Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT GELOMBANG NESTAPA

PART 4




Dan akhirnya Surya bersama rombongan tiba di tempat tujuan dimana Herman bekas anak buah Surya menunggu tak jauh dari lokasi.


Surya beserta yang lainnya langsung turun disambut oleh Herman dan rekannya dengan memberi hormat pada Surya.

“Siang Ndan.” sapanya.

“Siang Her, gimana situasinya??” tanya Surya.

“Menurut pengintaian, mereka berjumlah 6 orang dan menyandera satu wanita.” jawab Herman.


Surya mengamati sebuah bangunan berbentuk villa dengan halaman yang luas. Lokasinya tidak begitu jauh dari pemukiman warga, dengan letak yang begitu strategis dibelokan jalan. Surya memperhatikan seseorang yang sedang duduk di depan gerbang sambil menikmati bakso yang ia beli pada seorang pedagang keliling. Lalu dengan aba-aba, Surya mengisyaratkan pada anak buahnya untuk bergerak.

“Kalian bertiga bergerak ke samping barat, cari tempat sembunyi diseberang jalan!! Delapan orang lagi siap sedia di halaman belakang villa!!! Dan kamu, pimpin mereka dan ambil posisi!! Tunggu aba-aba dari saya untuk bergerak!! Dan 5 orang, kalian masuk lewat villa sebelahnya, berjaga agar jangan ada yang kabur lewat situ. Pesan saya, jangan lakukan kontak senjata sebelum ada perlawanan.” Surya memimpin pengepungan dan memberi perintah kepada anak buahnya.

“Siap Komandan!” lalu mereka menyebar sesuai intruksi.

“Sisanya ikuti aku, kita langsung sergap masuk melalui gerbang depan. Dan kamu Her, bantu kami, jauhkan masyarakat serta suruh rekan kamu untuk menjaga agar jangan ada warga yang mendekat. Hmmm.. sekarang kita sergap dulu penjaga itu.” ujar Surya.

“Masalah itu tenang komandan, itu tukang bakso adalah rekan kita yang sedang menyamar. Kebetulan tadi lewat, dan ini pedagang aslinya.” ujar Herman sambil menunjuk orang yang sedang duduk di dalam mobil yang ditumpangi Herman. Pria itu mengenakan seragam polisi dengan cukup acak-acakan dikarenakan pakaiannya dipakai oleh polisi yang sedang menyamar menjadi tukang bakso.

“Bagus kalau begitu, ayo semua bergerak!!” Surya memberi aba-aba kepada setiap regu untuk bergerak serentak.

Tetapi tanpa diduga, salah seorang teman dari penjaga itu keluar dari dalam gerbang. Ia yang sepertinya hendak membeli bakso langsung melihat regu Surya yang berlari mendekat.

“Draaaa, kita di gerebek!!!” teriak lelaki itu sambil mengeluarkan pistol standar polisi, lalu menembak ke arah Surya sambil berlari memasuki bangunan.

Dor.. dor..!!!

Temannya yang sedang asyik makan bakso tersentak kaget dan refleks melempar mangkok. Dengan cepat, tangannya merogoh senjata di balik bajunya.

“ANGKAT TANGAN, JATUHKAN SENJATA KAMU!!” ujar polisi yang menyamar sebagai tukang bakso sambil mengeacungkan pistolnya, tetapi bukannya takut, penjaga itu berbalik mengacungkan senjata pada polisi itu.

Doooor..!!!

Merasa terancam, polisi yang sedang menyamar tersebut langsung menarik pelatuk pistolnya, mengarah pada bahu kanan lawan, membuat lelaki itu ambruk. Dengan cepat poilisi itu meringkusnya.

Dorr.. dorr..!!!!

Drreeeedeeddd!!!!!

Terdengar suara senapan mesin dari arah belakang, menandakan perlawanan dari anak buah Hendrik pada regu Surya yang menyerang di arah belakang.




--- oOo ---​




15 menit sebelumnya didalam Villa…


“Ayolah lonte bunting, layani kami, gue pengen memeknya lonte si Surya. Ayo Indra, lu pegangin yang kuat kaki bini atasanmu ini. Hahahaha…! Dulu si Soffie dah gue coba, sekarang gue pengen nyobain bini mudanya!!” ujar Broto sambil menindih Asih dan menciumi wanita itu yang sudah dibaringkan di atas ranjang. Indra pun memegang pergelangan kaki Asih dengan kuat.

“AANNNJJIIINGGG!! LEPASAIN..!!!” maki Asih sambil terus meronta.

Breeeetttt!!!

Dress yang dikenakan Asih dirobek paksa hingga tubuh Asih hanya berbalut pakaian dalamnya saja.

Bukk…!!!!

Kaki Asih terlepas dan menendang wajah Indra hingga hidungnya berdarah.

“Arrrgghh anjing!!” maki Indra.

“Huahahaha… makanya yang kuat lu peganginnya, iket kakinya!!!” Broto menertawakan Indra yang mengerang kesakitan.

Sambil mengomel, Indra merentangkan kedua kaki Asih dan mengikatnya pada kaki ranjang. Begitu juga kedua tangan Asih diikat Broto pada teralis ranjang. Kini tubuh Asih yang hanya berbalut BH dan celana dalam sudah benar-benar terikat tanpa bisa memberikan perlawanan.

“Lu mau kemana Ndra, lu gak mau menikmati cewek bunting yang putih mulus begini?” tanya Broto ketika melihat Indra yang beranjak meninggalkan kamar.

“Cari Tissu, Ndan.” sambil menutup hidungnya yang berdarah lalu keluar.





--- oOo ---




Brengsek, kalo gue kagak butuh duit kagak mau lakuin ini.” dalam hati Indra yang menyesali tindakannya. Dulu hanya gara-gara terlilit hutang akibat berjudi, ia meminjam uang pada Broto, tetapi kenyataannya Broto memanfaatkannya dan menjerumuskan dirinya pada kelompok Hendrik.

“Sorry Ndan, bukan gue gak mau menikmati wanita itu, tapi gue masih menghargai Komandan Surya.” ternyata Indra masih mengormati komandannya, dan dengan sengaja keluar kamar karena tak ingin memperkosa Asih.

“Mana Si Joss?” tanya Indra pada rekannya yang asyiik main ML.

“Dia lagi jajan bakso!!” jawabnya sambil acuh asiik main ML.

“Sudah lu sana pesenin gue bakso daripada main Mobil Legend.” sambil merampas HP rekannya.

“Akh lu gangguin gue aja. Lagi asiiik nih!!” dumelnya sambil berlalu keluar. Indra pun mengikutinya tapi hanya sampai teras dan duduk di sana.

“Jangan lupa jangan pake mie!!” teriak Indra pada rekannya yang sudah melangkah sampai gerbang.

Ketika Rekannya hendak menjawab…




“Draaaa, kita di gerebek!!” teriak rekannya itu sambil mengeluarkan pistol dari balik bajunya, lalu menembakan pistolnya sambil kembali berlari ke arah Indra.

Dor.. dor..!!!

Indra langsung menoleh ke arah rekannya yang sedang menembakan senjata.

“Komandan Surya?? Habislah aku!!!” ucapnya pelan saat mengetahui siapa yang memimpin penggerebekan. Keringat dingin mulai keluar, dan ia seolah sulit beranjak dari tempat duduknya.

“Ndra!!!” ujar rekannya sambil menarik Indra supaya masuk.




--- oOo ---​






Sebelumnya…


Di dalam kamar, dimana Broto hendak memperkosa Asih.


“Gila bener, memang jago si Surya memilih bini.” ucapnya sambil menenteng pakaian dalam Asih dan menatap kagum pada tubuhnya yang sudah ia telanjangi.

Broto berdecak kagum akan keindahan tubuh wanita itu. Payudara yang mengkal dengan puting kecoklatan, di bawah perutnya yang tengah hamil 6 bulan nampak bulu jembutnya tertata rapih. Vagina yang merah dan montok ditambah belahannya yang masih terlihat rapat membuat Broto tak sabar ingin mencicipi.

“Baaanggssaaat!!!! Leppaaasin akuuuu!!! Hhiiikssss…!!!” Asih yang sudah tak berdaya dan pasrah akan nasibnya memohon agar Broto tak memperkosanya.

“Tenang cantik, nikmati saja, nanti juga kamu akan ketagihan dengan kontolku ini, seperti si Soffie dulu yang menjerit kenikmatan hahaha…” sambil membuka pakaiannya, lalu Broto tidur di samping Asih, jarinya lalu memainkan klitorisnya.

“Tolong, pakkk. Lepasiiin aku uugghh… Aku sudah punya suami hiikks!!” mohon Asih lagi sambil meronta dan menahan rangsangan pada vaginanya.

“Hehehe.. apa susu ini sudah bisa keluar air susu yah!!” ujar Broto tak peduli pada Asih, lalu mencaplok putingnya dan tangan satu lagi meremas payudara yang lainnya.

“Paaakkk ammmpun.. errrghhhh!!” Asih memejamkan matanya, mulai terlihat matanya meneteskan air mata.

“Tak usah menangis cantik, aku kasih kamu kenikmatan, pasti kamu akan suka dan akan memohon seterusnya padaku. Lihat memek kamu sudah becek gini. Kamu suka, kan??” jawab Broto. Mengetahui vagina Asih mulai basah, tanpa pikir panjang Broto langsung bangun dan memposisikan penisnya pada liang vagina Asih. Namun ketika hendak memasukan penisnya…


DOR…!! DOORRR..!!!


Terdengar suara tembakan di depan rumah, membuat Broto tersentak kaget. Tanpa pikir panjang, ia langsung bangun dan memakai celananya dan berlari keluar kamar sambil menenteng pistol.

“ADA… APA..??” tanyanya saat tiba di ruang tengah dan melihat Indra yang berlari ke dalam.

“Komandan Surya mengerebek villa ini, dan Joss telah tertangkap!!” jawab Indra sambil terengah-engah.

Dorr.. dorr..!!!

Drreeeedeeddd!!!


Terdengar suara tembakan dari arah dapur.

“DAN BELAKANG KITA TELAH TERKEPUNG. ACENG TELAH TERTEMBAK MATI!!” ujar salah satu anak buahnya yang berlari dari arah belakang.

“BRENGSEK SI SURYA!! TAU DARI MANA KITA ADA DI SINI!!?” maki Broto.

“NDRA, LU TAHAN MEREKA DAN BANTU SI KIKI AGAR MEREKA JANGAN SAMPE MASUK!!” ia memberi perintah pada kedua anak buahnya untuk berjaga di pintu belakang.

“DAN LU TAHAN SURYA CEPET!!” Broto memerintah Dani agar kembali ke pintu depan.

“TEMPAT INI SUDAH TERKEPUNG…. MENYERAHLAH!!! LEMPARKAN SENJATA KALIAN!!!” Teriak Surya dari luar.

“BRENGSEK KAMU SURYA, MATI KAMU!!!” jawab Broto sambil menembak Surya dari celah jendela

DOOR..!!! DOOR..!!!




--- oOo ---​






“Ndan, laporan dari regu belakang villa sudah masuk, satu orang dari mereka sudah ditembak mati, kita sudah mengepung tempat ini, tinggal menunggu perintah untuk mendobrak masuk.”

“Baik.. kita musti hati-hati, ada sandera di dalam!!” jawab Surya lalu…

“TEMPAT INI SUDAH TERKEPUNG…. MENYERAHLAH!!! LEMPARKAN SENJATA KALIAN!!!” teriak Surya dari luar, meminta agar lawannya menyerah.

“BRENGSEK KAMU SURYA, MATI KAMU!!!” terlihat sosok yang dia kenal di balik jendela.

“BERLINDUNG KOMANDAN!!” ujar Eka melihat sosok itu mengacungkan senjata pada arah Surya, dengan cepat Surya berlindung pada benteng pagar.

DOOR..!!! DOOR..!!! menembaki ke arahnya.

Broto, ternyata kamu salah satunya yang mencoreng citra kepolisian, maaf teman langkahmu harus berakhir hari ini.” gumam Surya yang mengenali sosok di balik jendela, lalu dia mengayunkan tangannya agar semua bergerak merangsek masuk.

“Dorr.. Dorrr!!”

Kembali terdengar suara rentetan tembakan dari arah belakang, dan beberapa saat kemudian…

“ANGKAT TANGAN!!! JATUHKAN SENJATA KAMU!!!” terdengar suara dari arah pintu depan dan pintu terbuka serta keluar salah satu personil yang merangsek masuk dari arah belakang. Terlihat pula yang lain sedang mengacungkan senjata pada seseorang yang telah menyerah mengangkat tangan.

Melihat kondisi telah bisa diatasi, Surya lalu berlari ke dalam villa.

“LEPASKAN SANDERA!!! JATUHKAN SENJATAMU!!! MENYERAHLAH!!!” terdengar oleh Surya salah seorang team penyergap dari salah satu kamar, Surya pun bergerak ke arah tersebut.

Terlihat dua personil mengacungkan senjata otomatis ke arah kamar, pada Broto yang sedang menyandera Asih yang masih terikat dan bugil dengan menodongkan pistolnya ke arah kening wanita itu.

“MENJAUHLAH KALIAN SEMUA, ATAU WANITA INI AKAN MATI!!” teriak Broto.

“BROOTO, JATUHKAN SENJATA KAMU!! LEPASKAN ISTRI SAYA!!” ujar Surya dengan cemas melihat kondisi istrinya di tangan Broto

“HAHAHAHA SURYA… SURYA…!!! KARIERMU MEMANG BAGUS DI KEPOLISIAN, TAPI NASIB HIDUP KELUARGAMU SANGATLAH SIAL. LIHAT TUBUH BINI LU YANG MULUS INI TELAH DINIKMATI OLEH SEMUA ANAK BUAH KAMU INI HAHAHA.” ledek Broto tanpa melepaskan pistolnya.

“Broto, saya mohon menyerahlah, kamu tak akan bisa lari lagi dan harus mempertanggung jawabkan semua ini.” bujuk Surya.

“SURYA, AKU TAK AKAN MENYERAH SAMPAI MATI, DAN KAMU PUN HARUS IKUT MATI!!” teriak Broto sambil dengan cepat mengarahkan pistolnya pada Surya dan…

“JAAANGAAANN!!” teriak Asih menyundulkan kepalanya ke arah tubuh Broto.

DORRR …… PRANKKK… DOR.. DOORR.

Dua tembakan dari arah jendela mengenai punggung Broto, dan Broto pun langsung ambruk dan mati seketika. Tembakan yang diarahkan pada Surya ternyata meleset membuat Surya tertegun sejenak, dirinya masih bisa lolos dari kematian. Lalu ia menatap ke arah jendela, pada sosok yang telah menembak Broto.

“Nang..!!” ternyata Nanang yang menembak Broto, dua orang personil tadi langsung bergerak memeriksa mayat Broto, dan Surya pun meraih selimut dan menutupi tubuh Asih dan membuka ikatannya.

“Kaangggg, Aasiihhh takutt hhuuuuhuu.” Asih langsung memeluk Surya saat ikatannya telah terbuka tanpa memperdulikan keadaan tubuhnya.

“Kamu gak papa sih, maafin papah, sudah melibatkan kamu jadi begini.” Surya pun mendekap Asih erat, meringankan trauma yang diderita istrinya dengan rasa sesal yang sangat mendalam.

“Kang, Teh Soffie, selamatkan dia, kang.. hikkss.. dia terpisah dari Asih, dan Asih gak tau keadaan dia, cepat selamatkan dia!!” ucap Asih saat teringat akan nasib Soffie. Ucapan Asih membuat Surya pun tersadar dari tangisnya.

“Lapor Komandan, operasi telah selesai, tempat telah bersih, para tersangka 2 orang mati tertembak, 1 orang terluka parah akibat tertembak pada dadanya dan 3 lagi telah diamankan!!” salah seorang anak buahnya memberi laporan.

“Baik, segera hubungi markas agar mengirimkan ambulance untuk membawa yang telah mati dan terluka. Yang masih hidup langsung bawa mereka ke markas pusat, dan dua orang ikut aku. Kita musti cepet bergerak ke tempat berikutnya, dan untuk area ini kita serahkan pada kepolisian setempat.”

“Siap laksanakan, euuu.. Ndan ini…” jawab anak buahnya sambil menyodorkan pakaian pada Surya.

“Terima kasih.” jawab surya.


Beberapa menit kemudian, Surya berjalan menggandeng Asih keluar dari villa. Terlihat Nanang yang sedang berdiri mematung dan dihibur oleh Eka. Surya dan Asih mendekat.

“Pah.. Bu.. Nanang sudah menembak dan membunuh orang itu.” ternyata psikologis Nanang terguncang setelah menembak mati Broto.

“Sudahlah Nang, tadi memang terdesak, kalau kamu tak menembak mungkin papah yang mati.” ujar Surya menenangkan Nanang sambil memeluknya. Nanang pun menangis dalam pelukan Surya, diikuti oleh Asih yang ikut memeluk putranya.

“Sudah jangan menangis, tugas kita masih banyak, kita mesti menyelamatkan mamah Soffie!!” ujar Surya sambil melepaskan pelukannya, Nanang hanya mengangguk dan mengusap air matanya. Surya merangkul Nanang menuju mobil. Saat melewati sosok yang tergolek dan terluka parah karena tembakan, mata Surya menatap orang itu.

“Indraa.” ujar Surya.

“Mmmaaaffkann ssaaayaaa, Nnnndann!!” erangnya menahan sakit. Surya tak menjawab, ia hanya menatap iba pada sosok Indra, salah satu anak buah yang dipercayanya telah mengkhianatinya, lalu melanjutkan langkah meninggalkannya.




--- oOo ---​






Dua jam sebelumnya di tempat berbeda…


Anton bersama kawan-kawan baru saja melewati sebuah kota di sebelah barat pulau Jawa. Kini rombongan sedang menyusuri jalan kecil, menuju sebuah desa.


Suasana di dalam mobil cukup tegang, setiap orang sibuk dengan isi pikiran masing-masing, sedangkan Anton khusyuk dalam lamunannya.


“Mut, bersabarlah aku akan datang.” ucap Anton dalam lamunannya. Tiba tiba…


Ciiiiiiiit!!!


Mobil yang dikendarai Sakti mengerem mendadak.


“Ooiiii… lu bisa nyupir kagak?” maki Guntur dari arah belakang karena kepalanya terantuk kaca jendela.


“Sorry guys, kelihatannya ada masalah nih.” ujar Sakti sambil melepas sabuk pengaman lalu menunjuk gerombolan orang, sekitar 20 orang, yang menghadang mereka dengan pakaian ciri khas jawara.


“Net, gak usah gegabah, kita turun dulu.” ujar Anton, lalu ia turun dari mobil dan diikuti keempat sahabatnya.


“Maaf bang, ada apa yah abang telah menghalangi jalan kami?” tanya Anton.


“SIA NU NGARANNA ANTON.. NU REK NGACAK-NGACAK DAERAH KAMI!!??” (Kamu yang bernama Anton, yang akan mengusik daerah kami!), ujar seseorang yang muncul dari kerumunan gerombolan. Dari penampilannya, nampaknya dia adalah pemimpin dari gerombolan ini. Wajahnya tampak seram dengan postur tubuh tinggi besar berkulit hitam denga kumis baplang. Pada sabuk yang ia pakai, terselip sebilah golok. Orang itu berjalan mendekati rombongan Anton dengan diikuti yang lainnya.


“Ternyata kita musti berkeringat dulu di sini!!” ujar Bimbim, lalu kelima sahabat ini memasang formasi berjajar dengan sikap waspada.


“Kang, keun ku saya rek di cobaan kawani manehna.” (Kang, biar sama saya, akan diuji keberaniannya!!).” ujar seseorang dari arah belakang lelaki tersebut. Tanpa basa-basi, lalu ia menyerang Anton dengan gaya silatnya.


“Hiaaatttt!!”


Sebuah sapuan kaki menyerang rahang Anton, Anton mundur selangkah lalu dan…


Plaakk..!!!


Tangannya menepis sapuan kaki orang tersebut, melihat serangannya ditangkis lalu laki-laki itu memasang kuda-kuda dan memeragakan jurus silatnya.


“Sebentar pak, apa salah saya hingga kalian menyerang saya??”” tanya Anton dengan sikap memasang kuda-kuda untuk bertahan.



“TONG LOBA BACOT, RASAKEUN YEUH” (jangan banyak bicara, rasakan ini!!). lelaki itu langsung melayangkan beberapa pukulan ke arah Anton.


Anton yang tak mengerti maksud mereka hanya menangkis pukulan yang diarahkan padanya, hingga…


BUUUGG..!!!


Sebuah sikuan menghantam dada Anton, membuat Anton meringis kesakitan.


“Baiklah pak, kalau emang kami harus melawan, kami akan hadapi.” Anton pun langsung bergerak melancarkan pukulan. Keempat sahabatnya masih belum beraksi, mereka mengamati pergerakan yang lainnya.


Buggg..!!!!


Sebuah hantaman yang dilancarkan oleh Anton mengenai rahang lelaki itu dan membuatnya jatuh ambruk.


“Bangsat!!!” muncul lagi lelaki lain sambil melayangkan tendangannya ke arah dada Anton.


Buuuuk!!!


Anton yang belu, siap menerima serangan itu tidak bisa menghindarinya lagi, kaki itu sukses menghantam dadanya membuat Anton terpental hingga jatuh terduduk di jalan.


Melihat Anton diserang mendadak, para sahabatnya langsung bergerak membantu, tetapi langkah mereka tertahan oleh sepuluh orang lainnya yang sudah siap bergerak dengan golok di tangan masing-masing.


“Keliatannya kita harus mati muda di sini!!” ucap Sakti sambil melihat lawan yang semuanya sudah menghunuskan senjata tajam.


“Tak peduli mati, dari pada jadi pecundang!!” ujar Guntur lalu menyerang duluan dengan tangan kosong, diikuti oleh yang lainnya.




“BEERRHENTI SEMUA!!!” tiba-tiba pimpinan gerombolan tersebut berteriak, menghentikan pertarungan yang hampir saja dimulai.





--- oOo ---​




Dalam hutan lindung….


“Ayo Put, Mah, cepet lari! Kita musti menjauh dari tempat ini, mereka pasti telah mengetahui kalau mamah kabur, dan pasti mengejar kita!!” ucap Andi memberi dorongan mental pada Soffie dan Putri yang berjalan di depannya.


“Huuuh…!!! Bang Jimmy ama Bang Brandy pada kemana sih?? Kita kembali ke tempat mereka, kok malah pada gak ada. Kalau ada mereka, kita kan gak perlu berlari bergini.” Putri mendumel kesal karena tadi mereka tidak menemukan Jimmy dan Brandy, dan mobil mereka pun sudah tak ada di tempat.


Karenanya, Andi langsung memutuskan untuk membawa Putri dan Soffie berlari mencari pertolongan. Ia memutuskan untuk tidak mengiktui jalan utama, tetapi memutarinya dengan menyusuri jalan setapak di tengah hutan lindung. Tapi kenyataannya mereka malah tersesat di dalam hutan tersebut. Lalu Putri berhenti dan duduk sejenak.


“Sudahlah Put, ini salah kita juga yang gak memberi tahu, pastinya mereka pergi mencari kita. Yang jelas kita musti segera menemukan desa terdekat dan meminta pertolongan warga!!” ujar Andi sambil mendekat.


“Betul yang dikatakan Andi, Put, kita gak bisa melawan mereka karena mereka sangat jahat. Mamah juga capek, tapi kita musti menjauhi mereka dan meminta tolong penduduk terdekat.” Soffie ikut merayu Putri agar ia tidak mengeluh dan mau terus berjalan, tangannya mengelus kepala Putri.


“Tapi mah, kita harus jalan ke mana? Dari tadi kok gak ketemu desa, apa jangan-jangan kita tersesat!!” jawab Putri.


“Iya juga sih, Ndi, apa benar kita tersesat!!??” tanya Soffie pada Andi.


“Gak tau mah, yang jelas kita ikuti saja jalan setapak ini, pasti nanti juga ada ujungnya!!” meskipun dalam hati Andi membenarkan perkataan Putri, tapi ia tak peduli, dan meneruskan perjalanan, mendahului mereka.


“Tapi Ndi, Putri haus. Bisakah kita istirahat sebentar??”


“Jika ketemu mata air, kita beristirahat sejenak!!” janji Andi agar Putri mau kembali berjalan, lalu mereka pun meneruskan perjalanan tak tentu arah.





--- oOo ---​





Di tempat lain….


Surya bersama rombongannya sedang dalam perjalanan menuju tempat dimana Sofie disekap. Dan selama perjalanan itu, Asih tak lepas memeluk Surya, dirinya merasa nyaman berada dalam pelukan suaminya sehingga sedikit demi sedikit bisa menghilangkan trauma yang ia rasakan.


“Bang..!!” Iwan yang sedang duduk di bangku depan memulai percakapan tanpa menoleh Surya yang duduk di belakang.

“Ada apa kamu, Wan?” jawab Surya.

“Saya minta maaf…!!” lirihnya.

“Minta maaf buat apa?” kembali bertanya.


“Minta maaf jika saya tidak melakukan suatu tindakan, kenyataannya keberadaan saya di sini tidak berguna. Semua telah abang bereskan, sedangkan aku hanya diam berpangku tangan menyaksikan abang bertindak!!” ternyata yang dipikirkan Bang Iwan selama ini adalah karena ia merasa belum cukup berkontribusi menyelamatkan keluarga Surya.


Surya melepas pelukan Asih lalu bangun dari sandarannya, dan menyondongkan tubuhnya untuk mendekati Iwan.


“Dengan hadirmu di sini, menjaga dan memberi perlindungan untuk keluargaku, itu sudah cukup Wan. Belum lagi semua info yang kamu dapat itu sangat berguna sekali. Dan lagi, aku gak mau kamu bertindak ceroboh sehingga bertindak melawan hukum. Jadi, tetaplah kamu di samping aku, menjaga semua keluarga aku. Dan untuk itu semua, aku berterima kasih banyak!!” ujar Surya sambil menepuk pundak kanan Bang Iwan.


“Terserah abanglah, yang jelas aku pasti akan membantu abang melindungi semua keluarga abang.” meskipun hatinya tenang mendengar perkataan Surya tapi ia tetap bertekad untuk menghabisi nyawa orang-orang yang telah mengganggu sahabat beserta keluarganya ini.


“Nang, berhenti di depan!!” tiba-tiba Bang Iwan menyuruh Nanang menghentikan mobilnya. Setelah berhenti, Bang Iwan langsung turun dan menghampiri orang yang tengah berdiri di samping mobil angkot.


“Brandy, ngapain lu di sini? Trus si Jimmy ama anaknya Bang Surya di mana?” ia menyapa anak buahnya yang sedang mengisi bensin mobil angkotnya dengan peluh yang membasahi seluruh badannya.


“Duh bang, gue ngikutin mereka yang membawa salah satu istri Bang Surya, eh gak taunya ni angkot mogok karena kehabisan bensin, mana jauh lagi cari bensinnya. Mereka sih masih di sana, gue yang disuruh Jimmy ngikutin mereka dan apesnya yah gini.” Brandy menjawab polos dalam kagetnya, dia gak menyangka kalau akan bertemu dengan Bang Iwan di tempat ini.




“Trus yang lu ikuti ke arah mana perginya?” tanya Bang Iwan serius, meskipun dalam hatinya merasa ingin tertawa melihat kelakuan anak buahnya yang sedikit oon.


“Lah abang ini gimana?? Mana gue tau, dah tau mobil mogok, masa harus gue kejar sambil berlari, cape bang!!” sekali lagi Brandy memasang mimik tanpa dosa, yang dibalas oleh gelengan kepala Bang Iwan.


“Haha… Sudahlah, Wan, kasian dia. Lihat tuh wajahnya sudah merah begitu.” tiba-tiba kepala Surya nongol dari jendela mobil.


“Lah itu.. Bang Surya dan ehh.. itu kan wanita yang tadi dibawa mereka.. kok bisa ada sama kamu, bang!!??” tanya Brandy pada Bang Iwan sambil melongo melihat wanita yang ada di samping Surya.


“Hadeuh… lu tuh oon gak ketulungan. Dah.. ayo aku ikut kamu, pandu kita ke tempat si Jimmy berada, gue ikut lu!!” sambil menarik Brendy.


“Bentar, bang, gue belum bayar bensinnya hehehe.. Bayarin yah ama abang, gue habis duit nih.” ujar Brandy sambil nyengir kuda, dan mereka pun tertawa melihat kekonyolan si Brandy.


Tak lama kemudian Brandy pun memandu Surya beserta rombongannya menuju tempat persembunyian para penyekap Soffie.




--- oOo ---​





Sementara itu, di tempat Anton dan rombongannya…



“BERHENTI SEMUANYA..!!” suara nyaring lelaki berpenampilan jawara membuat semua anak buahnya mundur, begitu juga Anton dan kawan kawannya.


“Ternyata bener, kalian terlalu berani dan sangat bodoh berani melawan kami.”


“Apapun yang terjadi kami akan tetap maju, jadi mohon maaf sekiranya akang mau memberi jalan untuk kami!!” timpal Dai dari belakang Anton.


“Huahahaha…!!! Juned apa ini salah satu tangan kanan kamu yang kamu ceritakan, yang akan membantu sahabatnya anak dari seseorang yang kau hormati!!” tawa orang itu.


Leres kang Tatang, dia adalah Badai, nama panggilannya Dai. Dia bersama teman-temannya pasti datang ke sini untuk membantu sahabatnya yang bernama Anton, anak dari sahabatku. Dia adalah orang yang baik.” tiba-tiba sosok Bang Juned muncul di antara kerumunan anak buah lelaki tersebut yang ternyata bernama Tatang.

“Bang Juned!!!” mereka serempak berseru, terkejut melihat sosok Bang Juned yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.


“Hahahaha… sangat menarik aing, resep nu kieu (saya suka sekali dengan ini). Persahabatan itu tak hanya dalam kesenangan, tapi dalam kesusahan pun yang namanya sahabat pasti akan selalu ada!! Bukan begitu, Ned?” ujar Tatang.


“Iyah kang, saya ucapkan terima kasih atas bantuan akang ini!!”

“Bang, maksud abang apaan? Sejak kapan abang ada di sini?” tanya Dai.


“Begitu gue tahu kalian pada mau kes ini, gue langsung kemari untuk minta bantuan Kang Tatang. Kang Tatang ini adalah sepupu akang sekaligus teman seperguruan abang waktu belajar pencak silat di sini!!”

“Haha.. Juned.. Juned.. maneh mah angger mun aya masalah pasti larinya ka akang!!” (Juned.. Juned seperti biasa kalo ada masalah kamu larinya pasti ke akang). ujar Kang Tatang yang sepertinya sudah mengerti akan sifat sepupunya ini.

“Sebelumnya makasih kang, sudah mau membantu kami, tapi kenapa musti dengan cara ini salam perkenalannya??” tanya Sakti.

“Huahahaha.. akang pengen tahu nyali dan kemampuan kalian, dan ternyata kalian bener-bener gila. Hahaha!!”


“Makasih kang, tapi bolehkah kami melanjutkan perjalanan kami, kami tak mau terlambat karena di sana ada seseorang yang betul-betul butuh bantuan kami.” ujar Anton membuat Kang Tatang diam sejenak.


“Kamu tak mengenal wilayah itu, dan tak mengenal baik orang yang akan kamu lawan!!” ujar Kang Tatang, membuat kelima sahabat itu saling pandang satu sama lain, tak mengerti maksud dari perkataan Kang Tatang.


“Kalian di sana bukan hanya menghadapi seorang perwira polisi yang brengsek, tapi juga musti menghadapi jawara-jawara yang dibayar oleh polisi ini!!” papar Kang Tatang.


“Apa kang Tatang mengenal mereka?” tanya Anton.


“Yah… akang sangat mengenal mereka karena memang mereka adalah anak buah akang yang sembunyi-sembunyi telah menerima tugas tanpa seizin akang.” ujar Kang Tatang.

“Maka dari itu, gue langsung meminta tolong Kang Tatang karena pasti kita akan menghadapi teman-teman Kang Tatang ini.” ujar Bang Juned.

“Sudah.. gak usah dipikirkan, biar akang yang akan mengurus dan menghadapi mereka!! Kalian fokus pada tujuan kalian, sekarang kalian pergi duluan, biar akang bersama Juned menyusul, gak sampe satu jam kalian pasti sudah sampe di sana.” ujar Kang Tatang.


“Baiklah kang. Kalau begitu kami berangkat duluan.” ujar Anton.


Setelah berpamitan Anton dan kawan kawan pun melanjutkan perjalanan menuju tempat persembunyian Hendrik.




--- oOo ---​






Di tempat lain….


Jaki yang baru siuman dari pingsannya, dengan tubuh serta wajah berlumuran darah, langsung menyadari bahwa Soffie sudah tak ada lagi di dalam ruangan itu. Dengan sempoyongan, ia pun turun dan melempar TV dengan asbak hingga pecah.


Praaannnnggg!!!


“BRENGSEK!!! GARA-GARA LU, MUSUH BISA MASUK DAN LOLOS DARI PENGAMATAN LU!!” maki Jaki pada orang yang sedang anteng berjoget. Lelaki itu kaget seketika karena tiba-tiba ada orang yang melempar TV dan menghardiknya. Ia pun semakin kaget ketika melihat wajah Jaki berlumuran darah. Beberapa temannya yang sejak tadi sedang asik ngobrol di depan pun langsung berdatangan karena mendengar keributan di dalam.


“ANJING KALIAN SEMUA!!! CEPET KEJAR SI SOFFIE, DIA KABUR!!!” perintah Jaki, membuat mereka gelagapan karena baru mengetahuinya.


Akhirnya mereka berenam bergegas keluar rumah untuk mengejar Soffie. Namun begitu tiba di halaman, mereka melihat iring-iringan mobil yang berhenti persis di depan rumah. Tak lama kemudian segerombolan polisi dengan senjata lengkap turun dan dengan cepat merangsek masuk.


“ANJING!!” maki Jaki sambil mendorong salah seorang rekannya, lalu berlari ke dalam rumah menuju pintu belakang.


Ketika melihat pintu belakang terbuka, Jaki langsung berpikir bahwa Soffie melarikan diri melalui pintu tersebut.


“Jak, ayo cepat kita kabur!!!” tiba-tiba salah seorang rekannya mendahului Jaki melarikan diri, dan mereka pun berlari ke dalam hutan.




--- oOo ---​





Beberapa saat sebelumnya…


“Komandan, saya kira ini desa yang kita tuju.” ujar Kang Jajang yang memang mengikuti Kombes Virgous.


“Yah.. menurut info, memang desa ini, tapi lokasi rumahnya kita belum jelas!!” ujarnya.


“Komandan, lihat itu dia adalah teman kita!!” ujar Kang Jajang sambil menunjuk Jimmy yang sedang celingukan di perempatan jalan desa seperti sedang mencari sesuatu.


Rombongan mobil Kombes Virgoust pun berhenti di samping Jimmy.


“Jim.” panggil Kang Jajang pada Jimmy.




“Eh Kang…” tanpa basa-basi dan perintah, Jimmy langsung naik ke dalam mobil.


“Pak polisi cepet, saya kehilangan putri bang Surya. Saya takutnya mereka tertangkap, makanya saya mencari bantuan. Untungnya kalian datang!!” sambil tersengal-sengal Jimmy menceritakan semua kejadiannya, dengan rasa sesal karena telah kehilangan Putri.


“Sudahlah, sekarang kamu tunjukan tempatnya, kita musti cepat bergerak.” ujar Kombes Virgoust.


“Ayo pak, lurus saja pak, gak jauh dari sini, palingan sekitar 1 kilometer lagi.” jawab Jimmy.


Kombes Virgoust memerintahkan anak buahnya agar langsung beraksi dengan cepat menuju sasaran untuk melakukan penggerebekan.


Tak lama kemudian, akhirnya mereka sampai di tujuan. Ketika mereka berhenti di depan villa, nampak anak buah Hendrik berlarian keluar rumah dalam keadaan bingung dan panik. Sebanyak 15 orang anak buah Kombes Virgoust pun langsung bergerak cepat turun dari dalam mobil.


“ANGKAT TANGAN!! JATUHKAN SENJATA!!!” sambil menodongkan senjata. Salah satu dari mereka mendorong rekannya agar menghalangi laju polisi hingga terjatuh, lalu ia berlari ke dalam rumah diikuti oleh satu orang lainnya. Sedangkan sisanya seperti tidak menyangka akan digerebek secepat ini, sehingga mereka hanya bisa terperangah. Todongan senjata para polisi membuat mereka tak berkutik dan tak mampu memberi perlawanan. 4 orang anggota komplotan Hendrik pun berjongkok dan langsung diringkus oleh petugas.

“KALIAN BERENAM SISIR SEMUA TKP!” perintah Kombes Virgoust, sambil mengamati situasi di sekelilingnya.


Kang Jajang yang sedari tadi mengamati penggerebekan dari dalam mobil, matanya menangkap dua sosok yang melarikan diri ke arah hutan. Tanpa banyak bicara, ia langsung keluar dari dalam mobil untuk mengejar dua orang yang hendak melarikan diri tersebut.


“Jim, kamu ikut aku!” ajak Kang Jajang. Jimmy pun sigap mengikuti Kang Jajang berlari ke dalam hutan, meninggalkan Kombes Virgoust.


“LAPOR NDAN, KAMI TELAH MENYUSURI SEMUA POJOK RUANGAN DAN KAMI TIDAK MENEMUKAN SANDERA. TAPI KAMI MENEMUKAN GUDANG PEMBUATAN NARKOTIKA DENGAN BARANG BUKTI YANG SANGAT BANYAK!!” salah satu anak Kombes Virgoust melaporkan hasil penyisirannya. Ternyata villa ini merupakan pabrik pembuatan Narkotika kelompok Hendrik.


Kombes Virgoust pun mendekati keempat orang yang sudah diringkus anak buahnya.




“KATAKAN DI MANA SANDERA BERADA??” dengan sedikit intimidasi agar mereka berbuka suara, dan akhirnya…


“Kkkaamii tiddaaak tauuu paak, ddiiiaa taadi melarikaan dirii, dan kami tidak tau kkemana!!” jawab salah seorang dari mereka.


“BAWA MEREKA SEMUA KE MARKAS DAN SEBAGIAN LAGI TEMANI AKU UNTUK BERJAGA DI SINI!!” ujar Kombes Virgoust.


Tiba-tiba ia melirik ke arah mobil dan menyadari bahwa sosok Kang Jajang sudah tidak ada. Sambil memandang ke arah hutan, tanpa pikir panjang ia memberi perintah.


“KALIAN BERDUA IKUTI AKU, AYO CEPAT!! SISANYA BERJAGA DI SINI.” ujar Kombes Virgoust sambil berlari ke arah hutan dan diikuti oleh dua orang anak buahnya.




--- oOo ---​







Dua jam sebelumnya di sebuah bangunan bak istana, lengkap dengan para penjaganya, tetapi yang terlihat bukan penjaga yang berpakaian layaknya seragam security pada umumnya, tapi semuanya berpakaian layaknya jawara-jawara tempo dulu.


Tiiiiitttt…!!!


Sebuah mobil model SUV memasuki gerbang, seluruh penjaga langsung menyambut dan membukakan pintu gerbang layaknya menyambut seorang pemimpin yang sangat diagungkan. Dua orang seperti tetua membukakan pintu mobil, dan turunlah Hendrik dengan menyeret tubuh Renata dengan mulut yang tersumpal kain.


“Mana Rini istriku?” tanya Hendrik tiba-tiba.

“Euuuu aaannnuuu booosss.. dia sedang melayani euuu…” jawab salah seorang dari mereka dengan gugup.


“Bawa dia ke ruangan atas!” perintah Hendrik sambil mendorong tubuh Renata. Lalu ia berjalan mencari istrinya. Salah satu orang kepercayaan Hendrik mencoba menjelaskan pada Hendrik, yang pada akhirnya Hendrik melihat sosok istrinya yang sedang digauli oleh salah seorang rekan bisnisnya.


“Pli…!! Ceng..!!” teriak Hendrik pada dua orang kepercayaannya. Teriakan itu membuat lelaki yang sedang mengauli istrinya tersentak kaget, lalu buru-buru mencari pakaiannya yang tercecer. Sedangkan istrinya tak bereaksi, ia hanya diam dengan wajah yang nanar tanpa ekspresi, seperti tak peduli pada kehadiran suaminya, juga pada tubuhnya yang sedang telanjang.


“Gue dah bilang, kalau lu mau make bini gue, lu bilang dulu ke yang punya!!”

“Ehh.. iiyyaa booss.. ini.. anu boss. Dia calon pelanggan baru boss.. dan dia mau.” terang Kipli.




“Gue bilang kalo mau pake bini gue musti izin gue.. bukan begitu.” pernyataan Hendrik membuat Kipli mengeluarkan keringat dingin tanpa sanggup menjawab.


Doooooor….!!!


Tanpa banyak bicara, Hendrik langsung menembak kening kipli.


Bruuuug..!!!


Tubuh Kipli pun ambruk dan nyawanya melayang seketika. Darah segar pun memancur dan mengalir dari lubang di dahinya. Keadaan Kipli membuat lelaki yang tadi menggauli istrinya menggigil ketakutan. Ia malah bersembunyi di balik tubuh Rini, istri Hendrik. Hendrik lalu mendekati lelaki itu.


“Siapa yang memberi izin kamu meniduri bini gue..??” tanya Hendrik.


“Euuuu.. euu..” lelaki itu tak menjawab, tapi malah memandang sekelilingnya untuk meminta bantuan orang yang ada di sekitarnya, tetapi tak seorang pun yang mau membantu.

“Sekali lagi, siapa yang memberi izin..??” bentak Hendrik.

“Dddiiiaaaa… bbooosss!!” tunjuknya ke arah tubuh Kipli.

“Maksud lu mayat itu yang ngasih izin!!” dijawab dengan anggukan dan…


Dooooorrr!!


Lelaki itu seketika meregang nyawa, di samping tubuh Rini istrinya. Tapi anehnya, Rini seperti tidak peduli, ia tetap bersikap dingin dengan saat melihat suaminya membunuh dua orang di hadapan mata kepalanya sendiri.


Kemudian Hendrik berbisik pada istrinya, “Meskipun lu Lonte gue, tapi semua tetep seizin gue!! Ngerti lu??” sambil sedikit mengenggam keras lengan Rini.

“Dan lu harus inget.. status lu adalah BINI GUE..!!! Ngerti?? Dan lu mesti tahu apa yang menjadi tugas seorang bini jika lakinya pulang ke rumah!!?” Rini tak menjawab dan hanya terdiam.

“Jaawwaabb!!! Ngerti gak???”

“Menngeerrti.” jawabnya lemah.


Tiba-tiba penjaga yang tadi membawa Renata telah kembali.


“Lapor boss, cewek yang dibawa boss sudah sadar dan dia terus meronta dan berteriak.” ujar seorang lelaki berkumis baplang dan bergelang hitam layaknyaknya seorang seorang jawara.


“Hahaha, seperti biasa, di awal mereka berteriak minta dibebaskan, tapi lama-lama juga mereka berteriak minta dientot lagi. Hahaha!!” tawa Hendrik diikuti yang lainnya.


“Lu ngapain lagi istri begooo?? Dari tadi cuma diem..!! Sudah tahu suaminya datang, cepat kamu siapkan air dan persiapkan bak mandi. Gue mau mandi dulu sebelum mencicipi seorang perawan lagi!!” ujar Hendrik tanpa peduli pada wajah lelah wanita yang dinikahinya ini.


“Ttapi mas, nntar bboleh kan Rini pulang dulu sebentar, Rini kangen ayah dan ibu.” pintanya. Rini, istrinya, adalah anak dari ayah angkat Hendrik yang telah membiayai dia sekolah hingga masuk ke Akpol.


“Rini.. Rini.. bego amat lu!! Ketika gue nikahin lu, itu artinya lu udah sepenuhnya jadi milik gue, jadi lu musti nurut ama gue..!! Sudah sono cepetan siapin kamar mandi.. trus kalo udah siap, lu layani teman gue sampe puas, atau kamu lu mau supaya gue bunuh dulu orangtua lu??? Plaaaakk!!” ujar Hendrik sambil melempar sepatunya ke arah tubuh Rini. Tanpa banyak bicara karena ketakutan, Rini langsung berlari untuk melaksanakan perintah Hendrik.


“Hahaha.. dasar Rini.. lu memang bego, persis kayak orangtuamu yang mudah dimanfaatkan. Hahaha!!” ujar Hendrik.


Hendrik memang pernah bersandiwara dan memohon pada orangtua Rini untuk menikahi putri mereka. Padahal tujuan utamanya menikahi Rini adalah agar ia bisa menguasai harta keluarga Rini. Setelah menikah, Hendrik menguras seluruh harta keluarga Rini hingga mereka jatuh miskin. Sejak itu pula, ia menjual tubuh istrinya untuk dinikmati oleh relasi atau rekan bisnisnya, dengan ancaman Hendrik akan membunuh orangtua serta keluarganya jika Rini menolak. Tentu saja Rini tidak bisa melawan, dan akhirnya mengikuti kemauan suaminya ini. Kini sudah 10 tahun Rini terjerat penderitaan demi memuaskan ambisi duniawi suaminya, rasa jenuh dan dendam makin menumpuk dalam hatinya, dan tinggal menunggu waktu untuk menuntaskannya.




--- oOo ---​




“Ndi, istirahat dulu sebentar yah, Puput dah capek dari tadi lari terus.. haaa!!” ujar Putri dengan langkah gontai di belakang Andi.

“Put, kita belum jauh dari musuh, takutnya mereka bakalan nyusul mengejar kita.” jawab Andi.


“Tapi Puput udah gak kuat, tuh mamah juga kecapaian!!” jawab Putri yang masih terengah-engah sambil menunjuk Soffie yang berjalan di samping putrinya tanpa banyak bicara.


“Liat tuh Ndi, itu ada mata air dan ada dangaunya juga, kita istirahat dulu sebentar yah. Puput pengen minum dulu!!” ujarnya memelas membuat Andi tak tega. Mau tak mau, Andi pun mengalah, hingga mereka pun berhenti di mata air untuk melepaskan lelah.


Setelah beristirahat selama beberapa menit, “Put, mah, ayo kita lanjutkan, Andi takut kalau mereka keburu nyusul kita!!” ajak Andi.


“Ayo Put, kita jalan lagi!!” ujar Soffie.


“Ndi, bisa gak kita istirahatnya lamaan dikit, dah tau kita cape!!” ketus Putri.


“Put, bukan Andi gak ngerti, tapi kalau mereka berhasil ngejar kita, urusannya bisa lebih berabe dan lebih cape, kamu mau kita tertangkap?”


“Bodo amat yang jelas Putri cape..!!” cemberut Putri.


“Put jangan gitu, kita ikutin apa kata Andi.” bujuk Soffie.


“Tolong kali ini dengerin aku, Put.” ujar Andi.


“Bodo..!!” ketus Putri, Andi hanya mengeleng-gelengkan kepalanya melihat keras kepalanya Putri, saat dia akan berjalan menuju Dangau, tiba-tiba…


Dooooorrrrr..!!!


Arrgggghhhhh..!!!! Seiring jeritan Andi, tubuhnya langsung ambruk.


“Anndiiiiii..!!” jerit Soffiie, hanya Putri yang molongo melihat Andi ambruk seketika.


“Maaaahhh lllaaarrriii… baawaa Ppuuttri.” dengan suara lemah Andi memerintah Sofiie untuk lari. Tanpa banyak tanya, Soffie menarik tangan Putri untuk lari.


“Ayooo Putt cepet lari!!” ujar Soffie.


“Aanndi mah.” sambil menunjuk Andi yang terkapar. Rasa sesal menyelimuti hati Putri, jika saja ia mau mendengar perkataan Andi, tak mungkin Andi tertembak.


“Ayoooo!!”


“bos Jaki, tembakan lu bener-bener mantap, bisa-bisanya langsung mengenai sasaran padahal cuma pake pistol standar haha.” ujar Rais nama orang yang kabur bersamanya.


“Gue gak peduli, yang jelas ayo kejar mereka, mereka itu modal hidup kita..!!” ujar Jaki.


Jaki dan Rais pun mendekati tubuh Andi yang sudah terkapar karena tertembak pada pundaknya. Lalu Jaki menginjak paha Andi sekerasnya hingga Andi menjerit menahan sakit.


“Cepat panggil temanmu kalo gak..!!” ancam Jaki, hanya Rais yang mencari jejak kemana Soffie dan Putri melarikan diri.


“PPUUUUTTRRRRIII.. LLAAAARRRIIII… YAAAANNGG JAAAUUHH.” teriak Andi tanpa memedulikan tubuh dan nyawanya.


“Dasar Brengsek lu, susah bener diajak kerjasama.” Jaki pun mengambil ancang-ancang untuk menginjak kaki Andi, tapi tiba-tiba..


Buukkk..!!! Heuugghhh..!!! Tubuh Jaki terjerembab ke atas tanah.


“Siapa kauu?” ujar Jaki bangun sambil berbalik dan menodongkan senjata pada seseorang yang telah menghajarnya


Plaaakkk!!! Sebuah hantaman kayu dari arah samping membuat pistol digenggaman Jaki jatuh. Sementara itu, Rais merogohkan tangan ke dalam pakaiannya untuk mengeluarkan pistol, tapi sebuah tendangan yang sangat cepat menghantam tangannya, membuat pistol yang akan arahkannya terlepas.


“Baaang Jiimmy, kemana aja?? Cepet tolongin Putri.” lirih Andi ketika melihat sosok yang menghantam tangan lelaki yang menembaknya.


“Tenang, lu gak usah khawatirin mereka, gue pengen bikin perhitungan nih ama orang yang berani-beraninya nembak lu!!” ujar Jimmy, aura wajahnya berubah dingin. Lalu ia mendekati Jaki yang sedang meringis sambil memegangi tangannya yang mengeluarkan darah akibat hantaman kayu. Jaki hanya meringis dan melangkah mundur, dan tanpa basa-basi Jaki pun langsung kabur.


“Haaaa.. Wanjiiir anjinggg.. jangan kabur lu.. ngehe lu…!!” ujar Jimmy sambil berjalan tak menentu antara mau mengejar atau tidak, tapi akhirnya dia memilih mengejar. Tanpa disadari, di balik kebengisan Jimmy, masih ada pula kekonyolannya.


Tiba-tiba Kang Jajang muncul dan langsung menghardik yang baru bisa bangkit lagi.


“Ayeuna mah tinggal duaan, sok mun wani mah kaluarkeun jajaten anjeun (sekarang tinggal kita berdua, silahkan kalo berani keluarkan ilmu kedigjayaan kamu).


“Aahh banyak bacot.” ujar Rais,

Tinjuan tangan kanan Rai mengarah pada pelipis Kang Jajang tetapi dengan mudahnya Kang Jajang menepisnya. Plak.. buggg.. lalu diikuti sikut kanan mengarah pada pipi Rais.


Mendapatkan serangan balasan dari Kang Jajang, nyali Rais menjadi ciut. Ia mundur beberapa langkah lalu mengambil ancang- ancang untuk menerjang Kang Jajang.


Hiiiaaattt….. huuuppp..!!! Terkaman Rais langsung disambut dengan cekalan tangan Kang Jajang pada pergelangan tangannya. Dengan cepat Kang jajang membungkukkan badannya dan dengan topangan tubuhnya, ia membanting tubuh Rais ke arah aliran air.


Brruuggghhh…!!! Rais pun langsung bangkit tetapi saat akan bangun…


“ANGGKATT TANGAN…!! , ANDA SUDAH TERKEPUNG MENYERAHLAH!!”


Ujar Virgoust yang tiba-tiba muncul sambil menodongkan pistolnya. Ia diikuti oleh 3 orang anak buahnya yang bersenjatakan laras panjang. Akhirnya Broto pun menyerahkan diri.


“Eeeeeuuuu dasar anjing lu, beraninya cuma waktu pake seragam, gak taunya nyali lu segede ati ampela.” tiba-tiba terdengar suara Jimmy yang sedang memaki sambil meyeret tubuh Jaki sudah berlumuran darah segar pada wajahnya.


“Annnnndddiiii!!!” di belakang mereka muncul Putri dan Soffie. Keduanya mendekati Andi yang sedang ditangani pengobatan darurat oleh salah seorang polisi.


“Anddiiii huuuuhuuu… maafiiiin Puttriii.. huuuu.” Putri menangis keras menyesali tindakannya yang berakibat fatal ini.


Sewaktu Soffie dan Putri hendak melarikan diri, mereka mengintip dari semak-semak. Mereka mengurungkan diri untuk lari ketika melihat ada yang datang menolong Andi. Soffie malah menjegal Jaki saat dikejar Jimmy. Saat melintas di tempat persembunyiannya, Soffie memukul wajah Jaki dengan sebatang kayu hingga terjungkal lalu diringkuslah Jaki tanpa bersusah payah.


“Sudaaah.. suudahh.. yang penting kamu ama mamah dah aman, lagian Andi juga gak papa!” lirihnya Andi sambil tersenyum menahan rasa sakit. Hal itu membuat Putri semakin merasa bersalah melihat senyum Andi.


“Sudah dong senyum lagi.. mana Putri yang ceria itu!! Lirih Andi meledek.


“Huuuuuuuhuu Aannddiiiiii!!” Putri terus menangis tanpa tahu apakah itu adalah tangis penyesalam atau kebahagiaan, hanya Putri yang bisa merasakannya dalam hatinya.






Bersambung ke part 5

Mantab mang Boski, seru banget :beer:
 
Jir....euwdan tenan.....ceritaaa nyaaaa hebat banget.....:ampun::ampun:
Makasih udh update.....buat penulis semoga sllu sehat sentosa lahir dab batin...sy doain slluu

Salam dr penggemar anda
 
Andi...andi...
bisane kowe niru kakakmu Anton...
Mantappp...Keberanian dan tanggungjawabnya....
hmmm apa iya om....!!

kita liat aja kedepannya hehe

itu om sempak ijonya koq blum diambil buat si wawa sama callista:yeah::yeah::yeah: xixixixixixi
disini tak di gunakan
gak usah om dah bolong hihihi

Suhu ada ralat sedikit. Mungkin ini maksudnya Rais, karena broto kan udah ditembak nanang

Maaf suhu kalo i salah

Sehat selalu suhu
done...

siip om thanks dah teliti

Mantab mang Boski, seru banget :beer:
nuhun nuhun
 
Mantap gan..
Makin sini makin geregetan..
nuhun om,

dopost tuh hihihi

Jir....euwdan tenan.....ceritaaa nyaaaa hebat banget.....:ampun::ampun:
Makasih udh update.....buat penulis semoga sllu sehat sentosa lahir dab batin...sy doain slluu

Salam dr penggemar anda
hihi makasih om, ty u doanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd