Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

Semoga RL nya lancar suhu. Biar bisa menghibur kami lagi.
 
Listya apakah cueknya sikapmu ke suami karena kamu udah ada main dengan bos-bos di kantormu? 👀
 
PERJUMPAAN – 21

--------------------
--------------------

15112510.jpg

Lagi-lagi dua manusia bodoh ini lupa membeli pengaman.

Jadi adegan pertama itu terulang, dan kami sekarang hanya saling bersandar berdua di kasur, dengan pakaian tidur kami. Stephanie dengan tank top berwarna putih, dan celana pendek yang menggemakan, sedang memainkan handphonenya.

Kepalanya ada di bahuku, dengan kacamata tebal yang menghiasi matanya.

Sedangkan aku menonton film apapun yang sedang main di televisi. Ini kalau tidak salah film bunuh-bunuhan yang kayaknya pas pertama kali rilis, aku masih kuliah.

“Besok bosen gak nih?” tanya Stephanie.
“Aku ga suka guided tour, kalo besok pake guide ala karyawisata gitu, aku males” balasku.
“Kalo ngebosenin kabur yuk?”
“Ayo”

“Kita dapet waktu dua hari untuk tour model gini, padahal aku pengen shopping disini” tawanya.
“Ntar ditemenin shopping”
“Local Streetwear di Bangkok lumayan oke, penasaran” tawanya kecil.

“Jadi besok kita liat ya, kalo turnya gak oke, kita izin kabur aja” sambungku, mengkonfirmasi rencana kami berdua untuk memisahkan diri dari grup. Ini bukan sekali dua kali terjadi kok, tur ini tidak wajib diikuti. Kita bebas mau ikut atau tidak, tapi kebanyakan peserta biasanya ikut karena tidak tahu mau melakukan apa setelah Regional Meet – acara resminya – berakhir.

“Kalo besok ada yang mau ikut kita gimana?” bisik Stephanie, sambil menyimpan handphonenya entah dimana.

Dia lantas meraih tanganku dengan erat, dan dia mencium bahuku. Aku mengalihkan perhatianku padanya, menyambut dirinya dan memegang kepalanya. Tanganku mengusap rambut lembutnya perlahan, sambil menghirup wangi rambutnya.

“Kamu bego” tawa Stephanie kecil.
“Kenapa?”
“Kamu gak beli protection, lupa terus”
“Hmm….”

Kami saling bertatapan dan bibir kami bertemu dengan pelan. Aku bisa merasakan desahan kecil yang merambat dari mulutnya, saat bibirku menjauh dari bibirnya.

“By the way…” lanjutku. “Kalau ada yang mau ikut kita besok, ya ikut aja”

Stephanie mengangguk dengan muka sedikit malas. Aku bisa membaca sepertinya dia ingin pergi berduaan saja. Tapi kabur dari rombongan hanya berdua saja dan menolak orang lain yang ingin ikut kabur akan terlihat buruk di mata orang-orang. Kalau saja kondisiku tidak dalam posisi ini, mungkin akan mudah menolak. Bilang saja mau pacaran.

Tapi tentu tidak mungkin untuk menjawab seperti itu. Jawaban ‘mau pacaran’ tentu akan dianggap yang tidak tidak. Orang akan mencurigai aku dan Stephanie.

Walau sebenarnya, diam-diam kami mencurigakan.

Sejenak aku menarik nafas dan mengingat soal rahasia umum Martin dan Mbak Keke. Mereka yang gosipnya sudah santer saja tidak ada bukti. Semuanya hanya bisik-bisik belaka, bahkan mungkin sebagian besar fiksi saja. Fiksi karena posisi berdua-duaan kemana-mana walaupun untuk urusan bisnis masih mengundang banyak spekulasi di kepala masyarakat.

Ingat, walaupun William and Green ini perusahaan asing, tapi sebagian besar pekerjanya adalah orang lokal. Maka budaya gosip dan budaya kepo tentu masih kental. Itulah kearifan lokal bangsa kita. Gosip dan Kepo. Kombinasi maut yang bisa membuat cerita yang tidak nyata, jadi kenyataan palsu. Dynamic duo yang bisa membuat cerita yang nyata jadi jauh lebih berbahaya.

Apalagi untuk posisiku, yang sebenarnya sudah….. Ah, aku melihat lagi ke jari manis, yang terletak di tangan kananku.

Jari manis yang kuharap bisa kubebaskan, sementara, disini.

--------------------
--------------------
--------------------

sneaka10.jpg

“Cakep gak?”

Aku mau bilang cakep, tapi menurut mataku, ini tidak estethically pleasing.

Stephanie hanya pura-pura tidak melihat sambil senyum-senyum sendiri. Hari sudah sore. Setelah makan siang dan Cuma melihat sebagian candi-candi dan foto-foto, aku dan Stephanie memutuskan untuk kabur. Tapi tebak siapa yang berhasil ikut dalam prosesi kabur ini?

Ya, benar.

Alexander Yunandi. Makhluk yang tidak jelas lelaki atau perempuannya ini tampak memamerkan kakinya yang tidak mulus di hadapanku. Sneakers mahal membalut telapak kakinya. Entah kenapa, di mataku sneakers itu jadi jauh lebih murah daripada diskonan sisa export.

“Homophobic” ucap Stephanie sambil senyum-senyum lucu, tanpa suara ke arahku. Aku sebenarnya lebih memilih memandang ke arah Stephanie yang terlihat menggemaskan. Hoodie berwarna merah dengan celana pendek, juga sneakers yang lucu membuatnya terlihat segar.

Beda dengan satu manusia di depanku ini, yang juga memakai celana pendek, memamerkan kakinya yang sebenarnya cocok untuk dipanggil PSSI masuk timnas.

“Cakep gak kak??” tanyanya lagi, mencoba mengeluarkan jawaban dari diriku yang enggan menjawab.

“Ehh…” Aku menggaruk pantatku sambil berkacak pinggang. “Bagus kok” jawabku lemah.

“Hmmm…” Alex berpose dengan gemulai di depan kaca. Orang-orang di sekitarnya cuek saja. Stephanie pura-pura cuek. Baskara tidak bisa cuek karena dia yang ditanya pendapatnya.

“Bagus gak sih?” bingungnya, dengan segala macam desis dan logat aneh yang membuat telingaku geli-geli sedikit dan perasaanku geli-geli banyak.

“Bagus kok” aku mengulang jawaban yang sama, berharap sekarang aku berada di Mall dekat rumahku, berbelanja supply makanan sehari-hari, karena image Alex mencoba berbagai macam pakaian dan sneakers di depanku tampak begitu…. Ya tampak begitulah pokoknya.

“Ah kurang ah kayaknya” mendadak, Alex melengos begitu saja dan duduk di salah satu kursi yang ada disana, membuka sepatunya tanpa jeda sedikitpun.

Aku cuma bisa melongo karena perasaanku seperti dikhianati. Udah dua kali bilang bagus, tapi yang nanya bagus atau tidak malah seperti tidak mengajakku bicara. Sambil menggelengkan kepala, aku beranjak ke arah Stephanie yang sedang pura-pura melihat beberapa item street fashion.

“Dasar emang homophobic”
“Enggak”
“Kenapa mukanya asem gitu ngeladenin Alex?”
“Karena dia gak jelas”
“Muka asemnya beda, kamu kayak keliatan mau nonjok dia gitu” tawa Stephanie.

“Steph” aku menggelengkan kepala.
“Hah kenapa?”
“Jangan pake aku-kamu disini” tegurku dengan nada datar, sambil sesekali melirik ke Alex yang tampak riweuh kesana kemari seperti sirkus di dalam toko.

“Oh… ngerti”

Kami berdua terdiam kembali. Kami harus sadar, bahwa kebiasaan bicara yang berubah, akan membuat orang menjadi curiga. Dari gue elu ke aku kamu, itu perubahan yang lumayan drastis. Jika sedari awal pertemananku dengan Stephanie sudah menggunakan aku dan kamu, tentu tidak akan ada yang curiga. Tapi jika ada perubahan seperti ini, tentu akan aneh.

Aku tersenyum kecil pada perempuan itu, untuk sekedar menenangkan dirinya.

Stephanie membalasnya. Dia mengerti. Dia benar-benar mengerti bahwa ada batasan antara aku dan dirinya yang tidak bisa diumbar ke muka umum. Mungkin nanti, ketika sampai Jakarta, ini semua akan berakhir.

Mungkin.

Tapi masih sebuah pertanyaan besar, yang kami yakin jawabannya pun masih kabur. Belum ada yang tahu akhirnya akan kemana.

“Kalo gak ada Alex, aku ga pengen tanganku dilepas” bisiknya tanpa tersenyum, sambil menatap malu-malu ke arah Alex yang entah sedang ngapain, sambil memegang tanganku dan meremasnya pelan sebelum melepasnya.

Dan Stephanie pun berlalu, menyebarkan wangi tubuhnya yang masuk ke dalam hidungku tanpa malu-malu.

Sore itu, aku harap waktu berhenti.

--------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd