Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule Ganteng II - Obsesi seorang gadis

Season 4: Las Vegas
Episode 14: Harus ganti sofa lagi



POV Titien


“Mau dikeluarkan?”

“Iya… iya… ahhh!”

Aku mulai mengocok pelan-pelan. Sementara itu aku menutup mata melawan rasa birahi yang membuat aku tak mampu berpikir lagi. Sementara itu tangan Edo sudah berada di perutku… tak mampu ku tepis… Aku terus mengocok, sambil membiarkan tangannya berjelajah…

Edo mengambil keuntungan sebaik-baiknya. Tangannya dengan nakal membelai-belai tubuhku, bahkan menyerempet ke tempat-tempat yang sensitif. Daster satu tali yang aku pakai udah lama tersingkap jelas… udah melorot kebawah menampilkan bra merah yang aku masih pakai bersama CD yang sama warna. Edo terus meraba dan membelai, aku gak perduli.

“Edo?”

Aku gak tahan lagi…

Aku merasa geli. Kenapa sih dia pake tahan-tahan segala. Apa Edo gak tahu kalo puting sensitifku udah butuh belaian tangannya…

“Boleh?” Edo sempat bertanya ketika tangannya menyentuh bra-ku.

Aku mengangguk dan menutup mata. Tak mampu melihat bra ku dibuka dan isinya diremas. Tak mampu melihat puting merah yang aku miliki dinodai dengan mulut serta lidahnya…

Aku justru berbaring terlentang… membiarkan Edo menjilat perutku dan turun ke bawah. Bahkan ketika celana dalam yang sudah basah kuyup itu dipelorotkan, aku justru mengangkat pinggulku mempermudah ia beraksi. Aku masih menutup mata ketikan merasakan bibir Edo melumat bibirku dan membiarkan lidahnya mengaduk-aduk isinya. Aku justru membalas dengan ganas…

Pasti wajahku udah merah merona karena malu… eh bukan… karena nafsu yang udah di ubun-ubun.

Tak lama kemudian aku tidak merasakan lagi sentuhan Edo… Aku membuka mata perlahan-lahan.

“Eh, Edooo… ahhh… kok dilihat aja?” Edo masih mengagumi keindahan tubuhku. Tatapan matanya sementara merekam jelas gundukan kecil yang berada di antara selangkanganku… matanya berbinar dengan kagum.

Aku menutup kakiku yang sebelumnya udah terbuka lebar… malu sekali.

“Titien, biarkan aku menikmati ciptaan Tuhan yang paling indah ini!” Edo menahan kakiku.

Terpaksa aku menutup mata, sebelum merasakan lumatan mulutnya menyeruput organ kewanitaan yang paling aku sembunyikan. Dengan lincah lidahnya mengorek-ngorek klitorisku… Edo makin jago aja memuaskan wanita. Ia mampu membuatku melayang…

“Aaaaahhhhhhhhhhh!”

Dengan cepat kontol yang sangat keras itu memasuki liang yang tersembunyi pada selangkanganku… terus masuk sambil palkon yang besar itu menggesek dinding-dinding lembut yang sudah basah dengan cairan pelumas. Milik Edo sudah berada dalam tubuhku… terasa penuh sesak.

“Pelan, Do…”

Edo menatapku dengan wajah yang membayangkan gairah, dan matanya tak pernah lepas waktu pinggulnya mulai bergerak, menyebabkan batangnya keluar masuk… Edo main halus

“Shhhh” Aku mendesis nerasakan liang nikmatku ditembusi. Palkon cowok itu yang besar terasa menyibak lebar...

Edo memperlakukanku dengan sabar, seakan menghadapi porcelain yang mudah pecah. Ia terus menatapku dengan tatapan penuh perhatian, membuat aku malu

“Edo, jangan lihat seperti itu dong!” Aku mencubit pantatnya yang memompa...

“I love you, Titien”

“Ihhhh...” aku jadi jengah , pasti wajahku sudah semerah udang rebus.

Cowok itu benar-benar memperlakukanku dengan romantis. Tangannya membelai wajahku penuh kasih sayang. Bego memang cowok ini. Pake bawa perasaan lagi...

“Jangan gitu Edo, kamu tahu kan kalo ini hanyalah kekhilafan

“Maaf sayang, aku minta sekali ini aja!”

Ini kelemahanku, mudah meleleh bila diperlakukan dengan lembut. Dan setelah 15 menit aku merasa orgasmeku udqh dekat. Aku mendesah...

“Shhhh shhhh... Terus Edo!”

Cowok itu makin memmpercepat tusukannya. Ia mulai mengerahkn staminanya...

Plok... plok... plok... plok... plok...
plok... plok... plok... plok... plok...

Berbeda dengan Ryno yang jago mengatur irama, Tusukan Edo berkesan monoton... tapi karena batangnya yang sangat keras, sukar bagiku untuk mengimbanginya. Aku hanya bisa pasrah membiarkan kontol itu terus menyentuh mulut rahimku...

Gila, nikmat banget!

Plok... plok... plok... plok... plok...
plok... plok... plok... plok... plok...

Cowok itu mengerjaiku tanpa mengendorkan tusukannya. Stamina yang kuat ditambah tekad baja membuat aku gak mampu menhimbangi permainannya.

Plok... plok... plok... plok... plok...
plok... plok... plok... plok... plok...

“Edo... ahhh aduhhh...”

“Iya Tien, aku juga”

Pompaannya makin cepat… makin dalam…

Plok... plok... plok... plok... plok...

“Aaarrrgggghhhh!” Tubuhku langjung berkelojotan sementara Edo sendiri cepat-cepat mencabut kontolnya dan memuntahkan isinya di atas perutku…

Ia terus menatapku dengan seksama menikmati ekspresi wajah dari gadis yang baru saja dikasih orgasme.

“Shhhh… shhhhhh!” tubuhku mash bergetar, sementara Edo terus mengedan mengeluarkan semua cairan putih kental. Ia masih menghimpitku…

“Edo…” Aku mendorong tubuhnya, dan ia pun ikut kerja sama membaringkan tubuhnya di sampingku.

“Luar biasa… akhirnya aku bisa menikmatinya lagi.” Edo memalingkan wajahnya menghadapku.. Ia kembali membelaiku dengan mesra, seakan kami berdua adalah pasangan yang saling mencintai. Ia malah sempat mencium pipiku.

“Edo…” Aku jadi malu karena perlakuannya.

“Hush… kamu diam aja, sayang!” Rambutku terus dibelainya dengan kasih sayang, aku merasakan betapa besar cintanya…

Setelah itu kami masih terus berpelukan, sambil mengatur nafas dan memulihkan tenaga. Aku memicingkan mata… menikmati pelukan dan belaian cowok itu…

‘Nando…!’ Entah kenapa aku mengingat pacar petamaku, Nando… sahabat baik dari Edo, kakaknya Naya. Entah kenapa, terasa sekali kalo ia dekat… apa ini sebenarnya Nando yang memelukku?

Aku bergerak dan balas memeluknya, sambil menutup mataku aku mencari bibirnya… Edo segera menciumku, dan aku membuka bibirku, menikmati permainan lidah cowok itu.

Tak terasa air mata menetes di mataku… dan tanganku semakin mendekap tubuh telanjangnya, tak peduli keringat yang masih ada. Aku mencari kehangatan dari pacarku yang telah lama kurindukan… dengan penuh emosi, aku mencium cowok itu dengan kasih sayang yang sudah lama tersimpan.

“I love you, Do”

“I love Titien sayang…”

Aku masih mendengar rayuannya berbisik di telingaku, sampai aku jatuh tertidur karena kecapean.

——-

Setelah sign in di kantor ETS, aku segera berjalan menuju ruanganku. Tanpa mengetuk, aku langsung membuka pintu dan masuk. Mereka sudah menantikan kedatanganku.

“Titien, umur panjang… pas sekali kamu datang!” Ujar Marcos, salah satu teman ku di tempat kerja di ETS, Princeton University. Yah, mereka semua pasti sudah merindukan aku yang udah 2 bulan tidak nongol-nongol di workstation-ku.

Hi Marcos, long time no see!” Cowok itu masih aja kelihatan seperti sebelumnya, seorang berkulit hitam yang berumur 30-an, berpakaian agak dekil dan bergaya kampungan. Mungkin hanya aku yang suka menegurnya ataupun mengajaknya bicara di kantor ini. Marcos agak kurang memperhatikan penampilannya, pakaian yang kedodoran, lusuh serta topi pet yang digunakan persis yang dipakai kakek-kakek dari lingkungannya.

Eh, mungkin juga karena ia berasal dari lingkungan yang kumuh, satu-satunya yang sekolah di keluarganya, tambah lagi sampai sekarang masih merawat ibunya yang diabetes. Mungkin itu yang membuat ia kurang gaul, padahal orangnya pinter dan serba tahu. Kelemahan utamanya adalah gak tahu cara berkomunikasi, terutama kepada lawan jenis… sehingga ia belum pernah pacaran sampai sekarang ini. Tapi menurut teman-teman, ia sering melampiaskan nafsunya dengan gadis-gadis lokalisasi yang umumnya juga berasal dari daerah kumuh.

Mudah-mudahan begitu aku keluar, Marcos tidak akan dibully lagi seperti dulu-dulu. Yah, seperti waktu ia nembak Wyna diwaktu acara Natal, dan dengan pedenya mengatakan cinta pada cewek itu! Langsung aja ia menjadi public enemy sekaligus sasaran pembullyan orang sekantor.

Udah hampir tiga tahun aku membagi ruangan ini dengan Marcos, dan sekarang adalah hari terakhir aku duduk di kursi ini. Pengunduran diriku yang tiba-tiba membuat pimpinan di kantor ku agak kelabakan mencari pengganti. Dengar-dengar, Wyna, seorang gadis dari legal department, ditunjuk menggantikanku. Yah, Wyna yang ditaksir Marcos dari dulu. Wyna adalah gadis yang berbakat dan punya kompetensi yang tinggi. Keduanya pasti akan menjadi team yang handal, asal cewek itu mau menurunkan gengsinya dan kerjasama dengan Marcos. Karena aku tahu sebetulnya ia menyukai cowok itu…

Yah, Wyna orangnya kebalikan dengan Marcos, gadis kulit putih dan blonde, dengan penampilannya yang anggun, high-class, dan selalu mengenakan pakaian yang modis. Dengan wajah cantik dan potongan tubuh yang ideal ia menjadi idola di kantor, banyak cowok yang berkerumunan mengajaknya sekedar makan bersama ataupun ngopi. Tapi ia juga agak gengsian, hanya mau cowok yang berkelas. Tapi walaupun ia dapat dibilang gadis socialita, aku tahu ia gadis yang baik-baik dan mempertahankan harga dirinya dan tidak sembarangan berhubungan dengan cowok.

“Wyna, panjang umur kamu datang. Ini aku kasih kunci laci dan loker!” Aku mengeluarkan semua barang-barang pribadiku, lalu menyerahkan kunci kepada gadis itu.

“Sayang sekali kamu menarik diri, padahal aku masih suka jalan-jalan dengan kamu!” Kata Wyna mendekat lalu memelukku. Marcos juga ikutan mendekat dan memberikan pelukan selamat tinggal.

“Aku kan masih sering datang, walau statusku sudah konsultan, bukan lagi pegawai harian!”

“Iya, tapi gak di ruangan ini lagi…!” Kata Marcos.

“Iya… cuma kamu yang betah dengan cowok itu di sini!” Kata Wyna sambil meledek rekan kerjanya.

“Pasti kamu juga betah kok, aku yakin Marcos akan membuat kamu nyaman dan melayanimu dengan baik.” Aku meledek keduanya.

“Tien, sebelum kita pisah, kita harus minum-minum dulu sama-sama! Ingat janji kamu” Rengek Marcos yang kembali mengajakku. Ajakan yang sedari dulu selalu ku tolak…

“Gini aja, Marcos. Aku bawa minuman Markisa dari Indonesia, kamu belum pernah coba kan? Nanti lihatlah habis kerja kalo bisa, yah!” Aku membujuknya.

Aku segera mengeluarkan botol juice markisa yang ku bawa dari rumah dan menuangkannya di tiga gelas, dan kami bertiga meminumnya. Mereka berdua kembali memuji minuman itu yang baru sekarang mereka rasakan. Mereka tanya-tanya bagaimana cara mendapatkannya, dan tentu saja itu sangat sukar.

“Kamu bawa botol ini dari Indonesia?” Wyna kembali bertanya.

“Hanya konsentratnya, terus aku campur air dari rumah!” Aku menjelaskan.

“Ohhhhh”

“Kalo kalian mau lagi, tambah sendiri, habisin aja. Aku masih kenyang dari rumah!” Aku mempersilahkan mereka minum sampai puas, sementara aku hanya mencicip sedikit. Kali ini aku gak bisa minum karena masih kekenyangan. Tadi sebelum ke kantor, aku sempat minum susu coklat hampir 1 liter, untuk mengisi energyku yang tadi sempat terkuras gara-gara Edo. Sementara kedua orang itu menggunakan kesempatan untuk minum sepuasnya.

Tak lama kemudian aku pamit sambil menutup pintu ruangan yang berukuran 5 x 6 meter itu, sambil berharap mudah-mudahan kedua orang itu bisa akur bersama… aku segera menuju atasanku untuk orientasi tugas baruku, tapi sebelumnya aku menitip dua kardus barang-barang pribadiku di ruangan tersebut.

——

Begitu aku balik dari meeting, sekitar 2 jam kemudian, aku kembali ke ruangan untuk mengambil titipanku. Dari jauh aku kaget melihat ada beberapa cowok dan cewek mengerumuni pintu masuk ruangan itu, sambil mengintip di pintu yang terbuka kecil. Mereka sibuk berbisik-bisik, sambil tertawa-tawa.

Semakin aku mendekat, aku mendengar desahan kecil pria dan wanita bersahutan dari dalam ruangan. Kayaknya ada pasangan yang lagi hot bercinta. Aku makin penasaran.

“Ada apa ini?” Aku bertanya kepada Nancy, salah satu sohib dekatku yang ikutan ngintip. Dan ketika mereka melihatku, semua langsung membuka jalan padaku.

“LIhat aja sendir!” Kata Nancy sambil memicingkan mata kirinya.

Aku pun ikutan ngintip…

“Astaga!” Aku kaget sekali melihat pemandangan di dalam ruangan.

Benar sekali dugaanku, mereka lagi ngewe. Wyna sudah membuka pakaiannya, dan tampak lagi nungging sementara Marcos memasukinya dari belakang. Aku hampir gak percaya dengan apa yang aku saksikan, mana mungkin dua orang yang sangat bertolak belakang kini terlibat dalam affair tempat kerja disaksikan oleh banyak orang. Gila…!

“Sayang… terus… shhhh shhhh ahhhhh!”

‘Sejak kapan Wyna panggil Marcos sayang? Ah agaknya dunia sudah terputar,’ Aku membathin.

“Iya baeb… aku akan memuaskanmu! shhhhh… shhhhh…” Marcos juga membalas panggilan mesra.

“Plok… plok… plok… plok… plok…

Aku masih terbegong di depan pintu, gak tahu mau buat apa. Gak mungkin kan aku buka pintu lalu masuk begitu saja.

“Kuat juga si Marcos, Wyna udah 2 kali dapat…” Ujar Nancy, cewek yang ikut mengintip dibelakangku.. ia bersama 2 cewek lainnya mengintip kegiatan itu malu-malu. Mungkin mereka menyadari kalo masih berada di ruangan kantor.

“Gak nyangka kalo Marcos kuat juga, jago lagi mainnya”

“Wyna sampe keteteran gitu, gak mampu berdiri lagi”

“Aaahhhhhhhhhh!” Jeritan kepuasan seorang wanita terdengar cukup kuat. Mereka makin penasaran melihat apa yang terjadi.

“Wohoi, Wyna dapat lagi” Ujar Nancy melihat gadis itu berkelojotan lagi.

“Gimana gak cepat orgasme, dihajar kontol sebesar itu… untung banget si Wina…”

“Ia… Marcos udah ngecrot masih aja tegang segitu…”

“Tubuh Wyna seksi banget Euy… toketnya padat lagi…” Ujar salah seorang office boy yang mujur mendapat siaran langsung.

“Iya, beruntung sekali si Marcos…”

“Duh mainnya tambah cepat…”

“Tuh, Wyna udah pasrah… tapi Marcos kejar terus…!”

“Kayaknya ia udah mau sampai puncak lagi…!”

“Aaarrrggghhhhh!”

“Aaaahhhhhh ooohh sayang….!”

Kembali gadis cantik itu terdengar kuat, tapi kali ini disertai suara bariton milik cowok berkulit hitam tersebut. Setelah itu diam tenang, kayaknya udah kecapean.

Tak lama kemudian pergumulan kedua orang itu tampaknya selesai. Tidak lagi terdengar suara apa-apa, hanya desah nafas yang tertahan dari dua orang yang kelelahan.

Aku memberikan cukup waktu untuk mereka istirahan dan dan berbenah-benah.

Aku melihat jam, sudah saatnya…

“Tok… tok… tok…!”

“Siapa?”

“Aku, Titien, mau ambil barang-barangku..!” Aku segera masuk dan menutup pintu, tampak kedua orang itu sibuk membehani pakaian mereka.

“Eh Tien… udah selesai?” Tanya Marcos gugup.

“Iya, shownya udah selesai” Aku tertawa meledek.

“Eh, maksudnya?” Suara Wyna terdengar harap-harap cemas.

“Haha… kalian ngapain? kayak baru selesai olah-raga… eh, jangan-jangan kalian gituan yah?” Aku membalas pertanyaan dengan pertanyaan.

“Eh, gak kok…” Wyna menepis.

“Udah, gak apa-apa, lanjutkan aja. Aku hanya mau ngambil ini, kok!” Aku masih terus tersenyum, sambil mengambil dua kardus bekas aqua yang berisi barang-barang pribadiku.

“Idihhh, lagian siapa yang mau sama dia?” Wyna masih pake gengsian segala.

“Kalian berdua cocok kok! Eh, lain kali kalo main tutup pintu yah, kedengaran satu kantor…” Aku menggoda mereka sebelum melangkah keluar

“Apa?” Wyna kaget.

Aku hanya senyum sambil mengangkat bahu, membuat ia makin stress.

“Tien, jangan bilang-bilang orang yah?” Ujar Marcos sambil berbisik.

“Buat apa aku bimang, semua udah tahu kok, tuh lagi nguping di pintu!” Aku membuka pintu secara tiba-tiba dan kelihatan ada beberapa orang sementara menguping di pintu.

Wajah Wyna dan Marcos langsung berubah warna jadi merah… tanpa kata-kata mereka langsung menuju kamar kecil. Siapa suruh mesum di kantor.

——

“Titien, nomor hape kamu masih sama, kan? Soalnya kamu jarang nongol di WA group”

“Iya, masih aktif kok. Aku aja yang lagi sibuk akhir-akhir ini.” Aku menjawab pertanyaan Nancy yang kepo sendiri.

“Nanti kalo kamu udah gak ada, kita jadi jarang ngopi bareng lagi!” Ujar Maddie yang barusan mencicipi Arabican coffee-nya.

“Iya Titien, kami pasti akan rindu kamu!” Sambung Maggie, saudara kembarnya.

Kami berempat sementara ngopi di salah satu cafe di pinggiran Hudson river, Jersey City, sambil memandang kemegahan downtown kota New York yang berada di sisi sungai sebelah sana. Sinar matahari yang memantul dari gedung-gedung megah terlihat begitu indah, membuat tempat ini sangat cocok untuk bersantai sehabis kerja.

Tadi di kantor, aku ditodong Nancy untuk traktir ngopi di tempat ini sepulang kantor. Si kembar juga ikutan, maka lengkaplah kami berempat datang ke sini. Kami memang biasa makan siang berempat di kantor, dan mereka bertiga adalah sahabat-sahabat terdekatku, tentu saja ditambah dengan Marcos.

Tadi juga kami banyak membicarakan peristiwa Marcos dan Wyna, yang membuat heboh satu kantor, semuanya gak nyangka kalo mereka berdua bisa jadian… bahkan berani mesum di ruangan kantor.

Cukup lama kami duduk dan bercerita… maklum aja, cukup lama juga aku minta ijin dari kantor dan baru sekarang bisa balik. Mereka menuntut aku menceritakan pengalamanku, terutama di Las Vegas. Tentu saja tak ada yang aku ceritakan.

”Tien, kamu sempat nonton musical show-nya Ryno Marcello dong?” Tanya Maddie.

“Eh iya…!” Aku jadi kaget.

“Aku gak tahu kalo selama ini kamu juga pengemarnya, nanti sadar waktu lihat ada fotonya Ryno diantara tumpukan barang-barangmu tadi.”

Ternyata ia tahu dari situ. Memang aku memiliki foto suamiku yang aku taruh di dekat monitor, jadi penyemangat untuk kerja. Untung ia gak curiga. Hanya dua temanku yang tahu kalo foto itu adalah suami-ku, dan lucu-nya mereka gak kenal siapa itu Ryno Marcello.

“Cerita dong shownya, bagus kan? aku sempat lihat di TV.” Maggie ternyata juga fans.

“Yah gitu lah, Ryno… selalu tampil cemerlang!” Aku gak tahu mau bilang apa.

“Nanti kalo kamu mau cari tahu banyak soal Ryno, aku WA kalo ada gosip-gosip terbaru. Eh, kalo gak salah waktu di Vegas ia membawa pacarnya yang dari Thailand ikutan dia di karpet merah”

“Oh iya… aku ingat, tapi bukan Thailand…”

“Malaysia…”

“Bukan!”

"Korea atau Jepang?"

"Bukan juga!"

“Indonesia?” Tanyaku…

“Kayaknya bukan, apa Philippines atau Vietnam…?” Aku tertawa dalam hati mendengar tebakan kedua gadis kembar itu.

“Yah benar, dari Indonesia!” Maggie menjawab.

Anyway, yang penting Asia…” Kata Maddie menyimpulkan.

“Ada yang bilang kalo itu istrinya, tapi aku gak percaya kalo Ryno udah menikah.”

“Iya, aku juga…” Keduanya sibuk menggosipkan suamiku, dan aku hanya bisa senyum-senyum mendengarnya.

Ini kalo Ryno tahu…

“Kenapa kamu yakin ia masih single?” Aku penasaran juga.

“Karena mereka berdua belum punya anak!” Kata kedua gadis kembar itu bersama-sama.

"Kalo mereka beneran udah kawin, pasti cewek Asia itu akan mengikat cowok itu dengan anak!" Ujar mereka menjelaskan.

‘Astaga… apa ini yang dipikirkan fans-nya?’ Aku mulai bertanya dalam hati.

“Ryno udah lama gak post di twit**ter, biasanya rajin. Tumben yah?” Kata Maddie.

“Iya, apa dia lagi sibuk yah? Dengar-dengar ia udah gak main lagi di Philharmonic. Tapi kenapa gak ada beritanya?”

Kayaknya kalo bicara tentang Ryno, kedua orang ini gak mau berhenti. Sedangkan Nancy yang gak tahu apa-apa hanya diam sambil main hape. Baguslah, nanti kalo dia lihat foto Ryno, pasti dia akan mengenalinya sebagai suamiku.

Tapi percakapan mereka memberi masukan bagiku. Udah cukup lama aku gak pernah update foto di twit**ter. Yah, sejak kami menikah aku yang pegang account twit**ter Ryno, dan aku yang selalu mengisi berita tentang kegiatan suamiku disana. Berarti dua orang gadis ini suka follow twit-nya. Kayaknya aku kerjain dulu…

Aku keluar sebentar dan bercakap-cakap dengan seorang pelayan, lalu memberikan hapeku kepadanya. Tak lama kemudian dia kembali membawa hape milikku, lengkap dengan foto candid kami berempat.

Kami pun terus bercakap-cakap hingga sampai jam 5 sore, udah waktunya pulang. Dan tepat sebelum pulang,

Tepat beberapa detik setelah berpisah, aku membuka twit**ter lalu masuk ke akun Ryno. Aku langsung mengupload foto kami berempat tadi dengan caption:

Wish I could be there, sharing dreams and laughs with you. Thank you for your love my loyal fans” (Seandainya aku berada di sana, membagi mimpi dan tawa dengan engkau. Terima kasih fans setiaku..)

Pasti mereka heboh… hahaha!

——

Baru sekarang aku deg-degan dalam perjalanan pulang. Selama ini jalur mobil yang tiap hari aku lalui biasanya bersahabat menyambut aku pulang, tapi tidak hari ini… yah, aku gak tahu harus gimana kalau bertemu dengan Edo di rumah.

Tak lama kemudian setelah memarkir mobil di garasi, aku mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu depan yang terkunci. Perlahan aku mendorong pintu masuk, moga-moga aku bisa lolos sore ini gak bertemu dengan Edo.

“Eh Tien, udah pulang?” Edo menyapaku.

“Eh, iya Do…” degh

Edo lagi nonton di ruang tamu, sambil bermain-main hape. Apa ia menungguku?

“Eh, aku mandi dulu yah!”

“Iya…!”

Setelah aku mandi bersih-bersih dan memakai baju rumahan barbie doll atasan dan hotpants bawahannya. Karena di dalam rumah, aku malas mengenakan bra, walaupun harus bertemu Edo. Yah, aku sudah memutuskan untuk ngomong hati ke hati dengan Edo. Yah, benar. Sebaiknya aku selesaikan masalah ini secepatnya, kalo diundur nanti dia terlanjur cinta seperti Shaun, hihihi… ih, ge-er.

Memang sih perasaanku tidak enak, tapi aku bisa membayangkan kalo aku di posisi Edo, yang hanya menumpang di rumahku. Pasti ia udah merasa gak nyaman dari tadi pagi… eh, waktu ngewe sih nyaman, maksudnya setelah itu… ih, kok jadi ngelantur.

Setelah merapikan rambutku, aku langsung keluar dari kamar dan mendekatinya. Edo masih di tempat semula, lagi menonton pertandingan basket di TV.

“Nonton apa Edo?”

“Biasa, Lakers lawan Knicks”

“Ada Kobe Bryant?”

“Kobe udah pensiun nona manis…” Edo memanggilku dengan panggilan kesayangan Nando dulu, sambil menatapku berbinar-binar. Aku jadi tersipu.

Untuk menutupi kegugupanku, aku segera berdiri dan pergi mengambil minum. Entah kenapa aku salah tingkah, tapi gimana gak malu, cowok ini udah melihat tubuh telanjangku tadi pagi.

“Edo, kamu juga haus?” Ujarku membuka percakapan, sambil menawarkan ia air putih juga.

“Eh, itu… eh… iya!” Tampaknya Edo juga gugup.

Aku menumpahkan air putih di gelas satunya, dan mengisi lagi gelasku serta membawa keduanya ke dapur. Yah, aku kembali membuat juice markisa lalu meletakkannya di meja depan ia duduk

“Yes masuk!” Edo berteriak.

Tampaknya ia lagi fokus nonton basket tapi aku tahu ia juga salting di dekatku. Dan aku harus menghilangkan kegugupan ini, gimana bisa bicara kalo ada jarak seperti ini.

Aku minum lagi padahal baru habis minum air segelas… Edo hanya minum satu tegukan saja lalu kembali diam. Ih, kok tambah gugup. Harus aku yang mulai…

“Edo, aku mau ngomong!” Kataku to the point. Edo mematikan TV-nya.

“Eh, iya aku juga…!”

Kembali kami berdua berdiam diri, gak tahu mau bilang apa. Aku melihat ada bangku kecil pendek biasanya menjadi tempat duduk anak-anak, dan langsung mengambilnya. Aku langsung menaruh benda itu didepan kaki Edo.

Ia bingung apa yang ku perbuat, tapi gak bicara apa-apa. Aku langsung duduk disitu, dan bersandar di kakinya.

“Eh tapi ngomong sambil pijat yah?” Ujarku memecah kebuntuan. Lebih baik seperti ini…

Edo hanya mengangguk, ia membuka kakinya dan membiarkan tubuhku berada di antara kedua kakinya. Tak lama kemudian tangannya mulai menyentuh pundakku dan mulai memijatku dengan pelan.

“Kamu capek yah Tien, kayak udah lama gak di pijat!” Edo mulai mengangkat bicara.

Benar juga, perbuatanku ini membantu mencairkan kecangggungan diantara kita.

“Kamu beneran tahu pijat?”

“Ya iyalah… asal jangan suruh sambung tulang yang patah aja. Kalo cuma urut karena capek, aku bisa kok!” Pijatan Edo terasa nyaman, walaupun tangannya agak gemetar.

“Siapa yang bikin aku cape tadi pagi?” Aku bercanda sambil menaruh sikuku pada kedua kakinya supaya nyaman.

“Ih, kamu kan yang mulai…”

“Hahaha… hush..!” Aku tertawa, Edo juga udah mulai nyaman.

“Edo, aku jadi teringat Nando lagi, ia suka pijat aku seperti ini…”

“Iya aku pernah lihat kok.” Kata Edo.

“Oh iya yah!”

“Apa sih peristiwa kamu dan Nando yang aku gak tahu!” Kata Edo bercanda, dan aku mencubit pahanya.

“Edo, apa aku sekarang udah berubah jadi nakal dan mesum yah? Perasaan dulu aku paling pemalu sama cowok!”

“Eh siapa bilang? Dulu juga kamu udah nakal dan mesum!” Kata Edo meledekku.

“Eh, cape deh! Dulu aku ini anak paling alim sedunia…” Aku menyanggah.

“Masuk kamar cowok telanjang bulat, kok ngaku alim?” Kata Edo sambil tertawa mengingatkan aku atas peristiwa bersejarah itu.

“Eh itu kan... gara2 ... ih, kok kamu masih ingat sih?” Aku jadi merah, malu sekali.

“Gimana gak ingat, itu hari pertama aku coli, ingat terus toket kamu yang padat!” Kata Edo masih tertawa-tawa.

“Hahaha ada-ada aja, hush!” Aku jadi malu, Edo sih pake ingat masa lalu. Kembali kami diam seperti gak tauh mau ngomong apa.

“Ternyata pijatanmu enak, kalo tahu enak hini, aku sudah minta dari dulu.” Aku memuji, tapi memang benar, pijatannya terasa nyaman.

“Aku kan pernah pijat kamu dulu” Kata Edo mengingatkan aku.

“Kapan?” Kayaknya gak pernah.

“Waktu di kolam air panas, Naya suruh aku gantikan dia... trus kamu pamer toket segala di kolam renang!” Edo tertawa lagi mengingat kemesuman ku dulu. Aku kembali menutup wajahku menahan malu.

“Eh ihhhh kok kamu ingat yg mesum-mesum lagi…”

“Gimana gak ingat, kamu kocok kontol aku sampai keluar kan!” Edo meledekku lagi membuat aku tambah jengah. Susah juga dapat teman yang mulutnya bocor kayak Dickhead.

“Udah... udah... gak usah ingat-ingat kejadian lalu. Sekarang ada yang penting aku mesti bilang.”

“Kamu mau ngomong apa?”

“Tolong kamu lupakan peristiwa tadi pagi!” Terpaksa aku langsung to the point aja. Gak boleh basa-basi lagi dengan cowok ini.

“Peristiwa apa?”

“Itu yang di kamar mu tadi!”

“Ada apa di kamarku?”

“Ihhh, pake mengejek lagi” Aku mencubit pahanya, mengetahui kalo ia sudah tahu maksudku.

“Ahhhh ampun iya hahaha” Edo tertawa lagi.

“Maunya dicubit dulu baru setuju” Aku mengancamnya. Edo hanya tertawa.

“Tapi jujur Tien, sulit melupakannya” Kata Edo… “Aku terbayang terus toketmu yang padat membulat, juga jepitan memekmu yang ngegrip, mengisap kuat, dan kuluman bibirmu yang top abis. Gimana aku bisa lupa peristiwa bersejarah ini?”

“Ihhh… pake detail segala, gak sampe begitu kali, hahaha” Aku kembali menutupi rasa malu dengan tertawa.

Tapi kemudian diam lagi…

“Edo?”

“Tien?” Kami sama-sama bersuara.

“Eh bilang apa?”

“Kamu dulu” Edo menyuruhku ngomong duluan.

“Aku gak mau kamu salah mengerti, yang terjadi tadi pagi itu hanya kekhilafan! Itu sebabnya aku mau kamu melupakannya, apa lagi pake perasaan!”

“Iya Tien, aku tahu.”

“Aku gak tahu kenapa tadi pagi aku bergairah” Aku melanjutkan.

“Iya, dan aku juga gak bisa kontrol diriku” Edo juga membenarkan.

Aku gak sadar tangan Edo sudah menyelip dibalik baju, tapi terbatas di daerah punggung saja. Memang sih barbie doll yang aku pakai cukup terbuka di leher. Tapi, jangan-jangan ia ngintip ke dalam dan melihat kalo aku gak pake bra. Mungkin sekali…

Aku baru sadar, pijatan Edo terasa lain. Yah, aku merasa aneh... gairahku naik lagi

‘Aku harus gimana?’

Ketika aku melihat kebelakang, aku mendapati kalo Edo menatap tubuhku dengan pandangan yang berbinar-binar.

‘Entah apa yang ada di pikirannya?’ Tanyaku dalam hati.

“Tien, soal tadi pagi itu, aku benar-benar kaget. Aku gak nyangka kalo kamu jago banget BJ cowok” Kata Edo sambil tertawa.

“Eh…” Aku kaget, Edo tambah melantur dengan kata-kata nakalnya. Kayaknya benar, pikirannya mesum…

“Mujur banget si Romeo, tiap hari dapat lumatan hebat tambah jepitan memekmu yang ketat…”

Aku hanya diam sambil menggeleng... ‘Kenapa ia bilang gitu? Apa Edo tahu kalo nafsu birahiku juga udah mulai naik?’

“Edo, kok ngomong gitu, kamu makin lama makin mirip Dickhead!” Aku menegurnya.

“Emangnya, Shaun ngomong gitu?”

“Iya, persis kata-kata begitu…” Aku terkekeh.

“Eh tunggu, kalo ia ngomong begitu, berarti Shaun udah pernah rasa dong? Astaga, Shaun udah dapat yah?” Kata-kata Edo mengskak mati aku…

“Eh maksudnya… ihhh…” Aku mencoba memotong, tapi sadar kalo udah keceplos… aku gak berani bicara lagi, nanti tambah terbongkar.

“Titien kok wajah mu jadi merah?" Muka Edo sudah dekat sekali dan jelas melihat wajahku yang tersipu malu…

“Eh… hahaha” aku hanya bisa tertawa menghilangkan canggung.

“Astaga?”

“Kenapa?” Aku pura-pura bertanya.

“Jadi beneran Shaun udah pernah ML dengan kamu?” Ternyata Edo hanya memancing tadi…

“Ihhh apa sih? Kepo banget…” Aku malu sekali.

“Astaga, gak nyangka… kamu tambah nakal aja…” Edo menggeleng-geleng kepala, pijatannya makin berani.

“Hihihi... udah ah…” Aku hanya bisa tertawa, sambil menutupi nafsu yang sudah menggebu di dada. Sentuhan tangan Edo di leherku benar-benar membuka kran birahi.

Kenapa aku jadi begini… apa Edo tahu kalo aku udah mau lagi? Aku tambah malu... tapi tak bergeming di sampingnya. Lihat aja gimana kedepannya.

Tangan Edo makin berani menyelip, sekarang turun menyusur bahu dan menuju ke dada… sentuhanmya membuat aku kesetrum lagi. Aku hanya bisa menahan nafas, sambil penasaran apa sampai dimana keberaniannya. Moga Edo tidak merasakan jantungku yang makin berdebar.

“Tien, cerita dong?”

“Cerita apa?”

“Kamu ngewe dengan Dickhead!”

“Eh gak ah, itu rahasia, hihihi…”

“Aku bilang ke Ryno!”

“Ryno udah tahu kok, weeekk!” Aku meledeknya. Apa aku udah jadi genit yah?

Edo makin berani dipancing sedikit tangannya sudah melingkar memelukku… tangannya sengaja di taruh di atas dada ku, tapi untuk tidak berani meremas.

“Ih mesum juga cewek ini, main sama sohibnya sendiri!”

“Hihihi, kamu aja sih yang pelan dan bego!” Aku meledeknya lagi.

“Pelan dan bego, apa maksudmu?” Edo penasaran.

“Pelan, bego dan penakut lagi!” Aku menegaskan kata-kataku dengan mengeja satu-persatu sambil berpaling supaya ia melihat gerakan bibirku.

“Huh? Penakut?”

“Hahaha…” Aku kembali tertawa menahan gairah. Entah kenapa aku jadi binal dan genit.

“Maksudmu?”

“Gak…” Aku memundurkan tubuhku, dan kini bersandar di antara kakinya. Terasa ada gelembung di selangkangannya. Aku juga merasa Edo juga udah berdebar-debar dan mulai mengeras batangnya.

“Bilang cepat…” Tiba-tiba Edo menggelitik pinggangku kiri dan kanan…

“Aduh ampunnn... geli…” Aku menggeliat… tapi efeknya jauh lebih besar. Sentungan tangan Edo di pinggang membuat Aku jadi terangsang hebat, aku merasakan memekku mulai basah dengan cairan. Edo terkesiap melihat geliat tubuhku yang seksi menggoda.

“Ahhhh…” aku terus menggeliat genit, dengan gerakan yang seksi... sementara lenganku sengaja menyentuh tipis tonjolan di celananya yang sudah sekeras kayu.

“Cepat bilang apa maksudmu?” Edo mengancam... suaranya gugup, mungkin malu kontolnya aku sentuh tadi…

Aku gak tahan lagi...

“Udah iya, hahaha....kalo yang didekatku itu Shaun, palingan udah lama aku ditelanjangi… tapi kamu? Benar benar pelan, bego dan penakut” Aku memutar leherku ke belakang untuk melihat reaksinya.

“Eh?” Hanya itu suara yang keluar. Edo kelihatan bingung. masih belum mencerna arti kata-kataku. Tu kan memang bego.

“Mana kamu berani? Hahaha…” Aku meledeknya lagi.

“Kamu memantang aku?” Edo menatapku kaget gak percaya pendengarannya.

“Beraninya hanya di ngomong…”

“Aaahhhhhh” Tiba-tiba tangan Edo melingkar di perut dan pinggangku lalu memelukku dengan erat. Aku jadi kaget dengan serbuannya yang berani, tapi sayangnya ia gak berani melanjutkan serangannya… tangannya gemetar taku.

“Tuh kan…. beraninya hanya segitu, benar-benar bego dan penakut…!” Ujarku sambil memutarkan badanku kesamping dengan tersenyum mengejek.

“Nakal…!” Edo masih bingung mau ngapain.

Aku terus berbalik, kini menghadap belakang. Aku menatapnya dan tersenyum nakal. Orang ini bego amat, udah tahu aku udah sange berat, ia masih stay cool aja. Tanpa ragu, tanganku langsung bekerja membuka kancing celananya yang sudah menggelembung aku menariknya kebawah, Edo masih diam kayak olang linglung.

“Blesh!” Ketika celana dalamnya juga aku turunkan, langsung kelihatan kontolnya yang menjulang.

“Udah keras belum?” Kataku sambil memegang batang cowok itu.

Aku meremasnya sejenak, membuat kontolnya mengeras dengan maksimal tanpa perlawanan dari cowok itu.Edo masih gugup, kayaknya ia masih gak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tapi segera aku melihat nafsunya bangkit… mana ada cowok yang bisa tahan kalo batangnya ku mainkan?

Aku gak mau tunggu lama, sambil tersenyum nakal, aku menarik baju atasanku keatas dan telanjang dada, sehingga memberikan pemandangan yang indah didepannya…

“Ck ck ck… kamu cantik dan seksi sekali!” Kata Edo sambil menatapku terpesona.

Kali ini aku tidak perlu memancingnya lagi… Edo mengambil inisiatif, ia menarik tubuhku mendekat dan segera melumat bibirku… tangannya ikut bergerak meremas dadaku, lalu dengan terburu-buru membuka kancing hotpants yang kupakai…

“Udah basah yah?” Tanyanya

“Hush… kamu sih bego dari tadi!” Ujarku sambil mengocok kontolnya yang udah tegang.

Gila, aku nakal sekali. Bayangkan aja, kali ini aku yang memancingnya, membuka celananya serta membuka baju didepannya… Tapi aku gak mau berpikir panjang lagi. Dengan segera aku terbuai dalam gairah yang sangat besar, menuntut kepuasan dari sahabatku sendiri.

“Mmmhh... mmmmhh..” Ciuman kami makin panas aja dengan nafas yang memburu. Tak lama kemudian bibir Edo merambat turun menyusuri leher dan pundakku hingga akhirnya melahap toket kiriku.

“Uuuuh…” desahku dengan kuat saat sahabatku itu menjilati putingku. Tak tinggal dia, tangannya yang satu ikutan meremas payudara yang sebelah. Aku merasakan putingku yang ranum semakin mengeras.

Aku merespon dengan meraih kaos Edo dan membukanya keatas. Edo menurut dan menghentikan sejenak kulumannya… Setelah itu tanganku yang nakal kembali bergerak turun mencari penisnya sudah keras seperti batu.

Tangan Edo kini turun ke bawah membuka hotpant ku dan melucurkannya sampai ke lantai, lalu terus menjelajah mencari belahan di selangkanganku, Jarinya yang nakal menyelip di balik belahan dan membelai memek yang sudah basah itu. Aku merasakan vaginaku semakin gatal dan becek. Aku gak tahan…

Tanpa lama-lama aku segera menggenggam penisnya yang sudah ereksi itu, dan menuntunnya menuju ke vaginaku. Dengan segera kuatur posisiku untuk nungging, dan Edo mengerti keinginanku. Ia mengarahkan penisnya ke liang senggamaku, tanganku juga meraih batang penisnya menuntunnya ke mulut vaginaku..

“Edo, cepat masukin!” Kuingin benda itu segera menusuk dan mengaduk-aduk vaginaku.

Edo masih mau bermain-main, kontolnya terus digesek-gesek di mulut liang senggamaku, serta bermain-main di sana.

“Edo, ayo…”

“Ayo apa Tien?”

“Masukin, cepat!” Aku setengah berteriak menyuruhnya masuk. Dan ketika kepala penisnya tepat berada di sasaran, aku menggoyangkan tubuhku kebelakang, memaksa batang itu masuk…

“Blesshhhhh!”

“Aaaahhhh!” Kami berdua mendesah bersama.

Memekku kembali penuh diisi oleh kontol yang keras, lalu dengan ganasnya Edo menggoyangkan pinggulnya maju mundur merojoki vaginaku. Seperti yang ku duga, Edo main seruduk, tak pusing dengan mengatur tempo, tapi terus menggesek dengan ganasnya.

“Aaahhhh….!” Kami berdua berdesah dengan nyaring, tanpa menahan-nahan. Udah dari tadi aku dilanda birahi yang tinggi.

“Plok.. plok.. plok.. plok.. plok.. plok..”

Pompaan cowok itu mampu membuat aku melayang dengan nikmat. Tak sadar udah cukup lama kita main dengan gaya ini.

"Ahh... ohh... enak Do… terus!!” ceracauku.

"Ahh... memek kamu seret banget" erangnya sambil terus memompa, tanpa menahan-nahan. Inilah yang ku mau darinya.

Tak lama kemudian aku merasakan tubuhku mulai bergetar, dan vaginaku makin berkedut-kedut. Akhirnya aku menjeput orgasmeku dengan tubuh yang terbaring di atas sofa, tanpa kekuatan lagi di kedua tungkaiku…

"Aaaarrrgggggh..." aku mendesah lebih keras menikmati orgasme dahsyat ini. Cairan vaginaku serasa tertumpah semua membasahi paha dalam dan penis pria itu.

Edo masih terus memompa, tidak memperdulikan tubuhku yang sudah kelojotan.

Cowok itu terus menggenjot dan menggerayangi tubuhku hingga lima menit ke depan.

“Aaahhhh terus… Edo… ahhhhh… ssshhhhhh!” Pompaannya yang dashyat membuat aku sange lagi… apa ini yang disebut multiple orgasme?

“Ahhh… Titien, aku nyampe….!”

“Aaahhhh Edo… aaarrrggghhhhhhhhhhhh” Aku kembali mendapatkan puncak, sementara merasa kontol Edo menyemburkan pejuh kedalam rahimku.

“Ah… Enak banget sayang… makasih yah, kamu nakal sekali hari ini!” Kata Edo berbisik sementara kita berdua berbaring di sofa telanjang bulat.

Aku masih diam terkulai tanpa tenaga, butuh hampir 15 menit baru aku bisa berpikir.

“Edo, kok kita bisa khilaf lagi?”

“Siapa suruh kamu menggoda sekali, pake-pake bilang aku bego dan penakut segala!”

“Aaahhhh…” Aku mencubit perut cowok itu yang mengejekku.

Edo hanya memelukku dan kembali menciumku dengan penuh perasaan. Aku merasakan cintanya yang sangat besar…

Astaga! Aku baru sadar udah selingkuh lagi… aku segera menarik wajahku, sehingga ciumannya terlepas. Edo menatapku dengan senyuman…

“Ihhhh bego!” Aku menarik rambutku, dan menyalahkan diriku

Kembali sofa yang pernah menjadi saksi percintaanku dengan Shaun, menjadi tempat pertempuranku juga dengan Edo, sahabatku sendiri. Benar kataku… besok aku akan buang sofa ini, dan mengganti dengan sofa yang baru

——-.


POV Author

“Astaga, mereka sudah melakukannya?”

Aku sementara melihat tayangan yang dipancarkan kamera di ruang keluarga rumah Titien. Tampak jelas dua tubuh telanjang sementara bergumul diatas sofa. Wajah gadis itu terlihat cukup jelas…

“Hahaha… rencana kita berhasil. Sialan! si bego bisa mencicipnya pertama kali!” Deni memaki melihat kemujuran musuhnya, Edo.

“Gila, hot banget gadis itu…”

“Iya, benar katamu, body Titien benar-benar indah!”

“Aku gak bisa tahan lagi, sore ini juga kita kesana

“Entar dulu, kita harus simpan baik-baik rekaman ini, terus atur rencana. Kalo Edo melihat kamu, bisa gagal rencana kita.”

“Tidak aku harus ikut!”

“Tunggu dulu!”

“Aku gak percaya, kamu bohongi aku lagi…!”

“Dengar dulu…!” Tak lama kemudian Boy membisikkan rencananya kepada Deni yang dengan terpaksa diterima cowok itu.

“Kalo begitu gadis ini bagianku malam ini!” Deni menunjuk kepada gadis muda yang berada di kamar Boy.

“Iya, beres-beres…”

“Awas yah sampai kamu tipu aku!”

“Gak akan… dan jangan lupa, lapor ke Pak Beni keberhasilan kita!”

——-

Bersambung



End of Season 4 Las Vegas
Continue next season: Home: Where ever you are with me! Start in April
 
Terakhir diubah:
Makasih updated nya.. sempet mikir pas lagi ena" titien bakal di grebek deny + boy, ternyata blm yah.

Lanjutkan trs hu.. :banzai:
 
Pengumuman...

Setelah ditimbang-timbang, thread ini saya akan tamatkan sampai disini.
Dan Season 5 (Rilis awal April) nanti akan dibuatkan thread yang baru.
Makasih buat suhu-suhu semua yang sudah terus mengikuti thread ini...

Nantikan sambungannya...
 
Waduh cepat amat say, padahal titin lagi seru banget nih binalnya walaupun karena obat, amd cjerry apakah ada kolaborasi lagi dengan titin???
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd