Part 5 (End)
“Uummppp…ummmmpp.. umm…” dengan mulut masih disumpal sapu tangan, Renata meronta-ronta mencoba melepaskan diri. Ia telah sadar dari pingsannya sejak dalam bopongan anak buah Hendrik.
“DIAM!! KALO KAMU MASIH PENGEN HIDUP JANGAN MELAWAN!” hardik lelaki itu dengan sedikit menjambak rambut Renata.
“Hmmppp… hmmmpp.. hmmmp…” Renata hanya menangis menahan sakit.
Renata dibawa ke bagian belakang dari bangunan yang terletak di lantai 3, menuju sebuah ruangan yang dijaga ketat dan harus melewati 6 sekat terali besi yang mirip sebuah sel. Di dalam setiap sel dikurung satu orang wanita muda.
Renata memperhatikan setiap wanita muda yang ia lewati. Nampak wajah mereka kusam dan rambut mereka kumal, dengan pakaian yang bisa dikatakan tidak layak dipakai. Mereka hanya memakai daster tipis yang robek tanpa memakai pakaian dalam, membuat lekuk tubuh mereka terpampang. Melihat anak buah Hendrik membopong Renata, mereka seperti ketakutan dan langsung meringkuk di ujung ruangan, ada juga yang langsung merintih dan menangis.
“Hahaha lu beruntung, gadis manis, tidak bernasib seperti mereka. Lu akan tinggal di kamar mewah penuh dengan fasilitas.” Kekeh anak buah Hendrik yang membawa Renata.
Renata dibawa ke sebuah kamar
Lux mirip kamar hotel Bintang 5, lengkap dengan fasilitas mewah di dalamnya. Sebuah ranjang
king size telah dipersiapkan dan ditata layaknya ranjang pengantin baru. Tapi ada sesuatu yang berbeda dari kamar pada umumnya, yaitu hampir sekeliling dinding kamar dibuat transparan, alias terbuat dari kaca sehingga bisa langsung melihat ke arah kaki gunung, yang menyuguhkan hamparan pemandangan laut. Begitu pun kamar mandinya terbuat dari dinding kaca. Semuanya didesign sedemikian rupa sehingga siapapun yang tidur di dalamnya seolah sedang berada di alam terbuka.
Lelaki itu menghempaskan tubuh Renata di atas ranjang, dan langsung membukan sumpalan pada mulutnya. Tiba tiba…
“TOOOOOLLLOOONNGGGG!!!” jerit Renata meminta pertolongan.
“Huahahaha… silahkan kamu menjerit sepuas-puasnya, tak akan ada yang mau mendengar dan membantu kamu, nona manis. Dari pada kamu menghabiskan tenagamu dengan teriak, lebih baik kamu simpan untuk malam pertamamu dengan boss Hendrik, ya cantik!!” ucapnya disambung tawa yang membuat Renata merinding.
“Pakk, tolong lepasin saya. Bapak mau apa saja pasti akan saya penuhi, tapi tolong biarkan saya pergi dari sini!!” rayu Renata sambil beringsut menjauhkan dirinya dari lelaki yang sedang menatapnya dengan mesum.
“Hmmm.. OK, tapi aku mau supaya kamu layani saya sekarang, baru saya akan pikirkan!!” ujar lelaki itu sambil membuka celananya, membuat Renata ketakutan. Lelaki itu langsung menerkam Renata dan menindih tubuhnya.
“BRENGSEK KAMU, BOIM!!! APA KAMU MAU SAYA LAPORKAN PADA BOSS HENDRIK???” tiba-tiba terdengar suara wanita menghardiknya.
--- oOo ---
Sementara itu…
“Net, gantian gue yang nyopir dong, kaki gue pegel nih dari tadi ditekuk mulu.” tiba-tiba Anton membuka pembicaraan memecah keheningan dalam mobil. Yah semenjak kejadian penghadangan oleh Kang Tatang, sisi sifat dasar manusia akan ketakutan pun mulai muncul membayangi keberanian nyali kelima sahabat ini. Mereka mulai hanyut dalam pikiran masing-masing, memikirkan tentang kemungkinan terjadinya pertumpahan darah, dan juga dampaknya di kemudian hari.
Mobil pun berhenti. Sakti pun pindah ke belakang, sedangkan Anton menggantikan posisinya dengan duduk di belakang stir. Dai yang semula duduk di belakang pindah ke depan, dan posisinya ditempati oleh Sakti. Dan perjalanan pun dilanjutkan.
“Dai… Net… Bim… dan lu Kebo… Gue sebelumnya berterima kasih banyak atas semua bantuan kalian hingga saat ini.” ujar Anton sambil mengemudi.
“Maksud lu apaan, Cing?” kepala Guntur nongol di antara Dai dan Anton.
“Hmm.. kagak kenapa-napa, cuma…” jawab Anton sambil tersenyum dingin seperti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.
“Cuma..??” lanjut Onet alias Sakti tidak sabar.
“Kalian tahu, kita akan menghadapi musuh yang licik dan jahatnya luar biasa, aku harap kalian pikirkan kembali niatan membantuku. Aku gak mau kalau masalah ini akan mengganggu masa depan kehidupan kalian!!” jawab Anton, sambil menerawang menatap jalanan di depannya.
“Maksud lu ngomong kayak gitu apaan?” timpal Bima di belakang Anton.
“Sudahlah, kalian gak usah pikirin omongan gue, yang jelas nanti di sana jangan melakukan tindakan konyol yang bisa merugikan kalian.” jawab Anton sambil tersenyum kecut karena merasakan keperihan hatinya.
“Cing, gue tau apa yang lu pikirkan. Gue akui, tadi gue memang sempat gentar dan terus kepikiran ketika berhadapan dengan anak buahnya Kang Tatang tadi. Tapi sekarang tekad gue udah bulat, apapun yang terjadi, kita akan tetep bantu lu!! Karena …..” ujar Dai.
“KITA ADALAH SAHABAT!” serempak keempat sahabat berteriak mengucapkan slogan persahabatan mereka, untuk menyatukan tekad sekaligus menghilangkan kekhawatiran yang Anton rasakan.
Anton hanya terdiam sebentar, lalu ucapnya, “Baiklah jika itu mau kalian. Karena musuh kita kali ini adalah kelompok orang yang beranggota banyak, nanti aku harap kita gak usah berpencar, kita merangsek bersama-sama. Dai.. dan lu Bim, kalian entar ikuti gue untuk membuka jalan, dan lu Net ama si Kebo, kalian menjadi
backup untuk menghadang orang yang akan menerjang kita dari belakang. Ini rencana gue, meskipun gak matang tapi ini satu-satunya cara agar kita bisa merangsek maju untuk menyelamatkan Renata.” ujar Anton menerangkan rencananya.
Tiiin…tin…!!!
Terdengar bunyi klakson dari arah belakang. Mereka pun melirik ke belakang, terlihat mobil jeep membuntuti mereka, di dalamnya ada Kang Tatang dan Bang Juned. Di belakang mereka beriringan beberapa truk yang berisikan para jawara yang menyertai mereka. Melihat hal tersebut, Dai pun tersenyum.
“Gue setuju dengan rencana lu, Cing, bagaimana pun lu adalan pemimpin kita!!” ujar Dai sambil menepuk pundak Anton, dan diiyakan oleh yang lainnya.
“
Terima kasih teman, Mut tunggu aku, aku kan datang menjemput kamu.” lirih Anton, tak terasa air mata menetes di sudut matanya.
--- oOo ---
Sementara itu di lokasi berbeda…
“Pahh.. huuuuhuuu…” Begitu melihat ayahnya, Putri langsung berlari dan memeluk Surya.
“Mas….” seru Soffie sambil ikut memeluk suaminya.
Asih pun ikut memeluk mereka dan sama-sama menangis. Bukan hanya kedua istri dan putrinya yang menangis, bahkan Surya pun berlinang air mata karena rasa haru dan bahagia.
“Maafkan mas karena datang terlambat!!” lirih Surya.
“Gak mas, mas dah nolong Soffie..!!” sambil terisak dan membenamkan wajahnya.
“Kang, apa ini sudah berakhir?” tanya Asih.
“Hmm belum sih, jika otak pelakunya masih belum tertangkap! Tapi akang akan mengakhiri semuanya sampai tuntas. Akang janji, gak akan lagi ada orang yang akan menyakiti orang-orang yang akang sayangi.” ujar Surya sambil mencium kepala kedua istrinya.
“Huuuuhu paaaaahh.. Andi gimana pah..?? Ini salah Puput gak mau ngedenger apa kata Andi huhu..” Putri menangis keras.
“Dah kamu gak usah khawatir, Andi gak apa-apa, dia kuat. Lagian Bang Iwan udah membawanya ke rumah sakit terdekat!!” jawab Surya sambil mengelus Putri.
“Duh anak ibu segitunya pada kekasihnya.” ledek Asih sambil tersenyum dalam tangisnya, begitu juga Soffie.
“IIhhhh.. ibu apaan sih.. wajar kan kalo Puput khawatir ke saudara sendiri.” ketus Putri sambil cemberut, lalu ia pura-pura mengusap air mata untuk menutupi rona wajahnya yang memerah.
“Hihi.. saudara atau saudara!” timpal ledekan Soffie.
“Mamaahhh..!!” Putri merajuk. Surya tertawa kecil ketika melihat para bidadari yang dia cintai mulai bercanda. Ia sangat bahagia ketika melihat trauma yang mereka alami sedikit demi sedikit telah hilang.
Orang-orang yang hadir pun tak terasa ikut meneteskan air mata karena haru atas kejadian yang sudah dialami Surya beserta keluarga selama ini. Begitu juga Nanang dan Eka, mereka hanya memperhatikan ketiga orangtuanya dari kejauhan.
“Mas.. Kak Anton di mana?” tanya Soffie ketika tidak melihat putranya tidak ada di antara mereka.
“Anton!!” ujar Surya yang tiba tiba tersadar akan Anton.
--- oOo ---
Di tempat Renata disekap….
“NGAPAIN KAMU?” Rini datang dan menghardik lelaki yang akan memperkosa Renata, ia membawakan pakaian untuk gadis itu.
“Aaanu.. tadi aku disuruh bawa gadis ini ke sini, gantiin si Wawan, katanya terserah mau diapain!!” jawabnya gugup. Meskipun semua orang di istana Hendrik menganggap Rini adalah lonte, tapi kehadirannya yang mendadak dan mengancam akan melaporkan ke Hendrik membuat nyali lelaki ini ciut.
“SUDAH SANA KAMU PERGI!!” maki Rini sambil menarik lelaki itu turun dari ranjang. Lalu lelaki itu pergi meninggalkan kamar sambil ngomel, tinggallah Renata yang masih terikat dengan pakaian terkoyak dan menangisi apa yang hampir menimpa dirinya. Melihat keadaan Renata yang masih syok, Rini duduk di sampingnya lalu mengelus rambut Renata.
“Sudahlah cantik, kamu jangan menangis, untung aku keburu kesini. Aku gak mau kenapa-napa dengan dirimu.” ujar Rini sambil membuka tali yang mengikat pergelangan tangan dan kaki Renata.
“Hiiiks mmaakaaasih mbaak!!” dalam sedu sedan.
“Sabar yah cantik, kamu pasti dapat pergi dari sini..!! Sekarang kamu cepet ganti pakaian.” ujar Rini sambil menyodorkan celana jins dan kaos oblong pada Renata. Renata pun ragu menurutinya.
“Kamu gak usah takut, aku gak akan jahat ke kamu.” ujar Rini lagi sambil mengangguk pada Renata agar gadis itu mempercayainya. Renata menerimanya dengan hati-hati saat menerima pakaian itu, tangannya Rini seolah menyelipkan sesuatu pada tangan Renata. Membuat Renata kebingungan akan maksud wanita ini.
“Jangan kamu bingung, dengan itu kamu dapat pergi dari sini.” jelas Rini.
“Kkkenapa..??” Renata bertanya tidak mengerti.
Rini berbalik lalu melangkah keluar sebelum membuka pintu tanpa menoleh.
“Setiap hari aku selalu bermimpi bahwa akan datang seorang wanita ke istana ini yang akan menolong hidup aku dari dalam neraka ini. Dan wanita yang selalu hadir dalam mimpi aku itu adalah kamu, orang yang akan menghancurkan kejayaan kerajaan iblis ini!! Meskipun aku tidak tahu bagaimana caranya kamu menghancurkan mereka, tapi aku yakin akan semua itu.” ujar Rini sambil tersenyum, lalu meninggalkan Renata seorang diri yang sedang tertegun karena tidak mengerti akan perkataan Rini.
Sepeninggalam Rini, Renata melihat benda yang diberikan padanya, ternyata sebuah kotak sebesar bungkus rokok yang berisi beberapa anak kunci.
“A
pa maksud omongan wanita tadi, dan kenapa ia memberiku kunci? Apa dia menyuruh aku untuk melarikan diri?” dalam hati Renata penuh keraguan, lalu Renata mengganti pakaiannya..
--- oOo ---
Sementara itu, di dalam
bathroom, Hendrik sedang berendam di bathtube sambil mengotak-atik HP-nya.
“Si Broto dan Si Jaki kenapa susah dihubungi..!!” ternyata Hendrik sedang mencoba menghubungi anak buahnya untuk mengetahui situasi dan kondisi di sana.
Kreeeek!!! Pintu terbuka dan masuklah Rini yang sudah bertelanjang bulat dengan membawakan alat mandi, tapi nampak sesuatu yang berubah pada dirinya, sesuatu yang tak pernah ia tampakan selama pernikahan mereka. Wajahnya sedikit ceria dan segar, meskipun senyum yang terlukis dalam bibirnya seperti penuh misteri.
Lalu Rini naik ke dalam bathtube dan mulai melakukan tugas rutinnya yaitu memandikan Hendrik suaminya. Hendrik masih tetap mengotak-atik HP-nya, sedangkan Rini yang tak peduli mulai membilas tubuh Hendrik, tiba tiba..
Braaaaakkkk..!!! Hendrik melempar Hpnya hinga pecah.
“BRENGSEK…!!! PADA NGAPAIN AJA MEREKA, SUSAH BANGET DIHUBUNGI!!” ia meluapkan emosinya sambil memaki, membuat Rini tersentak kaget tetapi di balik kagetnya itu Rini tersenyum dalam hati.
“
Tiba saatnya kamu musti hancur… suami brengsek!!” dalam Hati Rini.
“SUDAH SANA PERGI, GUA OGAH DILAYANIN KAMU… BINI LONTE… DAH JIJIK NGELIAT TUBUH LU. BERAPA RATUS KONTOL YANG DAH MASUK MEMEK LU SANA!!” maki Hendrik sambil mendorong Rini supaya pergi darinya. Mendengarnya, Rini bagaikan disambar petir siang bolong, padahal dia begini akibat perbuatan Hendrik yang terus melecehkan dia agar tubuhnya dinikmati oleh lelaki lain.
“
Tak aku maafkan perlakuan kamu padaku Hendrik.” ucapnya dalam hati sambil meninggalkan Hendrik sendirian.
--- oOo ---
Sementara itu, Anton dan kawan-kawannya melaju kencang hingga tiba di gerbang istana Hendrik yang dijaga oleh banyak pengawal. Bukannya menurunkan kecepatannya, Anton malah menginjak pedal gas mobilnya semakin dalam.
“Cing.. Cing…. Cing…. Lu mo ngapain..” Guntur merasa panik melihat Anton mengendarai mobilnya.
“AWAAASSS CIIING….” Teriak Bima.
BRAAAAAAKKKKKK…!!!!
Mobil yang dikemudikan Anton menerjang pintu gerbang hingga mobilnya terus merangsek masuk ke dalam parkiran, diikuti mobil lainnya di belakang. Mendengar suara yang begitu keras dan melihat ada mobil yang mendobrak gerbang dan merangsek masuk, puluhan orang anak buah Hendrik langsung berlarian menghadang mobil. Tetapi entah apa yang ada di dalam benak Anton, meski jalan dihadang banyak orang, ia malah menekan gas menabrak siapapun yang menghalanginya.
“Annjiiiirrrr, Ned… itu junjunan kamu nyupir mobil kayak kesetanan… tapi gue suka liat gayanya..” Ujar Kang Tatang terkagum melihat Anton yang menabrak dan menggilas orang yang menghadangnya tanpa rasa takut dan iba. Mobil yang mengawal Anton pun mau tak mau melindas orang yang sudah banyak terkapar di area parkiran. Hanya Kang Juned yang meneguk ludah melihat kengerian yang ada dihadapannya entah berapa orang yang terlindas hingga mati.
Dai juga merasa ngeri ketika tiba-tiba melihat sisi lain Anton. Ia melihat ke arah wajah Anton yang dingin dan tak berperasaan. Ia hanya bisa terdiam dan terpejam merasakan mobilnya yang mereka tumpangi beberapa kali melindas orang, begitu pula sahabat lainnya.
Mobil Anton terus merangsak masuk hingga sampai di depan rumah. Di depan pintu masuk, ada 3 orang yang telah menghadang dengan senapan mesin otomatis lalu merentetkan tembakan pada mobil yang dikemudikan Anton.
TERREEERRRREEETTTT….!!!
Bunyi senapan mulai terdengar memberondong dan menembaki mobil. Kaca dan bodi mobil yang mreka tumpangi pun mulai berlubang, keempat sahabat Anton menundukan kepalanya untuk menghindari peluru.
“AARRRRRKKKKKKKKHHHHH……!!” Anton berteriak sekeras-kerasnya sambil menginjak makin dalam gas mobil, diarahkan kemudinya kearah 3 orang yang sedang menembakinya. Ketiga orang itu bukannya takut malah terus memberondongi tembakan hingga..
BRUUUAAAKKKKK…!!! mobil itu menghantam keras ketiga orang tersebut lalu menabrak kaca depan istana Hendrik hingga mobil itu merangsak masuk ke dalam.
BLAAAAAMMMMM… akhirnya mobil Anton terhenti setelah menghantam dinding dalam rumah, sedangkan ketiga orang yang ditabrak Anton mati seketika dan sebagian tubuh mereka hancur karena tergencet mobil.
Dengan terhuyung-huyung, Anton keluar dari dalam mobil diikuti sahabatnya. Beberapa penjaga Hendrik mulai berlarian menyerang Anton dan kawan-kawan..
Ciiiiiiittttt!!! Terdengar decitan rem mobil di belakang mereka.
“SEERAAAANNNGGG!!!”
Entah siapa yang memberikan aba-aba, puluhan jawara turun lalu menyerang para penjaga Hendrik yang mau menyerang Anton dan kawan kawan.
--- oOo ---
Di perjalanant Surya , yang segera menyusul ke tempat Anton….
“Mas, kok perasaan mamah ga enak yah..?” ujar Soffie yang sedang bersandar pada tubuh Surya, begitu pula Asih, mereka berdua bersandar mengapit Surya.
“Iya kang, Asih juga kok merasa gak enak. Ibu takut ada apa-apa ama Kak Anton.” timpal Asih.
“Kalian gak usah memikirkan Anton, dia pasti baik-baik saja!!” Surya berusaha menenangkan kedua istrinya, meskipun dalam hatinya ia juga merasa waswas. Mereka bertiga dan beberapa anggota provost langsung bergerak meluncur ke tempat persembunyian terakhir Hendrik. Hanya Nanang dan Eka yang tak ikut, mereka menemani Putri yang menunggu Andi dirawat di Rumah sakit.
“
Ton, papah harap kamu tak berbuat macam-macam di sana!!” dalam hati Surya.
--- oOo ---
Kembali istana Hendrik…
“Brengsek!!! Ini pasti ada sesuatu pada mereka..” ujar Hendrik sambil turun dari bathtube dan mengeringkan badannya.
Blaaaaammmmm..!!! Terdengar bunyi yang begitu keras, hingga getarannya terasa oleh Hendrik. Dengan panik Hendrik memakai pakaian seadanya lalu keluar kamar mandi dan hendak keluar kamar. Ketika membuka pintu terdengar suara tembakan dan teriakan orang yang sedang berduel dari arah bawah.
Tanpa banyak bicara, Hendrik berbalik membawa pistolnya lalu keluar dengan pakaian seadanya lalu lari dan turun keluar untuk mengetahui siapa yang telah berani mengusik dirinya.
--- oOo ----
Sementara itu didalam kamar penyekapan Renata.
“Kok seperti rame amat di luar, ada apa yah?” Renata mengintip dari dinding kaca yang memang sedikit dapat melihat bagian depan rumah, tapi yang terlihat oleh Ranata hanya orang-orang yang berlarian. Karena kamar itu sedikit kedap suara, Renata tak bisa mendengar dengan baik, sampai akhirnya tiba-tiba ia merasakan getaran keras pada lantai di bawahnya.
Renata yang mulai merasa waswas, mulai berpikir untuk melarikan diri karena dia telah memegang kunci kamar. Hingga…
Kreeekkk..!!! Pintu kamar pun dibuka dari arah luar, lalu muncul sosok wanita yang tadi menolong dirinya. Dan mulailah terdengar suara tembakan dan jeritan orang-orang dari arah bawah.
“Kok kamu belum lari!!??” tanya dia.
“Ehh aku takut mbak!!” jawab Renata.
“Yasudah, sekarang kita musti lari dari sini. Ayo cepat, banyak orang yang menyerang tempat ini, mumpung semuanya lagi sibuk menghadangnya, kita bisa menyelamatkan diri dari temoat ini.” ujarnya sambil menarik lengan Renata dan mengajaknya melarikan diri.
Saat melintasi jeruji sel, wanita-wanita yang berpakaian seadanya dan berwajah kusam, menatap Renata yang hendak melarikan diri dengan lesu dan lemas. Renata pun menahan diri untuk melangkah.
“Ayo cepat!!” ajak Rini.
“Tapi mereka..??” Renata merasa kasihan.
“Biarkan mereka, yang penting kamu dulu, aku yakin kerajaan Hendrik akan hancur di tangan kamu.” Rini yang tetep
keukeuh dan yakin bahwa di tangan Renatalah Hendrik akan hancur.
“Tidak mbak, aku gak tega meninggalkan mereka.” lalu Renata berlari ke arah meja di sudut ruangan untuk mencari sesuatu, hingga dia menemukan apa yang dicarinya. Lalu Renata berlari membuka jeruji teralis dengan kumpulan kunci yang dia temukan.
“Ayo mbak semua, kita musti kabur dari sini..!!” teriaknya sambil membuka setiap pintu jeruji. Akhirnya para wanita yang berjumlah 6 orang tersebut bisa keluar, wajahk mereka nampak ragu dan takut.
“Kalian gak usah takut, kita sama-sama tawanan, makanya kita harus berusaha melarikan diri bersama-sama.” papar Renata, hanya Rini yang terdiam melihat Renata yang membebaskan para wanita itu. Akhirnya mereka semua mengikuti Renata, mengendap-endap agar aksi mereka tidak diketahui oleh para penjaga. Mereka keluar dan berlari melalui halaman belakang yang sudah ditinggalkan para penjaga karena mereka membantu kelompoknya di bagian depan.
--- oOo ---
Di ruangan depan sendiri, tanpa sedikit ragu pun Anton terus merangsek memukuli setiap orang yang hendak menyerang. Akal sehat Anton telah hilang, yang ada rasa dendam di hatinya. Melihat Anton yang terus menyerang, keempat sahabatnya pun ikut membantu menyerang dan melindungi Anton. Mereka seolah tak punya rasa lelah dan sakit pada tubuh mereka.
“Jiaattt!!!!” Dai melancarkan tendangan ke arah punggung dua orang yang hendak membacok Anton dari belakang, hingga mereka pun terjerembab jatuh. Ketika lawannya akan bangkit, dari arah belakang Dai, Bima menerjang kepala salah satunya sekuat tenaga Ia melompat dan mendaratkan pukulan dengan keras pada tubuh lawan hingga kedua orang itu langsung pingsan.
Seperti biasa, Sakti meraih potongan kaki kursi dengan gaya bak seorang jagoan silat yang sedang memainkan tongkat, lalu memukulkannya secara membabi buta ke beberapa orang di sekitarnya.
“Awas Dai..” teriak Guntur ketika melihat seseorang mengayunkan golok pada lehernya. Karena tak sempat menghindar, ia menepis golok itu dengan tangannya. Melihat Dai diserang, Guntur langsung menerjang dan menggabruk orang itu hingga terdorong jatuh dan goloknya terlepas. Ia langsung menduduki lawan dan menghujamkan pukulan sampai pingsan.
“KALIAN BANTU MEREKA!!” terdengar Kang Tatang memberi perintah pada anak buahnya untuk membantu Anton Cs yang mulai keteter menghadapi serangan lawan. Beberapa orang lalu berlari menyerang membantu anton.
Buuuk!!! Bbuk..!!!! Sakti terus melancarkan pukulannya hingga…
Krraaaakkk..!!! Kaki meja yang dibuat senjata oleh Sakti patah saat berbenturan dengan golok.
“Dai, lu ga papa!!” Guntur merasa cemas melihat lengan Dai yang berdarah.
“Gak papa bro, ehh AWASS!!” sebuah tendangan menghujam ke arah rahang Guntur membuat Guntur jatuh limbung.
Bima pun mulai kewalahan, ia mulai menjadi bulan-bulanan 3 orang yang mengepungnya, hanya saja dia beruntung karena lawannya hanya memakai tangan kosong. Bima pun tak menyerah, ia terus menyerang salah satu dari mereka, meskipun dirinya sering dibokong dari belakang.
Lain dengan Anton, ia seperti yang sudah hilang akal, rasa sakit akibat pukulan dan bacokan pada tubuhnya sudah hilang, terlebih Anton malah membalas orang yang telah memukulnya.
“Serrraaaanggg!!” tiba-tiba puluhan pasukan dari arah luar masuk. Bang Juned dan Kang Tatang beserta anak buahnya tiba-tiba datang membantu. Perkelahian yang tadinya tidak seimbang sekarang mulai berbalik, para penjaga Hendrik mulai keteteran menghadapinya.
DOR.. DOR..!!!
Dua tembakan dilepaskan oleh Hendrik dari arah anak tangga dan mengenai anak buah Kang Tatang. Bukannya takut, setelah tertembak kedua anak buah Kang Tatang sersebut malah semakin beringas melancarkan serangan. Anton melirik ke arah orang yang melancarkan tembakan, dan tubuhnya langsung bergetar karena dendam amarahnya. Diraihnya golok yang tergeletak di lantai.
“HENNNDDRIIKKK, GUA BERSUMPAH HARI INI LU BAKALAN MATI DI TANGAN GUA…!!” teriak Anton sambil mengacungkan golok pada Hendrik.
Melihat bahwa yang berteriak adalah Anton, Hendrik merasa gentar dan bergetar, nyalinya mulai ciut apalagi saat melihat Anton mulai merangsek membacoki para anak buahnya yang sedang menghalangi agar tak bisa mendekati Hendrik. Sedangkan Anton sendiri, ia seakan tak peduli, padahal darah sudah mengalir pada tubuhnya. Ia terus mengibas-ngibaskan goloknya.
“Cing..!!” suara Dai tertahan melihat kebengisan Anton.
Dor.. dor…!!! Hendrik mulai menembaki Anton, tetapi tak satupun mengenai sasaran. Melihat Anton ditembaki dan di kepung oleh penjaga Hendrik, Dai pun berlari hendak membantu Anton.
Sementara itu, Sakti masih berjibaku dengan seseorang. Ia terus memberikan perlawanan dengan menggunakan patahan kaki kursi, dan pada saat lawannya akan menusukan goloknya…
“Lu berani macam-macam ama anak didik gua?? Rasakan ini.” tiba-tiba Bang Juned menghujamkan goloknya pada pegelangan orang itu.
Kraasshhh!!!!
Pergelangan tangan orang yang sedang memegang golok dan menghunuskannya ke arah Sakti langsung putus oleh tebasan golok Bang Juned. Lawannya menjerit kesakitan, dan tak disia-siakan oleh Sakti, ia langsung menyapu kakinya hingga terjatuh.
“Sakti, bantu Dai menjaga Anton!!” teriak Bang Juned mengingatkan Sakti. Sakti pun menoleh melihat Dai yang merangsek mengajar orang-orang yang mengepung Anton.
“Bangun lu, malu ama badan gede.” ujar Kang Tatang pada Guntur yang masih terhuyung-huyung akibat tendangan lawannya.
“Duh bang pusing… !!” ujarnya polos sambil memegang keningnya.
Begitu juga dengan Bima yang sudah dibantu oleh para anak buah Kang Tatang sudah berhasil mengalahkan ketiga orang yang mengepungnya, dengan posisi membungkuk dia menarik nafas sementara.
“Kalian berdua cemen, liat noh ketiga temen kamu terus maju.” Kang Tatang datang memapah Guntur sambil menunjuk Anton, Dai dan Sakti yang terus membabi buta menghajar orang yang menghalangi jalannya.
“Wet dah.. si Cacing punya ilmu apaan sampe badannya hancur gitu masih terus merangsak?” ujar Guntur tak percaya melihat sahabatnya yang sedang kesetanan.
“ Lemes dah.” dengan enggan Bima pun bangkit dan berlari ikut membantu Dai dan Sakti.
“Loh.. loh Bim..!!” Guntur pun melongo melihat Bima.
“Udah sana bantu, biar disini kita yang beresin.” ujar Kang Tatang sambil mendorong Guntur.
“Akh abang…” dengan ogah tetapi..
“Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..!!!” Guntur berlari sekuat tenaga menerjang orang-orang yang hendak memukul para sahabatnya.
Kang Tatang hanya tertawa kecil melihat kelakuan mereka berdua, meskipun tadi seperti mengeluh bukan berarti menyerah, mereka tetap maju menerjang.
Melihat Anton yang terus mendekat ditambah isi peluru pada pistolnya sudah kosong, pada akhirnya Hendrik pun balik badan dan langsung berlari meninggalkan ruangan itu, dia menuju ruangan di mana Renata disekap.
“
Brengsek!!! Bener-bener anak si Surya mau menghancurkan hidup gue, gue musti cepat ambil tuh cewek buat sandera.” pikirnya sambil terus berlari sambil menenteng pistol yang sudah tanpa peluru.
Setibanya di tempat para wanita disekap, ia melihat semua jeruji telah terbuka dan isinya telah kosong, dengan pikiran kalut dia langsung berlari ke arah kamar tempat Renata dikurung.
Krekk..!!! Pintu dibuka, terkejutlah Hendrik ketika melihat bahwa kamar telah kosong dan ia tidak menemukan sosok Renata di dalamnya..
“AAAARRRGHHHH BRENGSEK.. SIAPA YANG BERANI BERANI MEMBAWA GADIS ITU KABUR..!!” makinya keras, lalu Hendrik berlari pada dinding kaca mengamati bagian belakang istananya. Matanya tertuju pada rerimbunan pepohonan di mana Rini istrinya beserta para tawanan sedang mencoba melompati pagar halaman belakang untuk melarikan diri.
“DASAR BINI BRENGSEK..!!! LIAT SAJA, GUE BAKALAN BUNUH LU SEKELUARGA.” Maki Hendrik lalu dia celingak-celinguk mencari sesuatu, akhirnya matanya tertuju pada sebuah lemari kecil. Diangkatnya lemari itu lalu.
Praaaannggg..!!!!
Dilemparkannya lemari kecil itu pada dinding kaca hingga hancur, lalu Hendrik kabur untuk mengejar Rini, melewati dinding kaca yang telah pecah.
--- oOo ---
Sedangkan Rini sendiri berusaha membantu wanita-wanita yang bersamanya meloncati pagar.
“Ayo cepet kita gak bisa lama-lama di sini, jangan sampai mereka menyadari kalau kita kabur.” ujar Rini sambi; mendorong pantat salah seorang wanita tahanan melompati pagar tembok. Awalnya Rini tak berani untuk kabur, tetapi begitu melihat Renata, keberaniannya untuk melarikan diri tumbuh seketika.
PRAAANGGGG!!!!
Terdengar keras suara kaca dari arah loteng, Rini mendongak ke atas, terkejutlah Rini saat tahu bahwa Hendrik sedang keluar dari lubang kaca.
“Ayo Mbak, cepat loncat!” ujar Renata sambil menyodorkan tangannya untuk membantu Rini. Dengan susah payah Rini pun akhirnya berhasil melompati pagar lalu mereka melarikan diri ke arah hutan.
--- oOo ---
“Argghhh!!!” jerit lawan ketika jari tangannya rampung akibat kibasan golok Anton, lalu menjatuhkan diri sebagai tanda bahwa dia menyerah pada Anton.
“Fuu.. fuuu. fuuu…” Anton berhenti sejenak untuk menarik nafas, lalu matanya mengitari sekeliling ruangan, hingga matanya tertuju pada pintu yang terbuka.. dan…
Praanggg!!!! Terdengar sesuatu yang pecah dari arah ujung ruangan, Anton pun lalu berlari ke arah sumber suara. Sementara keempat sahabatnya masih berjibaku menyerang lawan-lawan mereka, hingga akhirnya semua lawan tergeletak dan terkapar.
“Haaaa… gila… gilaa… gue sampe gini!!” maki Guntur yang tubuhnya berlumuran darah sambil membungkuk menarik nafas begitu juga yang lainnya.
Bima terduduk di atas lantai sambil mengusap memar di wajahnya, Sakti yang terseok-seok langsung menaiki tangga menyusul Anton, Dai dengan darah yang mengucur akibat bacokan pada lengannya pun berjalan pelan mengikutinya. Rupanya pertarungan kali ini benar-benar menguras tenaga, dan entah sudah berapa orang yang telah tumbang akibat pukulan-pukulan mereka.
“Ehh.. kalian mau kemana!!??” ujar Guntur ketika melihat Dai dan Sakti berlari menaiki anak tangga.
“Kalian istrirahatlah, biar kami berdua yang membantu si Cacing.” ujar Dai. Dai menyadari bahwa sekuat-kuatnya Guntur dan Bima, tetapi pertempuran tawuran berbeda dengan pertempuran satu lawan satu. Pertarungan speerti ini sangat menguras tenaga, belum lagi luka yang mereka alami pastinya akan membuat Guntur dan Bima cepat kelelahan. Beda dengan Sakti dan dirinya yang sudah terbiasa karena sudah lama berkecimpung menjalani pertarungan seperti itu ketika mempertahankan wilayahnya.
Ucapan Dai membuat hati Guntur panas, “Oiiii, si Cacing itu juga sahabat gue .. gue ngikut..!!” dengan susah payah karena tubuh gemuknya, Guntur bangkit lalu berjalan menyusul Dai dan Sakti.
“Bim, tuh pipi dielus-elus juga gak akan jadi sembuh, udah ayo bangun ntar lu minta cium si Sarah biar cepet sembuh hahaha..” ledek Guntur pada Bima yang masih ngusap-usap memar pada rahang dan pipinya sambil menyandar pada tembok.
“Mah.. sakit.. huuhu..” ujar Bima yang mencoba menghibur diri menahan sakit lalu bangkit dan mengikuti Guntur menaiki tangga.
--- oOo ---
Sambil terpincang-pincang, Anton akhirnya sampai di ruangan sumber suara tadi, lalu matanya tertuju pada dinding kaca yang telah berlubang. Anton berlari mendekati lubang kaca dan melihat Hendrik sedang berlari di halaman belakang menuju pagar benteng; hendak kabur. Ketika ia melewati lubang kaca untuk mengejar Hendrik, matanya tertumbuk pada sekelompok wanita yang sedang berlari ke arah hutan, sekilas Anton melihat sesosok gadis yang dikenalnya.
“Mut..??” Yah Anton meliat Renata yang berlari menjauhi istana ini, lalu pandangannya beralih pada Hendrik yang akan melompati pagar, pikiran Anton langsung jalan mungkin Hendrik akan mengejar mereka.
“WOYYYY ANJJING JANGAN LARI LU..!!” teriak Anton sambil langsung turun meloncati sisi tembok. Mendengar suara Anton yang memaki dirinya, Hendrik semakin kalang kabut, ia meloncat turun dari atas benteng yang akibatnya kakinya terkilir.
“Fuuufuuu.. Cing tunggu..” ujar Sakti saat melihat Anton yang dengan mudahnya dan tanpa rasa takut menuruni dinding.
“Mana dia, Net?” ujar Dai yang tiba di belakangnya. Sakti hanya menjawab dengan menunjuk ke arah bawah.
“Ayo Net.. kita susul dia!” Dai dan Sakti pun langsung turun dengan cara Anton tadi.
“Yaelah pada kemana kalian?” Guntur yang baru tiba di ruangan kaca ini melihat ruangan yang sudah tidak ada siapa-siapa, hanya dinding kaca yang telah berlubang.
“Mana mereka!!?” Bima yang juga baru nyampe langsung bertanya.
“Kagak tau.” ujar Guntur sambil terus berjalan melewati lubang kaca.
“Noh.. itu mereka, hadeuh masa gue cape-cape naik tangga sekarang musti turun lagi.” ujar Guntur yang melihat Anton berlari ke arah pagar benteng diikuti Dai dan Sakti dari dinding kaca.
“Mana?? Duh mereka bertiga punya tenaga apaan sih, apa kagak cape!!??” dumel Bima.
“Ayo dah jangan cerewet.. ayo lu duluan yang turun..” ujar Guntur sambil menarik pundak Bima.
“Haaa.. ogah…! Lu duluan akh.. aduuhh lumayan tinggi juga.“ jawabnya sambil melongok ke arah bawah.
“Lu.. akh gue ngeri jatuh..!!” balas Guntur, tapi Bima dengan cepat mendurong Guntur ke arah lubang untuk berpijak ke sisi tembok.
“Lu dulu!!” sambil mendorong Guntur, dorongan itu membuat kaget Guntur dan akhirnya kaki Guntur terpeleset pada sisi tembok, tapi tangannya langsung meraih lengan Bima, dan akhirnya mereka berdua pun jatuh menyusuri sisi genting rumah.
“Akkkkkkhhhhhh!!!” jerit mereka berdua.
--- oOo ---
Sementara di bawah, Anton yang akan meloncati pagar.
“OOOII BERHENTI KALIAN!!!” Dua orang jawara berteriak mengejarnya, membuat Anton mengurungkan niatnya untuk melompat. Tapi kemudian Dai berseru…
“Cing, lu kejar si Hendrik, biar ini kami berdua yang memberi pelajaran.”
Sebetulnya Dai merasa tangannya mulai kesemutan dan bergetar, tapi mau tak mau ia harus melawan mereka dan membiarkan Anton mengejar Hendrik. Akhirnya Dai dan Sakti berbalik lalu berlari hendak menghadang tetapi tiba-tiba..
“Arrrrrkkkkhhhh…!!!” teriakan Guntur dan Bima yang terjatuh dari lantai dua, dan nasibnya beruntung karena menimpa dua orang jawara yang hendak mengejar Anton.
Bruuuukkkk..!!!
“Duhhhhh.” Guntur menggeliatkan tubuhnya menahan sakit.
“Hadeuuuuh, lu ngapain tarik gue segala kalo mau jatuh!!?” Bima juga mengeluh menahan sakit.
“Lu lagi… ngapain dorong-dorong gue!!?” timpalnya
Sakti dan Dai mengeleng-gelengkan kepala menyaksikan kedua temannya ini, meskipun merasa kasihan tapi mereka bersyukur karena dengan jatuhnya Guntur dan Dai yang menimpa lawan. Mereka tak perlu lagi bertarung karena lawan mereka sudah pingsan tertimpa jatuhnya tubuh mereka berdua.
Ngiiiiung.. ngiung.. ngiung..!!! Terdengar bunyi sirine dari rombongan mobil polisi dari arah depan.
“Akhirnya mereka datang juga.” ujar Dai sambil merebahkan tubuhnya di atas rumput halaman. Begitu pula Sakti, hanya Guntur dan Bima yang masih saling menyalahkan. Sakti dan Dai pun memejamkan mata karena kelelahan.
--- oOo ---
Di jalan setapak di pinggir tebing, sekelompok wanita sedang dikejar oleh Hendrik…
“JANGAN LARI KALIAN..!!!” teriak Hendrik sambil terus mengejar Rini dan Renata serta rombongannya. Apa boleh buat, keenam wanita yang dibebaskan Renata sudah sangat kelelahan bercampur lapar, lari mereka pun sudah terseok-seok.
“Kalian pergilah, biar mbak yang menghalangi Hendrik. Sudah… jangan membantah, cepat lari ke sebelah sana, gak akan lama lagi kalian akan sampai di desa tetangga. Kalian bisa langsung meminta pertolongan warga!!” perintah Rini, lalu ia mencari sebatang kayu sebagai senjata. Dengan berat hati akhirnya Renata dan keenam wanita tadi berjalan lebih dulu.
Dan hingga akhirnya…
“BRENGSEK KAMU RINI!! BERANI-BERANINYA KAMU MELAWAN SUAMI KAMU…!! SINI KAMUUU!!!” maki Hendrik.
“AAPPPPPAAA?? SUAMIIII??? KAGAK SALAH DENGER!!? YANG NAMANYA SUAMI TUH PASTINYA JAGAIN ISTRINYA, BUKAN NGEJUAL ISTRINYA DAN DIJADIIN LONTE UNTUK AMBISI KAMU!!” Rini meluapkan emosinya.
“AKU GAK SUDI BALIK DAN JADI ISTRI KAMU, LEBIH BAIK AKU MATI!!” lanjutnya sambil mengacungkan batang kayu pada Hendrik.
“HUAHAHAHA… KAMU MAU APA HAAAA… MAU PUKUL AKU AMA KAYU ITU?? HAHAHAHA… LU PANTESNYA CUMA JADI WANITA PEMUAS NAFSU.. JADI LONTE YANG HANYA BISA DI ENTOT DOANG HAHAHA!!!!” Hendrik tertawa melihat sikap Rini yang memasang kuda-kuda untuk melawannya.
“DASSSAAAARRR BAAAJINGAN…!!” Rini langsung memukulkan kayu ke arah Hendrik tapi setiap pukulannya tak ada yang mengenai sasaran.
“HAHAHA.. KAN.. KAN… BISA APA KAMU??” ledek Hendrik.
Ketika Rini hendak memukul Hendrik lagi, lelaki itu menangkap tangan Rini dan menepis pukulan, higga kayu yang dipegang Rini pun terlepas. Wanita itu pun meronta-ronta mau melepaskan dari genggaman Hendrik.
“DIAM..!!!” dengan cepat Hendrik menjambak rambut Rini hingga menengadah.
“Cuuuuihhhh!!” Rini pun memberi perlawanan dengan meludahi wajah Hendrik.
“BANGSAT…!!!” PLAAAAK!!!! Hendrikpun melepaskan genggamannya dan langsung menampar pipi Rini, istrinya sekuat tenaga hingga jatuh terjungkal.
“DASAR BINI GAK TAU DIRI!!” maki Hendrik, tanpa ampun ia menendangi tubuh Rini yang tergolek di tanah. Tapi tiba-tiba terdengar oleh Hendrik…
“Hiiiaaattt…!!!”
BUUUUUGGG!!!
Sebuah pukulan dari tongkat kayu telak mengenahi wajahnya, tubuh Hendrik sedikit limbung, kedua tangannya menutupi wajahnya, dari sela-sela jari tangannya mulai menetes darah segar.
“Mbak.. kamu gak papa?” ternyata yang tadi memukul adalah Renata yang balik lagi dan menolong Rini.
“Kkenaapa kamu bbalik lagi!!?” ujar Rini terbata-bata.
“BRENGSEK KAMU…!! RASAKAN INI…!!” Hendrik yang telah sadar dari sakitnya langsung berlari untuk menerjang Renata dengan kepalan tangan siap dilepaskan.
“BAJINGAN…!!! JANGAN JADI PENGECUT!!! GUE LAWAN LUUU…!!!”
Tiba-tiba sosok Anton datang menerjang dari atas arah samping lalu menubruk Hendrik dan akhirnya mereka berdua pun jatuh berguling-guling ke bibir jurang.
“ANNNTOOONN!!” jerit Renata saat tahu Anton yang jatuh ke dasar jurang bersama Hendrik.
“TOOONN…!!” Renata berlari ke bibir jurang, hatinya sangat takut kalau-kalau kekasih hatinya telah terjatuh. Masih terlihat olehnya, Anton yang terus berguling ke dasar. Renata bermaksud untuk menuruni jurang untuk menolong Anton, tapi…
Plok.. plok.. plok!!! Suara derap sepatu banyak orang datang menghampirinya. Renata menoleh ke arah datangnya suara, segerombolan polisi pun datang menghampirinya.
“Adek tidak apa-apa?” ujar salah satu perwira yang ternyata dia adalah Kombes Blackdevil.
“Pak, tolong pak, temen saya jatuh kejurang, dia tadi menolong saya dengan mendorong Hendrik dan merka berdua jatuh ke sana!!” ujar Renata sambil menunjuk ke arah bawah, tapi sosok Anton dan Hendrik sudah tak terlihat lagi karena terhalang oleh semak dan pepohonan.
“Baiklah, kita akan menolong dia. Petugas, siapkan tali, kita akan menuruni lereng jurang ini!!” perintahnya lagi.
Tiba-tiba salah seorang perwira datang tetapi ia langsung menghampiri Rini yang terduduk di tanah.
“Rin, kamu gak papa?” tanyanya sambil memegang bahu Rini, ternyata dia adalah Irjen Dirga. Rini menjawab dengan gelengan kepala derai air mata. Ia menangis, sebuah tangisan bahagia karena penderitaannya kini telah berakhir.
“Maaf, aku terlambat menolong, aku baru tahu bahwa kamu sangat menderita.” lanjut Irjen Dirga, ia merasa tak tega melihat sahabat istrinya yang kini terlihat sangat berbeda. Rini pun menangis keras dalam pelukan Dirga.
“Sudahlah, ini semua sudah berakhir Rin. Orang tua kamu pasti bahagia ketika tahu bahwa kamu masih hidup, mereka waswas mendengar kabar dari kamu, begitu juga istriku.. sahabatmu!!” uja Dirga menenangkan Rini.
“Dir, makasih hikkss..” lirih Rani di tengah isaknya.
“Petugas rawat dia!!” ujar Irjen Dirga kepada salah satu anak buahnya. Lalu Dirga mendekati Kombes Blackdevil dan Renata.
“Gimana, Black!!??” tanyanya.
“Target beserta anaknya pak Surya terjatuh ke bawah sana, sekarang kita sedang mempersiapkan untuk turun.”
--- oOo ---
Anton serta Hendrik terus berguling menyusuri lereng jurang hingga akhirnya…
Kraaaakkkk..!!! Suara sesuatu yang patah terdengar kencang.
“ARRGGGHHH!” lolongan Hendrik terdengar nyaring. Lengan kanannya membentur tunggul pohon dengan keras hingga patah. Nampak tulang putih menyembul menyobek daging dan kulitnya, bersamaan dengan darah segar yang mengalir.
Anton sendiri nampak limbung karena kepalanya terbentur batu. Ia sudah terlihat lemas tak bertenaga, kepalanya sangatlah pening. TubuhAnton tergeletak sambil menatap tajam tubuh Hendrik yang meraung kesakitan, bak belatung ia berguling-guling kesakitan di atas tanah.
“Arghhhh AANJIIINGGG… !! teriak Hendrik sambil mencoba bangun dan duduk bersimpuh menahan sakit, tangan kirinya menopang tangan kanan yang patah.
“HAHAHA… HANYA SEGINI KEMAMPUAN KAMU HAI ANAK SURYA…!!! KAMU TAK BEDA JAUH DENGAN AYAH KAMU. KALIAN MEMANG PECUNDANG HAHAHA.” sambil menahan rasa sakit, Hendrik menertawakan Anton yang sedang mencoba bangun tapi pemuda itu tak bisa beranjak dari tempatnya.
Tapi akhirnya Anton dapat berdiri, meski harus bersusah payah. Tangannya menenteng golok yang sejak di atas jurang tidak pernah lepas dari genggamannya, lalu dengan gontai dia mendekati Hendrik.
“HAHAHA… MAU APA KAMU MENDEKAT? MAU BUNUH AKU…??? AYO LAKUKAN!!! BUKTIKAN KALAU NYALI KAMU LEBIH BAIK DARI AYAH KAMU…!!” Hendrik terus memprovokasi Anton, entah karena sudah pasrah akan nasibnya sendiri atau hanya sekedar untuk mencoba mengulur waktu.
“YAA… AKU AKAN MENGAKHIRI HIDUPMU, BRENGSEK!!! KAMU… TAK PANTAS LAGI HIDUP DI DUNIA INI!!” ujar Anton.
Anton mendekati Hendrik dengan terhuyung, lalu menjambak rambut Hendrik tanpa perlawanan. Pancaran amarah dan dendam langsung terpancar pada wajah Anton, matanya memerah dan nafasnya terengah-engah. Sementara tangan kiri masih menjambak rambut Hendrik, tangan kanannya terayun mengangkat golok.
Anton menggeram sesaat sambil menghela nafas, dan golok pun terayun mengarah pada leher Hendrik. Tapi…
“BERRHENTI…!!! ANGKAT TANGAN, JATUHKAN SENJATA!!” tiba-tiba beberapa anggota polisi datang dan langsung mengepung Anton dan Hendrik. Ayunan golok di tangan Anton pun menjadi terhenti, sebentar ia melirik ke arah para polisi, lalu kembali melihat Hendrik.
“HUAHAHA.. SEPERTI YANG KUBILANG, KAMU SEPERTI AYAH KAMU YANG GAK PUNYA NYALI, YANG BISANYA HANYA BISA MERATAPI PENDERITAAN YANG DIALAMINYA HUAHAHHA…!!!!” Hendrik tertawa melihat keragu-raguan Anton.
“TON, TOLONG JATUHKAN GOLOK ITU, BIAR KAMI MENANGKAPNYA DAN HUKUM YANG AKAN MEMPROSESNYA. INGAT TON, MEMBUNUH DIA HANYA AKAN MEMBAWAMU KE PENJARA..!!” tiba-tiba Komandan Blackdevil muncul dan mencoba membujuk Anton.
Mendengar perintah itu, Anton hanya berpaling dan tersenyum dingin.
“HUKUM…. HUKUM…. JIKALAU MEMANG ADA, DARI DULU ORANG INI SUDAH TERTANGKAP.” jawab Anton.
“KAMI TAHU TON, DAN SEKARANG KAMI TELAH MEMILIKI BUKTI UNTUK MENAHAN DIA DAN MENJEBLOSKANNYA KE DALAM PENJARA!” Lanjut Kombes Black Devil.
“HUAHAHAHA… ARGGGH…!!!” Hendrik melanjutkan tertawanya yang diakhiri erangan karena menahan sakit, kini ia hanya bisa pasrah menunggu nasibnya di tangan Anton.
Anton kembali memandang tajam Hendrik, rasa dendam yang amat sangat ia rasakan, membuat dirinya gelap mata.
“KOMANDAN, TIDAK ADA HUKUMAN YANG SETIMPAL UNTUK MEMBUAT MANUSIA INI MENDERITA…. UNTUK HIDUP PUN DIA TAK PANTAS, HIIIIAAATTT…..” Anton menjawab seiring ayunan goloknya.
“TAAAAHHHHHAAAAN…!!!” teriak Kombes Blackdevil, mencoba menahan Anton.
“ANNTOOOOONNN…!!!” Renata yang baru datang langsung menjerit untuk ikut menghentikan tindakan Anton. Tetapi…
DOOOORRRR..!! DOOOORRR….!!! Suara tembakan terdengar bersamaan dengan teriakan Renata.
SUUUUUUUT!!!! CLEEEEEEEB!!!!
Anton menebas leher Hendrik hingga nyaris putus. Bersamaan dengan itu, tubuh Anton ambruk karena mendapat tembakan pada tubuhnya.
“HUAAAAAA..” jerit Renata saat Anton rubuh tertembak polisi, ia pun langsung berlari dan memeluk Anton.
---------- oooOOOooo ----------
4 bulan kemudian…
“HARAP SAUDARA TERDAKWA BERDIRI.” ujar hakim di hari pembacaan hasil Persidangan Anton.
Anton yang sedang duduk di atas kursi pesakitan pun berdiri untuk mendengarkan keputusan yang akan divoniskan pada dirinya. Semua keluarga dan para sahabat Anton juga hadir untuk mendengarkan hasil akhir persidangan, dan hanya Renata beserta Andi yang tak hadir di persidangan itu.
PEMBACAAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI NEGERI JAKARTA…. HARI RABU TANGGAL bla.. bla… DENGAN SURAT PUTUSAN NO. 18/PT-JAKPUS/12/…. PENGADILAN TINGGI JAKARTA PUSAT… DEMI KEADILAN, MENJATUHKAN PUTUSAN SEBAGAI BERIKUT DALAM PERKARA TERDAKWA.
Hakim ketua menarik nafas sebentar sambil menatap Anton dan kuasa hukumnya. Lalu…
NAMA LENGKAP ANTON SURYADINATA BIN SURYADINATA
TEMPAT TANGGAL LAHIR MEDAN 20 FEBRUARI 1994
ALAMAT.. bla.. bla..
MENYATAKAN BAHWA, TUDUHAN YANG DISAMPAIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM TELAH TERBUKTI, DAN TERDAKWA DINYATAKAN BERSALAH DENGAN MELAKUKAN TINDAKAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA SESEORANG, SERTA TELAH MENGAJAK ORANG BANYAK UNTUK MELAKUKAN KERUSUHAN DAN PENGRUSAKAN YANG BERAKIBATKAN BEBERAPA ORANG TEWAS DAN TERLUKA.
SETELAH MENDENGAR KETERANGAN DARI PENUNTUT JAKSA UMUM, SAKSI, PENASIHAT UMUM SERTA TERDAKWA.
MAKA…
PENGADILAN MEMUTUSKAN BAHWA SAUDARA ANTON SEBAGAI TERDAKWA TERBUKTI BERSALAH DAN MELAKUKAN TINDAKAN KEKERASAN TANPA TERENCANA YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG. DAN MENJATUHKAN PIDANA SELAMA 10 TAHUN DIKURANGI MASA TAHANAN.
TOK.. TOK.. TOOK..!!!
Palu hakim menutup vonis yang dijatuhkan pada Anton. Semua orang yang hadir merasa kecewa atas keputusan hakim yang telah menghukum Anton selama sepuluh tahun, padahal dia membunuh karena membela keluarganya. Hanya Surya yang tak tak bisa bicara, dirinya langsung bergerak mendekati Anton diikuti oleh Soffie dan Asih, serta diikuti Putri dan Nanang lalu memeluk Anton bergantian.
“Pah, mah, bu.. maafkan Anton yang telah mengecewakan kalian. Mungkin ini jalan yang harus ditempuh untuk kebahagiaan kita.” ucap Anton dengan derai air mata. Soffie hanya menangis tersedu sedan, ia tidak menyangka penebusan dosa yang ia lakukan harus dibayar oleh jeruji besi bagi putranya. Begitu juga Surya, ia hanya bisa mengutuki dirinya sendiri karena sebagai seorang pemimpin dan kepala keluarga ia tidak bisa melindungi keluarganya. Hanya Asih yang terlihat lebih tegar dan berusaha menenangkan mereka berdua, sedangkan Putri hanya ikut menangisi nasib kakaknya.
“Put, kamu jagain papah, mamah dan ibu.. Oh iya, kamu nanti jadi seorang kakak, jagain dia yah selama kakak gak ada!!” pesan Anton dan dijawab anggukan dan tangisan Putri.
“Nang, maafkan kakak. Kakak sekarang gak bisa melindungi keluarga kita, kakak hanya berharap agar kamu bisa melakukannya.” sambil menepuk pundak Nanang. Nanang pun tak kuasa menahan nangis, tubuhnya mulai bergetar.
“Sudah.. sudah jangan nangis… Pah, kalau Andi dan Renata mana kok gak keliatan?” Anton mencari Andi dan Renata yang tak nampak di pengadilan.
“Tadi katanya Andi akan menyusul, tetapi kalau Renata, ibu tidak mendapat kabar, mungkin dia sibuk setelah menjadi guru, maklum tempatnya mengajar sangat jauh dan masih jarang kendaraan.” Asih menjelaskan, meskipun ia sendiri merasa bingung karena sudah dua bulan ini Renata tak pernah lagi menghubunginya.
“Yah.. tak apalah Bu, Anton pun tak tega bila ia mendengar keputusan hakim.’ Anton tersenyum getir, hatinya merasa hampa dan terluka terluka karena gadis itu tidak hadir dan menemuinya.
“Kak…” tiba-tiba Andi hadir di ruang pengadilan dengan mata yang merah menahan tangis, sambil memaksakan sebuah senyuman Anton memeluk Andi, lalu berkata, “Ndi, kakak yakin kamu bisa menjaga Putri.. kakak titip dia yah.. jaga dia..” ujarnya pelan.
“Yah kak..!!” dengan lemas Andi menjawab.
“Oh yah satu lagi..” bibir Anton pun mendekati telinga Andi dan membisikan sesuatu. Terlihat tubuh Andi bergetar, ia tak kuasa menahan tangis saat mendengar apa yang Anton bisikan. Ia hanya bisa menjawabnya dengan tangisan.
“KAAK.. HIIIKSS… SUMPAH DEMI ALLAH.. ANDI BERJANJI… HIIKKSS… GAK AKAN MENGECEWAKAN KAK ANTON…!!” lantang Andi bersumpah saat Anton membisikan sesuatu padanya.
“Saudara Anton, mari waktunya telah habis.” dua orang petugas mendatangi Anton untuk membawanya ke Lembaga Pemasyarakatan.
“Baik Pak, jawab Anton.” jawabnya.
“Pah, mah, bu… Anton pergi dulu, jaga kesehatan kalian.. kita berkumpul lagi setelah ini berakhir.” Anton mengucapkan salam perpisahan pada keluarganya.
Sebelum pergi Anton menoleh dan tersenyum pada keluarganya lalu meninggalkan ruang sidang, dan dibawa menuju mobil tahanan yang sudah disiapkan di halaman pengadilan.
--- oOo ---
7 jam sebelum pembacaan vonis Anton… Di sebuah rumah yang asri di daerah pinggiran barat kota Priangan, dimana Renata -setelah kejadian itu- mendedikasikan dirinya menjadi seorang Guru SMP di daerah tersebut.
“Kak Renata yakin, kakak gak akan ke Jakarta mendengarkan putusan hakim untuk kak Anton?” tanya Andi pada Renata. Andi sengaja datang untuk menjemput Renata, diantar oleh orangtua Renata. Hanya pada Andi, Renata memberitahukan di mana dirinya berada, dan hanya dari Andi jugalah dia mendengar seluruh kabar tentang Anton.
“Gak, Ndi. Belum waktunya kakak menemuinya, biarlah waktu yang akan mempertemukan kakak dengannya. Tapi kakak mohon, tolong kamu jangan memberi tahu Anton tentang keberadaan kakak. Kakak pengen nenangin dulu,” jawab Renata.
“Yah kak, kalo emang itu maunya kakak, Andi gak akan bilang, tapi bener kakak gak akan menemuinya sedikitpun?” tanya Andi mengulang keyakinan Renata, dan dijawab dengan anggukan penuh keyakinan.
“Baiklah kak, jika itu jalan terbaik untuk kak Renata dan kak Anton, Andi akan lakukan itu.” lanjut Andi.
“Baiklah kak, Andi mau pamit, soalnya Andi tadi pamitnya mau kerja kelompok, padahal . Andi kabur ke sini nyusul kakak hehehe!!” Andi sedikit terkekeh meskipun hatinya kecewa karena tak mampu membawa Renata untuk Anton.
Andi pun pamit, tapi sebelum pergi meninggalkan Renata, langkahnya terhenti lalu berbalik dan bertanya, “Kak, kok kelihatannya kakak sedikit beda yah…?? Sekarang badannya gemukan.. pasti kakak seneng yah di sini..??” tanya Andi, Renata hanya terdiam tak menjawab hanya tersenyum getir.
“Yaudah kak, Andi pergi dulu.” lalu Andi pun pergi meninggalkan Renata diantar oleh Renata sampai gerbang halaman.
Setelah mobil yang membawa Andi menghilang dari pandangannya, Renata membatin…
“
Maafkan kakak, Ndi, bukannya kakak gak mau menemui Anton, tapi kakak butuh waktu untuk menerima ini semua.” lirihnya.
Lalu Renata mengelus perutnya yang nampak telah membuncit dibalik baju yang gombrang yang menutupi kehamilannya.
“
Maafkan ibu, nak. Ibu belum sanggup menemui ayah kamu, hiiiks.” air mata pun menetes, matanya menatap kosong, memandang ujung jalan.
Beberapa saat kemudian dengan mata terpejam Renata berkata berlirih:
“
Ton, kamu tahu, sebesar apapun kesalahanmu padaku, tapi dalam hati ini hatiku tak bisa berpaling dan melupakanmu. Jika kamu memang benar jodohku, jemput aku di sini bersama anak kita ini… Aku kan selalu menunggumu disini, selalu dan selamanya.”
T A M A T
NB :
NEXT -----> ~~Epilog~~