Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Home: Wherever you are with me (Bulgan 3-season finale)

Episode 2: A duck tale


Titien



Edo

POV Titien



Flashback 7 tahun lalu

‘Apa ini? rasanya enak sekali, ahhhhh aku terpesona, sepertinya tubuhku lagi digrepe oleh Brian. Eh, cowok itu kan lagi ngentot dengan Devi? Ih… kenapa belaiannya di toketku sangat nyata, apa aku tidak bermimpi?’ Dengan berat aku membuka mataku…

“Huh Boy? Astaga!” Aku kaget sekali mendapati diriku sudah telanjang… tinggal secarik kain segitiga menjadi pertahanan terakhirku!

Boy sementara mengisap puting kiriku… sementara itu tangannya terus meremas kedua toketku... ih, tangannya nakal meremas dan memilin.... belaiannya sungguh hebat, toketku rasanya dipijat dan dibelai berulang-ulang. Aku mulai mendesah, ihhhh... nakal sekali cowok itu, kulumannya dahsyat uhh, tubuhku rasanya melayang!

"Ahhhh aduhhhh....Boy, eh kamu ngapain? Gak boleh dong..."

"Eh... betul kata Edo loh, ini toket terindah yang pernah kulihat! Bodimu bagus sekali..." Boy sempat-sempat gombalin aku.

Pujian Boy membuat aku lengah, dan membiarkan ia terus menjelajahiku... itu kesalahanku!

Aku membiarkan Boy melumat bibirku sejenak, walaupun aku tidak membalas ciumannya. Aku terus membiarkan ia bermain-main dengan toketku. Nafsuku mulai terpancing, dan aku mendesah lagi... kayaknya tambah kuat tidak perduli didengar orang.

Boy masih terus memuji keindahan tubuhku, yang dibilangnya setara dengan dewi-dewi Yunani. Eh, siapa yang gak senang.

Dan bibir nakal itu kini mulai turun ke bawah mengecup perut dan pusarku, dan terus ke bawah menuju ke bagian tubuhku yang selalu kututup! Sementara itu remasan tangannya kini menggantikan bibirnya membelai dan membuat toketku kegelian… sementara dengan giginya Boy mulai menurunkan CD-ku. Ihhhh….Boy memang ahlinya bercinta, jago memperlakukan wanita.

“Ehhh … aduh… jangan Boy!” Kali ini cowok itu menurunkan penutup vaginaku, dan nafasnya menghembusi udara dingin telak mengenai jembutku. Aku bingung, aku tahu aku harus menolak tapi ini indah sekali… 'lagian Brian pasti lagi enak-enak ngentot disana, kenapa aku tidak?'

“Ahhhh… ohhhhh…. Ahhhhhh!” Ciuman Boy mulai jatuh ke vaginaku memberikan efek yang sangat indah. Ihhh.. hebat sekali cowok ini, gak heran Brenda aja sampe tergila-gila sama sentuhannya.

CD-ku sudah melorot dan kini lidahnya mulai bergerak, menyibak jembut lebatku, menjangkau bagian-bagian dalam dari muara kenikmatanku. Jarinya terus mempermainkan klitorisku…

“Ahhhh… Boy, jangan… Ahhhh!” Aku bingung, nafsuku sudah memuncak dan tubuhku kini tak dapat dikontrol lagi. Secara otomatis kakiku sudah mengangkang menyajikan pemandangan indah yang seharusnya hanya dilihat oleh Brian … eh… kok Brian lagi!

Kali ini Boy membuka CD-nya, 'astaga… kontolnya juga besar dan berurat… ihh… kalau masuk pasti akan nikmat!' Sementara nafasku semakin mengengus, menunggu saat-saat aku diperawani…, eh diperawani? Astaga… eh, bahaya..!

“Boy, jangan! Aku gak mau... aku masih perawan!” Cowok itu tidak mempedulikan kata-kataku. Kali ini kontolnya mulai digesek diatas memekku… ihhhh terasa hangat berdenyut. Kontol itu sudah sangat tegang, begitu terasa kerasnya…

“Tidak Boy, aku tak mau!” Aku meronta! Eh… aku kaget, tanganku tidak bisa bergerak. Ternyata aku sudah diikat cowok itu. Astaga! Aku akan diperkosanya! “Ah… Tolong!” Aku berteriak kuat... hatiku menjerit mencari Brian.

“Tenang Titien, aku akan berikan kenikmatan! Hahaha… akhirnya memek idola kampus ini jadi milikku juga… Titien, kamu tak akan bisa lupakan kontolku!”

Kontol Boy kali ini mulai mendekat... ih besar sekali. Berotot lagi, pantesan Landa sampe teriak-teriak kayak tadi. Dan kontol itu menyentuh memekku ... ih, keras sekali, lagian hangat…

“Sayang, gak usah tegang gitu, nikmati saja. Lagipula siapa yang akan menolongmu? Semua lagi ngentot nikmat tuh!”

Aku meronta sekuat tenaga menghindari tusukan kontolnya… aku terus berteriak keras… aku gak mau diperawani seperti ini!

"Brian, tolong! Aku diperkosa!" Aku berteriak sekuat tenaga... nafasku sudah sangat pendek!

Apa gak ada yang dengar? Suaraku sepertinya terbawa angin

Aku meronta sekuat tenaga, tapi tenagaku kalah... cowok ini sudah berpengalaman menaklukkan wanita... ia tahu bagaimana mengunci rontaanku. Ia menarik tubuhku kesamping, sehingga posisiku kini melintang, dan pantatku ditaruh pas di pinggir ranjang. Tubuhnya kini masuk diantara dua pahaku... dan kakiku otomatis terkangkang.

Posisi ini menempatkan vaginaku tepat bersandaran dengan kontolnya yang sudah sangat tegang... aku merinding! Aku kini tak mampu menghindar lagi... aku hanya bisa pasrah menerima tusukannya... apalagi memekku sudah basah tadi...

Dan pinggul Boy pun bergerak mendorong kontolnya membelah memekku...

“Ahhhhhh”


End of Flashback

Entah kenapa, mendengar nama Boy membuat hatiku deg-degan. Cowok yang dulu hampir saja merampas keperawananku. Gila cowok itu, dengan ahlinya ia membuat aku terangsang hebat, dan hampir aja takluk. Ihhh… bajingan. Kalo aja Ryno tidak mendengarkan teriakanku minta tolong, pasti aku sudah kehilangan kehormatanku. Aku bergidik kembali mengingat peristiwa itu.

Jujur aja waktu itu aku sempat pasrah dan terbuai. Cowok itu jago menaklukan wanita dengan kelembutan. Brenda aja, sahabat baik Ryno yang memiliki jam terbang yang tinggi bertualang dengan cowok-cowok aja sampai mengakui skill dan kelihaian cowok itu di atas ranjang. Dan jelas aku sempat melihat onderdilnya yang special, bukan hanya besar dan keras dan melengkung keatas, jaminan kenikmatan bagi kaum hawa.

‘Eh, kok sampai berpikir seperti itu, dasar! Kamu lupa yah kalo kamu hampir diperkosa?’ Aku memaki diriku sendiri. Aku langsung membuka pintu mobil dan menginjakkan kaki di tempat parkir kantorku yang terletak di kampus Princeton University.

Tepat waktu membuka pintu kantor, aku langsung disamperin Marcos disana. Dia duluan datang dan barusan mengambil absen lewat sidik jari. Ia menungguku di dekat pintu.

“Ada apa, Marcos?”

“Mau tuntut janjimu, sayang!”

“Eh, janji apa emangnya?”

“Kamu bilang kalo suka markisa minta aja.” Katanya sambil tersenyum.

“Oh, ok. Sebentar yah, nanti aku bawa ke ruanganmu. Wyna ada kan?”

“Iya, kalo gitu aku permisi dulu yah!”

“Eh, iya… sekalian ada yang aku mau omongin sebentar!”

“Beres… ditunggu!”

Aku masih menatap cowok berkulit hitam itu sampai ia hilang di koridor. Kayaknya keputusanku untuk mintol dia udah tepat? Marcos adalah sahabat yang baik dan kami sangat dekat. Ia sudah kuperkenalkan dengan Ryno, yang menurutnya sangat pantas untuk menjadi suamiku. Lucunya ia gak tahu kalo Ryno musisi terkenal.

Selama tiga tahun terakhir, Marcos banyak menerima bantuanku, baik di tempat kerja ataupun di luar. Acap kali aku mengajarnya cara menggunakan program computer, juga mengisi jam kerjanya, ataupun menggantikan dia lembur ketika ibunya sakit-sakitan. Aku malah beberapa kali sempat memberi pinjaman uang ribuan dollar untuk biaya rumah sakit. Eh bukan cuma itu, juga ketika ia kebingungan melunasi tagihan adik sepupunya yang kuliah computer.

Apa Marcos mengganti uang itu? Iya sih sebagian… tapi bukan cash. Diganti dengan tenaganya, pernah aku suruh jadi bodyguard ku waktu aku dikejar-kejar stalker. Pernah juga aku butuh sopir drive ke luar kota yang dekat-dekat, aku meminta Marcos menemaniku. Di malah senang ku ajak, karena selalu masuk restoran yang aneh-aneh dan coba menu baru.

Marcos sering curhat soal bagaimana ia menjadi tulang punggung keluarganya yang tinggal di daerah kumuh, tak seorangpun yang bekerja dengan benar. Ia satu-satunya yang lulus universitas. Kakak-kakaknya semua preman yang menjadi anggota mafia Brooklyn. Aku juga sempat diperkenalkan kepada mereka, dengan pesan kalo ada apa-apa bilang aja.

Belum lama aku membuka computer dan cek email, tiba-tiba hapeku bergetar. Aku segera melihat ke layar mencari tahu siapa yang nelpon.

“Cherry, pa kabar sayang?” Ternyata dia.

“Hi Kak Titien… mau kasih ingat kalo kami sudah siap berangkat, nih udah siap naik mobil!”

Pacar dari adikku itu mengingatkanku akan janjiku mengijinkan dia dan dua orang temannya tinggal di rumahku di New Jersey. Hampir aja aku lupa, untung mereka nanti akan tiba hari Senin siang. Masih cukup waktu untuk mempersiapkan kamar bagi mereka.

Entah kenapa aku merasa senang mendengar suara mereka bercanda di telpon. Yah, suara teman Cherry terdengar jelas. Salah satunya bernama Juwita, yang sok akrab denganku, padahal aku tidak kenal. Aku sudah bisa membayangkan nanti jalan-jalan di New York bersama ketiga cewek itu, pasti akan menyenangkan.

“Jadi kalian bertiga aja?”

“Tepatnya berempat Kak, jadi Aku, Juwinta, Lina dan pacarnya Ronald. Tapi rencana hanya aku dan Juwita yang nginap di rumah, Lina sama Ronald udah punya tempat sendiri di New York”

“Ala… pasti gak mau digangu bulan madu berdua!” Tambah Juwita yang disambut dengan tawa gadis-gadis itu. Baguslah supaya ada cowok yang menemani mereka dijalan.

Cherry membeberkan rencana petualangan mereka selama tiga hari di perjalanan. Mereka akan singgah di beberapa kota besar, seperti Montreal di Canada dan Boston di Amerika. Dan sebagaimana biasa ia tanya-tanya tempat yang menarik untuk disinggahi.

Dengan segera jiwa tour guideku muncul, apalagi aku pernah jalan-jalan dengan Ryno ke tempat-tempat itu.

“Jadi gini Cher, dari Toronto ke Montreal, kalian akan lewat kota Ottawa, ibu kota negara Canada yang terkenal dengan parliament hill, dan garden di belakangnya. Kalian harus singgah disitu, kalian bisa melihat indahnya Ottawa river di musim gugur, terus ada boat lift yang menghbungkan sungai dengan Reudeau cannal. Pokoknya indah sekali, kalo sempat ikuti atraksi Change of Guard, di mana tentara Canada berganti shift, mereka pake kostum merah, persis kayak di istana Buckingham di Inggris.” Aku memberikan informasi garis besar tour-nya.

“Kalian nginap di Montreal kan?”

“Rencananya sih begitu!”

“Pasti mau clubbing di sana, hahaha!” Aku langsung tahu.

“Eh, kak?” Cherry terkejut, mungkin juga ia gak sangka.

“Kak Titien tahu aja selera anak muda!” Temannya nyeletuk di telpon.

“Astaga, jadi ini rencana kalian?” Tanya Cherry pura-pura gak terlibat.

“Eh, itu kan ide kamu Cher…” Juwita membalas telak membuat ia kelabatan.

“Udah Cher, ngaku aja.. hahaha!” Aku makin memojokannya…

“Eh tunggu, kalian tahu bahasa Prancis kan?” Aku bertanya serius. Mereka jadi diam.

“Di Montreal, orang-orang pake bahasa Prancis, dan paling anti bicara bahasa Inggris. Dan ini penting sekali, kalian harus belajar bilang ‘tidak’ dalam bahasa Prancis!”

“Eh, kenapa kak?” Mereka kaget.

“Nanti kalo ada cowok ajak nginap jawab apa hayoo?” Aku meledek ke tiga gadis itu.

“Terserah kak, cowoknya tampan gak?” Kembali suara teman Cherry menjawab, sementara Cherry sendiri udah tertawa atas ledekanku.

“Hahaha, dasar!” Aku cukup terhibur berbicara dengan mereka.

“Terus kak?”

“Jadi gini, Montreal terkenal kok dengan hiburan malam yang rame kayak di Paris, kotanya juga indah, ada beberapa taman yang bagus, salah satunya Mont Royal, dan juga Botanic park. Juga pergi ke Notredame dan juga St. Joseph Oratory, katedral yang megah diatas gunung, yang jadi objek wisata.” Aku lanjut lagi. Aku mendengar mereka mencatat tempat-tempat yang aku rekomendasikan.

“Terus waktu kalian turun ke Boston, jangan lupa singgah di kota kecil, Burlington. Di tengah kota ada market yang rame juga indah sekali. Kotanya dipinggir danau, parknya juga bagus. Kalian harus berfoto di University of Vermont di sana, bagus sekali gedung-gedung dan juga tamannya.”

“Wah, Kak Titien tahu semuanya. Terus kalo di Boston kak?”

“Yah, selain gedung-gedung bersejarah kayak Freedom hall, Faneuil hall, pergi juga ke Harvard dan ke MIT, pasti kalian suka. Kalo ada waktu, sempat ke stadium baseball Ferway Park, juga public library garden di tengah kota.” Aku menjelaskan singkat.

“Makasih banyak kak Titien, memang gak heran Kak Titien terkenal sebagai tour guide terbaik di dunia!” Kata Cherry memujiku.

“Dasar! Eh tunggu, informasi tadi ada biayanya lho!”

“Hahaha, pijat kan? Siap kak…!” Kata Cherry sambil tertawa. Entah kenapa, anak itu selalu membuat aku ceria. Pinter banget adikku pilih cewek.

“Kak, jangan lupa alamat rumahnya!”

“Iya, aku sms yah?”

Aku segera mematikan telpon dengan hati yang riang. Untuk sementara pikiranku teralihkan dari masalah kemunculan Boy di rumah. Mudah-mudahan itu cepat berlalu.

——

Setelah habis meeting sore, aku langsung mengecek hape… tadi aku sempat merasakan hapeku bergetar berkali-kali. Pasti ada yang coba kontak aku.

‘Astaga, ada 7 kali miscall dari Edo.’

Setelah menenangkan pikiranku, aku segera menelpon cowok itu. Mudah-mudahan ia baik-baik aja.

“Halloo..”

“Tien… jklljssehjeegh bssuhuhe” Suara Edo tidak terdengar jelas. Ia ngomongnya cepat-cepat sih.

“Edo, dengar… udah? Diam dulu. Tarik nafas panjang dulu, tenang dulu sedikit, baru ngomong. Ada apa sih?”

Akhirnya Edo bercerita kalo ia tadi ketemu dengan Boy. Cowok itu membuka hape dan memperlihatkan kepada Edo sebuah video yang membuat ia kaget.

“Video apa sih Edo?”

“Gini Tien, ternyata Boy punya rekaman video kita berdua ML di depan TV sore kemarin. Kamu dengar gak?”

“Apa? Astaga… bagaimana?” Aku sampai hilang kata-kata karena terkejut.

“Tien, tenang dulu… tarik nafas panjang!” Edo mengulangi kata-kata aku.

“Edo, cerita semua apa yang terjadi!”

Edo bercerita dengan singkat. Intinya kalo Boy memiliki video kami berdua pada ngentot di ruang tamu. Ia ingin kita bertemu supaya bisa jelaskan panjang lebar. Dengan segera otakku bekerja mencari solusi.

“Kalo gitu kita ketemu di kafe aja, Edo! Nanti aku sms alamatnya, temui aku disana jam 4 sore.”

Ini alamatnya bahaya!

-----

Aku kembali masuk ke bekas ruangan ku dan sekarang jadi workstationnya Wyna. Padahal tadi sudah kesini dan sempat bertemu Marcos dan Wyna. Waktu tadi gak sempat ngomong dengan cowok itu, karena mereka berdua lagi marahan. Tentu saja aku aku juga gak mau lama-lama mereka.

Tadi sih aku sempat mendengar suara Wyna yang memaki-maki cowok itu, dan suara Marcos yang balas mengancam. Makanya, setelah memberikan sebotol penuh jus markisa lengkap dengan dua gelas kosong kepada mereka, aku cepat-cepat pamit. Mereka sih sempat pura-pura gak ada masalah di depanku, tapi jelas-jelas keduanya lagi berantem.

Tapi kali ini aneh, Marcos tidak ada, dan gak ada yang tahu ia kemana. Wyna juga ikutan menghilang. Tapi mereka pasti akan kembali, karena computer keduanya masih hidup, sedangkan tas cewek dan jaket cowok masih tergeletak di atas meja. Pasti ada apa-apanya sampai keduanya sama-sama gak ada di tempat.

Apa mereka lagi gituan lagi? Aku teringat kalo marahan kadang bisa menaikan nafsu. Apalagi keduanya sudah pernah ada kejadian, tepatnya peristiwa ML kemarin yang bikin heboh satu kantor.

Setelah tanya-tanya ke orang-orang, aku tahu keduanya lagi ngumpet. Kayaknya di gudang ato di ruang server.

Aku segera menuju ke gudang, tempat yang sepi pada jam kerja seperti ini. Begitu masuk aku sengaja tidak menghidupkan lampu, walaupun agak gelap ketika menutup pintu. Dengan perlahan aku berjalan mencari suara… Benar aja, samar-samar ada suara orang lagi ML di ujung gang.

Aku menuju ke arah mereka sambil menjaga agar langkah ku tidak menimbulkan suara. Keduanya lagi asik… Pakaian Marcos udah terbuka lebar, sedangkan Wyne malah udah telanjang bulat dengan CD dan Bra nyangkut di rak dekat pintu. Dengan hotnya mereka saling mengumbar nafsu dan memanjakan pasangannya.

Plok-plok-plok-plok

Agaknya sudah dari tadi mereka ngentot, terbukti dari peluh yang membasahi badan keduanya. Memang sih, bercinta dengan gaya berdiri seperti ini sangat menguras tenaga. Tapi gimana lagi, gak ada tempat untuk duduk ato berbaring. Nekad sih ML di kantor, kenapa gak sewa kamar aja?

Plok-plok-plok-plok

Pertemuan kelamin keduanya menimbulkan suara, sementara nafas mereka memburu dan desahan sang gadis makin kuat aja. Kayaknya tak lama lagi mereka akan tiba ke puncak. Terbukti karena sang cowok terus mendengus dan mempercepat pompaannya.

Plok-plok-plok-plok

Keduanya kini mengerang, dan tubuh sang cewek mulai kejang-kejang sampai berkelojotan. Hot juga mereka main… sampai orgasme seperti itu. Kalo aku pasti udah teriak keenakan. Setelah itu keduanya diam dan mengatur nafas yang masih terengah-engah. Waktunya aku beraksi. Aku sengaja ingin mengagetkan mereka.

Secara tiba-tiba aku memasang lampu terang-terang, sambil membunyikan sirene dari megaphone tua yang terletak di gudang. Aku sendiri gak nyangka kalo bunyi yang dihasilkan alat tua itu ternyata kuat sekali.

Wyna tersentak kaget, ia tampak ketakutan dan tak dapat mengontrol dirinya. Ia segera melesat berlari menuju pintu keluar. Aku sendiri tak bisa menahannya, dan hanya mampu memanggilnya saat di pintu. Apa ia pernah trauma dengan sirine?

“Wyna, tunggu!”

Terlambat, orangnya udah diluar. Tak lama kemudian aku mendengar suara teriakan di luar, pasti Wyne baru sadar kalo ia telanjang bulat. Tak lama kemudian terdengar langkah kaki cewek berlari menjauh, agaknya menuju ke ruangannya.

“Astaga!” Marcos kaget mendengar apa yang terjadi. Dan ketika sirene dimatikan, ia menatapku sambil tertawa-tawa.

“Kamu ini, sukanya bikin kaget orang!”

“Hahaha… kenapa dia lari keluar?” Aku tertawa.

“Hahaha… iya yah! Dasar Titien… kayak gak ada kerjaan saja, bikin kehebohan di kantor!” Marcos tertawa sambil menegurku.

“Eh, pake dulu pakaianmu. Ato kamu juga mau keluar seperti itu?”

“Hahaha… dasar!”

Terpaksalah aku keluar duluan membawa pakaian Wyne, sedangkan Marcos menyusulku setelah memakai pakaiannya. Lima belas menit kemudian ia menuju ke mobilku dan naik menemaniku.

----

Aku sempat bicara kepada Marcos, minta tolong menyelesaikan urusanku. Langsung aja ia setuju, dan merasa senang aku meminta bantuannya. Aku menjelaskan semuanya di jalan menuju ke café, setelah tadi sempat memberikan alamat kepada Edo.

Aku sengaja mencari café yang jarang kami masuki, takut nanti bisa ketemu Si kembar. Dari tadi pagi aku sengaja menghindari mereka, kalo gak pasti aku diajak ngopi lagi. Sejak Ryno menyapa mereka lewat tweeter, mereka terus mengunjungi café tersebut guna mencari tahu siapa yang mengambil foto mereka.

Tak lama kemudian Edo muncul, dan aku melambaikan tangan kepadanya. Sengaja Marcos pindah ke meja yang satu, dan pura-pura gak kenal dengan aku. Ia kelihatan lagi asik dengar music di headset dan duduk sendirian di meja sebelah. Aku kurang percaya pada Edo sohibku ini, yang aku tahu mudah sekali dipancing bicara. Dan mungkin saja ada mata-mata Boy yang mengikuti gerak-geriknya. Tak lama kemudian Marcos keluar dari café.

Edo gak tahu kalo Marcos disuruh membawa mobil yang ku bawa tadi duluan meluncur ke park. Cowok berkulit hitam itu bertugas menyiapkan peralatan yang ku suruh. Dan aku tahu kalo Marcos orangnya cekatan dan dapat dipercaya.

Kembali aku mulai berunding dengan Edo menyusun rencana. Sebelumnya aku bertanya soal penampilan Boy secara detail, pakaiannya, kendarannya, bahkan sampe model hape-nya juga.

Aku sengaja acting kalo aku gak percaya cerita Edo. Aku bilang aku tidak yakin tanpa melihat video itu dengan mata kepalaku sendiri. Aku menantang Edo untuk mengatur bagaimana bertemu langsung dengan Boy. Walaupun Edo bersungut, terpaksa ia menghubungi Boy juga.

Setelah ditelpon, Boy siap buktikan, dan rencana Boy akan ketemu kami di park dekat rumah, 15 menit dari sekarang. Aku sengaja minta cepat bertemu, dan gak kasih mereka waktu untuk berpikir dan menyusun rencana. Tak lama kemudian kami meluncur menuju ke tempat yang ditentukan menggunakan mobil yang Edo bawa.

Tadi sih Edo tanya-tanya mengapa tempat ini. Aku sengaja memilih tempat yang familiar denganku, atau tepatnya di dekat rumah. Sebuah park kecil yang letaknya di pinggir Hudson river masih di bagian New Jersey. Aku tahu tiap sore tempat itu selalu rame dengan orang jogging dan outdoor gym. Ada juga anak-anak muda yang asik main basket ataupun skateboard di tempat yang disediakan.

Dari jarak yang aman, aku melihat pertemuan antara Edo dan Boy. Kayaknya aman, Boy datang sendirian. Mudah-mudahan Edo menurut apa yang sudah ku rencanakan.

“Aku kasih cara kamu ketemu Titien, asal kamu kasih tahu dimana Deni!”

Mudah-mudahan Edo tidak kalah negosiasi dengan Boy. Aku sempat mewanti-wantinya berulang-ulang untuk tidak memberitahukan posisiku, sebelum Boy memberikan alamat di mana Deni berada.

Kayaknya Edo berhasil, Boy mengangguk menyanggupi permintaannya. Dengan segera Edo menunjuk ke arah aku di salah satu dermaga. Dan Boy pun bergegas mendekat untuk bertemu dengan ku.

-----

Pasti Boy menanggap aku tak siap. Ia kelihatan meremehkanku, setelah melihat gaya aku yang lagi pegang stick pancing dengan sebuah ember sedang yang penuh berisi. Ia tidak sadar kalo itu yang memang ku inginkan.

“Hallo Titien sayang, akhirnya kita bertemu lagi!” Kata Boy setelah dekat.

“Aku pikir penjara Amerika bisa membuat kamu tobat? Ternyata tidak yah!” Aku membalas sindirannya.

“Hahaha… kamu tahu sendiri kalo aku orang luar yang gak tahu apa-apa!” Kata Boy sambil tertawa.

“Orang luar yang suka merekam privasi orang lain!” Kataku menjurus.

“Hahaha… aku gak yakin Edo bisa memuaskanmu? Kamu kan udah biasa dengan kontol gede kan? Aku lihat sendiri kalo Edo sampai keteteran meladeni goyanganmu!” Boy sengaja memancing emosi, tapi aku hanya tersenyum menghadapinya.

“Hahaha… aku gak yakin kalo itu videoku. Pasti gadis lain yang pura-pura jadi aku. Kamu bisa membodohi Edo, tapi bukan aku Boy!” Kataku to the point.

“Lihat dulu baru ngomong!”

Benar juga akhirnya Boy mengeluarkan hape hitamnya dan memutar video. Wah, bahaya ini. Ternyata itu benar-benar video seks aku dan Edo. Aku jadi deg-degan membayangkan kalo Boy bisa memasang alat rekam video di rumahku. Cepat aku menenangkan jantungku yang berdebar, dan menenangkan diri. Video itu direkam dengan perekam berkualitas rendah, malah gak pake audio. Pasti model yang portable dan kecil sehingga mudah disembunyikan. Keuntungannya bagiku sih rekaman sejenis ini gak mungkin dibocorkan di media. Kualitas resolusinya sangat rendah, Boy hanya menggunakannya untuk memerasku.

“Hahaha… rekaman gini gak laku dijual Boy.” Aku kembali memainkan wajah pokerku.

“Kamu yakin?”

“Pintar juga kamu memilih aktres, mirip banget. Pasti orangnya dibayar mahal untuk mengedit wajahku! Jelas itu bukan di rumahku.” Aku sengaja membuat ia lengah.

“Lihat baik-baik Tien, apa ini bukan lukisan di rumahmu? Apa ini bukan curtain ruang tamu kamu?” Tanya Boy menyuruh aku melihat secara teliti.

Benar aja, Boy jadi lengah, dan membiarkan aku memegang hape itu. Dan ini kesempatanku.

Secara tiba-tiba aku mengambil ember yang ada disebelahku, lalu melemparkan isi ember itu telak ke wajah dan badan Boy. Ia kaget sekali dengan tindakanku. Dengan segera tubuhnya ditutupi dengan remah roti (bread crumb) bercampur popcorn yang lengket karena dicampur dengan syrup caramel yang sangat lengket.

Serta merta Boy marah dengan ulahku, tapi sebelum ia bereaksi apa-apa, ia dikagetkan dengan bunyi peluit yang ku tiup kuat-kuat.

“Apa yang kamu lakukan? Kamu pikir biar panggil polisi bisa lolos dari ku?” Ujarnya menantang.

“Bukan polisi Boy, tapi mereka” Ia pasti belum pernah melihat suling bebek.

Tapi belum sempat ia berpikir, tiba-tiba serombongan besar bebek air datang menyerbu dan memakan remah-remah roti dan popcorn dari sekujur tubuh dan wajahnya. Bukan cuma itu, beberapa burung laut ikutan mematuk dari belakang. Pasti sakit…

Boy terkejut sekali, ia sibuk menghalau unggas-unggas tersebut yang hampir mematuk matanya. Sementara ia bingung, aku memanggilnya dan memperlihatkan sesuatu.

“Kamu lihat rekamanmu ini?”Ia melirik kearahku… dan melihat aku melempar hapenya dengan sekuat tenaga. Hape itu melayang jauh ke arah sungai.

“Jangaaaaannnnnn!” Boy sempat berteriak.

“Byur” Bunyi benda terdengar menyentuh permukaan air, dan dengan segera hape dengan casing berwarna abu-abu itu hilang menuju dasar sungai Hudson yang sangat dalam.

“Astaga, apa yang kamu lakukan? Kamu kira aku tidak menyimpannya di tempat lain” Ia kaget sekali dengan tindakanku.

“Jangan pernah mengancamku, anjing!” Aku memaki lalu meludahinya dan berlari meninggalkan cowok itu yang masih berjuang melawan berbagai burung air yang terus ingin mengambil makanan dari tubuhnya. Edo tak bisa mengejarku, gerakannya terhalang dengan serbuan burung-burung itu.

Tak lama kemudian aku sudah diatas mobilku yang sudah siap melarikan aku jauh dari jangkauan cowok itu. Tapi aku bingung, kenapa Edo gak ada disini? Aku sempat mencari di sekeliling, tapi si kunyuk itu sudah menghilang entah ke mana.

“Edo, dimana kamu? Edo… tunggu aku, jangan pergi sendiri. Kamu harus bawa teman” Aku menelpon cowok itu, tapi hanya bisa menitipkan rekaman suara.

Pasti Edo sudah pergi duluan menuju alamat yang dikasih Boy. Cowok bego itu kembali membuat ulah, tidak mau ikut rencanaku. Dasar bego…

-----


Deni


Boy


Edo

POV Author

Setelah hampir malam seorang cowok sementara bolak-balik didepan rumah yang mereka tempati. Ia kelihatan tak sabar menunggu, udah beberapa puntung rokok menumpuk, yang ditunggu belum datang juga.

Tak lama kemudian ia berjalan menuju sebuah kamar, didalamnya ada seorang cowok lainnya dalam keadaan pingsan. Belum juga siuman, cowok itu sudah diikat kuat-kuat sehingga tidak dapat bergerak.

Cowok yang pertama menyiram segelas air ke wajah cowok yang pingsan itu, yang membuat cowok itu segera sadar.

“Bangsat…” Begitu siuman ia memaki cowok yang menyiramnya dengan air. Tapi kemudian ia terlihat menggosok kepalanya yang masih benjol, tampak sangat kesakitan.

“Hahaha, dasar bego! Berani sekali kamu berani datang menemuiku! Kamu pikir aku masih selemah dulu!”

“Duk!” Kembali sebuah tendangan mampir ke perut cowok yang terikat itu. Kembali suara kesakitan terdengar merdu di telinga cowok itu.

“Beraninya sama orang yang gak bisa melawan!”

“Dasar Bego! Orang macam begini yang melindungi Titien… Hahaha, nanti kamu lihat sendiri bagaimana ia akan dipuaskan oleh laki-laki sejati”

“Jangan berani kamu ganggu dia!”

“Hahaha, aku yakin ia akan mendesah kayak si perek Della minta didobelin, ato ia akan merintih keenakan seperti adiknya Darla waktu digangbang…” Kata cowok itu dengan wajah tersenyum sinis.

Kembali sumpah serapah dan makian keluar dari mulut cowok yang tak berdaya itu, terdengar merdu ditelinganya bagaikan nyanyian pengantar tidur, terus terdengar sampai ia menutup pintu dari luar.

Kembali ia mengambil hape dan menekan sebuah nomor, terdengar ada nada dering tapi tidak diangkat. Ada apa dengan cowok itu? Apa ia mau menang sendiri enak-enak dengan Titien?

Cowok itu kembali mengumpa. Bayangan Boy yang lagi enak-enak dengan Titien kini membuat ia buta. Tanpa dapat ditahan, langkah kakinya kini menuju ke kamar yang biasanya ditempati oleh sahabatnya itu.

“Deni, mana Boy?” Seru seorang gadis bule cantik yang baru selesai mandi, masih mengenakan handuk.

“Belum datang, keknya lagi senang-senang dengan cewek lain.” Katanya lalu masuk dan menutup pintu. Matanya menatap tajam, membayangkan nafsu hewani yang sudah terbangkitkan, membuat gadis manis yang didepannya bergidik ketakutan.

“Eh, keluar… jangan mendekat! Aku bilang ke Boy kalo kamu berani menyentuhku…” Gadis itu coba menghindar.

Tapi cowok itu terus mendekat… dan tiba-memeluk cewek itu.

“Eh, kamu mau apa?”

Tapi terlambat, dengan cekatan tangan Deni memaksa handuk yang dipakainya terlepas…

“Eh, jangan… jangan… aku tidak mau… Tolong!”

Teriakan gadis itu malah membuatnya makin bersemangat, dan dengan tangan kirinya, ia membuka pakaiannya dengan tergesa-gesa.

“Deni, bangsat kamu… Aaakkkhhhhh!”” Gadis itu hanya bisa meronta, tapi tak mampu menahan tubuh telanjangnya yang dilempar ke tempat tidur. Ia tampak kesakitan, tapi teriakannya justru makin membuat cowok itu beringas.

“Aduhhh ampunnn… Deni, kamu gak kasihan.. aku kan pacar sahabatmu sendiri!” Gadis itu terus menolak, baik menggunakan tangan dan tubuhnya meronta ataupun bujukannya. Tapi Deni seperti sudah kerasukan dikuasai hawa nafsunya… Tangannya terus meremas dengan kasar kedua gundukan daging yang kenyal di dada gadis itu, sambil mulutnya mengisap pentilnya kuat-kuat…

“Aaahhh eh… jangan… aaahhhhh jangan….!” Gadis itu makin berteriak ketika ia menyadari tangan kiri Deni sudah mulai turun kebawah, kebagian kewanitaannya. Ia mencoba menahan, tapi Deni kuat sekali. Gadis itupun hanya bisa pasrah dinodai, dan setelah rontaannya berkurang, dengan lincahnya ia menyelipkan dua jari kedalam liang nikmat.

“Aaahhhh aduhhh…. Jangan!” Teriakan yang terlambat. Benar aja, setelah tak mampu mencegah pergerakan cowok itu, gadis itu makin lama makin tenang… pasrah…

“Ehhhh….!” Ia kaget kali ini mulut dan lidah cowok itu ikut bermain di seputaran bagian intimnya sehingga makin kegelian. Dan tanpa sengaja ia melepas sebuah desahan kecil.

Deni merasakan kemenangan kecil setelah merasa kalo lorong itu makin becek. Ternyata keahliannya menaklukkan para gadis masih bisa berlaku ke cewek bule yang manis ini.

‘Dasar perek, baru sentuh sedikit langsung mendesah!’ Ia membathin.

Sejak bergabung dalam geng Kobe, udah puluhan gadis takluk dengan jurusnya seperti ini. Padahal banyak diantara mereka dikenal sebagai gadis alim, tapi setelah dipaksa sedikit takluk juga… gitu juga waktu main, awalnya minta pelan-pelan, eh ternyata waktu main kasar orgasme juga.

Kadang Deni merasa jenuh dengan pendekatan sohibnya Boy yang suka main halus, membius dalam kenikmatan dan kata-kata rayuan, lalu membuat cewek meminta dengan sendirinya. Ia gak suka seperti itu, ia lebih suka gaya NTR, memaksa tapi menggaruk bagian yang tepat. Gak buang banyak waktu…

“Eh, Deni… jangan…” Seberkas harga diri masih membuat Gadis itu menolak tusukan kontolnya, tapi sayang sekali penolakannya dengan kata-kata tidak dibarengi dengan bahasa tubuhnya yang sudah pasrah.

“Hush, kamu diam aja!”

“Tapi pelan-pelan yah!” Tuh kan…

Dengan sekuat tenaga pinggulnya bergerak menusuk masuk membuat gadis itu berteriak kesakitan.

“Aaaahhhh sakit… aduhhhh!”

Ia tidak memperdulikan erangan cewek itu, dengan kasar kontol besar yang garang itu memompa masuk. Gak pake lama-lama, langsung RPM tinggi…

“Aduh Deni… pelan-pelan!”

Teriakan gadis itu seperti candu ditelinganya. Ia makin beringas memompa, hingga terdengar tabrakan pantat keduanya…

Plok plok plok plok plok plok plok

Plok plok plok plok plok plok plok

Plok plok plok plok plok plok plok

Deni memang jagonya makin kasar, seperti binatang buas yang gak kenal ampun memompa terus, bahkan membongkar semua yang menghalanginya.

“Adduuuuhhhh ampunnnn ahhhhhhh!” Gadis itu hanya bisa pasrah melayani nafsu sang cowok. Ia hanya bisa menahan sakit sambil mencoba menikmati perkosaan ini…

Plok plok plok plok plok plok plok

Plok plok plok plok plok plok plok

Plok plok plok plok plok plok plok

“Ah, udah cape. Kamu kasar sekali!” Kata gadis itu ketika Deni ingin berganti gaya, ia ingin menusuk vagina sempit itu dari belakang.

“Siapa suruh kamu manis gini!” Kata Deni tertawa. Ia makin girang mendengar kalo pasangan seksnya kesakitan.

“Udah Den, kan Boy bentar lagi pulang.” Gadis itu gak bisa tahan lagi, tubuhnya terasa diremas-remas. Padahal ia sudah dapat tadi…

“Udah, sekali aja…”

“Aaahhhh… ehhhh… udah…. Ahhhhh!”

Tak lama kemudian kontol keanggaan ku sudah mengisi kembali… dan gedoran yang kasar dan buas itu kembali terasa.

“Bruak!” Terdengar bunyi pintu dibanting keras-keras…

“Eh apa?” Deni terhentak, sesosok mahluk yang menyeramkan terlihat masuk ke ruangan. Walaupun ia terkenal pemberani, tapi tidak dihadapan mahluk seperti ini. Bentuknya seperti manusia, tapi gak bisa dikenal penuh dengan bulu… dan lumpur sekujur tubuhnya… malah ada bagian-bagian tangan dan wajah yang memar kemerah-merahan. Lebih parahnya lagi bau lumpur menyengat mengisi ruangan kamar itu.

“Astaga!” Gadis itupun ikutan memandang dan kaget melihat kemunculan mahluk aneh itu.

“Apa kamu gerunduwo?” Deni masih ketakutan, kontol yang tadinya keras ini loyo dan secara alami terlepas dari jepitan memek gadis itu.

Sedangkan gadis itu pun memeluk cowok yang memperkosanya, mencari perlindungan dari monster yang baru masuk.

“Bajingan… jadi ini kelakuan kalian kalo ditinggalin berdua?”

“Eh?” Mereka berdua kaget, mereka mengenal suara itu.

“Astaga Boy?”

“OMG… Boy???”

-----

“Boy, kenapa seperti itu?” Tak tahan akhirnya aku tanya juga setelah ia mandi.

“Tadi aku kira hantu” Gadisnya juga ikut bertanya.

“Udah, gak usah tanya-tanya!” Boy masih marah. Berarti ia belum bisa ngomong sampai satu jam mendatang.

“Eh? Kamu main dilumpur dengan bebek?” Kata pacarnya.

“Lebih parah lagi” Sahutku, tapi Boy diam aja seakan tidak ingin orang tahu apa yang terjadi.

“Kenapa telinga, bibir dan hidungmu sampai bengkak-bengkak?” Tanya sang gadis lagi. Ia kayaknya gak tahu Boy kalo marah seperti apa.

“Sudah dibilang gak usah tanya-tanya!” Boy menjawab dengan ketus membuat ia diam dan masuk kekamar.

“Edo yang buat itu?” Tanyaku pelan ketika sang gadis sudah pergi. Aku penasaran apa ini cara Edo supaya memberitahukan tempat persembunyianku.

“Bukan”

“Siapa?” Aku bingung.

“Titien!”

“Astaga!”

----

Bersambung
 
Thanks updated nya hu..

Makin seru yah, jadi makin penasaran boy bisa gak nidurin titien :pandajahat:
 
Seri niih, akhir setelah sekian lama nunggu dapat penyaluran juga. .
 
Akhirnya ada update kelanjutannya juga. Ternyata titien belum di nikmati sama boy 🤭🤭😂
 
asyik ada kelanjutanya, gw ikutin dari awal nih cerita
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd