Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Friends ( Jkt48 )

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Cerita bagus kentang nya banyak amat

Tapi gapapa, good stories always worth to wait, enak baca cerita yang ringan mah, ga perlu banyak mikir, nikmati aja.

Biar ringan juga kalo bagus mah tetep aja nagih

Lanjutkan terus hu, ditunggu update nya
 
Ewek ewek ewek ewek ewek... Member senior semua itu suhu... Gak minat gen 4 sama lima kah ahahahahahah
 
Mantep gan :jempol:
.
Yg di sebelah pake "note", yg di sini pake guci :ngupil:

walah blom baca yg sblh wkwkwk

Puja guci ajaib demi bunda naomi. :pandajahat:

Wah...Naomi, udah ya bang gue mau izin nggak lanjutin baca ceritanya takut mati gue ngebayangin Naomi.

jangan mati dlu sblom ekse Naomi, rugi bang

Waduu bacanya bikin ngakak sendiri bener ya hahaha
Ini kayak khayalan basic dari seorang fans terhadap idolanya
Mantap gan

Iya, perlahan tapi... maut

Yang ini typo ya mz ?
Kayanya ayana blom muncul deh..


Update nya seru, Naomi emg wajib masuk, mukanya songong wqwq
Trus jalan ke k3 kynya Nat bkln kbawa juga hehe

Nais hu, lancrotkan


iya udah ya baru ngeh juga wkwkkwkwk tundukkan bunda songong
 
Mantap suhu lanjutkan :semangat:;)

Mantap suhu lanjutkan :semangat:;)
 
Terakhir diubah oleh moderator:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
https://twit**ter.com/jktweeps/status/955393454908981249 << hu, mungkin bisa dicek & dijadikan bahan cerita gitu :pandajahat:
 
Bimabet
PART 4


ENJOY


============================



“Di sini toh rumahnya Ayana. Lumayan besar ya,” gumamku saat aku tiba di depan rumah Ayana. Tapi rumah member memang gede-gede sih ya. Aku membunyikan bel rumah dan dalam waktu sekejap sang pemilik rumah muncul dari balik pintu. Bajunya meski santai tapi rapi. Syukurlah enggak terlalu menggoda iman.

“Hiii… untung Kak Boy jadi dateng,” kata Ayana sambil membukakan pintu pagar rumahnya. “Ini parkirin di sini aja, Kak. Mobilku lagi dipakai semua kok.”

“Oke deh,” Aku memarkirkan motorku di tempat yang Ayana minta. “Emangnya kenapa kamu tiba-tiba minta ditemenin?”

“Ummm... abis nonton film Shutter sama temen-temen kampusku gara-gara ga ada dosen. Tadinya aku pikir berani-berani aja soalnya Haruka mau nginep. Eh…gataunya Harukanya gak jadi,” kata Ayana sambil memonyongkan bibirnya.

“Ohh gitu…”

“Yuk masuk, Kak.”

Aku mengangguk lalu aku mengikuti Ayana masuk ke dalam. Dulu pernah di acara Jepang, rumah Ayana pernah diekspos ditayangkan dan aku samar-samar ingat. Kurang lebih seperti itulah rumahnya.

“Permisi ya, Ay,” ucapku saat aku melewati pintu depan.

“Kok format amat, Kak Boy. Kayak gak pernah ke sini aja…haha…”

“Euh…hahaha…” iya ‘sebenarnya’ aku emang gak pernah ke sini tapi mungkin guci ajaib itu ngasih memori palsu pada Ayana.

Aku masuk lalu Ayana mengantarkan aku ke ruang tengah. Televisi menyala di sana dan hp Ayana ada di sofa, kurasa Ayana sedang nonton tv daritadi.

“Kak Boy dah makan?”

“Belum sih, Ay. Tadi rencananya mau makan sama kamu. Minimal pesen dari ojek online gitu deh.”

“Ya bagus deh belum makan. Soalnya tadi masih ada sisa makanan dari acara. Aku dibawain dua soalnya aku kira Haruka mau ke sini.”

“Oh gitu..yaudah kita makan itu aja deh, Ay.”

“Oke deh, bentar ya, Kak. Aku mau mandi dulu.”

“Ha…hah? Belom mandi emang?”

“Belooomm…hehehe…tadi mau mandi cuman takut, jadi nunggu Kak Boy,” jawabnya. “Kak Boy tungguin aku bentar yah.”

“Waduh…” gumamku tanpa sadar.

“Tadi pagi udah mandi kok, Kak. Lagian gimana dong aku kan baru pulang juga…” Ayana memanyunkan bibirnya lagi.

“Oh engga kok. Iya gakpapa belum mandi juga,” kataku. Masalahnya bukan udah atau belum mandinya, tapi kalau dia masih mau mandi berarti dia bakal ganti baju. “Kamu mandi dulu aja ya, aku…tunggu di sini. Nonton TV…hehe..”

“Sipp…” Ayana meninggalkan aku untuk masuk ke ruangan yang kutebak adalah kamar mandinya. Tak ada lagi yang bisa kulakukan selain menunggu sambil nonton tv. Biasa sih kalau lagi aku gabut, aku buka twit**ter, instagram, kepo-kepoin member dan mungkin sesekali memberi komentar balasan. Tapi kali ini…untuk apa semuanya itu? Aku hanya perlu mengirim satu buah pesan dan mereka semua akan menjawab.

Akhirnya…setelah sekian lama baru kali ini aku benar-benar menonton TV secara serius…

Krek!

Setelah kira-kira 15 menit, pintu kamar mandi akhirnya terbuka lagi. Ayana akhirnya muncul dari dalam sana dengan hanya handuk melingkari tubuhnya. Belahan dadanya masih terlihat dan 2cm saja ke atas sedikit lagi, aku bisa melihat area kewanitaannya. Aku cepat-cepat membuang wajah ke arah lain karena malu.

“Duh…lupa bawa baju lagi…” ucapnya dengan datar, tanpa rasa malu, tanpa rasa segan, dengan cueknya dia berjalan melewatiku masuk ke dalam kamarnya.

Pencobaan yang pertama…kulalui…

“Nah ayo makan,” Ayana muncul dari kamar tidurnya. Pakaiannya berganti jadi lebih santai dan longgar. Meski aku tetap yakin kalau dia tidak memakai beha.

“Ayo…” otakku masih memikirkan apa yang kulihat tadi. Ayana seger banget dah habis mandi. Gak mandi aja mantep apalagi sekarang wangi sabunnya masih tercium dan rambutnya masih agak basah.

Ayana mengajakku ke meja makan. Rupanya makanan yang tadi dimaksud adalah nasi bungkus yang biasa dibagikan saat acara-acara. Isinya sih biasa aja. Nasi, ayam, sayur, kerupuk dan air minum dalam kemasan.

“Nasi kotak yang ini lumayan enak, Kak,” Ayana berkomentar. “Kadang biasa yang dibeli sama manajemen enggak enak.”

“Ooo gitu. Emang member tiap hari makan nasi kotak?”

“Iyalah, sampe bosen kadang-kadang. Udah gitu kadang beli nasi kotaknya di tempat yang kagak jelas. Ayamnya gak enak, nasinya bau pisang.”

“Hahahahaha….”

Makan malam akhirnya dimulai. Sambil makan kami sambil bercerita ini dan itu. Ayana sih yang bercerita karena aku sudah seperti wartawan yang menginterogasi artis. Mulai dari ayahnya yang akhir-akhir ada bisnis baru di luar kota jadi Ayana sering ditinggal sendirian sampai rasa kecewa Ayana karena manajemen lebih memilih Zara sebagai wajah baru JKT ketimbang memakai member yang membangun JKT48 dari awal. Tapi dari antara semua ceritanya, ada satu bagian yang cukup menarik perhatianku.

“Kalau kakak kamu, Ay, si Sakina jarang ada di rumah?” tanyaku.

“Ah, Kakakku akhir-akhir ini sering pergi sama pacar barunya. Jarang banget pulang ke sini.”

“Oh ya?”

“Iya, apalagi papa-mamaku kan sekarang jarang ada. Sekalinya pulang pasti ngajak cowoknya nginep di sini.”

“Wah…” aku agak terkejut. Setahuku memang kakaknya si Sakina ini agak nakal, tapi sampai bawa cowok nginep sih itu gila juga.

“Tapi…tapi…cuman nginep aja kan? Beda kamar gitu?”

“Emmm…” Ayana menggeleng-gelengkan kepala. “Nginep ya tidur bareng. Suaranya sampai kedengeran ke kamarku kok.”

“Suara apa?” tanyaku yang masih belum ngeh.

“Suara itu…’gitu’…” Ayana tersenyum malu. “Ah Kak Boy jangan pura-pura gaktau dong…”

“Wahh… terus…terus… papa-mama kamu enggak tau?”

“Tau gak tau sih, Kak. Lagian papa-mamaku cuek sama yang gitu-gitu. Pokoknya udah gede jaga diri masing-masing.”

“Hmmmm…” gumamku. Iya sih, papa-mama Ayana kan bukan orang Indonesia. Jadi kayaknya budaya mereka lebih cuek kali ya?

“Kalau kamu sendiri, Ay….” Tanyaku kemudian. “Kamu dah ada pacar?”

“Belom, Kak. Gak berani aku kan ketat banget sekarang di JKT.”

“Iya…sebaiknya sih jangan, Ay, kan ada peraturannya juga…” tambahku.

Ayana tidak menjawab, dia hanya menatap nasi kotaknya yang sudah kosong. Ada jeda sesaat sebelum Ayana membuka pembicaraan lagi.

“Dah selesai kan makannya, Kak? Mau jus jeruk?”

“Oh ya boleh deh, Ay,” aku mau untuk menghilangkan sisa rasa ayam di mulutku. Setelah membantu Ayana membuang sisa kotak makanan dan membersihkan meja lalu sesuai tawaran, Ayana membuka kulkas dan memberikanku jus jeruk buatan rumah. “Thanks,” kataku.

Sambil minum jus, aku sudah tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Akhirnya aku mengikuti Ayana duduk lagi di sofa di depan televisi. Televisi menyala menyiarkan berita luar negeri dalam bahasa inggris, tapi aku tak memperhatikannya. Dan sepertinya Ayana juga sibuk dengan hp-nya sendiri.

Kucoba mengambil remote lalu kuganti-ganti channel acara tv. Aku berhenti saat channel tv menunjukkan program khusus film Box Office. Kebetulan film Transformers 4 yang tayang dan aku belum pernah nonton, jadi aku nonton film itu.

Giliran dikasih waktu cuman 10detik, banyak yang mau diomongin. Giliran ada waktu bebas mau ngomong apapun, aku malah bingung mau ngomong apa.

Tunggu dulu…daritadi kuperhatikan kok, si Ayana ini aneh sih. Dia megang hpnya ke atas seperti mau selfie tapi tangannya…tangannya daritadi kok megang-megang dadanya sendiri.

Tiba-tiba Ayana menoleh ke arahku dan aku tidak sempat pura-pura melihat ke arah lain.

“Eh…maaf ya, Kak. Hehehe…” ujarnya sambil tersenyum malu.

“Kamu…kenapa Ay, kok megang-megang…emmmm…” aku menelan ludah dengan sangat berat. “Sakit?”

“Engga kok, Kak. Ini loh. Biasa….”

“B…biasa???” megang-megang susu di sebelah cowo apanya yang biasa?

Ayana tidak menjawab, dia menatapku lama seolah baru menyadari sesuatu.

“Kak Boy, kan biarpun Kakak cowok, tapi kita kenal udah dari kecil ya,” katanya.

“Ng? I…ya. Terus?”

Ayana membalikkan badannya sepenuhnya ke arahku. Aku memlihat senyum jahil muncul di bibirnya.

“Kak, jawab jujur loh! Aku mau tanya sesuatu yang penting!” ucapnya.

“Soal apa?”

“Kalau menurut kakak nih ya sebagai cowok gitu. Kata Kakak… ukuran dada-ku tuh normal gak sih?”

Aku hampir menjatuhkan gelas jus jerukku.

“Ng…ngomong apa kamu, Ay?”

“Iiihh…jangan gelagapan dong nanti aku makin malu. Jawab aja yang jujur, Kak.”

Mau tak mau aku melirik ke arah dada Ayana. Tidak terlihat sih bentuknya karena baju yang Ayana kenakan longgar.

“Jawab, Kak!”

“Ak…aku enggak tau, Ay. Ke…ke…ketutupan,” kataku polos.

Tiba-tiba, Ayana membuka bajunya dengan sekali tarik. Mataku terbuka lebar selebar-lebarnya. Pertama kalinya aku melihat dada wanita secara live dan jelas adalah dada milik salah satu oshiku sendiri. Bentuknya mirip seperti yang kulihat di film-film dewasa. Seperti gradasi, bagian dasarnya berwarna coklat muda dan semakin mengerucut, semakin berwarna coklat tua.

“Ih, ngeliatinnya gitu banget sih, Kak. Aku jadi malu…” Ayana melipat tangannya di depan dadanya sehingga dadanya tertutup kembali.

“Ya…yaudah tutup lagi aja, Ay.”

“Tar dulu, Kak. Aku mau tanya! Gimana gitu kan ukurannya? Ideal enggak?”

Astaga… biasa cowok yang ngebet pengen liat, ini kenapa malah cewek yang ngebet pengen diliat.

Akhirnya…mau tak mau…mau sih sebenernya, aku melihat sepasang bukit kembar milik Ayana dengan lebih jelas dan tanpa malu-malu lagi.

“Gimana, Kak Boy???” pertanyaan Ayana menyadarkan lamunanku.

“Ah..em…bagus kok…Ay…tapi…tapi…”

“Tapi apa?” tanya Ayana lagi. Kok bisa-bisanya dia tetap bertanya selantang ini dalam keadaan setengah telanjang di depan laki-laki.

“Anu…itu…itu…” aku kehabisan kata-kata. Tanganku ikut bergerak-gerak berusaha menjelaskan apa yang ingin kukatakan, tapi aku tetap tidak menemukan kata-kata yang tepat.

“Kak Boy mau pegang?”

“Hah??”

“Supaya yakin gitu punyaku bagus atau enggak. Gakpapa kok ih!”

Kagok basah deh, kataku dalam hati. Akhirnya kedua tanganku mengambil kesempatan dalam kelegaan ini untuk menyentuh gugusan indah yang tergantung di tubuh Ayana.

Saat kesepuluh jariku menyentuh masing-masing buah dada itu, Ayana tiba-tiba terkekeh.

“Harus pake dua tangan ya, Kak ? Hahahahaha….”

“Eng…engg…biar akurat aja, Ay,” kataku tanpa sadar. Iya juga kenapa aku refleks pakai dua tangan ya ?

Ayana tersenyum seolah memberi izin padaku untuk berlama-lama di dadanya. Jempolku bergerak menyentuh putingnya yang kecoklatan. Desahan yang amat pelan untuk sesaat terdengar keluar dari mulutnya saat beberapa saat.

Pikiranku masih agak waras. Aku masih sanggup melepaskan tanganku dari tubuhnya lalu aku mengusap dahiku yang mulai berkeringat.

“Pas kok….eh…bagus, Ay. Mantep,” pujiku jujur.

“Hehehehe…. Bangun tuh, Kak.”

“Apanya yang bangun….?”

Ayana tidak menjawab tapi jarinya menunjuk ke arah penisku. Oh ya jangan ditanya lagi, berdiri tegak setegaknya sampai menonjol di celana sontokku.

“Aku permisi ke toilet dulu, Ay. Toiletnya di mana?” pertanyaan bodoh, jelas-jelas aku baru liat Ayana keluar dari sana ke sini.

“Ngapain ke toilet?” tangan Ayana menahan tanganku yang beranjak pergi.

“B…buang…air,” air mani maksudku.

“Di sini aja, Kak.” Ayana membaca pikiranku. “Sekalian aku pengen liat. Penasaran…hehe…”

“Hah?”

Pelan-pelan tangan Ayana membimbingku untuk duduk di sofa lagi.

“Aku penasaran, Kak. Sakina kalau cerita seru banget terus ngompor-ngomporin gitu,” katanya.

“Cerita soal….apa?”

“Soal ‘permainan’ dia sama pacarnya.”

“Waduh….”

“Iya makanya aku kan penasaran. Seumur-umur aku belum pernah liat titit secara langsung loh.”

Birahiku semakin memuncak saat aku mendengar kata ‘titit’ keluar dari mulutnya. Bisa-bisanya ya Ayana ngomong kaya gitu.

“Tapi kalau Kak Boy-nya keberatan atau gak nyaman ya…gak usah sih….”

“Kalau gitu aku sekalian mau tanya deh, Ay,” aku memberanikan diri karena kupikir sudah kagok basah. “Menurut kamu…sebagai cewek…ukuranku gimana?”

“Mana coba liat?” tanya Ayana dengan cukup antusias.

Untuk klarifikasi aja ya guys, ini Sakina yang ngajarin adiknya sendiri buat enggak bener. Aku enggak ngajarin yang enggak-enggak.

Aku sendiri hampir tidak percaya. Perempuan pertama yang melihat penisku selain ibuku adalah, member JKT48. Pelan-pelan aku lepaskan celana sontokku kemudian aku berhenti sebentar sebelum melepaskan celana dalamku yang sudah sempit.

“Waw….ternyata bentuknya gitu ya?”

“Iyalah gini…”

“Kayak di film-film ya…tapi kok aslinya kecil sih…”

“Errr…kalau yang di film-film kan pake…obat, Ay…” Iya sih punyaku emang gak segede film-film porno. Lagian kagak normal yang di film-film mah.

“Oooh…” Ayana memperhatikan penisku seolah barang milikku adalah barang yang langka.

“Terus…nanti muncratnya dari sini ya?”

Aku langsung refleks memundurkan tubuh saat jari Ayana tiba-tiba menyentuh lubang pipisku tanpa peringatan. Gatau jarinya ada setrum atau gimana, tapi aku langsung bergetar sesaat tadi.

“Eh…eh…maaf, Kak. Kaget ya? Hahahaha…”

“Iyalah, Ay! Gila kamu tiba-tiba megang ujungnya.”

“Ah, tadi Kak Boy juga tiba-tiba megang ujung dadaku gak ijin, aku gak segitunya.”

Perkataan Ayana membuatku teringat kembali kalau Ayana masih telanjang dada. Kayaknya enak kalau penisku bisa ada dijepit kedua payudaranya yang bulat itu. Tapi…tapi…

“Jadi boleh pegang gak nih?” tanya Ayana.

“B…boleh deh,” aku menelan ludah lagi dengan berat.

Kali ini dengan kedua tangannya meraba penisku seperti dokter memeriksa pasienya. Tangannya yang kecil dan lembut membelit di penisku yang tegang sempurna. Perlahan membuat gerakan mengocok.

“Jangan…dikocok, Ay. Nanti muncrat…”

Ayana tertawa. Sebaliknya, dia malah mulai mengocoknya perlahan. Walau genggamannya berasa banget kalau Ayana masih amatiran. Baguslah…berarti Ayana perempuan baik-baik(?)

“Hei, aduhh…kamu nakal gini siapa yang ngajarin sih?”

“Sakina yang ngajarin. Udah ngajarin pamer-pamer lagi….”

Gila, ngaco banget si Sakina.

“Ini kalau dikocok doang emang beneran bisa keluar ya?”

“Bisa…lah…”

“Oooh…” sambil ber-oh, Ayana mempercepat kocokannya.

Aku tidak berusaha menghentikan Ayana. Malah mataku memperhatikan tubuhnya yang agak condong ke depan. Lekukan tubuhnya dari dada sampai ke pinggul membuatku semakin sulit bernafas. Tanpa kusadari, tanganku kananku bergerak dengan sendirinya menarik pinggulnya untuk lebih dekat denganku. Tubuhnya yang masih pekat oleh wangi sabun perlahan memabukkanku. Tangan kiriku juga ikut bergerak menyentuh dadanya. Kali ini bukan sentuhan menyelidik seperti sebelumnya, tapi sentuhan yang penuh nafsu.

“Emmh….” Ayana mendesah, membuat nafsuku semakin naik.

Namun sayangnya tak berapa lama kemudian….

“A…Ay, aku mau keluar nih.”

“Keluarin…coba… aku pengen liat…” kata Ayana dengan agak mendesah.

Aku udah gak kuat. Kocokan Ayana yang tidak pro tapi maknyus, payudara Ayana yang lembut dan halus, ditambah desahan pelan yang keluar darii mulutnya membuat aku mencapai batasku.

“Ini…ini, Ay. Keluar, Ay…”

Mengikuti desahan panjang, akhirnya penisku memuntahkan spermaku berkali-kali ke lantai. Enak, enak banget. Seratus kali lebih enak daripada coli sendiri.

“Waow…” kata Ayana sambil memainkan spermaku yang kena di tangannya. “Ini sperma tuh ya? Baunya gak enak. Kok Sakina bisa demen banget.”

Akal sehatku sekarang seperti menghakimi apa yang telah kuperbuat. Katanya adik sendiri ? Katanya sahabat sendiri ? Tapi kenapa lo manfaatin keadaan dan ngelecehin dia?

“M…maaf, Ay.”

“Hah? Maaf?”

“Gak seharusnya aku ngelakuin ini sama kamu, Ay, “ aku mengambil tisu dari kotak tisu terdekat lalu aku mengelap spermaku yang berceceran di lantai, berikut juga tangan Ayana yang masih mengkilat.

“Eng…aku gak ngerti.”

“Ay, kamu…sahabatku bahkan aku anggep adikku sendiri. Harusnya aku negur kamu waktu kamu ngelakuin itu…”

Ayana terdiam. Matanya ikut menunduk dan bibirnya bergerak seperti hendak mengatakan sesuatu. Entah apa yang dipikirkannya, entah apa yang guci itu ‘lakukan’ padanya.

“Pake baju kamu, Ay,” kataku sambil menyerahkan baju miliknya. Ayana menerimanya meski kulihat wajahnya masih cenderung pucat. “Aku pinjem toilet ya buat bersih-bersih…”




============================


Gimana pendapatnya suhu2 skalian ? pemanasan sikit bisa kali...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd