Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG SIDE STORY (The Lucky Bastard - racebannon)

Setelah Anggia, mau bahas siapa?

  • Nica

    Votes: 76 16,6%
  • Karen

    Votes: 109 23,8%
  • Mayang

    Votes: 145 31,7%
  • Nayla

    Votes: 152 33,2%

  • Total voters
    458
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Sengit banget pollingnya......adu penalti aja dah biar cepet kelar
 
klo gwa mau side storynya karen yg dari hancur sampe betubah butuh "home".... mayang juga masih penasaran knpa dia menjanda n kehidupannya!/pekerjaannya seperti apa sampe bisa hidup mewah
 
SIDE STORY
ANGGIA | PART - 6

timeline : PART 39 - 41 The Lucky Bastard

------------------------------------------

Siksaan 1, kawinan.
Siksaan 2, pembubaran panitia perkawinan.

Sial, buat apa lagi sih pakai acara pembubaran panitia segala, keluh Anggia dalam hati. Dia bahkan baru tahu acara itu setelah mencuri dengar telpon Adrian dan orang tuanya.

"Dimana acaranya?" tanya Anggia.
"PP"
"Dimananya, PP kan luas?"
"Lupa, ntar nanya lagi"
"Sekarang aja tanya...."
"Males, ntar ya, gak besok ini kan acaranya?" senyum Adrian, menutup pembicaraan yang garing di sore hari hari Minggu itu. Ia dan Anggia sedang makan malam di salah satu restoran di bilangan Senopati. Seperti biasa, Adrian memesan makanan tanpa melihat menu dan memesan wine tanpa melihat menu juga. Awalnya impresif, tapi lama-lama Anggia melihatnya sebagai bentuk kemanjaan yang agak membosankan.

"Kamu gak suka ya aku ada di acara keluarga kamu?" tanya Anggia. Lagi. Untuk kesekian kalinya.
"Enggak kok, biasa aja"
"Kamu tau kan aku nanya pertanyaan kayak gini itu udah berapa kali?"
"Tau kok..."
"Sorry Dri, cuma gue orang asing, dan gue butuh orang yang nemenin gue di situasi kayak kemaren... Dan kedepan. Gak usah ngomongin nikah dulu lah, tapi namanya orang pacaran kan gak bisa ngehindar dari ketemu orang tua atau acara keluarga juga...." sahut Anggia setengah merajuk.

"Paham kok, Sorry kalo akhir-akhir ini aku agak Spaced out, lagi sibuk bener soalnya kantor... Dan ditambah lagi ada macem-macem yang gak jelas..."
"Apa yang gak jelas?"
"Banyak lah..." jawabnya sambil tersenyum penuh ambigu dan menyalakan rokok.

Anggia hanya tersenyum lemah dan kembali ke handphonenya.

"Gue keki banget nih Ren"
"Adrian lagi?" jawab Rendy.
"Siapa lagi"
"Udah lu bilangin?"
"Tiap jalan pasti gue omongin, tapi obrolannya gak maju maju"
"Sabar ya... Abis gimana, dia udah kebiasa cuek kayak gitu, tapi kalo lo mau sabar dia pasti lama-lama berubah... liat aja temen kita tuh, kemaren galau banget sekarang malah pacaran ama artis... wkwkwkwkwkwkwk" jawab Rendy panjang.

Anggia hanya tersenyum dalam hati. Setidaknya dia punya teman-teman yang bisa diandalkan.

------------------------------------------

Anggia menelan ludah. Ini apa-apaan sih. Dirinya agak malu, terlihat seperti dalam adegan film pornografi. Ia tiduran dengan berselimut tebal di dalam kamarnya yang dingin. Dia melihat satu persatu foto-foto yang pernah ia kirim ke Adrian. Foto-foto telanjang dada, foto-foto hanya memakai dalaman. Kok mau-maunya dia kirim foto itu ke Adrian, pikirnya. Dalam kepalanya dia agak takut foto itu kemana-mana. Tapi ini Adrian, pacarnya, dia tidak akan berbuat hal sebrengsek itu pasti, ucapnya dalam hati, ke diri sendiri, walaupun dalam hati masih merasakan hal yang mengganjal.

Dia beralih ke folder lain. Foto yang dikirim Adrian ke dirinya. Entah kenapa dia setuju. Foto-foto mereka berhubungan seks. Anggia menelan ludah. Kalau sehabis having sex, semuanya terlihat mesra dan bergairah. Tapi kalau dalam kondisi seperti ini, kok rasanya seperti habis diperkosa ya? Rasanya seperti habis digunakan semena-mena dan diabadikan. Apa-apaan sih lo Nggi. Tapi ini kan cowok lo. Tapi ini bisa aja bocor. Emangnya lo artis. Siapa elo. Ah susah tidur. Sialan.

Suruh siapa sih. Pacaran beda agama. Orangnya cuek banget. Tapi royal banget. Apapun yang lo pengen pasti tiba-tiba dibeliin. Lo liat barang apa dikit di Mall pasti dibeliin. Sampe kadang-kadang Anggia harus pura-pura tidak tertarik melihat barang-barang yang ia sukai, karena khawatir dia jalan pulang ke rumah membawa tentengan dan disambut tatapan sinis ayahnya.

Bangke.

Dulu waktu gue masih FWB an sama sahabat gue rasanya malah lebih damai. Gak ada beban. Tapi gak ada tanggung jawab juga. Gara-gara si bule sialan itu, Valerie.. Yang bikin kepala nya jadi ringan. Duh, kok nyalahin orang lain?

Duh, ribet amat jadi cewek. Semua pikiran insecure terlintas di kepalanya. Begitu pikir Anggia. Enak banget ya jadi Rendy, kayak gak mikir apa-apa. Enak. Damai kayaknya hidupnya. Jomblo gak apa-apa. Sendiri gak masalah. Dibully tenang aja. Damai banget pokoknya.

"Dasar kurang kerjaan" dirinya melihat rekaman percakapan hari itu dengan Rendy. Isinya selain curhatan Anggia, hanya meme-meme dan gambar-gambar lucu tak penting yang kadang memang lucu, tapi seringnya tak lucu. Anggia menghela nafas. Mencoba tidur dengan kondisi kepala segalau itu. Gimana kalau nanti PMS? Pikiran itu terlintas di kepala Anggia.

Shit
Shit
Shit

------------------------------------------

"Vi, ntar ikut saya rapat ya siang ini" perintah Adrian melalui interkom.
"Iya mas..."

Pusing, ngapain sih Anggia pake mikirin hal-hal yang gak penting semacam itu? Keluarga, orang tua. Untuk apa? Kita bakal nikah? Hello? Pikir Adrian dengan sederhananya. Dia menghela nafas, berusaha tidak memikirkannya, dan beranjak ke bawah untuk makan siang.

"Siang, seksi kan?" tanya Adrian ke Intan, mengirim foto dia sedang bermesraan dengan Anggia. Anggia duduk di pangkuannya. Memeluk Adrian tanpa busana, membelakangi kamera dan melirik dengan muka judesnya.
"Cantik ya, model banget bentuknya" balas Intan.
"Gue lagi pengen ke SG lagi nih..." mendadak Adrian merajuk.
"Mau ngewe lagi? Gladys kemana?"
"Dah resign"
"Yah di kantor sepi dong?"
"Santai kok, ada obyekan baru..."
"Ahaha kacau, mau sampe umur berapa lo kayak gitu" tawa Intan dari tempat yang jauh disana.

"Enjoy aja lah... Idup gak usah dibawa pusing" keluh Adrian.

------------------------------------------

"Fatmawati kan?" tanya Adrian ke Vivi yang duduk dengan canggung di sebelahnya. Adrian menyetir dengan perlahan, mengarungi Sudirman - Senayan yang super macet malam hari itu. Dirinya tidak bisa membayangkan, akan sampai jam berapa mereka ke Fatmawati.

"Maaf ya mas... jadi nganterin..." keluh Vivi tanpa melihat muka Adrian.
"Santai aja"
"Iya..."

"Gakpapa gue ngerokok?" tanya Adrian sambil mencoba menggigit rokok keluar dari kotaknya.
"Gakpapa mas...." Adrian langsung menyalakan rokok yang berhasil ia selipkan ke mulutnya.

Tak lama kemudian rokok itu habis. Adrian kembali menutup jendela. Mobil bergerak merayap, mengukur jalanan Jakarta yang selalu macet dengan bosannya. Adrian melirik ke arah Vivi yang dari tadi menghindari kontak mata dengan Adrian.

"Gimana, udah kerasan di kantor?" tanya Adrian mendadak.
"Eh... Lumayan mas..."
"Bagus deh kalau gitu... BTW yang tempo hari maaf ya, kita gak ngobrol lagi abis kejadian itu..." senyum Adrian mendadak. Vivi hanya bisa menelan ludah, grogi dan gugup.
"Udah mas... lupain aja" tapi dia tidak bisa lupa tangisnya malam itu. Tangis karena merasa berdosa telah menikmati kejadian tersebut.

"Yah... Soalnya lo cantik sih" senyum Adrian ke arah Vivi. Apa? Vivi mengulum lidahnya dan matanya tidak fokus. Dia memeluk erat-erat dokumen yang ada di pangkuannya. "Jadi susah banget untuk bisa fokus kalo berdua doang sama elo" puji Adrian sambil menggoda. Vivi tetap diam, berusaha menahan ekspresinya.

"BTW juga nih... mau sambil makan malem bareng?" ajak Adrian.
"Gak usah mas, di kosan aja" senyum Vivi dengan manisnya.
"Oh.. kalo gitu gak kelamaan? Kita bisa masuk SCBD terus makan dulu di daerah sana" ajak Adrian.
"Gak usah, gakpapa, belom laper" Bohong. Vivi sudah lapar dari tadi. Sekarang ia berharap agar perutnya tidak berbunyi.

Mendadak tangan Adrian ada di atas paha Vivi.
"Eh, beneran gak laper?"
"Enggak mas..."
"Yaudah, tapi beneran lho, elo menurut gue good looking banget"
"..." Vivi hanya terdiam. Kenapa dia harus diam saja? Kenapa dia tidak berusaha untuk menghentikan Adrian? Apakah dia diam-diam menikmati tangan itu ada di atas pahanya yang dibalut rok?

"Dan maaf lagi, tapi gue bener-bener gak bisa konsen kalo bareng sama elo..." tangan Adrian masuk mendadak ke dalam rok Vivi. Mendadak ia berusaha menyingkap rok tersebut keatas. Adrian lalu menggenggam paha Vivi, dan mendekatkan dirinya kea rah bangku supir. Paha Vivi lantas menyerong ke samping.

"Mas... nanti keliatan orang" Vivi tampak tak kuasa dalam kendali Adrian. Lemah sekali aku, pikirnya. Tapi di sisi lain godaannya begitu berat, dengan semua kuasanya dan ketampanannya. Kharismanya dan semua sentuhannya, seperti sangat hapal tubuh perempuan. Tangan Adrian mendadak terus merayap, dengan matanya tetap focus mengawasi jalanan yang macet. Kegiatan yang sangat sulit untuk dilakukan jika tidak berpengalaman.

Tangan Adrian lalu naik, dan menarik dengan lembut celana dalam Vivi turun. Secara otomatis Vivi malah beringsut dan membiarkan celana dalamnya ditarik Adrian sampai lutut.

"Sini" Adrian berbisik kepada Vivi, dan meraih rambutnya, mengelusnya dengan lembut. Lantas mendadak Adian mencium kening Vivi dan menghirup wangi rambutnya. Dari luar mobil, pemandangan tersebut terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bosan dan bermesraan di tengah macet. Adrian lantas bermain kembali. Tangannya dengan jahil mulai meraba paha Vivi, dan merambah ke bibir Vaginanya yang tanpa pelindung lagi.

Jari-jari Adrian mulai bermain. Nafas Vivi menjadi berat, dan ia memeluk dokumen-dokumen itu makin erat. Nafasnya terasa sesak. Dia pasrah merasakan jari-jari Adrian menjelajahi bibir Vaginanya, berusaha memberikan kenikmatan sesaat pada Vivi. Vivi bersender dengan otomatis dan lantas menutup matanya, berusaha mendengarkan keramaian jalan dan musik dari radio yang disetel pelan sedari tadi. Jari-jari Adrian terus berbuat hal-hal yang tampak tidak Vivi Inginkan, tapi dia tidak bisa menahan godaan itu.

Pikiran-pikiran aneh muncul di kepala Vivi. Apakah Adrian memang benar tertarik padanya? Apakah hubungan Adrian dengan pacarnya bermasalah sehingga dia mencari pelampiasan dalam diri Vivi? Apakah Adrian adalah seseorang yang brengsek? Apakah dia hanya ingin memanfaatkan posisinya yang tinggi dan suka melecehkan perempuan-perempuan di kantor? Kenapa ia bergitu baik dan mesra padaku? Kenapa?

Pikiran itu bersliweran sekaligus membuat badan Vivi menjadi lemah. Lemah dan ia pasrah menerima semua gesekan jari-jari Adrian. Lama-lama ia merasakan kelembaban di daerah tersebut. Jari-jari setan itu makin nakal. Bahkan tanpa repot ia masuk kedalam, memberikan stimulasi yang luar biasa gelinya. Vivi tak bisa menahannya.

Getaran itu mendadak datang. "Aahh..." Tubuhnya bergetar ringan. Mendadak ia malu dan menutup mulutnya sendiri. Tangan Adrian sudah hilang.

"Udah gak macet" Mobil Adrian sudah melewati Patung Pemuda. Waktu sudah berlalu begitu cepatnya. Vivi bingung. Sudah jam segini lagi? Apa tadi yang ia rasakan. Nafasnya masih canggung. Apakah tadi hanya bayangannya saja? Tidak. Celana dalamnya masih menggantung di lutut. Waktu selama 20 menit rasanya hanya terasa 5 menit saja. Kelembaban di daerah kewanitaannya masih ia rasakan. Dia melirik ke Adrian. Adrian hanya tersenyum dan memperhatikan jalan. Diam dengan seribu arti.

------------------------------------------

Pembubaran panitia pernikahan. Acara macam apa ini? Pesta setelah pesta? Anggia duduk terpekur dengan bingungnya di dalam restoran itu.

Keringat dingin itu menghantui, tapi tak terlihat. Anggia yang biasanya ramai dan banyak omong, kini harus diam. Diam seribu bahasa di tengah-tengah orang yang tidak ia kenal. Ada yang ia kenal. Tapi sedang sibuk di sudut lain, sibuk bicara dengan sepupu-sepupunya yang lain. Ada juga yang harusnya ia begitu kenal di sebelahnya. Tapi diam saja, hanya fokus memakan makanan yang ada di depannya. Diam. Tak berusaha bertanya, tak berusaha untuk melihat kondisi yang terjadi.

Deretan makanan prasmanan, restoran yang ditutup untuk umum, serta kekosongan yang tidak terlihat dimatanya membuat Anggia merasa sepi. Am I being dramatic? Apa gue lagi PMS? Apa kondisi disini sekarang emang nyebelin? Kenapa susah banget maintain eye contact sama Adrian? Kenapa orang tuanya selalu buang muka? Kenapa susah sekali bicara dengan orang-orang disini? Kenapa Nica mesti ada di pojok sana? Kenapa Adrian diam saja? Kenapa? Ini sudah terlalu berat rasanya.

"Dri..." bisik Anggia.
"Ya?"
"Susah banget rasanya fit ini hari ini..."
"Oh ya?" jawab Adrian setengah cuek.

Oh ya. Oh ya? Shit. Apa-apaan sih.

"Ren, gak enak banget suasana disini, gue mesti ngapain?". "Ren?" "Buset last seen lo semalem" Anggia menghela nafas, dan mengalihkan perhatian ke tempat lain.
"Lo dimana? Sama Karen?" bahkan terkirin saja tidak.

Aku harus mengalihkan perhatianku sendiri dari ketidak nyamanan di dalam restoran ini. Pikir Anggia. "Dri, aku ambil dessert ya?"
"Iya... Aku ke sana bentar, cari tempat buat ngerokok"

Rokok lagi. Pergi bentar lagi. Pasti lama baliknya. Pasti gak cuma sebatang dua batang. Pasti lama sambil main handphone. Ngobrol sama siapa sih? Kenapa gak ngobrol ama gue aja yang bener bener lagi galau dan gue pacarnya sendiri. Kenapa sih? Kenapa musti mesra kalo lagi ngewe sama gue aja? Kenapa kalo lagi kayak gini gue dicuekin? Kenapa? Emangnya gue cuma mainan? Emangnya gue apaan? Aksesoris doang? Sama kayak jam-jam mahal dan sneakers mahal elo? Sama kayak mobil yang berderet di rumah elo? Sama kayak mainan-mainan superhero mahal yang ada di kamar bermain elo? Lo pikir gue siapa? Gue dateng ke elo karena gue tertarik sama elo, tapi kadang gue rasa lo memperlakukan gue cuman sebagai aksesoris doang. Gak lebih dan gak kurang. Di depan keluarga lo, lo kayak selalu memperlakukan gue cuman sebagai tempelan. Kapan gue digandeng? Kapan gue diajak ngobrol biar nyaman di depan mereka? Kapan gue dikenalin ke om-om elo? Itu tante siap namanya? Itu yang namanya Niken bukan sih? Kok gue kenalnya cuma sama Elo dan Nica doang.

Badai pemikiran terlintas di kepala Anggia saat dia memperhatikan Adrian yang sedang asyik duduk di teras restoran, ditemanin handphonenya dan rokoknya.

Ia lantas beranjak, mendekati meja yang berisi tumpukan makanan manis. Oh, Ibunya Adrian sudah ada disana. Oke. I try. Gue coba untuk mengajak ngobrol.

"Halo tante..." senyum Anggia terlihat dipaksakan.
"Eh, halo" jawab ibunya Adrian datar tanpa senyum.
"Sekarang Adrian punya adik baru ya... hehe" basa basi yang anjing banget sih Nggi, pikirnya dalam kepalanya.
"Oh? Iya ya.." lalu Ibunya Adrian pun berlalu. Meninggalkan Anggia, yang menelan ludah berkali-kali dan merasa sebatang kara disana. Matanya mendadak panas, dia seperti malu dan merasa tak berharga.

Shit
Shit
Shit

Secara refleks badannya menaruh piring kosong yang belum sempat dia isi dengan apapun di meja. Dengan secepat kilat ia berjalan menuju pintu keluar. Tanpa memberi tahu siapapun, tanpa mengatakan apapun.

Berjalan menahan tangis.

Berjalan dengan langkah yang super cepat menuju lobby.

Taksi.

"Mbak! Itu taksi saya!" teriak seseorang yang disela oleh Anggia. Anggia membanting pintu. Dia sama sekali tidak melihat dan mendengar orang itu, maupun memperhatikan antrian taksi yang sudah agak mengular. Ia memutus antrian itu.

"Jalan pak"
"Tapi mbak?" supir taksi agak bingung.
"Jalan aja pak...." tangis Anggia pecah mendadak. Supir taksi kaget dan akhirnya menyerah. Mendadak taksi berwarna biru mudah itu meluncur.

"Jalan kemana Mbak?"
"Pejaten" entah kenapa mulutnya otomatis menyebut nama daerah itu. Kenapa dia tidak pulang saja ke rumah? Dia butuh tempat bicara. Tempat bicara yang bebas. Sahabatnya. Sahabatnya yang mendadak ia rindukan. Dan air mata terus mengalir pelan. Menyebarkan aura kecanggungan di dalam taksi itu.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Anggia (Josephine Anggia Tan)

copy10.jpg


Anggia's Outfit

jat_up10.jpg


Vivi

copy_110.jpg


Vivi's Outfit

super-10.jpg


Nica (Dwi Attallyana Veronica)

copy_o13.jpg


Nica's Outfit

dav_fi10.jpg
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Vivi anggia mending sama aa aja sini :dansa: daripada sama adrian si buaya rawa. Perlakuan ortu adrian emang kebangetan, ini bukan masalah pacar ato bukan, tp bagaimana memperlakukan manusia dgn baik. Org ramah kita balas ramah org baik kita balas baik. Ini malah belagu bgt ke anggia. Pantesan aja anaknya si buaya rawa jd kyk gitu :galak:
 
beuh, bangke emang nih buaya tajir satu
jangan sampe deh ai kena rayu dia
amit2 dah :bata:
 
hehehe....
suhu RB pernah ngalamin di posisi anggia kah?
well kayaknya mayoritas ortu bakal kaya nyokapnya adrian ya....
 
Bimabet
Update kali ini beda banget. Feelnya hampir gak kerasa dan sekedar ngulang pembahasan yang lalu.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd