Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT GELOMBANG NESTAPA

Bimabet
Ternyata dah telat 3 bulan........
Updatenya...

Harus segera di cek ini mah.

:ampun::Peace:
 
Tdk ada kata yg bisa aq katakan hanya bisa bilang #KARYA YG HEBAT#
Jangan hiraukan comentar yg tak bermutu..trus lah berkarya dan jangan lupa buat update trus karya mu bang....

Mohon di tunggu secepatnyaaaaaa FINAL UPDATEnya...sy pengemar mu menunggu

Sehat selalu yach bang.buat karya yg hebat
Salam dr penggemar mu
 
EPISODE 44

FINAL REVENGE (KU KAN SELALU MENUNGGU)






Part 1



Tok.. tok…



“Masuk!” ujar seorang perwira tinggi yang duduk di kursi tamu, ditemani beberapa Anggota Propam. Mereka terlihat serius membahas sesuatu.


“Siang ‘Ndan, Surya melapor.” Surya yang sudah berganti pakaian dinas memberi sikap hormat pada Irjen Dirga Syahputra dan semua penghuni ruangan yang semuanya memiliki pangkat lebih tinggi daripada Surya. Eka yang mengikutinya di belakang juga memberi hormat.


“Oh yah, kenalkan ini Irjen Seravi, dia komandan Div. Propam dan Kombes Blackdevil selaku Kapus Paminal serta Kombes Virghost Kapus Provost. Mereka juga yang sedang menyelidiki kasus yang kamu selidiki. Pak, kenalkan ini AKBP Surya Kasat Reskrim Narkoba.” ucap Irjen Dirga mengenalkan ketiga orang yang ada di dalam ruangan tersebut pada Surya.


“Silahkan duduk, Sur!!” lanjut Irjen Dirga, Surya dan Eka pun duduk di hadapan mereka.


“Karena yang ditunggu sudah ada di sini, alangkah baiknya kita langsung aja ke pokok permasalahan.” lanjut Irjen Dirga, lalu Irjen Seravi merubah posisi duduknya.


“Sebelumnya saya menerima laporan dari saudara Dirga bahwa Anda telah melakukan penyelidiki peredaran narkoba yang didalangi oleh salah satu anggota kepolisian. Ketika kami menanyakan siapa yang jadi tersangkanya, kami terkejut karena kami pun telah menyelidiki orang yang sama sejak lama, maka saat menerima laporan dari Komandan Dirga kami pun langsung kemari!! Jadi jangan heran jika kami langsung turun tangan karena ini melibatkan seorang perwira menengah di kepolisian.” ujar Irjen Seravi.


“Sur, ternyata doa kamu itu terkabul karena kasus yang kamu tangani ini ternyata telah diketahui oleh institusi kepolisian.” timpal Irjen Dirga.


“Yah.. dulu kami telah menerima pengaduan dari beberapa korban dan saksi bahwa otak pelakunya adalah salah satu perwira menengah di institusi kita. Dengan kelicikan dan kepintarannya dia telah menjerat para anggota dan institusi hukum lainnya agar bergabung dengan dirinya untuk memperlancar dan menutupi bisnis hitamnya ini, yang akhirnya kami pun sering mengalami jalan buntu mencari bukti-bukti keterlibatannya!!” lanjut Irjen Seravi.


“Apa Pak Surya udah memiliki bukti yang kuat untuk menangkap dan menjerat tersangka ini?” tanya Kombes Blackdevil.


“Komandan Dirga telah bercerita mengenai keluarga kamu, bahwa tersangka telah melibatkan anggota keluarga kamu. Maksud saya, tersangka berniat menghancurkan kamu lewat semua anak-istri pak Surya. Apa betul itu yang terjadi??” sela kombes Virghost.


Surya menghembuskan nafasnya mendengar pertanyaan Kombes Virghost lalu memandang Irjen Dirga, yang dijawab dengan anggukan agar Surya menceritakan semua apa yang dialaminya dari awal hingga kini.


“Baik pak. Sebelum saya menunjukkan semua bukti, saya akan sedikit bercerita bagaimana saya bisa terlibat penyelidikan ini. Semua bermula saat saya ditugaskan di kota Palembang, waktu itu pimpinan saya Kompol Hendrik melakukan penyelidikan peredaran Narkoba di kota tersebut..” Surya mulai bercerita.


Surya pun menceritakan semua kisah dan hasil penyelidikannya dengan detail. Tidak ada yang ditutupi ataupun cerita palsu yang ia sampaikan.


“Saya bersyukur bahwa putri tunggal saya bisa selamat dari rencana penculikan mereka.” Surya mengakhiri ceritanya.


“Hmmm.. betapa gak berperikemanusiaan ini orang sampe berbagai cara dia lakukan untuk menghancurkan kamu, bahkan melibatkan anak-istri kamu. Saya sebagai komandan Propam hanya bisa meminta maaf untuk semua yang terjadi, khususnya pada istri Anda!!” ujar Irjen Seravi ikut menyesali perilaku salah satu anggota kepolisian terhadap rekan kerjanya.


“Ya pak, terima kasih atas perhatiannya, ini mungkin jalan hidup saya, meskipun ada rasa sakit dan sesal yang amat sangat. Tapi saya musti menerimanya, dan meskipun terlambat, alhamdulillah istri saya, Soffie telah kembali lagi bersama saya.” terang Surya.


“Ya, saya pun senang mendengarnya, Sur!!” timpal Dirga.


“Agar tidak terjadi lagi pada anggota yang lainnya seperti apa yang saya alami, saya akan menunjukan bukti untuk menangkap Pak Hendrik, agar komandan bisa langsung memberikan intruksi untuk menangkap beliau!!” ujar Surya.


“Silahkan AKBP Surya, tunjukan semua bukti itu pada kami.” ujar Kombes Blackdevil.


“Siap ‘Ndan. Briptu Eka, silahkan tunjukan penemuan tadi siang pada Komandan!” perintah Surya pada Eka.


Surya pun duduk di hadapan Dirga lalu mengeluarkan berkas yang dia bawa, yaitu berkas-berkas penyelidikan dia selama belasan tahun. Sedangkan Eka berdiri di samping Irjen Dirga dan menyalakan laptopnya.


“Sebelum komandan melihat bukti terbaru yang memperkuat penyelidikan saya, kiranya komandan membuka lagi berkas-berkas penyelidikan dengan beberapa laporan di lapangan terkait dengan tindak-tanduk tersangka di institusi ini!!” Surya menyodorkan berkas pada pada semua atasannya.


Kombes Blackdevil pun langsung membaca laporan serta bukti-bukti penemuan Surya.


“Coba liat Pak Virghost, semua bukti penyelidikan hampir sama dengan bukti yang kita miliki, tapi bukti AKBP Surya lebih lengkap dan akurat dibanding milik kita.” ujar Kombes Blackdevil sambil menunjukkan berkas pada Kombes Virghost dan atasannya Irjen Seravi.


“Baiklah, Pak Surya, kami akan segera mengeluarkan perintah untuk segera menangkap Kombes Hendrik.” ujar Irjen Seravi.


“Maaf ‘Ndan, dengan semua bukti ini, kita belum bisa menangkap dan menjeratnya, karena dia telah mempersiapkan semuanya. Ia telah menyusupkan orang-orangnya dan membayar mereka yang berada di institusi hukum di negara kita. Dengan hanya bermodalkan bukti ini dia bisa memutarkan-balikan fakta yang ada dan berbalik menyerang, dan itu terjadi pada saya!!” dengan tenang Surya membeberkan opininya.


“Jadi maksud kamu, tersangka ini terus menganggu kamu dan keluarga kamu akibat menyelidikinya?” tanya Kombes Virghost.


“Ya, itulah yang terjadi komandan!! Masalah yang saya alami beserta keluarga itu datang ketika saya menangkap Hendra. Saya yang mengajukan mutasi, tapi ternyata mutasi kepindahan saya telah dipersiapkan. Saya semakin yakin bahwa orang dalam yang bekerjasama dengan Hendrik adalah orang orang yang juga punya pengaruh tinggi di institusi hukum di negeri ini. salah satunya adalah seseorang yang telah melakukan pemalsuan kematian Hendra yang telah dihukum mati!!”


“Jadi, oknumnya bukan hanya di kepolisian, tetapi juga di kejaksaan, pengadilan dan sipir?” tanya Kombes Blackdevil. Irjen Seravi dan Irjen Dirga masih menyimak kemana arah pembicaraan Surya.


“Yah itulah yang terjadi, jika tersangka tertangkap otomatis mereka telah kehilangan orang yang telah memberi mereka makan. Selain itu, mereka pasti akan melakukan apapun agar mereka tidak terseret dalam kasus ini, dengan menutup atau melenyapkan semua bukti yang saya dapat.” Surya menarik nafas sejenak sebelum melanjutkan pendapatnya, sementara yang lain menunggu sambil menatap wajah Surya.


“Tiga tahun yang lalu, saya telah mengambil keputusan untuk menjerat tersangka dengan cara menangkap dan membabat habis orang-orang kita satu per satu. Di situlah saya mulai menyelidiki siapa saja yang terlibat dengan tersangka.” lanjut Surya.


“Apa kamu udah mendapatkan bukti, siapa saja saja yang terlibat?” tanya Irjen Dirga.


“Ini bakal jadi berita besar jika benar banyak anggota kita yang terlibat dengan tersangka, dan bisa menurunkan citra kita sebagai aparat penegak hukum, sekaligus menjadi awal yang baik bagi kepolisian juga. Dengan mulai menangkapi para oknum ini, kita akan kembali melaksanakan kewajiban sebagai penegak hukum yang baik dan bertanggung jawab pada negara.” komentar Irjen Seravi.


“Apa yang akan kamu tunjukan pada kami?” tanya Kombes Backdevil.


“Briptu Eka, apa sudah siap?” tanya Surya pada Eka, dan dijawab dengan anggukannya.


“Silahkan Komandan perhatikan setiap slide dan rekaman video orang-orang yang terlibat dalam kasus ini!!” ujar Surya.


Eka pun mulai menunjukkan temuan mereka.




---oOo---​




1,5 jam sebelum Surya menghadap komandannya…


“Pah, kenapa Putri mesti ikut ke kantor? Kan Putri bisa pulang dulu bersama Andi, lagian ada abang-abang ini yang ngawal Putri!!” tanya Putri sambil memeluk leher Surya.


“Papah gak tenang ama Putri, papah gak mau terjadi apa-apa denganmu, nak!! Emang Putri risih kalo ikut ke kantor papah dulu?” Surya balik bertanya, sambil menoleh ke arah Eka yang sedang ngendarai mobil. Eka pun mengerti maksud Surya, ia menoleh padanya.


“Gak sih, cuma Putri takut ganggu kerjaan papah aja, ya udah ntar Putri ama Andi nunggu di kantin aja lagian Putri lapar.” jawab Putri.



Jauh sebelum dimana mereka berada di Kantin,


30 meter sebelum masuk gerbang kantor Surya…

“Mbak, Bang, stop dulu di sini biar kami turun di sini” tiba-tiba Brandi meminta Eka agar berhenti.


“Kenapa kamu??” tanya Surya.


“Bang, keliatannya kami turun di sini aja, kami tak terbiasa masuk ke markas kepolisian, terasa canggung kalo di sana, terlalu banyak masa lalu saya yang buruk.” jawab Jimmy.


“Yasudah jika mau kalian begitu. Ka, coba kamu berhenti di halte bis sebelah sana.” perintah Surya sambil menunjuk halte bis di depan kantornya. Mobil pun berhenti di tempat yang dimaksud.


Sambil turun dari mobil Jimmy berkata, “Bang, keliatannya kami nunggu di warung nasi sebelah sana.”


“Baik, nanti saya jemput!!” jawab Surya, lalu mobil bergerak meninggalkan mereka.


Saat sampai di depan pintu masuk, Surya langsung memanggil para anggota yang sedang berjaga untuk menurunkan para penculik Putri. Mereka pun serentak bergerak menuju bagian belakang mobil dan menggiring mereka menuju sel tahanan.


“Put, papah ama kak Eka mau ganti pakaian dulu. Kamu dan Andi nanti tunggu di ruangan papah.” ujar Surya kepada Putri.


“Ya Pah. Eh Pah di sini ada kantin gak? Putri lapar pengen makan!!” tanya putri.


“Ada… Sebelah sana, dekat masjid, apa perlu kakak antar?” jawab Eka.


“Gak perlu Kak, biar sendiri aja lagian ada Andi yang nemenin. Yuk Ndi.” ujar Putri sambil menarik lengan Andi yang belum menjawab ajakannya. Surya hanya menggelengkan kepala menyaksikan kelakuan putrinya. Tapi belum juga mereka berjalan jauh, tiba-tiba Putri berlari kembali kepada Surya.


“Pah, pinjem handphone-nya dong, Putri pengen nelpon ke rumah dulu, takut mamah ama ibu nyari Putri!!” pinta Putri. Belum juga Surya menjawab, tiba tiba muncul ajudan atasannya menghadap.


“Komandan Surya, Komandan Dirga sudah menunggu di ruangannya, harap komandan segera menghadap beliau!!” sambil memberikan hormat pada Surya.


“Baik saya segera ke sana, tapi saya akan ganti pakaian dinas dulu sebentar!!”


“Pah, mana hapenya!!” bisik Putri. Karena merasa terdesak oleh waktu, Surya pun memberikan hapenya tanpa berpikir panjang akan apa yang akan terjadi pada kediamannya sekarang ini.


“Makasih, Pah.” ujar Putri sambil berlari kembali pada Andi yang sudah menunggu di lorong kantor Surya, sementara Surya bergegas menuju ruangannya.


Sambil menikmati makan siangnya, sesekali Putri menelepon ke rumah tetapi tak ada satupun yang mengangkat.


“Ndi, kok telepon rumah sibuk terus yah, emang mamah nelepon siapa?” Putri membuka pembicaraan terlihat wajahnya gelisah.


“Mungkin mereka sedang menelepon kak Anton, Put. Tahu sendiri situasi keluarga kita sedang dalam bahaya! Lagian mereka gak ada yang jagain, jadi mungkin mereka menelepon kak Anton untuk memberitahu kabar mereka. Kamu tahu sendiri, tadi kak Anton menyusul kita ke sekolah. Udah abisin tuh nasinya, gak usah khawatir, tadi kak Anton langsung balik ke rumah kok!!” jawab Andi sambil mengunyah makanannya.


Walau menjawab begitu, dalam hatinya Andi juga memikirkan keadaan mereka. Andi tahu bahwa semua orang rumah dalam bahaya ketika Anton tiba-tiba pulang dengan buru-buru, dan mereka berdua seperti sengaja dibawa Surya agar mereka, khususnya Putri lebih terjaga keamanannya di samping Surya.


“Yah, mudah-mudahan mereka gak kenapa-napa, lukamu gak papa, kan?” Putri memperhatikan luka pada lengan Andi sambil melanjutkan makannya.


“Hehe.. kan daya serapnya sangat tinggi, lagian ada sayap jadi gak mudah bergeser.” canda Andi sambil mengerakkan tangannya.


“Heran deh ama kamu… Setelah tadi makan ama ibu kok kamu berubah sih, Ndi? Sekarang lebih cerewet!! Ntar kita ganti, cari perban, malu tau diliatin ama orang hihi… Pembalut kok ditempel di lengan, malu-maluin!!!” Putri tertawa kecil.


“Eh.. maaf, aku cuma canggung aja, belum terbiasa!!” jawab Andi menunduk merasa tak enak jika Putri mengetahui penyebab dia lebih dingin jika berhadapan dengan Mamah Soffie.


“Nah kan kambuh lagi, dah lanjutin makannya!!” ujar Putri.


Mereka pun melanjutkan makan dengan lahap sambil sekali-kali berbincang ringan. Setelah selesai makan, Andi pamit pada Putri.


“Put, aku mo ke toilet dulu, kamu tunggu bentar di sini!!” ujar Andi lalu beranjak meninggalkan Putri duduk seorang diri. Ia berjalan menuju toilet yang tak begitu jauh dari kantin, bersebelahan dengan Masjid. Sebelum masuk ke toilet, ia membuka sepatunya di teras masjid. Karena memang bukan waktu jam Sholat, suasana masjid begitu lengang, hanya terlihat beberapa anggota polisi yang sedang beribadah. Andi pun berjalan memasuki toilet.



Saat ia buang hajat, terdengar percakapan beberapa orang di depan toilet.


“Gawat, Jaki!!! Gue dapat kabar dari anak buah gue bahwa gudang boss Shencen dilalap api sampai habis tadi malam, dan aku denger kalau boss Shencen dan semua anak buahnya mati terbakar!! Coba kamu hubungin komandan sekarang!!” ucap pria itu pada seseorang yang bernama Jaki.


“Gawat!!! Pasti boss besar marah ini klo dia tahu!! Coba liat itu… Putrinya komandan Surya.” jawab yang bernama Jaki seolah sedang menunjuk pada Putri. Mendengar mereka membicarakan Putri, jantung Andi berdetak keras, ia tak menyangka ada seseorang yang mengenal Putri di Kantor Surya, padahal selama ini sosok Putri belum dikenal di lingkungan kantor Surya.


“Bener, Jak, itu putrinya komandan Surya, apa mereka gagal??” jawab lawan bicaranya.


Dalam hatinya, Andi makin yakin bahwa kedua orang yang ada di balik pintu toilet itu adalah anggota komplotan yang akan menculik Putri.


“Komandan Broto, Jaki, bentar!” seseorang datang menghampiri mereka dengan nafas tersengal-sengal.


“Gawat ‘Ndan, gawat..!! Komandan Surya sudah kembali ke kantor, dan dia membawa eeuuu?” seseorang itu tak melanjutkan seolah takut ada yang mendengar pembicaraannya.


“Jadi nama mereka Broto dan Jaki..!!” pikir Andi.


“Maksud kamu, mereka tertangkap??” ucap seseorang bernama Broto kepada yang barusan datang.


“Ya, mereka sedang diinterogasi, sekarang komandan Surya sedang menghadap atasan, dan saya lihat pimpinan Provost juga ada di sana. Menurut info yang kudapat, Komandan Surya telah memiliki bukti keterlibatan kita hingga Provost dilibatkan!!” jawab seseorang yang belum diketahui namanya.


“Gawat!!! Ini gak bisa dibiarkan!!! Kita bakalan hancur kalau tidak melakukan sesuatu. Jaki, kamu cepat lapor kondisi sekarang!!” ujar Broto.


“Baik ‘Ndan!!” jawab Jaki.



“Hallo, ‘Ndan. Ada kabar buruk.” ujar orang dari ujung telepon sana memberitahu.


“Ya, hallo Jaki. Ada kabar apa?” jawab Hendrik dengan wajah tidak tenang.


“Gudang boss Shencen habis terbakar semalam.” jawab Jaki dari ujung telepon. Dia adalah salah seorang oknum kepolisian reserse yang juga menjadi salah seorang anak buah Hendrik.


“AAAPPPPAAA???” Hendrik nampak kaget dan marah. “Terus di mana mereka sekarang?”


“Anuu, ‘Ndan. Menurut info yang saya dapat, di dalam gudang yang terbakar ditemukan lima jasad yang hancur terbakar. Diduga itu adalah Boss Shencen beserta anak buahnya!”


“Brengsek!!! Siapa yang melakukan semua ini? Siapa yang berani-beraninya menghancurkan bisnisku?” sahut Hendrik berang setelah mendengar laporan dari anak buahnya.


“Anu, ‘Ndan. Kita belum mendapatkan info tentang pelakunya. Tapi menurut saksi mata, mereka melihat beberapa preman yang keluar dari gudang.” jawab Jaki melaporkan dari ujung telepon sana.


“Apakah Surya sudah tau tentang hal ini?” tanya Hendrik pada anak buahnya yang sedang meneleponnya.


“Keliatannya sudah ‘Ndan. Tadi salah seorang anak buahnya melapor ke dia! Oiya ‘Ndan, suruhan Komandan keliatannya telah gagal, putrinya komandan Surya sekarang terlihat ada di markas dan….!!” Jaki tak meneruskan ucapannya.


“Maksud kamu semua gagal, coba kamu laporan yang bener, jangan setengah-setengah!!” hardik Hendrik merasa mengkal dengan laporan yang gak tuntas.


“Eeeuuu Surya telah menangkap mereka semua, dan saya dengar kalau ia telah memliliki bukti-bukti untuk menangkap Komandan. Sekarang dia sedang menghadap Pak Dirga..!” ujar Jaki melaporkan temuannya pada Hendrik.


“Brengsek!!! Ya sudah, mau tidak mau kamu dan yang lainnya sekarang langsung ke villaku!!” sahut Hendrik memerintahkan Jaki dan anak buahnya yang lain untuk mengikuti rencananya selanjutnya. “Cepat atau lambat, mereka akan menangkap kita. Jadi, kamu jangan lupa membawa perlengkapan. Dan jangan bodoh kayak si Bakti. Ingat, jangan pernah abaikan perintahku dan jangan pernah sedikitpun kalian mengkhianatiku, atau aku akan hancurkan kalian hingga semua keluargamu!”


“Terus urusan putrinya!??”


“Gue gak peduli dengannya, karena gue sudah mendapatkan yang lebih berharga daripada bocah ingusan. Gue sudah menangkap istrinya Surya dan sekarang mereka telah dibawa menuju villa. Tugas kalian adalah menjaga agar Surya jangan sampe membawanya lagi, kalo perlu, dan dalam keadaan genting, bunuh mereka semua. MENGERTI!!” perintah Hendrik.


“Beres, ‘Ndan!!” sahut Jaki dari ujung telepon.


Kliik.


“Gimana?” cemas Broto.


“Komandan bilang kita semua musti segera ke villa, dan jangan lupa bawa perlengkapan!!” jawab Jaki.


“Terus urusan putrinya komandan Surya??” lanjut Broto.


“Komandan gak peduli ama putrinya karena dia telah mendapatkan istrinya komandan Surya, dan kita disuruh menjaganya agar komandan Surya tak mendapatkan mereka!!” ujar Jaki.


“OK kalo gitu, panggil semua teman-teman dan kita langsung meluncur ke villa.”


Akhirnya, ketiga orang itu meninggalkan toilet, lalu Andi keluar sambil mengendap-endap mengamati situasi.


“Mamah Soffie dan Ibu Asih sudah mereka tangkap. Ini sangat gawat, aku harus cepat-cepat memberitahu papah dan Kak Anton!!” ucap Andi dalam hati lalu bergegas kembali menemui Putri.


“Put, ayo cepat kita temui papah di ruangannya!!” ajak Andi langsung menarik lengan Putri yang lagi minum.


“Ehh ada apaan, Ndi, main tarik-tarik aja??” tanya Putri yang meringis kesakitan.


“Pokoknya cepat sebelum terlambat!!” lalu Andi berlari meninggalkan Putri dan akhirnya Putri pun ikut berlari mengejar Andi.


Sesampai di ruangan Surya, mereka hanya menemukan beberapa bawahan Surya, sedangkan Suryanya sendiri tak terlihat batang hidungnya.


“Emang ada apaan sih, Ndi, jangan buat Putri cemas deh?” tanya Putri melihat wajah Andi yang terlihat cemas dan khawatir yang celingukan mencari Surya.


“Dek, lagi cari Komandan Surya yah?? Anaknya yah??” tanya seorang polisi berpakaian lengkap bertag nama Indra di dada kanannya, dengan beberapa senjata laras panjang di tangannya.


“Iya om, papah kemana yah? Ini Andi ada perl..!!” belum beres bicara, tangan Andi langsung menyumpal mulut Putri agar tak melanjutkan omongannya.


“Euu anu om itu kami kurang uang untuk bayar makanan. Barusan kami makan di kantin, iiyaa kan, Put??” jawab Andi sambil mengedipkan mata agar Putri mengiyakan ucapannya.


“Ndi kan..!!” Putri hendak memprotes Andi.


“Tadi uangnya gak ada kembalian om, jadi kami pake uang jajan kami dan kurang sepuluh ribu!!” Andi kembali menyela omongan Putri.


“Ooo dikirain ada apa!!” tanya Polisi bernama Indra.


“Ada apaan, Dra??” seorang polisi bernama Jaki di tag namanya.


“Ini anaknya komandan Surya mau bayar makan di kantin tapi uang mereka kurang, makanya nyari komandan. Nih dek, pake uang saya dulu!!” jawab Indra sambil merogoh sakunya dan mengeluarkan uang 10 ribu.


“Ayo Dra kita dah ditunggu!! Jangan lupa semua peralatan.” ujar Jaki, sambil melengos pergi kemudian diikuti 3 orang rekannya termasuk Indra.


Sesudah mereka pergi, Putri langsung protes. “Apaan sih Ndi, kan udah dibayar kenapa bilang belum dibayar sih, malu-maluin aja!!” Putri merengut melihat kelakuan Andi.


“Kamu tuh jangan terlihat polos deh Put, kita lagi dalam bahaya, jangan sembarangan ngobrol ama mereka!!” kesal Andi.


“Maksudmu apaan bilang aku polos? Trus kita terancam apa? Ini kantor papah, Ndi. Kamu jangan seenaknya aja dong menilai orang. Mereka itu poo..lii..sii, pengayom dan penjaga kita, Ndi!! Putri gak suka ama cara kamu.” Putri terlihat marah karena tak suka atas penilaian Andi sambil melengos pergi ke ruangan Surya.


“Terserah kamulah Put, aku hanya menjaga kamu dari bahaya!!” Andi berbalik marah dan melangkah meninggalkan Putri.


“Tapi kan cara kamu.. Ndi… Ndi kamu kemana??” ucapan Putri yang akan menasihati Andi terputus karena saat ia menoleh sosok Andi sudah tak ada di dalam ruangan.


“Andiiii.. Anddiii??” Putri berlari keluar mencarinya.


Setibanya di parkiran, Andi mengamati gerombolan Indra yang berjumlah 10 orang sedang memasukan beberapa perlengkapan ke dalam mobil. Mereka seperti saling berbincang dengan wajah tegang.


“Ndi, kamu liat apaan sih!!” tiba-tiba Putri menyapa Andi dengan suara keras, membuat Andi tersontak kaget.


“Sttttt bisa gak kamu pelan-pelan dikit??” hardik Andi dan langsung menarik lengan Putri dengan keras untuk bersembunyi di balik tembok, lalu Andi mengamati apakah pengintaian dia terbongkar oleh gerombolan tadi.


“Ndi, kok kamu kasar gitu sih, kalo kamu gak suka sama aku, tinggal bilang aja, jangan main kasar gini!!” omel Putri.


“Putri cantik yang polos dan oon… kamu dari tadi gak ngerti-ngerti juga sih? Udah aku kasih kode dengan memotong percakapan masih juga bego!!” geram Andi pada Putri.


Putri tak menyangka akan ucapan Andi yang begitu keras dan menyakitkan di teliganya.


“Kok Andi ngomongnya gitu ke Putri, Hiiiikss jaaahhhhat!!” Putri mulai menangis melihat sikap Andi padanya.


“Terserah kamu lah Put, aku males ngeladenin kamu!!” ujar Andi, yang menyadari ucapannya telah menyakiti Putri.


“Dah kamu tunggu papah di ruangan sana, biar aman!! Aku mau ke kantin lagi!!” dengus Andi sambil meninggalkan Putri. Sebetulnya ia tak tega memperlakukan Putri seperti itu, tapi dalam keadaan seperti ini Andi merasa perlu melakukannya agar menjauhkan Putri dari bahaya.


Andi memutar jalan dari gerombolan dan terus keluar wilayah kantor Surya hingga menemui Brandy dan Jimmy di warung kopi. Sebelum masuk Andi mengamati warung tersebut, ternyata hanya mereka berdua yang sedang meminum kopi lalu Andi mendekat dan berbicara pada mereka


“Bang.. bahaya.. mereka ternyata telah menyusup dengan pura-pura menjadi anak buah papah Surya!!” Andi memulai berbicara serius.


“Maksud kamu?”


“Tadi aku mendengar obrolan salah seorang dari mereka bahwa mamah Soffie dan ibu Asih sudah berhasil ditangkap, dan mereka akan menyusul ke tempat persembunyiannya, kita harus cepat mengikuti mereka!!” papar Andi.


“Maksud kamu apaan Ndi. Mamah ama ibu telah diculik siapa hiiiikss?? Mereka tadi polisi yang jahat kan kenapa kamu gak bilang hiiiks.” tiba-tiba Putri muncul di belakang Andi.


“Duh Putri!!! Kamu kok ngikutin aku lagi sih??? Aku kan udah nyuruh kamu untuk nunggu di sana biar aman!!” Andi menepuk jidat merasa gemas pada Putri yang terus mengikutinya.


“Ndii mamah.. Ndi, hiiikss siapa yang nyulik??” ujar Putri tak menghiraukan perkataan Andi.


“Sudah Ndi, biar Putri bersama kita aja biar lebih aman, lagian kamu tadi bilang bahwa mereka pun telah menyusup jadi polisi!!” cegah Jimmy melerai Andi.


“Ya sudahlah Andi mah terserah kalian!! Terus gimana kita ikutin mereka??” tanya Andi kembali serius.


“Sebentar!!” Brandy beranjak meninggalkan mereka bertiga.


“Tapi mereka belum pergi kan?” tanya Jimmy.


“Belum, bang, mereka pake 3 mobil A***** hitam. Nah itu mereka lewat, ayo cepet bang, kita ikutin mereka.” saat Andi menerangkan, ia melihat tiga mobil hitam melintas di depan warung. Lalu Andi berlari keluar.


“Ndiii hiikks..” Putri ikut berlari keluar bersama Jimmy.


“Bang, ayo cari kendaraan.. nanti kita kehilangan jejak mereka??” paksa Andi.


“Bentar Ndi. Duh Mana si kunyuk Brandy?” Jimmy pun terlihat panik dan waswas apalagi sahabatnya tak terlihat batang hidungnya.


Tiiiiitt.. tiiittt..!! Sebuah mobil angkutan umum mengklakson di hadapan mereka.


“Taaarrrraaaa surpraaaiiiss!!” sosok Brandy nongol di jendela pengemudi, ternyata Brandy menghilang untuk mengambil mobil.


“Ayo cepetan naik, bukan bengong kaya kecebong, ntar kita ketinggalan pestanya!!” teriak Brandy.


“Dasar kunyuk lu!!!” meskipun kesal tapi Jimmy tertawa kecil melihat wajah konyol Brandy, dan mereka pun naik dan mulai mengikuti ketiga mobil tadi dari kejauhan.




--- o O o ---​




Sementara itu di kediaman Surya, Anton tak hentinya mondar-mandir gelisah karena memikirkan anggota keluarganya. Para sahabat Anton yang nampak lebih tenang terus memperhatikannya. Lalu Anton berjalan menaiki tangga menuju kamar yang dipake Renata bermalam.


"Nang, lebih baik lu yang nelpon om Surya, keliatannya kakak lu shock banget!!" ujar Sakti mendekati Nanang.


“Iya, bang.” Nanang pun mengangguk dan menuju telepon rumah lalu menelepon Surya.


“Kenapa HP papah sibuk sih??” ujar Nanang ketika mencoba menelepon HP Surya.


“Coba kamu menelepon Eka!!” ujar Guntur dan akhirnya Nanang menelepon rumah.


“Halo Ka, ini Nanang!! Papah lagi nelepon, yah Ka?” tanya Nanang.


“Enggak, papah enggak menelepon dia sama aku kok lagi meeting ama Komandan Dirga, Nang!! Ada Apa??” jawab Eka.


“Bisa Nanang bicara ama papah?” lanjut Nanang.


“Bentar.”


Nanang menunggu beberapa saat.


“Iya Nang, ini papah!! Ada apa?” tanya Surya.


"Hallo, ada kabar buruk, Pah. Si Hendrik sudah berhasil menculik Mamah, Ibu ama kak Renata!!" ujar Nanang,


Surya tak berbicara hanya terdengar dengusan nafasnya.


"Hallo pah, papah denger Nanang gak?"


"Iya Nang papah denger, sekarang kakakmu mana?" tanya Surya.


"Dia sangat shock, pah!" jawab Nanang sambil melihat Anton yang sedang berjalan menuju tangga.


"Bisa kamu ceritakan secara detail, Nang??” tanya Surya, akhirnya Nanang pun menceritakan semua kejadian yang didengar, termasuk para pelakunya.


“Hmm.. OK. Papah dah ngasih kesimpulan untuk lanjutan tindakan kita. Di situ ada Dai atau Iwan? Bisa papah bicara?"


“Ada, pah.” jawab Nanang sambil menunjuk Dai agar mau menerima telepon dari Surya.


Dai meraih telpon lalu mengubahnya ke mode loadspeaker.


"Iya om, ini Dai?" ujar Badai.


"Dai, om udah dapat izin untuk menangkap Hendrik, tapi karena sekarang Hendrik udah beraksi dulu, om hanya mau bilang kalian jangan dulu bergerak sampe om menemukan titik terang ke mana mereka pergi!! Jika om dapat kabar pasti om hubungi kalian!!" papar Surya.


"Iya om kami dengar semua!!" jawab Badai.


“Nang, apa kamu dengar? Coba kamu ketemuan di jalan ****. Entar Eka menunggu di sana. Kamu bersama Eka nanti mencari Arni, dia pasti tau kemana Arni akan lari, dia adalah kunci kita untuk mengetahui persembunyian Hendrik!! Sekarang papah akan pulang dulu menemui kakak kamu.” papar Surya.


"Baik pah, Nanang segera ke sana!!" jawab Nanang.


“Nang, hati-hati jangan terbawa emosi, kamu mesti dapat informasi dari Arni!!" pesan Surya.


"Baik pah, oh yah pah HP papah di mana? Tadi Nanang mencoba nelepon kok sibuk terus?”


“Ooo.. HP papah dipegang Putri barusan diam menel….!!” Surya tak melanjutkan ucapannya.


“Nang, papah pergi dulu!!!”


Kliik


“Gimana, Nang?” tanya Dai, sementara Sakti, Guntur dan Bima mendekati Nanang dan mengelilinginya.


“Aku disuruh papah agar menemui Eka di jalan **** untuk selanjutnya melaksanakan intruksi papah lewat Eka.”


“Ya sudah kamu pergi!! Kebo dan lu Net antar Nanang ke sana.” perintah Dai.


“Gak usah Dai, biar kang Jajang bersama abang yang menemani Nanang. Kalian berempat musti temani Anton.” Tiba-tiba Bang Iwan masuk diikuti oleh Bang Juned dan Kang Jajang.


“Ya, itu lebih baik, Wan, biar gue ama kalian temani Anton.” timpal Juned.


Tah.. mending kitu, kajeun akang ikut Nanang!!”


“Bang Juned, Kang Jajang kapan datang, trus siapa yang ngasih kabar akang ke sini?” tanya Sakti.


Ieu yeuh si ontohod Juned tadi pagi ngasih kabar ka akang yen si bang Surya lagi kena musibah dan butuh pertolongan. Untung akang lagi di Cia***r jadi gak butuh waktu untuk langsung ke sini.” papar Kang Jajang.


“Akang dan bang Juned dah tau yang terjadi, kan??” tanya Dai.


Atos, tadi di tepas, Iwan dah cerita, sekalian tadi sedikit nostalgila ama si Iwan hahaha!! Kalo ini siapa?” tanya kang Jajang.


“Oo iya lupa, ini temen Sakti kang, namanya Guntur, dan ini Bima, nah itu Nanang.” jelas Sakti mengenalkan yang ditunjuk Kang Jajang.


“Si Nanang mah tong dikenalkeun da akang ge mindeng panggih jeung manehna, nyak teu Nang??” ujar Nanang.


Leres, kang.” jawab Nanang mengiyakan


“Yaudah kalo gitu. Nang, kamu ama kang Jajang dan bang Iwan langsung pergi aja, jangan lupa kalo ada kabar langsung hubungi kita!!” ujar Badai.


“Iya, bang. Ayo kang, bang, kita pergi sekarang!!” ajak Nanang pada Kang Jajang dan Bang Juned, lalu mereka pergi ke tempat di mana Eka menunggu.




---oOo---​



Sementara itu, di Markas Kepolisian, Para Petinggi Provost sedang memperhatikan bukti yang didapat oleh Surya, baik berupa berkas dokumen maupun rekaman VCR. Hanya Dirga yang sedari tadi diam mematung tak bersuara saat mengetahui apa yang ada di dalam rekaman VCR.


“Edan!! Bener-bener edan!!! Mulai orang kejaksaan, pengadilan dan oknum dari Lembaga Pemasyarakatan pun terlibat. Hebat si Hendrik ini, dia sudah mempersiapkan semua, pantas saja setiap bukti yang kita miliki tak mampu menjeratnya!!” ujar Irjen Seravi.


“Tak hanya itu, ‘Ndan. Oknum Beacukai beserta para oknum di Departemen Kehakiman negeri ini juga terlibat dan diperparah lagi oleh para pemimpin daerah yang terlibat dalam jaringan ini. Ini bener-bener telah dipersiapkan dengan perhitungan matang oleh si Hendrik. Mau dibawa ke mana negara ini, jika para aparat penegak beserta pemimpinnya berkelakuan begini??” maki Kombes Virgous sambil melemparkan berkas ke atas meja.


“Jika ini bener terbongkar, maka skandal di lingkungan aparat penegak hukum akan membuat heboh media dan yang pasti masyarakat akan berpandangan jelek pada kita, jadi apa langkah yang akan kita lakukan sekarang??” tanya Kombes Blackdevil.


Belum juga Irjen Seravi menjawab, telpon genggam Eka berbunyi, tapi Eka tidak mengangkatnya. Semua memandangi Eka membuat Eka merasa risih.


“Siapa yang menelepon, Ka??” tanya Surya.


“Bripda Nanang, ‘Ndan!!” jawab Eka.


“Coba kamu angkat, siapa tau itu berita penting!!” lanjut Surya, Eka pun menerima panggilan teleponnya.


“Halo.”


“Halo Ka, ini Nanang!! Papah lagi nelepon, yah Ka?” Tanya Nanang.


“Engga, papah enggak menelepon dia sama aku kok lagi meeting ama Komandan Dirga, Nang!! Ada Apa??” jawab Eka sambil memandangi semua atasannya yang sedang menatap dia.


“Bisa Nanang bicara ama papah?” lanjut Nanang.


“Bentar” jawab Eka.


“Ndan, Bripda Nanang ingin berbicara dengan komandan!!” Eka menyodorkan telepon genggamnya pada Surya.


“Iya Nang, ini papah!! Ada apa?” tanya Surya.


"Hallo, ada kabar buruk, Pah, si Hendrik sudah berhasil menculik Mamah, Ibu ama kak Renata!!" ujar Nanang.


Surya tak berbicara hanya mendenguskan nafasnya sambil memejamkan matanya mencoba menenangkan hatinya.


"Hallo pah, papah denger Nanang gak?"


"Iya Nang papah denger, sekarang kakakmu mana?" tanya Surya.


"Dia sangat shock, pah!" jawab Nanang.


"Bisa kamu ceritakan secara detail, Nang??” tanya Surya. Nanang pun menceritakan semua kejadian yang didengar termasuk para pelakunya.


“Hmm.. OK. Papah dah ngasih kesimpulan untuk lanjutan tindakan kita, di situ ada Dai, atau Iwan bisa papah bicara?"


“Ada, pah.” jawab Nanang.


Tak lama kemudian. "Iya om, ini Dai?" ujar Badai.


"Dai, om udah dapat izin untuk menangkap Hendrik, tapi karena sekarang Hendrik udah beraksi dulu, om hanya mau bilang, kalian jangan dulu bergerak sampe om menemukan titik terang ke mana mereka pergi!! Jika om dapat kabar pasti om hubungi kalian!!" papar Surya.


"Iya om kami dengar semua!!" jawab Badai.


“Coba kamu ketemuan di jalan ****. Entar Eka menunggu di sana. Kamu bersama Eka nanti mencari Arni, dia pasti tau kemana Arni akan lari, dia adalah kunci kita untuk mengetahui persembunyian Hendrik!! Sekarang papah akan pulang dulu menemui kakak kamu.” papar Surya.


"Baik pah, Nanang segera ke sana!!" jawab Nanang.


“Nang, hati-hati jangan terbawa emosi, kamu mesti dapat informasi dari Arni!!" pesan Surya.


"Baik pah, oh yah pah, HP papah di mana? Tadi Nanang mencoba nelepon kok sibuk terus?”


“Ooo.. HP papah dipegang Putri barusan diam menel….!!” Surya tak melanjutkan ucapannya.


“Nang, papah pergi dulu!!!”


Kliik


”Apa yang terjadi, pak Surya?” tanya Kombes Blackdevil sambil melihat wajah Surya yang tegang dan gelisah.


“Mereka telah berhasil menculik istriku!!” jawab Surya.


“Oke!!! Ini sudah jelas mereka telah mengetahui apa yang akan kita lakukan pada mereka. Dirga, kita buat surat perintah penangkapan untuk semua orang yang terlibat!!” ujar Irjen Seravi.


“Dirga.. kenapa kamu melamun?” tanya Irjen Seravi lagi.


“Eh yah gimana!! Maaf aku sedang memikirkan sesuatu!!” jawab Dirga tersadar dalam lamunannya.


“Perihal surat perintah penangkapan!!!” lanjut Irjen Seravi.


“Baik, aku akan serahkan pada kamu, Vi!!” jawab Irjen Dirga pelan.


“Ok! Black dan Virgous, kalian siapkan anggota, kita harus bergerak cepat untuk mencari irformasi di mana mereka bersembunyi!!”


“Sebentar komandan, izinkan saya berbicara.” sela Surya.


“Silahkan!!” jawab Irjen Seravi.


“Biar Eka yang akan mencari info di mana pelaku menyembunyikan diri!!” lanjut Surya.


“Kamu mencari informasi ke mana??” tanya Kombes Virgous.


“Menurut cerita tadi, salah satu anggota yang terlibat berhasil memisahkan diri. Dia adalah sahabat Eka, dan pastinya Eka tahu ke mana dia akan bersembunyi.” jawab Surya.


“Nanti kalau kita sudah menerima laporan Eka tentang posisi mereka, baru team kita bergerak dan mengejar mereka!!” lanjut Surya.


“Baiklah, aku percaya pada pemikiran kamu. Briptu Eka, silahkan kamu laksanakan tugas dari komandan kamu!!”


“Baik ‘Ndan.” Eka memberi hormat.


“Ka, kamu tau jalan *******, kan? Di sana Nanang menunggu kamu, bawa beberapa rekan untuk mencari Arni!!” pesan Surya.


“Baik, ‘Ndan!!” jawab Eka lalu meninggalkan ruangan.


“Baiklah, pak Dirga, saya mohon izin meninggalkan tempat ini. Saya akan kembali ke rumah dulu, saya khawatir pada putra sulung saya!!” pamit Surya.


“Baik Surya. Oh ya, kamu saya tunjuk menjadi pimpinan operasi penangkapan, biar kami yang mengurus administrasinya, dan jangan lupa untuk memberi kabar agar kami bisa mengirimkan team!!” ujar Irjen Seravi.


“Sur, ingat kasih kabar dan berhati-hatilah di sana.” pesan Irjen Dirga dengan tatapan terlihat resah.


“Siap, ‘Ndan.” Surya pun meninggalkan ruangan.




Sebelum Surya ke ruangannya, dia mampir mencari Purti dan anak angkatnya, tetapi mereka tak telihat batang hidungnya hingga Surya memutuskan untuk ke ruangannya.


“Rin, Putri saya kemana yah..?? Trus kok sepi, pada kemana yang lain?” tanya Surya pada salah seorang anak buahnya.


“Maaf ‘Ndan, saya tidak melihat, anu tadi Indra ama Jaki pergi. Kalau tidak salah ama komandan Broto, katanya sih mo latihan, tapi tadi Rin liat mereka membawa perlengkapan deh!!” jawab anak buahnya.


Deg!! Perasaan Surya langsung tidak enak saat mendengar Broto menjadi salah satu nama yang ada di list milik Arief. Perasaan Surya semakin tak menentu. Dalam pikirannya Putri telah diculik oleh dia.


“Rin, panggil semua anggota dan suruh cari putriku. Cepat!!” perintah Surya, dan anak buahnya itu pun langsung bergegas.


Beberapa menit kemudian.


“Ndan, putri bapak tidak ada di wilayah kantor kita, tapi tadi kata penjaga pos depan, ia melihat seorang gadis remaja yang meninggalkan kantor mengikuti teman seusianya dan pergi entah kemana!!” lapor anak buah Surya.


“Duh Putri, di mana kamu nak, jangan buat papah cemas?” dalam hati Surya, meskipun sedikit lega bahwa Broto tak membawa putrinya. Tetapi mendengar kabar bahwa Putri pergi mengikuti Andi tetap membuat Surya khawatir.


“Ok, kamu coba cari informasi ke mana anak-anakku pergi, jika menemukan sesuatu tolong hubungi saya!!” ketika mengucapkan itu Surya terdiam.


“Duh bego, Putri kan membawa handphoneku.” dalam pikir Surya.


Surya langsung bergegas masuk ke ruangannya dan menelepon telepon genggam yang di bawa Putri tapi nomor yang dituju tidak aktif.


“Rin, tolong kamu hubungi terus nomor ini, dan kalo ada kabar tanyakan posisi mereka dan kalian langsung meluncur menjemputnya, dan saya musti cepat ke rumah. Saya mempercayaimu, Rin!!” ujar Surya pada bawahannya ini.


“Baik, ‘Ndan.” Surya pun meninggalkan ruangannya untuk kembali ke rumah.








Bersambung ke part 2
 
Terakhir diubah:
Part 2




Diwaktu yang sama…



Di dalam kamar di mana Renata menginap, Anton duduk termenung. Hatinya berkecamuk dan merasa menyesal karena kejadian yang menimpa mamahnya dulu, sekarang terjadi lagi; dan bukan hanya menimpa mamahnya, tapi juga bu Asih dan Renata. Matanya menyusuri seluruh ruangan hingga akhirnya tertumbuk pada tas travel bag Renata. Anton melangkah perlahan menuju tas itu lalu membuka dan merogoh isinya. Tangannya menyentuh sesuatu yang dia kenali lalu mengeluarkan barang tersebut.


Sebuah kotak yang menjadi bukti akan janji mereka dulu bahwa keduanya akan saling bertemu lagi setelah dewasa. Kotak itu sekarang tak terkunci. Dibukanya kotak itu dan Anton tersenyum dalam kegalauan isi hatinya. Dilihatnya sebuah tumpukan foto dirinya bersama Renata. Diraihnya tumpukan foto itu lalu ia perhatikan satu persatu sambil mengingat momen-momen dan kenangan indah mereka di jaman dulu. Anton tersenyum dalam tangisnya, pikirannya menerawang ke masa itu.


“Mut, kapan semua ini akan berakhir, aku udah gak tahan dengan kondisi ini? Aku ingin seperti dahulu yang bahagia bersama kamu,” gumamnya, hatinya seakan teriris melihat kebahagian wajah mereka dalam foto. Satu per satu ia pandangi hingga di penghujung tumpukan terakhir.


Pluuuk….!! Sebuah lipatan kertas kecil yang terselip terjatuh pada pangkuan Anton.


“Iniii..!! Apa kamu..??” pekik Anton saat meraih kertas itu, pikirannya melayang akan percakapannya tadi pagi bersama Renata.


“Ciing..!!” suara Bimbim mengejutkan Anton.


Diam-diam Anton menyelipkan lipatan kertas itu pada sakunya agar tak diketahui sahabatnya.


“Ya, apaan Bim?”


“Lu ke bawah deh, ada kabar baru. Anak buah bang Iwan nelepon.”





--- o O o ---



Dijalan Tol Ja****** di waktu yang bersamaan, Andi dan Putri sedang membuntuti dua mobil hitam bersama Brandy dan Jimmy.


“Ooii bego lu, jangan terlalu dekat ngikutinya, entar ketauan!!” Jimmy mengingatkan Brandy sambil menoyor kepalanya saat jarak mereka dengan mobil yang dikuntitnya hanya berjarak sekitar 100 meter saja.


“Lu yang bego!! Kalo kita ketinggalan jauh, kita gak bisa ngejar pake mobil ginian, lagian mereka gak akan nyangka kok diikutin hahaha!!” jawab acuh Brandy yang tetap mempertahankan jarak mobilnya


“Bang Brandy, ini angkot siapa sih??” tanya Putri yang duduk di belakang Brandy, sedangkan Andi hanya diam sambil menatap tajam ke arah mobil di depannya.


“Hehe.. tadi sewaktu ngopi, abang nelepon sepupu abang yang merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai supir angkot untuk ketemuan. Eeeh kebetulan dia datang sambil membawa angkotnya, dan waktunya bersamaan, jadi abang bawa aja angkotnya hehehe. Non Putri tenang aja, sepupu abang itu baik kok!!” papar Brandy.


“Yeeehh.. abang jangan panggil non, cukup Putri aja. Tadi Putri nanya itu takutnya dapat nyolong!!”


“Emang abang punya tampang nyolong gitu!!” dengan wajah yang masih dingin menatap ke depan.


“Emang lu mah tampang tukang nyolong!!” sahut Jimmy sambil terkekeh.


“Nyahut aja kayak beo!!” timpal Brandy pada Jimmy. Putri tekekeh melihat kedua orang ini, meskipun berwajah dingin dan sedikit garang tapi masih bisa bercanda.


“Dari pada lu nyahutin omongan orang, lebih baik lu telepon bang Iwan, laporin bahwa kita sedang ngikutin orang!!” lanjut Brandy.


“Duh bego gue, kenapa gak kepikiran dari tadi, lu lagi juga.. baru ngomong sekarang.” gerutu Jimmu sambil sambil merogoh handphonenya dari dalam saku celana.


“Hallo, bang.”



“Ya Jim, ada apa?”



“Ini bang, Andi, adiknya si bang Anton, tadi ngedenger percakapan oknum polisi yang menjadi anak buahnya si bajingan Hendrik. Mereka rupanya mendapat perintah untuk menuju ke tempat persembuyian mereka, makanya sekarang kami sedang mengikuti mereka di jalan tol.”



“Beneran Jim, kabar bagus. Terus kalian pergi berdua..??”



“Gak bang, nih si Andi ama Putri ngikut!!”



“Duh… oke gini aja, Jim, lu ntar SMS di mana markas persembunyian mereka dan jagain mereka berdua agar tidak bertindak apa-apa. Ooh iya Jim, sekedar info mereka telah menculik ibu dan mamahnya Putri, tapi kamu jangan beritahu Andi dan Putri agar mereka gak panik. Mudah-mudahan mereka pun dibawa ke persembunyian yang sama!!”



“Dimengerti, bang!!”



“Ok. Gue tunggu kabar dari lu!!”



“Baik, bang.”









“Apa kata bang Iwan, Jim?” tanya Brandy.


“Kita ikutin mereka dan jangan bertindak sebelum mereka datang!! Dan lu Ndi, lu jangan ngilang!! Jagain Putri dan jangan jauh-jauh dari kita!!” jawab Jimmy. Andi tidak menjawab, tapi ia menangkap sesuatu di wajah Jimmy yang seolah sedang menyembunyikan sesuatu.


“Ndi… Jagain aku yah!” bisik Putri ke telinga Andi sambil tangannya merangkul lengan Andi dan menyandarkan kepalanya pada bahu pemuda itu. Andi hanya membalas dengan menggenggam tangan Putri sebagai jawabannya.





--- o O o ---​





Setengah jam kemudian di suatu pertigaan jalan menuju daerah pemukiman padat, di sebelah barat ibukota didalam sebuah mobil….



“Nang, emang didieu urang janjian jeung kabogoh didinya (“Nang, emang kamu janjian ama pacarmu di sini?”)?” tanya Kang Jajang memulai percakapan.


“Muhun kang,” jawab Nanang sambil celengak-celinguk memperhatikan jalan, selang beberapa menit sebuah mobil dinas patroli menghampiri mereka.


“Nang.” panggil Eka sambil melongok melalui jendela mobil. “Kita langsung aja ke sana!!” lanjutnya, lalu mobil patrol yang ditumpangi Eka maju mendahului mereka.


Tanpa pikir panjang, Nanang menyalakan kendaraannya dan mengikuti mobil yang ditumpangi Eka. Mereka pun tiba di sebuah rumah sederhana dengan pohon jambu air di halamannya. Mereka pun menghentikan mobil masing-masing. Eka turun dengan diikuti oleh 3 orang polisi Provost.


Nanang, kang Jajang beserta kang Juned pun turun dan membuntuti mereka di belakang.


Tok tok tok..!


Eka mengetuk pintu. Tak berselang lama, terdengar langkah di dalam rumah mendekati pintu depan. Belum juga pintu terbuka, sebuah taksi berwarna khas biru berhenti di depan rumah. Sesosok lelaki muda turun dengan tergesa-gesa, lalu memasuki halaman.


Kreeeekkkk….


Pintu depan terbuka, sesosok wanita setengah baya membuka pintu. Wajah wanita itu langsung terlihat tegang dan heran melihat kedatangan Eka beserta rombongan Polisi Provost.


“Siang tante Lastri, maaf Eka ganggu. Anu tante, Eka sedang nyari Arni, apa Arninya ada di sini??” sapa Eka pada sosok wanita setengah baya itu, yang ternyata adalah ibunya Arni.


“Mah, ada apa kok Diki disuruh cepet-cepet pulang? Emang ada masalah apa? Untung Diki emang pengen cepat pulang, soalnya udah janji ama Arni kalau mau ke tempat mamah. Eh mbak Eka kok gak sama Arni?” tanya lelaki yang baru tiba, ternyata dia adalah suami Arni, tanpa rasa curiga apapun dengan kedatangan Eka.


“Lho kok pada diem? Mah, kenapa Mbak Eka gak diajak masuk, ayo mbak masuk.” ajak Diki saat hanya melihat ibu mertuanya terdiam tak menjawab.


Kalian tunggu aja di sini, biar saya beserta Nanang saja yang masuk. Kalian amati sekeliling rumah ini.” Bisik Eka pada salah seorang anggota, tanpa banyak bicara ketiga polisi itu pun langsung pergi. Hanya bang Juned dan kang Jajang yang diam.


“Biar kami duduk di sini aja!!” ujar bang Juned sambil langsung duduk di kursi teras.


Eka dan Nanang pun masuk ke dalam rumah.


“Ayo mbak duduk,” sambut Diki. Eka dan Nanang pun duduk berdampingan di sofa panjang, sedangkan mamahnya Arni hanya berdiri diam sambil memandang Eka, seolah ingin tahu maksud kedatangan Eka beserta rekannya.


“Ini ada apa yah, kok Mbak Eka gak bersama istriku, emang ada kejadian apa?” Diki mulai memasang muka serius.


“Begini mas Diki..” Eka memulai berbicara tapi sebelumnya memandang Nanang meminta agar dia yang berbicara pada Diki.


“Kita sedang mencari Arni, dia terlibat dalam sebuah kasus, dan sekarang kami akan membawanya ke kantor!!” dengan berat hati Eka pun mengutarakan maksud kedatangannya. Mendengar ucapan Eka, Tante Lastri langsung menangis histeris seakan tak percaya akan apa yang didengarnya.


“Kalian jangan mengada-ada dan jangan tangkap anak saya. Ia adalah polisi yang baik, gak mungkin anak saya terlibat dalam sebuah kasus!” tiba-tiba seseorang masuk dan memotong perkataan Eka. Ia langsung duduk disamping Diki, wajahnya tampak merah padam karena menahan amarah, seakan tersinggung oleh ucapan Eka.


Mendengar ucapan suaminya, yang baru pulang kerja sebagai sekuriti di sebuah mall, Tante Lastri semakin mengeraskan tangisannya.


“Kami sudah punya bukti om, bahwa Arni telah terlibat dalam sindikat peredaran narkoba, dan saya juga sudah membawa surat penangkapan untuk Arni.” jelas Eka sambil mengeluarkan kertas dan laptop dari dalam tasnya, lalu menyodorkan kertasnya pada sosok lelaki yang ternyata bapaknya Arni.


“Aku gak percaya semua ini, ini akal-akalan kalian aja untuk menutupi ketidak becusan kerja kalian!!” bentak ayahnya Arni sambil melempar berkas ke atas meja.


“Begini saja om, kalo emang Arni ada, biar dia sendiri yang menjelaskan apakah bukti ini benar atau tidak.” terang Eka, ia tetap bersikap tenang menghadapi lelaki setengah baya yang sedang emosi ini.


“Dik, mana istri kamu?” tanya lelaki itu.


“Anu pah, Diki juga baru datang, jadi nggak tahu apa Arni sudah pulang atau belum.” jawab Diki.


“Sssudah pah, tadi dia pulang, tapi dia langsung lari ke kamarnya sambil menangis. Mamah gak tau apa yang terjadi, makanya mamah langsung menelepon Diki.” jawab mamahnya Arni terbata-bata.


“Coba panggil dia.” perintahnya pada Diki, dan Diki pun beranjak ke dalam.


Setelah sekian lama menunggu, munculah Arni sambil digandeng oleh suaminya.


Mereka berdua duduk pada kursi di samping Eka. Wajah Arni terlihat tegang melihat kedatangan rekan kerja, juga sahabatnya selama pendidikan. Matanya sembab sehabis menangis.


“Kkka, Nnnang, kkalian sudah lama di sini?” Arni menyapa Eka dan Nanang sambil terbata-bata.


“Arni, Eka ke sini hendak menangkap kamu. Coba kamu jelaskan, apakah kamu memang terlibat dengan apa yang dituduhkan ini??” tanya bapaknya.


“Ttter tterlibat apa pak, Arni gak terlibat apa-apa!!” jawab Arni, mimik wajahnya mulai gelisah menerima cecaran pertanyaan bapaknya.


“Ar, gue sebenernya gak percaya kamu terlibat, tapi setelah melihat bukti ini apa lu masih bisa menyangkal!!” ujar Eka sambil menyodorkan laptop dan memperlihatkan adegan video pada Arni. Kedua orangtua Arni pun mendekat untuk melihat apa yang ada di laptop itu.


Dan..




Semua terkejut. Setelah melihatnya, ibunya Arni langsung jatuh pingsan. Untung suaminya sigap menangkapnya. Sedangkan Diki hanya bisa duduk lemas, begitu juga Arni yang langsung panik dan menangis. Lalu Arni bersimpuh di hadapan ketiga orang yang sangat ia sayangi untuk memohon ampun.


“Kamu tega Ar, kamu telah menyia-nyiakan kepercayaanku. Dulu aku bisa menerima bahwa kamu telah tidak perawan lagi, tapi kenyataannya, anak yang kuanggap sebagai anak kandungku sendiri ternyata adalah….” ujar Diki tanpa mampu melanjutkan ucapannya. Tubuhnya bergetar sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.


“Kenapa Ar?? Bapak dan ibumu mendidik kamu supaya kamu menjadi anak yang berbakti, bukan sebaliknya berbuat seperti ini??” ayahnya berkata pelan untuk menyembunyikan kekecewaannya. Seketika suasana menjadi hening, lalu Arni beranjak berdiri…


“Maafin Arni, Pak. Semua ini berawal dari kekhilafan Arni yang waktu itu tidak bisa meninggalkan gaya hidup mengkonsumsi narkoba. Hhiiks… Arni sudah mencoba menjadi seorang penegak hukum yang baik ketika bertemu dengan mas Diki. Ketulusan Mas Diki yang mau menerima dan mencintai Arni apa adanya membuat Arni sadar dan ingin menghentikan itu semua. Tapi ternyata arni terjebak dalam lingkaran hitam ini dan tak bisa melepas semuanya hiiksss…”


Semua ini Arni lakukan karena Arni diancam. Mereka akan membongkar perbuatan Arni pada kalian dan institusi. Mereka semua memanfaatkan Arni, dan hiiiksss… Arni gak mau orang yang paling Arni sayangi menerima akibatnya jika Arni tak mau menuruti kehendak mereka!!”


“Mas, maafin Arni hiikkksss…. tak terbersit sedikit pun untuk menkhianati mas. Mungkin ini saatnya Arni harus menebus semua perbuatan Arni. Arni terima jika mas akan meninggalkan Arni. Hiiksss…”


“Pak.. katakan permohonan maaf Arni pada ibu. Arni akan terima apapun yang terjadi, tapi Arni mohon rawat anak Arni dia tidak bersalah!! Hiiiks….”


“Mas, selamat tinggal.” ucap Arni dengan bibir bergetar. Dengan berurai air mata, dipandanginya kedua orangtua, suami, dan putrinya lalu berjalan mendekati Eka dan menyodorkan tangannya.


“Maafkan aku, Ka. Aku telah mengkhianati kamu dan institusi kita. Aku akan selalu mengenang kebersamaan kita waktu di akademi.” Arni mencoba tersenyum di sela derai air matanya.


Eka pun memborgol tangan Arni, meski dalam hatinya ia ikut menangis melihat nasib sahabatnya. Melihat situasi kesedihan dalam diri Eka, Nanang mengambil-alih tugas Eka dan menggiring Arni keluar.


“Maaffkan Eka, pak… !!” ujar Eka pelan lalu meninggalkan bapaknya Arni yang masih menopang istrinya yang belum sadarkan diri, juga Diki yang masih duduk diam dengan kepala masih menengadah.




--- o O o ---​




Di waktu yang sama…


Di daerah pegunungan, sebelah selatan kota hujan, sebuah mobil angkutan umum sedang parkir 100 meter dari sebuah rumah mewah yang letaknya terpencil dan sangat jauh dari pemukiman penduduk setempat. Sesekali orang melintas untuk menikmati keindahan gunung yang terkenal dengan cerita mistisnya. Salah seorang penumpang terlihat pura-pura mengganti ban dan yang lainnya mengamati rumah tersebut.


“Jim, apa di sini ada sinyal? Kita musti cepat melapor ke bang Iwan? Gue yakin ini tempatnya.” ternyata orang yang mengamati keaadaan rumah mewah tersebut adalah Brandy. Ia yakin bahwa rumah itu salah satu tempat persembunyian kelompok Hendrik. Apalagi saat di depan gerbang rumah, ia melihat ada 3 orang berpakaian preman yang sedang berjaga dengan sambil menenteng senjata laras panjang.


“Cuma satu setrip Brand, itu juga kadang hilang, gue ga tau apa bisa kita menelepon!!” jawab Jimmy.


“Bang, coba kirim pesan aja, jadi kalo pas dapat sinyal mungkin pesan itu bisa terkirim!!” sela Andi. Lalu andi meninggalkan Brandy menuju Putri yang sedang gelisah menatap ke arah rumah mewah tersebut.


“Haha… Jim, ternyata bocah ini makin pinter daripada lu, gue suka dia!!” tawa Brandy menertawakan Jimmy.


“Gue kagak peduli dia lebih pinter dari gue ato kagak, asal bukan lu yang melewati kepinteran gue hahaha!!” Jimmy menimpal ledekan Brandy.


“Brengsek lu, sini mana hapenya.” Brandy merebut hape dari tangan Jimmy, lalu menulis sebuah SMS.




“BANG, LOKASI SUDAH KAMI DAPATKAN, LETAKNYA DI KAMPUNG S********* DI DAERAH C*****EUNG. KITA MENUNGGU INSTRUKSI SELANJUTNYA!!”


“Gimana terkirim gak??” tanya jimmy.


“Belum ada balasan, kita tunggu aja!! Jim, liat itu!!” ujar Brandy sambil menunjuk 2 sosok yang keluar dari dalam rumah, seorang pria dan seorang wanita. Kedua orang penjaga terlihat mengapit wanita itu dan menggiringnya untuk menaiki salah satu mobil hitam.


“Kita harus bagi tugas. Lu ikutin mereka, sekalian bawa anak-anak. Situasi di sini keliatannya lebih berbahaya!!” perintah Jimmy pada Brandy.


“Ok. Tapi ke mana mereka??” tanya Brandy saat melihat ke arah di mana Putri dan Andi berada. Keduanya sudah menghilang dan tidak ada di tempat.


“Brengsek!!! Mereka pada kemana, Bran?? Cepet lu ikutin mereka, biar gue yang nyari Putri dan Andi sambil mengamati situasi di sini!! Nih bawa hape, biar entar lu bisa langsung lapor ke bang Iwan.” perintah Jimmy sambil mendorong tubuh Brandy agar cepat membuntuti mobil hitam yang sudah keluar dari halaman rumah. Dan Brandy pun bergegas mengendarai angkot untuk mengikuti mereka.






Bersambung ke part 3
 
Terakhir diubah:
Part 3




Dalam mobil pratoli yang membawa Arni menuju mabes kepolisian.


“Ar, aku harap kamu mau mengatakan posisi tempat istri komandan kita disembunyikan. Aku mohon, kamu katakan sebagai permohonan maaf kamu pada komandan kita atas pengkhianatan yang telah kamu lakukan padanya!!” Eka mulai mengintrogasi Arni dalam perjalanan.


Arni hanya terdiam sambil memandang ke keluar kaca jendela. Air mata menetes pada kedua sudut matanya sebagai ungkapan penyesalan. Kini ia harus menanggung akibat dari perbuatannya sendiri. Ulahnya yang hanya mencari kesenangan dengan cara menikmati narkoba, telah membuat hidup dan karirnya hancur berantakan.


“Ka, betapa bangganya aku waktu itu, ketika aku lolos seleksi calon bintara kepolisian. Aku bisa memberikan harapan dan kebanggaan pada bapakku. Cita-cita bapakku untuk menjadi polisi yang tak pernah terwujud, bisa aku wujudkan dalam diriku sendiri.” lirih Arni.


“Semasa mudanya, bapak mencoba mendaftarkan diri beberapa kali, tapi tidak pernah berhasil dan akhirnya bapak hanya bisa menjadi seorang security sebuah mall. Maka ketika ia mendengar kabar bahwa aku diterima, betapa senangnya bapak saat itu. Ia menceritakan kesuksesan putri kesayangannya pada semua kenalannya!!” Arni terus berbicara sambil menerawang melihat jalanan. Eka dan yang lainnya hanya diam mendengarkan.


“Aku mengenal Mas Diki saat tugas pertamaku menjaga sebuah bank. Mas Diki adalah seorang karyawan di bank tersebut, dan seiiring berjalannya waktu, ia meminangku dan mau menerima segala kekuranganku. Aaakkuu merasa bahagia mendapatkannya, tapi lihat… apa yang telah kuperbuat padanya.. Hhiikkss..” lanjut Arni lalu diam dan bibirnya mulai bergetar menahan sesal.


“Aku tidak bisa melepas pergaulanku semasa SMA dan itu semua menjadi awal dari kehancuran kebahagiaanku. Hiikkss..” Arni melanjutkan ceritanya sambil tak hentinya terisak.


Tak terasa mobil patroli yang membawa mereka pun sudah memasuki halaman Mabes Polisi.


Sesaat sebelum turun, Arni berkata, “Sampaikan maafku pada pak Surya. Dalam lubuk hatiku, aku mengakui bahwa ia adalah seorang komandan yang sangat aku hormati. Katakan pada dia, Hendrik sekarang menuju tempat persembunyiannya di daerah Banten tak jauh dari kota Pan******ng, di kaki gunung K*****. Cepatlah kejar dia sebelum dia lolos!!” ujar Arni lalu mengikuti Provost yang mulai menarik lengannya.


“Terima kasih Ar, akan kusampaikan permohonan maafnu pada komandan.” jawab Nanang. Eka yang sudah tak tahan melihat nasib Arni sahabatnya, akhirnya menangis di pundak Nanang.



Beberapa saat kemudian…


“Gimana Ka, kamu sudah dapat informasi?” tiba-tiba Surya bersama petinggi Provost berada di belakang mereka.


“Siiiap komandan, saya sudah mendapat informasinya!!” jawab Eka, dan berbarengan itu bunyi handphone Nanang berbunyi.




---ooo---​





Di kediaman Surya 1,5 jam sebelumnya…


Anton dan Bimbim menuruni tangga menuju tempat dimana sahabat mereka berkumpul.

“Ada informasi apa, Dai??” tanya Anton.

“Stttt…!!” Dai memberi kode agar Anton jangan bersuara. Anton pun langsung ikut mendengarkan percakapan antara Bang Iwan dengan Jimmy yang memang di loudspeaker.


“Hallo, bang.”

“Ya Jim, ada apa?”

“Ini bang, Andi, adiknya si bang Anton, tadi ngedenger percakapan oknum polisi yang menjadi anak buahnya si bajingan Hendrik. Mereka rupanya mendapat perintah untuk menuju ke tempat persembuyian mereka, makanya sekarang kami sedang mengikuti mereka di jalan tol.”

“Beneran Jim, kabar bagus. Terus kalian pergi berdua..??”

“Gak bang, nih si Andi ama Putri ngikut!!”

“Duh… oke gini aja, Jim, lu ntar SMS di mana markas persembunyian mereka dan jagain mereka berdua agar tidak bertindak apa-apa. Ooh iya Jim, sekedar info mereka telah menculik ibu dan mamahnya Putri, tapi kamu jangan beritahu Andi dan Putri agar mereka gak panik. Mudah-mudahan mereka pun dibawa ke persembunyian yang sama!!”

“Dimengerti, bang!!”

“Ok. Gue tunggu kabar dari lu!!”

“Baik, bang.”

Tuuuutttttttt!!







“Gimana bang, apa ini merupakan kabar baik??” tanya Dai.

“Keliatanya begitu Dai, tapi..!!” ujar Bang Iwan sedikit menahan bicaranya.

“Kenapa, bang??” tanya Anton sedikit penasaran.

“Kedua adik lu, Ton, mereka ikut si Jimmy, gue khawatir kenapa-napa ama mereka!!”

“Apa??? Mereka tau bahwa ibu dan mamah diculik??” Anton mulai cemas.

“Itu dia..!! Gue sih minta si Jimmy untuk merahasiakan ini pada mereka, tapi kalo bener mereka berada di tempat persembunyian mereka, dan kedua ibu lu ada di sana, gue takut mereka bertindak sendiri!!” jawab Bang Iwan sambil menatap Anton dengan serius. Anton hanya bisa mendengus sambil mengusap wajahnya beberapa kali.

“Yang gue pikirkan si Putri, jika dia tau…!!” ujar Anton pelan. Tapi ia tidak menuntaskan omongannya karena langsung dipotong Guntur. “Dah Cing.. Lu jangan khawatirin dia, kan ditemani si Andi. Gue rasa dia mampu jagain si Putri!!”

“Bener kata si kebo, Cing. Lu udah tahu kapasitas si Andi untuk jagain Putri waktu di sekolah tadi. Jadi lu gak usah cemas, kita tunggu aja kabar dari mereka!!” Sakti menimpali omongan si Guntur.

“Yah.. mudah-mudahan gak terjadi apa-apa!!” Jawab Anton sambil menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

“Ton… Ada apa?” tiba-tiba Surya muncul di ruang tamu bersama beberapa anak buahnya. Lalu Surya duduk di hadapan Anton, dengan tatapan penuh curiga.

“Putri, pah. Tadi Andi mendengar beberapa percakapan anak buah Hendrik dan mereka ikut Jimmy untuk membuntuti mereka ke persembunyiannya!!” papar Anton.

Surya pun duduk lemas mendengar penjelasan anaknya.

“Bang, aku rasa abang gak usah cemas, percayakan pada anak buahku, bang!!” bujuk Bang Iwan.

“Betul om, Dai rasa om gak usah panik, ini bisa berakibat buruk pada langkah kita selanjutnya. Kita tunggu kabar saja dari mereka!!” timpal Dai.

“Yah, Om hanya bisa berharap tak terjadi apa-apa pada mereka!!” lirih Surya sambil menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Terlihat beberapa rekan Surya menginterogasi sahabat Anton perihal kejadian yang terjadi di kediaman Surya.



35 menit telah berlalu, di saat Anton dan Surya yang cemas menunggu informasi.


Tiiit…tiiittt.. tiitttt…

Salah satu handphone anak buah Surya berbunyi, lalu dia membuka pesannya.

TERSANGKA TELAH KAMI AMANKAN, SEKARANG MELUNCUR KE MARKAS.

“Pak Surya, kita sudah mendapat kabar bahwa tersangka telah ditangkap dan sekarang sedang dibawa ke markas!!” ujarnya.

“Baik!! Kita langsung meluncur ke markas sekarang, kita musti korek informasi secepatnya!!” perintah Surya sambil langsung bangkit.

“Pah, siapa yang papah tangkap? Hendrik kah?” tanya Anton sambil menarik lengan Surya.

“Bukan, tapi anak buahnya!! Kami belum mendapat petunjuk di mana Hendrik berada. Mudah-mudahan dengan tertangkapnya dia, kita mendapat informasi.” Surya mengelengkan kepalanya.

“Siapa dia?” tanya Anton.

“Dia ternyata adalah anak buah papah yang sangat papah percaya, selain Eka. Namanya Arni, dia sengaja disusupkan menjadi anak buah papah untuk memata-matai papah dalam menangani kasus ini!!” ujar Surya.

“Arrrni..??? Bukankah itu sahabatnya Eka, pah? Kok bisa??” heran Anton.

“Itu yang akan papah selidiki. Yaudah Ton, papah pergi dulu!! Hubungi papah jika ada kabar tebaru dan ingat jangan bertindak gegabah. Untuk masalah Putri biar papah tangani, sementara ini papah yakin mereka pasti aman bersama teman Bang Iwan.” ujar Surya.

“Baik, pah.”

Surya pun pergi bergegas menuju kantor dinasnya.

“Ternyata perhitungan si Hendrik bener-bener!!” gumam Dai.



10 menit Surya berlalu.


Tuulalliittt… Tuulalliittt…

Handphone Bang Iwan berbunyi….

“Ton, Jimmy SMS.” teriak Bang Iwan sambil membacakan isinya.


“BANG, LOKASI SUDAH KAMI DAPATKAN, LETAKNYA DI PINGGIRAN KOTA B**** DI KAMPUNG S********* DI DAERAH C*****EUNG. DICURIGAI ADA DUA ORANG WANITA DI ANTARA MEREKA. KITA MENUNGGU INSTRUKSI SELANJUTNYA!!”


“Cing, kabar baik pengintaian Jimmy membuahkan hasil. Mereka telah mendapatkan lokasi dan yang paling penting ada dua orang wanita bersama mereka, pasti itu…” ujar Dai terpotong.

“Kenapa dua…?? Seharusnya tiga..!!” tanya Anton yang kurang puas dengan informasi yang mereka dapatkan.

“Coba bang, telpon mereka supaya lebih jelas.” ujar Sakti pada Bang Iwan. Bang Iwan pun lalu menelepon Jimmy, hingga…

“Mereka gak bisa dihubungi, di luar jangkauan. Mungkin gak ada sinyal di sana” ujar Bang Iwan.

“Ehhh Cing lu mau ke mana?” ujar Guntur saat melihat Anton bergegas keluar, lalu menahannya.

“Gue harus menyusul mereka, gue gak mau ada apa-apa dengan mereka.” ujar Anton menepis lengan Guntur agar jangan menghalangi langkahnya.

“Sebentar Cing, lu kasih kabar dulu ke papah lu, baru kita bertindak!!” cegah Dai.




---ooo---​




Kembali dimana Andi dan Putri berada…


Putri yang sedang duduk di bawah pohon jambu sambil mengutak-atik handphone papahnya.

“Ndi, di sini kok gak ada sinyal yah??” tanya Putri saat tau Andi menghampirinya.

“Ya iyalah, ini kan di gunung, sepanjang jalan tadi aku gak ngeliat tower!!” jawab Andi dengan acuh, pandangannya tetap mengitari sekeliling rumah yang mereka amati.

Putri meletakkan Handphone papahnya di pangkuannya. Matanya memandang wajah Andi.

Ndi, setiap memandang wajahmu kok aku terpesona ya, padahal kalo aku nilai, wajah kamu itu biasa aja. Aku merasa nyaman deket kamu. Setiap jauh dari kamu, kok aku rasanya kangen terus ya, tapi kalo pas deket begini, aku gak bisa mengungkapkan perasaanku ini. Apa kamu merasakan hal ini padaku??” gumam Putri dalam hati.

“Eh Put, aku ke sana dulu. Aku liat ada celah untuk masuk ke rumah itu.” ujar Andi. Ucapannya menyadarkan Putri, wajahnya merah merona ketika Andi memergoki dirinya sedang menatap dia.

“Euuuu.. ke mana??” gugup Putri.

“Kamu tunggu di sini, kamu sama Bang Brandy dan Bang Jimmy!!” Andi beranjak tanpa menunggu jawaban.

“Aku ikut…!!” Putri pun bangkit mengikuti.

“Tapi…!!” cegah Andi.

“Pokoknya ikut!!” paksa Putri.

“Terserah lah!!! Tapi kamu jangan berisik, berbahaya kalo ketauan!!” Andi pasrah, memang Andi tak bisa melarang keinginan Putri selama ini.

“Kan ada kamu yang selalu jagain aku. Ayooo cepet, mumpung penjaganya lengah!!” jawab Putri manja sambil menarik lengan Andi.

“Kenapa aku selalu luluh dengan sikap Putri, selalu ingin menjaganya dan tak ingin dirinya terluka. Apa aku menyukai dia?? Tapi dia anak Pak surya, orang tua angkatku. Akhhh.. buang jauh-jauh Ndi, kamu harus tau siapa dirimu dan tujuan kamu selama ini. Tapi aku janji Put, aku akan selalu menjaga kamu seumur hidupku!!” pikir Andi sambil mengikuti Putri yang menarik tangannya.

Mereka berdua mengendap-endap di pinggiran tebing yang rimbun oleh tanaman liar. Hal ini cukup melindungi dari pengawasan para penjaga sekaligus mempermudah mereka untuk menyelinap ke dalam rumah.

Akhirnya, mereka tiba pada sebuah jendela, keduanya mengintip dan melakukan pengintaian.

“Puuutt itu kan… Bangsat!!” ucap Andi tertahan saat melihat sosok seorang wanita yang meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman beberapa orang yang hendak memperkosanya.

“Maaaamaaah…!! Ndiii, itu maamaahhh!!! Cepet Ndi, bantuin diaa Ndiii!! Hikkss..!” Putri tak kalah terkejut dan panik saat melihat apa yang sedang terjadi di dalam. Sosok wanita yang hendak diperkosa itu adalah Soffie, ibunya. Saat Putri hendak bergerak memasuki rumah, Andi langsung menahannya.

“Jangan gegabah Put, kamu liat, mereka membawa senjata api. Kita harus hati-hati.”

“Tapi Ndi, ituuu maaamaaah, hiikkks!!”

“Sabar Put, aku lagi mikir dulu musti berbuat apa. Coba kamu telepon papah atau SMS dia. Beritahu apa yang sedang terjadi, dan kirim sekalian alamat ini!!” ujar Andi. “Sekarang kita ke sana dulu, kita sembunyi sambil memikirkan langkah selanjutnya.” lanjutnya sambil menunjuk sebuah gudang kecil di pojok halaman. Putri pun akhirnya menuruti perkataan Andi.



Di dalam Gudang…


“Gimana kamu dah kirim pesan ke papah?” tanya Andi sambil mengamati sekeliling gudang, hingga akhirnya matanya tertuju pada suatu benda.

“Sudah, tapi aku gak tau apa kekirim ato nggak, sinyalnya lemah banget, Ndi!!” jawab Putri dengan wajah cemas.

“Sudahlah, kita tunggu dulu sebentar, mudah-mudah papah membacanya.”




---ooo---​




Di dalam rumah persembunyian…


Kelompok Hendrik menyekap Soffie dan Asih di kamar yang berbeda. Di salah satu kamar tempat Soffie disekap, beberapa anak buah Hendrik berusaha memperkosa Soffie dengan wajah beringas dan penuh nafsu.

“LEPASIN AKU BAJIIINGAN!!” Soffie terus meronta saat salah satu penyekapnya mencoba menindih tubuhnya dan mencumbunya.

“Diam saja Manis, kita lakuin seperti dulu lagi.” lelaki itu mencoba menciumi wajah Soffie.

“BAAANNGGGSSAAATTT!! LEPASKAAAAN!!!” Soffie berhasil menendang tubuh lelaki itu tetapi…

BREEEEEET…

Bagian lengan pakaian Soffie robek karena tertarik tangan lelaki itu yang tengah terjengkang. Akibatnya, bagian dada atas Soffie dan kedua buah dada yang terbungkus bra terpampang dan terlihat jelas oleh para lelaki lainnya. Tangan Soffie lalu menutupi buah dadanya dengan kedua tangan sambil meringkuk di atas lantai.

“Bener-bener masih mulus saja nih lonte, masih sama seperti waktu aku mencicipi tubuhnya dulu!!” ujar lelaki yang terjengkang tadi. Pandangannya berbinar penuh nafsu saat melihat tubuh Soffie yang bersih dan mulus. Ia pun bangkit dan memerintahkan beberapa orang untuk meringkusnya.

“JAUHI AKU BAJINGAAN!!” maki Soffie, tapi apa daya, dua orang langsung meringkusnya, lalu menelentangkan Soffie di atas lantai. Keduanya menahan tubuh Soffie yang terus meronta.

“Tenanglah cantik, masa kamu lupa dengan aku? Selagi kamu masih jadi lontenya si Apong, kamu telah melayaniku beberapa kali!!” ujar lelaki itu sambil melepaskan pakaiannya hingga terpampang jelas penis hitam yang telah mencuat di hadapan Soffie.

“Masih inget ini kan, lonte manisku??” ia bergerak mendekati Soffie sambil memegang penisnya yang hitam berbulu lebat. Lalu dengan cepat lelaki itu merobek sisa baju Soffie dan menarik paksa bra yang menutupi buah dadanya. Kini bagian atas tubuh Soffie sudah tidak tertutup apa-apa lagi.

“JANGAN!!! LEPASIN AKU BAJINGAAN. HMMMMPPP…!” mulut Sofie langsung dilumat oleh bibir lelaki itu, sedangkan dua orang lain yang menahan tangan dan kaki Soffie terkekeh menyaksikan rekannya yang sedang mencoba memperkosa Soffie.

“ARRRRRGGGHHH… BAJINGAN HAMU!!” tiba-tiba lelaki itu menjerit kesakitan dan mendorong Soffie, bibirnya mengalirkan darah segar. Terlihat daging bibirnya terkoyak, akibat gigitan Soffie saat dia berusaha mencium bibir wanita itu.

“MMPUUUAAHHH!! RASAKAN ITU BAJINGAN…!!” dengan tatapan tajam, Soffie meludah, membuang sisa kulit bibir lelaki itu ke arahnya yang sedang meringis kesakitan.

PLAAAK! PLAAAKKK..!!! lelaki itu menampar Soffie dengan keras hingga pingsan tak berdaya.

“Jak, apa-apaan kamu!!” tiba-tiba lelaki berseragam polisi masuk ke dalam kamar.

“HUAAANGGSAAATTT!! HIIINNIII MENGHIIHIIT HIHIR AHU!!!” jawab lelaki yang bibirnya terkoyak sambil menutup mulut dengan tangannya, ternyata ia bernama Jaki.

“Halaah Jak, lagian kontol lu kagak bisa nahan konak, nah sekarang tanggung dah akibatnya. Boss Hendrik bilang kita jangan apa-apain dulu wanita ini, kita tunggu sampe waktunya bener-bener terkendali!!”

“Bhreengssseekkk!” ucap Jaki sambil meninggalkan kamar.

“Kalian temenin di sini bersama Jhoni dan yang lainnya, gue dapat perintah dari boss Hendrik agar membawa wanita satu lagi ke tempat yang berbeda; mereka harus disekap secara terpisah. Daan aku ingatkan… jangan pernah macam-macam!!” ancam lelaki itu, dan dijawab dengan anggukan yang lain.



---ooo---​



Dering SS HP Dai berbunyi.. Dai pun lalu membuka pesan yang masuk.

“KABAR BAIK, HENDRIK BERSEMBUNYI DI KAKI GUNUNG K****** DAERAH BANTEN. IA SENGAJA MEMISAHKAN DIRI AGAR TIDAK TERLACAK. KABAR BURUKNYA, TERNYATA HENDRIK MEMBAWA SALAH SATU WANITA.” – NANANG.

“Cing, kabar dari adek lu nih!!” ujar Dai sambil memperlihatkan isi pesan pada Anton.

“Gimana menurut lu?” lanjutnya.

Anton terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu.

“Gue yakin Renata bersama dia!!” ucap Anton. Ia menghembuskan nafas panjang untuk melepas kekhawatirannya dan mencoba berpikir jernih.

“Trus nyokap lu berarti dengan gerombolan yang di intai bang Jimmy.” potong Guntur.

“Yah gue yakin itu.” Anton menjawab dengan yakin.

“Jadi apa rencana kita!!??” tanya Sakti.

Sedikit menghembuskan nafasnya, Anton meraih handphone Dai dan menelepon Nanang.



“Hallo Nang, ini kakak.”

“Iya kak, ada apa?”

“Kakak dah terima pesan kamu Nang. Sekarang kakak mohon kamu dengerkan kakak tapi apa bang Juned ama kang Jajang ada di sebelah kamu??”

“Iya kak, mereka ada di sebelah aku!!”

“Eka??”

“Dia barusan menghadap papah, ada apa sih kak?”

“Apa papah sudah tau tempat persembunyian Hendrik!!??”

“Belum.”

“Bagus kalo gitu, tolong kamu dengarkan baik-baik Nang. Kita bagi tugas, barusan bang Iwan dapat informasi bahwa anak buah si Hendrik ada di perbatasan kota Bo***. Aku yakin mamah dan ibu ada di sana, nanti bang Iwan menyusul kamu, kalian janjian saja lokasinya, lalu segera meluncur kesana bersama kang Jajang dan bang Juned!! Sedangkan aku bersama yang lainnya akan menyusul Hendrik ke tempat yang kamu infokan tadi!! Tapi kakak harap kamu rahasiakan kepergian kakak pada papah. Apa kamu sanggup Nang?”

Terdengar suara dengusan nafas Nanang seolah tak setuju dengan rencana Anton, sebagai anggota kepolisian pasti ada insting bahwa mengejar Hendrik jauh lebih berbahaya dari pada anak buahnya.

“Kamu gak usah khawatir akan keadaan kakak, yang musti kamu cemaskan adalah keselamatan ibu dan mamah Soffie. Kakak percaya kamu bisa, Nang!” Anton menangkap kekhawatiran adiknya dan berusaha menyakinkan.

“Sebentar kak, bang Juned mau bicara!!”

“Ton, Gue ikut lu, gue tau tempat ini dan juga temen gue banyak di sana!!” sela bang Juned.

Anton melirik ke arah Dai, yang dijawab oleh anggukannya.

“Ok bang. Kita ketemuan di sana. Nang kamu hati hati!!”

“Baik kak.”

Klik










“Ini yang gue suka dari seorang yang namanya Cacing, bukan lembek kayak tadi!!” ujar Guntur.

“Ok, Ton. Abang sekarang pergi menyusul Nanang, kalian hati-hati di sana.” ujar bang Iwan sebelum beranjak pergi.

“Tinggal kita berlima, tapi sebelum pergi, gue ucapkan terima kasih pada kalian semua yang sudah sering membantu gue.” ucap Anton.

“Gak usah dipikirkan, kita kan selalu bersama dalam situasi susah dan senang. Lu musti inget Cing, lu tuh pemimpin kita, jadi gue harap lu gak usah berlaku cemen kayak tadi yang mudah kepancing emosi.” timpal Dai.

“Oke! Gak perlu banyak sinetron, sekarang waktunya kita bertempur!” ujar Bimbim sambil menarik lengan Anton menuju mobil dan diikuti lainnya.



---oOo---​





Di waktu bersamaan, Surya sedang dalam perjalanan menuju Markas Kepolisan. Raut wajahnya terlihat keras dan kaku, menunjukkan bahwa hatinya sangat gelisah memikirkan kedua istri beserta putrinya.

Putri, kamu di mana, nak? Papah sangat khawatir, mudah-mudahan kamu selamat. Punya dosa apa aku ini sehingga semua masalah selalu terjadi pada keluargaku? Apa salah dan dosaku?? Soffie… Asih… aku mohon kalian bersabar, mas akan datang menyelamatkan kalian. Mas tak mau kehilangan kalian, khususnya kamu, Soffi, cukup sudah penderitaan yang kamu alami selama ini!!” dalam lamunan Surya.

Tanpa disadari….

“Komandan, kita dah sampai.” salah seorang anak buahnya menyadarkan lamunan Surya saat kendaraan memasuki pelataran parkir.

“Eughh, langsung aja kita parkir ke belakang, kita temui Eka di sana!!”

“Baik, komandan!!”

Beberapa saat kemudian…

“Dan itu mereka juga baru sampai.” salah seorang anak buahnya menunjuk mobil patrol yang baru terparkir.

“Kita parkir di sini saja.” perintah Surya dan langsung turun bergegas.

“Pak Surya.” tiba-tiba Irjen Seravi yang diikuti Kombes Blackdevil dan Kombes Virgous menghampiri.

“Siap komandan, kebetulan bapak ada di sini!!” jawab Surya.

“Yah.. tadi anak buahku sudah memberi tahu bahwa tersangka telah mereka tangkap, jadi kami langsung ke sini agar kita dapat langsung bergerak.” jawab Kombes Virgous

“Kita langsung saja ke sana!!” tanpa banyak bicara Irjen Seravi langsung mengajak Surya dan lainnya.

“Gimana Ka, kamu sudah dapat informasi?” tanya Surya membuat Eka sedikit terkejut.

“Siiiap komandan, saya sudah mendapat informasinya!!” jawab Eka, dan berbarengan dengan itu bunyi handphone Nanang berbunyi.

“Maaf Komandan, ada telpon masuk, saya minta izin meninggalkan tempat sebentar!!” pamit Nanang.

“Siapa yang nelpon kamu, Nang?” tanya Surya sedikit curiga.

“Euuu.. anu komandan kakak saya, kak Anton mungkin dia ada informasi!!” jawabnya sedikit ragu. Meskipun Surya adalah ayah tirinya, tapi dalam tugas Nanang tetap menghargai pangkat dan status sang ayah.

“Baiklah, aku tunggu kabarnya!!” Surya memberikan izin, lalu Nanang sedikit menjauh untuk menerima telepon.

“Maaf Komandan dia adalah putra keduaku!!” Surya menjelaskan agar para petinggi provost mengerti mengapa dia memberikan izin.

“Kami sudah tahu semuanya, jadi kamu tak usah khawatir, silahkan Briptu Eka apa yang kamu dapat?” ujar Seravi, dan akhirnya Eka menceritakan info yang ia dapatkan dari Arni.

“Hmm, ini sangat sesuai dengan info yang kita dapat, jadi kita bisa bergerak sekarang, komandan, team siap bergerak menunggu perintah.” ujar Kombes Blackdevil.


“Kamu telah koordinasi dengan yang memegang wewenang di sana kalau kita akan bergerak ke wilayah mereka??” tanya Irjen Seravi.

“Sudah dan kita tidak memberi tahu siapa DPO yang sedang kita cari karena terlalu banyak anggota kita yang terlibat. Kita tidak mau pergerebekan ini bocor pada tersangka.” papar Kombes Virgoust.

“Sebentar komandan, maksud komandan informasi apa yang sudah didapatkan??” tanya Surya tak mengerti.

“Ketika kamu pulang, atasan kamu langsung bercerita bawah sosok wanita yang satunya lagi itu adalah istrinya Hendrik, dan dia adalah sahabat istrinya komandan Dirga. Orangtua wanita itu, minggu lalu meminta tolong pada Dirga untuk menyembunyikan dia selagi masa gugatan perceraiannya beres, istrinya mengajukan cerai dengan alasan KDRT dan pelecehan….”


“Awalnya Dirga tak menduga kejadian sebenarnya, sampai ia melihat video yang ditemukan anak buah kamu ini. Akhirnya dia tahu bahwa istrinya ini hanya dimanfaatkan untuk nafsu syahwat dia dan kelompoknya. Di samping itu, perusahaan milik orangtuanya ternyata dijadikan tempat untuk pencucian uang hasil kejahatannya. Akuntan mereka yang membeberkan itu semua. Setelah tahu duduk perkaranya, Komandan Dirga langsung memanggil wanita itu tetapi tak bisa dihubungikan, sekarang hanya orang tuanya ada di dalam bersama akuntannya yang menemukan kejanggalan transaksi perusahaan. Dan Akhirnya kita dapat informasi, ternyata istana persembunyian mereka ada di kota yang Eka tadi bilang.” jelas Irjen Seravi, Surya hanya mangguk mangguk.

“Oke!! Karena personil kita sudah siap, kita pergi sekarang!!” lanjut Irjen Seravi.

“SEBENTAR KOMANDAN” tiba-tiba Nanang berlari mendekat dan menyela percakapan mereka.

“Ada apa kamu, Nang!!” tanya Surya.

“Anu pah, eh komandan, maaf barusan kak Anton menelepon dan memberi kabar bahwa eeuuu…!!” Nanang tak melanjutkan bicaranya, ia nampak sedikit ragu untuk mengatakannya.

“Apa yang kakakmu infokan, Nang? Gak usah formil, cepet katakan ke papah, kita sedang dikejar waktu!!” tekan Surya yang sudah membaca keraguan Nanang dan menduga kalau ada yang mengganjal hatinya.

Eka yang telah mengerti kekasihnya, lalu mendekati Nanang dan membisikan sesuatu. Nanang pun mengangguk pelan lalu memantapkan hati untuk mengatakan hal yang sebenarnya.

“Anu pah, kak Anton sebenarnya melarang Nanang untuk tidak memberitahu papah karena dia ingin papah fokus mencari mamah dan ibu. Dia telah mendapat info bahwa mamah, ibu dan kak Renata diculik dan disembunyikan di tempat yang berbeda.” Nanang terdiam sejenak untuk menarik nafas panjang.

“Mereka membawa mamah dan ibu ke daerah Bo***, dan kak Renata dibawa Pak Hendrik kedaerah B*****. Kak Anton menyuruh Nanang berbagi tugas agar Nanang beserta kepolisian bergerak untuk menyelamatkan Mamah Soffie dan ibu ke daerah Bo***, tapi untuk alamat jelasnya Nanang belum diberitahu oleh Bang Iwan. Sekarang mereka sedang menunggu di gerbang tol, dan Kak Anton mengejar komandan Hendrik ke sana. Itu yang tadi Kak Anton bicarakan ke Nanang. Tadinya Nanang gak akan beritahu papah tapi melihat situasi yang berbahaya ini lebih baik Nanang beritahu papah, agar kak Anton Selamat.” Nanang mengakhiri laporannya.


“Duh Anton, kenapa kamu ceroboh, nak?” gumam Surya sambil menepuk jidatnya sendiri. Tindakan Anton sangat gegabah dan berbahaya serta tindakan ini sangat melawan hukum yang berlaku.

“Pah??” Nanang merasakan kekhawatiran Surya.

“Gakpapa Nang, kamu dah bener beritahu papah, berarti kamu peduli pada keselamatan kakak kamu.” ujar Surya lalu memandang pada atasannya dengan perasaan tidak enak atas keterlibatan Anton.

“Jika posisi saya sebagai Anton, saya pun akan melakukan begitu pak Surya!!” Tiba-tiba Irjen Dirga hadir di antara mereka dan ia tampaknya mengerti akan posisi Surya setelah -tanpa diketahui Surya- ikut mendengarkan laporan Nanang.

“Komandan, ini ada SMS dari Nomor Pribadi bapak ke saya!!” Tiba-tiba Eka pun menyela obrolan saat handphonenya menerima pesan dari nomor atasannya.

“Ohhh iya itu pasti dari Putri, aku ingat dia bawa handphoneku tadi, apa katanya?” Surya tiba-tiba teringat bahwa handphonenya dibawa oleh Putri.

Eka pun lalu membuka pesan yang diterima…


“KAK EKA, CEPETAN BERITAHU PAPAH, MAMAH DALAM BAHAYA!!


“Hanya segitu dan SMS-nya,” ujar Eka.

“Apa maksudnya ini Pak Surya?” tanya Irjen Seravi.

“Anu Ndan, saya lupa melapor, tadi Anton menceritakan bahwa Andi putra angkatku mendengar percakapan anak buah kita yang terlibat menerima perintah dari Hendrik. Ia bersama putriku mengikuti mereka bersama teman saya, hanya Anton tadi belum menerima kabar di mana mereka sekarang, dan mungkin setelah menerima kabar dia langsung menghubungi Nanang.” jelas Surya merasa tak enak hati karena info yang dia dapat tak segera dilaporkan.

“Kombes Virgous, coba cepat kamu selidiki siapa saja personil yang tadi pergi, cari info sedetil-detilnya. Kombes Black, kamu persiapkan dua team dengan persenjataan lengkap, kita harus bergerak ke dua tempat!!” ujar Irjen Seravi memerintahkan kedua anak buahnya.

“Siap, Ndan.” jawab mereka serempak dan lalu bergegas pergi.

“Eka dan Nanang, kalian cepat ikuti dan bantu mereka mendapatkan informasi dan persiapkan juga personil kita.” perintah Surya.

“Siap!!” Eka dan Nanang pun bergegas mengejar kedua perwira tadi.

Saat mereka pergi…


“Pak Surya, saya mengerti akan situasi yang terjadi akan keluarga Anda, tetapi kita sebagai aparat penegak hukum harus tetap menjalani prosedur yang ada. Jadi kalau ada info, tolong secepatnya beritahu kami, info sekecil apapun yang masuk itu sangat bermanfaat, apalagi ini untuk menyelamatkan nyawa. Untuk kali ini saya maafkan!!” Irjen Seravi mengingatkan Surya sebagai sesama anggota kepolisian.

“Terima kasih, Ndan!!” jawab Surya. Di tengah kegelisahan hatinya, ia merasa tenang karena ternyata masih ada rekannya yang peduli akan nasib dia dan keluarganya.




---oOo---




Dalam gudang persembunyian Putri dan Andi…




“Put, kamu udah SMS papah kamu belum!!?” tanya Andi sambil menghampiri Putri yang bersembunyi di sudut meja. Di tangannya, Andi memegang sebatang kayu, terlihat seperti gagang cangkul yang terlepas.

“Ndi.. hikkss Putri bingung mau SMS papa!!” Putri tiba-tiba menangis.

“Lah kan tinggal SMS saja, trus cari nomornya papah di situ!!” jawab Andi.

“Hiikks… iihhh Andi serius, inikan HP-nya papah yang Putri bawa, terus Putri harus SMS siapa coba?” sambil cemberut di sela tangisannya.

“Duh bener juga, oon banget aku ini.” ujar Andi sampil menepuk kepalanya berulang kali.

“Coba liat, ini tinggal ngirim, kan??” lanjutnya sambil meraih handphone dari tangan Putri.

“Hu’uh.” jawab Putri dengan wajah murung.

Diutak atik handphonenya oleh Andi dan matanya tertuju pada suatu nama.

“Nah Kak Eka!! Kirim aja ke Kak Eka, ia kan anak buah papah!!” ujar Andi dengan mata berbinar, lalu mengirimkan pesan itu.

“Iya Lak Eka, hiks..!!” jawab Putri dengan lemas, lalu tangannya memeluk kakinya yang ditekuk. Melihat kondisi Putri yang gelisah, Andi merasa ikut tidak tenang, lalu ia mendekati Putri dan duduk di sampingnya sambil merangkul gadis itu. Putri pun menyandarkan kepalanya pada dada Andi.

“Put, Andi janji ke kamu, Andi akan menyelamatin mamah Soffie. Andi gak mau liat kamu menangis kayak gini, liat aku!!” ujar Andi sambil membangunkan kepala Putri lalu mereka bertatapan. Andi tersenyum lalu mengusap air mata Putri yang mengalir pada kedua pipinya.

“Senyum dong, kan Andi dah janji.” ujar Andi sambil tersenyum padanya, Putri pun tersenyum membalasnya.

“Nah kan jadi cantik kalo tersenyum.” Andi memuji kecantikan Putri membuat wajah Putri merona karena menahan malu mendapat perlakuan Andi.

“Ihhhh… andi ledek Putri.” rajuknya menahan malu sambil mencubit pinggang Andi.

“Adduuuhh… sakit Put, ampun..!!” Andi mencoba manahan agar tak menjerit keras. Putri pun akhirnya melepaskan cubitannya, lalu kembali menyandarkan kepalanya pada dada Andi. Mereka pun terdiam dalam kesunyian, tenggelam dalam pikiran masing masing.


Satu jam kemudian…


“Makasih Ndi, kamu bener-bener baik ke Putri.” ujar Putri pelan.

Karena aku menyayangi kamu Put!!” jawab Andi dalam hati.

“Sekian lama aku hidup di panti asuhan dan sekarang aku bersyukur telah berkumpul dengan keluarga yang sangat menyayangiku. Mamah dengan segala penderitaannya, ia selalu memperhatikanku. Meskipun jarang bertemu, tapi aku tahu kalau mamah sayang aku. Papah juga sangat menyayangi aku, juga Ibu Asih telah begitu baik menerima dan menyayangi aku. Kak Anton, kak Nanang, juga kamu yang selalu perhatian ke aku….” Putri Melanjutkan ucapannya.

“Yah.. mereka sangat baik, sampe-sampe mereka mau menerima aku jadi bagian keluarganya.” terawang Andi.

“Ehhh, Put!!” Andi tiba-tiba tersentak, membuat Putri kaget dan kepalanya bangun dari sandarannya.

“Apaan??”

“Duh bego, kenapa gak SMS kak Anton saja, mana hapenya, aku mau SMS kak Anton.” ujar Andi sambil meraih handphone dari tangan Putri dengan cepat.




“Yaah.. baterenya habis, Ndi!!” keluh Putri.

“Mudah-mudahan SMS ke kak Eka terkirim.” jawab Andi dengan lemas, sambil bersandar lagi di pojok gudang.


Tiba tiba di depan Gudang…


“LEPASKAN KAMI BAJINGAN!!!” terdengar suara seorang wanita di luar.

“DIAM KAMU!!! KALO KAMU SAYANG AKAN NYAWA KAMU, IKUTI PERINTAH SAYA!!! KALIAN CEPAT BAWA WANITA INI, PISAHKAN DARI SATUNYA DAN BAWA KE VILLA HIJAU!!! SUMPAL MULUTNYA AGAR TIDAK BERTERIAK!!!” terdengar seorang lelaki bersuara. Dari balik pintu gudang, Andi dan Putri melihat bayangan sesosok yang menyeret tubuh seseorang.

“BAIK ‘Ndan!” beberapa langkah kaki terdengar mendekat ke arah Andi dan Putri.

“Ndi, Putri takut.” bisik Putri.

“Sttttt.. jangan bersuara, Put. Kamu di sini dulu, aku mau ngintip.” bisik Andi, lalu ia mengendap-endap mendekati sumber suara sambil memegang gagang cangkul tadi. Untungnya, ada jendela kecil di pintu gudang. Andi mengintip dari dalam dan ia langsung bisa mengenali sosok lelaki itu, ia adalah Broto yang Andi kenal di kepolisian. Nampak Broto sedang memegang Bu Asih yang sedang meronta; tangannya terikat dan mulutnya disumpal.

“Kalian berlima ikut aku menuju Villa Hijau, bagi dua kelompok dengan dua mobil agar tidak mencolok di mata warga. Sisanya, kalian tunggu di sini dan temani si Jaki!!” perintah Broto sambil mendorong tubuh Bu Asih ke arah kumpulan lelaki yang berjumlah sekitar 10 orang.

Berarti di sini ada 6 orang yang menyekap mamah Soffie, tapi Ibu Asih mau dibawa ke mana? Di mana Vila Hijau itu?” Pikir Andi.

“Ayo cepet, waktu kita sempit!! Cepat atau lambat, si Surya akan mengetahui tempat ini dan kalian cepat kembali ke tempat.” ujar Broto sambil berlalu, diikuti yang lainnya.


Setelah terlihat sepi Andi pun kembali ke Putri.

“Put kamu diem di sini, aku mau liat situasi dulu.” ujar Andi.

“Enggak mau, pokoknya Putri ikut! Putri gak mau jauh dari Andi!!”

“Put, berbahaya kalo ketauan, udah di sini aja yah.” bujuk Andi.

“Eenggak.” pelan Putri sambil melotot ke arah Andi. Meskipun pelan tapi intonasinya sedikit memaksa.

“Hadeuh, iya.. iya… kamu ikut tapi jangan jauh-jauh dari aku dan jangan berisik.” akhirnya Andi pun menyerah dan mengizinkan Putri mengikutinya.




---oOo---​





Satu jam sebelumnya…


Dikoridor markas kepolisian, Irjen seravi, Irjen Dirga dan Surya berjalan menuju pelataran. Sesampainya di sana, mereka disambut oleh Kombes Blackdevil.

“Lapor ‘Ndan, dua regu sudah siap menunggu perintah.” lapornya pada Irjen Seravi.

Dan bersamaan pula Kombes Virgous datang diikuti oleh Eka dan Nanang.

“Lapor ‘Ndan, situasi sangat gawat, ternyata Hendrik tak hanya merekrut para personil kita, tapi juga telah menyusupkan anak buahnya menjadi taruna muda dan mereka telah beraksi dengan mencuri beberapa pucuk senjata dan ratusan amunisi dengan cara memalsukan surat perintah.” ucap kombes Virgous pada Irjen Seravi.

“Sudah jelas mereka sudah siap melawan. Kombes Blackdevil, apakah personil kita sudah siap dengan persenjataan lengkap?” tanya Irjen Seravi.

“Siap ‘Ndan!!” jawabnya.

Irjen Seravi melirik Surya yang sedang menerima laporan dari Eka dan Nanang. Lalu Surya mendekati Irjen Seravi.

“Ndan, kami regu Unit Narkoba telah siap menerima perintah!!” lapor Surya; terdengar beberapa regu anak buah Surya berlarian berkumpul di pelataran.

“Baiklah!! Kombes Virgous, kamu pimpin regu kamu bersama regu AKBP Surya dan pergi ke daerah Bo***. Dan kamu Kombes Blackdevil, pimpin regu segera meluncur ke Ba**** dan bergabung dengan unit kita di sana.”

“Sebentar.. saya mau bicara.” Irjen Dirga menyela lalu mengajak Irjen Seravi menjauh seperti ada yang dibicarakan serius, lalu kembali lagi.

“Barusan saya sudah berbicara dengan Irjen Dirga, ia memohon agar dilibatkan untuk mengikuti kamu Kombes Blackdevil. Biar saya di sini mengurusi keterlibatan dia pada operasi ini.” jelas Irjen Seravi.

“Baik Komandan!” jawab kedua perwira menengah tersebut. Irjen Dirga dan Surya pun masuk ke dalam regu masing masing.

“Baiklah, sekarang laksanakan tugas kalian dan berhati-hatilah di sana. Kita pasti akan kontak senjata dengan mereka, tapi hindari seminimal mungkin hal-hal yang dapat melukai kalian dan masyarakat di sana.” Irjen Seravi memberikan aba-aba dengan lantang

“Siap, Komandan!!” dengan lantang mereka menjawab lalu berhamburan menaiki kendaraan, dan dengan cepat pergi menuju tempat target sasaran masing-masing.




---oOo---​




Sementara itu Andi dan Putri…


Dengan tongkat kayu di tangan, Andi berjalan pelan, mengendap-endap menyusuri setiap sisi bangunan; Putri mengekor dibelakangnya. Mereka mencari celah agar bisa masuk ke dalam rumah besar tersebut tanpa harus ketahuan oleh para penjaga. Mereka mengendap mulai dari samping depan hingga belakang rumah, sampai akhirnya mereka menemukan pintu belakang yang terbuka, terlihat seseorang sedang menyeduh kopi dekat meja.

Perhitunganku, kalo gak salah sisa mereka di sini ada 6 orang, 3 orang sedang asyik mengobrol di teras depan rumah, satu orang tadi ada di ruang tamu dan asyik menonton TV, satu orang lagi di dapur. Berarti sisa satu orang dan pasti dia bersama mamah Soffie.” Andi menganalisis keadaan dalam benaknya sambil terus mengamati keadaan sekitar. Terlihat dari jendela samping, seorang lelaki sedang asyik bergoyang mengikuti irama dangdut di sebuah acara televisi Talent Show, tak peduli dengan teriakan tawa temannya.

“Tapi di mana? Apa mungkin di lantai dua?” batin Andi sambil terus bergerak hingga akhirnya tiba pada balik tembok, dekat pintu belakang. Putri yang terus mengekor dan memegang baju Andi terlihat gemetaran karena takut.

“Ndi, kita balik lagi yuk, aku takut. Wajah mereka serem-serem, belom lagi mereka memegang senjata.” bisik Putri.

“Aku kan sudah bilang, kamu tunggu di sana, ini sangat berbahaya!!” kesal Andi pada Putri

“Kan aku gak mau kamu tinggalin, takut!!” dengan wajah imut memelas ketakutan.

“Yaudah, sekarang kamu ikutin aku aja dan jangan berisik! Sstttt… ayo kita masuk, liat penjaga itu sudah ke depan!!” ujar Andi ketika melihat lelaki itu sudah selesai menyeduh kopi dan membawanya pada rekan-rekannya di depan. Saking kerepotan membawa cangkir kopi, lupa untuk menutup pintu belakang hingga kesempatan ini dimanfaatkan Andi dan Putri untuk masuk ke dalam rumah. Hingga langkah mereka terhenti di balik tembok dapur.


“HEYY BERISIK!! KECILKAN VOLUMENYA!!!” teriak lelaki yang membawa kopi pada temannya yang sedang asyik berjoget.

“SUKA-SUKA GUE DONG, DARIPADA KAGAK BISA NGENTOTIN TUH CEWE MENDING JOGET AJA. EMANG KALIAN MAU DENGERIN DESAHAN CEWEK DI ATAS YANG LAGI DIGARAP SI JAKI? COLII SANAH JANGAN GANGGU GUE!!” jawabnya sambil semakin mengeraskan volume, membuat isi rumah jadi bising. Temannya hanya geleng-geleng kepala lalu beranjak ke depan.

Andi terus mengamati lelaki yang sedang berjoget hingga akhirnya Andi dan Putri menemukan moment untuk melewatinya dan bergerak menuju tangga.

“Sttt.. Ayo Put, pelan-pelan jalannya, jangan sampe ketauan ama tuh orang.” bisiknya sambil menarik lengan Putri. Dan akhirnya mereka pun dapat menaiki tangga.




---oOo---​



Dalam sebuah kamar di lantai dua yang tak berpintu..

Seorang lelaki yang bernama Jaki dengan mata yang penuh nafsu memandangi tubuh Soffie yang berada di atas tempat tidur; dadanya sudah tidak terbungkus pakaian. Soffie yang telah tersadar dalam pingsannya hanya bisa ketakutan, tubuhnya menjauh, meringkuk dengan tangan memutupi buah dadanya.

“Ayolah lonte, kita teruskan bermain-main lagi seperti tadi.” ujar Jaki dengan bibir sedikit bengkak akibat gigitan Soffie.

“MENJAUH KAMU ANJING!” maki Soffie pada Jaki.

“Kamu semakin berumur semakin cantik saja!! Sengaja aku bawa kamu ke atas supaya gak ada yang mengganggu kita hehe..” Jaki tertawa mesum, sambil membuka pakaiannya hingga bugil.

“MMAAAUUU AAAPPPAAA KAAMU?? PEERRRGI, KALLO ENGGAK AKU BUNUH KAMU!!” Soffie menyadari apa yang akan dia alami. Sejenak ia teringat akan pengalamannya dulu ketika hanya bisa menerima kenyataan, tapi sekarang dalam hatinya sudah bulat bahwa dirinya telah memiliki kehormatan dan kebanggaan atas suami dan keluarganya. Ia akan menjaga kepercayaan yang telah diberikan Surya meskipun itu harus dengan cara mempertaruhkan nyawa. Ia meraih sebuah lampu tidur di samping ranjang lalu diasongkan ke arah Jaki, tak peduli pada buah dadanya yang terpangpang.

“Jangan begitu manis, liat payudara kamu membuat aku jadi pengen mengemutnya.” ujar Jaki sambil melihat buah dada Soffie yang menggiurkan, kemaluannya yang hitam mulai tegak menegang membuat Soffie makin takut dan jijik. Dengan sigap, ia turun dan menjauh hingga sudut ruangan.

“Makin kamu menjauh, makin aku ingin merasakan kehangatan kamu, ayolah kita merengkuh kenikmatan lagi seperti dulu!!” ujarnya sambil perlahan mendekati soffie.

“AKU BUKAN YANG DULU, MENJAUH KAMU BANGSAT!! TOLOONG… TOLONG…!!” Soffie memukulkan gagang lampu tidur saat tubuh Jaki mendekat.

Tapi dengan cepat Jaki menahan tangan Soffie dan menepis gagang lampu hingga terlepas dari tangan wanita itu.

“TERIAK PUN GAK AKAN ADA YANG DENGAR, HMMPPPP..!!” sambil mendekap erat Soffie lalu menciuminya seluruh wajahnya.

BUUGGG.. BUUGGG..!!!





---oOo---





“Put, kamu diam di sini, perhatikan penjaga dan cepat beritahu aku jika salah seorang dari mereka menaiki tangga, aku akan meyelidiki setiap ruangan.” ujar Andi pada Putri.

“Tapi ‘Ndi, Putri takut.” jawab Putri.

“Kamu gak usah takut, percaya padaku. Liat itu penjaga lagi asyik berjoget sampe-sampe gak sadar kita telah melewatinya, berarti kamu aman.” ucap Andi sambil menunjuk ke bawah.

“Kita akan menyelamatkan ibu kamu, jadi kamu mau ‘kan jaga di sini.” dengan tersenyum meyakinkan Putri, akhirnya Putri pun menangguk.

Andi tersenyum dan memegang pipi kanan Putri dan cuuuup kening Putri diciumnya, membuat wajah Putri memerah menahan malu.

“Dah yah, aku mau ngecek keadaan dulu!!” Andi lalu bergerak beranjak tapi lengannya ditahan oleh Putri dan…


Cuuuup…!!


Putri mencium pipi Andi sambil berbisik, “Hati-hati, Ndi!!” Andi kaget menerima ciuman di pipinya; ia pun hanya bisa membalas dengan anggukan lalu beranjak dan mengendap-endap dengan gagang pacul di tangannya.


Andi melangkah perlahan sambil mengintip setiap ruangan di lantai dua, hingga matanya tertuju pada sebuah ruangan yang tak berpintu. Dengan hati-hati kedua tangannya mengangkat gagang pacul dan berjalan pelahan mendekati ruangan tersebut.


Matanya tiba-tiba terbelalak ketika melihat seorang lelaki yang tak berpakaian alias bugil sedang mendekap erat tubuh Soffie juga setengah bugil. Lelaki itu hendak mencoba memperkosa Soffie. Emosi Andi langsung naik melihat kejadian tersebut, ia langsung teringat akan pengalamannya dulu. Dengan cepat Andi berlari lalu mengayunkan gagang pacul ke arah rahang lelaki itu sekeras mungkin dari belakang.




BUGGG….BUGGG.. BUUUGGGGG!!!



Seperti orang yang kehilangan akal sehat, Andi memukulkan gagang cangkul sekeras-kerasnya, bertubi-tubi menghantam kepala lelaki yang hendak memperkosa Sofii sampai akhirnya ia ambruk dengan wajah hancur tak jelas dan tak sadarkan diri. Seperti ada sesuatu yang mempengaruhi keadaan psikologis Andi, ia terus memukuli sosok lelaki yang sudah tak berdaya itu dengan tanpa ampun. Andi pun menyeringai penuh kepuasan, seolah menikmati apa yang ia lakukan walaupun dari sudut matanya keluar airmata kesedihan.

“Hiiikkksss… Sudaaah, Ndii!! Cukup.. jangan kamu lumuri tangan kamu dengan darah lelaki ini, eling nak!!” Sofiie mencoba menghentikan Andi dengan memeluk tubuhnya. Andi pun menghentikan aksinya setelah didekap Soffie dari belakang, kedua tangannya yang berlumuran darah perlahan mulai turun, dan dileparkannya gagang cangkul dari genggamannya. Lalu kepalanya menunduk lemas dan tubuhnya mulai bergetar keras dalam pelukan Soffie. Meskipun terdengar hingar bingar suara musik dari bawah, Soffie bisa mendengar isakan tangis pada bibir Andi.

“Hiiiks.. Biik, maafin Andi jika Andi kuat pasti Andi bisa nyelametin bibi dari jebakan ibu hiiiks.” lirih Andi dengan mata yang terpejam seperti membayangkan sebuah kejadian di masa lalu.

“Andi, ini mamah, sayang. Kamu gak papa, kan?” Suara Soffie mulai menyadarkan Andi dari pikirannya yang menerawang.

“Mah…!!” dengan cepat Andi melepaskan diri lalu berbalik memeluk tubuh Soffie lalu menangis pelan.

“Maafin Andi, mah. Andi telat nolongin mamah Soffie. Hhiikss!!”

“Sudah, yah Ndi, hiikss.. mamah Soffie gak papa, makasih udah nolongin mamah, gak tau kalo gak ada Andi mungkin mamah..!!” jawab soffie sambil memeluk Andi lalu memperhatikan lelaki yang sudah terkapar di lantai.

“Maafin Andi juga selama ini terhadap mamah yang sering acuh, hikks!!”

“Sudahlah, Ndi. Kamu jangan cengeng, kita musti lari dari sini dan menyelamatkan ibu, eh Putri mana??” Soffie melepaskan pelukannya, bukannya menjawab tapi Andi malah memalingkan wajahnya saat melihat Soffie. Soffie baru tersadar bahwa bagian atas tubuhnya tak tertutup pakaian, lalu dengan cepat dia mengambil pakaian lelaki yang tergolek dan memakainya.

“Sudah Ndi, sekarang kamu boleh liat mamah!!”

“Iya, mah. Ayo mah kita pergi, Putri sudah menunggu di sana!!”


Belum juga selesai bicara…


“Maaamaaahh Hiikkss!!” Putri berlari kearah Soffie.

“Naakkk, kamu gak apa-apa, kan?” kedua tangan Soffie memegang kedua pipi Putri sambil menatap tajam.

“Enggak mah, ada Andi yang terus jagain Putri hiikss..!” jawab Putri sambil menangis bahagia melihat mamahnya baik-baik saja. Lalu ia memeluk erat tubuh Soffie, hanya Andi yang tersenyum melihat kebahagiaan Putri dalam dekapan Soffie

“Dah Put, kita harus cepet lari dari sini, entar lanjutin aja di rumah peluk-pelukannya. Kita harus segera menyelamatkan ibu.” Andi mengingatkan Putri.

“Iiihhh Andi.. bentaran dikit ganggu kebahagiaan Putri aja!!” Putri melepaskan pelukan dengan wajah cemberut.

“Marah nih ya.. udah aku tinggal nih.” ujar Andi mencoba menggoda Putri.

“Auuk akh seebbeell!!” ujar Putri dengan tangan didekap di atas perutnya, Soffie hanya tersenyum melihat kemanjaan Putri pada Andi.

“Ayo mah, biar kita duluan, tinggalin aja Putri di sini!!” Andi berjalan meninggalkan Putri diikuti Soffie yang mesem-mesem memperhatikan insan muda yang saling menggoda.

“Aaaannnndiiiiii!!!” ujar Putri dengan suara tertahan. Karena merasa gemas pada Andi, ia pun berlari tanpa suara mengejar Andi dan Soffie.




---oOo---​





Lengking suara sirene mobil patroli mengawal iring-ringan 10 mobil preman yang membawa pasukan penggerebegan, membelah kemacetan di gerbang keluar tol.

“Iwan, kenapa kamu gak langsung lapor ke saya, dan mengizinkan Anton bertindak sendiri!!” tanya Surya yang sedang duduk di salah satu mobil.

“Hehe… tak perlu laporan pun, abang pasti akan tahu, dan meskipun aku larang Anton, ia bakal tetap pergi. Aku pun yakin Anton akan menyelesaikannya.”

“Tapi kamu tahu kan emosi Anton?”

“Aku gak mau dia menyesal seperti sahabat baikku, bang. Tapi abang gak usah khawatir, Juned akan menyusul dia dan menjaganya.” lirih Bang Iwan sambil memalingkan wajahnya menghindari tatapan Surya. Surya pun terdiam karena perkataan Iwan memang ditujukan padanya, dia hanya menarik nafas.

Pikiran Surya pun melayang pada perkataan atasannya sebelum berpisah.


“Sur, kamu fokus saja menyelamatkan para istri kamu, biar masalah Anton aku tanganin.” bisik Irjen Dirga sebelum Surya memasuki barisan regunya.

“Tapi..” sedikit jengah dengan atasannya yang peduli pada putranya.

“Percaya padaku, Sur!” sambil menganggukan kepalanya.

“Terima kasih, Ndan.” jawab pelan Surya sambil menghormat pada atasannya tersebut.


Saat melamun…


“Ndan, ada telepon dari seseorang di Polsek Cia**”. tiba-tiba Eka berujar sambil menyodorkan HPnya, dan Surya pun menerimanya.


“Yah Her? Maaf aku telah merepotkan kamu!!” sapa Surya pada lawan bicaranya, dan ternyata dia adalah Herman, bekas ajudannya dulu dan yang telah menolong Soffie sewaktu di Bandung. Baru-baru ini ia diangkat menjadi kalantas Polsek Cia**.

“Tenang aja Ndan, setelah membaca SMS komandan, saya langsung melakukan operasi zebra dan ternyata dua di antara tiga kendaran bernopol ******* telah melewati kami dan sekarang mobil itu menuju daerah Pun***. Sesuai intruksi, saya telah mengikuti mereka secara diam-diam dan sekarang saya sedang berada di sebarang sebuah villa tempat persembunyian mereka. Tetapi hanya ada seorang wanita yang mereka bawa, kemungkinan besar mereka berpisah, karena kendaraan yang satunya tidak saya lihat.” Herman memaparkan hasil penyelidikan dan pengamatannya.

“Hmmm… Baiklah Her, infomasi tersebut saya terima, untuk sekarang kamu jangan dulu bertindak, tunggu kami.”





“Ka, coba kasih isyarat agar kita berhenti dulu di persimpangan, kasih tahu mobil di belakang.” perintah Surya.

Setelah berhenti, Surya berjalan ke mobil belakang, dan berbicara serius dengan Kombes Virgoust. Kombes Virgoust pun menunjuk anak buahnya.

Tak lama kemudian Surya pun kembali ke mobilnya, “Wan, kamu pindah ke belakang, biar Kang Jajang ikut dengan saya!” perintahnya pada Bang Iwan.

“Maksud abang?” Iwan kurang mengerti.

“Kamu langsung meluncur ke alamat yang Jimmy kirim, saya titip istri dan putri saya pada kamu, selamatkan mereka!!” jelas Surya.

“Trus abang??” tanya Iwan.

“Ternyata mereka telah berpencar, dan kita musti bergerak serentak agar mereka tak lolos lagi.” ujar Surya.

“Baiklah Bang, Iwan ngerti, kita musti bergerak.” belum juga beres berbicara Iwan sudah bisa menangkap maksud Surya dan langsung bergegas ke mobil belakang.


Saat Surya masuk ke dalam mobil…


“Kita belok kekiri, menuju P****!!” perintah Surya pada Nanang yang mengendarai mobil.

“Lho, kita mau kemana, pah? Kan tujuan kita ke..!!” tanya Nanang, tapi sebelum selesai berkata, ia membelokan mobil dan akhirnya tiba di persimpangan G**** , mobil mereka lalu memisahkan diri diikuti oleh 3 mobil di belakangnya.

“Mereka telah berpencar, salah satunya membawa ke daerah P*****, tidak tahu ibu atau mamah yang mereka bawa, yang jelas kita harus berpencar juga untuk mengejar mereka.” jelas Surya.

“Dari mana Komandan tahu?” tanya Eka, ia masih memanggil komandan karena merasa gak enak pada 4 orang anggota Provost yang menyertai mereka.

“Tadi, ketika kamu memberikan berkas laporan, papah meminta bantuan.” ujar Surya.


flasback

“Lapor, ‘Ndan, situasi sangat gawat, ternyata Hendrik tak hanya merekrut para personil kita, tapi juga telah menyusupkan anak buahnya menjadi taruna muda dan mereka telah beraksi mencuri beberapa pucuk senjata dan ratusan amunisi dengan memalsukan surat perintah.” ucap kombes Virgous pada Irjen Seravi.

“Sudah jelas mereka sudah siap melawan. Kombes Blackdevil, apa personil kita sudah siap dengan persenjataan lengkap??” tanya Irjen Seravi.

“Siap, Ndan!!” jawabnya.

Irjen Seravi lalu melirik Surya yang sedang menerima laporan dari Eka dan Nanang. Lalu Surya mendekati Irjen Seravi.

“Pah, selain Arni ternyata ada dua orang anak buah papah yang ikut terlibat. Ini laporan para anggota yang tadi meninggalkan tempat, juga barang bukti surat izin palsu yang mereka buat!!” ujar Eka sambil menyerahkan berkas, Surya pun menerima dan membacanya.



“Ka, coba pinjam HP kamu.” sambil mengeluarkan sebuah buku kecil dari saku belakang, lalu memijit nomor yang tertera di buku kecil itu.

“Hallo, Her, ini aku Surya. Saya memakai nomor telpon anak buahku.”

“Hallo, Siap komandan, ada yang bisa saya bantu?”







“Her, saya membutuhkan bantuanmu, kamu bisa buat Operasi Zebra di sekitar persimpangan g****? Saya butuh kejelian mata kamu, cari mobil yang melintas dengan plat nomor yang saya nanti akan saya kirimkan lewat SMS. Gak usah kamu berhentikan tapi kamu ikuti mereka secara diam-diam. Kalau bisa, bawa anggota reserse dengan perlengkapan penuh untuk jaga-jaga. Ingat kalian hanya mencari tempat persembunyian mereka, jadi jangan dulu bertindak sebelum ada perintah. Untuk surat perintah biar menyusul, aku yang bertanggungjawab semua.”

“Siap komandan, akan saya laksanakan. Tapi kalo boleh tahu, apa yang terjadi sampe-sampe mendadak begini?”

“Mereka menculik istriku, Her, jadi…”

“Sudah dan gak usah diteruskan, saya mengerti dan perintah akan saya laksanakan!!”

“Makasih Her. Oh iya, kalau ada info, kamu hubungi saya ke nomor ini aja, handphoneku sedang dibawa Putri!!”

“Siap, Ndan!!”







“Menelepon siapa, pah?” tanya Eka.

“Seseorang yang baik, sekarang dia ditugaskan menjadi Kalantas di Polsek Cia**.” jawab Surya sambil mengetik nomor mobil dan mengirimkannya.

“Nang, kamu jangan ikut, karena kamu bukan di bawah papah. Papah gak mau kamu mendapat sanksi!!” ucap Surya saat Nanang menghampirinya.

“Nanang gak peduli, pah, meskipun taruhannya dipecat Nanang akan menyelamatkan ibu dan Mamah Soffie!!” jawab Nanang tanpa ragu, membuat Surya merenung, seharusnya tindakan seperti ini dilakukannya dulu waktu kasus Soffie.

“Baiklah Nang, kita selamatkan mereka, tapi kamu ikut papah bersama Eka biar segala tindakanmu bisa papah pertanggungjawabkan ke institusi!!” akhirnya Surya menyutujui Nanang.

“Pah, 10 orang telah siap menunggu perintah!!” ujar Eka sambil menunjuk rombongan personil yang sedang berlarian menuju lapangan, lengkap dengan senjata mereka masing-masing.

“Ya.” jawab singkat Surya lalu berbalik mendekati Irjen Seravi.

“Ndan, kami regu Unit Narkoba telah siap menerima perintah!!” lapor Surya dengan lantang.






bersambung ke part 4
 
Terakhir diubah:
PART 4




Dan akhirnya Surya bersama rombongan tiba di tempat tujuan dimana Herman bekas anak buah Surya menunggu tak jauh dari lokasi.


Surya beserta yang lainnya langsung turun disambut oleh Herman dan rekannya dengan memberi hormat pada Surya.

“Siang Ndan.” sapanya.

“Siang Her, gimana situasinya??” tanya Surya.

“Menurut pengintaian, mereka berjumlah 6 orang dan menyandera satu wanita.” jawab Herman.


Surya mengamati sebuah bangunan berbentuk villa dengan halaman yang luas. Lokasinya tidak begitu jauh dari pemukiman warga, dengan letak yang begitu strategis dibelokan jalan. Surya memperhatikan seseorang yang sedang duduk di depan gerbang sambil menikmati bakso yang ia beli pada seorang pedagang keliling. Lalu dengan aba-aba, Surya mengisyaratkan pada anak buahnya untuk bergerak.

“Kalian bertiga bergerak ke samping barat, cari tempat sembunyi diseberang jalan!! Delapan orang lagi siap sedia di halaman belakang villa!!! Dan kamu, pimpin mereka dan ambil posisi!! Tunggu aba-aba dari saya untuk bergerak!! Dan 5 orang, kalian masuk lewat villa sebelahnya, berjaga agar jangan ada yang kabur lewat situ. Pesan saya, jangan lakukan kontak senjata sebelum ada perlawanan.” Surya memimpin pengepungan dan memberi perintah kepada anak buahnya.

“Siap Komandan!” lalu mereka menyebar sesuai intruksi.

“Sisanya ikuti aku, kita langsung sergap masuk melalui gerbang depan. Dan kamu Her, bantu kami, jauhkan masyarakat serta suruh rekan kamu untuk menjaga agar jangan ada warga yang mendekat. Hmmm.. sekarang kita sergap dulu penjaga itu.” ujar Surya.

“Masalah itu tenang komandan, itu tukang bakso adalah rekan kita yang sedang menyamar. Kebetulan tadi lewat, dan ini pedagang aslinya.” ujar Herman sambil menunjuk orang yang sedang duduk di dalam mobil yang ditumpangi Herman. Pria itu mengenakan seragam polisi dengan cukup acak-acakan dikarenakan pakaiannya dipakai oleh polisi yang sedang menyamar menjadi tukang bakso.

“Bagus kalau begitu, ayo semua bergerak!!” Surya memberi aba-aba kepada setiap regu untuk bergerak serentak.

Tetapi tanpa diduga, salah seorang teman dari penjaga itu keluar dari dalam gerbang. Ia yang sepertinya hendak membeli bakso langsung melihat regu Surya yang berlari mendekat.

“Draaaa, kita di gerebek!!!” teriak lelaki itu sambil mengeluarkan pistol standar polisi, lalu menembak ke arah Surya sambil berlari memasuki bangunan.

Dor.. dor..!!!

Temannya yang sedang asyik makan bakso tersentak kaget dan refleks melempar mangkok. Dengan cepat, tangannya merogoh senjata di balik bajunya.

“ANGKAT TANGAN, JATUHKAN SENJATA KAMU!!” ujar polisi yang menyamar sebagai tukang bakso sambil mengeacungkan pistolnya, tetapi bukannya takut, penjaga itu berbalik mengacungkan senjata pada polisi itu.

Doooor..!!!

Merasa terancam, polisi yang sedang menyamar tersebut langsung menarik pelatuk pistolnya, mengarah pada bahu kanan lawan, membuat lelaki itu ambruk. Dengan cepat poilisi itu meringkusnya.

Dorr.. dorr..!!!!

Drreeeedeeddd!!!!!

Terdengar suara senapan mesin dari arah belakang, menandakan perlawanan dari anak buah Hendrik pada regu Surya yang menyerang di arah belakang.




--- oOo ---​




15 menit sebelumnya didalam Villa…


“Ayolah lonte bunting, layani kami, gue pengen memeknya lonte si Surya. Ayo Indra, lu pegangin yang kuat kaki bini atasanmu ini. Hahahaha…! Dulu si Soffie dah gue coba, sekarang gue pengen nyobain bini mudanya!!” ujar Broto sambil menindih Asih dan menciumi wanita itu yang sudah dibaringkan di atas ranjang. Indra pun memegang pergelangan kaki Asih dengan kuat.

“AANNNJJIIINGGG!! LEPASAIN..!!!” maki Asih sambil terus meronta.

Breeeetttt!!!

Dress yang dikenakan Asih dirobek paksa hingga tubuh Asih hanya berbalut pakaian dalamnya saja.

Bukk…!!!!

Kaki Asih terlepas dan menendang wajah Indra hingga hidungnya berdarah.

“Arrrgghh anjing!!” maki Indra.

“Huahahaha… makanya yang kuat lu peganginnya, iket kakinya!!!” Broto menertawakan Indra yang mengerang kesakitan.

Sambil mengomel, Indra merentangkan kedua kaki Asih dan mengikatnya pada kaki ranjang. Begitu juga kedua tangan Asih diikat Broto pada teralis ranjang. Kini tubuh Asih yang hanya berbalut BH dan celana dalam sudah benar-benar terikat tanpa bisa memberikan perlawanan.

“Lu mau kemana Ndra, lu gak mau menikmati cewek bunting yang putih mulus begini?” tanya Broto ketika melihat Indra yang beranjak meninggalkan kamar.

“Cari Tissu, Ndan.” sambil menutup hidungnya yang berdarah lalu keluar.





--- oOo ---




Brengsek, kalo gue kagak butuh duit kagak mau lakuin ini.” dalam hati Indra yang menyesali tindakannya. Dulu hanya gara-gara terlilit hutang akibat berjudi, ia meminjam uang pada Broto, tetapi kenyataannya Broto memanfaatkannya dan menjerumuskan dirinya pada kelompok Hendrik.

“Sorry Ndan, bukan gue gak mau menikmati wanita itu, tapi gue masih menghargai Komandan Surya.” ternyata Indra masih mengormati komandannya, dan dengan sengaja keluar kamar karena tak ingin memperkosa Asih.

“Mana Si Joss?” tanya Indra pada rekannya yang asyiik main ML.

“Dia lagi jajan bakso!!” jawabnya sambil acuh asiik main ML.

“Sudah lu sana pesenin gue bakso daripada main Mobil Legend.” sambil merampas HP rekannya.

“Akh lu gangguin gue aja. Lagi asiiik nih!!” dumelnya sambil berlalu keluar. Indra pun mengikutinya tapi hanya sampai teras dan duduk di sana.

“Jangan lupa jangan pake mie!!” teriak Indra pada rekannya yang sudah melangkah sampai gerbang.

Ketika Rekannya hendak menjawab…




“Draaaa, kita di gerebek!!” teriak rekannya itu sambil mengeluarkan pistol dari balik bajunya, lalu menembakan pistolnya sambil kembali berlari ke arah Indra.

Dor.. dor..!!!

Indra langsung menoleh ke arah rekannya yang sedang menembakan senjata.

“Komandan Surya?? Habislah aku!!!” ucapnya pelan saat mengetahui siapa yang memimpin penggerebekan. Keringat dingin mulai keluar, dan ia seolah sulit beranjak dari tempat duduknya.

“Ndra!!!” ujar rekannya sambil menarik Indra supaya masuk.




--- oOo ---​






Sebelumnya…


Di dalam kamar, dimana Broto hendak memperkosa Asih.


“Gila bener, memang jago si Surya memilih bini.” ucapnya sambil menenteng pakaian dalam Asih dan menatap kagum pada tubuhnya yang sudah ia telanjangi.

Broto berdecak kagum akan keindahan tubuh wanita itu. Payudara yang mengkal dengan puting kecoklatan, di bawah perutnya yang tengah hamil 6 bulan nampak bulu jembutnya tertata rapih. Vagina yang merah dan montok ditambah belahannya yang masih terlihat rapat membuat Broto tak sabar ingin mencicipi.

“Baaanggssaaat!!!! Leppaaasin akuuuu!!! Hhiiikssss…!!!” Asih yang sudah tak berdaya dan pasrah akan nasibnya memohon agar Broto tak memperkosanya.

“Tenang cantik, nikmati saja, nanti juga kamu akan ketagihan dengan kontolku ini, seperti si Soffie dulu yang menjerit kenikmatan hahaha…” sambil membuka pakaiannya, lalu Broto tidur di samping Asih, jarinya lalu memainkan klitorisnya.

“Tolong, pakkk. Lepasiiin aku uugghh… Aku sudah punya suami hiikks!!” mohon Asih lagi sambil meronta dan menahan rangsangan pada vaginanya.

“Hehehe.. apa susu ini sudah bisa keluar air susu yah!!” ujar Broto tak peduli pada Asih, lalu mencaplok putingnya dan tangan satu lagi meremas payudara yang lainnya.

“Paaakkk ammmpun.. errrghhhh!!” Asih memejamkan matanya, mulai terlihat matanya meneteskan air mata.

“Tak usah menangis cantik, aku kasih kamu kenikmatan, pasti kamu akan suka dan akan memohon seterusnya padaku. Lihat memek kamu sudah becek gini. Kamu suka, kan??” jawab Broto. Mengetahui vagina Asih mulai basah, tanpa pikir panjang Broto langsung bangun dan memposisikan penisnya pada liang vagina Asih. Namun ketika hendak memasukan penisnya…


DOR…!! DOORRR..!!!


Terdengar suara tembakan di depan rumah, membuat Broto tersentak kaget. Tanpa pikir panjang, ia langsung bangun dan memakai celananya dan berlari keluar kamar sambil menenteng pistol.

“ADA… APA..??” tanyanya saat tiba di ruang tengah dan melihat Indra yang berlari ke dalam.

“Komandan Surya mengerebek villa ini, dan Joss telah tertangkap!!” jawab Indra sambil terengah-engah.

Dorr.. dorr..!!!

Drreeeedeeddd!!!


Terdengar suara tembakan dari arah dapur.

“DAN BELAKANG KITA TELAH TERKEPUNG. ACENG TELAH TERTEMBAK MATI!!” ujar salah satu anak buahnya yang berlari dari arah belakang.

“BRENGSEK SI SURYA!! TAU DARI MANA KITA ADA DI SINI!!?” maki Broto.

“NDRA, LU TAHAN MEREKA DAN BANTU SI KIKI AGAR MEREKA JANGAN SAMPE MASUK!!” ia memberi perintah pada kedua anak buahnya untuk berjaga di pintu belakang.

“DAN LU TAHAN SURYA CEPET!!” Broto memerintah Dani agar kembali ke pintu depan.

“TEMPAT INI SUDAH TERKEPUNG…. MENYERAHLAH!!! LEMPARKAN SENJATA KALIAN!!!” Teriak Surya dari luar.

“BRENGSEK KAMU SURYA, MATI KAMU!!!” jawab Broto sambil menembak Surya dari celah jendela

DOOR..!!! DOOR..!!!




--- oOo ---​






“Ndan, laporan dari regu belakang villa sudah masuk, satu orang dari mereka sudah ditembak mati, kita sudah mengepung tempat ini, tinggal menunggu perintah untuk mendobrak masuk.”

“Baik.. kita musti hati-hati, ada sandera di dalam!!” jawab Surya lalu…

“TEMPAT INI SUDAH TERKEPUNG…. MENYERAHLAH!!! LEMPARKAN SENJATA KALIAN!!!” teriak Surya dari luar, meminta agar lawannya menyerah.

“BRENGSEK KAMU SURYA, MATI KAMU!!!” terlihat sosok yang dia kenal di balik jendela.

“BERLINDUNG KOMANDAN!!” ujar Eka melihat sosok itu mengacungkan senjata pada arah Surya, dengan cepat Surya berlindung pada benteng pagar.

DOOR..!!! DOOR..!!! menembaki ke arahnya.

Broto, ternyata kamu salah satunya yang mencoreng citra kepolisian, maaf teman langkahmu harus berakhir hari ini.” gumam Surya yang mengenali sosok di balik jendela, lalu dia mengayunkan tangannya agar semua bergerak merangsek masuk.

“Dorr.. Dorrr!!”

Kembali terdengar suara rentetan tembakan dari arah belakang, dan beberapa saat kemudian…

“ANGKAT TANGAN!!! JATUHKAN SENJATA KAMU!!!” terdengar suara dari arah pintu depan dan pintu terbuka serta keluar salah satu personil yang merangsek masuk dari arah belakang. Terlihat pula yang lain sedang mengacungkan senjata pada seseorang yang telah menyerah mengangkat tangan.

Melihat kondisi telah bisa diatasi, Surya lalu berlari ke dalam villa.

“LEPASKAN SANDERA!!! JATUHKAN SENJATAMU!!! MENYERAHLAH!!!” terdengar oleh Surya salah seorang team penyergap dari salah satu kamar, Surya pun bergerak ke arah tersebut.

Terlihat dua personil mengacungkan senjata otomatis ke arah kamar, pada Broto yang sedang menyandera Asih yang masih terikat dan bugil dengan menodongkan pistolnya ke arah kening wanita itu.

“MENJAUHLAH KALIAN SEMUA, ATAU WANITA INI AKAN MATI!!” teriak Broto.

“BROOTO, JATUHKAN SENJATA KAMU!! LEPASKAN ISTRI SAYA!!” ujar Surya dengan cemas melihat kondisi istrinya di tangan Broto

“HAHAHAHA SURYA… SURYA…!!! KARIERMU MEMANG BAGUS DI KEPOLISIAN, TAPI NASIB HIDUP KELUARGAMU SANGATLAH SIAL. LIHAT TUBUH BINI LU YANG MULUS INI TELAH DINIKMATI OLEH SEMUA ANAK BUAH KAMU INI HAHAHA.” ledek Broto tanpa melepaskan pistolnya.

“Broto, saya mohon menyerahlah, kamu tak akan bisa lari lagi dan harus mempertanggung jawabkan semua ini.” bujuk Surya.

“SURYA, AKU TAK AKAN MENYERAH SAMPAI MATI, DAN KAMU PUN HARUS IKUT MATI!!” teriak Broto sambil dengan cepat mengarahkan pistolnya pada Surya dan…

“JAAANGAAANN!!” teriak Asih menyundulkan kepalanya ke arah tubuh Broto.

DORRR …… PRANKKK… DOR.. DOORR.

Dua tembakan dari arah jendela mengenai punggung Broto, dan Broto pun langsung ambruk dan mati seketika. Tembakan yang diarahkan pada Surya ternyata meleset membuat Surya tertegun sejenak, dirinya masih bisa lolos dari kematian. Lalu ia menatap ke arah jendela, pada sosok yang telah menembak Broto.

“Nang..!!” ternyata Nanang yang menembak Broto, dua orang personil tadi langsung bergerak memeriksa mayat Broto, dan Surya pun meraih selimut dan menutupi tubuh Asih dan membuka ikatannya.

“Kaangggg, Aasiihhh takutt hhuuuuhuu.” Asih langsung memeluk Surya saat ikatannya telah terbuka tanpa memperdulikan keadaan tubuhnya.

“Kamu gak papa sih, maafin papah, sudah melibatkan kamu jadi begini.” Surya pun mendekap Asih erat, meringankan trauma yang diderita istrinya dengan rasa sesal yang sangat mendalam.

“Kang, Teh Soffie, selamatkan dia, kang.. hikkss.. dia terpisah dari Asih, dan Asih gak tau keadaan dia, cepat selamatkan dia!!” ucap Asih saat teringat akan nasib Soffie. Ucapan Asih membuat Surya pun tersadar dari tangisnya.

“Lapor Komandan, operasi telah selesai, tempat telah bersih, para tersangka 2 orang mati tertembak, 1 orang terluka parah akibat tertembak pada dadanya dan 3 lagi telah diamankan!!” salah seorang anak buahnya memberi laporan.

“Baik, segera hubungi markas agar mengirimkan ambulance untuk membawa yang telah mati dan terluka. Yang masih hidup langsung bawa mereka ke markas pusat, dan dua orang ikut aku. Kita musti cepet bergerak ke tempat berikutnya, dan untuk area ini kita serahkan pada kepolisian setempat.”

“Siap laksanakan, euuu.. Ndan ini…” jawab anak buahnya sambil menyodorkan pakaian pada Surya.

“Terima kasih.” jawab surya.


Beberapa menit kemudian, Surya berjalan menggandeng Asih keluar dari villa. Terlihat Nanang yang sedang berdiri mematung dan dihibur oleh Eka. Surya dan Asih mendekat.

“Pah.. Bu.. Nanang sudah menembak dan membunuh orang itu.” ternyata psikologis Nanang terguncang setelah menembak mati Broto.

“Sudahlah Nang, tadi memang terdesak, kalau kamu tak menembak mungkin papah yang mati.” ujar Surya menenangkan Nanang sambil memeluknya. Nanang pun menangis dalam pelukan Surya, diikuti oleh Asih yang ikut memeluk putranya.

“Sudah jangan menangis, tugas kita masih banyak, kita mesti menyelamatkan mamah Soffie!!” ujar Surya sambil melepaskan pelukannya, Nanang hanya mengangguk dan mengusap air matanya. Surya merangkul Nanang menuju mobil. Saat melewati sosok yang tergolek dan terluka parah karena tembakan, mata Surya menatap orang itu.

“Indraa.” ujar Surya.

“Mmmaaaffkann ssaaayaaa, Nnnndann!!” erangnya menahan sakit. Surya tak menjawab, ia hanya menatap iba pada sosok Indra, salah satu anak buah yang dipercayanya telah mengkhianatinya, lalu melanjutkan langkah meninggalkannya.




--- oOo ---​






Dua jam sebelumnya di tempat berbeda…


Anton bersama kawan-kawan baru saja melewati sebuah kota di sebelah barat pulau Jawa. Kini rombongan sedang menyusuri jalan kecil, menuju sebuah desa.


Suasana di dalam mobil cukup tegang, setiap orang sibuk dengan isi pikiran masing-masing, sedangkan Anton khusyuk dalam lamunannya.


“Mut, bersabarlah aku akan datang.” ucap Anton dalam lamunannya. Tiba tiba…


Ciiiiiiiit!!!


Mobil yang dikendarai Sakti mengerem mendadak.


“Ooiiii… lu bisa nyupir kagak?” maki Guntur dari arah belakang karena kepalanya terantuk kaca jendela.


“Sorry guys, kelihatannya ada masalah nih.” ujar Sakti sambil melepas sabuk pengaman lalu menunjuk gerombolan orang, sekitar 20 orang, yang menghadang mereka dengan pakaian ciri khas jawara.


“Net, gak usah gegabah, kita turun dulu.” ujar Anton, lalu ia turun dari mobil dan diikuti keempat sahabatnya.


“Maaf bang, ada apa yah abang telah menghalangi jalan kami?” tanya Anton.


“SIA NU NGARANNA ANTON.. NU REK NGACAK-NGACAK DAERAH KAMI!!??” (Kamu yang bernama Anton, yang akan mengusik daerah kami!), ujar seseorang yang muncul dari kerumunan gerombolan. Dari penampilannya, nampaknya dia adalah pemimpin dari gerombolan ini. Wajahnya tampak seram dengan postur tubuh tinggi besar berkulit hitam denga kumis baplang. Pada sabuk yang ia pakai, terselip sebilah golok. Orang itu berjalan mendekati rombongan Anton dengan diikuti yang lainnya.


“Ternyata kita musti berkeringat dulu di sini!!” ujar Bimbim, lalu kelima sahabat ini memasang formasi berjajar dengan sikap waspada.


“Kang, keun ku saya rek di cobaan kawani manehna.” (Kang, biar sama saya, akan diuji keberaniannya!!).” ujar seseorang dari arah belakang lelaki tersebut. Tanpa basa-basi, lalu ia menyerang Anton dengan gaya silatnya.


“Hiaaatttt!!”


Sebuah sapuan kaki menyerang rahang Anton, Anton mundur selangkah lalu dan…


Plaakk..!!!


Tangannya menepis sapuan kaki orang tersebut, melihat serangannya ditangkis lalu laki-laki itu memasang kuda-kuda dan memeragakan jurus silatnya.


“Sebentar pak, apa salah saya hingga kalian menyerang saya??”” tanya Anton dengan sikap memasang kuda-kuda untuk bertahan.



“TONG LOBA BACOT, RASAKEUN YEUH” (jangan banyak bicara, rasakan ini!!). lelaki itu langsung melayangkan beberapa pukulan ke arah Anton.


Anton yang tak mengerti maksud mereka hanya menangkis pukulan yang diarahkan padanya, hingga…


BUUUGG..!!!


Sebuah sikuan menghantam dada Anton, membuat Anton meringis kesakitan.


“Baiklah pak, kalau emang kami harus melawan, kami akan hadapi.” Anton pun langsung bergerak melancarkan pukulan. Keempat sahabatnya masih belum beraksi, mereka mengamati pergerakan yang lainnya.


Buggg..!!!!


Sebuah hantaman yang dilancarkan oleh Anton mengenai rahang lelaki itu dan membuatnya jatuh ambruk.


“Bangsat!!!” muncul lagi lelaki lain sambil melayangkan tendangannya ke arah dada Anton.


Buuuuk!!!


Anton yang belu, siap menerima serangan itu tidak bisa menghindarinya lagi, kaki itu sukses menghantam dadanya membuat Anton terpental hingga jatuh terduduk di jalan.


Melihat Anton diserang mendadak, para sahabatnya langsung bergerak membantu, tetapi langkah mereka tertahan oleh sepuluh orang lainnya yang sudah siap bergerak dengan golok di tangan masing-masing.


“Keliatannya kita harus mati muda di sini!!” ucap Sakti sambil melihat lawan yang semuanya sudah menghunuskan senjata tajam.


“Tak peduli mati, dari pada jadi pecundang!!” ujar Guntur lalu menyerang duluan dengan tangan kosong, diikuti oleh yang lainnya.




“BEERRHENTI SEMUA!!!” tiba-tiba pimpinan gerombolan tersebut berteriak, menghentikan pertarungan yang hampir saja dimulai.





--- oOo ---​




Dalam hutan lindung….


“Ayo Put, Mah, cepet lari! Kita musti menjauh dari tempat ini, mereka pasti telah mengetahui kalau mamah kabur, dan pasti mengejar kita!!” ucap Andi memberi dorongan mental pada Soffie dan Putri yang berjalan di depannya.


“Huuuh…!!! Bang Jimmy ama Bang Brandy pada kemana sih?? Kita kembali ke tempat mereka, kok malah pada gak ada. Kalau ada mereka, kita kan gak perlu berlari bergini.” Putri mendumel kesal karena tadi mereka tidak menemukan Jimmy dan Brandy, dan mobil mereka pun sudah tak ada di tempat.


Karenanya, Andi langsung memutuskan untuk membawa Putri dan Soffie berlari mencari pertolongan. Ia memutuskan untuk tidak mengiktui jalan utama, tetapi memutarinya dengan menyusuri jalan setapak di tengah hutan lindung. Tapi kenyataannya mereka malah tersesat di dalam hutan tersebut. Lalu Putri berhenti dan duduk sejenak.


“Sudahlah Put, ini salah kita juga yang gak memberi tahu, pastinya mereka pergi mencari kita. Yang jelas kita musti segera menemukan desa terdekat dan meminta pertolongan warga!!” ujar Andi sambil mendekat.


“Betul yang dikatakan Andi, Put, kita gak bisa melawan mereka karena mereka sangat jahat. Mamah juga capek, tapi kita musti menjauhi mereka dan meminta tolong penduduk terdekat.” Soffie ikut merayu Putri agar ia tidak mengeluh dan mau terus berjalan, tangannya mengelus kepala Putri.


“Tapi mah, kita harus jalan ke mana? Dari tadi kok gak ketemu desa, apa jangan-jangan kita tersesat!!” jawab Putri.


“Iya juga sih, Ndi, apa benar kita tersesat!!??” tanya Soffie pada Andi.


“Gak tau mah, yang jelas kita ikuti saja jalan setapak ini, pasti nanti juga ada ujungnya!!” meskipun dalam hati Andi membenarkan perkataan Putri, tapi ia tak peduli, dan meneruskan perjalanan, mendahului mereka.


“Tapi Ndi, Putri haus. Bisakah kita istirahat sebentar??”


“Jika ketemu mata air, kita beristirahat sejenak!!” janji Andi agar Putri mau kembali berjalan, lalu mereka pun meneruskan perjalanan tak tentu arah.





--- oOo ---​





Di tempat lain….


Surya bersama rombongannya sedang dalam perjalanan menuju tempat dimana Sofie disekap. Dan selama perjalanan itu, Asih tak lepas memeluk Surya, dirinya merasa nyaman berada dalam pelukan suaminya sehingga sedikit demi sedikit bisa menghilangkan trauma yang ia rasakan.


“Bang..!!” Iwan yang sedang duduk di bangku depan memulai percakapan tanpa menoleh Surya yang duduk di belakang.

“Ada apa kamu, Wan?” jawab Surya.

“Saya minta maaf…!!” lirihnya.

“Minta maaf buat apa?” kembali bertanya.


“Minta maaf jika saya tidak melakukan suatu tindakan, kenyataannya keberadaan saya di sini tidak berguna. Semua telah abang bereskan, sedangkan aku hanya diam berpangku tangan menyaksikan abang bertindak!!” ternyata yang dipikirkan Bang Iwan selama ini adalah karena ia merasa belum cukup berkontribusi menyelamatkan keluarga Surya.


Surya melepas pelukan Asih lalu bangun dari sandarannya, dan menyondongkan tubuhnya untuk mendekati Iwan.


“Dengan hadirmu di sini, menjaga dan memberi perlindungan untuk keluargaku, itu sudah cukup Wan. Belum lagi semua info yang kamu dapat itu sangat berguna sekali. Dan lagi, aku gak mau kamu bertindak ceroboh sehingga bertindak melawan hukum. Jadi, tetaplah kamu di samping aku, menjaga semua keluarga aku. Dan untuk itu semua, aku berterima kasih banyak!!” ujar Surya sambil menepuk pundak kanan Bang Iwan.


“Terserah abanglah, yang jelas aku pasti akan membantu abang melindungi semua keluarga abang.” meskipun hatinya tenang mendengar perkataan Surya tapi ia tetap bertekad untuk menghabisi nyawa orang-orang yang telah mengganggu sahabat beserta keluarganya ini.


“Nang, berhenti di depan!!” tiba-tiba Bang Iwan menyuruh Nanang menghentikan mobilnya. Setelah berhenti, Bang Iwan langsung turun dan menghampiri orang yang tengah berdiri di samping mobil angkot.


“Brandy, ngapain lu di sini? Trus si Jimmy ama anaknya Bang Surya di mana?” ia menyapa anak buahnya yang sedang mengisi bensin mobil angkotnya dengan peluh yang membasahi seluruh badannya.


“Duh bang, gue ngikutin mereka yang membawa salah satu istri Bang Surya, eh gak taunya ni angkot mogok karena kehabisan bensin, mana jauh lagi cari bensinnya. Mereka sih masih di sana, gue yang disuruh Jimmy ngikutin mereka dan apesnya yah gini.” Brandy menjawab polos dalam kagetnya, dia gak menyangka kalau akan bertemu dengan Bang Iwan di tempat ini.




“Trus yang lu ikuti ke arah mana perginya?” tanya Bang Iwan serius, meskipun dalam hatinya merasa ingin tertawa melihat kelakuan anak buahnya yang sedikit oon.


“Lah abang ini gimana?? Mana gue tau, dah tau mobil mogok, masa harus gue kejar sambil berlari, cape bang!!” sekali lagi Brandy memasang mimik tanpa dosa, yang dibalas oleh gelengan kepala Bang Iwan.


“Haha… Sudahlah, Wan, kasian dia. Lihat tuh wajahnya sudah merah begitu.” tiba-tiba kepala Surya nongol dari jendela mobil.


“Lah itu.. Bang Surya dan ehh.. itu kan wanita yang tadi dibawa mereka.. kok bisa ada sama kamu, bang!!??” tanya Brandy pada Bang Iwan sambil melongo melihat wanita yang ada di samping Surya.


“Hadeuh… lu tuh oon gak ketulungan. Dah.. ayo aku ikut kamu, pandu kita ke tempat si Jimmy berada, gue ikut lu!!” sambil menarik Brendy.


“Bentar, bang, gue belum bayar bensinnya hehehe.. Bayarin yah ama abang, gue habis duit nih.” ujar Brandy sambil nyengir kuda, dan mereka pun tertawa melihat kekonyolan si Brandy.


Tak lama kemudian Brandy pun memandu Surya beserta rombongannya menuju tempat persembunyian para penyekap Soffie.




--- oOo ---​





Sementara itu, di tempat Anton dan rombongannya…



“BERHENTI SEMUANYA..!!” suara nyaring lelaki berpenampilan jawara membuat semua anak buahnya mundur, begitu juga Anton dan kawan kawannya.


“Ternyata bener, kalian terlalu berani dan sangat bodoh berani melawan kami.”


“Apapun yang terjadi kami akan tetap maju, jadi mohon maaf sekiranya akang mau memberi jalan untuk kami!!” timpal Dai dari belakang Anton.


“Huahahaha…!!! Juned apa ini salah satu tangan kanan kamu yang kamu ceritakan, yang akan membantu sahabatnya anak dari seseorang yang kau hormati!!” tawa orang itu.


Leres kang Tatang, dia adalah Badai, nama panggilannya Dai. Dia bersama teman-temannya pasti datang ke sini untuk membantu sahabatnya yang bernama Anton, anak dari sahabatku. Dia adalah orang yang baik.” tiba-tiba sosok Bang Juned muncul di antara kerumunan anak buah lelaki tersebut yang ternyata bernama Tatang.

“Bang Juned!!!” mereka serempak berseru, terkejut melihat sosok Bang Juned yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.


“Hahahaha… sangat menarik aing, resep nu kieu (saya suka sekali dengan ini). Persahabatan itu tak hanya dalam kesenangan, tapi dalam kesusahan pun yang namanya sahabat pasti akan selalu ada!! Bukan begitu, Ned?” ujar Tatang.


“Iyah kang, saya ucapkan terima kasih atas bantuan akang ini!!”

“Bang, maksud abang apaan? Sejak kapan abang ada di sini?” tanya Dai.


“Begitu gue tahu kalian pada mau kes ini, gue langsung kemari untuk minta bantuan Kang Tatang. Kang Tatang ini adalah sepupu akang sekaligus teman seperguruan abang waktu belajar pencak silat di sini!!”

“Haha.. Juned.. Juned.. maneh mah angger mun aya masalah pasti larinya ka akang!!” (Juned.. Juned seperti biasa kalo ada masalah kamu larinya pasti ke akang). ujar Kang Tatang yang sepertinya sudah mengerti akan sifat sepupunya ini.

“Sebelumnya makasih kang, sudah mau membantu kami, tapi kenapa musti dengan cara ini salam perkenalannya??” tanya Sakti.

“Huahahaha.. akang pengen tahu nyali dan kemampuan kalian, dan ternyata kalian bener-bener gila. Hahaha!!”


“Makasih kang, tapi bolehkah kami melanjutkan perjalanan kami, kami tak mau terlambat karena di sana ada seseorang yang betul-betul butuh bantuan kami.” ujar Anton membuat Kang Tatang diam sejenak.


“Kamu tak mengenal wilayah itu, dan tak mengenal baik orang yang akan kamu lawan!!” ujar Kang Tatang, membuat kelima sahabat itu saling pandang satu sama lain, tak mengerti maksud dari perkataan Kang Tatang.


“Kalian di sana bukan hanya menghadapi seorang perwira polisi yang brengsek, tapi juga musti menghadapi jawara-jawara yang dibayar oleh polisi ini!!” papar Kang Tatang.


“Apa kang Tatang mengenal mereka?” tanya Anton.


“Yah… akang sangat mengenal mereka karena memang mereka adalah anak buah akang yang sembunyi-sembunyi telah menerima tugas tanpa seizin akang.” ujar Kang Tatang.

“Maka dari itu, gue langsung meminta tolong Kang Tatang karena pasti kita akan menghadapi teman-teman Kang Tatang ini.” ujar Bang Juned.

“Sudah.. gak usah dipikirkan, biar akang yang akan mengurus dan menghadapi mereka!! Kalian fokus pada tujuan kalian, sekarang kalian pergi duluan, biar akang bersama Juned menyusul, gak sampe satu jam kalian pasti sudah sampe di sana.” ujar Kang Tatang.


“Baiklah kang. Kalau begitu kami berangkat duluan.” ujar Anton.


Setelah berpamitan Anton dan kawan kawan pun melanjutkan perjalanan menuju tempat persembunyian Hendrik.




--- oOo ---​






Di tempat lain….


Jaki yang baru siuman dari pingsannya, dengan tubuh serta wajah berlumuran darah, langsung menyadari bahwa Soffie sudah tak ada lagi di dalam ruangan itu. Dengan sempoyongan, ia pun turun dan melempar TV dengan asbak hingga pecah.


Praaannnnggg!!!


“BRENGSEK!!! GARA-GARA LU, MUSUH BISA MASUK DAN LOLOS DARI PENGAMATAN LU!!” maki Jaki pada orang yang sedang anteng berjoget. Lelaki itu kaget seketika karena tiba-tiba ada orang yang melempar TV dan menghardiknya. Ia pun semakin kaget ketika melihat wajah Jaki berlumuran darah. Beberapa temannya yang sejak tadi sedang asik ngobrol di depan pun langsung berdatangan karena mendengar keributan di dalam.


“ANJING KALIAN SEMUA!!! CEPET KEJAR SI SOFFIE, DIA KABUR!!!” perintah Jaki, membuat mereka gelagapan karena baru mengetahuinya.


Akhirnya mereka berenam bergegas keluar rumah untuk mengejar Soffie. Namun begitu tiba di halaman, mereka melihat iring-iringan mobil yang berhenti persis di depan rumah. Tak lama kemudian segerombolan polisi dengan senjata lengkap turun dan dengan cepat merangsek masuk.


“ANJING!!” maki Jaki sambil mendorong salah seorang rekannya, lalu berlari ke dalam rumah menuju pintu belakang.


Ketika melihat pintu belakang terbuka, Jaki langsung berpikir bahwa Soffie melarikan diri melalui pintu tersebut.


“Jak, ayo cepat kita kabur!!!” tiba-tiba salah seorang rekannya mendahului Jaki melarikan diri, dan mereka pun berlari ke dalam hutan.




--- oOo ---​





Beberapa saat sebelumnya…


“Komandan, saya kira ini desa yang kita tuju.” ujar Kang Jajang yang memang mengikuti Kombes Virgous.


“Yah.. menurut info, memang desa ini, tapi lokasi rumahnya kita belum jelas!!” ujarnya.


“Komandan, lihat itu dia adalah teman kita!!” ujar Kang Jajang sambil menunjuk Jimmy yang sedang celingukan di perempatan jalan desa seperti sedang mencari sesuatu.


Rombongan mobil Kombes Virgoust pun berhenti di samping Jimmy.


“Jim.” panggil Kang Jajang pada Jimmy.




“Eh Kang…” tanpa basa-basi dan perintah, Jimmy langsung naik ke dalam mobil.


“Pak polisi cepet, saya kehilangan putri bang Surya. Saya takutnya mereka tertangkap, makanya saya mencari bantuan. Untungnya kalian datang!!” sambil tersengal-sengal Jimmy menceritakan semua kejadiannya, dengan rasa sesal karena telah kehilangan Putri.


“Sudahlah, sekarang kamu tunjukan tempatnya, kita musti cepat bergerak.” ujar Kombes Virgoust.


“Ayo pak, lurus saja pak, gak jauh dari sini, palingan sekitar 1 kilometer lagi.” jawab Jimmy.


Kombes Virgoust memerintahkan anak buahnya agar langsung beraksi dengan cepat menuju sasaran untuk melakukan penggerebekan.


Tak lama kemudian, akhirnya mereka sampai di tujuan. Ketika mereka berhenti di depan villa, nampak anak buah Hendrik berlarian keluar rumah dalam keadaan bingung dan panik. Sebanyak 15 orang anak buah Kombes Virgoust pun langsung bergerak cepat turun dari dalam mobil.


“ANGKAT TANGAN!! JATUHKAN SENJATA!!!” sambil menodongkan senjata. Salah satu dari mereka mendorong rekannya agar menghalangi laju polisi hingga terjatuh, lalu ia berlari ke dalam rumah diikuti oleh satu orang lainnya. Sedangkan sisanya seperti tidak menyangka akan digerebek secepat ini, sehingga mereka hanya bisa terperangah. Todongan senjata para polisi membuat mereka tak berkutik dan tak mampu memberi perlawanan. 4 orang anggota komplotan Hendrik pun berjongkok dan langsung diringkus oleh petugas.

“KALIAN BERENAM SISIR SEMUA TKP!” perintah Kombes Virgoust, sambil mengamati situasi di sekelilingnya.


Kang Jajang yang sedari tadi mengamati penggerebekan dari dalam mobil, matanya menangkap dua sosok yang melarikan diri ke arah hutan. Tanpa banyak bicara, ia langsung keluar dari dalam mobil untuk mengejar dua orang yang hendak melarikan diri tersebut.


“Jim, kamu ikut aku!” ajak Kang Jajang. Jimmy pun sigap mengikuti Kang Jajang berlari ke dalam hutan, meninggalkan Kombes Virgoust.


“LAPOR NDAN, KAMI TELAH MENYUSURI SEMUA POJOK RUANGAN DAN KAMI TIDAK MENEMUKAN SANDERA. TAPI KAMI MENEMUKAN GUDANG PEMBUATAN NARKOTIKA DENGAN BARANG BUKTI YANG SANGAT BANYAK!!” salah satu anak Kombes Virgoust melaporkan hasil penyisirannya. Ternyata villa ini merupakan pabrik pembuatan Narkotika kelompok Hendrik.


Kombes Virgoust pun mendekati keempat orang yang sudah diringkus anak buahnya.




“KATAKAN DI MANA SANDERA BERADA??” dengan sedikit intimidasi agar mereka berbuka suara, dan akhirnya…


“Kkkaamii tiddaaak tauuu paak, ddiiiaa taadi melarikaan dirii, dan kami tidak tau kkemana!!” jawab salah seorang dari mereka.


“BAWA MEREKA SEMUA KE MARKAS DAN SEBAGIAN LAGI TEMANI AKU UNTUK BERJAGA DI SINI!!” ujar Kombes Virgoust.


Tiba-tiba ia melirik ke arah mobil dan menyadari bahwa sosok Kang Jajang sudah tidak ada. Sambil memandang ke arah hutan, tanpa pikir panjang ia memberi perintah.


“KALIAN BERDUA IKUTI AKU, AYO CEPAT!! SISANYA BERJAGA DI SINI.” ujar Kombes Virgoust sambil berlari ke arah hutan dan diikuti oleh dua orang anak buahnya.




--- oOo ---​







Dua jam sebelumnya di sebuah bangunan bak istana, lengkap dengan para penjaganya, tetapi yang terlihat bukan penjaga yang berpakaian layaknya seragam security pada umumnya, tapi semuanya berpakaian layaknya jawara-jawara tempo dulu.


Tiiiiitttt…!!!


Sebuah mobil model SUV memasuki gerbang, seluruh penjaga langsung menyambut dan membukakan pintu gerbang layaknya menyambut seorang pemimpin yang sangat diagungkan. Dua orang seperti tetua membukakan pintu mobil, dan turunlah Hendrik dengan menyeret tubuh Renata dengan mulut yang tersumpal kain.


“Mana Rini istriku?” tanya Hendrik tiba-tiba.

“Euuuu aaannnuuu booosss.. dia sedang melayani euuu…” jawab salah seorang dari mereka dengan gugup.


“Bawa dia ke ruangan atas!” perintah Hendrik sambil mendorong tubuh Renata. Lalu ia berjalan mencari istrinya. Salah satu orang kepercayaan Hendrik mencoba menjelaskan pada Hendrik, yang pada akhirnya Hendrik melihat sosok istrinya yang sedang digauli oleh salah seorang rekan bisnisnya.


“Pli…!! Ceng..!!” teriak Hendrik pada dua orang kepercayaannya. Teriakan itu membuat lelaki yang sedang mengauli istrinya tersentak kaget, lalu buru-buru mencari pakaiannya yang tercecer. Sedangkan istrinya tak bereaksi, ia hanya diam dengan wajah yang nanar tanpa ekspresi, seperti tak peduli pada kehadiran suaminya, juga pada tubuhnya yang sedang telanjang.


“Gue dah bilang, kalau lu mau make bini gue, lu bilang dulu ke yang punya!!”

“Ehh.. iiyyaa booss.. ini.. anu boss. Dia calon pelanggan baru boss.. dan dia mau.” terang Kipli.




“Gue bilang kalo mau pake bini gue musti izin gue.. bukan begitu.” pernyataan Hendrik membuat Kipli mengeluarkan keringat dingin tanpa sanggup menjawab.


Doooooor….!!!


Tanpa banyak bicara, Hendrik langsung menembak kening kipli.


Bruuuug..!!!


Tubuh Kipli pun ambruk dan nyawanya melayang seketika. Darah segar pun memancur dan mengalir dari lubang di dahinya. Keadaan Kipli membuat lelaki yang tadi menggauli istrinya menggigil ketakutan. Ia malah bersembunyi di balik tubuh Rini, istri Hendrik. Hendrik lalu mendekati lelaki itu.


“Siapa yang memberi izin kamu meniduri bini gue..??” tanya Hendrik.


“Euuuu.. euu..” lelaki itu tak menjawab, tapi malah memandang sekelilingnya untuk meminta bantuan orang yang ada di sekitarnya, tetapi tak seorang pun yang mau membantu.

“Sekali lagi, siapa yang memberi izin..??” bentak Hendrik.

“Dddiiiaaaa… bbooosss!!” tunjuknya ke arah tubuh Kipli.

“Maksud lu mayat itu yang ngasih izin!!” dijawab dengan anggukan dan…


Dooooorrr!!


Lelaki itu seketika meregang nyawa, di samping tubuh Rini istrinya. Tapi anehnya, Rini seperti tidak peduli, ia tetap bersikap dingin dengan saat melihat suaminya membunuh dua orang di hadapan mata kepalanya sendiri.


Kemudian Hendrik berbisik pada istrinya, “Meskipun lu Lonte gue, tapi semua tetep seizin gue!! Ngerti lu??” sambil sedikit mengenggam keras lengan Rini.

“Dan lu harus inget.. status lu adalah BINI GUE..!!! Ngerti?? Dan lu mesti tahu apa yang menjadi tugas seorang bini jika lakinya pulang ke rumah!!?” Rini tak menjawab dan hanya terdiam.

“Jaawwaabb!!! Ngerti gak???”

“Menngeerrti.” jawabnya lemah.


Tiba-tiba penjaga yang tadi membawa Renata telah kembali.


“Lapor boss, cewek yang dibawa boss sudah sadar dan dia terus meronta dan berteriak.” ujar seorang lelaki berkumis baplang dan bergelang hitam layaknyaknya seorang seorang jawara.


“Hahaha, seperti biasa, di awal mereka berteriak minta dibebaskan, tapi lama-lama juga mereka berteriak minta dientot lagi. Hahaha!!” tawa Hendrik diikuti yang lainnya.


“Lu ngapain lagi istri begooo?? Dari tadi cuma diem..!! Sudah tahu suaminya datang, cepat kamu siapkan air dan persiapkan bak mandi. Gue mau mandi dulu sebelum mencicipi seorang perawan lagi!!” ujar Hendrik tanpa peduli pada wajah lelah wanita yang dinikahinya ini.


“Ttapi mas, nntar bboleh kan Rini pulang dulu sebentar, Rini kangen ayah dan ibu.” pintanya. Rini, istrinya, adalah anak dari ayah angkat Hendrik yang telah membiayai dia sekolah hingga masuk ke Akpol.


“Rini.. Rini.. bego amat lu!! Ketika gue nikahin lu, itu artinya lu udah sepenuhnya jadi milik gue, jadi lu musti nurut ama gue..!! Sudah sono cepetan siapin kamar mandi.. trus kalo udah siap, lu layani teman gue sampe puas, atau kamu lu mau supaya gue bunuh dulu orangtua lu??? Plaaaakk!!” ujar Hendrik sambil melempar sepatunya ke arah tubuh Rini. Tanpa banyak bicara karena ketakutan, Rini langsung berlari untuk melaksanakan perintah Hendrik.


“Hahaha.. dasar Rini.. lu memang bego, persis kayak orangtuamu yang mudah dimanfaatkan. Hahaha!!” ujar Hendrik.


Hendrik memang pernah bersandiwara dan memohon pada orangtua Rini untuk menikahi putri mereka. Padahal tujuan utamanya menikahi Rini adalah agar ia bisa menguasai harta keluarga Rini. Setelah menikah, Hendrik menguras seluruh harta keluarga Rini hingga mereka jatuh miskin. Sejak itu pula, ia menjual tubuh istrinya untuk dinikmati oleh relasi atau rekan bisnisnya, dengan ancaman Hendrik akan membunuh orangtua serta keluarganya jika Rini menolak. Tentu saja Rini tidak bisa melawan, dan akhirnya mengikuti kemauan suaminya ini. Kini sudah 10 tahun Rini terjerat penderitaan demi memuaskan ambisi duniawi suaminya, rasa jenuh dan dendam makin menumpuk dalam hatinya, dan tinggal menunggu waktu untuk menuntaskannya.




--- oOo ---​




“Ndi, istirahat dulu sebentar yah, Puput dah capek dari tadi lari terus.. haaa!!” ujar Putri dengan langkah gontai di belakang Andi.

“Put, kita belum jauh dari musuh, takutnya mereka bakalan nyusul mengejar kita.” jawab Andi.


“Tapi Puput udah gak kuat, tuh mamah juga kecapaian!!” jawab Putri yang masih terengah-engah sambil menunjuk Soffie yang berjalan di samping putrinya tanpa banyak bicara.


“Liat tuh Ndi, itu ada mata air dan ada dangaunya juga, kita istirahat dulu sebentar yah. Puput pengen minum dulu!!” ujarnya memelas membuat Andi tak tega. Mau tak mau, Andi pun mengalah, hingga mereka pun berhenti di mata air untuk melepaskan lelah.


Setelah beristirahat selama beberapa menit, “Put, mah, ayo kita lanjutkan, Andi takut kalau mereka keburu nyusul kita!!” ajak Andi.


“Ayo Put, kita jalan lagi!!” ujar Soffie.


“Ndi, bisa gak kita istirahatnya lamaan dikit, dah tau kita cape!!” ketus Putri.


“Put, bukan Andi gak ngerti, tapi kalau mereka berhasil ngejar kita, urusannya bisa lebih berabe dan lebih cape, kamu mau kita tertangkap?”


“Bodo amat yang jelas Putri cape..!!” cemberut Putri.


“Put jangan gitu, kita ikutin apa kata Andi.” bujuk Soffie.


“Tolong kali ini dengerin aku, Put.” ujar Andi.


“Bodo..!!” ketus Putri, Andi hanya mengeleng-gelengkan kepalanya melihat keras kepalanya Putri, saat dia akan berjalan menuju Dangau, tiba-tiba…


Dooooorrrrr..!!!


Arrgggghhhhh..!!!! Seiring jeritan Andi, tubuhnya langsung ambruk.


“Anndiiiiii..!!” jerit Soffiie, hanya Putri yang molongo melihat Andi ambruk seketika.


“Maaaahhh lllaaarrriii… baawaa Ppuuttri.” dengan suara lemah Andi memerintah Sofiie untuk lari. Tanpa banyak tanya, Soffie menarik tangan Putri untuk lari.


“Ayooo Putt cepet lari!!” ujar Soffie.


“Aanndi mah.” sambil menunjuk Andi yang terkapar. Rasa sesal menyelimuti hati Putri, jika saja ia mau mendengar perkataan Andi, tak mungkin Andi tertembak.


“Ayoooo!!”


“bos Jaki, tembakan lu bener-bener mantap, bisa-bisanya langsung mengenai sasaran padahal cuma pake pistol standar haha.” ujar Rais nama orang yang kabur bersamanya.


“Gue gak peduli, yang jelas ayo kejar mereka, mereka itu modal hidup kita..!!” ujar Jaki.


Jaki dan Rais pun mendekati tubuh Andi yang sudah terkapar karena tertembak pada pundaknya. Lalu Jaki menginjak paha Andi sekerasnya hingga Andi menjerit menahan sakit.


“Cepat panggil temanmu kalo gak..!!” ancam Jaki, hanya Rais yang mencari jejak kemana Soffie dan Putri melarikan diri.


“PPUUUUTTRRRRIII.. LLAAAARRRIIII… YAAAANNGG JAAAUUHH.” teriak Andi tanpa memedulikan tubuh dan nyawanya.


“Dasar Brengsek lu, susah bener diajak kerjasama.” Jaki pun mengambil ancang-ancang untuk menginjak kaki Andi, tapi tiba-tiba..


Buukkk..!!! Heuugghhh..!!! Tubuh Jaki terjerembab ke atas tanah.


“Siapa kauu?” ujar Jaki bangun sambil berbalik dan menodongkan senjata pada seseorang yang telah menghajarnya


Plaaakkk!!! Sebuah hantaman kayu dari arah samping membuat pistol digenggaman Jaki jatuh. Sementara itu, Rais merogohkan tangan ke dalam pakaiannya untuk mengeluarkan pistol, tapi sebuah tendangan yang sangat cepat menghantam tangannya, membuat pistol yang akan arahkannya terlepas.


“Baaang Jiimmy, kemana aja?? Cepet tolongin Putri.” lirih Andi ketika melihat sosok yang menghantam tangan lelaki yang menembaknya.


“Tenang, lu gak usah khawatirin mereka, gue pengen bikin perhitungan nih ama orang yang berani-beraninya nembak lu!!” ujar Jimmy, aura wajahnya berubah dingin. Lalu ia mendekati Jaki yang sedang meringis sambil memegangi tangannya yang mengeluarkan darah akibat hantaman kayu. Jaki hanya meringis dan melangkah mundur, dan tanpa basa-basi Jaki pun langsung kabur.


“Haaaa.. Wanjiiir anjinggg.. jangan kabur lu.. ngehe lu…!!” ujar Jimmy sambil berjalan tak menentu antara mau mengejar atau tidak, tapi akhirnya dia memilih mengejar. Tanpa disadari, di balik kebengisan Jimmy, masih ada pula kekonyolannya.


Tiba-tiba Kang Jajang muncul dan langsung menghardik yang baru bisa bangkit lagi.


“Ayeuna mah tinggal duaan, sok mun wani mah kaluarkeun jajaten anjeun (sekarang tinggal kita berdua, silahkan kalo berani keluarkan ilmu kedigjayaan kamu).


“Aahh banyak bacot.” ujar Rais,

Tinjuan tangan kanan Rai mengarah pada pelipis Kang Jajang tetapi dengan mudahnya Kang Jajang menepisnya. Plak.. buggg.. lalu diikuti sikut kanan mengarah pada pipi Rais.


Mendapatkan serangan balasan dari Kang Jajang, nyali Rais menjadi ciut. Ia mundur beberapa langkah lalu mengambil ancang- ancang untuk menerjang Kang Jajang.


Hiiiaaattt….. huuuppp..!!! Terkaman Rais langsung disambut dengan cekalan tangan Kang Jajang pada pergelangan tangannya. Dengan cepat Kang jajang membungkukkan badannya dan dengan topangan tubuhnya, ia membanting tubuh Rais ke arah aliran air.


Brruuggghhh…!!! Rais pun langsung bangkit tetapi saat akan bangun…


“ANGGKATT TANGAN…!! , ANDA SUDAH TERKEPUNG MENYERAHLAH!!”


Ujar Virgoust yang tiba-tiba muncul sambil menodongkan pistolnya. Ia diikuti oleh 3 orang anak buahnya yang bersenjatakan laras panjang. Akhirnya Rais pun menyerahkan diri.


“Eeeeeuuuu dasar anjing lu, beraninya cuma waktu pake seragam, gak taunya nyali lu segede ati ampela.” tiba-tiba terdengar suara Jimmy yang sedang memaki sambil meyeret tubuh Jaki sudah berlumuran darah segar pada wajahnya.


“Annnnndddiiii!!!” di belakang mereka muncul Putri dan Soffie. Keduanya mendekati Andi yang sedang ditangani pengobatan darurat oleh salah seorang polisi.


“Anddiiii huuuuhuuu… maafiiiin Puttriii.. huuuu.” Putri menangis keras menyesali tindakannya yang berakibat fatal ini.


Sewaktu Soffie dan Putri hendak melarikan diri, mereka mengintip dari semak-semak. Mereka mengurungkan diri untuk lari ketika melihat ada yang datang menolong Andi. Soffie malah menjegal Jaki saat dikejar Jimmy. Saat melintas di tempat persembunyiannya, Soffie memukul wajah Jaki dengan sebatang kayu hingga terjungkal lalu diringkuslah Jaki tanpa bersusah payah.


“Sudaaah.. suudahh.. yang penting kamu ama mamah dah aman, lagian Andi juga gak papa!” lirihnya Andi sambil tersenyum menahan rasa sakit. Hal itu membuat Putri semakin merasa bersalah melihat senyum Andi.


“Sudah dong senyum lagi.. mana Putri yang ceria itu!! Lirih Andi meledek.


“Huuuuuuuhuu Aannddiiiiii!!” Putri terus menangis tanpa tahu apakah itu adalah tangis penyesalam atau kebahagiaan, hanya Putri yang bisa merasakannya dalam hatinya.






Bersambung ke part 5
 
Terakhir diubah:
Part 5 (End)




“Uummppp…ummmmpp.. umm…” dengan mulut masih disumpal sapu tangan, Renata meronta-ronta mencoba melepaskan diri. Ia telah sadar dari pingsannya sejak dalam bopongan anak buah Hendrik.

“DIAM!! KALO KAMU MASIH PENGEN HIDUP JANGAN MELAWAN!” hardik lelaki itu dengan sedikit menjambak rambut Renata.

“Hmmppp… hmmmpp.. hmmmp…” Renata hanya menangis menahan sakit.

Renata dibawa ke bagian belakang dari bangunan yang terletak di lantai 3, menuju sebuah ruangan yang dijaga ketat dan harus melewati 6 sekat terali besi yang mirip sebuah sel. Di dalam setiap sel dikurung satu orang wanita muda.

Renata memperhatikan setiap wanita muda yang ia lewati. Nampak wajah mereka kusam dan rambut mereka kumal, dengan pakaian yang bisa dikatakan tidak layak dipakai. Mereka hanya memakai daster tipis yang robek tanpa memakai pakaian dalam, membuat lekuk tubuh mereka terpampang. Melihat anak buah Hendrik membopong Renata, mereka seperti ketakutan dan langsung meringkuk di ujung ruangan, ada juga yang langsung merintih dan menangis.

“Hahaha lu beruntung, gadis manis, tidak bernasib seperti mereka. Lu akan tinggal di kamar mewah penuh dengan fasilitas.” Kekeh anak buah Hendrik yang membawa Renata.

Renata dibawa ke sebuah kamar Lux mirip kamar hotel Bintang 5, lengkap dengan fasilitas mewah di dalamnya. Sebuah ranjang king size telah dipersiapkan dan ditata layaknya ranjang pengantin baru. Tapi ada sesuatu yang berbeda dari kamar pada umumnya, yaitu hampir sekeliling dinding kamar dibuat transparan, alias terbuat dari kaca sehingga bisa langsung melihat ke arah kaki gunung, yang menyuguhkan hamparan pemandangan laut. Begitu pun kamar mandinya terbuat dari dinding kaca. Semuanya didesign sedemikian rupa sehingga siapapun yang tidur di dalamnya seolah sedang berada di alam terbuka.

Lelaki itu menghempaskan tubuh Renata di atas ranjang, dan langsung membukan sumpalan pada mulutnya. Tiba tiba…

“TOOOOOLLLOOONNGGGG!!!” jerit Renata meminta pertolongan.

“Huahahaha… silahkan kamu menjerit sepuas-puasnya, tak akan ada yang mau mendengar dan membantu kamu, nona manis. Dari pada kamu menghabiskan tenagamu dengan teriak, lebih baik kamu simpan untuk malam pertamamu dengan boss Hendrik, ya cantik!!” ucapnya disambung tawa yang membuat Renata merinding.

“Pakk, tolong lepasin saya. Bapak mau apa saja pasti akan saya penuhi, tapi tolong biarkan saya pergi dari sini!!” rayu Renata sambil beringsut menjauhkan dirinya dari lelaki yang sedang menatapnya dengan mesum.

“Hmmm.. OK, tapi aku mau supaya kamu layani saya sekarang, baru saya akan pikirkan!!” ujar lelaki itu sambil membuka celananya, membuat Renata ketakutan. Lelaki itu langsung menerkam Renata dan menindih tubuhnya.

“BRENGSEK KAMU, BOIM!!! APA KAMU MAU SAYA LAPORKAN PADA BOSS HENDRIK???” tiba-tiba terdengar suara wanita menghardiknya.




--- oOo ---



Sementara itu…



“Net, gantian gue yang nyopir dong, kaki gue pegel nih dari tadi ditekuk mulu.” tiba-tiba Anton membuka pembicaraan memecah keheningan dalam mobil. Yah semenjak kejadian penghadangan oleh Kang Tatang, sisi sifat dasar manusia akan ketakutan pun mulai muncul membayangi keberanian nyali kelima sahabat ini. Mereka mulai hanyut dalam pikiran masing-masing, memikirkan tentang kemungkinan terjadinya pertumpahan darah, dan juga dampaknya di kemudian hari.


Mobil pun berhenti. Sakti pun pindah ke belakang, sedangkan Anton menggantikan posisinya dengan duduk di belakang stir. Dai yang semula duduk di belakang pindah ke depan, dan posisinya ditempati oleh Sakti. Dan perjalanan pun dilanjutkan.


“Dai… Net… Bim… dan lu Kebo… Gue sebelumnya berterima kasih banyak atas semua bantuan kalian hingga saat ini.” ujar Anton sambil mengemudi.


“Maksud lu apaan, Cing?” kepala Guntur nongol di antara Dai dan Anton.


“Hmm.. kagak kenapa-napa, cuma…” jawab Anton sambil tersenyum dingin seperti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.


“Cuma..??” lanjut Onet alias Sakti tidak sabar.


“Kalian tahu, kita akan menghadapi musuh yang licik dan jahatnya luar biasa, aku harap kalian pikirkan kembali niatan membantuku. Aku gak mau kalau masalah ini akan mengganggu masa depan kehidupan kalian!!” jawab Anton, sambil menerawang menatap jalanan di depannya.


“Maksud lu ngomong kayak gitu apaan?” timpal Bima di belakang Anton.


“Sudahlah, kalian gak usah pikirin omongan gue, yang jelas nanti di sana jangan melakukan tindakan konyol yang bisa merugikan kalian.” jawab Anton sambil tersenyum kecut karena merasakan keperihan hatinya.


“Cing, gue tau apa yang lu pikirkan. Gue akui, tadi gue memang sempat gentar dan terus kepikiran ketika berhadapan dengan anak buahnya Kang Tatang tadi. Tapi sekarang tekad gue udah bulat, apapun yang terjadi, kita akan tetep bantu lu!! Karena …..” ujar Dai.


“KITA ADALAH SAHABAT!” serempak keempat sahabat berteriak mengucapkan slogan persahabatan mereka, untuk menyatukan tekad sekaligus menghilangkan kekhawatiran yang Anton rasakan.


Anton hanya terdiam sebentar, lalu ucapnya, “Baiklah jika itu mau kalian. Karena musuh kita kali ini adalah kelompok orang yang beranggota banyak, nanti aku harap kita gak usah berpencar, kita merangsek bersama-sama. Dai.. dan lu Bim, kalian entar ikuti gue untuk membuka jalan, dan lu Net ama si Kebo, kalian menjadi backup untuk menghadang orang yang akan menerjang kita dari belakang. Ini rencana gue, meskipun gak matang tapi ini satu-satunya cara agar kita bisa merangsek maju untuk menyelamatkan Renata.” ujar Anton menerangkan rencananya.


Tiiin…tin…!!!


Terdengar bunyi klakson dari arah belakang. Mereka pun melirik ke belakang, terlihat mobil jeep membuntuti mereka, di dalamnya ada Kang Tatang dan Bang Juned. Di belakang mereka beriringan beberapa truk yang berisikan para jawara yang menyertai mereka. Melihat hal tersebut, Dai pun tersenyum.


“Gue setuju dengan rencana lu, Cing, bagaimana pun lu adalan pemimpin kita!!” ujar Dai sambil menepuk pundak Anton, dan diiyakan oleh yang lainnya.


Terima kasih teman, Mut tunggu aku, aku kan datang menjemput kamu.” lirih Anton, tak terasa air mata menetes di sudut matanya.




--- oOo ---



Sementara itu di lokasi berbeda…



“Pahh.. huuuuhuuu…” Begitu melihat ayahnya, Putri langsung berlari dan memeluk Surya.


“Mas….” seru Soffie sambil ikut memeluk suaminya.


Asih pun ikut memeluk mereka dan sama-sama menangis. Bukan hanya kedua istri dan putrinya yang menangis, bahkan Surya pun berlinang air mata karena rasa haru dan bahagia.


“Maafkan mas karena datang terlambat!!” lirih Surya.


“Gak mas, mas dah nolong Soffie..!!” sambil terisak dan membenamkan wajahnya.


“Kang, apa ini sudah berakhir?” tanya Asih.


“Hmm belum sih, jika otak pelakunya masih belum tertangkap! Tapi akang akan mengakhiri semuanya sampai tuntas. Akang janji, gak akan lagi ada orang yang akan menyakiti orang-orang yang akang sayangi.” ujar Surya sambil mencium kepala kedua istrinya.


“Huuuuhu paaaaahh.. Andi gimana pah..?? Ini salah Puput gak mau ngedenger apa kata Andi huhu..” Putri menangis keras.


“Dah kamu gak usah khawatir, Andi gak apa-apa, dia kuat. Lagian Bang Iwan udah membawanya ke rumah sakit terdekat!!” jawab Surya sambil mengelus Putri.




“Duh anak ibu segitunya pada kekasihnya.” ledek Asih sambil tersenyum dalam tangisnya, begitu juga Soffie.


“IIhhhh.. ibu apaan sih.. wajar kan kalo Puput khawatir ke saudara sendiri.” ketus Putri sambil cemberut, lalu ia pura-pura mengusap air mata untuk menutupi rona wajahnya yang memerah.


“Hihi.. saudara atau saudara!” timpal ledekan Soffie.


“Mamaahhh..!!” Putri merajuk. Surya tertawa kecil ketika melihat para bidadari yang dia cintai mulai bercanda. Ia sangat bahagia ketika melihat trauma yang mereka alami sedikit demi sedikit telah hilang.


Orang-orang yang hadir pun tak terasa ikut meneteskan air mata karena haru atas kejadian yang sudah dialami Surya beserta keluarga selama ini. Begitu juga Nanang dan Eka, mereka hanya memperhatikan ketiga orangtuanya dari kejauhan.


“Mas.. Kak Anton di mana?” tanya Soffie ketika tidak melihat putranya tidak ada di antara mereka.


“Anton!!” ujar Surya yang tiba tiba tersadar akan Anton.




--- oOo ---



Di tempat Renata disekap….



“NGAPAIN KAMU?” Rini datang dan menghardik lelaki yang akan memperkosa Renata, ia membawakan pakaian untuk gadis itu.


“Aaanu.. tadi aku disuruh bawa gadis ini ke sini, gantiin si Wawan, katanya terserah mau diapain!!” jawabnya gugup. Meskipun semua orang di istana Hendrik menganggap Rini adalah lonte, tapi kehadirannya yang mendadak dan mengancam akan melaporkan ke Hendrik membuat nyali lelaki ini ciut.


“SUDAH SANA KAMU PERGI!!” maki Rini sambil menarik lelaki itu turun dari ranjang. Lalu lelaki itu pergi meninggalkan kamar sambil ngomel, tinggallah Renata yang masih terikat dengan pakaian terkoyak dan menangisi apa yang hampir menimpa dirinya. Melihat keadaan Renata yang masih syok, Rini duduk di sampingnya lalu mengelus rambut Renata.


“Sudahlah cantik, kamu jangan menangis, untung aku keburu kesini. Aku gak mau kenapa-napa dengan dirimu.” ujar Rini sambil membuka tali yang mengikat pergelangan tangan dan kaki Renata.


“Hiiiks mmaakaaasih mbaak!!” dalam sedu sedan.


“Sabar yah cantik, kamu pasti dapat pergi dari sini..!! Sekarang kamu cepet ganti pakaian.” ujar Rini sambil menyodorkan celana jins dan kaos oblong pada Renata. Renata pun ragu menurutinya.


“Kamu gak usah takut, aku gak akan jahat ke kamu.” ujar Rini lagi sambil mengangguk pada Renata agar gadis itu mempercayainya. Renata menerimanya dengan hati-hati saat menerima pakaian itu, tangannya Rini seolah menyelipkan sesuatu pada tangan Renata. Membuat Renata kebingungan akan maksud wanita ini.


“Jangan kamu bingung, dengan itu kamu dapat pergi dari sini.” jelas Rini.


“Kkkenapa..??” Renata bertanya tidak mengerti.


Rini berbalik lalu melangkah keluar sebelum membuka pintu tanpa menoleh.


“Setiap hari aku selalu bermimpi bahwa akan datang seorang wanita ke istana ini yang akan menolong hidup aku dari dalam neraka ini. Dan wanita yang selalu hadir dalam mimpi aku itu adalah kamu, orang yang akan menghancurkan kejayaan kerajaan iblis ini!! Meskipun aku tidak tahu bagaimana caranya kamu menghancurkan mereka, tapi aku yakin akan semua itu.” ujar Rini sambil tersenyum, lalu meninggalkan Renata seorang diri yang sedang tertegun karena tidak mengerti akan perkataan Rini.


Sepeninggalam Rini, Renata melihat benda yang diberikan padanya, ternyata sebuah kotak sebesar bungkus rokok yang berisi beberapa anak kunci.


“Apa maksud omongan wanita tadi, dan kenapa ia memberiku kunci? Apa dia menyuruh aku untuk melarikan diri?” dalam hati Renata penuh keraguan, lalu Renata mengganti pakaiannya..




--- oOo ---



Sementara itu, di dalam bathroom, Hendrik sedang berendam di bathtube sambil mengotak-atik HP-nya.


“Si Broto dan Si Jaki kenapa susah dihubungi..!!” ternyata Hendrik sedang mencoba menghubungi anak buahnya untuk mengetahui situasi dan kondisi di sana.


Kreeeek!!! Pintu terbuka dan masuklah Rini yang sudah bertelanjang bulat dengan membawakan alat mandi, tapi nampak sesuatu yang berubah pada dirinya, sesuatu yang tak pernah ia tampakan selama pernikahan mereka. Wajahnya sedikit ceria dan segar, meskipun senyum yang terlukis dalam bibirnya seperti penuh misteri.


Lalu Rini naik ke dalam bathtube dan mulai melakukan tugas rutinnya yaitu memandikan Hendrik suaminya. Hendrik masih tetap mengotak-atik HP-nya, sedangkan Rini yang tak peduli mulai membilas tubuh Hendrik, tiba tiba..




Braaaaakkkk..!!! Hendrik melempar Hpnya hinga pecah.


“BRENGSEK…!!! PADA NGAPAIN AJA MEREKA, SUSAH BANGET DIHUBUNGI!!” ia meluapkan emosinya sambil memaki, membuat Rini tersentak kaget tetapi di balik kagetnya itu Rini tersenyum dalam hati.


Tiba saatnya kamu musti hancur… suami brengsek!!” dalam Hati Rini.


“SUDAH SANA PERGI, GUA OGAH DILAYANIN KAMU… BINI LONTE… DAH JIJIK NGELIAT TUBUH LU. BERAPA RATUS KONTOL YANG DAH MASUK MEMEK LU SANA!!” maki Hendrik sambil mendorong Rini supaya pergi darinya. Mendengarnya, Rini bagaikan disambar petir siang bolong, padahal dia begini akibat perbuatan Hendrik yang terus melecehkan dia agar tubuhnya dinikmati oleh lelaki lain.


Tak aku maafkan perlakuan kamu padaku Hendrik.” ucapnya dalam hati sambil meninggalkan Hendrik sendirian.




--- oOo ---






Sementara itu, Anton dan kawan-kawannya melaju kencang hingga tiba di gerbang istana Hendrik yang dijaga oleh banyak pengawal. Bukannya menurunkan kecepatannya, Anton malah menginjak pedal gas mobilnya semakin dalam.


“Cing.. Cing…. Cing…. Lu mo ngapain..” Guntur merasa panik melihat Anton mengendarai mobilnya.


“AWAAASSS CIIING….” Teriak Bima.


BRAAAAAAKKKKKK…!!!!


Mobil yang dikemudikan Anton menerjang pintu gerbang hingga mobilnya terus merangsek masuk ke dalam parkiran, diikuti mobil lainnya di belakang. Mendengar suara yang begitu keras dan melihat ada mobil yang mendobrak gerbang dan merangsek masuk, puluhan orang anak buah Hendrik langsung berlarian menghadang mobil. Tetapi entah apa yang ada di dalam benak Anton, meski jalan dihadang banyak orang, ia malah menekan gas menabrak siapapun yang menghalanginya.


“Annjiiiirrrr, Ned… itu junjunan kamu nyupir mobil kayak kesetanan… tapi gue suka liat gayanya..” Ujar Kang Tatang terkagum melihat Anton yang menabrak dan menggilas orang yang menghadangnya tanpa rasa takut dan iba. Mobil yang mengawal Anton pun mau tak mau melindas orang yang sudah banyak terkapar di area parkiran. Hanya Kang Juned yang meneguk ludah melihat kengerian yang ada dihadapannya entah berapa orang yang terlindas hingga mati.


Dai juga merasa ngeri ketika tiba-tiba melihat sisi lain Anton. Ia melihat ke arah wajah Anton yang dingin dan tak berperasaan. Ia hanya bisa terdiam dan terpejam merasakan mobilnya yang mereka tumpangi beberapa kali melindas orang, begitu pula sahabat lainnya.


Mobil Anton terus merangsak masuk hingga sampai di depan rumah. Di depan pintu masuk, ada 3 orang yang telah menghadang dengan senapan mesin otomatis lalu merentetkan tembakan pada mobil yang dikemudikan Anton.


TERREEERRRREEETTTT….!!!


Bunyi senapan mulai terdengar memberondong dan menembaki mobil. Kaca dan bodi mobil yang mreka tumpangi pun mulai berlubang, keempat sahabat Anton menundukan kepalanya untuk menghindari peluru.


“AARRRRRKKKKKKKKHHHHH……!!” Anton berteriak sekeras-kerasnya sambil menginjak makin dalam gas mobil, diarahkan kemudinya kearah 3 orang yang sedang menembakinya. Ketiga orang itu bukannya takut malah terus memberondongi tembakan hingga..


BRUUUAAAKKKKK…!!! mobil itu menghantam keras ketiga orang tersebut lalu menabrak kaca depan istana Hendrik hingga mobil itu merangsak masuk ke dalam.


BLAAAAAMMMMM… akhirnya mobil Anton terhenti setelah menghantam dinding dalam rumah, sedangkan ketiga orang yang ditabrak Anton mati seketika dan sebagian tubuh mereka hancur karena tergencet mobil.


Dengan terhuyung-huyung, Anton keluar dari dalam mobil diikuti sahabatnya. Beberapa penjaga Hendrik mulai berlarian menyerang Anton dan kawan-kawan..


Ciiiiiiittttt!!! Terdengar decitan rem mobil di belakang mereka.


“SEERAAAANNNGGG!!!”


Entah siapa yang memberikan aba-aba, puluhan jawara turun lalu menyerang para penjaga Hendrik yang mau menyerang Anton dan kawan kawan.




--- oOo ---



Di perjalanant Surya , yang segera menyusul ke tempat Anton….



“Mas, kok perasaan mamah ga enak yah..?” ujar Soffie yang sedang bersandar pada tubuh Surya, begitu pula Asih, mereka berdua bersandar mengapit Surya.


“Iya kang, Asih juga kok merasa gak enak. Ibu takut ada apa-apa ama Kak Anton.” timpal Asih.


“Kalian gak usah memikirkan Anton, dia pasti baik-baik saja!!” Surya berusaha menenangkan kedua istrinya, meskipun dalam hatinya ia juga merasa waswas. Mereka bertiga dan beberapa anggota provost langsung bergerak meluncur ke tempat persembunyian terakhir Hendrik. Hanya Nanang dan Eka yang tak ikut, mereka menemani Putri yang menunggu Andi dirawat di Rumah sakit.


Ton, papah harap kamu tak berbuat macam-macam di sana!!” dalam hati Surya.




--- oOo ---



Kembali istana Hendrik…



“Brengsek!!! Ini pasti ada sesuatu pada mereka..” ujar Hendrik sambil turun dari bathtube dan mengeringkan badannya.


Blaaaaammmmm..!!! Terdengar bunyi yang begitu keras, hingga getarannya terasa oleh Hendrik. Dengan panik Hendrik memakai pakaian seadanya lalu keluar kamar mandi dan hendak keluar kamar. Ketika membuka pintu terdengar suara tembakan dan teriakan orang yang sedang berduel dari arah bawah.


Tanpa banyak bicara, Hendrik berbalik membawa pistolnya lalu keluar dengan pakaian seadanya lalu lari dan turun keluar untuk mengetahui siapa yang telah berani mengusik dirinya.




--- oOo ----



Sementara itu didalam kamar penyekapan Renata.


“Kok seperti rame amat di luar, ada apa yah?” Renata mengintip dari dinding kaca yang memang sedikit dapat melihat bagian depan rumah, tapi yang terlihat oleh Ranata hanya orang-orang yang berlarian. Karena kamar itu sedikit kedap suara, Renata tak bisa mendengar dengan baik, sampai akhirnya tiba-tiba ia merasakan getaran keras pada lantai di bawahnya.


Renata yang mulai merasa waswas, mulai berpikir untuk melarikan diri karena dia telah memegang kunci kamar. Hingga…


Kreeekkk..!!! Pintu kamar pun dibuka dari arah luar, lalu muncul sosok wanita yang tadi menolong dirinya. Dan mulailah terdengar suara tembakan dan jeritan orang-orang dari arah bawah.


“Kok kamu belum lari!!??” tanya dia.


“Ehh aku takut mbak!!” jawab Renata.


“Yasudah, sekarang kita musti lari dari sini. Ayo cepat, banyak orang yang menyerang tempat ini, mumpung semuanya lagi sibuk menghadangnya, kita bisa menyelamatkan diri dari temoat ini.” ujarnya sambil menarik lengan Renata dan mengajaknya melarikan diri.


Saat melintasi jeruji sel, wanita-wanita yang berpakaian seadanya dan berwajah kusam, menatap Renata yang hendak melarikan diri dengan lesu dan lemas. Renata pun menahan diri untuk melangkah.


“Ayo cepat!!” ajak Rini.


“Tapi mereka..??” Renata merasa kasihan.


“Biarkan mereka, yang penting kamu dulu, aku yakin kerajaan Hendrik akan hancur di tangan kamu.” Rini yang tetep keukeuh dan yakin bahwa di tangan Renatalah Hendrik akan hancur.


“Tidak mbak, aku gak tega meninggalkan mereka.” lalu Renata berlari ke arah meja di sudut ruangan untuk mencari sesuatu, hingga dia menemukan apa yang dicarinya. Lalu Renata berlari membuka jeruji teralis dengan kumpulan kunci yang dia temukan.


“Ayo mbak semua, kita musti kabur dari sini..!!” teriaknya sambil membuka setiap pintu jeruji. Akhirnya para wanita yang berjumlah 6 orang tersebut bisa keluar, wajahk mereka nampak ragu dan takut.


“Kalian gak usah takut, kita sama-sama tawanan, makanya kita harus berusaha melarikan diri bersama-sama.” papar Renata, hanya Rini yang terdiam melihat Renata yang membebaskan para wanita itu. Akhirnya mereka semua mengikuti Renata, mengendap-endap agar aksi mereka tidak diketahui oleh para penjaga. Mereka keluar dan berlari melalui halaman belakang yang sudah ditinggalkan para penjaga karena mereka membantu kelompoknya di bagian depan.




--- oOo ---



Di ruangan depan sendiri, tanpa sedikit ragu pun Anton terus merangsek memukuli setiap orang yang hendak menyerang. Akal sehat Anton telah hilang, yang ada rasa dendam di hatinya. Melihat Anton yang terus menyerang, keempat sahabatnya pun ikut membantu menyerang dan melindungi Anton. Mereka seolah tak punya rasa lelah dan sakit pada tubuh mereka.


“Jiaattt!!!!” Dai melancarkan tendangan ke arah punggung dua orang yang hendak membacok Anton dari belakang, hingga mereka pun terjerembab jatuh. Ketika lawannya akan bangkit, dari arah belakang Dai, Bima menerjang kepala salah satunya sekuat tenaga Ia melompat dan mendaratkan pukulan dengan keras pada tubuh lawan hingga kedua orang itu langsung pingsan.


Seperti biasa, Sakti meraih potongan kaki kursi dengan gaya bak seorang jagoan silat yang sedang memainkan tongkat, lalu memukulkannya secara membabi buta ke beberapa orang di sekitarnya.


“Awas Dai..” teriak Guntur ketika melihat seseorang mengayunkan golok pada lehernya. Karena tak sempat menghindar, ia menepis golok itu dengan tangannya. Melihat Dai diserang, Guntur langsung menerjang dan menggabruk orang itu hingga terdorong jatuh dan goloknya terlepas. Ia langsung menduduki lawan dan menghujamkan pukulan sampai pingsan.


“KALIAN BANTU MEREKA!!” terdengar Kang Tatang memberi perintah pada anak buahnya untuk membantu Anton Cs yang mulai keteter menghadapi serangan lawan. Beberapa orang lalu berlari menyerang membantu anton.


Buuuk!!! Bbuk..!!!! Sakti terus melancarkan pukulannya hingga…


Krraaaakkk..!!! Kaki meja yang dibuat senjata oleh Sakti patah saat berbenturan dengan golok.


“Dai, lu ga papa!!” Guntur merasa cemas melihat lengan Dai yang berdarah.


“Gak papa bro, ehh AWASS!!” sebuah tendangan menghujam ke arah rahang Guntur membuat Guntur jatuh limbung.


Bima pun mulai kewalahan, ia mulai menjadi bulan-bulanan 3 orang yang mengepungnya, hanya saja dia beruntung karena lawannya hanya memakai tangan kosong. Bima pun tak menyerah, ia terus menyerang salah satu dari mereka, meskipun dirinya sering dibokong dari belakang.


Lain dengan Anton, ia seperti yang sudah hilang akal, rasa sakit akibat pukulan dan bacokan pada tubuhnya sudah hilang, terlebih Anton malah membalas orang yang telah memukulnya.


“Serrraaaanggg!!” tiba-tiba puluhan pasukan dari arah luar masuk. Bang Juned dan Kang Tatang beserta anak buahnya tiba-tiba datang membantu. Perkelahian yang tadinya tidak seimbang sekarang mulai berbalik, para penjaga Hendrik mulai keteteran menghadapinya.


DOR.. DOR..!!!


Dua tembakan dilepaskan oleh Hendrik dari arah anak tangga dan mengenai anak buah Kang Tatang. Bukannya takut, setelah tertembak kedua anak buah Kang Tatang sersebut malah semakin beringas melancarkan serangan. Anton melirik ke arah orang yang melancarkan tembakan, dan tubuhnya langsung bergetar karena dendam amarahnya. Diraihnya golok yang tergeletak di lantai.


“HENNNDDRIIKKK, GUA BERSUMPAH HARI INI LU BAKALAN MATI DI TANGAN GUA…!!” teriak Anton sambil mengacungkan golok pada Hendrik.


Melihat bahwa yang berteriak adalah Anton, Hendrik merasa gentar dan bergetar, nyalinya mulai ciut apalagi saat melihat Anton mulai merangsek membacoki para anak buahnya yang sedang menghalangi agar tak bisa mendekati Hendrik. Sedangkan Anton sendiri, ia seakan tak peduli, padahal darah sudah mengalir pada tubuhnya. Ia terus mengibas-ngibaskan goloknya.


“Cing..!!” suara Dai tertahan melihat kebengisan Anton.




Dor.. dor…!!! Hendrik mulai menembaki Anton, tetapi tak satupun mengenai sasaran. Melihat Anton ditembaki dan di kepung oleh penjaga Hendrik, Dai pun berlari hendak membantu Anton.


Sementara itu, Sakti masih berjibaku dengan seseorang. Ia terus memberikan perlawanan dengan menggunakan patahan kaki kursi, dan pada saat lawannya akan menusukan goloknya…


“Lu berani macam-macam ama anak didik gua?? Rasakan ini.” tiba-tiba Bang Juned menghujamkan goloknya pada pegelangan orang itu.


Kraasshhh!!!!


Pergelangan tangan orang yang sedang memegang golok dan menghunuskannya ke arah Sakti langsung putus oleh tebasan golok Bang Juned. Lawannya menjerit kesakitan, dan tak disia-siakan oleh Sakti, ia langsung menyapu kakinya hingga terjatuh.


“Sakti, bantu Dai menjaga Anton!!” teriak Bang Juned mengingatkan Sakti. Sakti pun menoleh melihat Dai yang merangsek mengajar orang-orang yang mengepung Anton.


“Bangun lu, malu ama badan gede.” ujar Kang Tatang pada Guntur yang masih terhuyung-huyung akibat tendangan lawannya.


“Duh bang pusing… !!” ujarnya polos sambil memegang keningnya.


Begitu juga dengan Bima yang sudah dibantu oleh para anak buah Kang Tatang sudah berhasil mengalahkan ketiga orang yang mengepungnya, dengan posisi membungkuk dia menarik nafas sementara.


“Kalian berdua cemen, liat noh ketiga temen kamu terus maju.” Kang Tatang datang memapah Guntur sambil menunjuk Anton, Dai dan Sakti yang terus membabi buta menghajar orang yang menghalangi jalannya.


“Wet dah.. si Cacing punya ilmu apaan sampe badannya hancur gitu masih terus merangsak?” ujar Guntur tak percaya melihat sahabatnya yang sedang kesetanan.


“ Lemes dah.” dengan enggan Bima pun bangkit dan berlari ikut membantu Dai dan Sakti.


“Loh.. loh Bim..!!” Guntur pun melongo melihat Bima.


“Udah sana bantu, biar disini kita yang beresin.” ujar Kang Tatang sambil mendorong Guntur.


“Akh abang…” dengan ogah tetapi..




“Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..!!!” Guntur berlari sekuat tenaga menerjang orang-orang yang hendak memukul para sahabatnya.


Kang Tatang hanya tertawa kecil melihat kelakuan mereka berdua, meskipun tadi seperti mengeluh bukan berarti menyerah, mereka tetap maju menerjang.


Melihat Anton yang terus mendekat ditambah isi peluru pada pistolnya sudah kosong, pada akhirnya Hendrik pun balik badan dan langsung berlari meninggalkan ruangan itu, dia menuju ruangan di mana Renata disekap.


Brengsek!!! Bener-bener anak si Surya mau menghancurkan hidup gue, gue musti cepat ambil tuh cewek buat sandera.” pikirnya sambil terus berlari sambil menenteng pistol yang sudah tanpa peluru.


Setibanya di tempat para wanita disekap, ia melihat semua jeruji telah terbuka dan isinya telah kosong, dengan pikiran kalut dia langsung berlari ke arah kamar tempat Renata dikurung.


Krekk..!!! Pintu dibuka, terkejutlah Hendrik ketika melihat bahwa kamar telah kosong dan ia tidak menemukan sosok Renata di dalamnya..


“AAAARRRGHHHH BRENGSEK.. SIAPA YANG BERANI BERANI MEMBAWA GADIS ITU KABUR..!!” makinya keras, lalu Hendrik berlari pada dinding kaca mengamati bagian belakang istananya. Matanya tertuju pada rerimbunan pepohonan di mana Rini istrinya beserta para tawanan sedang mencoba melompati pagar halaman belakang untuk melarikan diri.


“DASAR BINI BRENGSEK..!!! LIAT SAJA, GUE BAKALAN BUNUH LU SEKELUARGA.” Maki Hendrik lalu dia celingak-celinguk mencari sesuatu, akhirnya matanya tertuju pada sebuah lemari kecil. Diangkatnya lemari itu lalu.


Praaaannggg..!!!!


Dilemparkannya lemari kecil itu pada dinding kaca hingga hancur, lalu Hendrik kabur untuk mengejar Rini, melewati dinding kaca yang telah pecah.




--- oOo ---



Sedangkan Rini sendiri berusaha membantu wanita-wanita yang bersamanya meloncati pagar.

“Ayo cepet kita gak bisa lama-lama di sini, jangan sampai mereka menyadari kalau kita kabur.” ujar Rini sambi; mendorong pantat salah seorang wanita tahanan melompati pagar tembok. Awalnya Rini tak berani untuk kabur, tetapi begitu melihat Renata, keberaniannya untuk melarikan diri tumbuh seketika.


PRAAANGGGG!!!!


Terdengar keras suara kaca dari arah loteng, Rini mendongak ke atas, terkejutlah Rini saat tahu bahwa Hendrik sedang keluar dari lubang kaca.


“Ayo Mbak, cepat loncat!” ujar Renata sambil menyodorkan tangannya untuk membantu Rini. Dengan susah payah Rini pun akhirnya berhasil melompati pagar lalu mereka melarikan diri ke arah hutan.



--- oOo ---



“Argghhh!!!” jerit lawan ketika jari tangannya rampung akibat kibasan golok Anton, lalu menjatuhkan diri sebagai tanda bahwa dia menyerah pada Anton.


“Fuu.. fuuu. fuuu…” Anton berhenti sejenak untuk menarik nafas, lalu matanya mengitari sekeliling ruangan, hingga matanya tertuju pada pintu yang terbuka.. dan…


Praanggg!!!! Terdengar sesuatu yang pecah dari arah ujung ruangan, Anton pun lalu berlari ke arah sumber suara. Sementara keempat sahabatnya masih berjibaku menyerang lawan-lawan mereka, hingga akhirnya semua lawan tergeletak dan terkapar.


“Haaaa… gila… gilaa… gue sampe gini!!” maki Guntur yang tubuhnya berlumuran darah sambil membungkuk menarik nafas begitu juga yang lainnya.


Bima terduduk di atas lantai sambil mengusap memar di wajahnya, Sakti yang terseok-seok langsung menaiki tangga menyusul Anton, Dai dengan darah yang mengucur akibat bacokan pada lengannya pun berjalan pelan mengikutinya. Rupanya pertarungan kali ini benar-benar menguras tenaga, dan entah sudah berapa orang yang telah tumbang akibat pukulan-pukulan mereka.


“Ehh.. kalian mau kemana!!??” ujar Guntur ketika melihat Dai dan Sakti berlari menaiki anak tangga.


“Kalian istrirahatlah, biar kami berdua yang membantu si Cacing.” ujar Dai. Dai menyadari bahwa sekuat-kuatnya Guntur dan Bima, tetapi pertempuran tawuran berbeda dengan pertempuran satu lawan satu. Pertarungan speerti ini sangat menguras tenaga, belum lagi luka yang mereka alami pastinya akan membuat Guntur dan Bima cepat kelelahan. Beda dengan Sakti dan dirinya yang sudah terbiasa karena sudah lama berkecimpung menjalani pertarungan seperti itu ketika mempertahankan wilayahnya.


Ucapan Dai membuat hati Guntur panas, “Oiiii, si Cacing itu juga sahabat gue .. gue ngikut..!!” dengan susah payah karena tubuh gemuknya, Guntur bangkit lalu berjalan menyusul Dai dan Sakti.


“Bim, tuh pipi dielus-elus juga gak akan jadi sembuh, udah ayo bangun ntar lu minta cium si Sarah biar cepet sembuh hahaha..” ledek Guntur pada Bima yang masih ngusap-usap memar pada rahang dan pipinya sambil menyandar pada tembok.


“Mah.. sakit.. huuhu..” ujar Bima yang mencoba menghibur diri menahan sakit lalu bangkit dan mengikuti Guntur menaiki tangga.




--- oOo ---



Sambil terpincang-pincang, Anton akhirnya sampai di ruangan sumber suara tadi, lalu matanya tertuju pada dinding kaca yang telah berlubang. Anton berlari mendekati lubang kaca dan melihat Hendrik sedang berlari di halaman belakang menuju pagar benteng; hendak kabur. Ketika ia melewati lubang kaca untuk mengejar Hendrik, matanya tertumbuk pada sekelompok wanita yang sedang berlari ke arah hutan, sekilas Anton melihat sesosok gadis yang dikenalnya.


“Mut..??” Yah Anton meliat Renata yang berlari menjauhi istana ini, lalu pandangannya beralih pada Hendrik yang akan melompati pagar, pikiran Anton langsung jalan mungkin Hendrik akan mengejar mereka.


“WOYYYY ANJJING JANGAN LARI LU..!!” teriak Anton sambil langsung turun meloncati sisi tembok. Mendengar suara Anton yang memaki dirinya, Hendrik semakin kalang kabut, ia meloncat turun dari atas benteng yang akibatnya kakinya terkilir.


“Fuuufuuu.. Cing tunggu..” ujar Sakti saat melihat Anton yang dengan mudahnya dan tanpa rasa takut menuruni dinding.


“Mana dia, Net?” ujar Dai yang tiba di belakangnya. Sakti hanya menjawab dengan menunjuk ke arah bawah.


“Ayo Net.. kita susul dia!” Dai dan Sakti pun langsung turun dengan cara Anton tadi.


“Yaelah pada kemana kalian?” Guntur yang baru tiba di ruangan kaca ini melihat ruangan yang sudah tidak ada siapa-siapa, hanya dinding kaca yang telah berlubang.


“Mana mereka!!?” Bima yang juga baru nyampe langsung bertanya.

“Kagak tau.” ujar Guntur sambil terus berjalan melewati lubang kaca.


“Noh.. itu mereka, hadeuh masa gue cape-cape naik tangga sekarang musti turun lagi.” ujar Guntur yang melihat Anton berlari ke arah pagar benteng diikuti Dai dan Sakti dari dinding kaca.


“Mana?? Duh mereka bertiga punya tenaga apaan sih, apa kagak cape!!??” dumel Bima.

“Ayo dah jangan cerewet.. ayo lu duluan yang turun..” ujar Guntur sambil menarik pundak Bima.

“Haaa.. ogah…! Lu duluan akh.. aduuhh lumayan tinggi juga.“ jawabnya sambil melongok ke arah bawah.

“Lu.. akh gue ngeri jatuh..!!” balas Guntur, tapi Bima dengan cepat mendurong Guntur ke arah lubang untuk berpijak ke sisi tembok.


“Lu dulu!!” sambil mendorong Guntur, dorongan itu membuat kaget Guntur dan akhirnya kaki Guntur terpeleset pada sisi tembok, tapi tangannya langsung meraih lengan Bima, dan akhirnya mereka berdua pun jatuh menyusuri sisi genting rumah.




“Akkkkkkhhhhhh!!!” jerit mereka berdua.




--- oOo ---



Sementara di bawah, Anton yang akan meloncati pagar.


“OOOII BERHENTI KALIAN!!!” Dua orang jawara berteriak mengejarnya, membuat Anton mengurungkan niatnya untuk melompat. Tapi kemudian Dai berseru…


“Cing, lu kejar si Hendrik, biar ini kami berdua yang memberi pelajaran.”


Sebetulnya Dai merasa tangannya mulai kesemutan dan bergetar, tapi mau tak mau ia harus melawan mereka dan membiarkan Anton mengejar Hendrik. Akhirnya Dai dan Sakti berbalik lalu berlari hendak menghadang tetapi tiba-tiba..


“Arrrrrkkkkhhhh…!!!” teriakan Guntur dan Bima yang terjatuh dari lantai dua, dan nasibnya beruntung karena menimpa dua orang jawara yang hendak mengejar Anton.


Bruuuukkkk..!!!


“Duhhhhh.” Guntur menggeliatkan tubuhnya menahan sakit.

“Hadeuuuuh, lu ngapain tarik gue segala kalo mau jatuh!!?” Bima juga mengeluh menahan sakit.

“Lu lagi… ngapain dorong-dorong gue!!?” timpalnya


Sakti dan Dai mengeleng-gelengkan kepala menyaksikan kedua temannya ini, meskipun merasa kasihan tapi mereka bersyukur karena dengan jatuhnya Guntur dan Dai yang menimpa lawan. Mereka tak perlu lagi bertarung karena lawan mereka sudah pingsan tertimpa jatuhnya tubuh mereka berdua.


Ngiiiiung.. ngiung.. ngiung..!!! Terdengar bunyi sirine dari rombongan mobil polisi dari arah depan.


“Akhirnya mereka datang juga.” ujar Dai sambil merebahkan tubuhnya di atas rumput halaman. Begitu pula Sakti, hanya Guntur dan Bima yang masih saling menyalahkan. Sakti dan Dai pun memejamkan mata karena kelelahan.




--- oOo ---



Di jalan setapak di pinggir tebing, sekelompok wanita sedang dikejar oleh Hendrik…


“JANGAN LARI KALIAN..!!!” teriak Hendrik sambil terus mengejar Rini dan Renata serta rombongannya. Apa boleh buat, keenam wanita yang dibebaskan Renata sudah sangat kelelahan bercampur lapar, lari mereka pun sudah terseok-seok.


“Kalian pergilah, biar mbak yang menghalangi Hendrik. Sudah… jangan membantah, cepat lari ke sebelah sana, gak akan lama lagi kalian akan sampai di desa tetangga. Kalian bisa langsung meminta pertolongan warga!!” perintah Rini, lalu ia mencari sebatang kayu sebagai senjata. Dengan berat hati akhirnya Renata dan keenam wanita tadi berjalan lebih dulu.


Dan hingga akhirnya…


“BRENGSEK KAMU RINI!! BERANI-BERANINYA KAMU MELAWAN SUAMI KAMU…!! SINI KAMUUU!!!” maki Hendrik.


“AAPPPPPAAA?? SUAMIIII??? KAGAK SALAH DENGER!!? YANG NAMANYA SUAMI TUH PASTINYA JAGAIN ISTRINYA, BUKAN NGEJUAL ISTRINYA DAN DIJADIIN LONTE UNTUK AMBISI KAMU!!” Rini meluapkan emosinya.


“AKU GAK SUDI BALIK DAN JADI ISTRI KAMU, LEBIH BAIK AKU MATI!!” lanjutnya sambil mengacungkan batang kayu pada Hendrik.


“HUAHAHAHA… KAMU MAU APA HAAAA… MAU PUKUL AKU AMA KAYU ITU?? HAHAHAHA… LU PANTESNYA CUMA JADI WANITA PEMUAS NAFSU.. JADI LONTE YANG HANYA BISA DI ENTOT DOANG HAHAHA!!!!” Hendrik tertawa melihat sikap Rini yang memasang kuda-kuda untuk melawannya.


“DASSSAAAARRR BAAAJINGAN…!!” Rini langsung memukulkan kayu ke arah Hendrik tapi setiap pukulannya tak ada yang mengenai sasaran.


“HAHAHA.. KAN.. KAN… BISA APA KAMU??” ledek Hendrik.


Ketika Rini hendak memukul Hendrik lagi, lelaki itu menangkap tangan Rini dan menepis pukulan, higga kayu yang dipegang Rini pun terlepas. Wanita itu pun meronta-ronta mau melepaskan dari genggaman Hendrik.


“DIAM..!!!” dengan cepat Hendrik menjambak rambut Rini hingga menengadah.


“Cuuuuihhhh!!” Rini pun memberi perlawanan dengan meludahi wajah Hendrik.


“BANGSAT…!!!” PLAAAAK!!!! Hendrikpun melepaskan genggamannya dan langsung menampar pipi Rini, istrinya sekuat tenaga hingga jatuh terjungkal.


“DASAR BINI GAK TAU DIRI!!” maki Hendrik, tanpa ampun ia menendangi tubuh Rini yang tergolek di tanah. Tapi tiba-tiba terdengar oleh Hendrik…


“Hiiiaaattt…!!!”


BUUUUUGGG!!!


Sebuah pukulan dari tongkat kayu telak mengenahi wajahnya, tubuh Hendrik sedikit limbung, kedua tangannya menutupi wajahnya, dari sela-sela jari tangannya mulai menetes darah segar.


“Mbak.. kamu gak papa?” ternyata yang tadi memukul adalah Renata yang balik lagi dan menolong Rini.


“Kkenaapa kamu bbalik lagi!!?” ujar Rini terbata-bata.


“BRENGSEK KAMU…!! RASAKAN INI…!!” Hendrik yang telah sadar dari sakitnya langsung berlari untuk menerjang Renata dengan kepalan tangan siap dilepaskan.


“BAJINGAN…!!! JANGAN JADI PENGECUT!!! GUE LAWAN LUUU…!!!”


Tiba-tiba sosok Anton datang menerjang dari atas arah samping lalu menubruk Hendrik dan akhirnya mereka berdua pun jatuh berguling-guling ke bibir jurang.


“ANNNTOOONN!!” jerit Renata saat tahu Anton yang jatuh ke dasar jurang bersama Hendrik.


“TOOONN…!!” Renata berlari ke bibir jurang, hatinya sangat takut kalau-kalau kekasih hatinya telah terjatuh. Masih terlihat olehnya, Anton yang terus berguling ke dasar. Renata bermaksud untuk menuruni jurang untuk menolong Anton, tapi…


Plok.. plok.. plok!!! Suara derap sepatu banyak orang datang menghampirinya. Renata menoleh ke arah datangnya suara, segerombolan polisi pun datang menghampirinya.


“Adek tidak apa-apa?” ujar salah satu perwira yang ternyata dia adalah Kombes Blackdevil.


“Pak, tolong pak, temen saya jatuh kejurang, dia tadi menolong saya dengan mendorong Hendrik dan merka berdua jatuh ke sana!!” ujar Renata sambil menunjuk ke arah bawah, tapi sosok Anton dan Hendrik sudah tak terlihat lagi karena terhalang oleh semak dan pepohonan.


“Baiklah, kita akan menolong dia. Petugas, siapkan tali, kita akan menuruni lereng jurang ini!!” perintahnya lagi.


Tiba-tiba salah seorang perwira datang tetapi ia langsung menghampiri Rini yang terduduk di tanah.


“Rin, kamu gak papa?” tanyanya sambil memegang bahu Rini, ternyata dia adalah Irjen Dirga. Rini menjawab dengan gelengan kepala derai air mata. Ia menangis, sebuah tangisan bahagia karena penderitaannya kini telah berakhir.


“Maaf, aku terlambat menolong, aku baru tahu bahwa kamu sangat menderita.” lanjut Irjen Dirga, ia merasa tak tega melihat sahabat istrinya yang kini terlihat sangat berbeda. Rini pun menangis keras dalam pelukan Dirga.


“Sudahlah, ini semua sudah berakhir Rin. Orang tua kamu pasti bahagia ketika tahu bahwa kamu masih hidup, mereka waswas mendengar kabar dari kamu, begitu juga istriku.. sahabatmu!!” uja Dirga menenangkan Rini.

“Dir, makasih hikkss..” lirih Rani di tengah isaknya.


“Petugas rawat dia!!” ujar Irjen Dirga kepada salah satu anak buahnya. Lalu Dirga mendekati Kombes Blackdevil dan Renata.


“Gimana, Black!!??” tanyanya.

“Target beserta anaknya pak Surya terjatuh ke bawah sana, sekarang kita sedang mempersiapkan untuk turun.”




--- oOo ---



Anton serta Hendrik terus berguling menyusuri lereng jurang hingga akhirnya…


Kraaaakkkk..!!! Suara sesuatu yang patah terdengar kencang.


“ARRGGGHHH!” lolongan Hendrik terdengar nyaring. Lengan kanannya membentur tunggul pohon dengan keras hingga patah. Nampak tulang putih menyembul menyobek daging dan kulitnya, bersamaan dengan darah segar yang mengalir.


Anton sendiri nampak limbung karena kepalanya terbentur batu. Ia sudah terlihat lemas tak bertenaga, kepalanya sangatlah pening. TubuhAnton tergeletak sambil menatap tajam tubuh Hendrik yang meraung kesakitan, bak belatung ia berguling-guling kesakitan di atas tanah.


“Arghhhh AANJIIINGGG… !! teriak Hendrik sambil mencoba bangun dan duduk bersimpuh menahan sakit, tangan kirinya menopang tangan kanan yang patah.


“HAHAHA… HANYA SEGINI KEMAMPUAN KAMU HAI ANAK SURYA…!!! KAMU TAK BEDA JAUH DENGAN AYAH KAMU. KALIAN MEMANG PECUNDANG HAHAHA.” sambil menahan rasa sakit, Hendrik menertawakan Anton yang sedang mencoba bangun tapi pemuda itu tak bisa beranjak dari tempatnya.


Tapi akhirnya Anton dapat berdiri, meski harus bersusah payah. Tangannya menenteng golok yang sejak di atas jurang tidak pernah lepas dari genggamannya, lalu dengan gontai dia mendekati Hendrik.


“HAHAHA… MAU APA KAMU MENDEKAT? MAU BUNUH AKU…??? AYO LAKUKAN!!! BUKTIKAN KALAU NYALI KAMU LEBIH BAIK DARI AYAH KAMU…!!” Hendrik terus memprovokasi Anton, entah karena sudah pasrah akan nasibnya sendiri atau hanya sekedar untuk mencoba mengulur waktu.


“YAA… AKU AKAN MENGAKHIRI HIDUPMU, BRENGSEK!!! KAMU… TAK PANTAS LAGI HIDUP DI DUNIA INI!!” ujar Anton.


Anton mendekati Hendrik dengan terhuyung, lalu menjambak rambut Hendrik tanpa perlawanan. Pancaran amarah dan dendam langsung terpancar pada wajah Anton, matanya memerah dan nafasnya terengah-engah. Sementara tangan kiri masih menjambak rambut Hendrik, tangan kanannya terayun mengangkat golok.


Anton menggeram sesaat sambil menghela nafas, dan golok pun terayun mengarah pada leher Hendrik. Tapi…


“BERRHENTI…!!! ANGKAT TANGAN, JATUHKAN SENJATA!!” tiba-tiba beberapa anggota polisi datang dan langsung mengepung Anton dan Hendrik. Ayunan golok di tangan Anton pun menjadi terhenti, sebentar ia melirik ke arah para polisi, lalu kembali melihat Hendrik.


“HUAHAHA.. SEPERTI YANG KUBILANG, KAMU SEPERTI AYAH KAMU YANG GAK PUNYA NYALI, YANG BISANYA HANYA BISA MERATAPI PENDERITAAN YANG DIALAMINYA HUAHAHHA…!!!!” Hendrik tertawa melihat keragu-raguan Anton.


“TON, TOLONG JATUHKAN GOLOK ITU, BIAR KAMI MENANGKAPNYA DAN HUKUM YANG AKAN MEMPROSESNYA. INGAT TON, MEMBUNUH DIA HANYA AKAN MEMBAWAMU KE PENJARA..!!” tiba-tiba Komandan Blackdevil muncul dan mencoba membujuk Anton.


Mendengar perintah itu, Anton hanya berpaling dan tersenyum dingin.


“HUKUM…. HUKUM…. JIKALAU MEMANG ADA, DARI DULU ORANG INI SUDAH TERTANGKAP.” jawab Anton.


“KAMI TAHU TON, DAN SEKARANG KAMI TELAH MEMILIKI BUKTI UNTUK MENAHAN DIA DAN MENJEBLOSKANNYA KE DALAM PENJARA!” Lanjut Kombes Black Devil.


“HUAHAHAHA… ARGGGH…!!!” Hendrik melanjutkan tertawanya yang diakhiri erangan karena menahan sakit, kini ia hanya bisa pasrah menunggu nasibnya di tangan Anton.


Anton kembali memandang tajam Hendrik, rasa dendam yang amat sangat ia rasakan, membuat dirinya gelap mata.


“KOMANDAN, TIDAK ADA HUKUMAN YANG SETIMPAL UNTUK MEMBUAT MANUSIA INI MENDERITA…. UNTUK HIDUP PUN DIA TAK PANTAS, HIIIIAAATTT…..” Anton menjawab seiring ayunan goloknya.


“TAAAAHHHHHAAAAN…!!!” teriak Kombes Blackdevil, mencoba menahan Anton.


“ANNTOOOOONNN…!!!” Renata yang baru datang langsung menjerit untuk ikut menghentikan tindakan Anton. Tetapi…


DOOOORRRR..!! DOOOORRR….!!! Suara tembakan terdengar bersamaan dengan teriakan Renata.


SUUUUUUUT!!!! CLEEEEEEEB!!!!


Anton menebas leher Hendrik hingga nyaris putus. Bersamaan dengan itu, tubuh Anton ambruk karena mendapat tembakan pada tubuhnya.


“HUAAAAAA..” jerit Renata saat Anton rubuh tertembak polisi, ia pun langsung berlari dan memeluk Anton.









---------- oooOOOooo ----------








4 bulan kemudian…



“HARAP SAUDARA TERDAKWA BERDIRI.” ujar hakim di hari pembacaan hasil Persidangan Anton.


Anton yang sedang duduk di atas kursi pesakitan pun berdiri untuk mendengarkan keputusan yang akan divoniskan pada dirinya. Semua keluarga dan para sahabat Anton juga hadir untuk mendengarkan hasil akhir persidangan, dan hanya Renata beserta Andi yang tak hadir di persidangan itu.


PEMBACAAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI NEGERI JAKARTA…. HARI RABU TANGGAL bla.. bla… DENGAN SURAT PUTUSAN NO. 18/PT-JAKPUS/12/…. PENGADILAN TINGGI JAKARTA PUSAT… DEMI KEADILAN, MENJATUHKAN PUTUSAN SEBAGAI BERIKUT DALAM PERKARA TERDAKWA.


Hakim ketua menarik nafas sebentar sambil menatap Anton dan kuasa hukumnya. Lalu…


NAMA LENGKAP ANTON SURYADINATA BIN SURYADINATA

TEMPAT TANGGAL LAHIR MEDAN 20 FEBRUARI 1994

ALAMAT.. bla.. bla..


MENYATAKAN BAHWA, TUDUHAN YANG DISAMPAIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM TELAH TERBUKTI, DAN TERDAKWA DINYATAKAN BERSALAH DENGAN MELAKUKAN TINDAKAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG, SERTA TELAH MENGAJAK ORANG BANYAK UNTUK MELAKUKAN KERUSUHAN DAN PENGRUSAKAN YANG BERAKIBATKAN BEBERAPA ORANG TEWAS DAN TERLUKA.


SETELAH MENDENGAR KETERANGAN DARI PENUNTUT JAKSA UMUM, SAKSI, PENASIHAT UMUM SERTA TERDAKWA.


MAKA…


PENGADILAN MEMUTUSKAN BAHWA SAUDARA ANTON SEBAGAI TERDAKWA TERBUKTI BERSALAH DAN MELAKUKAN TINDAKAN KEKERASAN TANPA TERENCANA YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG. DAN MENJATUHKAN PIDANA SELAMA 10 TAHUN DIKURANGI MASA TAHANAN.


TOK.. TOK.. TOOK..!!!


Palu hakim menutup vonis yang dijatuhkan pada Anton. Semua orang yang hadir merasa kecewa atas keputusan hakim yang telah menghukum Anton selama sepuluh tahun, padahal dia membunuh karena membela keluarganya. Hanya Surya yang tak tak bisa bicara, dirinya langsung bergerak mendekati Anton diikuti oleh Soffie dan Asih, serta diikuti Putri dan Nanang lalu memeluk Anton bergantian.


“Pah, mah, bu.. maafkan Anton yang telah mengecewakan kalian. Mungkin ini jalan yang harus ditempuh untuk kebahagiaan kita.” ucap Anton dengan derai air mata. Soffie hanya menangis tersedu sedan, ia tidak menyangka penebusan dosa yang ia lakukan harus dibayar oleh jeruji besi bagi putranya. Begitu juga Surya, ia hanya bisa mengutuki dirinya sendiri karena sebagai seorang pemimpin dan kepala keluarga ia tidak bisa melindungi keluarganya. Hanya Asih yang terlihat lebih tegar dan berusaha menenangkan mereka berdua, sedangkan Putri hanya ikut menangisi nasib kakaknya.


“Put, kamu jagain papah, mamah dan ibu.. Oh iya, kamu nanti jadi seorang kakak, jagain dia yah selama kakak gak ada!!” pesan Anton dan dijawab anggukan dan tangisan Putri.


“Nang, maafkan kakak. Kakak sekarang gak bisa melindungi keluarga kita, kakak hanya berharap agar kamu bisa melakukannya.” sambil menepuk pundak Nanang. Nanang pun tak kuasa menahan nangis, tubuhnya mulai bergetar.


“Sudah.. sudah jangan nangis… Pah, kalau Andi dan Renata mana kok gak keliatan?” Anton mencari Andi dan Renata yang tak nampak di pengadilan.


“Tadi katanya Andi akan menyusul, tetapi kalau Renata, ibu tidak mendapat kabar, mungkin dia sibuk setelah menjadi guru, maklum tempatnya mengajar sangat jauh dan masih jarang kendaraan.” Asih menjelaskan, meskipun ia sendiri merasa bingung karena sudah dua bulan ini Renata tak pernah lagi menghubunginya.


“Yah.. tak apalah Bu, Anton pun tak tega bila ia mendengar keputusan hakim.’ Anton tersenyum getir, hatinya merasa hampa dan terluka terluka karena gadis itu tidak hadir dan menemuinya.


“Kak…” tiba-tiba Andi hadir di ruang pengadilan dengan mata yang merah menahan tangis, sambil memaksakan sebuah senyuman Anton memeluk Andi, lalu berkata, “Ndi, kakak yakin kamu bisa menjaga Putri.. kakak titip dia yah.. jaga dia..” ujarnya pelan.


“Yah kak..!!” dengan lemas Andi menjawab.


“Oh yah satu lagi..” bibir Anton pun mendekati telinga Andi dan membisikan sesuatu. Terlihat tubuh Andi bergetar, ia tak kuasa menahan tangis saat mendengar apa yang Anton bisikan. Ia hanya bisa menjawabnya dengan tangisan.


“KAAK.. HIIIKSS… SUMPAH DEMI ALLAH.. ANDI BERJANJI… HIIKKSS… GAK AKAN MENGECEWAKAN KAK ANTON…!!” lantang Andi bersumpah saat Anton membisikan sesuatu padanya.


“Saudara Anton, mari waktunya telah habis.” dua orang petugas mendatangi Anton untuk membawanya ke Lembaga Pemasyarakatan.


“Baik Pak, jawab Anton.” jawabnya.


“Pah, mah, bu… Anton pergi dulu, jaga kesehatan kalian.. kita berkumpul lagi setelah ini berakhir.” Anton mengucapkan salam perpisahan pada keluarganya.


Sebelum pergi Anton menoleh dan tersenyum pada keluarganya lalu meninggalkan ruang sidang, dan dibawa menuju mobil tahanan yang sudah disiapkan di halaman pengadilan.




--- oOo ---







7 jam sebelum pembacaan vonis Anton… Di sebuah rumah yang asri di daerah pinggiran barat kota Priangan, dimana Renata -setelah kejadian itu- mendedikasikan dirinya menjadi seorang Guru SMP di daerah tersebut.



“Kak Renata yakin, kakak gak akan ke Jakarta mendengarkan putusan hakim untuk kak Anton?” tanya Andi pada Renata. Andi sengaja datang untuk menjemput Renata, diantar oleh orangtua Renata. Hanya pada Andi, Renata memberitahukan di mana dirinya berada, dan hanya dari Andi jugalah dia mendengar seluruh kabar tentang Anton.


“Gak, Ndi. Belum waktunya kakak menemuinya, biarlah waktu yang akan mempertemukan kakak dengannya. Tapi kakak mohon, tolong kamu jangan memberi tahu Anton tentang keberadaan kakak. Kakak pengen nenangin dulu,” jawab Renata.


“Yah kak, kalo emang itu maunya kakak, Andi gak akan bilang, tapi bener kakak gak akan menemuinya sedikitpun?” tanya Andi mengulang keyakinan Renata, dan dijawab dengan anggukan penuh keyakinan.


“Baiklah kak, jika itu jalan terbaik untuk kak Renata dan kak Anton, Andi akan lakukan itu.” lanjut Andi.


“Baiklah kak, Andi mau pamit, soalnya Andi tadi pamitnya mau kerja kelompok, padahal . Andi kabur ke sini nyusul kakak hehehe!!” Andi sedikit terkekeh meskipun hatinya kecewa karena tak mampu membawa Renata untuk Anton.


Andi pun pamit, tapi sebelum pergi meninggalkan Renata, langkahnya terhenti lalu berbalik dan bertanya, “Kak, kok kelihatannya kakak sedikit beda yah…?? Sekarang badannya gemukan.. pasti kakak seneng yah di sini..??” tanya Andi, Renata hanya terdiam tak menjawab hanya tersenyum getir.


“Yaudah kak, Andi pergi dulu.” lalu Andi pun pergi meninggalkan Renata diantar oleh Renata sampai gerbang halaman.


Setelah mobil yang membawa Andi menghilang dari pandangannya, Renata membatin…


Maafkan kakak, Ndi, bukannya kakak gak mau menemui Anton, tapi kakak butuh waktu untuk menerima ini semua.” lirihnya.


Lalu Renata mengelus perutnya yang nampak telah membuncit dibalik baju yang gombrang yang menutupi kehamilannya.


Maafkan ibu, nak. Ibu belum sanggup menemui ayah kamu, hiiiks.” air mata pun menetes, matanya menatap kosong, memandang ujung jalan.


Beberapa saat kemudian dengan mata terpejam Renata berkata berlirih:


Ton, kamu tahu, sebesar apapun kesalahanmu padaku, tapi dalam hati ini hatiku tak bisa berpaling dan melupakanmu. Jika kamu memang benar jodohku, jemput aku di sini bersama anak kita ini… Aku kan selalu menunggumu disini, selalu dan selamanya.”















T A M A T







NB :

NEXT -----> ~~Epilog~~
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Siap mang boski :beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd