Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sanggar Aa Drajat

AjatSurajati2

Semprot Lover
Daftar
15 Aug 2021
Post
201
Like diterima
4.506
Bimabet
PERKENALAN

Aa Drajat, itulah nama yang disematkan oleh masyarakat sekitar pada diri saya. Dan untuk menyesuaikan dengan nama itu maka saya namakan rumah saya sebagai Sanggar Aa Drajat. Bukan pesantren, bukan padepokan, bukan perguruan, tapi hanya sebagai sanggar.

Pada intinya Sanggar Aa Drajat adalah tempat saya menyepikan diri dan mengolah daya pikir dan olah rasa. Tetapi entah bagaimana mulanya perlahan-lahan masyarakat mulai berdatangan dan berkonsultasi untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Kadang masalah keluarga, hajatan, usaha, asmara, bahkan penyakit aneh-aneh. Saya bukan dukun, bukan pula paranormal, melainkan hanya orang yang berusaha membantu warga yang butuh pandangan dan saran. Malah kadang saya merasa bahwa profesi saya lebih mirip psikolog.

Begitu banyak yang datang berkonsultasi pada saya sehingga saya mendapat cukup banyak cerita dari para “client” saya. Dari mereka saya mengetahui bahwa hubungan sedarah ternyata banyak terjadi didalam keluarga yang berasal dari beragam strata dan golongan. Berikut adalah beberapa kisah menarik yang diceritakan para “client” saya.

Daftar Isi

Kisah 1 : Erni, bunda yang penurut

Kisah 2 : Jonson, jatuh nafsu pada menantu

Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 1)
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 2)
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 3)
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 4)
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 5)
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 6)
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 7)
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 8)



&&&&&​


KISAH 1 : ERNI, BUNDA YANG PENURUT

Saat itu sekitar tahun 2009, saya malam itu sedang menonton berita tentang persaingan dua institusi besar penegak hukum di negeri ini. Seorang wanita dengan diantar ojek datang ke sanggar dengan mengenakan baju gamis dan kerudung serba hitam. Saya menyambutnya di ruang tamu lalu mengajaknya untuk berdiskusi di sanggar yang berupa pendopo tanpa dinding, tempat saya terbiasa berdiskusi dengan para tamu.

Ada beberapa alasan saya membuat sanggar berbentuk pendopo yang terbuka, salah satunya adalah untuk menghindar fitnah. Dengan sanggar terbuka, maka akan sangat megurangi kemungkinan tuduhan-tuduhan.

Singkat cerita, wanita bernama Erni ini adalah seorang janda yang pernah bersuamikan lelaki penjudi pengangguran. Dia yang menjadi tulang punggung rumah tangga dalam menghidupkan ekonomi mereka dengan bekerja di sebuah mini market dengan warna merah biru kuning. Setelah beberapa kali keguguran, akhirnya Erni berhasil mengandung seorang anak lelaki. Itulah sebabnya dia sangat sayang pada anak lelaki semata wayangnya dan selalu mengikuti segala keinginannya.

Anak lelakinya terlahir bukan tanpa masalah, karena ternyata anaknya ini bisu-tuli dan autis. Rasa sayang yang berlebihan, ketidak mungkinan untuk melahirkan kembali, problematika dengan suami, akhirnya membuat sang anak semakin sulit berkomunikasi, keras kepala, dan destruktif jika keinginannya tidak diikuti. Terlebih dengan perceraiannya, Erni menjadi semakin kesulitan dan mengalami depresi.

Dari ceritanya, Erni telah mengajak sang anak ke berbagai kyai di pesantren dan para dukun serta paranormal. Semua gagal dan tak membuahkan hasil yang baik terhadap kondisi anaknya. Dan dia sekarang berharap saya dapat berbuat sesuatu untuk menyembuhkan sang anak.

“Saran saya, sebaiknya mbak Erni berkosultasi dengan psikiater, setidaknya dengan psikolog.” Begitulah saran saya pada Erni.

Erni keukeuh berharap pada saya, walaupun telah saya katakan bahwa saya bukan kyai, bukan dukun, bukan paranormal, bukan penasihat spiritual, apalagi tenaga medis ataupun psikolog. Semua saran saya untuk berkonsultasi dengan psikolog seolah tak didengarnya.

Akhirnya wanita itu bersimpuh di hadapan saya dan menangis sesenggukan. Dia merasa tak sanggup lagi untuk menjalani kehidupan. Saya seperti terjebak dalam situasi itu, dan mau tidak mau akhirnya saya sanggupi untuk mendengarkan segala kisahnya dengan embel-embel “belum tentu bisa membantunya” tapi setidaknya dapat mengurangi beban mentalnya dengan membuatnya bercerita mengeluarkan segala unek-unek.

Dan berikut ini adalah kisah yang pada akhirnya Erni sampaikan.

&&&&&​

Aa, seluruh perjalanan hidup saya merupakan kegagalan. Masa kecil yang penuh penderitaan karena lahir dari keluarga miskin, sekolah yang pas-pasan, suami pengangguran, hutang yang tak terbayarkan, perceraian, semua adalah hal yang saya sesali. Tetapi Aa, saya tidak pernah menyesal sudah melahirkan Rakadewa, anak lelaki saya semata wayang.

Segala kekurangan Raka, tidak mengurangi rasa kasih saya padanya. Ketidak mampuannya berbicara, pendengarannya yang kurang, autisme yang membuatnya tak memiliki keinginan untuk berkomunikasi, temper tantrum yang sering menyerangnya, semua dapat aku terima. Bahkan karena itu, saya tidak pernah menyekolahkan Raka.

Aa, selama ini saya tidak memiliki perabotan pecah-belah di rumah karena telah hancur berantakan akibat dibanting dan dilempar oleh Raka saat keinginannya tak segera dituruti. Jadinya, di rumah saya sekarang nyaris tak ada perabotan maupun furnitur karena semua telah rusak dan dibuang.

Tetapi Raka rupanya udah menguasai ilmu baru, yaitu karena dia tak mungkin lagi melampiaskan emosinya yang destruktif terhadap benda-benda di rumah, maka dia sekarang mulai merusak dirinya sendiri dengan menjedotkan kepalanya ke dinding. Dan ini sangat efektif untuk membuat saya menyerah dan mengikuti keinginannya. Mainan, makanan, dan segala barang yang dia inginkan selalu berhasil didapatnya dari saya. Barang-barang itupun pada akhirnya dibuang juga karena sudah dipastikan akan dirusaknya untuk mendapat barang lain. Saya nyaris tak pernah mengeluh untuk memenuhi permintaan Raka walaupun uang saya habis dan seringkali kesulitan bahkan untuk membeli makanan.

Tapi Aa, saya sekarang setress, keinginan Raka akhir-akhir ini berhasil membuat saya depresi luar biasa.

Semua rasa setress ini bermula ketika pada suatu malam saya terbangun dari tidur karena merasa geli di payudara saya. Malam itu saya ketiduran diatas karpet ketika nonton TV.

Pas saya lihat, Raka sedang …. Itu Aa….

“Dia sedang apa?” Aku memotong ceritanya karena penasaran.

Itu A…. Dia sedang eh… itu…. Ngemut payudara saya. Dan saya langsung kaget, terus mendorong kepalanya menjauh dari tubuh saya. Tapi itulah Raka, tidak ada keinginannya yang boleh ditentang. Setelah saya dorong kepalanya menjauh, dia mulai menangis. Kalau menangis biasa aja, saya nggak hawatir. Tapi ini nangisnya parah, sampai menjerit-jerit dan berusaha kembali mendekatkan mulutnya ke payudara saya lagi. Saya tentu ngga mau, Aa.

Saya menyesali kenapa saya pakai baju daster model kancing yang ternyata sudah longgar. Mungkin Raka melihat payudara saya nyembul keluar dan mengingatkan dia untuk menyusu.

Waktu saya duduk dan merapihkan baju saya, dia tetap menangis berteriak-teriak sambil memaksa menyusu. Saya terus mendorong kepalanya menjauh, tapi tenaga Raka cukup besar dan saya kesulitan. Akhirnya saya berdiri dan masuk ke kamar, ternyata dia terus mengikuti sambil menjejak-jejakkan kakinya ke lantai sambil teriak-teriak. Saya tahu, kalau sudah seperti itu dia akan tantrum, ngamuk.

Saya keluar kamar lagi untuk menjauh, malahan setengah berlari. Eh dia tambah marah A, teriaknya semakin kencang, padahal saat itu udah jam 2 malem. Saya yakin, tetangga saya pasti terganggu tidurnya soalnya rumah saya kan cuman kontrakan yang rapat dengan rumah lain. Kemanapun saya melangkah, Raka mengikuti sambil menangis, bahkan waktu saya ngumpet di kamar mandi dia terus menggedor pintu dengan keras.

“Mbak Erni sudah coba menjelaskan bahwa dia sudah tidak boleh menyusu lagi?” Aku bertanya seperti itu karena menghadapi anak autis itu tidak dengan menghalangi keinginannya saja, tetapi juga harus disertai penjelasan dan bujukan.

Aa, kalau dia bisa diajak ngobrol sih saya pasti akan menjelaskannya. Tapi Raka kan pendengarannya sangat lemah, kata orang sih dia budeg.

Waktu suara gedoran di pintu berubah menjadi lebih berat dan jarang-jarang, saya penasaran benda apa yang dia gedorkan ke pintu. Jadi saya buka pintu kamar mandi dan melihat bahwa ternyata yang dia pukulkan ke pintu kamar mandi adalah jidatnya sendiri. Dari hasil jedotan jidatnya di pintu kamar mandi yang terbuat dari bahan plastik, jidatnya sudah lecet dan merah berdarah. Saya kembali lari menuju ke kamar supaya dia tidak menjedotkan lagi jidatnya.

Raka berlari mengikuti, dan seperti saya kira dia memang ngga menjedotkan kepalanya lagi ke pintu soalnya kamar saya cuman dihalangi gorden. Tapi dasar keras kepala, didalam kamar waktu saya mendorong kepalanya saat dia mau menyusu lagi, dia malah menjedotkan kepalanya ke tembok. Darah makin deras mengucur, dan saya bingung harus bagaimana.

Saya bingung dan kasihan sama dia, Aa. Jadi akhirnya saya menghalangi Raka untuk menjedotkan kepala. Biar gimanapun dia anak saya satu-satunya dan saya sangat sayang dia walaupun fisik dan mentalnya banyak kekurangan.

Aa, waktu saya mengajaknya duduk di pinggir kasur dan dengan segera mengeluarkan payudara saya, Raka langsung berhenti menangis. Dia ikut duduk di sebelah saya terus mulutnya mulai melahap puting saya. Hisapannya begitu rakus seolah-olah puing saya masih mengeluarkan air susu. Saya sudah tidak ingat, berapa tahun lalu saya terakhir menyusui raka. Hati saya terenyuh melihat darah segar mengalir di jidatnya, kasihan sekali. Saya menyusut darahnya.

Sesekali saya meringis karena merasa perih di puting saya karena hisapan Raka sangat kuat. Setiap kali saya coba menyudahinya, Raka menolak. Kalau saya paksa dia kembali menjerit-jerit.

Aa, apakah saya berdosa?
Lebih berdosa mana, saya menyusuinya atau membiatkan Raka melukai diri sendiri?
Gimana kalau Raka pecah kepalanya?
Dulu waktu Raka masih bayi, saya kan menyusuinya juga. Kenapa sekarang ngga boleh?

(Setelah bertanya seperti ini, Erni menangis sesenggukan. Saya tidak menjawabnya tetapi tetap mendengarkan dan memintanya terus bercerita dengan harapan segala beban dihatinya bisa berkurang dengan bercerita)

Aa, dunia ini ngga adil.
Tuhan ngga adil.
Setelah segala penderitaan saya, lalu sekarang saya harus mengalami cobaan seperti ini?

Saya cuman bisa meringis-ringis dan mencoba tidak berpikir apa-apa. Akhirnya saya rebahan di tempat tidur sambil memejamkan mata, membiatkan Raka menyusu sepuasnya. Waktu saya bangun pagi-pagi, puting saya terasa perih sekali dan ternyata lecet. Raka tidur sampai siang.

(Saya/penulis bertanya apakah Raka sempat menyusu lagi setelah saat itu. Erni melanjutkan ceritanya dengan mata berkaca-kaca)

Aa, saya waktu itu marah pada dunia. Saya juga marah sama Tuhan. Kenapa saya marah? Karena tidak ada perubahan yg baik pada Raka. Dia….. dia meminta lagi dan lagi….. setiap hari. Saya hanya bisa bergonta ganti menyusuinya. Kalau hari ini yang kanan, besok saya kasih puting yang kiri. Kalau ngga begitu, lecetnya pasti tambah parah.

Saya kotor A, saya penuh noda dan dosa.

(Erni sesenggukan lagi lama)


Kalau sebelum-sebelumnya Raka menyusu sambil berbaring disamping saya, setelah beberapa waktu dia mulai berbaring diatas tubuh saya. Tubuhnya memang kecil dan ringan, tapi efek lain yang ditimbulkannya justru lebih berat. Saya seringkali melihat dia begitu gemas pada saya. Kadangkala dia mengulum puting begitu kuat hingga saya kesakitan. Bahkan dua puting payudara saya lecet berbarengan, karena tidak mendapat kesempatan untuk sembuh. Kalau sudah begitu saya akan meringis dan memintanya cepat udahan. Tapi dia mana mau mengerti?

Kadang pula saking gemasnya pada saya, tindihan tubuhnya disertai dengan pelukan yang teramat erat. Kalau lebih gemas lagi, dia seperti menggulati tubuh saya yang diam tak bergerak dibawah tindihannya. Untungnya kalau sudah begitu dia sering lupa menyusu sehingga jujur saja saya merasa lega karena luka lecet pada puting susu saya bisa mendapat kesempatan untuk sembuh.

Seperti pada malam itu, kedua puting saya udah luka perih banget Aa. Jadi saya ngga mau Raka menyusu ke saya lagi, jadi saya malah merasa lega waktu Raka asik menggeluti tubuh saya tanpa menyentuh susu maupun menyusu ke puting. Saya biarkan dia nemplok di tubuh saya yang terlentang, memeluk erat, berguling ke samping, menindih, dan menghempas hempss sampai saya ketiduran. Tapi saya lupa satu hal, bahwa biar bagaimanapun Raka itu laki-laki dan nalurinya sudah ada.

Ketika saya terbangun, saya lihat kalau daster yang saya pakai udah tersingkap dan Raka tidur diatas tubuh saya. Memang saat itu tidak kenapa-kenapa A, tapi di hari-hari selanjutnya Raka selalu menyingkapkan daster yang saya pakai sampai keatas dada. Dia senang sekali tiduran diatas tubuh saya dengan menggeletakkan kepalanya di dada saya. Ada untungnya juga sih, dia sekarang jarang minta menyusu sehingga puting saya sejak saat itu tidak pernah lecet-lecet lagi.

Kalau saya larang, udah pasti dia tantrum menjerit-jerit dan ngamuk sampai menjedotkan kepalanya di dinding. Saya bisa apa, Aa? Yang saya bisa cuman mengikuti keinginannya yang aneh-aneh itu.

Suatu malam saya kaget karena setelah menyingkapkan daster saya, dia juga membuka bajunya lalu dengan bertelanjang dada dia menindih saya dengan kulit tubuh kami saling menempel tanpa terhalangi kain apapun. Dari ekspresi wajahnya saya hawatir sekali karena seperti …. Seperti…. Ah saya ngga tau cara menjelaskannya. Tapi saya ingat ekspresi itu kaya laki-laki sedang nagsu. Saya hanya tidur tergeletak membiarkan dia menindih dan memeluk dengan erat.

Satu kejadian yang baru lagi dari Raka adalah…… saya merasakan ada yang keras di perut saya A. Saya yakin sekali itu burungnya yang berdiri tegang. Ada semacam kepanikan yang saya rasakan, karena rasanya sudah kelewatan. Kalau menyusu atau menghisap puting, apalah bedanya dengan saat dia masih bayi karena dia dulu saya susui cukup lama. Kalau memeluk-meluk sampai bersentuhan kulitpun kan sudah biasa buat seorang ibu dan anak waktu bayi memang begitu. Bedanya mungkin sekarang badannya sudah cukup berat, jadi rada engap waktu ditindih sama dia. Tapi dengan Raka yang mulai tegang burungnya dan menekan-nekan di perut saya, jujur aja saya hawatir dan merasa ini sudah salah banget.

(Saya/Aa Drajat, jadi penasaran. Dari awal cerita juga kesannya sudah lain apalagi cerita tindih menindih dengan baju tersingkap. Jadi saya bertanya apakah dilakukannya lama, dan bagaimana berhentinya)

Awalnya sih nggak lama, mungkin sekitar 15 menit dia langsung tertidur diatas saya. Tapi setelah burungnya bisa tegang maka dia melakukannya cukup lama dan tambah geregetan ke saya. Dia bisa menekan-nekan burungnya yang tegang itu dengan keras sekali. Terus saat dia seperti itu, ekspresi wajah Raka tambah aneh Aa…. Kaya itu.. kaya laki-laki sange… soalnya sampai keringetan. Kadang bisa sampai satu jam dia kaya gitu, akhirnya dia tidur juga kalau udah bosan atau capek. Tapi besoknya pasti dia minta lagi kaya gitu.

Awalnya saya susah tidur soalnya Raka bergerak-gerak terus diatas tubuh saya. Tapi lama-lama saya terbiasa dan ngga perduli lagi, jadi tetep bisa tidur walaupun Raka masih menindih saya sambil blingsatan bergerak sambil menindih.. kayanya lebih tepat kalau dibilang menggumuli. Iya.. Raka menggumuli saya.


Mungkin ada sekitar dua bulan Raka kaya gitu, sampai ada perubahan lagi di suatu saat. Ngga tau ide darimana, biasanya kan setelah menyingkapkan daster saya, dia akan membuka bajunya ya A, terus baru menggumuli saya sampai dia bosan. Tapi malam itu setelah sekitar setengah jam Raka menggumuli tubuh saya, tiba-tiba dia berhenti. Saya fikir dia udah bosan dan akan segera tidur, tapi ternyata dia malah membuka celana pendeknya. Bukan itu aja, celana dalemnya juga dilepasin A, sampai burungnya yang sedang tegang itu kelihatan ndut-ndutan. Memang burungnya walaupun udah tegang tapi masih kecil sih, tapi…. Aneh aja, saya juga cuman diam. mumgkin karena merasa percuma juga, Raka udah pasti ngga bisa dilarang.

Raka terus nindihin saya lagi, burungnya nempel di perut saya. Geli rasanya ada burung kecil yang tegang menekan-nekan perut saya. Ekspresi wajah Raka tambah aneh, karena wajah seperti itu sudah sangat bisa dipastikan itu tuh wajah sange. Nafasnya juga jadi berat dan terengah engah gitu A, kaya abis lari.

Pelukan Raka tambah kencang, mau ngga mau saya dorong dia soalnya engap. Tapi Raka terus memaksa, dan saya juga terus melawan berusaha mendorong supaya dia ngga meluk saya sekencang itu. Kami saling dorong, dan akhirnya Raka lepas dari pelukan karena badannya berhasil saya dorong bergeser lebih ke bawah.

Tapi saya menyesal jadinya. Burung kecil dia yang tegang tadi nempel di perut saya, sekarang malah nempel di….. di… di bawah perut saya.

(Saya/Aa Drajat jadi terbawa ceritanya, sampai nanya “nempel di kemaluan mbak Erna?” Dan Erna mengangguk. Saya jadi makin tertarik oleh lanjutan ceritanya)

Tepatnya bukan di … di…. Itu… tapi di bukit kemaluan saya A, itu loh yang bagian atas kemaluan yang menggembung kaya bukit. Walaupun saya masih bercelana dalam, tapi kan tipis banget. Dan mungkin karena tipisnya kain celana dalem saya, rupanya Raka malah jadi menikmati. Dia lebih geregetan lagi, burung kecilnya ditekan lebih keras di bukit vagina saya yang empuk. Kakinya mengejat- ngejat, membuat burungnya itu bukan cuman menekan tapi juga sekaligus menggesek.

Sekarang malah Raka bukan cuman terengah-engah, tapi juga bersuara mendesah dan mengerang. Keringat deras mengucur di wajahnya.

Saya risih sekali A, tapi saya cuman bisa diam membiarkan.lagian kan bukan di vagina saya dia melakukannya, cuman di bagian bukitnya aja.

Ngga lama dari situ, tiba-tiba dia berkelojotan sambil mengerang. Nafasnya tertahan di tenggorokannya.

Ngggh… enggh… engggh… gitu suaranya.

Saya ngga mau mikir, si Raka kenapa saat itu.
Walaupun Aa pasti tau, Raka sepertinya mencapai puncak kepuasan.

Kakinya berkelojotan dan terkejang-kejang.
Burungnnya terasa berkedutan kembang kempis menempel erat di bukit vagina saya.
Tapi Ngga ada sesuatu yang basah.
Kering aja begitu.
Saya heran, emang bisa ya laki-laki mencapai kepuasan tanpa keluar apa-apa?

(Saya/Aa Drajat no komen dan tidak menjelaskan pada mbak Erna tentang hal ini. Saya terus mendengarkan ceritanya)

Waktu saya gulingkan badannya, Raka ngga nolak. Dia terlentang di samping saya dengan nafas naik turun. Burung kecilnya pelan-pelan makin kecil.

Saya akan bisa tidur setelah ini, gitu saya pikir A.
Kan Raka udah selesai.

Eh ternyata ngga gitu.

Lima menit dari situ, Raka naik lagi ke tubuh saya. Daster saya disingkapkan lagi.
Dia langsung mengambil posisi menindih saya dengan burung keciknya tepat menempel di bukit vagina saya lagi.

Nggak lama sih, seperti yang pertama, paling sekitar satu menit dia menggumuli saya sambil menekan-nelan burungnya sampai kelojotan lagi.

Aa…. Saya malem itu hampir ngga bisa tidur soalnya Raka berulangkali melakukannya. Ada mungkin tujuh kali dia lakukan malem itu.

Besoknya waktu saya berangkat kerja, Raka masih tidur kelelahan.


Keadaan ngga bertambah baik, malah bertambah buruk karena setelah Raka bisa mengalami kepuasan dengan menindih dan menekan burungnya di bukit kemaluan saya, dia menjadi seperti ketagihan. Tidak kenal waktu lagi, dia bisa memintanya kapanpun dia mau selama saya ada di rumah. Pulang kerja, sebelum saya sempat mandi ataupun makan, Raka sudah pasti menarik tangan saya dan meminta saya membuka pakaian kecuali beha dan celana dalem.

Oh iya, dia jadi tidak tertarik untuk menyusu. Sepertinya dia lebih tertarik menggumuli tubuh saya karena dengan begitu dia mencapai puncak kepuasan. Jujur aja ada rasa lega di hati saya karena saya terbebas dari perihnya luka lecet di puting. Kalau cuman sekedar ditindih dan digumuli, kan ngga perih atau sakit. Itulah sebabnya saya malah bersyukur dan selalu membiarkan Raka melakukannya.

Satu hal yang membuat saya hawatir saat itu hanya karena saya udah ngga bisa membawa Raka berkunjung ke rumah teman maupun saudara. Coba gimana kalau sedang di rumah saudara, terus Raka minta begituan ? Ih amit-amit saya pasti dicap sebagai ibu bejat. Padahal saya stress dengan kelakuan anak saya itu A.

Lama-lama saya jadi terbiasa dengan apa yang dilakukan oleh Raka pada saya. Ada barangkali setahun kami melakukannya, hampir setiap hari. Udah ngga seperti di awal sih, Raka mulai ngga sesering dulu lagi. Paling dia minta “jatah” dalam sehari itu hanya dua kali, paling banyak tiga kali.

Nah suatu hari ada perubahan lagi dalam cara Raka memperlakukan saya.

Waktu saya berbaring hanya dengan beha dan celana dalam, menunggu Raka menindih, ternyata Raka melorotkan celana dalam saya. Dia duduk bertelanjang seperti biasanya di samping ranjang dengan burung kecilnya yang tegang. Sekali itu saya perhatikan bentuknya. Kulit kulupnya yang belum disunat tertarik agak ke belakang, dan helmnya mengintip agak menyembul. Saya jadi ingat bahwa Raka sudah harus disunat, kan demi kebersihan. Kapan ya Raka disunat? Apakah dia mau? Apakah dia ngga akan menolak? Ah pasti dia ngga mau dan malah ngamuk.

Raka melotot memandang mata saya.

“Bubu….. burrrungggg bubu mannaaa?” Dengan pengucapan yang ngga jelas, Raka bertanya.

Rupanya dia baru tau kalau saya ngga punya burung seperti dia. Raka juga menatap heran pada bulu-bulu halus yang menghiasi sekitar selangkangan saya. Dia mengelus-elusnya sambil ketawa-tawa. Saya diam aja memperhatikannya.

Ngga lama kemudian Raka naik keatas tubuh saya, menindih dan memeluk dengan erat. Burung kecilnya yang tegang terasa hangat menempel. Kedua kaki saya tetap rapat, berusaha menutup agar burungnya ngga nempel di kemaluan saya. Raka mulai asik dan menikmati tubuh saya dengan menekan-nelan burungnya seperti biasa di bukit kemaluan saya yang berbulu halus. Tanpa terhalang celana dalam, ternyata rasanya jadi lain buat saya. Dan saya yakin, rasa yang dialami Raka juga beda dari biasanya. Matanya sayu terpejam-pejam, lebih kelihatan menikmati.

Tekanan-tekanan burung kecilnya mulai terasa keras, Raka makin bernafsu dan menggila. Sampai tiba-tiba burung kecilnya terasa menyelinap ke himpitan paha yang selalu berusaha saya kepit. Biarpun kecil, tapi ujung helmnya menyentuh klitoris saya.

Saya kaget, karena rasanya cukup ngilu pada klitoris saya yang sekian lama tidak pernah mendapat rangsangan. Karena kaget, kedua paha saya terbuka. Kedua kaki Raka yang sedang mengejat-ngejat jadinya masuk ke ruang diantara paha saya yang terbuka. Menyadari itu saya berusaha mengepitkan kedua paha saya lagi, tapi ngga bisa karena tubuh Raka sudah menghalangi. Burung kecilnya yang tegang sekarang menempel erat pada permukaan vagina saya. Setiap kali Raka menekan, klitoris saya tergesek sampai saya meringis-rinis menahan ngilu.

Lama-lama, klitoris saya jadi keras dan vagina saya bereaksi dengan mengeluarkan lendir licin. Burung kecil Raka menjadi lancar bergerak menggesek bibir vagina saya yang tiba-tiba jadi basah dan licin.

Semakin saya berusaha mengatupkan kedua paha, semakin kencang dan keras Raka bertahan dan menggeseki vagina saya. Waktu saya mengangkat kedua lutut agar bisa mendapat pijakan, maksudnya supaya bisa menahan dorongan tubuh Raka atau bisa saya gulingkan tubuhnya, yang saya takutkan terjadi.

Cleb.

Burung kecil itu menerobos vagina saya.

Saya diam tak bergerak, takut Raka sadar bahwa burungnya masuk.
Tapi telat, posisi kedua lutut mengangkat itu membuat burung Raka masuk bebas sampai pol. Dan Raka sadar ini, karena dia tiba-tiba diam dan menatap saya.

Ada sebersit ekspresi heran pada wajahnya. Kalau dia bisa bicara lancar mungkin dia ingin bertanya, kenapa rasanya enak banget.

Perlahan bagian bawah tubuh Raka bergerak, burung itu tertarik walau tidak sampai lepas dari vagina saya yang licin.

Mata Raka menjadi semakin sayu, mulutnya setengah terbuka. Dia bergerak lagi, dan burung kecil itu amblas lagi. Raka menahanhya untuk tetap didalam. Kakinya menggelinjang berusaha menancapkannya lebih dalam dan lebih dalam.

Aa….
Saya perempuan yang teramat kotor dan ngga berharga.
Bahkan anak saya menikmati tempat dirinya dilahirkan dulu.
Saya kotor, lebih dari pelacur.

Tapi saya lebih kotor lagi ketika raka berkelojotan mencapai puncak kepuasan. Burung kecilnya terpuaskan oleh vagina bundanya yang kotor penuh lendir dosa.

Lain dari biasanya, waktu Raka berkelojotan kali itu terasa sesuatu menyemprot panas didalam vagina saya yang tengah disodok dengan kencang.

Ceprot… ceprot…ceprot….

Nyaris ngga berhenti, banyak sekali.

“Nggggh… ngggh…. Ngggh…” Raka menggelinjang dan mengejang.

Semprotan burungnya terasa panas, menyemprot ke bagian didalam vagina saya yang sensitif.

Saya tiba-tiba merasakan bagian itu menjadi sangat sensitif oleh panasnya semprotan Raka.

Saya berusaha menahannya.

Saya berusaha tidak memikirkannya.

Saya berusaha melupakannya.

Saya berusaha tidak merasakannya.

Tapi semprotan -semprotan panas cairan kenikmatan Raka di bagian itu tidak mampu ditahan lagi oleh fisik saya. Hati dan otak saya mungkin tidak mau merasakan, tapi bagian itu….. vagina saya….. punya pendapat sendiri.

Bagian itu serasa pecah berantakan, memuntahkan segala rasa yang selama ini ditekan.

Tubuh saya menggigil….. mata saya mendelik….. saya didera rasa yang luar biasa. Rasa yang dipicu oleh semprotan panas dari burung kecil yang dulu saya lahirkan.

Tubuh saya menggelepar.

Surrrrr…

Saya berteriak lirih ketika mendapat orgasme.

Orgasme pertama semenjak saya cerai bertahun lalu.

Nafas saya megap-megap ketika kenikmatan itu mendera.

Saya menggelepar-gelepar dibawah tindihan tubuh anak saya yang burungnya masih tegang didalam vagina saya. Raka malah ketagihan dengan rasa yang luar biasa nikmatnya pada vagina ibunya, ibu yang melahirkannya dulu. Dia menggenjot lagi dengan hentakan yang demikian keras.

Cairan air mani Raka yang kuar biasa banyak meleleh keluar dari vagina saya, meleleh ke pantat dan ke seprai. Raka terus menggenjot saya sehingga saya terus menerus menggelepar didalam kenikmatan tanpa bisa menolak lagi.

Raka menggelepar lagi, menyemprot lagi.

Raka tanpa berhenti terus menggenjot vagina saya yang sudah basah dan becek.

Tiga kali Raka mendapat kepuasan dari vagina saya, ibunya, tanpa sekalipun berhenti.

Ketika Raka gagal mencapai kepuasan yang keempat kali, tubuhnya kecapaian dan lunglai roboh di samping saya yang gemetaran.

Apakah malam itu sudah berakhir? Sepuluh menit kemudian Raka mencoba sekali lagi mencobloskan burung kecilnya ke vagina saya. Kali itu dia berhasil mencapai kepuasan lagi dengan menyemburkan air mani nya yang panas, yang keempat kali.

Dan malam itu saya kehilangan hitungan, berapa kali Raka menggenjot vagina saya.

Besoknya, saya sakit dan nggak bisa masuk kerja.

Aa, sejak saat itu Raka menggila lagi. Dia menyetubuhi saya tanpa kenal waktu, tanpa mengnal tempat. Dia melakukannya di kamar, di dapur, di kamar mandi, dimanapun saya sedsng berada.

Saya ngga sanggup lagi A, karena Raka belum bosan juga padahal udah lebih dari setahun.
saya ingin bunuh diri.

&&&&&


* Catatan akhir Aa Drajat.

Selama berkonsultasi, tidak sekalipun Erni mengajak Rakadewa, dan saya tidak pernah tahu berapa sebenarnya usia Rakadewa. Apakah sudah dewasa? Mungkin.

Setelah datang beberapa kali ke sanggar saya, Erni menghilang karena dia tak pernah datang lagi dan saya tidak mengetahui keberadaan dan perkembangan mereka.

Terakhir dia datang, sudah tidak terlihat stress dan katanya mungkin sebaiknya Raka dibawa ke psikiater sesuai saran saya. Tapi saya tidak yakin dengan itu, karena saya lihat Erni saat itu ceria. Mungkin dia malah menerima keadaan dan menikmati apa yang terjadi.

Entahlah.
&&&&&​

Nantikan kisah berikutnya dengan client saya yang lain.

Kembali ke awal thread
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd