Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sengsara Membawa Nikmat


Pagi-pagi spiker di mushola dekat rumah berkumandang. Tetangga yang rumahnya terletak tak jauh dari rumah bidan Menik meninggal dunia. Memang kakek yang meninggal dunia ini sudah lanjut usia.

Mama menyuruh aku melayat. Karena aku kenal baik dengan cucu almarhum yang juga suka main futsal bersama-sama, pada siang harinya aku datang ke rumah keluarga yang sedang berduka.

Oh... deg... deg... deg... jantungku berdebar-debar kencang disaat aku melihat di antara ibu-ibu yang melayat tampak wajah bidan Menik yang memakai kerudung berwarna putih di bagian pinggirnya menghias sulaman renda-renda cantik.

Aku tersepona... eits... terpesona melihat Bu Bidan yang cantik mempesona. Aku terbayang dengan penisku yang pernah dipegangnya sampai tegang meski Bu Bidan memakai sarung tangan.

Sekarang, setelah sebulan berlalu gatal-gatal perih di zakarku sudah sembuh, malahan sudah beberapa kali aku 'make love' dengan Mama tanpa diketahui tetangga bahwa di rumah Pak Soleman dan Bu Anie telah terjadi hubungan kelamin antara ibu dan anaknya yang bejat, dan yang kayak 'binatang'.

Sadis dan sarkastis memang julukan yang diberikan pada kami 'kaum incest'.

Dari jauh bidan Menik sudah melihat aku dan ia tersenyum. Aku mendekatinya dan memberikan salam padanya dengan melipat tangan tanpa saling menyentuh.

"Apa kabar...? Sibuk kuliah, ya...?" tanyanya.

"He.. he.. ya, Bu Bidan." jawabku malu.

Entah bagaimana jika bidan Menik tau hubungan sedarahku dengan Mama, kata hatiku.

"Kumat nggak gatelnya yang kemarin itu...?"

Wah, bidan Menik masih ingat.

"Sudah nggak kok, sejak pakai salep dari Bu Bidan... he.. he..."

"Dijaga lho, ya..." nasehatnya sewaktu kami berjalan pulang berdua selesai melayat. "Gagah lho... dipegang sebentar aja sudah berdiri," katanya. "...kalau terulang lagi, nanti aku sunat deh sekali lagi...!"

"Eh... Bu Bidan, maap... baru aku ingat..." kataku. "Siapa sih cewek yang sama Bu Bidan kemarin itu?"

"Suka ya kamu sama dia?" tanya Bu Bidan. "Nanti aku kenalin ya, anaknya baru 3 tahun sudah janda..."

Pantesan, kataku dalam hati. Melihat kemaluanku, matanya bersinar...

"Mampir..." ajak bidan Menik sewaktu kami berjalan sampai di depan rumahnya.

"Aku lanjut saja ya, Bu Bidan..." jawabanku menggantung sambil berharap-harap cemas bidan Menik mengajakku lagi.

"Ngapain buru-buru... mau kemana?" tanya bidan Menik. "Ayo..." ia menarik tanganku. "Mampir dulu..."

Sheerr... sheerr... sheerr... darah mudaku berdesir-desir merasakan tangan Bu Bidan yang halus dan hangat sedikit basah berkeringat menggenggam pergelangan tanganku.

Ini kesempatan, kataku membatin, tetapi masa secepat begitu?

•••••

Karena aku ditarik bidan Menik, masuk juga aku ke rumahnya.

Di ruang tamu, memajang seperangkat sofa berukiran Jepara dan di dinding menggantung sebuah pigura besar berwarna putih dengan foto kanvas Pak Sungkowo mengenakan beskap dan blangkon serta bidan Menik mengenakan kebaya bersanggul klasik, menggapit putri tunggal mereka, Aldira yang sekarang kuliah di Singapura.

Betapa anggunnya bidan Menik di foto kanvas itu yang entah dibuat tahun berapa.

 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd