Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sanggar Aa Drajat

Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 1)

Intro dari Penulis


Sebagai seorang yang mendalami ilmu rasa, saya selalu berusaha tidak menghakimi para client yang datang ke sanggar saya. Selalu saya taruh baik-baik penilaian saya di belakang kepala, dan mendahulukan ketentraman batin mereka. Alam semesta ini begitu berwarna, bukan hanya hitam dan putih, bukan pula benar atau salah.

Saya tidak berusaha menghakimi, saya tidak melakukan penilaian apapun, dan saya harap para pembaca juga tidak memberikan stigma buruk bagi salah satu client yang akan saya ceritakan. Juga tidak mengambil kesimpulan sembarangan pada kepercayaan orang lain.

Tapi waktu itu saya pernah dibuat jengkel sekali oleh salah satu client saya. Rasanya ingin muntah, tapi ya saya tahan.

Wagino adalah seorang penjual bakso keliling yang sering lewat di depan sanggar. Saya juga sering beli bakso jualannya. Saya juga manusia, dan suka bakso juga. Sudah cukup lama saya berlangganan bakso pada Mas Wagino. Maklum, saya termasuk sebatang kara yang tak punya sanak maupun keluarga. Jadi, makan bakso yang gurih dan simpel merupakan salah satu pilihan yang sering saya jalani.

Dulu saya pernah punya istri, tapi karena satu dan lain hal kami terpisah. Ya, saya sebut sebagai 'terpisah' dan bukan 'berpisah' karena perpisahan saya dan istri adalah sesuatu yang bukan karena keinginan kami. Tapi biarlah, itu adalah cerita saya sendiri yang tidak ingin saya tuliskan disini.

Kembali ke Mas Wagino, dia mulanya tidak pernah berniat untuk konsultasi apa-apa tetapi melihat para tamu yang (sebenarnya tidak banyak) datang akhirnya Mas Wagino suatu saat meminta waktu pada saya untuk berkonsultasi.

Cerita tentang kasus Mas Wagino ini cukup panjang, tapi mudah-mudahan pembaca nggak kecewa.



1. Awal Cerita Wagino.

Pengapunten mbah, saya memang sudah kenal cukup lama sama mbah Drajat tapi baru kali ini saya berkonsultasi.

(Saya/penulis kemudian bertanya, kenapa sekarang manggil 'mbah' padahal biasanya juga manggil Aa.)

Hehehe.... nganu mbah... eh Aa.... saya mikirnya kalo dukun paranormal gitu layaknya dipanggil mbah. Tapi ya maap lo ya, sesuai permintaan jenengan saya kembali manggil Aa saja.

Ooh... bukan dukun tah?
Halah halah halah..... apa sih bedanya?

Hehe... maap lo ya A, saya terlalu bodoh untuk paham.
Jadi Aa bukan dukun tah?

Yo wis lah, opo wae terserah Aa aja.

Gini Aa...

Saya kan di kampung sini cuman perantau yang nyari rejeki dengan jualan bakso. Kampung asal saya ya jauh dari sini.

Saya jualan bakso udah lama, tapi baru laris beberapa tahun terakhir ini. Jujur aja A, saya capek dagang ngga laku-laku. Paling juga dapet lebihan sedikit ya buat keperluan makan sama sewa rumah. Jadi beberapa tahun kebelakang, saya ikutin saran temen saya sesama pedagang bakso. Dia dagangnya di kampung lain, dan jualannya laku. Dia malahan udah buka warung bakso, nggak pakai gerobak keliling lagi kayak saya A.

Singkat cerita saya diajak cari 'penglaris' ke daerah selatan di kampung saya. Disana saya ketemu mbah To, nggak tau nama panjangnya siapa tapi panggilannya pokoke 'mbah To' wae A. Beliau udah tua sekali, dan akhirnya saya ikut ritual. Habis itu saya dikasih bungkusan kain putih kira-kira segede buah salak. Katanya bungkusan kain putih itu harus saya tarok di sudut tersembunyi didalam gerobak saya. Terus saya diminta melakukan sesuatu tiap hari kalau lagi ngeracik dagangan.

Eh alkamdulilah A, dagangan saya seketika laku. Cuman memang kalau ritual yang harian itu nggak saya kerjakan, pasti daganan saya hari itu nggak laku A, memble gitu, kaclep.

Lama-lama saya capek juga A mengerjakan ritual. Padahal bulan depan rencananya saya mau buka warung bakso di prapatan. Saya bingung gitu A, apa saya harus terus lakukan ritualnya apa gimana gitu, saya minta saran dari Aa. Saya juga pengen jualan dengan cara biasa aja A, nggak pake penglaris-penglaris. Cuman, apa nanti dagangan saya masih laku apa kaclep lagi?

Siapa tau Aa ada ritual yang lebih enteng buat saya.

*Catatan Penulis
Perasaan saya/penulis waktu itu agak-agak ngga enak, karena baru menyadari bahwa Mas Wagino menjalankan laku khusus untuk dagangan baksonya. Pantesan kok kayanya setiap saya dengar suarak tek-tek mangkoknya itu langsung berasa lapar dan ngiler. Agak kesal juga sih, karena biar bagaimanapun artinya kita sebagai pembeli agak 'tertipu' dengan rasa baksonya yang gurih itu.

Tapi disadari atau tidak, banyak sekali para pedagang menggunakan 'penglaris' dalam berbagai bentuk dan laku. Tanpa menghakimi bahwa semua pedagang melakukan hal tersebut, saya ada rasa kecewa.

Menurut saya, sebaiknya para pedagang me-laris-kan dagangannya dengan cara bisnis dan kreatifitas yang baik. Ilmu dagang jangan sampai dikalahkan dengan ilmu para dukun yang menurut saya kebanyakan hanya sugesti saja. Mungkin memang benar ada dukun yang sakti bisa mendapat bantuan dari mahluk-mahluk astral, tapi itu lebih berbahaya lagi.

Untuk menghabiskan kepenasaran saya terhadap gurihnya bakso yang sering saya santap itu, saya mengorek cerita lebih lanjut pada Mas Wagino.


Lanjut ke Cerita Mas Wagino

Setelah pulang dari mbah To, saya segera menaruh kantung putih kecil itu di sudut terdalam gerobak bakso. Saya berharap dengan menaruh itu aja bakso saya bisa laku. Tapi saya kecewa, ternyata ngga ada perubahan. Biasa-biasa aja gitu loh A.

Anehnya, hampir tiap malem saya dapet mimpi buruk A. Biasanya saya mimpi ngeliat uler. Serem banget A.

Bukan cuman saya yang mimpi buruk, tapi ternyata istri saya juga sama. Tadinya dia nggak pernah cerita, setelah sekitar seminggu akhirnya istri saya nggak tahan. Dia akhirnya cerita kalau dia hampir tiap malem mimpi didatengin sesosok bayangan item besar berbulu, dan didalam mimpinya mahluk itu selalu itu..... nyium-nyium dan ngejilatin selangkangan istri saya.

Saya waktu itu ngerasa bahwa bungkusan kecil putih itulah yang membuat kami bermimpi buruk, jadi saya buang bungkusan kain putih itu ke tanah kosong di belakang rumah. Akibatnya lebih parah A, anak gadis saya sakit demam tinggi dan mengigau terus tiap malem.

Saya nanya ke temen saya yang waktu itu ngajak saya cari penglaris ke mbah TO. Dia ngingetin saya untuk mengambil bungkusan kain itu dan naro kembali di gerobak bakso. Terus dia ngingetin juga untuk segera melakukan ritual yang udah dipesankan oleh mbah To.

Akhirnya saya dengan berat hati dan susah payah mencari lagi bungkusan putih itu. Untungnya masih ada tergeletak di tanah kosong. Saya taro lagi di dalem gerobak bakso saya. Besoknya anak saya sembuh dari sakitnya, terus udah ngga pernah mengigau lagi.

Tapi, istri saya kembali mimpi didatengin mahluk bayangan item itu A. Saya juga mimpi ketemu uler lagi. Akhirnya saya bertekad melakukan ritual yang udah dipesan mbah To. Istri saya yang selama ini menolak, akhirnya nurut juga.

Dan benar aja, besoknya dagangan saya lumayan banyak yang beli. Tapi ya ngga banyak-banyak banget sih. Tanpa ritual itu juga kadang-kadang pembeli bakso saya bisa sebanyak itu, tapi sesekali doang. Sedangkan kalau pakai ritual itu, konstan gitu loh A, tiap hari pembelinya lumayan walaupun yah ngga terlalu banyak juga.

(sampai disini penulis masih terus menyimak cerita Mas Wagino, dan selalu bertanya-tanya ritual model apa yang dia jalankan.)

Akhirnya saya memberanikan diri untuk menjalankan ritual dengan cara yang benar-benar disarankan mbah To.

Hari itu hari Minggu, waktu saya keliling dengan gerobak, saya mangkal sebentar di rumah kontrak petakan. Salah satu penghuni rumah petak kebetulan ada yang beli namanya Teh Tini. Dia itu mbak-mbak beranak dua yang suaminya kerja ngojek.

"Teh Tini, saya mau numpang kencing sebentar boleh?" Tanya saya sama Teh Tini yang sedang makan bakso di teras rumah petaknya.

"Eeh, mas Gino masuk aja. WC ada di paling belakang ya." Kata Teh Tini.

Akhirnya saya masuk, dan merasa lega setelah kencing. Setelah selesai urusan, saya tunggu sampai Teh Tini selesai makan bakso lalu saya kembali berkeliling dengan gerobak mencari pembeli. Nggak ada kejadian aneh hari itu, dagangan juga ya lumayan ada yang beli.

Istri saya malem itu nanya. "Pak, gimana dagangannya hari ini laku nggak?"

"Biasa aja buk, sedeng-sedeng aja." Jawab saya sambil ngeberesin gerobak.

"Kok sedeng-sedeng aja ya? padahal kita udah ritual." Kata istri saya, sedikit kecewa.

"Mudah-mudahan besok laku buk." Kata saya menjanjikan.

"Yah, kalo nggak laku juga kita cari dukun lain aja pak." Istri saya mungkin udah bosan dan kecewa dengan mbah To, dukun yang nggak propesional.

"Kita tunggu aja besok buk, kalau besok nggak laku kita cari dukun lain."

Singkat cerita, besoknya saya dagang keliling lagi dengan gerobak. Dan Aa tau nggak, dagangan saya hari itu ludes habis tanpa sisa. Hati saya gembira sekali A, istri saya juga seneeeeng banget.

"Pak... kok bisa-bisanya hari ini laris banget baksonya?" Tanya istri saya sambil ngebantu ngeberesin gerobak bakso malem itu.

"Ada yang beda soalnya buk." Saya dengan hati senang menarik istri saya mendekati gerobak bakso.

Saya membuka tutup panci bakso yang kuahnya udah ngga terlalu banyak.

"Buk..... sini... liat." Kata saya sambil mengambil centong bakso lalu mengubek-ubek kuah bakso sampai menemukan sesuatu.

"Apa itu pak?"

"Ini..... celana dalem Teh Tini." Kata saya.

"Hah? Bukan pake celana dalem ibuk?" Istri saya melongo.

"Bukan.... ini celana dalem curian."



(Di saat itulah saya/penulis merasa mual dan ingin muntah. Jadi selama ini saya makan bakso dengan kuah yang dilengkapi celana dalem perempuan curian. Saya pamit sebentar pada Mas Wagino, pura-pura pengen buang air kecil padahal di WC saya muntah. Setelah tuntas mengeluarkan isi perut, saya kembali ke sanggar dan lanjut mendengarkan keluh-kesah Mas Wagino.)


Jadi A, rahasia laku ritual saya adalah dengan mencelupkan celana dalem perempuan hasil curian. Kalau pakai celana dalem hasil meminta dengan kerelaan hati yang punya, misalnya punya istri saya, ya nggak terlalu laku.

Akhirnya saya bisa membedakan, celana dalam mana yang bisa membuat dagangan lebih laku. Kalau punya perempuan muda, apalagi yang belum dicuci sama yang punya, itu yang paling ampuh.

(Saya/penulis kembali pamit untuk kencing ke WC, padahal saya muntah lagi)

Lama-lama saya cukup terbiasa dengan mencuri celana dalam perempuan. Bahkan saya akhirnya menikmati proses pencurian itu. Saya juga jadi tau berbagai macam bentuk celana dalam perempuan. Ternyata bentuknya bagus-bagus dan seksi-seksi. Istri saya nggak pernah punya celana dalam model begitu seumur hidupnya.

Dagangan saya lancar dan laku keras. Jumlah porsi yang saya siapkan bertambah banyak. Kalau dulu, laku 10 porsi aja udah susah. Tapi saat itu saya rata-rata habis di 40 sampai 50 porsi bakso. Kadang sisa, tapi ngga banyak lah.

Yang susah adalah nyari celana dalam untuk dicuri. Ternyata makin lama para perempuan makin hati-hati, bahkan saya nyaris ketahuan. Saya kembali bingung untuk mencuri. Padahal, celana dalem perempuan itu hanya bertahan 40 hari aja. Selepas 40 hari, saya harus mencuri lagi.


Aa...
Saat itu saya pusing sekali karena nggak dapet lagi curian celana dalem perempuan. Orang-orang di lingkungan saya udah waswas soale sudah nyebar kabar di kalangan ibu-ibu bahwa ada pencuri yang sering ngembat celana dalem mereka.

Saya kembali memanfaatkan celana dalem bojoku, punya istriku gitu loh A. Tapi ya omset saya menurun drastis. Tambah pusing lagi karena saat itu saya udah punya beberapa cicilan misalnya motor kan saya ngambil kredit dua motor sekaligus. Dengan omset yang hanya cukup buat balik modal dan makan saja saya nggak sanggup bayar cicilan. Yah memang nggak rugi sih, tapi ngga ada lebihnya.

Ndilalahnya, solusi buat masalah saya itu datang dengan sendirinya. Suatu malem saya kedatangan seseorang.

Tok-tok-tok.
"Assalamu'alaikum."

Pas bojoku buka pintu... dia cukup supres. Iya A, supres, kejutan gitu.
"Eeeeh... dek Emma... kejutan nih...ayo cepetan masuk." Kata istriku.

"Siapa buk?"

"Ini adekmu loh pak, si Emma."

Saya segera menyambut si Emma. Di keluarga saya, Emma ini adalah adik bungsu yang paling pinter, paling cerdas, paling cantik, paling beragama. Umurnya baru 20 tahun, tapi dia cerdas banget karena itu dia satu-satunya saudara saya yang bisa kuliah tanpa biaya. Katanya sih beasiswa.

"Haduuh... panas tenan njobo Mbak." Kata si Emma pada istri saya, dia bilang diluar panas banget.

"Ya wis, dibuka tah bregose." Ya udah dibuka aja kerudungnya, jawab istri saya.

"Ah, isin aku. Ada mas Gino." Malu katanya buka kerudung, karena ada saya.

"Sama kangmasnya aja masa malu sih." Kata istriku.

"Kan saya udah dewasa mbak." Gitu kata si Emma.

Jadi dia tetep mengenakan kerudung syar'i nya walaupun didalam rumah.


Begitulah Aa, ternyata adek saya si Emma katanya mau ada praktek ngajar di SD deket rumah saya. Dia sengaja milih tempat praktek di deket tempat tinggal saya biar bisa ngirit biaya karena bisa nebeng tinggal di rumah saya.

Bersambung ke :
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (Bagian 2)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd