Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Friends ( Jkt48 )

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
PART 2

ENJOY!!


*****


Aku mengucek mataku berkali-kali. Tidak salahkah orang yang ada di depanku adalah Devi Kinal Putri. Member dari JKT48 ? Salah satu oshiku dan member yang menurutku paling berkarisma di JK..

“Boy! Lo baru bangun ya? Yaelahhh… lupa ya lo?” tanyanya.

“Aku…kamu…Kinal?” aku masih melongo. Apalagi Kinal pagi ini tampak begitu rapi dan cantik.

“Semalem maen ke mana lo ? jangan bilang teler lagi lo smalem?”

“Bukan…aku..aku..kamu…”

“Yaampun, Boy. Ini kosan atau apa? Berantakannya yaampun.”

Aku masih belum bisa bergerak melihat Kinal dengan mudahnya masuk dan berkeliling di dalam kamar kosanku yang tidak besar.

“Lo ngerokok lagi ya!?

"Nngg...??"

“Veranda bakal marah loh kalau ketauan lo ngerokok lagi,” lanjut Kinal.

“Ehh..iya, semalem aku…galau sih,” pikiranku perlahan mulai berkumpul dan jawabanku mulai nyambung.

“Galau mulu lo. Gue yang cewe aja gak galau mulu! Dah sana buruan mandi, gue beresin kamar.”

“Hah? Beresin kamar?”

“Iya liat ini berantakan gini.”

Waduh, kamarku kan banyak poster, kalender, pp, dan segala macem hal-hal yang berbau JKT48. Gimana kalau Kinal lihat ya? Mana aku nyimpen pp lagi di samping bantal.

Aku sudah deg-degan kalau Kinal berkomentar soal foto-foto itu tapi saat Kinal melihat ke kiri dan kanan tampaknya dia biasa saja dengan semua itu. Kok bisa ya? Apa yang guci itu lakukan sampai Kinal tidak merasa aneh sedikitpun.

“Woi, cepetan mandi!!”

“Eh iya, Ki…Kinal.”

Aku pun mengambil peralatan mandiku lalu aku segera pergi ke kamar mandi. Di bawah banjuran air dingin, otakku tidak berhenti berputar. Apa memang seajaib itu kehebatan guci tersebut ? Selesai aku mandi, aku kembali ke kamarku dan keadaan kamarku sudah lebih baik. Selama ini Kinal yang kukira berantakan ternyata bisa jadi ‘perempuan’ juga.

”Dah, agak mendingan sekarang. Yuk, jalan.”

“Jalan? Jalan ke mana?”

“Ih, makanya baca grup dong! Kita kan mau makan terus temenin belanja!”

“Ber…berdua?”

“Sama Ve bertiga.”

Aku bahkan tidak ingat kapan aku membuat janji dengan mereka. Bahkan belum sempat aku mengecek hpku, aku sudah ditarik lagi oleh Kinal. Begitu kami tiba di luar, sebuah mobil CR-V berwarna hitam lengkap dengan supir sudah menunggu kami di sana.

“Yuk, yuk, Veranda dah nungguin.”

Tanpa menunggu lagi, aku dan Kinal duduk di kursi bagian belakang. Kinal menyebutkan alamatnya pada pak supir, aku tidak memperhatikan karena aku lebih kaget melihat hpku. Tiba-tiba semalam, kira-kira satu jam setelah aku terlelap, aku dimasukkan ke dalam grup Line. Grup Line bernama : GabysiAyam, yang isinya tak lain adalah persis nama-nama yang kutulis di kertas dalam guci itu semalam.

‘Halooooo, Kak Boy’ ucap Shania di grup itu.

‘Akhirnya Kak Boy masuk juga ke sini. Susah banget nyari Line-nya’

‘KAK BOYYYY!!’

Kira-kira begitulah isi Line di grup itu.

“Kinal,” panggilku. Akhirnya aku bisa memanggil namanya tanpa bergagap-gagap.

“Apa?”

“Anu, kalau hu..hubungan kita itu apa ya?”

“Haaah!?” Kinal melongo.

“Mak…maksudnya apa hubungan kita ? K…kok aku bisa tiba-tiba masuk ke dalam grup?”

Kinal mengerenyitkan dahi. “Kamu itu semalem abis minum ya?”

“Eng..enggak sih, Kinal. Tapi aku mau tanya…k..kita kenal sejak kapan ya?”

“Loh, kita kan dah kenal dari lama banget Boy. Jauh dari sebelum kita masuk sekolah malah.”

“Hah? Masa?”

“Boy, jangan kebanyakan bercanda ah!”

Aku menelan ludah dengan berat. Rasa gembira tiba-tiba muncul dalam hatiku. Guci itu berfungsi! Aku benar-benar jadi teman Kinal.

Ini bukan mimpi kan?

Aku mencubit pahaku dengan agak kencang. Sakit, berarti bukan mimpi.

“Boy, nanti di kampusnya Ve, kamu tunggu di mobil. Tar ada wota liat ditubirin lagi kita,” ucap Kinal. “Wota emang rese.”

Aku agak merengut saat mendengar kalimat lanjutan Kinal. Apa memang wota selalu serendah itu di depan member ?

“Duuhh…ribet banget sih ini JOT. Masa acara besok gue mesti datang,” komentar Kinal sambil melihat hpnya.

“Kenapa memang?”

“Ini loh, lo liat nih. Meeting manajemen masa gue kudu dateng juga. Udah seneng besok enggak ada jadwal teater, “ kata Kinal sambil memperlihatkan layar hpnya padaku.

Mataku berfokus pada layar hp, tapi aku tidak bisa fokus. Aku kaget Kinal menempelkan sisi tubuhnya padaku sampai benar-benar tidak ada jarak di antara kami. Kinal ternyata wangi ya, kulitnya lembut lagi. Selama ini yang kupegang hanya telapak tangannya, belum pernah aku bersentuhan dengan lengannya seperti ini.

Duh gesrek, bray.

“Nyebelin kan?”

“E..eh, iya. Nyebelin sih.”

Kinal mendesah panjang. Jarak antara kami pun tercipta lagi. Hembusan nafasku pun kembali normal.

“Emang…” aku mencoba memulai pembicaraan lagi dengan Kinal. “Kayak gitu-gitu tuh sering ya, Nal?”

“Iya, biasa deh, Boy. Kadang tuh suka kesel sendiri gitu. Belum lagi ya waktu itu….”

Kinal pun bercerita panjang dan mengeluhkan kerjaannya yang bukan hanya harus latihan sampai tengah malam atau perform. Kadang member juga harus memenuhi target dari Dentsu sendiri, seperti penjualan CD, penjualan tiket HS, dan juga tiket kehadiran teater. Manajemen Dentsu tidak segan-segan menegur member yang perform hari itu kalau ternyata kedatangan teater tidak memenuhi target. Aku jadi mengerti kenapa banyak member yang grad, mereka tidak hanya menghadapi tuntutan fans tapi mereka juga berperan sebagai marketing.

Aku jadi makin salut sama mereka yang masih bertahan sampai sejauh ini.


***


“Tunggu di mobil aja ya, Boy. Aku jemput si Veranda ya.”

Aku mengangguk. Duh, Jessica Veranda, sang bidadari FX. Ketemu Kinal aja aku udah gaktau harus ngapain, dan sekarang mau ketemu Veranda. Bakal gesrek gimana lagi.

Aku merapikan rambut, mengecek kalau aku mandinya sudah bersih dan wangi, kemudian aku juga memakan permen yang entah punya siapa. Yang penting mulutku wangi.

Tidak sampai lima menit, tiba-tiba pintu mobil terbuka dan seseorang muncul.

“Haaiii,” sapanya.

Dia.

Jessica Veranda.

Sang bidadari FX.

Pakaiannya rapi ditambah kacamata yang kasual benar-benar mencirikan dirinya yang fashionable. Sempurna.

“Ha…halo, Ve.”

Veranda langsung masuk ke dalam mobil dan dengan santainya duduk di sebelahku.

Ohmygod. Veranda wangi banget. Benar-benar wangi feminim yang khas. Aku melirik sedikit ke arahnya. Veranda masih tersenyum padaku. Senyuman menawan yang membuatku lupa perlakukan juteknya kemarin.

“Kok kamu kayak ngeliat setan gitu sih, Boy?” ucap Veranda.

“Tuh kan, kata gue juga apa tadi, si Boy kayak salah makan apa gitu. Daritadi pagi pas gue bangunin kaya planga –plongo gitu deh.”

“Eng…enggak kok, Ve. Aku kurang tidur aja..hehe…”

“Makanya jangan maen game mulu, Boy. Sampai begadang lagi,” kata Veranda.

“Aku…haha..” aku benar-benar salah tingkah. Tidak tahu apa yang harus kuucapkan, tidak tahu apa yang harus kulakukan.

“Ve, kita makan dulu aja ya. Laper berat nih.”

“Iya, di tempat biasa aja kali ya. Mumpung udah deket sini juga.”

“Oke deh,” kata Kinal. “Pak, tempat biasa yah.”

Si supir yang sudah hafal betul maksud Kinal, dia langsung memacu mobil kami ke arah yang dimaksud Kinal. Tidak ada yang kami bicarakan sepanjang perjalanan. Veranda dan Kinal juga sibuk dengan hp masing-masing. Aku mencuri pandang ke arah Veranda beberapa kali. Sekaligus melirik wajahnya sekaligus melirik layar hpnya juga, dia sedang chatting sama temennya.

Perempuan, untunglah. Sepertinya Veranda memang idol baik-baik yang tidak akan melanggar golden rules.

Ternyata café yang dituju tidak begitu jauh. Hanya dalam waktu singkat, kami sudah sampai di café yang Kinal maksud. Hal yang pertama kupikirkan ketika melihat café ini adalah…berapa biaya yang dibutuhkan untuk sarapan di sini? Pastinya mahal.

“Yuk,” kata Veranda setelah mobil kami benar-benar berhenti.

Begitu kami turun dari mobil, aku ada satu pertanyaan yang ingin kupastikan dari Veranda. Karena kebetulan Kinal sudah agak jauh dariku, jadi aku bisa bertanya pada Ve.

“V…Ve,” panggilku dan perempuan tercantik yang pernah kulihat sepanjang aku hidup itu menoleh. Tak kusangka aku bisa memanggilnya semudah ini. Biasanya berapa kalipun aku berteriak, dia tak sedikitpun berpaling padaku.

“Ya?”

“K…kita kenal udah berapa taun ya?”

“Emmm…” Veranda memegang dagunya. “Lama dah lama banget. Kayanya sih dari SD gitu, Boy.”

Wooww… puji guci ajaib. Sekarang aku mengerti, entah bagimana guci itu membuat semacam memori palsu dalam diri mereka. Aku jadi gak sabar apa yang guci lakukan pada nama-nama lain yang kutulis.

“Emangnya kenapa, Boy?”

“Gakpapa kok.”

Veranda menatapku dengan tatapan heran tapi kemudian dia mengajakku masuk ke dalam café tersebut.


***


Hari yang membahagiakan bagiku belum berakhir. Lupakan OFC event yang mahal hanya demi waro itu, aku baru saja ditraktir makan oleh Veranda dan Kinal ditambah aku juga bisa berbincang dengan bebas ngalor ngidul bersama mereka. Rasa sakit hatiku semalam rasanya hilang begitu saja seperti buih. Veranda dan Kinal adalah teman yang benar-benar enak untuk diajak berbicara. Seusai kami makan, aku diminta menemani belanja oleh mereka berdua. Seumur hidup baru kali ini aku diajak belanja di tempat yang harga satu stelnya saja mencapai satu juta. Veranda dan Kinal tampak begitu mudahnya membeli barang-barang itu. Tapi bukan itu hal yang benar-benar penting, aku senang bagaimana Veranda dan Kinal bolak balik keluar masuk kamar ganti untuk menanyakan padaku apakah pakaian yang mereka kenakan cocok atau tidak. Cowo-cowok sering komplain kalau diajak cewenya belanja, tapi aku sama sekali tidak protes.

Setelah belanja, keberuntunganku pun bertambah lagi…

“Boy, nanti malem ikut kan?” tanya Kinal.

“Ikut ke mana?”

“Nginep di rumah Shania-lah.”

“Haahh???”

Menginap di rumah…Shania?

Apa ini mimpi?

Bukan, ini bukan mimpi.

Saat ini aku benar-benar berada di depan rumah Shania! Dari dulu jujur saja aku tidak pernah berusaha mencari tahu atau bahkan kepo berlebihan dengan tempat tinggal member, tapi sekarang aku benar-benar berada di depan rumah Shania.

Rumahnya besar. Ternyata benar kalau Shania adalah orang kaya. Rumahnya seperti orang kaya di film-film.

“Kak Ve, Kak Kinal, Kak Boy! Ayo masuk!” sang empunya rumah berdiri di depan teras untuk menjemput kami.

Aku hampir meneteskan air liurku saat melihat Shania. Benar-benar pertama kalinya aku melihat Shania mengenakan tanktop hitam dan celana hotpants yang hanya menutup ¼ kaki jenjangnya.

Sumpah, aku tidak pernah bermaksud mesum, tapi naluri laki-lakiku bangkit. Lagipula si Shania ini tahu akan ada laki-laki yang bakal nginep di rumahnya apa gak bisa pake baju agak ‘rapi’ gitu?

“Ha…halo, Shan,” sapaku grogi.

Aku kaget karena tiba-tiba Shania memukul pundakku. Pelan sih.

“Udah seharian diem aja di grup sekarang tiba-tiba muncul yah, Kak,” ucap Shania padaku dengan sangat akrab.

“Tau tuh si Boy, tadi pagi pas gue jemput malahan kaya orang amnesia,” tambah Kinal. “Kebanyakan maen MOBA kayanya tuh.”

“Shan, ngomong-ngomong siapa aja yang dateng?” tanya Veranda.

“Cuman ada Beby sama Ayana doang, Kak. Mereka ada di dalem.”

Jantungku kembali berdegub saat mendengar nama itu disebut. Kalau terus-terusan begini lama-lama aku bisa sakit jantung beneran.

Kami bertiga langsung diajak oleh Shania ke lantai atas, tepatnya ke kamar Shania. Aku hanya pernah sekilas-sekilas melihat kamar Shania karena Shania suka buat instagram stories. Ternyata kamarnya lebih luas daripada perkiraanku. Dan meski Shania sibuk, aku bisa menilai kamarnya tetap rapi.

“Haaaiii!” sapa Ayana dan Beby yang sudah lebih dulu di kamar Shania saat kami bertiga masuk. “Eh ada Kak Boy,” dilanjutkan oleh Ayana.

“Ha…halo, Ay, Beb,” kataku. Beby membalas dengan tersenyum ramah.

“Shan, malem ni kita nebeng ngeberantakin kamar lo ya!” Kinal tiba-tiba membaringkan tubuhnya di atas ranjang Shania.

“Woi, jorok! Mandi dulu sana!”

“Tar deh, Shan. Mager nih, seharian jalan-jalan.”

“Iiihh, itu ranjang baru gue ganti sprei-nya!”

Aku hanya berdiri mematung memperhatikan tingkah-tingkah mereka yang sangat-sangat menarik bagiku. Aku yang selama ini hanya bisa melihat mereka bercanda lewat layar kaca, kini aku benar-benar berada di samping mereka.

“Kak Boy kok berdiri aja sih! Sini duduk dong!” pinta Ayana.

“Oh iya…” akhirnya aku duduk di seberang Ayana.

“Nih gue dah beliin eskrim buat kalian semua. Jangan rebutan ya,” Shania muncul dari luar kamarnya membawa tiga kotak eskrim dan…

Tiga buah sendok saja.

Para gadis muda ini langsung berebut sendok dan bergantian melahap eskrim itu seperti anak kecil. Aku lagi-lagi hanya mematung karena tidak apa yang harus kulakukan.

“Kak Boy? Kok gak makan?” tanya Shania.

“Anu…sendoknya….”

“Pake ini aja,” Shania tiba-tiba membersihkan sisa-sisa eskrim pada sendok yang dia pakai dengan mulutnya sendiri lalu dia berikan padaku.

“S…Shan?”

“Pake aja. Daripada ambil sendok lagi harus nyuci lagi,” katanya.

Aku mengambil sendok yang habis dipakai oleh Shania dengan ragu-ragu. Kulirik kiri-kanan, anehnya tak ada satupun member lain yang merasa aneh, jijik, ataupun sebagainya. Mereka cuek dan lanjut saja dengan aktivitas mereka.

Aku menyendok salah satu eskrim itu dan dengan seluruh rasa penasaran yang ada di muka bumi ini, aku memasukannya ke dalam mulutku.

Rasa vanilla.

Es krimnya, maksudku.

“Eh, mau nyobain yang itu dong, “ ucap Ayana. Tanpa ragu sedikitpun, dia mencondongkan tubuhnya untuk mengambil eskrim vanilla yang kebetulan ada di depanku.

Aku lagi-lagi terbelalak. Baju yang dikenakan Ayana sangat longgar. Saat dia membungkuk di depanku, tidak sengaja aku baru menyadari hal yang lebih mengejutkan.

Ayana kaga pake beha.

Gila…

Sangking malunya aku sampai membuang wajahku saat melihat sepasang bukit kembar dengan ujungnya berwarna kecoklatan. Naluri laki-lakiku kembali aktif. Aku jadi teringat pada beberapa foto yang aku tidak sengaja lihat, seifuku yang dikenakan Ayana selalu sempit pada bagian dada. Ternyata inilah penyebabnya.

Aduh…

Maafin aku, Ay. Aku bener-bener gak sengaja.

Aku baru berani mendongak saat Ayana sudah kembali ke posisinya dan menonton tv seolah tidak ada apa-apa.

“Kak Boy, kalau eskrimnya dah gak mau, aku mau ya…”

“Eh iya silakan, B…Beb, “ kataku sambil membiarkan eskrim yang ada didepanku diambil oleh Beby.

Satu suapan eskrim saja sudah cukup membuat otakku beku. Hadeuh…



***


Cobaanku belum berakhir sampai di sana. Saat malam semakin larut, aku membantu Shania dan yang lain merapikan ranjang. Kebetulan Shania punya beberapa kasur tidak terpakai yang bisa diletakkan di sisi kiri-kanan ranjang Shania.

“Shan, gue tidur di sofa ya?” kataku.

“Ha? Ngapain tidur di sofa, di ranjang ini muat kok.”

“Haahhh???” itu ‘hah’ku yang kesekian kalinya hari ini.

“Iya tidur di sini aja, ngapain tidur di sofa,” kali ini Kinal yang berbicara.

Kalau sudah begini, apa boleh buat, aku memberanikan diri naik ke atas ranjang lalu membaringkan diriku di salah satu tempat kosong. Ranjang Shania wangi banget suwer.

Belum semenit aku menarik nafas lega, tiba-tiba Shania dengan rileksnya berbaring lalu maen hape di sisiku.

“Shan…?”

“Hmmm?”

“Kamu tidur gak pake baju kayak gitu, kan?” tentu saja baju yang kumaksud adalah tanktop dan hotpants yang sama dengan yang tadi.

“Kenapa emangnya? Panas tau pake baju tebel-tebel. AC di kamarku kan PK-nya kecil.”

“Errrrr….” Aku hendak memprotes tapi aku tidak menemukan alasan lain agar Shania mengganti pakaiannya. Meski…di sisi lain aku juga enggak pengen kalau Shania mengganti pakaiannya…

Aduh, mikir apalagi kamu Boy?

Demi 'menghormati' Shania, aku memundurkan sedikit tubuhku agar aku tidak menyentuh tubuh Shania yang setengah terekspos.

“Gue gak mau di sebelah Kak Kinal ah, doyan ngorok!”

Baru aku hendak kabur, tiba-tiba Beby berbaring di sisiku. Beby pakai t-shirt dan celana yang agak panjang sih, tapi saat dia berbaringnya mepet banget sampe siku-ku menyentuh sesuatu yang empuk.

Aku baru ngeh…ternyata cewe kalau tidur gak pake beha semua ya…

“Bytheway guys, sblom tidur jangan lupa oyasumi dulu ya. Nanti wota-wota baper lagi gak diucapin,” ucap Shania dengan nada mengejek.

Hanya aku yang tidak tertawa mendengar ejekan Shania. Ada rasa tidak enak di hatiku saat aku mendengarnya, ternyata benar wota di mata member memang tidak lebih dari tambang emas.

“Dah, tidur yuk. Besok ada acara kan pagi-pagi,” kata Shania. Dia meletakkan hapenya di sisi ranjang lalu berbaring sempurna di sisiku.

“Ya deh gue juga tidur. Yuk tidur, Kak.” Beby juga berbaring sempurna di sisiku yang lain.

Dekat. Kedua-keduanya benar-benar dekat denganku. Kalau aku bergeser sedikiiitttt saja ke kiri atau ke kanan, bisa-bisa jarak antara kami hilang total. Aku ngadep ke Shania, aku mencium wangi sabun anggur yang memabukkan, aku membalik ke Beby, aku mencium wangi strawberry yang manis.

Duh..***wat...penisku udah gak kuat nahan sgini banyak godaan. Plis plis plis jangan tegang sekarang.

Lagian Gimana coba aku bisa tidur kayak gini???


*****
 
Terakhir diubah:
Anjay...
Nikmat banget bacanya..
Tapi gaya bahasanya berubah ya?
Yang part ini lebih luwes, enakan yang ini sih..


Ngencengin tenda, lanjutkan sampai tamat ya suhu!
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Hu.. Tolonglah.. Pinjem lahh gucinya.. Sehari ajaa dah.. Wkwkwkw.. Nais ceritanya. Asik bacanya hu..
 
Kentang bat gan

Tapi asik banget ceritanya, sudut pandang yang lain, baru nih yang kaya gini.

Semoga lancar update nya
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
mantap boi, suka banget ceritanya ngalir kek habis crot wkwk lanjutkan jan lama lama updatenya boi
 
Waini! Ceritanya mengalun, mengalir, dialog dan ekspresi karakternya juga ditulis dg baik. Saran gue cuma perhatikan tempo alur ceritanya. Tadi bacanya masih sedikit tergesa2. Lanjut, boy!
 
Baca ceritanya ane jadi inget pernah ga sengaja ketemu osa osi di tempat umum pas dia ngeliat ane,dia langsung buang muka padahal ane tau kalo doi ngenalin hhhhh :((
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd