Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sambungan Enam

Maaf, telat 24 jam.

“Gimana tadi? Puas?”
“Puas, kaya apa aja Yan, cukup ko, tinggal nanti Aku analisa. Ma kasih ya, dah mau jadi objek penelitian Aku.”
“Santey aja Vi, kaya ke siapa aja. Eh, tapi buruhna apa ni? Imbalana.”
“Hmmm, kamu mauna apa Yan? Sok aja Aku mah.”
“Apa ya? Hmmm, traktir saya nonton.”
“Ya gapapa lah eta mah. Dua tiket ya, untuk kamu ama Nuning.”
“Oh, kirain ama kamu.”
“Hah, ama Aku? Yakin kamu mau nonton ama aku?”
“Emang kenapa Vi, dulu juga kan sering kita nonton berdua.”
“Ya dulu Rian, sekarang kan beda.”
“Jadi kamu ga mau Vi?”
“Ya gak gitu juga. Gapapa emang Nuning?”
“Lah, kamu gimana? Gapapa Reza?”
“Idih, orang nanya dibales nanya. Dasar.”
“Ya gimana lagi. Kalo kamu mau, saya sih sukur-sukur aja. Jadi gimana? Mau gak?”
“Hmm, ya ayu ajah, mau kapan?”
“Besok?”
“Ih, terlalu cepet.”
“Saya ada waktunya besok ama minggu depan. Gapapa minggu depan?”
“Ya udah, minggu depan aja. Besok aku ada acara ama Reza.”
“Oh, pantesan. Yasud, mingdep ya?”
“Iya Rian Ferdiana.”
“Oke Revi Revania Putri.”
======================================================================

Siang ini tidak sepertinya Revi merasa tidak dalam mood yang bagus. Dia berjanji menemani Reza nyari buku untuk kuliahnya. Tapi beberapa kali pertemuannya dengan Rian kemarin, walaupun untuk urusan kuliah, sedikit membuat Revi kembali berkelana ke masa lalu.
Setiap sentuhan kecil yang bahkan tidak disengaja, kembali memberikan getaran itu. Bahkan sekedar untuk mengobrol dengan manatap mata pun, membuat jantung Revi bergetar cepat.
Kenpa? Pikirnya. Bukankah sudah ada Reza, yang mengisi hari-hari dan kehidupannya. Dan bukankah sudah ada Nuning bagi seorang Rian?
Revi menarik nafas, dalam. Kemudian dihembuskannya nafas itu dengan perlahan. Tangannya kembali bekerja, memasang BH nya, mengaitkan talinya, dan memegang sepasang dadanya.
“Masih bagus.” Gumannya.
Kemudian dipakaikannya kaos daleman, lalu kemeja birunya. Jeans birunya kembali dirapikan. Tinggal kerudung.
Diambilnya sebuah kerudung berwarna biru gelap. Diaturnya rapi menutupi kepalanya. Setelah selesai, matanya kembali menatap cermin. Memperhatikan wajah dan badannya.
“Cantik.” Kembali Revi berguman.

Jarinya yang lentik berjalan menyusuri bibir seksinya yang tipis. Bibir yang telah menarik semua lelaki yang pernah mencium dan mencumbunya. Kemudian Revi tersenyum, menunjukan keindahan senyumannya pada si cermin.
Revi kemudian kembali menghembuskan nafasnya.
Lalu terdengar bunyi klakson motor yang sudah sering dia dengar, Reza.
======================================================================

“Kenapa Vi, diem mulu?” Tanya Reza. Mereka sedang menikmati bakso di salah satu kedai bakso yang rasanya memang enak.
“Gapapa Za, lagi mikirin penelitian aja.” Kilah Revi.
“Oh, gimana? Sukses?”
“Kemarin mah sukses, tinggal buat laporannya. Ya mudah-mudahan aja lancar.”
“Lancar lah, kamu kan pinter.” Puji Reza sambil tangannya mengelus kepala Revi.
“Ih, ah, Reza mah, kerudungnya jadi ga lurus ntar.”
“Hehehe, gapapa, tetep cantik ko.”
“Hmmm, aku cantik gitu?”
“Banget sayang. Kamu cantik banget.”
“Hahaha, ini mah ada maunya.”
“Yeee, dibilangin juga. Kamu itu cantik, Joni aja ampe …” Reza tidak melanjutkan kalimatnya.
“Joni aja ampe apa?” Revi bertanya, karena ucapan Reza tadi terputus.
“Gak, ga papa.”
“Heh, jelek tau, ngomong ga ampe selesai. Joni aja kenapa?”
“Nggak sayang, gapapa.”
“Ga suka ih, aku marah loh.”
“Hahahaha, ya, nanti saya ceritain deh, yuk, kita pulang.”
“Bener ya, awas lo.”
“Iya, iya. Bawel.”
======================================================================
Sesampainya di kostan Reza, Revi langsung menagih janji, “Sok, cerita, Joni bilang apa?”
Akhirnya Reza memutuskan untuk mengarang cerita, bukan yang sebenarnya tentu. Reza hanya menjawab, “Kamu cantik katanya, apalagi bentuk susu kamu, perfect kata dia.”

“Ih, kamu sih Za, jadi kan dia kemarin liat, malu tau, pokoknya aku gak mau sekali kali lagi kayak gitu. Titik. Awas aja kalo kayak gitu lagi.”

“Iya sayang, maaf, kan kemaren mah saya nya agak-agak ka sadar.” Bela Reza, “Maklum, 4 botol kan.”
“Makanya, jangan suka mabok. Jelek tau.”
“Iya, maaf, gakan lagi-lagi deh. Udah, jangan ngambek terus, cantiknya nambah loh.”
“Idih, yang ada juga cantiknya kurang.”
“Kan kamu mah cantik selalu sayang.” Puji Reza. “Kalo gak, mana mungkin saya mau. Hahahaha.”
“Idih, malesin. Pokoknya, aku ga mau lagi diliatin ama orang pas ga pake baju. Cukup empat kali aja ama yang kemarin.”
“Iya, sayang, gak akan, eh, empat kali, bukannya tiga kali ya? Di tangkuban, gudang, ama kemaren. Ke empat nya di mana?”
“Eh, itu, ahh, waktu.” Sepertinya Revi salah bicara, dia memikirkan waktu itu, waktu dengan Bima dan kepergok Rian dan teman-temannya.

“Kapan Vi? Ama saya? Ato ama Rian?”
“Kok jadi ke Rian si Za? Gak ko.”
“Ya Rian lah, kamu kan dulu juga sering curhat. Ama Rian kan?”

“Eh, iya, ama Rian.” Bohong Revi, “Terus keliatan ama yang lain.”
“Ohhh.” Respon Reza seraya mendekati Revi.
“Ama Rian udah ampe mana Vi?” Tanya nya, sambil memeluk Revi, “Sudah ciuman?” Tanyanya lagi sambil mencium bibir Revi yang dibalas dengan anggukan. “Oh, udah mainin susu kamu ini?” Dan kembali dijawab oleh anggukan. Rexa kemudian membalas dengan meremas sekerasnya dada Revi dari luar kemejanya.

“Aaaaahhhh, sakiittt….” Desah Revi.
“Udah mainin ini?” Tanya Reza sambil membelai vagina Revi dari luar celana. Revi kembali mengangguk. “Dari dalem?” Revi kembali mengangguk.

“Kalo ngemutin memek kamu? Jilatin memek kamu? Ama mainin jarinya di memek kamu?” Kembali Reza mencecar Revi dengan pertanyaan.

“Udaaahhhhh, aahhhhhh, sakit Zaaaa.” Karena kembali Reza meremas dada Revi dengan keras.

Reza kemudian membuka satu persatu kancing kemeja Revi dengan agak kasar. Membuka kaos dalam Revi dan melepaskan BH nya. Lalu dengan cepat pula bibirnya melumat habis dada Revi.

“Aaaahhh, pelan sayang, aaaaahhhhhhhh, awwwww, sakittt, pelan Za, sakiitttt.” Rintih Revi, karena Reza mulai menggigit puting dan dada Revi di beberapa tempat.

Reza kemudian mendorong tubuh Revi hingga tertidur, lalu berdiri, dan melepas celananya. Kemudian penisnya diarahkan ke mulut Revi, “Isep!” Perintahnya.

“Aaaaamm, ggghhaaaggggg, aaaggghhh, pegglaaaagggggannn, aagghhhh.” Dengan sedikit brutal, Reza memaju mundurkan penisnya ke dalam mulut Revi.
“Aahhh, hahah, enak banget mulut kamu Vi, saya cepetin ya? Saya mau perkosa mulut kamu, hhaaaa.” Kemudian Reza lebih kasar memompa penisnya di dalam mulut Revi.
“Enak kan kontol saya Vi? Hah? Enak kan?”
“Gaggh, yaaaa, aaggg,” Revi mencoba untuk menjawab, tapi sulit untuk berbicara ketika mulut hingga tenggorokannya dimasuki secara kasar oleh sebuah penis. Air liur Revi sudah mulai ada yang mengalir dari sela-sela bibirnya, air matanya pun sudah keluar, rasa sesak itu dia rasakan.
“Gaggg, gagghhh, arrrggghh, hah hah hah hah.” Akhirnya Reza mencabut penisnya dari mulut Revi. “Enak kan kontol saya?” Kembali tanya Reza.
“Enak.”
“Enak mana sama Rian.”
“Enak punya Reza.” Jawab Revi, karena tak mungkin dia menjawab enak punya orang lain selain Reza.

“Oya, terus kenapa kamu gak ngijinin saya ngentot memek kamu? Apa jangan-jangan udah jebol ama Rian?”
“Sumpah Za, belum. Kamu ko gitu nanya nya?”
“Gapapa, pengen tau aja, nih, isep lagi.” Kembali Reza menyodorkan penisnya, “Emut terus kontol saya ampe keluar.”
Dan kembali, Reza memperkosa mulut Revi hingga beberapa menit.
“Gaaaggggghh, aaagghghghgh, glupp glup glup, aaagghhhh.” Hingga setelah beberapa saat mulutnya dinikmati oleh Reza, keluarlah sperma di dalam mulut Revi yang langsung ditelan habis.

“Hah hah, enak banget mulut kamu Vi, abis ditelan?”
“Iya, habis, kamu ngeluarinnya dalem banget. Eh, mau ngapain?” Tanya Revi ketika Reza mulai melucuti celana jeans yang digunakan Revi.
“Mau yang bawah,” jawab Reza singkat. Setelah seluruh celana dan celana dalam Revi lepas, langsung saja Reza melahap vagina Revi. “Aaahhhshssss, sssshhhhh, ahhhh, Rezaaaa, enakkkk, ahh, pelan, akh, sakit, kamu apaiinnnn, aahhhhh.” Desah Revi, karena dengan buasnya, Reza menjilati bibir vagina Revi, mengigit clitorisnya, dan memasukkan lidahnya ke dalam lobang vagina Revi.
“Memek kamu enak Vi. Beneran belum pernah dimasukin?”
“Belum Za. Yang belakang aja kamu yang ngambil duluan.”
“Bagus lah.” Dan kembali Reza memainkan vagina Revi. Melahapnya habis, seraya tangan kirinya bergerilya di dada Revi, dan jari tangan kanannya masuk sedikit ke dalam vagina Revi.
“Aaaaahhhss, aaahhhh, sshshhhh, enak Za, terus.” Revi hanya bisa mendesah.
Reza sepertinya terpengaruhi dengan keadaan bahwa kekasihnya ini dulu dinikmati Rian, sehingga perlakuannya kali ini sedikit lebih kasar dari biasanya kepada Revi. Bahkan kini, jempol kanannya dia masukan ke dalam lubang pantat Revi.
“Aaahhh, jangan di situuu, ahhhhhh, shhhhhhh, Reza, janghaann.” Rintih Revi meminta.
Tapi Reza seakan tidak mendengar. Teris dijilatinya vagina Revi dan dimasukinya lubang pantat Revi oleh jempol kanannya, hingga, “Aaahhhhhhhh, aku dapeettttt.” Badan Revi mengejang, otot perutnya mengeras, hingga akhirnya melemah. Nafasnya memburu. Reza langsung naik ke atas, menindih tubuh Revi, mulutnya mencari bibir Revi yang indah. Bubur bertemu bibir, dan saling melumat. Revi merasakan cairan cintanya yang masih ada di mulut Reza. Slupr cupppp slurp, lidah mereka beradu.

Reza memposisikan penisnya diantara belahan vagina Revi, dan mulai menggesekkannya, sedikit, pelan, cepat, menekan, kembali cepat, seperti itu.
Dua manusia itu sudah mengeluarkan keringat yang banyak, saling jamah, saling peluk, saling gesek. Reza kemudian meraih penisnya, menempelkan kepala penisnya pada vagina Revi, kemudian menggesekannya. Naik dan turun.
“Aahhhhh, Za, diapain? Enak banget.”
“Enak sayang?”
“Iyahhhh, aaaaahh, enakkkkk, ahh, ahhhhhhhhhh, hah hah hah.” Selang tak berapa lama, Revi kembali merasakan orgasme nya. Tubuhnya menjadi semakin lemah, keringat sudah membasahi semua badan. Kerudungnya sudah acak-acakan. Seluruh badan terasa lemas.
“Saya masukin ya?” Tanya Reza.”
“Jangan Za.”
“Gapapa, saya tanggung jawab.” Jawab Reza seraya memposisikan penisnya di depan vagina Revi, tangannya ikut membantu, dan Reza mulai mendorong, pelan.
“Aaaahhh, jangannn, aaahhh itu masuk.” Rintih Revi.
Kepala penis itu sudah masuk sedikit, dan Reza pasti akan memasukkan seluruhnya kalau …
TOK TOK TOK.
“Zaaa, kamu di dalem? Ada Kakak mu tuh di depan.”
======================================================================

“Gimana filmnya Vi? Suka gak?”
“Ih, dari dulu action mulu. Drama cinta atuh kali-kali mah.”
“Ah, gak level. Haha. Makan dulu yu?”
“Mmmm, gak ah Yan, aku harus pulang, di rumah sepi, gak ada orang, harus nyala-nyalain lampu kan.”
“Ohhh, hmm, kalo saya pacar kamu mah Vi, langsung tancap gas ini. Hahaha.”
“Ih, dasar cowok ya, pikirannya ngeres mulu.”
“Ato jangan-jangan, Reza mau ke rumah ya?”
“Nggak lah, mau ngapain?”
“Ya, kirain aja, mau melukin kamu semaleman gitu.”
“Heh, Reza mah ga gitu ya. Kamu kali.” Balas Revi membela pacarnya, padahal apa yang dikatakan Rian benar, kalo saja Reza tau kalo di rumah kosong, seperti biasa, langsung meluncur. Tapi kali ini Revi gak bilang. Kejadian minggu kemarin cukup membuat Revi jera. Karena hampir saja keperawanannya diambil Reza. Setelah kejadian itu, mereka hanya ketemu di kampus dan jika makan bareng saja. Revi untuk saat ini masih menghindar, dengan alasan sibuk.

“Ya maaf, namanya juga kirain Vi. Yasud atuh, kamu parkir motor di mana?”
“Gak pake motor, tadi bareng ama temen dari rumah ke kampus, soalnya ada yang dibawa banyak.”
“Hmmm, boleh Rian anter? Kalo boleh ya, gak maksa ko.”
“Gapapa? Nuning gakan marah?”
“Hey, mulai dah, moal beres-beres kalo nanya gitu mah. Mau diantar ga?”
“Ada helm ga?”
“Ada, harusnya, di bagasi. Hayu atuh, keburu sore.”
======================================================================

“Rumah kamu gak banyak berubah ya?”
“Emang Satria Baja Hitam, berubah. Mau masuk ga?”

“Gak ah, takut terjadi hal-hal yang diinginkan. Saya pulang dulu atuh ya.”
“Yakin gak mau? Minum, ato nge mie dulu. Kan belum makan.”
“Gapapa emang?”
“Idih, kayak ke siapa aja. Sini. Tutup gerbangnya.”

Rian kemudian memasukkan motor ke dalam lalu menutup gerbang. Perlahan langkahnya memeasuki ruang tamu Revi. Masih belum berubah. Rian kemudian mengingat hal-hal yang dulu pernah mereka lakukan di sini.

“Sok, duduk dulu, aku mau buat mienya. Tunggu.”

Setelah beberapa saat, mie pun dihidangkan. Mereka menghabiskannya sambil bercerita. Tentang kuliah, hidup, dan tentu saja, pacar masing-masing.

“Nuning udah kamu apain aja Yan?”
“Ya gitu lah, anak muda.”
“Hmmm, udah kamu apa-apain berarti, hayo, udah nhyampe mana?”
“Ya baru itu Vi, pas foto. Ama, hehehe, udah ampe nelen.”
Uhuk, Revi terbatuk. “Dasar cowok ih, sama aja.”
“Hehe, lah, kamu udah ngapain? Hayooo.”
“Ya gitu juga, anak muda. Hihihi.”
“Vi, saya mau nanya, tapi jangan marah ya?”
“Apa?”
“Waktu kamu ama Bima dulu, ko bisa?”
“Hmmm, kamu ada Atika, dan Ima ada Gio. Mereka berdua tiba-tiba pada dateng, dan aku ama Bima, nasibnya sama. Kami ngobrol, dan, ya gitu deh, kejadian.”
“Ohhh.” Rian merasakan rasa bersalah kali ini. Dia tidak pernah sampai punya pikiran seperti itu. Selama ini yang ada di dalam pikirannya adalah Revi masuk ke dalam pelukan Bima. Sebagai satu lagi korban nya.
“Satu lagi, boleh?”
“Boleh Rian, sok, apa?”
“Waktu itu, ampe masuk?”
“Dasar, pertanyaannya gitu amat.”
“Ya, kan beneran pengen tau banget Vi.”

“Ampe sekarang, punya aku masih segel. Cuman yang atas yang udah jebol.”
“Ohhh, bagus lah.”
“Ih, ko bagus lah, tetep jelek lah, harusnya kan gak boleh.”
“Hahahaha, abisnya, siapa juga yang ga akan tergoda liat bibir seksi kaya punya kamu, pasti kalo gak pengen ngelumat, juga pengen ya itu, disepong ama kamu.”
“Dasar, udah ah, ngobrol yang lain aja. Tar pengen yang ada.”
“Gak nanti si Vi, sekarang aja ini ade udah bangun.”
“Hahaha, ke air gih. Noh, sana, keluarin di dalem WC.”
“Yey, gitu amat, gak lah, masih kuat ko.”
“Yakin kuat?” Goda Revi, “Liat bibir aku yang katanya seksi, dada yang katanya bulet. Yakin?”
“Iya, iya, ga kuat. Dah ah, goda mulu. Nanti beneran saya terkam, tau rasa.”
“Hahaha, gak kan lah, kamu kan baik Yan, mana mungkin berani.”
“Kalo sama kamu berani,” Jawab Rian lirih.
“Hah? Apa, gak kedengeran?” Tanya Revi.

Rian memandang Revi, ingin menjawab sekali lagi, namun ketika pendangan mereka bertemu, keduanya terdiam, lalu entah siapa yang memulai, bibir mereka saling bertemu, melumat dan menggigit.
Slurpp, cupp cup cupp, slurpppp.
“Hah, saya kangen ini Vi. Kangen kamu.”
“Sama Yan.”

Dan kembali bibir mereka bertemu. Kali ini tangan Rian mulai bergerak, meremasi dada Revi. “Masih kenceng aja Vi, gak pernah dimainin apa ama Reza?”
“Sering, dia suka ko.”
“Siapa juga yang gak suka ama susu kamu Vi. Saya buka ya?” Tanya Rian yang dijawab oleh anggukan Revi.

Diruangan ini, kembali Rian menelanjangi atasan Revi. Kembali mulutnya menemukan puting Revi yang berwarna coklat muda itu. Kembali mulutnya melumat habis dada Revi, dan kembali telinga Rian mendengar desahan Revi yang benar-benar menggairahkan.
“Aaaahhhhhhss, terus Yan, emut susu aku.”

Rasa yang selama ini disimpan, keinginan yang selama ini dibuang, dan nafsu yang selama ini disembunyikan keluar sudah. Tangan kiri dan kanan Rian bergantian sebagaimana mulutnya bergantian mencium, melumat dan menggigit dada Revi kiri dan kanan.

“Aaaahhh, Riaannnn, jangan dimerahiiinnnnnn, aaahhhhhh.”
“Slurp, aahh, udah Vi, satu lagi ya, biar adil.” Kembali Rian mencupang dada Revi.

“Aduh, ini mah harus ilang dulu baru bisa ketemu Reza atuh Yan.”
“Bagus lah.”
“Dasar ih, aaahhhhhh, ih, bilang-bilang kalo mau buka celana orang tuh.”
“Dah gak kuat.”
“Idih, mana yang tadi katanya kuat.”
“Hehehehe.” Rian hanya bisa tertawa, sambil terus melepaskan pakaian Revi satu persatu hingga kini Revi bertelanjang bulat.

“Yan, aku dah telanjang nih.”
“Terus?” Tanya Rian yang langsung menerkam Revi, untuk beberapa saat, mereka saling menikmati usapan, remasan dan ciuman masing-masing. Hingga Rian membuka celananya dan mengeluarkan penisnya.
“Besar mana ama punya Reza?”
“Besar punya kamu sih, tapi rasa belum tentu.”
“Eh, rasa, katanya belum di masukin?”
“Itu, ke mulut maksudnya.”
“Lah, emang ada rasa kalo ke mulut?”
“Eh, itu, hmmmm, ke, belakang.” Jawab Revi enggan.
“Hah, kamu udah pernah di anal??” Rian terkaget.

“I, iya, gak sering ko, awalnya juga sedikit di paksa, Reza minta yang depan mulu. Akhirnya aku kasih yang belakang.”
“Oh, gitu.”
“Kamu mau?”
“Hah? Belakang?”
“Iya.”
“Sakit?”
“Banget.”
“Gapapa?”
“Ya kalo mau Yan.”

Dan setelah beberapa kali percobaan, beberapa kali ludahan ke pantat Revi, akhirnya….
“Aahhhhhsssss, pelan Yan, punya kamu gede banget, penuh pantat aku.”

“Ahhhhh, gini rasanya pantat, ditambah pantat kamu yang empuk, enak banget sayang.”
“Sayang? Ko jadi sayang, hihi.”
“Vi, ini kontol saya udah nancep di pantat kamu, beneran gak mau saya panggil sayang?”
“Hahaha, apa aja deh, aku terimaaaa, aaaah, Rian, bilang-bilang kalo mau gerak, masih perih.”
“Oh, maaaf, Gimana atuh ini, gerakin jangan?”
“Ya, pelan tapi, ahhh, yaa, gitu pelan. Itu, boleh minta tolong?”
“Apa?”
“Bisa tolong sambil mainin punya aku?”
“Oh, sangat bisa.” Jawab Rian.

Rian kini mulai memompa Revi, tangan kanannya memainkan vagina dan klitoris Revi.
“Ahhhhh, iyaaaa, enak, masukin jarinya dikit Yan, yaaaa, gituuu, Aaahh, gesek, aahhh, iihh, kamu pinter, udah berapa yang kamu mainin?”

“Selain kamu? Gak ada.”
Mendengarnya Revi semakin luruh. Harinya semakin terbuka. Badannya merespon dengan suka cita.

Rian kemudian menyudahi sodokan pada anusnya. “Kenapa Yan? Kok berhenti?”
“Kamu keliatan banget kesakitan, saya gak tega.”
Kembali Revi merasa spesial.
“Sini, saya mainin punya kamu aja.”
Rian kemudian mendekatkan wajahnya di selangkangan Revi, “Masih indah Vi, masih sama seperti dulu.”
“Gombal. Aaahhhh, Rian, geli sayang.”
Rian terus memainkan vagina Revi. Desahan Revi yang khas membuat mulutnya, lidahnya dan jarinya lebih bersemangat. Jari tengah Rian dimasukan dan dibentuk seperti kail, menyentuh langit-langit vagina Revi. Lidahnya terus menyapu bibir vagina dan klitoris Revi, dan tangan satu lagi tak berhenti menjamah dada bulat Revi.

Keduanya terhanyut dalam permainan intim yang mereka lakukan, rasa yang telah lama mereka tunggu kini tiba. Revi sangat rileks, dan bergembira. Tubuhnya merespon dengan sangat santai. Sementara di bawah sana, Rian menikmati setiap senti vaginanya, kadang berpindah ke selangkangan, kadang ke pahanya, dan kembali kepada vaginanya. Hingga…

“Aaaaahhhh, Riaaannnn, aku keluarrrr………, ahhhhhh!!” Sesuatu yang baru Revi alami. Cairannya keluar sangat banyak, muncrat ke sana-ke sini. Revi squirting.
Rian kaget, dan secara refleks kepalanya menghindar. Dihadapannya terlihat Revi yang bergelinjang dan otot-ototnya mengeras, menikmati orgasme yang dahsyat.

“Kamu muncrat Vi, squirt. Suka ya?” Ketika Revi sudah agak tenang.
“Hah, hah, hah, nggak pernah, ini baru sekali.”
“Enak sayang?”
“Banget sayang.”
“Kamu cantik pisan Vi.”
“Yan, dah ah, jangan bilang gitu. Gak enak. Eh, kamu belum keluar. Mau dimasukin lagi ke pantat?”
“Mmmm, gak ah. Ama mulut kamu aja. Boleh?”
“Boleh. Sini.”

======================================================================

Revi duduk termenung di ruang tamu rumahnya. Melihat kursi disebrangnya, kursi yang penuh dengan kenangan. Dengan si kaka, pacarnya dulu, dengan mas Gio dan dengan Rian. Namun satu hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, baru saja dua minggu yang lalu, kembali dia merasakan hal yang sama dengan Rian. Di kursi itu, orang yang sama, dan membuat Revi tidak bisa bertemu dengan Reza untuk beberapa hari, dengan alasan yang dibuat-buat.
Bagaimana bisa dia ketemu dengan Reza, jika di dadanya terdapat beberapa cupangan hasil dari mulut Rian yang gemas dengan buah dadanya.

Bersambung.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd