Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Home: Wherever you are with me (Bulgan 3-season finale)

Terbaik dah suhu @C4th13
Thanks buat updatenya suhu. Makin penasaran kelanjutan kisahnya. Menunggu duet aksi Ryno dan Bryan.
 
Setelah merasakan nikmatnya memek titien, boya dalam dilema, haruskah iya menuruti keinginan sang boss yang ingin menghancurkan titien,dilema ini membuat boy zee kiti demi sedikit berubah bahwa k dan berjanji melindungi titien dan setiap ada kesempatan bisa ikut menikmati memeknya titien berbagi dengan rhyni and shaun, tapi marco kebagian gak ya...
 
Kalau dari update yang lalu, titien ketagihan dengan boy, dari kata besar dan keras seperti kayu, secara gak langsung titin membandingkan dengan dickhead
 
Masih dalam tahap revisi suhu-suhu, gak tahu kalo bisa dikebut. Kemungkinan besok update, ditunggu yah!.
Semoga segala sesuatunya di beri kemudahan & kelancaran dan sehat selalu. Di tunggu update berikutnya sis.
 
Selalu menunggu. . . . Semoga ceritanya lebih sadis dan hardcore. .. Biar tambah berdebar2
 
Episode 7: Ada apa lagi ini

POV Titien

“Tolong jaga Edo, Boy menjebaknya untuk ketemu dengan Deni di Pier dekat rumah besok pagi.

Edo hendak dibunuh tapi ia sudah tahu. Eh, jangan apa-apin Deni dulu. ! Tolong kontak sepupuku Deyara 1 (244) 666 9909. Suruh hati-hati, mereka mau menjebaknya. Mereka udah tangkap Darla. Coba cek lagi email Boy di hape, mungkin aktif lagi. Aku gak apa-apa, menunggu rencana Pak Beni”

Itu sebagian dari kata-kata yang sempat ku tulis dengan cepat, mana waktunya mepet, terus tanganku masih lemah. Dengan segera aku membuka mesin fax yang sebelumnya aku simpan di dapur, tepatnya dalam oven. Setelah menekan beberapa nomor, aku menekan send dan menutup oven supaya tidak kedengaran. Ideku kemarin berhasil, mana ada cowok cek isi oven, sehingga aku leluasa berkomunikasi dengan Marcos.

Aku mempercayakan keselamatan sahabat-sahabatku kepada Marcos. Aku tahu cowok itu akan buat yang terbaik untuk keselamantan mereka.

Tapi aku juga menyadari, bahwa aku masih terus terperangkap disini bersama Boy, dan bisa saja Deni dan Pak Beni akan muncul malam ini. Biarlah, aku udah siap dan rela diperkosa di sini. Asal diperkosa Boy... Eh kalo itu bukan diperkosa sih, hahaha…. kalo kayak tadi itu dikasih enak-enak!

Tadi aku sudah membuat janji tak akan melawan dan melarikan diri. Boy akhirnya mengijinkan aku ke dapur untuk menyiapkan makan. Ia juga sudah lapar, tadi ia sempat mengawasi aku, tapi kemudian ia pergi ke ruangan sebelah untuk merokok. Untung aja Boy gak tahu kalo di dapur sudah disembunyikan mesin fax.

Eh, satu lagi.

Aku tahu tadi Boy merekam kita. Tapi kali ini aku cuek aja, karena pasti begitu dia upload langsung dilacak Hackie. Apalagi ia butuh konten upload baru untuk track penyimpanan file di internet milik Pak Beni. Mudah-mudahan dengan bantuan kedua hacker Indonesia itu bisa membantu Hackie.

“Eh, astaga!” Aku baru sadar sesuatu. apa aku kasih tontonan ke Hackie dan Kakak-kakaknya yah? Astaga, jangan-jangan ibunya ikutan nonton. Gawat!

Aku harus menunggu kabar Deyara dan Darla dari sini, dan menunggu pergerakan dari Pak Beni dan Deni. Aku heran kenapa keduanya belum kesini. Apa ada sesuatu yg harus ku ketahui? Ahhh.. tenang Titien . Pasti karena Pak Beni masih di pesawat.

Boy masih merokok di luar. Tadi aku menyuruhnya keluar, gak boleh merokok dalam ruangan. Ia protes, dan tidak pusing, tetapi waktu aku bilang kalo smoke alarm akan bunyi terus… pemadam kebakaran akan kesini, baru ia keluar.

Aku mempercepat mempersiapkan makanan, tadi bilang ke Boy 15 menit, aku mau sabotase hapenya dulu. Ah benar, Boy masih asik merokok, ia lupa hape yang dirampasnya dari Edo kini dibiarkan di charge di ruang keluarga.

Sambil menunduk, aku jalan pelan supaya tidak berbunyi menuju ke hape yang baru mulai dicharge itu. Sisa 10% batteri. Begitu dibuka, aku langsung mencari nomor Deni, dapat juga. Aku membawa sms mereka, lalu menulis beberapa baris dan mengirimkannya ke Deni, seakan-akan dari Boy.

Setelah itu aku mengambil charger hape lalu merendamnya dalam air, sampai mati. Sementara hape sengaja aku pasang fitur bluetooth dan personal hotspot supaya cepat habis baterei.

Pasti ia gak bisa kontak ke Deni lagi, walaupun pake hape aku, tapi ia gak hapal nomornya.

Setelah itu, aku membiarkan posisi hape seperti semula, lagi di charge walaupun chargernya udah rusak. Aku pun kembali ke dapur melanjutkan masak...

——

“Titien, masakanmu tetap enak seperti dulu…. kayak memekmu, enak banget!” Boy mulai buka cerita waktu kami berdua berada di meja makan. Tadi ia memaksaku makan semua jenis masakan yang disiapkan, sebelum ia. Sengaja buat begini supaya kalau aku siapkan racun, maka aku yang kena duluan.

Aku hanya diam tidak memperdulikan ocehannya, sibuk mengunyah makanan. Aku tahu aku butuh energi yang banyak, dan harus memperhatikan kondisiku.

“Titien, kamu gak dengar aku? Kamu lagi cari cara melarikan diri kan? Apa perlu aku ikat lagi?” Kata Boy menghardikku. Pasti ia kesal kata-katanya serta joke-nya yang gak lucu tadi aku acuhkan.

“Kamu sudah ambil hape ku, telpon rumah juga sudah dipustusin kabel. Rumah juga sudah dikunci, aku bisa apa?” Kataku.

“Aku tahu siapa kamu, Tien. Dan aku tidak akan melepaskan kamu lagi…!”

“Aku hanya pikir soal Edo!”

“Hahaha… si bego itu? gak lama lagi ia jatuh ke tangan Deni lagi. Kamu tahu sendiri kalo Edo mudah sekali dibuat emosi, kan?” Boy tertawa lagi.

“Boy, gimana sih kamu bisa ketemu Pak Beni?” Aku mengalihkan cerita.

“Oh, bos Beni pernah kok ikut party Kobe! Tapi dulu, sebelum aku gabung” Jawabnya.

“Kok bisa?” Tanyaku lagi.

“Iya dikceritain senior... Bos Beni itu salah satu pemberi modal awal bagi klub, dulu sih udah lama” Kata Boy lagi.

“Kontolnya kan kecil? Kok bisa ikutan geng Kobe. Kirain di Kobe besar-besar semua.” Aku pura-pura keceplos gitu.

“Eh, kok kamu tahu?” Boy kaget mendengar kata-kataku.

“Kalo ketemu aku palingan kontolnya gak pernah berdiri lagi. Mental blok dia, hahaha!” Aku sengaja membuat Boy penasaran.

“Kamu tahu?” Pancinganku berhasil.

“Ada dendam pribadi antara kami.”

Boy tanya-tanya, akhirnya aku menceritakan siapa Pak Beni sebenarnya. Boy langsung mangut-mangut.

“Boy, Pak Beni itu beda dengan kalian. Kalian memang suka cari kenikmatan dengan cewek-cewek, tapi begitulah orang muda kan? Tapi aku tahu kalian bukan perusak anak-anak kecil. Pak Beni itu pedophil... jijik aku.” Aku mulai menjelek-jelekan orang tua itu, menanamkan pada diri Boy kalo Pak Beni tidak bisa dipercaya dan suka seks yang menyimpang.

Dari tadi Boy masih diam mendengarkan kata-kataku. Dan semua kebencianku kepada Pak Beni, aku utarakan kepadanya.

“Boy, jangan kasih aku ke Pak Beni yah? Kamu bisa kan lindungi aku. Kalu dia datang, pasti ia akan menyakitiku… mungkin juga membunuhku. Kamu ngerti kan?” Kataku memancing respons-nya. Boy diam aja, tapi aku tahu kata-kataku sudah mengena di hatinya.

“Ihhh… kamu sih buat aku pikir dia lagi, bikin hilang nafsu aja.” Kataku sambil kembali bergidik.

“Jadi udah nafsu yah?” Kata Boy tertawa.

“Nafsu makan!” Kataku sambil tertawa.

“Kirain udah nafsu lain, soalnya kamu kayak udah sange lagi!”

“Eehh… enak aja!” Aku jadi malu.

“Kirain mau minta.”

“Gakkk.” Aku membuang muka.

Setelah itu aku kembali menemani Boy duduk-duduk di sofa sambil bercerita. Yah, mudah-mudahan dengan cerita-ceritaku bisa membuat ia lengah.

----

POV Marcos

Aku gak percaya bagaimana bisa Boy masuk ke rumah Titien tanpa kami sadari. Dan parahnya lagi kami gak bisa menyelamatkan Titien dari perkosaan cowok itu. Titien sendiri yang kasih kode untuk jangan dulu bergerak.

Aku gak habis pikir bagaimana Edo bisa berkhianat. Aku akan menghajar cowok yang gak tahu terima kasih itu.

Untunglah Hackie membawa berita bagus, kedua hacker yang diperkenalkan Titien dari Indonesia itu bukan sembarang hacker. Mereka dikenal memiliki kemampuan yang handal, dedengkotnya para hacker.

Mereka bertiga sementara mengikuti sebuah upload video baru dari hape, tambah satu lagi video yang harus dihapus. Tapi mudah-mudahan kali ini berhasil.

“Kamu sempat lihat videonya?” Aku penasaran.

“Eh… hahaha!”

“Astaga… apa sih isinya?” Anak nakal itu gak bisa simpan rahasia.

“Yah, itu. Kak Titien main dengan Boy. Pake tutup mata segala, Kak… Boy mainnya jago, Kak Titien sampe keluar berkali-kali, lho.” Tambah Hackie

“Astaga! Shit” Aku mengumpat.

“Tenang kak gak ada yang lihat. Semua udah pulang… jadi cuma aku, dan ibu. Bilang aja kalo mau…!” Hackie menawarkan.

“Iya, kirimin aku dong copy-nya…” Aku penasaran juga.

“Hahaha… dasar!”



Pagi-pagi aku sudah berada di Pier di mana Boy bertemu dengan Titien kemarin. Aku melihat Edo sudah bersembunyi di bawah pier, menanti Deni datang. Pinter juga Edo, gak muncul terang-terangan. Apalagi dia datang masih jam 6 pagi

Tak lama kemudian Deni datang sambil mengendap-endap. Ia sengaja bersembunyi di balik semak seakan menantikan Edo datang. Ia gak tahu kalo Edo sudah dapat melihatnya dari bawah Pier.

Deni membawa seorang teman, yang disuruh berkeliling. Temannya segera pergi menjauh. Mungkin aja disuruh mencari Edo. Sementara itu aku melihat Edo mengendap-endap mendekati Deni darl dari dermaga.

Deni kaget… Edo kembali memukul kepalanya.

Akhirnya keduanya bangun dan saling membagi serangan, tapi kali ini Edo beruntung. Dua pukulan awalnya sudah masuk duluan membuat Deni kesakitan. Benar aja, Deni cepat sekali drop staminanya, mungkin karena menahan sakit, sedangkan Edo masih terus menghajarnya dengan penuh amarah.

“Edo… ampun!”

“Gak ada ampun untuk bajingan seperti kamu!” Kata Edo sambil terus menghadiahi wajah Deni dengan bogem mentah. Edo terus menghajar tanpa memperdulikan kalo Deni gak bisa lagi melawan.

“Aduh… ahhhh!” Akhirnya Deni kalah juga. Ia pun roboh dan jatuh tanpa sadar lagi, mungkin aja pingsan.

Aku melihat Edo mengikat tangan cowok itu, dan juga tubuhnya bersandar di sebuah tiang.

Setelah siuman Edo mulai bertanya-tanya. Agak kurang kedengaran sih, tapi Deni kelihatan dipaksa mengaku.

Edo seakan melampiaskan kemarahan Darla. Setelah itu Edo juga telpon ke Shaun, minta selamatkan Deya, dan cari Darla.

'Telpon Rivo, kebetulan lagi keluar kota… cari info soal Cherrie.' Ia ingat pesan Titien.

“Apa yang kamu buat, bajingan!” Tiba-tiba aku melihat seorang pria datang dengan cepat. Tamp basa basi ia segera menyerang Edo. Untunglah cowok itu sudah siap dan berkelahi melawannya.

Brug... buak... aahhh... bruakkk

Mereka berdua saling membagibserangan dengan serunya, tidak ada yang mau mengalah. Orang yang baru datang unggul tenaga, tapi Edo melayaninya dengan marah. Kelihatannya ia sudah bertekad harus membalas dendam.

Brug... buak... aahhh... bruakkk

Pertarungan masih berlangsung sengit, Edo gak mau menyerah. Walaupun kena pukulan ia trus menyerang mati-matian. Kini ia berhasil menjatuhkan lawannya...

Ehh... Aaahhhhhh!

Aku melihat lawannya dihajar tanpa ampun. Ia segera melarikan diri dari situ. Kali ini dia menjadi bagianku, ketika ia lewat dengan segera aku menghajarnya hingga pingsan. Ia malah gak tauh siapa yang menghajarnya.

Aku mengangkat tubuhnya dan menyeretnya ke WC, lalu mengikat tangan dan kakinya. Aku juga sempat menyumbat mulutnya supaya gak bisa bersuara. Setelah itu aku mengunci pintu dari luar. Pasti tak akan ada yang bisa menemukannya sampai sebentar sore. Aku sempat mengambil hape dan dompetnya, namanya Doug. Segera ku buang di tempat sampah.

Mungkin hanya lima menit waktu yang kubutuhkan untuk menawan anak buah Deni, tapi ketika aku kelur keadaannya sudah reda. Edo kini menarik nafas kelelahan. Sedangkan wajah, dada juga tangan dan kaki Deni juga penuh luka dan lebam.

Sangar juga cowok itu.

Tak lama kemudian, aku melihat Edo memegang kayu. Ia hendak menghabisi cowok itu, Edo sudah kalap mata. Aku harus bertindak.

Aku harus menghentikannya.

“Hey, apa yang kamu lakukan?” Aku berteriak menarik perhatiannya.

“Jangan campuri urusanku!” Edo berbalik menghadapku.

Edo bisa memperkeruh masalah.

“Ahaaa, aku mau mengetes sekuat mana orang yang mampu mengalahkan Deni dan Doug, hahaha!” Aku yertawa sambil mengguling tanganku mendekatinya.

Deni terbelalak, ia gak kenal aku tapi kaget aku mengenalnya. Sedang Edo langsung bersiap melawanku.

“Kamu Oz?” Tanya Deni, ini pertanda bagus. Artinya Titien sempat sms me dia.

“Iya, Boy menyuruhku. Katanya kamu gak becus melawan Edo!” Kataku lagi.

“Eh aku pernah melihatmu!” Kata Edo.

“Hahaha… ternyata kamu bego beneran. Aku sudah mata-matai kamu dari dulu, baru sekarang kamu sadar!” Kataku lagi. Baguslah, supaya Deni pikir aku bukan rekrutan baru.

Edo marah sekali, ia mengeluarkan segala kemampuannya menyerangku. Tapj kali ini ia salah target, yang ia hadapi bekas petarung jalanan ala Brooklyn.

“Bukkkk bruakkkk!” Dua tinjuku masuk telak, pelipis Edo mulai berdarah. Ini kesempatanku melampiaskan marah kepada pengecut seperti dia.

“Aduhhhh!” Edo kesakitan mendapatkan pukulan beruntun. Jelas ia bukan tandinganku… Deni makin menyemangatiku. Kamu beruntung Edo, aku ingat pesan Titien untuk menyelamatkannya.

“Dugggg!” Satu tinjuku jatuh telak dirahangnya membuat Edo terlempar. Tak lama kemudian ia jatuh berdebam dalam pingsannya. Sedangkan Deni menatapku seakan tak percaya!

“Masih sakit?” Tanya ku kepada Deni, dan dijawab dengan gelengan.

“Harusnya kamu bantai saja dia, orang itu udah tidak berguna bagi kita.” Kata Deni.

“Justru itu Den, Pak Beni inginkan dia hidup-hidup, jadi aku disini hendak mencegah kamu menghajar dia. Eh ternyata…” Aku tidak meneruskan kata-kataku, hanya berdengus tertawa. Deni diam aja.

Akhirnya kami mengikat tubuh Edo dan menaruhnya di belakang mobil van yang dibawah Deni.

——

Tak lama kemudian Deni dapat telpon dari Boy, disuruh ketemu Pak Beni. Dan seperti yang kupikirkan, ia mengajakku. Kami langsung menuju ke Airport, ternyata ia barusan turun.

“Kamu kenal yang mana Pak Beni?” Tanya Deni lagi.

“Iya, aku pernah lihat di foto., tapi belum pernah ketemu” Kataku lagi. Mujur Hackie pernah menunjukkan foto Pak Beni kepadaku.

“Oh baguslah.”

Tak lama kemudian kami bertemu di airport. Dan Deni memperkenalkanku kepada Boss-nya. Aku bilang aja kalo aku anggota mafia Brooklyn di New York.

Kami berjalan menuju mobil, dan aku membantu membawa kopernya.

Aku menatap wajahnya, dan jelas mata licik tersembunyi dibalik kaca mata hitam dan penampilannya yang necis. Apa aku hajar aja Pak Beni, jangan. Darla masih tertawan dan Deya masih dalam bahaya. Cukup cari tahu tempat tinggalnya, taruh pelacak di mobil.

Pak Beni minta tolong aku siapkan kru studio profesional untuk penyutingan film. Ia ingin kamera yang bagus serta perlengkapan yang canggih untuk rekaman film porno. Tapi ia juga ingin yang bisa dibayar, tanpa harus pake pelaporan resmi.

“Aku ngerti, pak. Kapan mulai penyutingan? Sebentar?” Tanyaku berdebar.

“Besok aja, ini sudah sore!”

“Oke, nanti aku atur semuanya.” Kataku dengan penuh keyakinan.

Setelah Pak Beni pergi ke KJRI, aku kembali berbincang-bincang dengan Deni, menanyakan rencana berikutnya. Ia gak bicara banyak, tapi dari yang kutangkap mereka akan memaksa Titien menjadi bintang film porno. Rumah gadis itu akan disulap jadi studio. Selain itu ada juga gadis lain yang akan datang besok. Mereka yakin Titien akan kerja sama kalau saja Deyara bisa tertangkap.

Deni masih sibuk, ada beberapa hal yang disuruh Pak Beni dia kerjakan pagi ini.

“Hebat juga kamu Den, Boy yang asik-asik ngentot dengan Titien, terus kamu yang harus susah payah urus semuanya. Aku lihat di video lho, Boy sampe kewalahan melawan gadis itu…”

“Jadi mereka sudah?” Deni bertanya, langsung ku potong.

“Menurut kamu? Hahaha… mana bisa Boy tahan melihat toket sekal dan memek tembem itu. Titien itu kan fantasinya sejak dulu.” Aku makin memanas-manasi Deni.

Hasilnya terbukti juga, Deni makin stress. Luka dari perkelahiannya dengan Edo membuat fisiknya lemah dan sakit.

Sementara Edo sudah bangun tapi terus masih tidur-tiduran di bagasi mobil.

——

POV Author

“Sekali lagi kamu kasih jalan yang salah, akan ku potong kontolmu!” Kata Deni dengan kasar kepada Edo yang masih terikat. Ia marah-marah menganggap Edo sengaja mengulur waktu.

Masalahnya Deni belum sekalipun ke rumah Titien, mana Boy masih belum bisa dihubungi. Menghilang tak berbekas. Terpaksa Deni memaksa Edo menunjukkan tempat itu.

Akhirnya mereka tiba juga, dan Edo menekan tombol hingga gerbang bisa terbuka. Dengan segera mobil yang dikendarai Deni masuk dan diparkir di depan pintu masuk.

Tak lama kemudian ia memaksa Edo membuka pintu, dan dengan terpaksa cowok itu mengeluarkan kuncinya. Cukup lama sih mereka istirahat untuk memulihkan tenaga. Hari sudah sore baru mereka tiba. Begitu masuk mereka segera disuguhkan suara-suara pria dan wanita yang keenakan.

“Boy!” Edo nampak marah melihat cowok itu sementara mengerjain Titien dalam posisi berdiri. Jelas Titien udah pasrah dijejalin kontol besar itu yang keluar masuk dengan bebasnya, sementara kaki kirinya terangkat disandarkan di sofa. Dalam posisi saling berhadapan ini, dan kakinya setengah terkangkang, kontol itu dengan lincahnya keluar masuk menguras tenaga gadis itu. Tak heran Titien udah memeluk leher Boy dan menjadikan pundaknya tempat sandaran gadis itu.

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

Titien memandang ke arah Edo dan Deni yang baru datang. Ia sempat memalingkan muka seakan malu… wajahnya kemerahan. Tapi ketika ia mau melepaskan diri, Boy justru meningkatkan serangannya dan memompa dengan RPM tinggi.

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

“Aaaahhhh aahhhhh… terus…. shhhhhh ssshhhhhhh!” Suara gadis itu terdengar sangat merdu ditelinga cowok yang sedang nafsu. Tak lama kemudian Boy menarik keluar kontolnya, dan memberi waktu sebentar untuk istirahat. Tubuh Titien langsung terjatuh di sofa kecapean. Pasti dari tadi siang mereka ngentot terus… gadis itu terus menyemangati Boy mendorong dia untuk tidak mengenal lelah menggali dalam-dalam dari sumur kenikmatan.

Benar-benar suatu pemandangan erotis, seakan kedua insan yang lagi dimabuk nafsu itu melakukannya dengan kemauan mereka sendiri. Padahal baru tadi malam Titien menolak disentuh cowok itu.

“Boy… pantas kamu gak mau angkat telpon, lagi asyik ternyata… hahaha…!” Kata-kata Deni terdengar garing.

“Gak lama Den, aku harus menaklukkan kuda binal ini terlebih dahulu!”

“Udah, sekarang giliranku. Masak kamu terus yang dapat enaknya dari tadi malam.” Kata Deni menuntut hak-nya. Sementara Edo yang masih terikat hanya bisa menatap dengan penuh kasihan. Ia lagi membayangkan kalo semua ini adalah hasil perbuatannya.

Plok plok plok plok plok

Plok plok plok plok plok

“Aaahhhh… aduuuhhhh Boy, aku gakkk taaaahhaaannn… ahhh… terus… cepat!”

Plok plok plok plok plok

Plok plok plok plok plok

“Aahhhgggg!” Boy juga kini mengerang, tanda ia juga sudah dekat. Masih dengan RPM tinggi dari tadi.

“Boy… ayooohhhh…!” Titien menatapnya.

“Iyaaa… udahhhhhhh…!”

“Aaaaarrgggggghhhhhhhhhhhhh!” Titien gak tahan lagi, tubuhnya mengedan dan berkelojotan menandakan kalu ia telah tiba di puncak.

Dan akibat kontraksi tadi Boy pun gak dapat menahan diri lagi. Serta-merta cairan putih kental itu kembali keluar. Dengan cepat Boy menarik kontolnya dan mengeluarkannya di perut Titien.

“Aaaaarrrrggggghhhhhhh!” Beberapa kali tembakan pejuh jelas terlihat. Sementara Titien hanya bisa menatap sambil pasrah karena kehabisan tenaga. Ia masih terengah-engah mencari nafas sambil berbaring di sofa, tanpa memperdulikan tubuh indahnya dilihat Deni dengan mata yang memancarkan birahi.

“Sekarang giliranku nona manis, jangan tidur dulu! Masih ada satu kontol besar lagi yang menunggu jatah, sayang…” Deni berdiri dan mulai membuka pakaiannya. Tubuhnya yang sudah dibersihkan dari luka-luka, kini telanjang didepan gadis itu yang hanya memandang dengan horor kepada sebuah batang yang gak kalah besarnya kini mendekatinya.

“Deni… astaga… aku masih cape…!” Titien berteriak karena ketakutan. Tenaganya sudah dikuras habis-habisan tadi dan ia tahu ia bukan lawan cowok itu sekarang.

“Aku gak mau terima alasan, masak Boy boleh lalu aku gak boleh!” Deni memaksa. Ia mengangkangkan kaki Titien yang kini meronta gak mau.

Edo yang melihat hal itu segera berdiri dan menabrakkan tubuhnya di tubuh Deni sampai jatuh. Bruak… Tubuh kedua cowok itu sama-sama terjatuh di lantai, dan Edo berusaha menahannya supaya tetap jatuh.

“Edo, kamu cari mati?”

Boy segera datang dan membantu Deni. Edo kembali ditarik keluar, tak mampu melawan banyak karena masih terikat. Kembali kedua cowok itu mengeroyok Edo sambil membantingnya sampai terjatuh.

“Sudah.. sudah…. iya layani kamu. Tapi aku minum dulu baru lanjut. Tapi deal dulu, jangan apa-apain dia!” kata Titien. Gadis itu langsung berjalan ke dapur dan membuat susu campur milo. Ia butuh tenaga ekstra malam ini. Bisa-bisa ia didobelin oleh dua cowok dengan kontol besar itu.

——

“Oh my goodness… memek kamu memang juara!” Kata-kata pujian keluar juga dari mulut Deni ketika kontol besar itu membelah kemaluan gadis itu, dan menusuknya dari belakang. Titien sendiri berada dalam posisi tertidur menelungkup memeluk sandaran sofa, membiarkan Deni memasukinya dengan gaya doggy.

“Gila Boy… pantesan kamu gak mau dihubungi dari tadi!” Kata Deni terus memuji memek yang mencengkramnya serta memijatnya dengan kuat.

Titien sendiri berusaha mengimbangi tusukan cowok itu sambil menggerakkan otot vaginanya yang dibentuk melalui latihan rutin tiap hari.

Kontol Deni ternyata enak juga. Titien mulai mendesah walau tadi sempat kesakitan.

Deni makin garang aja.. tusukannya makin ganas, jelas ia biasa main kasar kepada wanita. Membuat Titien merasa agak kewalahan. Deni gak mau menunggu cairan pelumas itu bekerja dengan maksimal dulu, tapi langsung menghajar dengan membabi buta.

Titien kelihatan kepayahan menghadapi cowok itu. Ia biasa diperlakukan lembut oleh suami ataupun selingkuhannya. Tetapi kali ini ia harus dihajar dengan kasarnya oleh kontol besar yang udah mengeras sempurna.

“Mati aku Deni, pelan dikit dong… ahhhhh sakit… aku gak mau!” Titien memprotes dari tadi, tapi gak bisa menolak tusukan Deni. Ia merasa seperti diperkosa.

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

Aduhhh… Titien merintih lagi.

“Tiennnn!”

“Edooooo…ahhhhh!” Titien memanggil Edo, dan cowok itu mendekat. Tak lama kemudian Titien memeluk leher cowok itu seakan tidak mau melepaskannya lagi. Mungkin ia perlu tempat bersandar sementara tubuh bagian bawahnya dihajar habis-habisan.

“Aadduuuuuhhhhh!”

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

Edo datang membelai wajah gadis itu dengan tangannya yang masih terikat. Ia membiarkan Titien memeluknya kuat.

“Edoooo….!” Titien berbisik. Edo lalu menaruh telinganya di dekat mulut gadis itu.

Titien berbisik lagi… kali ini disertai desahan dan rintihan. Edo harus berkonsentrasi penuh untuk mengerti maksud gadis itu. Ia tahu Titien mengatakannya secara berbisik berarti ada rahasia yang kedua cowok itu gak boleh tahu.

Plok plok plok plok plok
Plok plok plok plok plok

“Aaahhh nikmat ahhhh…..!” Deni makin cepat bergerak. Titien tahu ia gak tahan lagi, biasanya orang yang main kasar gak bisa mengatur tempo dan cepat keluar. Apalagi Deni masih kecapean setelah berkelahi tadi.

Dan ketika gadis itu memainkan pijatannya, Deni akhirnya menyerah!

“Aaaarrrrgggggghhhhhh!” Ia puk kembali berteriak memproklamirkan kemenangannya.

Tiba-tiba sementara Deni berada dalam arus kenikmatan, Edo berkelebat melarikan diri dan naik ke tangga lantai dua.

“Edooo….?”

“Astaga, ngapain dia?”

Mereka bingung, tak sempat mencegah ia berlari naik tangga. Dan ketika mereka mencari, Edo sudah mengurung diri dalam kamar dan mengunci kamar itu rapat-rapat.

“Baiklah kalo kamu mau disitu!” Kata Boy sambil mengunci pintu dari luar. Edo hanya diam tanpa bersuara apa-apa.

——
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd