Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE CITY'S RHAPSODY (racebannon)

Makasih updatenya

Ternyata sifat mereka ga berubaah ya hahaha
Ngomong-ngomong Bagas ga ikut ya, jdi pengen tau kalau semisal Bagas dapat cerita sendiri hahaha.

Ditunggu kelanjutannya
 
Asik banget, dialognya ngalir, kayak air sungai menuju muara. Meski beda2 background tapi tetep nyambung. Jangan buru2 ditamatin, masters. Masih kangen Anggia, wkwkwkwk. Thanks apdetnya. Sehat selalu. Have a good time 4 yaall
 
baru baca dan baru mau komen "bagas kemana?". eh menjelang akhir ada "dan bagas tidak ikut ke jepang".
jadi kemana bagas? quality time sama bininya kah? hahaha
 
THE CITY’S RHAPSODY
RHAPSODY IN THE FRIENDSHIP – PART 3

===============================

-hotel10.jpg


“Aah… Nnn…”
“Ssh…. Jangan keras-keras” bisikku ke telinganya.

Aku duduk di kasur, dan menggenggam pahanya dengan kencang. Dia memelukku erat dengan baju yang amburadul. Buah dadanya menyembul dari pakaian dalamnya, dan aku bisa merasakan sensasi nikmat yang luar biasa di organ vitalku.

Dia naik turun di pangkuanku, sambil sesekali menggigit apa yang bisa ia gigit. Telingaku, leherku, bibirku, ataupun lidahku. Kadang aku harus melumat bibirnya agar dia tidak melakukan hal itu. Aku tidak ingin cepat mengakhirinya, walaupun kami berdua diburu waktu.

“Nnnn…. Ahh…”
“Hei, nanti kedengeran…”
“Gak ada orang kan di kamar ini…..”
“Kalau mereka ngetok kita ketauan”

“Ahh… Mnnn…”

Aku terpaksa menciuminya, sambil meremas rambutnya dari belakang. Aku sendiri masih mengenakan pakaian lengkap, hanya celanaku yang turun sampai ke kakiku, dan kami bercinta dengan panasnya.

“Mmmhh..”
“Mmn…”

Kami mencoba melakukannya dengan cepat, karena kami khawatir ketahuan. Kami sedang dalam suasana liburan di Jepang bersama teman-teman kami, dalam rangka acara pernikahan ala Jepang antara sepupu istriku dan istrinya, yang sebenarnya sudah dia nikahi di Indonesia lima tahun yang lalu.

“Aaahh…”
“Sebentar…. Sebentar lagi…”
“Nnn…”

Melakukan seks tanpa pengaman memang luar biasa sensasinya. Kehangatan area kewanitaannya membuat kenikmatan yang kurasakan lebih gila daripada ketika memakai pengaman. Dia terus naik turun di pangkuanku, mencoba untuk membuatku keluar lebih cepat daripada mestinya, karena kami diburu waktu.

Sebentar lagi mereka pasti akan mencurigai kami. Kami menghilang di waktu yang tak wajar.

“Aku mau keluar” bisikku.
“Di dalam, please”
“Hnn.. Aahh..”

Aku melepaskan benihku di dalam dirinya. Dia lantas memelukku erat, mencoba untuk mengatur nafasnya yang dari tadi tersenggal-senggal. Aku mencium bibirnya dengan panas. Dia lalu menarik wajahnya dari bibirku, dan tersenyum dengan manisnya.

We’re naughty like that. Dan tidak ada yang tahu soal kejadian ini, jangan sampai juga mereka tahu.

===============================

“Ah itu dia baru turun dari lift!” teriak Anggia.

Aku dan Dian keluar dari lift yang baru saja membawa kami dari lantai tempat dimana kamar kami berada.

“Lama amat sih…” Keluh Rendy.
“Eh anak-anak lu mana?” tanyaku dengan santai, mencoba menutupi hal yang baru saja kulakukan dengan Dian. Dengan alasan mau mengambil handphone yang ketinggalan, kami berdua quickie di kamar hotel kami, dengan maksud tambahan menambah adik bagi Alika.

“Di luar, sama Ai dan anak lo…… Kayaknya Zee ama Anin juga masih belom jalan deh, yuk buruan, biarin bini lo quality time sama keluarganya” sambung Kyoko.

“Lo semangat amat ngajakin laki gue jalan, pasti dia disuruh jadi baby sitter ya sementara lo sama Rendy pacaran?” tawa Dian, menuduh Anggia yang tidak-tidak, padahal sudah pasti begitu. Mereka akan sibuk pacaran sementara Jonathan dan Shirley akan berada dibawah pengawasanku.

“Tau aja nih…” senyum Anggia jahil, sambil melirik ke arah Rendy yang tampaknya sudah siap pacaran dengan aku sebagai baby sitter anak-anak mereka.

“Yang kuat ya pak” Dian menepuk pundakku. “Bu Dokter mau main-main sama sepupu-sepupunya dulu”
“Silahkan…” tawaku sambil membayangkan repotnya mengurus Jonathan dan Shirley. Mereka lagi lucu-lucunya memang, tapi Jonathan lagi jahil banget sama adiknya. Mungkin itu yang repot.

“Yuk” ajak Anggia yang hari itu tampil luar biasa sporty. Jaket olahraga, tank top, hot pants, lengkap dengan hoop earings dan sneakers mahal yang bertengger di kakinya. Kontras dengan Rendy yang Cuma pakai T-Shirt polos dan jeans. Not to mention kalau Anggia lebih tinggi dari lakinya.

“Eh” Rendy tampak kaget. Handphonenya berbunyi. Mukanya terlihat masam.
“Siapa sayang?”
“Produser” balasnya dengan kesal.
“Angkat dulu gih”

“Males aku tuh… Ntar lama telponnya”

“Ya gapapa, biar kamu ga kepikiran, kita tunggu di luar aja, ya?” senyum Anggia terlihat menenangkan bagi Rendy. Rendy tampak permisi sebentar ke sudut lobby hotel, mencari sofa untuk diduduki. Kami semua mengerti dan memberi ruang untuk sutradara yang sedang laku itu, dan berjalan untuk keluar dari hotel ini.

“Kasian ya” aku membuka pembicaraan soal Rendy.
“Pemandangan sehari-hari itu sih” jawab Anggia. “Lama-lama biasa” tawanya sambil melirik sejenak ke suaminya.

Dian hanya tersenyum. Dia mungkin agak lega karena kami berdua punya kehidupan dengan jadwal pekerjaan yang cenderung normal. Designer kantoran dan dokter penyakit dalam. Semuanya punya jam kerja yang sesuai dan pasti.

“Mama!” Shirley tampak merajuk ke arah Anggia, begitu sang ibu keluar dari hotel dan terlihat oleh anaknya.
“Kenapa sayang?” Anggia jongkok, membiarkan Shirley menangkapnya. Sang anak lari-lari lucu dan dia terlihat begitu menggemaskan.

“Masa itu… Om Anin sama Tante Zee mau main ke tempat robot-robot banyak”
“Oh ya? Seru dong?” jawab ibunya dengan manisnya.

Aku dan Dian saling menatap. Oh gini ternyata kalau Anggia sedang normal dan lagi gak galak di depan anak anaknya.

“Kak Jon mau ikut katanya liat robot….” Sambung anak itu dengan gemasnya.
“Jangan ganggu Om Anin sama Tante Zee sayang, kan mau pergi sama Papa Mama dan Om…” bisik Anggia ke Shirley.

“Kakak!!! Kata Mama gak ikut yaa” teriak Shirley sambil lari-lari kecil ke arah Jonathan yang sedang melongo, melihat dan mendengar Anin yang sedang cerita macam-macam di bangku taman di depan hotel.

“Kakak kok gak jawab”
“Kakakmu lagi seru tuh sama Om Anin” Anggia menggandeng anaknya sambil berjalan ke arah Anin.

“Anak kita juga keliatannya seneng didongengin sama Anin” sambung Dian.
“Eh Ai sama Zul mana?”
“Udah duluan kali ke tempatnya Kyoko” jawab istriku, sambil melihat jam di tangannya.

“Mungkin ya” jawabku pelan.
“Eh tapi aku concern banget lho sama Ai dan Arya”
“Keliatan berjarak banget ya sekarang?”
“Iya, biasanya mereka nempel banget kayak perangko… Apa mereka sekarang fokus ke keluarga masing-masing ya?” bingung Dian.

“Wajar sih, tapi harusnya kan ga kayak sekarang Di…. Jadi kayak dingin-dingin gitu mereka berdua”
“Tau deh… Aku pengen banget intervensi, tapi takutnya kalo ga ada apa-apa malah aku keliatan pengen ikut campur banget”

“Ga usah, diemin aja… Udah pada gede kok… Lagian kasian kamu ngurusin keluarga kita, ngurusin kerjaan, masa harus sampe ngurusin Ai dan Arya juga sih….” Jawabku pelan, sambil kami berdua berjalan ke arah Anin yang sedang mendongeng entah apalah ke anak-anak ini. Zee tampak antusias mengabadikan momen itu dengan kamera profesionalnya yang ia bawa kemana-mana.

“Iya… Paham” Dian menarik nafas panjang sambil mengumpulkan kata-kata di dalam kepalanya. “Sayang…. Lagi dengerin cerita apa sih seru amat?” tanyanya ke Alika yang juga sedang melongo.

“Robot Mama.. berantem.. Duar Duar, gitu…” jawab Alika dengan polosnya.
“Seru ya?”
“Seru banget tante…” Malah Jonathan yang jawab.

“Kak Jon, cerita lagi ke aku dong tadi apa….” Shirley merajuk. Anggia menggendong anaknya dengan antusias.
“Seru…”

“Hahaha… Anak-anak ini demen sama cerita gue soal Mazinger Infinity” Anin menghentikan ceritanya dan dia menatapku dengan tatapan berbinar-binar.

“Seru dong”
“Seru, Papa” jawab Alika.
“Seru Om… Ini katanya Om Anin mau kalo kita ikut liat robot-robot” Jonathan tampak begitu tertarik dengan apa yang Anin ceritakan.

“Gue pengen deh ajak anak-anak ke Akihabara, pasti seneng liat itu semua” sambung Anin.
“Ga usah deh, repot… Kan besok kita juga mau ke Disneyland bareng-bareng” balas Anggia.

“Eh gapapa Nggi, gue ga repot kok… Lagian biar gue ama Zee latihan punya anak, ya kan?”
“Sure” jawab Zee pelan, sambil tersenyum manis. Jarang-jarang dia senyum kayak gitu.

“Ih sumpah deh, ga usah… Gue ga enak sama kalian…” sambar Anggia.
“Mama aku mau ikut Om Anin” Jonathan tampak merajuk pada Anggia.
“Gak usah sayang”

“Mama aku mau ikut Kak Jon sama Om Anin” sambung Shirley.
“Sayang….”

“Anak kita gimana nih” bisik Dian.
“Coba aja tanya”

“Alika kamu mau ikut juga gak? Tapi Tante Kyoko sama Om Arya nungguin di rumahnya….” Tanya Dian ragu-ragu.
“Aku mau sama Mama aja aku kangen Haruko” senyum Alika dengan manisnya.

Oh, syukur Alhamdulillah. Aku dan Dian tersenyum lebar karena Alika gak punya keinginan aneh-aneh yang diinduksi oleh cerita seru Anin soal robot raksasa yang berantem lawan monster-monster aneh.

“Ma boleh ya Ma” Jonathan merajuk pada Anggia.
“Enggak, kamu ikut Papa Mama”
“Mama aku mau ikut Om Anin….”
“Aku mau ikut Kak Jon ikut Om Anin…”

“Kalian aduh…. Gak usah, jangan ganggu Om Anin ya? Besok kan kita main ke Disneyland”
“Kan ini robot Mama…”
“Robot apa sih, kan bisa kita liat di Disneyland….”
“Kata Om Anin robotnya ga disana”

“Nin serius deh, kalo anak gue jadi rewel ya… Awas…” Anggia mulai terlihat emosi. Dia menatap sinis ke arah pria gempal ini. Anin Cuma nyengir kuda, dia tampak akan menjadi santapan empuk kemarahan Anggia.

“Nggi, please, gue pengen ngerasain punya anak”
“Lo bikin sendiri aja”
“Nggi”
“Enggak”
“Ayolah…” rajuk Anin.

“Which part of ‘enggak’ that you don’t understand?” tanya Anggia dengan sinisnya.
“Anggia… For once? Can we?” Zee tampak ikut-ikutan merajuk. Ya Allah, ini anak bisa juga kayak gini.

Sementara melihat proses lobby aneh yang gak nyaman ini, aku dan Dian liat-liatan. Alika tampak sudah bosan dengan percakapan ini dan dia turun dari kursi. Dia menghampiri kami dan meminta agar Dian menggandengnya.

“Kalau kata gue sih…..”
“Ga usah ikut-ikutan ya….” Anggia menunjukku dengan matanya yang tajam. Aku hanya membuang muka sambil geleng-geleng kepala.

“Udah ngapain sih, dah tau anaknya suka sambat gitu” bisik Dian sambil menarik lenganku.

“Eh guys…” mendadak suara Rendy mengagetkan kami.
“Udah sayang telponnya?” tanya Anggia. Dia tampak sedikit kalem, karena kehadiran suaminya yang mungkin bisa membantunya membujuk kedua anak mereka mengurungkan niat untuk ikut Anin ke Akihabara.

“Udah tapi….”
“Kenapa? Ada masalah?”
“Nah itu…. Aku harus supervisi mendadak nih….”
“Supervisi?”

“Nah iya, ada beberapa proses rotoscope yang gak smooth, dan aku…..”
“Supervisi gimana? Kamu kan di Jepang?”
“Mereka minta lewat zoom….”
“Apa?”

“Yah, ga lama sih mungkin…. Sampe siang gitu?” lanjut Rendy dengan nada takut.
“Kita udah bikin rencana kan? Mau jalan sama anak-anak dan dia?” Anggia menunjukku dengan jarinya yang lentik. Kami semua diam. Perang Dunia ke tiga tampaknya akan terjadi sebentar lagi.

“Nah sayang, ini mereka harus present nanti malam…..”
“Present? Kamu harus ikutan dong?”
“Aku bisa aja ga ikutan present virtual nya kalau aku udah…..”

“Apaan sih? Kamu lagi liburan keluarga!! Mereka ga bisa ngerti apa kalau….”
“Sayang, ini urgent… Aku juga….”
“Sejak kapan kamu boleh motong omonganku?”

Hening. Rendy tampak panik. Dia melihat ke bawah, tidak berani menatap wajah Anggia.

“Mama aku mau ikut Om Anin.....”
“Sebentar” Anggia menyuruh anaknya diam. Jonathan langsung diam beribu bahasa. Dia pasti sudah tahu sisi galak ibunya ini.

“Sayang aku….”
“Ngapain capek-capek liburan ke Jepang kalo kamu masih dikejar-kejar kerjaan?”
“Ya aku kan bukan orang kantoran….. Lagipula ini kan…”
“Rendy”
“Ya sayang”

“Terserah. Sana kerja sampe pulang ke Indonesia kerja tiap hari di depan laptop juga boleh sana…..”
“Sayang, ini Cuma hari ini doang…”

“Aku bilang terserah” Anggia tampak gusar. Tidak ada yang berani bicara. Aku dan Dian Cuma bisa saling menatap dengan kondisi tak nyaman. Anin dan Zee sudah diam dari tadi.

“Cuma hari ini aja….”
“Nanti besok ngomongnya gitu lagi…. Di hari biasa aku udah santai kamu tinggal-tinggal. Ini liburan… Liburan keluarga for god’s sake!” urat-urat marah Anggia mulai terlihat.

“Sayang…”
“Terserah………”
“Anggia….”
“Gak usah panggil-panggil nama, gak usah sok manis”

“Sayang…”
“Aku bilang terserah…”
“Nggi”

“TERSERAH!!!”

===============================

maxres13.jpg


“Lagi ngapain lo?”
“Liat-liat tas” dia sedang membuka akun instagram online shop yang menjual tas-tas mahal yang harganya kisaran belasan juta ke atas.

“Oh”

“Kalo lagi emosi liat barang-barang gini biasanya cepet ilang emosinya” Anggia berusaha menjelaskan situasinya. Aku berusaha untuk diam saja. Aku duduk di sebelahnya di dalam kereta yang membawa kami berdua ke pusat kota Tokyo.

Anggia sedang sebegitu kesalnya. Dia akhirnya mengizinkan Anin dan Zee membawa kedua anaknya. Sementara Rendy sedang video conference meeting untuk urusan projectnya. Anggia masa bodo dengan itu semua. Rencananya jalan-jalan keluarga buyar.

Dian dan Alika sudah menyusul Ai dan Zul ke rumah Kyoko.

Sementara aku tetap menjadi baby sitter. Tapi untuk Anggia.

“Lo masih marah sama Rendy?”
“Masih. Lo pikir bisa ilang gitu aja?”
“Tapi kan kasian Nggi, itu kerjaan… Tanggung jawabnya ada disana”
“Iya ngerti, makanya gue bilang terserah kan kalo mau video call an sama orang-orang yang lagi gawe di Jakarta sana? Tapi wajar kan kalo gue marah?”

“Wajar”
“Nah itu pinter…”
“Terus sekarang lo mau kemana?”

“Gak tau. Terserah lo. Gue ngikut aja”
“Ya kan tadinya gue yang mau ngikut lo sama laki lo jalan” balasku dengan kesal.
“Temenin gue shopping kalo gitu”

“Kemana?”
“Tauk. Shibuya kek, Harajuku kek, mana kek…..”

“Well…..”
“Oke? Lo pikirin mau kemana, sebelum gue gak mood jalan…. Kalo lo ga ada ide kita balik aja ke hotel”
“Eh?”

“Pikirin ya, gue mau liat-liat tas lagi”

Anggia langsung mengalihkan perhatiannya ke arah handphonenya, meninggalkanku dalam kebingungan. Mau kemana kita sekarang? Kemana aku harus membawanya, dan berperan menjadi baby sitter untuk perempuan dewasa berusia 35 tahun ini?

Any advice?

===============================

BERSAMBUNG
 
Comen dulu...
" Ke hotel aja Nggi ! " jawab aku ..

Waw ada kesempatan nih aku sama Anggia .. kangen sama interaksinya Anggia - aku , pasti seru kalau mereka bersama .... Semoga ada khilafnya mereka bisa enak enak kayak dulu lagi ...
 
Terakhir diubah:
Makasih updatenya

Wah lucu sih ketika Anggia marah-marah gitu, semua orang jadi sasarannya hahaha. Ngomong-ngomong Stefan sama Sena kemana ya, udh ga ada aja pas mereka mau berangkat.

Si Aku nemenin Anggia nih, mungkin ada uneg-uneg Anggia yang mau dikeluarkan soal kekesalannya terhadap Rendy hahaha.

Ditunggu kelanjutannya
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd