Part 17
Pledoi Seorang Penulis Cerita Porno
"Jadi intinya terjadi standar ganda. Orang bisa menikmati adegan seks
non-consent antara cewek yang dipaksa melayani nafsu bejat cowok ganteng-kaya tapi bajingan, tapi giliran ada adegan KBB dibilangnya pornografi," orasi si brewok berapi-api.
"KBB, tuh apaan, Sid?" tanya Husna polos.
"Kisah Beauty and The Beast," sahut Rosyid sambil menjelaskan sub-genre cerita erotis di mana perempuan cantik yang berhubungan intim dengan laki-laki miskin atau buruk rupa.
Husna terkikik pelan. Tapi Dimi yang duduk di samping Husna sudah kadung merah padam wajahnya mendengar percakapan tak senonoh itu.
"Huh! Kalian ini, ya! Kenapa sih orang suka banget nulis cerita porno?!" tanya Dimi sambil memberengut sebal.
Zenith tak ingin melakukan pledoi atas kejahatannya mengotori pikiran suci dedek-dedek gemesh
follower-nya. Tapi dengan diplomatis, si brewok menjawab:
"Karena ada permintaan, sih. Yang jelas
suply nggak akan pernah ada kalau nggak ada
demand."
Rosyid dan Husna sontak tergelak-gelak mendengar penjelasan semena-mena si-manusia-berotak lendir.
Sama seperti profesi bidan, koki, PSK, atau bidang-bidang pekerjaan lain yang bergerak dalam penyediaan jasa. Profesi penulis cerita porno sejatinya hanya mengisi celah kebutuhan yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Yakni kemampuan untuk berfantasi jorok dan menuangkannya ke dalam kalimat dan paragraf.
Meski pura-pura tak mengakui, (ayo akui saja) kalian sebenarnya bosan dengan adegan seks yang itu-itu saja. Hasrat karnal yang direpresi selama bertahun-tahun atas nama norma dan etika membuat kalian memimpikan seks yang tabu: dilecehkan oleh seorang pria tampan berkuasa, bercinta dengan pilot/dokter/arsitek tampan, diikat dan dilecut dalam sebuah percintaan yang sadomasokis. Meski... ah... hanya sebatas fantasi.
"Meski ane nggak nulis cerpan.
Some else will. Karena birahi manusia akan mencari jalan pemuasannya sendiri," sabda sang filsuf liberal di hadapan para jamaahnya.
"Ana nggak peduli! Pokoknya ana tetap benci cerita-cerita yang memakai adegan-adegan erotis sebagai bumbu untuk mendapatkan pembaca!" tandas Dimi kejam.
"Eh?! Siapa bilang cerita ane pakai bumbu adegan erotis?!" sengit Zenith tidak terima.
"Lah, terus?" Rosyid menaikkan sebelah alis.
"Buat ane adegan erotis itu bukan bumbu! Tapi bahan utama!" tandas Zen sungguh-sungguh.
Ledakan tawa Husna dan Rosyid tidak bisa ditahan-tahan lagi. Tawa lepas membahana memenuhi kabin mobil mungil si kribo hingga menenggelamkan suara
tahrim yang sudah terdengar di kejauhan.
●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●
Ada yang berbeda dengan Ramadhan kali ini. Selain pedagang takjil yang tiap hari menenuhi jalan paving di dalam kampus yang bertambah-tambah macet dari tahun ke tahunnya. Selain jumlah jamaah Masjid Kampus yang meluber di awal-awal untuk mendengarkan ceramah dari tokoh-tokoh ternama. Kehadiran dua orang calon bidadari surga bersama sepasang pemuda berotak lendir sudah cukup untuk membuat malaikat pencatat amal geleng-geleng kepala.
Monik, anggota trio lendir sudah diboyong suaminya yang perwira ke Wamena, meninggalkan Zenith dan Rosyid, dua orang pembela kebenaran pemberantas keperawanan dengan satu visi-misi mulia di awal Ramadhan ini: kita harus lekas bertobat lalu cepat-cepat mengucap akad.
Sebenarnya, sejak lama Zenith ingin mengajak Dimi berangkat sholat tarawih bareng, tapi karena gengsi dia minta tolong Rosyid. Nah, si kribo ini (yang sekarang sudah jadi teman bisnisnya Husna) nge-SSI-in si binor manis ini buat ngajakin Dimi sholat taraweh naik mobil barunya. Dan voila. Bagai gayung bersambut, tak lama kemudian empat orang beda tingkat taqwa ini sudah meluncur membelah jalanan macet, mencari tempat parkir di pelataran samping Masjid Kampus yang dipadati oleh para jamaah.
"Dimi nggak mau tahu! Pokoknya Dimi nggak suka kak Zenith nulis cerita porno lagi!" hardik Dimi sambil membelalakkan sepasang matanya yang lucu.
"Iye... iye... ane udah tobat kok, Dim... lihat aja akun ane udah bersih," sahut Zenith pasrah demi pujaan hatinya.
"Beneran kak Rosyid? Dia nggak punya akun kloningan?" Dimi melirik sepupu si brwok yang tengah sibuk menyetir.
"Bohong, Dim. Dia masih nulis cerpan cuma nggak dipost aja!"
"Huasyemik, nggak ce-es ente, Sid!" sewot Zenith sambil mengeplak rambut kribo sepupunya dengan kopiah.
Husna tergelak-gelak melihat dua orang pemuda yang duduk di bangku depan saling pukul kopiah.
"Huuuuu... dasar tobat kagetan!" cibir Dimi.
Zenith cuma mesem-mesem. Prospek balikannya terancam kandas di tangan si kribo.
"Etapi dulu pernah sih, si brewok tobat. Yang cerita-ceritanya dihapusin itu," atas nama kesetiakawanan saudara seperlendiran Rosyid cepat meralat. "Inget nggak?"
"Beneran?" tanya Dimi setengah percaya.
"Iya, Dim. Si brewok rela tobat demi kamu. Demi apah sodarah-sodarah? Demi Dewaaaa!!!!"
"Diem ente, fantat onta!" Zenith mengeplak kepala si kribo, kali ini tanpa berniat mengurangi tenaga sedikitpun.
●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●
'
Tobat itu demi Allah, bukan demi makhluk,' kata-kata itu terus terngiang-ngiang dari kedalaman batin Zenith. Hingga ceramah seorang guru besar sekaligus politisi terkenal dari partai 'biru' yang tengah berapi-api mengkritisi kebijakan pemerintah di atas mimbar pun tak didengarkannya lagi. Benak Zenith dipenuhi pertanyaan tentang Alam Raya, tentang Surga dan Neraka. Sambil berharap Allah tidak buru-buru menutup pintu tobat untuknya.
Terlepas betapa inginpun dirinya terbebas dari dosa Jariyah, di kepala Zenith selalu terbersit gagasan-gagasan sinting tentang adegan persetubuhan abnormal yang bisa membuat Enny Arrow mengucurkan air mata di alam baka saking terharunya.
Setan tak perlu disalahkan atas imajinasi liar sang maestro, sebagaimana ia tidak perlu lagi menjadi kambing hitam atas perilaku manusia yang kini bahkan lebih keji dari
syaitonnirrojim, (kaum dhuafa yang dipaksa berlari-lari di acara televisi, ibu-ibu yang mengajak balitanya melakukan bom bunuh diri).
Imajinasinya terlampau jenial. Bahkan setanpun ikut angkat topi atas adegan-adegan seks yang di luar nalar. Bayangkan, penulis cerita erotis mana yang kepikiran melibatkan Shaun The Sheep, Barnie The Dinosaur, dan Teletubbies dalam sebuah pesta orgy di Istana Siluman?
Ya Salam.... Kenapa otak ane isinya lendir mulu.... keluh Zenith... kasih ane ide nulis cerita CEO, tapi yang syariah kek.... biar nggak gini mulu isi tobat ane tiap tahun...
Zenith menghela napas berat... Mungkin Ramadhan kali ini saatnya untuk benar-benar bertobat...
●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●
Orang ini cuma salah jalan. Dimi berusaha memberi tahu dirinya sendiri. Sama seperti tokoh utama wanita yang selalu dibuat tergila-gila pada lelaki bajingan, naluri keibuan Dimi berkata bahwa Zenith masih bisa diajak kembali ke jalan yang benar. Tapi bagaimana caranya?
"Makanya Zenith harus dicarikan istri. Agar libidonya tersalurkan," suara kampret si kribo memecah kesunyian batin Dimi.
"Betul," Husna mengamini sambil mengulum senyum.
"Idih! Mbak Husna ngomong apa, sih!" Dimi menyenggol Husna dengan wajah bersemu.
Karena parkir cukup jauh, Zenith mencoba menjadi
gentleman dengan menawarkan diri mengambil mobil. Sementara Husna dan Dimi menunggu di pelataran masjid yang berbentuk tangga tinggi, tepat di depan patung air mancur bertulis asma Allah. Rosyid dengan baik hati menawari mengawal dua calon bidadari ini di tengah kerumunan jamaah yang baru bubar sholat witir.
Sayangnya si kribo mengajak berghibah.
"Ana serius!
Anti tahu zina sama tangan itu dosanya sama dengan berzina beneran?"
"Masa?!" Dimi membeliak tak percaya.
Husna mengamini, mengutip fatwa salah seorang Syaikh. "Tapi antum salah kalau menikah niatnya hanya untuk halal ber-
jima', karena dalam pernikahan itu banyaaak sekali hal yang terlibat di dalamnya. Jangan sampai antum terburu-buru menikah hanya tidak ingin pacaran dan salah pilih calon suami yang malah menimbulkan kemudhorotan karena cerai, misalnya."
"Kaya Salma dan Taqy," imbuh Rosyid yang tiap hari ngikutin Insert Pagi, Insert Siang, dan Insert Today.
"Betul-betul-betul," kompak Husna.
Hu-uh! Dimi majukan bibirnya. Dirinya aktif menyebarkan tagar #udahputusinaja yang dipopulerkan Ustaz Felix Siauw, masa sekarang ia harus pacaran lagi, sih?
"Tapi nggak usah pacaran juga, banyak mudhorotnya," ralat Husna. "Sekian lama
anti kenal Zenith, masa
anti belum yakin Zenith orang yang tepat?"
"Ukh." Sepasang mata Dimi membola ke kiri dan ke kanan. "Ana malah baru tahu kalau dia Oom Vijay!"
"Itu karena kalian berdua belum terbuka satu sama lain," wanita yang lebih keibuan itu mencoba menasihati.
"Hare gene masih pacaran? Makanya
ta'aruf, TJOY!" si kampret ikut mengompori.
Dimi tak bisa membantah lagi. Ponselnya yang berdering pertanda sang korban ghibah sudah berada tak jauh dari pintu gerbang.
●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●
Semesta memiliki kecerdasan rahasia, dan tak satupun kejadian yang berjalan dengan sia-sia. Rencana menulis cerita religinya yang pertama. Pertemuannya dengan Dimi di toko buku. Bahkan setiap pertengkaran dan sakit hati. Semua seperti jalinan takdir yang saling berkonspirasi. Diam-diam Zenith memandangi pantulan wajah Dimi dari kaca spion depan. Berusaha mencari petunjuk dari wajah manis yang terbingkai jilbab syari dan kacamata berframe tebal itu.
Husna minta diantar membeli makan sahur di daerah Gejayan, lalu diantar pulang ke kontrakannya di bilangan Baciro. Mobil melaju lambat-lambat, bukan karena arus lalu lintas yang terlampau padat, tapi Zenith yang memang sedang ingin berlama-lama memandangi sang pujaan hati yang senyumnya semanis sari kurma.
Mengingat kesucian bulan Romadhon dan demi menghindari ghibah dan percakapan tak senonoh, Dimi membuka panel diskusi, temanya 'Pluralisme'. Si kecil sendiri yang jadi moderatornya.
"Teng-teng-teng! Diskusi dimulaiiii...." ujar Dimi riang. "Silahkan dimulai dari bapak Rosyid."
Rosyid yang liberal berpendapat bahwa semua agama itu benar, tapi tentu saja Husna tak sependapat.
"Kalau begitu kenapa ada agama yang membolehkan pengikutnya minum anggur, sedang ada yang tidak. Kalau begitu kenapa ada yang membolehkan makan daging babi, sedang ada yang tidak. Tuhan tidak pernah mengeluarkan aturan yang berbeda-beda. Itu artinya cuma ada satu agama yang benar. Itu yang dinamakan Aqidah."
Dimi mengangguk setuju.
Rosyid mengemukakan pendapatnya tentang 'Kebenaran Relatif', tapi lagi-lagi Husna berada di kutub yang berseberangan. "Tidak ada yang namanya banyak versi kebenaran. Yang ada hanya satu kebenaran," tandas Husna tanpa bisa ditawar-tawar lagi.
Mendengar perdebatan yang menjurus anarkis, Si brewok yang mendapat giliran menyetir malah sibuk mengganti-ganti saluran radio, berharap ada penyiar radio yang berbaik hati memutar lagu "Kali Kedua" buat ngajakin Dimi balikan.
"Menurut kak Zenith gimana?" pancing Dimi melihat si brewok yang apatis.
"Hah? Apa?"
"Ish! Nggak dengerin orang diskusi!"
Zenith tersenyum kecil. "Yakin nanya ke ane?"
Dimi mengangguk.
"Ini kajian liberal tapi ya."
Dimi mengangguk lagi. Dua orang yang lain kompak menunggu kajian Sang Filsuf Sesat.
"Ane sependapat sama Husna, sih..." jawab Zenith kalem. "Salah satunya pasti benar. Itu yang namanya Iman. Makanya beragama itu untuk mencari kebenaran, bukan untuk menjadi benar...," Zenith berdehem, memberi jeda sebentar. Dua orang akhwat itu tampak puas mendengar bagian pertama kajiaannya yang
syar'i.
Pemuda brewok itu menarik napas panjang, karena setelah ini adalah bagian liberal dari kajiannya yang bisa memicu kontroversi.
"Sayangnya dari kecil kita sudah kadung diajari untuk menjadi benar. Kita sudah kadung didoktrin kalau orang kafir bakal masuk Neraka, dan orang muslim bakal masuk Surga, tapi inti beragama bukan cuma buat masuk Surga, kan?"
"Terus kalau tujuan akhirnya bukan buat masuk Surga apa, dong?" Dimi menaikkan sebelah alisnya.
"Kalau tujuan beragama cuma buat masuk Surga, kasihan sekali orang-orang yang potong kompas masuk surga dan ngajakin anak balitanya ikut bom bunuh diri semata-mata karena keyakinan bahwa mereka syahid dan masuk Surga."
"
Your point is?" Rosyid mengerutkan kening.
"
There's a long road and winding to heaven, my brother. Apa gunanya Baginda Rosul berdakwah 23 tahun kalau tujuan akhir cuma mati syahid? Apa gunanya fikih dan syariat? Apa gunanya solat dan puasa kalau pintu Surga cukup dibuka dengan meledakkan isi perut di Gereja?"
"Surga bukanlah tujuan akhir," kata Zenith. "Surga adalah penunjuk arah. Agar kita tidak salah jalan."
Zenith terdiam. Lama. Karena sesungguhnya kata-kata itu ditujukan untuk dirinya sendiri.
_______________________________
Sebenarnya mau dibikin adegan Zenith ketemu sama bokap-nyokapnya Dimi, tapi ntar deh, kita kasih mereka senang-senang dulu. Terus Monik. Monik ini blunder terbesar cerita Hagia. Emang sih, awalnya niat Hagia ini plotnya mau dibikin FTV banget, dua orang yang saling sebel di awal, terus saling sayang seiring perjalanan cerita, tapi dihalangi karakter antagonis yang sejahat neneknya Tapasya. Tapi repot banget ngeberesin konflik Monik ini. Pusing pala beby. Makanya tokoh ini ane simpen dulu. Ntar konfliknya kita munculin dari sisi lain aja.
Mudah-mudahan tamat lah di episode 20-an... jangan panjang2 lha cerita kaya gini...
Afwan buat yang konservatif, soalnya cerita ana jadi liberal gini.
___________________________
-