia menang, tetapi untuk misi malam ini, dia masih ditemani seorang yang lain, dan orang itu juga bukanlah orang sembarangan. Benar saja, tiba-tiba sesosok bayangan, juga berjubah hijau telah memasuki arena dan langsung menyerang si Nenek.
Kembali terjadi benturan ketika si Nenek menyambut serangan si jubah hijau yang satunya lagi:
Dukkkkkk ..... dan seperti tadi, si jubah hijau terdorong mundur sementara si Nenek hanya bergoyang-goyang di tempat. Tetapi, belum lagi dia kokoh berdiri, dia telah diserang si jubah hijau yang satunya lagi, maka bertempurlah keduanya dalam libasan ilmu-ilmu yang istimewa. Menyusul kemudiansi jubah hijau satunya lagi ikut masuk arena dan mengeroyok si Nenek sakti itu.
Sian Eng Cu yang melihat keadaan yang tidak adil itu telah mencoba melerai tetapi sudah diserang oleh Bouw Lek Couwsu. Pada akhirnya terjadilah pertempuran hebat di tempat itu dengan terbagi menjadi dua arena. Di arena pertama Sian Eng Cu yang bertarung hebat untuk cepat mengalahkan lawan guna menolong si Nenek. Dan arena lainnya adalah Nenek Thian San Giokli yang dikeroyok dua tokoh hebat berjubah hijau. Hebat pertarungan tersebut, terutama antara ketiga tokoh hebat yang bertanding dengan ilmu-ilmu berat.
Tetapi sayang, meski telah menggunakan Pek In Swat Kang dipadukan dengan Swat Im Sinkang dan mengakibatkan suasana sekitarnya menjadi sangat dingin, tetapi kedua lawannya adalah lawan-lawan yang nyaris seimbang dengan kemampuannya. Melawan salah seorang dari keduanya, Thian San Giokli masih menang seusap, tetapi jika keduanya maju bersama, maka sulit baginya untuk meraih kemenangan. Justru sebaliknya, lama-kelamaan dia menjadi terdesak oleh libasan kedua lawannya yang juga maha hebat itu.
Sian Eng Cu menyadari hal itu. Karenanya, dia kembali menyerang Bouw Lek Couwsu dan berkeras menyerang dengan ilmu-ilmu mautnya. Hanya saja, Bouw Lek Couwsu yang sadar dengan kelebihan lawan, telah bertempur dengan jalan hit and run alias pukul lalu lari. Dia tidak bertempur sebagaimana mestinya, tetapi lebih banyak menghindar, menghindar dan menghindar. Mungkin hanya sesekali dia membalas menyerang.
Akibatnya, sulit bagi Sian Eng Cu menyelesaikan pertarungannya dengan Bouw Lek Couwsu. Sementara itu, si Nenek Thian San Giokli telah mulai kewalahan karena kedua lawannya telah menyerang dengan pukulan-pukulan istimewa. Jika dicecar dengan cara tersebut, maka lama kelamaan dia bakal kehabisan tenaga, sementara lawan-lawannya menggilirnya dengan pukulan hebat. Karena itu, dia mencoba mencari cara untuk menghindari benturan dengan mengandalkan ilmu silatnya.
Kedua lawannya bukan orang bodoh. Mereka sadar jika mereka mampu memenangkan pertarungan melalui adu kekuatan secara bergilir. Tetapi, menggunakan ilmu silatpun mereka mampu menang, tetapi dengan waktu yang lebih lama. Hanya saja, kegesitan si Nenek menyulitkan mereka untuk mendesaknya terlebih jauh. Karena itu, pada akhirnya keduanya bersiasat: si jubah hijau yang satu meladeni si Nenek, sementara yang satu lagi menyiapkan pukulan jarak jauh ketika si Nenek membentur pukulan kawannya.
Begitulah akhirnya siasat cerdik mereka. Meskipun hebat, Thian San Giokli tetap harus menukar jurus ketika berbenturan dengan lawan. Dan sudah dua kali dia menerima kerugian atas siasat cerdik dan licik kedua lawannya yang memang nyaris seimbang dengan dirinya. Lama kelamaan, hal tersebut akan merugikan dan membuatnya terluka. Tetapi, ketenangan si Nenek memang patut dipuji. Dalam kondisi seperti itu, dia tidak menjadi panik, dan tetap menyerang si jubah hijau lawannya dengan kehebatan yang tidak berkurang.
Hanya, setelah lima kali terjadi adu kekuatan ketika menukar jurus, si nenek mulai merasa agak berat. Dia berpikir menukar ilmunya dengan ilmu pamungkas, tetapi jika demikian, menghadapi 2 lawan hebat, dia tetap akan dalam posisi dirugikan. Benar-benar serba salah pikir si Nenek bersiasat. Hebat, dia masih tetap tenang dalam kondisinya yang repot. Apalagi, tiba-tiba karena sedikit lalai tadi, dia sudah harus memapak pukulan si jubah hijau yang menyerangnya dengan kekuatan penuh. Terburu-buru si Nenek terpaksa harus menangkis:
Tetapi pada posisi seperti itu, tiba-tiba berkelabat sesosok bayangan lain. Sama hijau dengan ketiga pendatang berkedok, cuma bedanya dia sama sekali tidak berkedok dan kecepatannya luar biasa. Hanya si Nenek yang masih sempat secara sekilas mengenali si penolongnya yang memapak serangan lawan dengan kekuatan penuh. Didahului dengan suara teguran dalam suara yang dingin menggiriskan:
Orang-orang tidak tahu diri ..... dan terjadilah benturan dahsyat:
Dukkkkkk ....... dan hebat kesudahannya. Si jubah hijau yang menyerang si Nenek terdorong sampai 4-5 langkah ke belakang, sementara orang yang menyambut serangannya sudah kembali berkelabat menghilang. Hanya, Thian San Giokli seorang yang sempat melihat secara samar seorang anak muda berjubah hijau yang datang dengan kecepatan tinggi, menolongnya dan kemudian berkelabat pergi dengan kecepatan yang tidak berkurang. (Bersambung)