Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT (FANFIC) Grancrest Senki

ursagemini

Semprot Kecil
Daftar
18 Mar 2021
Post
61
Like diterima
1.296
Bimabet
Sinopsis :
Cerita ini adalah bentuk fan fiction yang diambil dari Grancrest Senki (Record of Grancrest War). Menceritakan kisah di dunia yang dilanda kekacauan dimana para bangsawan memiliki sebuah holy seal “crest” yang dapat digunakan untuk dapat meredam kekacauan sekaligus melindungi masyarakat, namun para bangsawan memilih mempergunakan kekuatan tersebut untuk berperang satu sama lain demi tujuannya masing-masing.

Warning :
Cerita ini merupakan fan fiction yang merupakan fantasi penulisan dari cerita yang terdapat dalam anime sehingga banyak menceritakan bagian yang tidak sesuai jalan cerita aslinya. Mengandung unsur dewasa (18+) dan menceritakan adegan vulgar.

Tags :
18+, NTR, Rape, …

Bagian Cerita :
Volume 1

Volume 2
Volume 3


Marrine Kreische “Black Princess”

Chapter 1 : Permulaan.

Atlanta, benua di dunia fantasi dimana manusia hidup bersama ras-ras lain seperti ras iblis, vampir, dan manusia serigala. Sihir merupakan suatu kekuatan yang membedakan seorang penyihir dengan manusia biasa. Kehidupan masyarakat berjalan sulit dengan penuhnya kekacauan dari perang antar bangsa, ras, maupun kelompok masyarakat yang memberontak dan melakukan tindak kejahatan.

Di dunia ini, negara-negara dipimpin secara monarki melalui keturunan atau direbut melalui kekuatan bersenjata. Seperti kehidupan bumi di abad pertengahan, dipimpin oleh seorang raja atau adipati yang memiliki kekuatan “crest” yang membedakannya dari masyarakat biasa memiliki kehendak yang luas untuk memimpin sekaligus menjalankan kegiatan politik dan sosial di negaranya.


Terdapat banyak kekuatan politik yang ada di benua Atlanta, baik berupa kota kecil yang berada dibawah penguasaan suatu bangsawan, kota yang secara independen merdeka, dan juga yang menguasai banyak wilayah dan kekuasaan berupa negara persatuan. Dua kekuatan besar di negara ini adalah Factory Alliance (Aliansi) dan Fantasia Union (Federasi) yang mana mereka memegang kekuatan terbesar sekaligus negara adikuasa dalam memiliki banyak negara bawahan di bawah komandonya.

Factory Alliance atau dikenal dengan Aliansi dikenal menggunakan jalur kekuatan tempur dalam menguasai dunia untuk merebut crest dari pemimpin wilayah lain sekaligus memperluas jajahannya. Dibangun oleh Raja Jurgen Kreische seorang pemimpin berdarah dan dikenal dengan Si Raja Besi dalam memimpin kerajaannya. Fantasia Union di lain sisi yang dipimpin oleh Sylverster Doucet adalah raja yang bijaksana dan menggunakan jalur diplomasi damai untuk dapat bekerjasama dengan negara lain untuk membangun kekuasaannya.

Kisah romansa yang terjadi Alexis Doucet putra raja dari Federasi dengan Marrine Kreische putri dari raja Aliansi terjalin dengan indah sehingga keduanya saling mencintai dan melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Sebagaimana pernikahan kedua anak raja, pernikahan ini akan memiliki pengaruh yang kuat secara politik karena dapat menyatukan dua bangsa besar untuk menjadi suatu kesatuan. Meskipun optimisme terciptanya kedamaian gencar dilakukan hanya saja terdapat ancaman dari berbagai pihak dari ras selain manusia seperti ras iblis maupun kelompok yang bersitegang dari upaya penyatuan crest.

Pernikahan antara Putri Marrine dan Pangeran Alexis akan diadakan, dengan diadakannya parade dan pesta besar sebagai bentuk sukacita baik dari kalangan bangsawan ataupun dari pihak masyarakat yang antusias. Di bawah mimbar pernikahan kedua raja dari kedua negara Aliansi dan Federasi yang memiliki perbedaan pandangan dapat bersama saling bersimpati melihat pernikahan putra-putrinya. Dengan gaun indah putri Marrine datang ke aula secara menawan berjalan bersama Pangeran Alexis yang tampil dewasa. Suasana yang bahagia sekaligus penuh sukacita.

Upacara pernikahan ini harus berakhir tragis dan berakhir ke dalam tragedi. Upacara penggabungan cest sebagai simbolis bersatunya Aliansi dan Federasi harus berakhir dengan menyakitkan. Seorang iblis tiba-tiba datang dan membunuh kedua raja negara tersebut dan menimbulkan kekacauan. Pernikahan yang indah pun berakhir dengan keji dan membuat Pangeran Alexis jatuh pingsan namun di lain sisi Putri Marrine merasa kecewa dan meninggalkan Pangeran Alexis yang dianggap gagal dalam melindungi orang tuanya sekaligus pernikahannya.

Chapter 2 : Transisi Benua.

Terbunuh raja Aliansi dan Federasi serta gagalnya upaya penggabungan kedua negara melalui pernikahan Putri Marrine dan Pangeran Alexis menyebabkan timbulnya kekacauan di benua Atlanta. Secara misterius terus bermunculannya para iblis serta kerajasaan-kerajaan dan kelompok-kelompok yang saling menjatuhkan demi merebut kekuasaan dari crest para pemimpin wilayah. Putri Marrine sebagai putri raja sebelumnya lantas menjadi pemimpin bagi Aliansi dan Pangeran Alexis secara mengejutkan terus menyesali perbuatan dan menyendiri di kastilnya.

Putri Marrine sebagai pemimpin Aliansi memimpin dengan kejam dengan tidak segan-segan membunuh kepada pihak yang menolak patuh dan tunduk di bawah pemerintahannya. Secara tirani melalui kekuatan militer merebut wilayah lain dan merebut cest sebagai simbol kekuatan pemimpinnya. Penyesalan dari rasa kebencian yang mendalam ditunjukkannya melalui cara berpakaian yang memakai gaun berwarna hitam atau pakaian lain yang memiliki warna dasar hitam sebagai bukti bahwa dia masih berduka cita atas kematian ayahnya.

Sosok Marrine Kreische merupakan seorang wanita anggun yang menawan dengan kecantikan paras dan terkenal dengan lekuk tubuhnya yang sangat mempesona bagi siapa saja yang melihat. Dengan paras rupawan ditunjang dengan tubuh yang mempesona, Putri Marrine terlihat berusia diawal 20 tahunnya dengan memiliki rambut pirang panjang menyentuh pinggulnya. Semenjak kematian ayahnya timbul rasa tirani untuk membalas penyesalannya melalui tindak kekerasan dan tidak segan-segan secara langsung memimpin pasukannya di medan pertempuran tidak seperti raja yang semestinya terlindungi dari ancaman bahaya.

Seiring berjalannya waktu kekuatan Aliansi yang dipimpinnya semakin meningkat pesat dari segi kekuasaan wilayah, kekuatan militer, serta nama “Aliansi’ sendiri di mata masyarakat dan bangsawan. Kengerian dan kebrutalan dalam cara mereka menginvasi negara lain membuat takut negara-negara kecil sehingga mereka harus membuat pilihan untuk bergabung di bawah komandonya atau memilih bergabung dengan Federasi dengan ancaman mereka akan diserang oleh Aliansi akibat tidak selaras dan dianggap memberontak.

Federasi sebagai negara yang memilih menggunakan jalur diplomasi damai mengalami hambatan akibat terpecah belahnya kesatuan mereka akibat pangeran Alexis pemimpin Federasi yang dianggap lemah dan tidak mampu memimpin bangsa dari ancaman aliansi. Persekongkolan dalam meruntuhkan Federasi dari dalam bermunculan dan upaya untuk memilih berkelompok dari kemungkinan ancaman Aliansi diperhitungkan oleh pemimpin-pemimpin wilayah di bawah Federasi. Hanya saja terdapat pemimpin muda yang pemula dalam membawa kekuatan crest namun dianggap dapat memimpin dan membawa Federasi ke arah yang lebih baik, tetap saja perlu waktu yang panjang agar dia dapat menempatkan diri dari bangsawan lain dan pemimpin wilayah besar.

Chapter 3 : Perubahan.

Suara guyuran air lantas bergantian diantara sunyinya malam dan ketegangan yang terjadi di luar. Dibawah sinar bulan berjejer tenda-tenda militer serta amunisi dan barang-barang yang dipergunakan untuk pertempuran. Aliansi, dikenal sebagai negara tirani yang menggunakan jalur militer untuk menguasai negara lain dengan kejam sedang mempersiapkan penyerangan ke negara wilayah Federasi. Melewati perbatasan negaranya, Aliansi tidak segan-segan membawa banyak pasukan yang cukup untuk melibas dan memusnahkan negara tersebut dalam satu malam, hanya saja tujuan mereka tidak lain dan tidak bukan demi merebut cest, sumber kekuatan yang dimiliki pemimpin wilayah tersebut.

Guyuran satu ke suara guyuran lain saling menanggapi seiring seorang wanita yang sedang membersihkan tubuhnya. Wanita itu tidak lain kalau bukan putri Marrine, pemimpin kerajaan Aliansi. Dia tidak peduli kalau dia mandi di tenda yang dikelilingi tenda prajuritnya, ataupun ancaman dari wanita yang turun ke medan perang mengingat jumlah wanita yang berada di camp tersebut dapat dihitung dengan jari. Tanpa menggunakan satupun kain untuk menutupi tubuhnya, Marrine yang telanjang membersihkan seluruh lapisan kulitnya. Dimulai dari membersihkan tubuh atas ke bagian bawahnya, tanpa rasa malu kalau suara mandinya dapat terdengar oleh pasukannya.

Seiring dia menyabuni tubuhnya, Marrine terus memikirkan rencana dan strategi untuk menguasai wilayah lain dan ancaman yang timbul. Penyerang yang dilakukan secara serentak kepada Federasi dapat mendorong kerajaan lain di bawah naungan Federasi untuk melakukan penyerang balik dan dapat membuat Aliansi dipaksa mundur. Pikiran berkecamuknya diperparah melalui asistennya yang berkata bahwa Federasi memiliki seorang pemimpin dengan kemampuan tempur yang setara 1.000 pasukannya di yang dapat memberikan ancaman yang keras bagi dirinya maupun aliansi. Tanpa pikir panjang, Marrine menyudahi mandinya dan lantas mengeringkan tubuhnya dibantu oleh kedua pelayannya Layla dan Cammie. Berpindah ke gaun malam hitam di menyempatkan diri untuk bertemu dengan para pasukannya. Meskipun Marrine tampil menggoda dengan gaun malamnya yang memberikan siluet bentuk tubuhnya, tak seorangpun yang menunjukan rasa nafsu melainkan rasa ketakutan dan tegang dari bertemu dengan pemimpinnya. Menyudahi hari ini dia lantas tertidur.

Perang yang merebut wilayah musuh dan mendapatkan crest berhasil dilakukan dengan mudah melalui perbedaan kekuataan militernya yang bagaikan langit dan bumi. Keberhasilan ini memudahkannya untuk dapat membuka akses jalur untuk memperluas wilayah yang mereka miliki ke arah Federasi baik untuk membuka jalur persediaan ataupun sebagai basis untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai kota militer. Marrine menyerahkan penyerangan lanjutan terhadap simpatisan dan memberontak kepada pemimpin pasukannya untuk kembali ke ibu kota Aliansi.

Kabar mengejutkan dari pemimpin pasukannya berselang beberapa minggu kemudian, fakta bahwa prajurit elitnya dikalahkan oleh suatu kelompok pasukan terlebih fakta bahwa di seorang diri berhasil membunuh banyak prajuritnya melalui bakat dan kemampuannya mendorong rasa ketertarikan dan rasa ingin tahu kepada prajurit ini. Marrine lantas bersiap dan akan bergabung dengan pasukannya untuk berangkat ke medan pertempuran.

Melalui teropong, Putri Marrine menunjukan rasa keterkejutannya bahwa dia sangat berbakat dalam melakukan pertempuran jarak dekat melebihi pasukan elit miliknya dengan armor penuh. Fakta bahwa prajurit tersebut adalah seorang Pangeran dari kerajaan Dartania yaitu negara dari seberang lautan bernama Milza Kuches dan dia merupakan rekan dari Villar Constance, musuh sekaligus saudaranya sendiri menimbulkan rasa kekecewaan yang dalam bagi dirinya. Namun dorongan yang kuat atas kekuatan dan upaya untuk memperluas wilayah kekuasaan aliansi mendorongnya untuk mengirimkan prajurit mata-mata untuk mendapatkan informasi tentang dirinya yang cukup misterius.

Informasi yang datang cepat diterima oleh prajurit mata-matanya dan terungkap bahwa pangeran Milza adalah seorang petualang berusia 40 tahun yang sudah berkelana selama 5 tahun untuk memenuhi hasratnya yang kuat dan obsesinya untuk dapat menjadi seorang kaisar suatu wilayah dan tidak segan seorang diri bertempur dengan banyak orang demi merebut kekuasaannya dan tidak segan-segan membahayakan pasukannya dan berakhir dengan banyak korban jiwa. Kemampuan yang kuat serta besarnya ambisinya dapat berguna apabila dia dapat bergabung dengan Aliansi mengingat dia hanya membantu Federasi karena pemimpin negara di wilayah Federasi itu adalah temannya. Serta fakta bahwa dia membawa ambisi “Harta, Tahta, dan Wanita” adalah hal yang tidak bisa diingkari dan harus dipertimbangkan Marrine untuk membawanya ke dalam Aliansi.

Pertempuran prajurit Aliansi dan Federasi terus berlanjut dengan cara kotor menggunakan racun untuk melawan pihak Federasi sehingga Aliansi dapat memenangkan pertempuran. Marrine yang sudah mempertimbangkan banyak hal memerintahkan kedua pelayannya Layla dan Cammie untuk dapat bertemu dengan Pangeran Milza serta membuat suatu kesepakatan dengan dirinya untuk bekerja dengan Aliansi.

1b8451b767fcea8609d1fccf68c93a903bdfe841_hq.gif


Chapter 4 : Hilangnya Kesucian

Dalam upaya menyatukan daratan Atlanta dan merebut semua crest demi menyatukan seluruh wilayah Aliansi di bawah komandonya, Putri Marrine Kreische memerintahkan kedua pelayannya untuk datang kepada Pangeran Milza untuk membangun kesepakatan dan membuatnya bergabung dengan Aliansi apapun caranya mengingat kemampuan tempurnya yang nyaris tidak tertandingi.

Di sunyinya malam di puncak perbukitan, jauh dari lokasi pertempuran yang berhasil melalui cara yang kotor. Berjalan Putri Marine dengan Layla dan Cammie kedua pelayannya untuk datang memenuhi permintaan Pangeran Milza untuk datang tidak membawa pasukannya dari Aliansi. Sebagai bentuk pencegahan Putri Marrine menggunakan armor proteksi diatas gaun malam yang selalu dipakai di dalam pertempuran. Dihadapan Putri Marrine terlihatlah Pangeran Milza, seorang pria kekar yang memiliki tubuh lebih besar dari saat dia melihat melalui teropong. Dengan kulit gelap terbakar matahari dan otot yang selalu dilatih.

Berdiri dengan tubuh besarnya dengan penuh rasa angkuh dan menunjukan kekuatannya, Putri Marrine menawarkan kontrak kerjasama untuk dia dapat membantu Aliansi untuk melawan Federasi. Pangeran sudah mendengarkan permintaan dari Putri Marrine melalui perantara pengawalnya dan dia pasti sudah memikirkan jawabannya untuk mau bekerjasama dengan pihak Aliansi. Pangeran Milza lantas membicarakan tentang Pangeran Alexis sebagai mantan kekasih, Putri Marrine yang enggan membahas Alexis dan mulai melupakannya enggan memberikan jawaban yang layak.
Disinari sinar bulan dan obor penerangan, Pangeran Milza secara mengejutkan bersujud ke hadapan Putri Marrine dan tanpa rasa malu dia berkata “Aku tidak keberatan untuk satu malam ini malam ini, kau harus menjadi milikku.”

Ucapan Pangeran Milza membuat amarah dari Layla pengawalnya dan tanpa sengaja menendang obor penerangan di dekat kakinya. Putri Marrine tidak menunjukan keterkejutan dan di dalam pikirannya dia pasti sudah memikirkan bahwa bukankah setiap pria seperti ini? Menganggap seorang wanita tidak lebih dari sekadar alat pemuas nafsunya saja.

“Meskipun anda meniduriku, saya tidak akan menjadi milik anda.” Putri Marrine berkata sambil menggenggam erat tangannya di pedang yang dia bawa.
Dia sudah menyerahkan hidup dan akal sehatnya di jalan untuk menguasai dunia, tidak ada cara lain dengan mengorbankan apapun yang dia punya dalam benaknya.

“Aku tahu itu, anggap saja ini sebagai ritual persekutuan mereka.” Jawab Milza.

“Baiklah, hanya saja saya belum mengenal pria. Saya menyerahkan segalanya pada anda, apa itu bisa diterima?”

Dengan satu anggukan dari Pangeran Milza, Putri Marrine memandang kedua pelayannya dan berbalik dan melebarkan tangannya menunjukan bahwa Putri Marrine sudah menyerahkan hal ini dan meminta bantuan keduanya untuk melepaskan armor dan pakaian yang dia pakai. Terdapat tangis dari pelayannya melihat nyonya yang dia layan harus memberikan tubuhnya kepada orang lain dihadapan mereka.

Satu persatu armor yang melekat pada tubuhnya dilepaskan baik yang menutupi pundak dan armor yang berfungsi sebagai pelindung dada menyisakan Putri Marrine dengan gaun yang selalu dipakai. Dengan satu tarikan, gaun sekaligus lapisan terakhir yang menutupi dirinya jatuh ke arah rerumputan di kakinya dan dia melangkah meninggalkan gaunnya dengan telanjang bulat. Pelayannya mengambil pakaian Marrine yang lepas dan berangsur menghilang di kegelapan sesuai permintaan nyonyanya dan pertimbangan apabila mereka melihat apa yang seharusnya mereka tidak lihat.

Omake-Gif-Anime-Grancrest-Senki-Episode-9-Marrine-Stands-Bare.gif
[/IMG]

Di bukit berdiri kedua insan, wanita dan pria dimana wanita sudah tidak memakai busana alias telanjang dihadapan pria yang baru saja dia temui dan sama sekali tidak dia kenal. Pangeran Milza menatap penuh nafsu ke arah tubuh Putri Marrine yang menampakan pesona wanita muda yang menawan dengan lekuk tubuh yang cantik dengan kulit lembut yang tanpa cacat, diberkahi oleh buah dada yang bulat dan besar yang menggoda siapa saja yang melihat serta Putri Marrine sepertinya selalu mencukur bulu kemaluannya sehingga tampak indah tanpa terhalang sehelai rambut.

“Aku tak bisa menjamin kesetiaanku. Tapi dari saat ini aku akan menjadi pendangmu selama kamu berada di jalan militer aku bersumpah untuk bertarung untukmu.”
Pangeran Milza melepas jubahnya dan melemparkannya ke arah rerumputan dan berani langsung memeluk Putri Marrine yang sudah tanpa busana.

"Mmmphhh.." satu ciuman panjang yang membuat turunnya air mata dari Putri Marrine. Dia sudah tahu bahwa berhubungan badan merupakan salah satu cara untuk dapat membuat Pangeran Milza mau bergabung dengan aliansi dan dia harus membayar dengan tubuhnya.

Omake-Gif-Anime-Grancrest-Senki-Episode-9-Milza-Holds-Marrine.gif
[/IMG]

Membaringkan tubuh Marrine yang sudah telanjang diatas jubahnya di atas rumput dengan menggenggam erat kedua tangannya. Pangeran Milza melepas baju yang dikenakan dan menunjukan fisik dan otot dari prajurit terkuat. Terdapat momen saling pandang antara putri Marrine dan Pangeran Milza, dan Pangeran Milza yang mendekat membuat Marrine sempat memalingkan mukanya. Tidak ada cara lain, dan dia sudah bulat dalam tekadnya untuk menyerahkan tubuhnya kepada Pangeran Milza.

Pangeran Milza sangat beruntung untuk mendapatkan tubuh suci milik Putri Marrine. Sebagai permulaan Pangeran Milza menggenggam buah dada kanannya dengan penuh nafsu dan menghisap putingnya secara paksa. Perasaan jijik untuk membiarkan orang yang tidak dia cintai menggunakan tubuhnya ditambah sikapnya yang secara kasar dalam berhubungan mau tidak mau Putri Marrine mengatakan protesnya.

“Jangan terlalu kasar.”

Tetapi Milza tanpa peduli menyedot puting Marrine dengan nafsu dan bergantian dari kanan ke kiri. Sambil terus menggenggam erat kedua payudara yang ditawarkan di depan matanya. “Jangan terlalu kaku. Aku bisa merasakan dorongan yang kuat dalam nadimu jadi jangan terlalu malu.” sambil membisikkan di telinganya.
“Apa maksudmu ?” Protes serta amarah dari Marrine.

Dengan tawanya, Milza berkata “Sebentar lagi tubuhmu akan tertulis oleh tubuhku dan kamu pasti akan memohon untuk dapat terus bercinta denganku.”

“Aku hanya melakukan ini demi mengakhiri perang, ingat itu Pangeran Milza.” Putri Marrine hanya memberikan fakta yang tak terbantahkan bahwa dia rela melakukan ini demi dapat menguasai benua.

“Oh benarkah? Lalu jelaskan mengapa vaginamu mulai basah sendirinya.” Tangan Milza berpindah dari payudara Marine ke arah selangkangan miliknya menyusuri belahan vaginanya. Dia secara paksa menggosokkan telapak tangannya di bibir vaginanya membuat vaginanya semakin basah akibat respon tubuhnya.

Omake-Gif-Anime-Grancrest-Senki-Episode-9-Marrine-Covered-in-Shadow.gif
[/IMG]

Marrine terus menahan rasa sakit sekaligus kenikmatan seiring Milza menggesekan telapak tanggannya di bibir vaginannya. Dia tidak menjawab pernyataan Milza bahwa dia menikmati hal ini, tentu saja dia merasa tersiksa dan takut.

“Sayangnya aku tidak membawa pelumas, aku akan biarkan cairanmu sendiri menjadi pelicin bagi vaginamu.” Milza terus menggesekan telapak tangan dan jemarinya semakin kencang dan membuat Marrine bergerak karena kenikmatan yang dia belum pernah rasakan. Dengan berhati-hati jarinya menyisir belahan vaginanya untuk tidak sengaja merobek lapisan hymen yang akan menjadi sia-sia.

Marrine bergerak seolah memberontak dan menikmati hal, sayangnya dia tidak punya waktu untuk hal semacam ini. “Mengapa kamu tidak cepat saja hmphh.. mengapa kamu harus melakukan ini.”

Milza tersenyum mengetahui pikirannya dan mengutarakan alasan liciknya, ”Malam masih panjang, masih banyak waktu bagi kita untuk saling mengenal lebih baik.”

Sial, apakah si brengsek ini berencana memperkosa dirinya sepanjang malam. Di Tengah ketakutan dan kengerian yang ada. Tapi tidak ada jalan mundur, dia sudah menyetujui dan menyanggupi permintaan Pangeran Milza.

Menikmati keindahan tubuh Putri Marrine, Milza lantas membuka pakaian terakhir tubuhnya dan menurunkannya dan menunjukan ke hadapan Marrine besarnya penis yang dia miliki. Hitam, besar, dan berurat merupakan tiga kata yang tepat untuk menggambarkannya. Marrine tahu dia memiliki ukuran yang besar dilihat dari besarnya tubuhnya namun dia tidak berpikir bahwa dia akan memiliki penis sebesar itu.

Putri Marrine berpikir bagaimana penis tersebut masuk ke dalam tubuhnya apalagi dia masih perawan. Ketakutannya tidak berselang lama ketika dia sudah tidak bisa menahan tubuhnya dan untuk beberapa saat tersemburnya cairan dari vaginannya. Dia memalingkan muka tidak mengakui bahwa dia menikmati hal ini namun tidak ada jalan mundur.

Milza mengambil cairan yang disemburkan oleh Marrine lantas menjilatinya dan menunjukan rasa kenikmatan. Marrine semakin jijik terhadap tindakan yang dilakukan oleh Pangeran Milza.

Merasa vagina Marrine sudah cukup basah, Pangeran Milza lantas memposisikan penisnya di atas belahan vaginannya. Dia bergerak atas ke bawah seolah membelah belahan vaginannya sambil menimati kulit lembut Marrine. Di depannya Marrine mengawasi dengan ketakutan apabila dia tiba-tiba memasukkan penisnya ke dalam vaginannya.

“Keperawananmu milikku.” Adalah kata terakhir yang dia dengar sebelum merasakan rasa sakit yang tidak tara.

Dengan satu hentakan pinggul Milza, masuklah penis raksasa ke lubang kecil milik Marrine yang masih perawan seolah ditusuk sebuah tombak. Marrine menjerit dalam hatinya dan menggertakan giginya menahan rasa sakit yang dia rasakan. Dengan berani Marrine menatap wajah nafsu Milza menunjukan bahwa dia menolak untuk dipatahkan oleh dirinya.

Omake-Gif-Anime-Grancrest-Senki-Episode-9-Marrine-Taken.gif
[/IMG]

Hentakan yang beriringan dan secara perlahan darah kesucian Marrine turun dari vaginnya ke penis milik Milza dan jatuh ke jubah yang dijadikan alas mereka bersetubuh. Marrine terus menahan rasa sakit dari hilangnya keperawanan dan penis yang memasuki tubuhnya.

“Kamu dapat merasakan tubuhmu bereaksi bukan ?”
“Tidak!”
“Kamu dapat berbohong dengan mulut atasmu, tetapi mulut bawahmu tidak akan bisa membohongiku.”

Plak.. Plakk.. Plakk..

Bunyi hentakan dari beradunya kulit keduanya terdengar jelas menggema di perbukitan. Milza dengan semangat terus memompa pinggulnya ke arah Marrine yang terlentang pasrah. Meskipun rasa sakit yang dirasakan sangat menyakitkan, perlahan muncul kenikmatan. Perlahan Milza memajukan mukanya ke wajah Marrine dan mulai menciumnya. Beradulah lidah antara keduanya dimana Milza tidak segan-segan melemparkan ludah kedalam mulut Marrine dan membuat Marrine tersedak yang membuatnya semakin bergairah untuk memacu tubuhnya.

Merasa cukup puas, Milza membalikkan tubuh Marrine ke posisi berlutut dengan kedua tangannya berada dibawah (menungging). Dihadapkannya pantat bulat Marrine membuat Milza lantas menggenggam erat dan menjilati seluruh bagiannya tanpa menyisakan satu bagian pun. Sambil terus meremas pantatnya dia memposisikan penisnya ke arah lubang vaginannya dan dengan paksa akibat sempitnya lubang milikinya dia mendorong dengan paksa.

“Seperti yang kuharapkan, kenikmatan bercintanya dengan perawan memang terbaik.” Milza terus berbicara acak seiring dia memompa tubuhnya ke dalam Marrine. Rasa sempit dari bercinta dengan perawan dan kenikmatan dari memikirkan untuk bercinta dengan seorang putri menjadi kebanggaan milikinya.

Tanpa rasa bersalah dia semakin cepat untuk memompa tubuhnya selayaknya binatang. Marrine yang tidak dapat menahan perbandingan tubuh Milza yang besar akan terlempar apabila dia tidak ditahan orang Milza.

Plak.. Plakk.. Plakk..

Bunyi persetubuhan mereka menjadi semakin jelas terdengar menjadi suatu simfoni. Milza yang semakin keras memompa penisnya lalu menggenggam perut Marrine dan mengangkat kedua tangannya keatas. Marrine yang sudah tidak menahan tubuh melalui tangannya menjadi lepas kendali karena Milza dengan selayaknya binatang dengan terus memompanya dengan paksa.

“Ahhh.. Aahh.. Aahhh. sakit.. cukupp.. ahhh..”

Marrine yang sejak awal menutup mulutnya menjadi kewalahan lantas berteriak sebagai respon akibat Milza yang terus memompanya dengan kasar. Milza yang mendengar hal ini menjadi bersemangat dan mendorong lebih jauh penisnya kedalam lubag milik Marrine.

“Cukup Milza.. ahh.. ahh.. jangan.. vaginaku akhhh.. “

Jeritan Marrine lantas ditambahi dengan turunnya air mata, selain merasakan rasa sakit dia merasa mengkhianati dirinya, ayahnya, dan juga Alexis yang masih dia cintai. Jeritan tersebut tidak berhenti sampai Milza dengan paksa mendorong penisnya jauh kedalam vaginannya dan menunjukan gerakan seolah-seolah dia akan ejakulasi.

“J-jangan di dalam ! Milza berhenti!.. ahh.. ahh.”

Marrine terangkat jauh ke atas dalam posisi menungging dan keluar cairan panas dari dalam vaginanya. Upaya untuk membuat Milza mengeluarkannya di luar gagal. Milza menyudahinya dan melepas Marrine sehingga membuatnya jatuh terkulai dengan keluarnya cairan sperma yang keluar dari lubang vaginanya akibat tidak mampu menampung jumlah banyaknya air mani yang Milza keluarkan didalam vaginanya dan turun di sepanjang pahannya.

Belum cukup puas menikmati Marrine, dengan penisnya yang masih kokoh berdiri Mirza berjalan ke arah muka Marrine dan dengan paksa memasukkan penis besarnya ke mulutnya. Marrine yang sudah pasrah terpaksa mengulum penis yang dilumuri air mani yang sangat menjijikan itu. Dengan paksa penis itu didorong sampai mengenai pangkal mulut dan dimaju mundurkan selayaknya lubang vagina yang baru saja dia masuki.

“Bersihkan penisku dengan mulutmu !”

Marrine mengikuti apa yang diminta oleh Milza supaya dia cepat mengakhiri hubungan terlarang ini. Dengan perasaan jijik dia menjilati kepala penisnya dan terpaksa menelan habis sisa sperma yang melekat di sepanjang batang penisnya. Marrine berpikir dengan keluarnya dia di dalam tubuhnya mengakhiri kegiatan ini namun nyatanya dia salah. Milza lalu kembali memperkosa Marrine dengan kasar layaknya binatang dengan berbagai posisi. Marrine yang sudah pasrah secara perlahan kehilangan kesadarannya dan perlahan matanya mulai terpejam dan jatuh pingsan dan Milza tidak henti-hentinya memperkosa Putri Marrine hingga waktu pagi tiba. Hanya satu ucapan yang dia dengar sebelum jatuh pingsan.

“Aku akan merasakan keperawananmu yang lain saat waktunya tiba.”

Bersambung
 
Terakhir diubah:
VOLUME : 2

Chapter 5 : Sudut Pandang Marrine


“Nyonya Marrine !”
“Bangun! Bangunlah Nyonya Marrine !”
“Layla bagaimana ini?”

Di dalam dunia kegelapan aku mendengar suara tangisan, aku hanya dapat mendengar suara tersebut namun aku tidak dapat mengetahui asal muasalnya. Apa ayah? Alexis? Kenapa kalian meninggalkanku? Tunggu dimana ini, aku tidak tahu ini dimana?

Aku yang jatuh terduduk merasakan pandangan sinis dari bayangan di sekelilingku, bayangan itu sangat banyak dan mereka terlihat seperti prajuritku seolah aku adalah orang yang terhina. Aku menyadari tubuhku yang sudah telanjang pusat menjadi pusat pandangan semua yang ada disini dan aku merasakan rasa sakit yang tak tertahan dari selangkangan dan vaginaku. Perasaan pedih dan nyeri, tanganku yang kubawa ke arah tubuh bagian bawahku bersentuh dengan lendir yang lengket dan menjijikan. Bukankah ini sperma? Tunggu apa yang terjadi? Tolong aku! Tolong!

“Nyonya Marrine! Untunglah anda terbangun.”
“Terimakasih banyak, Nyonya Marrine bertahanlah.”

Aku menyadari aku terbangun dari tidurku, namun ini bukan tendaku, kenapa aku bisa berada di area terbuka seperti ini. Aku mencoba untuk mengangkat tubuh namun tubuhku merasa lumpuh, terutama area pinggul kebawah seperti mati rasa, belum lagi rasa sakit di area dadaku, dan rasa getir dan pahit yang ada di mulutku.

Tiba-tiba semua informasi masuk kembali kedalam otakku. Baru saja, malam ini aku bertemu dengan Pangeran Milza dari Kerajaan Dartania untuk membahas kontrak kerjasama, sebagai kesepakatan aku membiarkan dia untuk merenggut keperawananku dan semalaman tanpa hentinya dia memperkosaku. Walaupun aku menyetujui untuk berhubungan badan sebagai bentuk kesepakatan, aku tidak menduga bahwa dia memanfaatkanku menjadi mainan seks baginya.

Kedua pelayanku, Cammie dan Layla membantuku membersihkan sisa dari persetubuhan liar itu dengan kain yang sudah dibasahkan. Secara perlahan membersihkan noda-noda sperma yang tersebar dari muka sampai area pahaku. Belum lagi ada beberapa bagian tubuhku yang terlihat memar mengingat dia secara brutal memperkosaku seperti binatang.

“Dasar bedebah, meninggalkan Putri Marrine di tengah perbukitan! Dasar tidak tahu malu.”
“Tenanglah Cammie, Nyonya Marrine mari kubantu untuk memakaikan pakaianmu.”

Aku mengikuti permintaan Layla untuk segera memakai pakaianku. Rupanya sejak pagi buta, Pangeran Milza sepertinya sudah puas dan meninggalkanku terkulai tanpa busana dengan dipenuhi sisa sperma di sekujur tubuhku. Tanpa rasa tanggungjawab di pergi dan meninggalkanku selayaknya sampah. Aku menyadari bahwa dia brengsek, namun aku perlu kekuatannya untuk dapat menyatukan benua dan memperkuat Aliansi. Tidak ada cara lain.

Secara tertatih aku dituntun kembali ke kereta kuda secara perlahan, rasa nyeri di selangkanganku terasa menyakitkan seolah-olah aku dibelah menjadi dua. Di sepanjang perjalanan kembali ke tendaku aku terus berpikir apakah tindakan ini berisiko, ada kemungkinan Pangeran Milza akan kembali dan mengkhianati perjanjian dengan memintaku untuk bersetubuh dengannya sebagai bentuk kontrak dan ketakutanku untuk hamil adalah risiko yang harus diwaspadai. Aku tidak mau hamil oleh orang yang memperkosaku dan merawatnya, citraku akan jatuh apabila rakyatku tau bahwa aku membentuk perjanjian dengan hubungan sexual sebagai kontrak.


Chapter 6

Kabar bahwa raja Dartania meninggal dan diturunkan kepada putranya Pangeran Milza sampai ke telinga Putri Marrine melalui Aubest, penyihir pribadinya yang sudah setia bersamanya sejak peristiwa terbunuhnya ayahnya Raja Aliansi. Sudah beberapa hari berselang sejak peristiwa malam Putri Marrine menjual harga dirinya kepada Pangeran Milza sebagai bentuk kontrak kerjasama. Putri Marrine yang mengingat hal itu sudah melakukan berbagai tindakan preventif melalui obat-obatan sihir untuk membuatnya tidak hamil. Meskipun dalam benaknya merasa tindakan yang dilakukannya sangat tidak bermoral, tidak ada pilihan lain mengingat rencana untuk menyerang Kerajaan Arthuk yang dipimpin oleh saudaranya Villar Constance adalah hal yang cukup krusial untuk melemahkan federasi sekaligus menunjukan kekuatan aliansi.

Pilihan untuk bekerja sama dengan Pangeran Milza yang saat ini menjadi Raja merupakan tindakan yang tepat. Janji Pangeran Milza untuk menjadi pedang bagi Putri Marrine dan Aliansi adalah bentuk kesepakatannya. Tak berselang lama persiapan untuk menyerang Kerajaan Arthuk dimulai. Kerajaan tersebut dikenal dengan pertahanannya sehingga membutuhkan pasukan yang lincah dan pasukan Aliansi yang fokus dalam pertempuran kavaleri atau pertempuran berat menjadi hambatan yang cukup berisiko.

Pertempuran berlangsung di berbagai sisi, Marrine menunggu pasukan lain untuk membereskan pasukan Federasi dan Raja Milza yang bertugas untuk membersihkan pasukan di benteng yang sulit untuk dihadapi. Kemenangan untuk merebut wilayah Arthuk selesai dengan diambilnya crest milik Villar di tangan Putri Marrine yang tidak lain adalah saudaranya sendiri.

Pesta perayaan besar di halaman istana terjadi yang didatangi oleh pasukan Aliansi dan pasukan Dartania. Pasukan mengadakan pesta pora, dan rakyat Arthuk mau tidak mau memberikan hak hidup dan asetnya kepada Aliansi sebagai bentuk kekalahan. Makanan dan minuman beralkohol dapat ditemui dimana-mana, nyanyian dari wanita-wanita yang ditahan oleh Aliansi dipaksa untuk bernyanyi menyambut suksesnya perebutan wilayah krusial dari Federasi.

Terdapat perbedaan antara pasukan dengan pemimpin pasukan atau bangsawan, para pejabat berpesta di dalam istana dengan pertemuan masing-masing pemimpin Aliansi. Fokus utama dari acara ini tentu saja Putri Marrine yang bertindak sebagai Pemimpin Aliansi dan akan menyampaikan pidatonya. Pidato darinya didengar dengan penuh sukacita. Pesta dilanjutkan dengan kegiatan makan dan diakhiri dengan dansa.

Putri Marrine seorang diri berdiri di area wilayah berdansa memperhatikan seluruh tamu undangan. Mata-matanya selalu melirik ke berbagai sudut ruangan seolah mencari atau menghindari seseorang.

“Selamat atas kesuksesanmu Putri Marrine.”
“Selamat juga a-atas perjuanganmu pangeran.. tidak.. Raja Milza.”

Dengan terbata-bata membalas ucapan terimakasih kepada Raja Milza. Orang yang Putri Marrine hindari tidak lain adalah Milza. Ketakutannya atas peristiwa yang terjadi di beberapa malam sebelum masih membekas pada dirinya. Secara mengejutkan Raja Milza menariknya ke lantai dansa. Adanya keengaan dalam dirinya, namun perbedaan kekuatan genggaman serta pandangan para bangsawan lain yang antusias karena Aliansi berhasil mengajak Kerajaan Dartania untuk ikut serta dalam mendukung kesuksesan pertempuran.

Ruangan dipenuhi para bangsawan yang antusias menonton Putri Marrine berdansa dengan Raja Milza, mengingat setelah gagalnya pernikahan dengan Pangeran Alexis dari Federasi membuatnya menjauhi diri dari lelaki lain. Putri Marrine sendiri selalu berusaha berdansa sebaik mungkin demi terlihat baik dihadapan seluruh tamu yang datang.

Selayaknya suatu pasangan romantis, keduanya menjadi pusat dari acara dansa. Meskipun pasangan, umur keduanya terpaut nyaris 20 tahun yang membuatnya seperti ayah dan anak, namun di dunia ini tidak ada batasan usia pernikahan ideal. Acara berakhir dengan indah dimana Putri Marrine berdansa dengan tangan Raja Milza merangkulnya di pinggul.

Porak tepuk tangan terdengar setelah pesta dansa selesai, dan Marrine memilih menghindar dan kembali ke ruangannya di Istananya. Tangannya merasa jijik menggenggam tangan Milza yang pernah melecehkan tubuhnya, walaupun dia sudah memakai sarung tangan. Putri Marrine memilih untuk membersihkan tubuhnya dan meringankan pikirannya.

Kamar mandi rumah rakyat biasa dan kamar mandi istana tentu berbeda, kamar mandi yang dimiliki Putri Marrine sangatlah luas dimana bak mandi berupa tempat berendam cukup untuk dimasuki 4-5 orang bersamaan. Tentu saja Putri Marrine akan memilih berandam seorang diri tanpa ditemani kedua pelayannya yang hanya membantu menyiapkan air panas dan pakaian yang digunakan.

Melepas gaun pesta hitam yang digunakan dan menjatuhkannya sembarangan, Putri Marrine berjalan telanjang menuju koridor kamar mandinya dan air panas sudah siap. Perlahan memasukkan kakinya lalu menjatuhkan tubuhnya ke dalam bak rendam tersebut, Putri Marrine secara perlahan membersihkan tubuh dan menyabuni setiap inci permukaan kulitnya.

Dimulai dari ujung rambut sampai ujung jari kaki, tidak ada bagian tubuhnya yang dia lewatkan. Dengan menggunakan tangan kanannya untuk membersihkan area dadanya dan tangan kiri membersihkan tubuhnya, dia secara perlahan menyisir jemarinya untuk membersihkan noda yang mustahil ada.
Setiap kali Putri Marrine selalu diiringi dengan lamunan, baik itu tentang kematian ayahnya, gagalnya pernikahannya, ataupun Aliansi. Sekarang pikirannya ditambah bahwa dia sudah tidak perawan dan kehilangan kesuciannya kepada orang yang sangat menjijikan terus menerus berputar di kepalanya. Entah mengapa, peristiwa yang dia benci itu memberikan suatu stimulasi tersendiri bagi dirinya, rasa takut yang diiringi suatu kepuasaan seksual adalah pengalaman yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Tidak dekatnya Puteri Marrine dengan lelaki lain setelah kandasnya pernikahan membuat dirinya belum pernah merasakan kehangatan dan terpenuhinya hasrat seksual yang dia miliki. Tanpa sadar jemari nya seolah-olah mereka ulang tindakan yang Milza lakukan kepadanya baik di area dadanya ataupun di daerah selangkangannya. Jarinya memilin perlahan puting payudaranya baik dengan perlahan ataupun dengan keras yang Putri Marrine sendir lakukan.

Tangan kiri tidak luput dia gerakan, secara perlahan jarinya memilin bibir vaginnya dan mencubit lembut klistoris yang sudah tegang. Perlahan cairan bening mulai muncul seiring Marrine menggesekan jarinya dan puting payudaranya yang terus-menerus dia tarik. Marrine memberanikan diri untuk memasukan jari tengah ke dalam lubang vaginannya dan jemari lain terus memilin klistorisnya.

Raja Milza yang seharusnya dia lupakan terus menerus berputar di kepalanya. Ingatan-ingatan pemerkosaannya masuk ke dalam pikirannya karena pengaruh pesta dansa dan mungkin alkohol yang dia minum. Putri Marrine tidak menikmati pemerkosaan dirinya sebagai bentuk hubungan cinta, namun kepuasan dan rasa takut mendorongnya untuk melanjutkan masturbasinya.

“Hmphh.. ahh.. ahh..”

Bibir bawahnya digigit lembut untuk menahan suara desahannya. Jari telunjuk dimasukkan bersamaan dengan jari tengah yang terus ia kocokkan di dalam lubang vaginannya tanpa henti. Cairan yang keluar dari vaginnya perlahan turus semain banyak membasahi area pahanya.

Dari posisi duduk di dalam bak berendam, Putri Marrine lalu naik ke pinggir bibir bak dan melakukan posisi menungging, posisi dimana dia merasakan rasa kenikmatan yang tak tertahankan. Dengan menggunakan tangan kanannya sebagai penahan tubuh dan jemari kiri yang terus di masuk dan keluarkan semakin terdengar rintihan dari dalam tubuhnya seolah-olah di hendak meledak.

“Milzaa.. oohh.. Milzaa.. cukup! Oohh Milzaa jangan perkosa aku.. Akhhh.”

Puteri Marrine mengalami klimaks dengan menyemburkan banyak cairan dari lubang vaginannya dan membuatnya jatuh terkulai. Dia cukup menyesal untuk merintihkan nama Raja Milza, seorang yang dia sangat benci, orang yang telah merenggut kesuciannnya. Kepuasannya dari hasrat ini muncul bukan karena kenikmatan dari kebrutalan seksnya melainkan kepuasan dari hubungan pria dan wanita yang dia belum pernah rasakan.

Sekali lagi Puteri Marrine membersihkan tubuhnya dan membersihkan sisa masturbasinya. Obat-obatan sihir yang digunakan sebagai menggagalkan kehamilan sekaligus dapat memperat kembali lubang vaginannya yang telah dimasuki oleh penis raksasa Milza. Obat ini sangatlah langka karena merupakan obat sihir dan hanya dimiliki oleh bangsawan yang memiliki penyihir tingkat atas, salah satunya adalah Aliansi.

Merasa bahwa dia sudah cukup melakukan tindakan hina, Putri Marrine memakai pakaian tidurnya dan terlelap kemudian menanti hari esok.

Chapter 6

Kemenangan Aliansi atas kerajaan Arthuk merupakan suatu kesuksesan, selain mendapatkan wilayah yang strategis untuk melawan federasi, jumlah pasukan yang berhasil direbut semakin banyak, dan tentu saja crest yang dimiliki untuk dapat menguasai benua. Putri Marrine sebagai pemimpin aliansi memikirkan rencana lanjutan setelah menguasai Arthuk dan rencana pertempuran selanjutnya. Meskipun meraih kemenangan, diperlukan banyak pengorbanan dari segi keuangan, persediaan, dan personil tempur yang gugur dalam pertempuran.

Aliansi yang kuat akhirnya akan kalah apabila persediaan tidak memadai. Rencana pertempuran perlu dipikirkan ulang dan masih adanya ancaman ras iblis yang dapat merusak strategi yang Aliansi bangun. Sampai saat ini jumlah iblis yang muncul dan dibasmi masih sedikit, selain mereka tidak mengetahui lokasi hidup ras iblis secara akurat, perbedaan kekuataan ras iblis masih terlalu jauh untuk ditangani bersamaan dengan rencana penyerangan terhadap federasi.
Putri Marrine menyesap teh di sore harinya di istana Arthuk memandang arah laut yang membentang di pesisir. Rasa damai sekaligus rasa tenang merupakan dasar dia ingin menyelesaikan pertempuran dan menguasai benua. Melalui cara militer dengan menginvasi negara lain, Aliansi dapat lebih cepat menguasai benua dibanding Federasi yang lambat dengan upaya kesepakatan damainya. Ketidakmampuan Pangeran Alexis dalam memimpin Federasi masih menjadi hambatan.

Putri Marrine kembali mengingat masa lalu bersama dengan Pangeran Alexis dimana Putri Marrine terkesima dengan cara romantisnya dia untuk selalu berusaha mendapatkannya dan kepintarannya dalam mengarahkan pasukan yang mungkin terbaik di benua ini. Pangeran Alexis dapat mengarahkan pasukan Federasi selayaknya lukisan dengan efisien dan efektif, berbanding balik dengan cara brutal Aliansi. Namun itu semua sudah menjadi masa lalu, mereka sudah tidak memiliki hubungan selain sesama pemimpin negara dan musuh.

Perlahan namun pasti Putri Marrine mulai melupakan penyesalan menyerahkan kesuciannya demi kesuksesan Aliansi. Kemampuan Raja Milza sangat layak dipertimbangkan dalam pertempuran dan bagaimana dia dapat bertempur dengan kekuatan sedikit melawan pasukan berjumlah besar. Harga diri demi terciptanya dunia yang damai adalah harga yang wajar di dalam benak Marrine.

Meskipun pertempuran banyak terjadi di daratan benua, ancaman dari laut merupakan hal yang wajib dipertimbangkan. Ketidakmampuan Aliansi dalam bertempur laut terutama apabila melawan negara yang memiliki kekuatan tempur laut adalah hal yang perlu dipertimbangkan dengan serius. Tidak ada pilihan lain selain memilih bergabung dan bekerja sama dengan kerajaan yang terkenal dengan kekuatan tempur lautnya, Kerajaan Nord.

Chapter 7

Kekuatan Aliansi memang terkuat di benua Atlanta, tetap saja tidak menjamin kemenangan dari setiap pertempuran. Dari 10 pertempuran akan berakhir dengan 6 menang dan 4 kalah, dimana kekalahan ini sangatlah mahal dari segi biaya, persediaan, dan moral para prajurit. Kebutuhan makanan, minuman, dan persediaan tempur baik itu pedang, baju zirah, ataupun panah dan pendukung lain perlu dipertimbangkan secara matang apalagi aliansi sebagai negara yang berfokus pada pertempuran dan merebut wilayah.
Seperti apa yang ditakutkan oleh Putri Marrine, pertempuran laut adalah kelemahan besar Aliansi dibandingkan negara lain. Demi mencegah timbulnya kekalahan, petinggi Aliansi melakukan rapat besar yang diwakili oleh pemimpin dibawah kekuasaan Aliansi dan tentu saja Kerajaan Dartania yang dipimpin oleh Raja Milza yang bukan berupa negara kekuasaan namun menjadi pendukung kesuksesan aliansi. Rapat besarpun dilakukan, berbagai argumen dikeluarkan mengingat ancaman laut adalah masalah krusial demi mempertahankan Arthuk yang merupakan wilayah yang berbatasan dengan laut dan strategis dalam bertempur melawan Federasi.

Sebagai kerajaan benteng yang difokuskan pada pertahan darat, Kerajaan Arthuk memiliki pelabuhan yang digunakan sebagai jalur niaga dan tidak dibangun untuk kegiatan militer. Perlunya biaya yang besar untuk membangun pelabuhan dan tentu saja pasukan yang mampu dalam bertempur dalam laut.

“Bagaimana kita dapat mempertahankan Arthuk?”
“Kita fokus hanya membangun pasukan darat hingga melupakan laut.”
“Menjaga wilayah laut tanpa kapal tempur adalah omong kosong.”

Beradunya argumen dari para pemimpin wilayah Aliansi saling menyatakan rasa bersalah sekaligus persetujuan bahwa Aliansi memang tidak dibangun untuk bertempur di lautan. Tidak ada cara yang lebih baik selain beraliansi dengan kerajaan laut. Cukup banyak kerajaan laut yang independen tidak terikat dengan Aliansi dan Federasi, namun dari segi kekuatan hanya sedikit yang digolongkan kuat apabila dibandingkan dengan kekuatan darat.

“Sayangnya kami tidak memiliki koneksi dengan kerajaan laut di luar benua.”
“Begitupun wilayah kami.”
“Bagaimana dengan Tuan Milza, sebagai pemimpin dari seberang lautan anda pasti memiliki hubungan dengan kerajaan laut lain.”
“Hoho, sayangnya sebagai anggota non-aliansi saya tidak bisa memberikan hubungan dengan negara mitra saya tuan-tuan.”

Mendengar jawaban Raja Milza, para pemimpin Aliansi kecewa sekaligus sedikit geram. Putri Marrine yang dari tadi mendengar pembicaraan mau tidak mau harus menjadi pihak yang mendorong Kerajaan Dartania untuk membantu Aliansi.

“Baiklah Tuan Milza, saya akan memberikan penawaran sebagai pemimpin tertinggi Aliansi.”

“Begitukah, saya menunggu hal itu.”

Sepintas terdapat senyum jahat yang muncul dari wajah Raja Milza. Putri Marrine yang enggan lagi bermitra dengannya mau tidak mau melaksanakan tanggung jawab sebagai pemimpin tertinggi. Dia tahu bahwa Raja Milza memiliki penawaran yang merugikan dirinya, dan mungkin akan merendahkah harga dirinya sebagai wanita dan seorang putri kerajaan.

Tak berselang lama dari dikirimnya surat kontrak kerjasama Aliansi kepada Kerajaan Dartania yang dipimpin oleh Raja Milza, sebagai balasan surat kembali menjadi dua yang bersifat formal mewakili Kerajaan Dartania kepada Aliansi dan surat pribadi yang dibuat khusus oleh Pangeran Milza kepada Ratu Marrine. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya cap dan permintaan pengantar pesan untuk hanya Putri Marrine seorang yang diperbolehkan membuka dan membaca isi pesan tersebut.

Pesan yang formal dibacakannya kepada pemimpin wilayah Aliansi dan Putri Marrine merahasiakan pesan surat yang dikirimkannya khusus bagi dirinya seorang. Tanpa memberitahu pelayannya yang selalu bersamanya, di kamarnya dia membuka surat pesan dan membaca isinya.

“Datanglah ke jalan D***** di wilayah Arthuk seorang diri tanpa seorang penjaga di malam dua hari selanjutnya. Datanglah tanpa menggunakan gaun atau pakaian yang menutupi tubuhmu. Cukup memakai jubah pelindung tanpa busana di bawahnya. Permintaanmu tidak akan dikabulkan apabila kamu melanggar perjanjian. Suatu fakta bahwa Federasi mungkin dalam waktu dekat dapat membawa kekuatan tempur lautnya ke wilayah Arthuk sebagai balasan.”

Putri Marrine yang membaca surat tersebut membanting tangannya di meja dengan keras. Surat bernada ancaman yang memalukan dirinya dan tentu saja dapat berupa jebakan untuk memperalat dirinya. Dia menolak untuk patuh ke Raja Milza namun fakta bahwa Federasi sudah mempersiapkan pasukannya adalah sebuah fakta yang nyata yang didapat oleh pasukan mata-matanya.

“Aku sudah merelakan kesucianku kepada Aliansi, pengorbananku akan sia-sia.
Seperti yang tertulis dalam surat yang dikirimkan, dua malam selanjutnya di dalam kediaman Putri Marrine di wilayah Arthuk sebagai kantor sementara, Putri Marrine meminta pelayan dan pembantu untuk tidak mengganggunya malam ini karena dia akan beristirahat. Tidak adanya keraguan untuk menolak perintahnya, dia lantas kembali ke kamarnya. Seperti isi surat itu, dia melepaskan pakaian malam yang melekat di tubuhnya dan menatap ke cermin. Tubuhnya yang indah dipergunakan dirinya untuk hal yang tidak bermoral dengan menawarkan tubuhnya dalam kontrak perjanjian. Baik dirinya sebagai seorang putri pimpinan Aliansi ataupun sebagai wanita, tak ada sedikitpun rasa bangga dari tindakan yang dilakukannya. Inilah jalan yang Putri Marrine tempuh diatas neraka dunia.

Tanpa menggunakan pakaian dibawah jubah yang dia gunakan, Putri Marrine diam-diam meninggalkan kediamannya dan datang sesuai petunjuk yang diadatkan di siang hari dengan mendapatkan peta Arthuk. Ancaman dari pemerkosa dan penculik adalah hal wajar akibat kekacauan dari penyerangan Aliansi ke Arthuk yang merupakan wilayah Federasi. Putri Marrine tentu saja mengetahui ancaman ini, namun dengan penuh pendirian di memberanikan datang ke jalan yang Milza arahkan di surat.

Jalan yang gelap dan berada di wilayah kumuh, apa mungkin dia dijebak oleh Raja Milza dan akhirnya akan diperkosa oleh rakyat jelata di jalan ini. Mengingat dibawah jubahnya tidak memakai pelindung pakaian, tentu saja dia akan dianggap pelacur murahan. Rupanya ujung jalan adalah buntu dan tidak terlihat seorangpun yang berada disana. Sial, Putri Marrine merasa dia dipermainkan dan dipermalukan. Sayangnya sebelum dia dapat kembali, dia diseret dan disekap untuk dibawa ke suatu bangunan.

“Hmphhh.. Lepaskan! Lepaskan aku!”

Putri Marrine memberontak dari eratan genggaman yang diperkirakan adalah seorang pria dan terlatih dalam menculik. Ketakutan akan gambaran bahwa dia akan diperkosa dan diperjual belikan muncul dibenaknya namun satu suara meruntuhkan imajinasi itu.

“Tenanglah Putri Marrine.”
“Ukhh.. ukhh.. Tuan Milza, apa yang kamu rencanakan.”

Pria yang membekapnya melepaskan Putri Marrine dan membuatnya terjatuh. Putri Marrine dibawa oleh pria tersebut ke atas gedung tersebung dan disajikannya pandangan seluruh Kerajaan Arthuk. Tempat itu cukup tinggi dari gedung lain sehingga lebih jelas memberikan gambaran luasnya wilayah kerajaan Arthuk. Putri Marrine masih penuh emosi terhadap tindakan untuk seolah-olah menculiknya dan Raja Milza malah menertawakan hal tersebut dan berjanji memberikan kepastian bahwa dia akan membantu Aliansi.

Putri Marrine masih tidak mengerti mengapa dia harus bertelanjang dan berjalan seorang diri ke arah yang dia tidak ketahui. Raja Milza yang penuh dengan tatapan nafsu dengan paksa merebut jubah yang Marrine kenakan hingga robek cukup besar untuk memperlihatkan pahanya.

“Apa yang kau lakukan?!”

Raja Milza mendekat dan mencium penuh nafsu ke arah rambut Marrine. Rambut pirang panjang tersebut terus dia ciumi dari dekat, “Kau bahkan membersihkan tubuhmu, dan aku rasakan kau menggunakan wewangian.”

“Aku hanya melakukan ini demi perjanjian yang kamu setujui.”
“Kau benar Putri Marrine, kau pulanglah. Aku akan melanjutkan hal ini bersama Putri Marrine, berdua saja.”

Pria itu lantas menghilang sepenuhnya menyisakan Putri Marrine dan Raja Milza. Putri Marrine merasa tenang sekaligus tegang tentang apa yang terjadi selanjutnya. Pasti malam ini akan berakhir dengan percintaan yang memilukan dan menyakitkan.

“Putri Marrine lepaskanlah jubah rusak itu. Tubuhmu sangat indah, kau harus bangga dengan hal itu.”

Putri Marrine tidak bisa mengelak dan menurunkan jubah yang sudah robek itu dan terlihatlah tubuh indah Marrine dari penerangan bulan. Tubuh mempesona yang menawan dengan struktur tubuh yang menggoda seluruh pria yang berharap untuk dapat bercinta dengannya.

Tanpa basa-basi Raja Milza langsung melahap bibir mulut Marrine, namun dia memberikan penolakan, “Kamu berencana melakukan ini ditempat terbuka seperti ini?”

“Kamu pernah melakukan seks denganku di hutan sebelumnya, apa yang membedakannya?”
“Tentu saja, orang lain dapat melihat hal ini.”

“Haha, kamu membuatku tertawa Marrine. Biar kutunjukan padamu apa artinya bercinta sebenarnya.”

Pangeran Milza dengan kekuatan genggaman menarik paksa Marrine ke ujung tembok di atas bangunan tersebut yang berhadapan dengan kota. Dihadapkan tubuhnya langsung dan menyisakan area perut sampai kepalanya tanpa pembatas ke arah kota membuatnya merasakan rasa malu. Untung saja malam ini sepi dimana hanya sedikit warga berlalu lalang dan pasukan pengaman yang bertugas di lain tempat. Pangeran Milza menurunkan kepalanya lantas menjilati lubang vaginanya.

Lidahnya menjilati bibir vaginnya dan tangannya terus meremas pantat Marrine yang padat. Jemari tangan lainnya pun digunakan untuk meningkatkan rangsangan dengan memijat area vaginannya.

“Ahhh.. ahh.. berhenti.. ini memalukan.”

Rintih desahan Marrine seiring jilatan Milza yang semakin ganas. Lidahnyapun menyapu bersih bibir vagina dan menjilati lubang kewanitaannya. “Lubangnya kembali sempit seperti semula, seperti yang diharapkan dari seorang Putri.”

Tangan Marrine terus menggenggam erat pegangan tembok dengan erat. Ketakutan apabila ada orang lain yang melihat dirinya dan tentu saja ingatan kebrutalan yang pernah Milza lakukan kepadanya. Dia merahasiakan alasan vagina kembali rapat adalah menggunakan obat-obatan sihir langka.

Lidahnya pun semakin kuat berputar-putar dan keluar masuk dilubang vagina Marrine. Merasa bahwa dia tidak terpuaskan, dengan paksa dia menggenggam erat kepala Marrine dan membawanya ke batang penis untuk melakukan seks oral. Marrine yang kesusahan dan belum mengambil nafas kesulitan mengimbangi gerakan Milza yang memaju mundurkan kepalanya yang membuat penis itu bertabrakan dengan ujung mulutnya.

Besarnya diameter membuat Marrine sulit bernafas. Dengan nafsu Milza memaju mundurkan pinggulnya seirama dengan gerakan tangannya. Gerakan ini semakin cepat, mulutnya terus dipaksa untuk menelan penisnya yang besar. Marrine bersusah payah untuk menahan kekuatan Milza yang terlalu kuat.
“Hmpff.. Hmppff..”

Rintih Marrine yang samar terdengar akibat penis raksasa Milza di mulutnya. Semakin cepat Milza memompa di dalam mulut Marrine dan dia bergetar seolah-olah dia akan menembakan di dalam mulutnya. Marrine menyadari ini dan berusaha melepaskan penis dari mulutnya karena dia tidak menyukai rasa sperma yang menjijikan. Perbedaan tenaga yang kentara tidak bisa menyelamatkan Marrine.

“Aku keluar ! Telan ini.” Satu teriakan diiringi semburan cairan mani panas di dalam mulut Marrine, dia terpaksa menelan habis sperma yang Milza keluarkan di mulutnya walaupun ini menjijikan. Seperti malam sebelum, Milza masih memiliki kekuatan untuk bercinta dan kembali mengarah Marrine dalam posisi berdiri dan tanpa basa-basi langsung menjebolkan penis raksasa kedalam vagina Marrine.

“Aaakhhh..” Teriakan lantang Marrine akibat Milza dengan paksa memasukkan penisnya tanpa melakukan pemanasan terlebih dahulu.

Penis raksasa ini kembali menganduk vaginanya dan seiring dorongan pinggul Milza yang terus menghajar pantatnya sehingga untuk beberapa saat Marrine merasakan hantaman tubuh Milza yang jauh lebih besar dari tubuhnya. Payudaranya terbuka bebas diudara dihadapan kotapun bergoyang seirama dengan tempo Milza dalam memaju mundurkan penisnya.

Payudaranya yang bebas digenggam paksa dan diremas selayaknya suatu cucian yang sangat menyakitkan. Hanya dalam sesaat buah dadanya menjadi kemerahan. Milza semakin cepat dalam memompa penisna didalam vagina Marrine.

“Seperti yang kukatakan Marrine, ini baru bercinta. Pada akhirnya pemimpin berkuasa sepertimu akan jatuh. Lihatlah laut itu, tanpa pasukan laut wilayah ini akan direbut kembali.”

Marrine tidak serius mendengarkan ocehan dari Milza karena dia terus memompa penisnya dengan brutal. Pengaruh obat sihir ini dapat mengembalikan kerapatan vaginannya, disisi lain dia harus merasakan penis ini kembali seperti saat dia masih perawan. Rasa sakit akibat besarnya penis Milza dan caranya dalam memompa didalam vaginanya terus membuat rasa sakit namun nikmat.

Tubuh Marrine, khususnya vaginanya merespon dari rangsangan percintaan ini. Seiring dengan penisnya yang keluar masuk di dalam vaginanya membuat dia ingin mengeluarkan cairan didalam tubuhnya. Sesaat kemudian semburan cairan bening keluar dari vaginanya dan membasahi penis Milza.

“Ho, rupanya kamu sangat menikmatinya lalu rasakan ini.”
“T-Tidak, cukup jangan lakukan itu.. akhhh..”

Milza mengangkat tubuh Marrine dan menggendongnya di depan perutnya. Hanya tangan dan penisnya yang menahan Marrine agar tidak terjatuh, posisi ini pula membuat Marrine memperlihatkan tubuh telanjang bulatnya diatas perkotaan yang sepi ini. Namun risiko dilihat orang lain masih ada dan dapat menjadi ancaman namun Milza tentu saja tidak memperdulikan itu.

Rasa sakit semakin dirasakan dimana Marrine dapat merasakan penuh ukuran penis raksasa Milza di dalam vaginannya yang terus keluar masuk dan seolah-olah ingin mendesak lebih dalam lagi.

“Ahhh.. ahhh.. “
“Haha, sekarang kamu merasakannya kan.. akhh.. sial aku mau keluar.”

Semakin cepatnya penis keluar masuk di dalam vaginanya sehingga Milza tidak menggerakan penisnya melainkan menaik turunkan tubuh Marrine di atas penisnya. Akibat posisi ini membuat Milza lebih cepat merasa ingin ejakulasi, dan tanpa permisi di langsung menyemburkan spermanya di dalam vagina Marrine. Secara perlahan Milza menurunkan Marrine dan keluarlah tetesan sperma yang keluar didalam vaginannya.

Tiba-tiba pria lain datang dan menunjukan sebuah pesan kepada Milza yang saat itu masih tegak berdiri dan Marrine terkulai tanpa busana dengan sisa sperma di paha dan dalam vaginanya.

“Sial, kurasa kita harus untuk saat ini Putri Marrine. Sebagai gantinya cepat bersihkan ini”
“Hah.. mphhhh.”

Kembali lagi Marrine harus membersihkan penis Milza dan menelan habis sisa sperma di sepanjang batang penisnya. Pria yang datang mungkin adalah agen rahasia pribadi Raja Milza dan memiliki kepentingan tersendiri. Putri Marrine tidak mau pusing memikirkannya dan terus membersihkan penis dihadapannya. Pada akhirnya dia jatuh terkulai. Sebelum Milza pergi dia berjanji untuk menepati janjinya kepada Aliansi dalam bekerjasama dengan negara dengan kemampuan tempur laut yang baik. Lantas dia pergi menyisakan Marrine yang terkulai lemas tanpa busana disana bersama pengawal Milza.

Putri Marrine awalnya ingin beristirahat lebih lama lagi akibat kelelahan, namun pengawal yang ditugaskan Raja Milza untuk mengawasinya pulang membuat diri takut untuk diperkosa kembali. Dia cepat-cepat memakai jubah itu tanpa peduli ceceran sperma dan tentu saja robekan di pakaian yang dirusak oleh Raja Milza. Dia harus pergi sebelum fajar karena warga akan mempersiapkan barang dagangan yang membuatnya tidak bisa kembali dan kekhawatiran apabila pengawalnya mengetahui tindakan yang dia lakukan. Dengan terlatih Putri Marrine berjalan dan berusaha untuk kembali, dia juga tidak peduli apabila ada yang melihatnya, yang terpenting membersihkan diri dan beristirahat.
 
VOLUME : 3

Chapter 8


Kegemparan muncul diantara para bangsawan dan prajurit Aliansi, kabar bahwa rencana Federasi untuk merebut kembali wilayah Kerajaan Arthuk terus bergerak dari satu orang ke orang lain. Tidak sedikitpun keraguan bahwa Aliansi tidak dapat mempertahankan wilayahnya, namun fakta ketidakmampuan mereka untuk dapat menyiapkan pasukan tempur laut menjadi hambatan besar dan merugikan mereka. Posisi Kerajaan Arthuk dengan akses laut bebasnya dapat menjadi sarana pertempuran terbuka serta lokasi Arthuk yang berdiri diantara wilayah Federasi yang menimbulkan risiko apabila mereka terkepung dan Aliansi gagal dalam mengirimkan pasukan dan persediaan.

Tanpa rencana yang baik dan persiapan tempur yang mumpuni rencana untuk memperluas wilayah jajahan Aliansi di tanah Federasi akan mengalami keterlambatan dan mungkin kemunduran. Terbunuhnya Villar pemimpin Kerajaan Arthuk serta direbutnya crest yang merupakan kekuatan sekaligus pelindung akan mendorong anggota Federasi untuk memanfaatkan keadaan Aliansi yang masih kesulitan dalam akomodasi dan persiapan tempur untuk melakukan serangan balik.

Di Hadapan prajuritnya, Putri Marrine Kreische memimpin berjalananya upacara persiapan pasukan yang rutin dilakukan untuk mendorong semangat serta moral prajurit untuk setia mengikuti perintahnya. Berdiri dengan gagah ditemani oleh Aubest penyihir pribadinya sekaligus pemimpin penyihir Aliansi Marrine memberikan pidato penuh semangat kepada pasukannya untuk dapat bergerak dan bertempur mendukung kekuasaan Aliansi di Kerajaan Arthurk.

“Untuk siapa kalian bertempur. Untuk apa kalian bertempur. Kedamaian tidak terjadi melalui upaya diplomasi yang terbukti sia-sia ! Dengan crest ini, saya, Marrine Kreische, Putri Kerajaan Aliansi untuk membawa kedamaian dan menguasai seluruh daratan.”

Pidato ini dijawab semangat oleh para prajuritnya. Peluang mereka gagal sangatlah tinggi meningat kondisi mereka yang tidak menguntungkan namun semangat yang diberikan serta pesona dan kekuasaan pemimpin mereka, Putri Marrine mendorong moral mereka untuk bertempur dengan baik. Upacara itu selesai dan Putri Marrine kembali ke kursi Singgasananya.

“Pesan untuk bekerjasama dengan Kerajaan Nord di seberang laut Atlanta, apakah perlu kita pertimbangkan ulang.”

“Tunggu Aubest, biar saya yang memutuskan untuk mengambil tindakan seagresif ini. Kita sedikitpun belum mengenal mereka serta kepemimpinan Raja Erik.”

“Baik, biar saya lanjutkan ini kepada para pemimpin wilayah.”

Melanjutkan tugasnya sebagai penyihir sekaligus ajudannya, Aubest seorang penyihir berusia 50 tahun sudah bekerja menjadi penyihir pribadi Mathias Kreische, ayah sekaligus raja Aliansi sebelum yang tewas ketika upacara pernikahan putrinya berlangsung. Putri Marrine terus memikirkan apakah tawaran yang diberikan Raja Milza dapat dipertimbangkan.

Kerajaan Nord adalah kerajaan maritim yang dibangun untuk memperluas wilayahnya. Tidak seperti Aliansi, cara penaklukan mereka dengan cara yang tidak bermoral dan tidak segan memusnahkan seluruh kehidupan masyarakat di wilayah musuhnya untuk kepentingan pribadi. Fakta bahwa mereka membedakan jenis kelamin pria sebagai penguasa dan wanita selayaknya mereka adalah binatang ternak yang diciptakan untuk terus beranak adalah perbedaan yang dapat membahayakan Aliansi dan akan menimbulkan perbedaan yang mendalam dari masyarakat Aliansi.

Orang Nord dikenal sebagai orang yang keras dan haus untuk memenuhi nafsunya atas harta, tahta, dan wanita. Mereka tidak segan untuk saling membunuh untuk dapat mencapai keinginan pribadi mereka. Ditunjang fisik mereka yang dapat dikatakan sebagai raksasa bila dibandingkan oleh manusia normal, kengerian dan rakus adalah gambaran sederhana untuk mendefinisikan mereka.

Pemimpin mereka saat ini, Raja Erik menurut informasi yang didapatkan oleh intelijen aliansi dan pesan dari Raja Milza adalah seorang yang rakus dan tamak. Dia memiliki tubuh raksasa menjulang lebih dari dua meter dengan ukuran tubuh layaknya gorila. kekuatan fisiknya dinyatakan mampu berduel dengan gajah dalam pertempuran. Sosoknya tidaklah cocok menjadi raja, rasa haus untuk memenuhi nafsunya sangat tinggi dan dirumorkan untuk tidak segan membunuh putranya yang dianggap mampu memimpin lebih baik darinya.

Jumlah anak yang dihasilkan sangat banyak, dan mereka yang dianggap lemah tidak berhak menjadi putra raja dan disingkirkan. Gambaran itu menimbulkan rasa takut yang mendalam dari diri Putri Marrine. Meskipun dia adalah pemimpin tirani, dia tidak cukup gila untuk melakukan tindakan yang dilakukan Raja Erik dalam memimpin.

Permintaan antara Raja Milza dari Dartania, Raja Erik dari Nord, dan Putri Marrine dari Aliansi harus dilakukan untuk dapat menghasilkan kesepakatan kerjasama. Pertimbangan bahwa pemimpin Aliansi harus pergi setidaknya 2 minggu ke wilayah yang belum mereka kenal baik dan belum sanggupnya mereka menyiapkan kekuatan tempur untuk mengawal bangsawan ke wilayah asing perlu timbang secara baik. Ancaman dari penculikan dan memanfaatkan kelemahan untuk merebut crest Aliansi dan tentu saja kemungkinan bahwa Putri Marrine akan diculik oleh Raja Erik sebagai budak seksnya adalah suatu hal yang ditakutkan oleh para pemimpin wilayah.

Putri Marrine harus dapat bertanggung jawab apabila dia menolak atau membatalkan kontrak tersebut. Atas saran para pemimpin wilayah dan jajaran pembantunya mereka memaksa Putri Marrine menolak dan tentu saja untuk berencana mencari negara lain yang dianggap mampu dan sesuai dengan tujuan Aliansi. Disepakatinya untuk menolak saran Kerajaan Dartania dan memilih memikirkan ulang strategi mempertahankan Arthuk dari ancaman Federasi baik dengan mempercepat pembangunan ataupun mencari negara lain untuk bergabung dengan aliansi.

Chapter 9

Jauh di seberang laut Atlanta, berdirilah kerajaan maritim yang terkenal dengan kemampuan tempurnya, Kerajaan Nord. Dipimpin oleh seorang raja rakus dan tamak bernama Erik yang memimpin dengan tirani dan tidak segan-segan memusnahkan wilayah yang dia tidak sukai. Di dalam istana, sedang terjadi pesta besar yang sangat gila. Layaknya rumah prostitusi, di setiap sisi ruangan sedang terjadi pesta seks antara pria dan wanita. Mau itu bangsawan ataupun prajurit, mereka tidak segan-segan melahap semua wanita yang ada di depannya layaknya mereka diciptakan hanya sebagai lubang kenikmatan.

Racau desahan mengisi ruangan layaknya suatu orkestra. Silih berganti pria dan wanita tumbang satu persatu akibat kelelahan dalam bercinta dan pria lain akan datang untuk menikmati wanita yang tumbang tersebut tanpa menyadari bahwa wanita tersebut tidak menikmati percintaan yang terjadi. Dari semua pria yang sibuk dengan dunia nafsunya, hanya seorang pria yang pantas disebut terhebat dimana dia dapat melayani banyak wanita secara bersamaan. Dengan fisik luar biasa, Raja Erik layaknya Hercules tanpa ampun bercinta dengan seluruh wanita yang dihidangkan kepadanya. Rasa kebanggaan adalah kata yang pantas untuk menyebut dirinya yang dapat saja bercinta dengan seluruh wanita di kerajaanya. Hanya saja, orang-orang Nord bukanlah kerajaan yang berhasil memenuhi kepuasan Raja Erik, khususnya wanita tidak diberkahi dengan kecantikan yang membuatnya bosan.

Datangnya Raja Milza dari Kerajaan Dartania ke istananya adalah kabar yang mengejutkan. Permintaan darinya untuk meminta Kerajaan Nord bergabung dengan Aliansi adalah permintaan yang tak pantas karena Raja Erik merasa dimanfaatkan oleh pemimpin Aliansi. Tentu saja Raja Milza menjalankan kesepakatan pribadinya dengan Putri Marrine untuk memberikan bantuan dalam mendapatkan pihak pendukung pertempuran melalui relasinya dengan Kerajaan Nord. Raja Erik yang memiliki hubungan dengan Raja Milza menolak permintaan tersebut dan menyuruhnya kembali dengan tangan hampa.

Raja Milza tidaklah bodoh, dia selalu memiliki ide cemerlang di belakang tangannya. Dia selalu datang membawa hadiah kepada Kerajaan Nord karena dia tahu bahwa Raja Erik adalah orang yang rakus dan tamak. Prajurit yang dia bawa masuk ke dalam ruang singgasana dengan membawa suatu papan besar tertutup kain. Di hadapan Raja Erik, kain itu dibuka dan menunjukan bahwa papan itu adalah sebuah lukisan besar.

“Hoho, siapa wanita ini?”

“Wanita ini tidak lain kalau bukan, Putri Marrine Kreische. Pemimpin Aliansi saat ini.”

“Putri Marrine? Jadi dialah wanita putra Orang itu (Raja Aliansi sebelumnya). Lalu apa yang kamu tawarkan dengan menunjukan lukisan ini.”

Dengan senyuman jahat Raja Milza, “Putri Marrine akan melakukan apapun demi menarik keuntungan anda. Apapun ..”

“Kamu seperti dahulu Milza, biar aku pikirkan dahulu. Hoho.”

Kepulangan Raja Milza kembali ke kerajaannya meninggalkan bangsawan Nord dan Raja Erik. Lukisan pemberian Raja Milza berisi lukisan Putri Marrine dipajang di dekat singgasananya dan seolah-olah menjadi keberkahan bagi diri Raja Erik. Dia tidak pernah melihat wanita secantik dirinya, dorongan nafsu serta kerakusannya untuk memiliki banyak wanita tentu saja mendorongnya untuk mau bergabung dengan Aliansi dengan syarat yang seimbang juga. Raja Erik memiliki minat besar untuk merebut Putri Marrine menjadi selirnya tanpa peduli bahwa Aliansi jauh lebih besar dibandingkan kerajaan mereka.

Penempatan lukisan Putri Marrine di dekat kursi singgasana tidak lain kalau untuk dia nikmati. Raja Erik terus bercinta dengan banyak wanita dihadapan lukisan tersebut seolah-olah dia sedang menikmati berhubungan badan dengan Putri Marrine. Bayangan untuk bercinta dengan Putri Marrine terus berputar di otaknya dan sebagai jawaban penawaran yang diberikan Raja Milza dia dengan senang hati menawarkan dukungan pasukan tempur laut.

Gagalnya penawaran tersebut oleh Aliansi yang dipimpin oleh Putri Marrine membuat amarah Raja Erik. Pihak yang menawarkan juga pihak yang membatalkan membuat harga dirinya terasa diinjak-injak. Dengan amarah yang membara dia memimpin pasukannya untuk bertempur melawan Aliansi yang telah menodai citranya. Kabar bahwa Aliansi memilih bergabung dengan kerajaan militer laut lain semakin mendorongnya untuk tidak segan-segan menyerang Aliansi.

Chapter 10


Menggunakan kapal kerajaan, bangsawan dari Aliansi berangkat menuju kerajaan laut Altisia. Jalur diplomasi damai diambil karena ketidakmampuan Aliansi dalam menyerang kerajaan lewat jalur laut adalah alasan untuk membawa diplomat dalam menawarkan kontrak kerjasama baik itu bergabung dengan Aliansi atau sebagai negara pendukung. Kebutuhan atas armada laut harus dipenuhi segera mungkin Aliansi dalam menghadapi ancaman serangan balik Federasi dan merebut kembali wilayah Arthuk.

Bersama rombongan kerajaan, Putri Marrine menghadap kepada pemimpin Kerajaan Altisia, Raja Lassic. Dia adalah seorang pria tua berusia 50 tahun yang masih dalam duka mendalam atas kematian istrinya. Perasaan cinta yang dalam membuatnya sangat bersedih atas kepergian istrinya sehingga dia tidak memikirkan dengan dalam penawaran yang diberikan Aliansi.

Raja Lassic adalah raja yang bijak, alasan dia memilih menjadi kerajaan independen untuk menghindari adanya pengaruh dari Aliansi dan Federasi. Meskipun kerajaan mereka unggul dalam pertempuran laut, kekuataan dan skala kekuasaan mereka berbanding jauh dengan Aliansi. Apabila mereka terpaksa untuk bertempur melawan Federasi, mereka tentunya akan mengorbankan banyak prajurit dan kekuatan tempur mereka. Meski begitu, Raja Lassic yakin pasti bahwa Aliansi sebelum memikirkan untuk meminta pertolongan kerajaan laut lain seperti Kerajaan Nord, dan dia yakin pasti alasan mereka menolak Nord karena perbedaan yang mencolok secara sosial dan kepemimpinan mereka.

Kerajaan Aliansi harus kembali dengan tangan hampa. Penolakan Raja Lassic dapat dibenarkan karena hubungan kedua kerajaan memang tidak dekat, dan Aliansi terlalu egois untuk meminta kerajaan lain untuk bertempur dengannya tanpa penawaran yang jelas. Tidak ada jalan lain bagi Aliansi, mereka harus menyiapkan seluruh kekuatan militer dengan kemampuan mereka sendiri tanpa dukungan negara lain.

Putri Marrine menatap ke arah cakrawala. Beban berat yang dipikul di pundaknya membuat dirinya merasa sangat bersalah karena gagal meyakinkan Kerajaan Altisia untuk membantu Aliansi. Selain hubungan antara kedua negara tidak dekat, ketidakstabilan emosi yang dimiliki oleh Raja Lassic atas kepergian istrinya membuatnya tidak dapat menjawab permintaan Aliansi dengan baik. Di dalam lamunannya tiba-tiba kapal terguncang hebat dan terdengar dengan suara meriam.

Hantaman artileri merusak lambung kapal dan membuat kapal hilang kendali. Tembakan itu berasal dari kapal tempur Kerajaan Nord. Mereka tidak tahu alasan pasti mengapa Kerajaan Nord melawannya, yang pasti kapal kerajaan mereka tidak mampu bertempur melawan kapal tempur yang dibangun untuk penyerangan. Semua personil menyiapkan diri dalam upaya melawan, baik kapal pendukung yang berjalan beriringan dalam posisi bersiaga dalam menyerang balik.

Tembakan meriam terus menghantam kapal satu sama lain. Lebih lama lagi kapal Aliansi akan tumbang dan mereka akan membahayakan para bangsawan dan tentu saja pemimpin Aliansi Putri Marrine. Ketakutan Aliansi apabila terbunuhnya para bangsawan dan pemimpin akan meruntuhkan kekuasaan Aliansi sekaligus menimbulkan banyak permasalahan apabila crest sebagai sumber kekuatan mereka direbut oleh Kerajaan Nord. Satu pesan lantang yang terdengar oleh seluruh orang baik itu kapal Aliansi ataupun kapal Nord.

“Turunlah kau Putri Marrine, rundingkan kesalahanmu dan Aliansi di dalam kapal ini. Apabila tidak kapalmu akan sudah dibawah ombak pada malam ini.”

Satu pesan yang menakutkan siapa saja yang mendengar. Permintaan egois mereka tanpa memberikan kejelasan membuat Aliansi ragu untuk menaati permintaan Kerajaan Nord. Putri Marrine memikirkan apa hubungan mereka dengan Kerajaan Nord dan akan terlalu berisiko apabila dia turun dan pergi ke kapal negara lain yang baru saja menyerang mereka.

Baik dari bangsawan, prajurit, dan menteri yang bersamanya untuk menolak permintaan tersebut yang mungkin adalah jebakan. Keraguan bahwa Kerajaan Nord bergabung dengan Federasi tidaklah mungkin mengingat perbedaan sosial yang ada dan keyakinan mereka kalau kapal mereka tidak akan bertahan lebih lama lagi dalam pertempuran perlu diputuskan secara cepat oleh para bangsawan.

Kepergian Putri Marrine bersama Aubest dan prajurit setianya ke kapal kerajaan Nord dalam menjawab penawaran tersebut menimbulkan tangisan dari Cammie dan Layla, pelayan setianya. Prajurit pun disiagakan dalam memberikan pertolongan apabila Putri Marrine diculik dan mereka tidak segan untuk melakukan penyerangan bunuh diri di kapal Nord.

Dengan sekoci kecil yang diturunkan dari kapal Aliansi, Putri Marrine bersama orang terpilih dalam melindungi mendekat ke kapal Nord yang sudah bersiap untuk bertempur. Tatapan nafsu dan menyeramkan diperlihatkan oleh orang-orang Nord seolah-olah mereka ingin membunuh mereka. Tentu saja prajurit harus tegas dan melindungi Putri Marrine sebagai pemimpin Aliansi dan pemegang crest.

Di bawah wajah yang serius menutupi ketakutan dan kengerian di dalam diri Putri Marrine. Ketakutan ini mengingatkan dengan informasi bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki fisik selayaknya raksasa dengan nafsu seksual yang membara. Ancaman bahwa dia akan dipaksa melayani mereka khususnya Raja Erik terbesit dipikirannya seolah-olah dia akan mengulangi ingatannya saat diperkosa.

Dengan masuknya Putri Marrine ke dalam ruang utama kapal tersebut, terdengar bunyi bahwa pintu tiba-tiba tertutup. Ada kepanikan dari prajurit dan Aubest yang terpisah dari Putri Marrine dan mereka tidak segan-segan untuk menyerang untuk menyelamatkan pemimpinnya. Posisi yang tidak menguntungkan dan mereka tidak dapat memberikan sinyal untuk mendapatkan pertolongan membuat mereka batal untuk menyerang dan adanya tekanan apabila mereka menyerang Nord, Putri Marrine akan dibunuh. Mau tidak mau prajurit Aliansi harus bermain di genggaman tangan mereka.

Ruangan yang gelap dan minim penerangan, Putri Marrine masih terkejut dan gemetar atas kengerian yang mungkin akan dia hadapi. Seorang diri, wanita yang tidak lain adalah pemimpin Aliansi berada di kapal dengan pria-pria yang rakus akan hasrat nafsunya. Obor penerangan dinyalakan dan Putri Marrine melihat secara langsung sesok raja iblis, yang tidak lain adalah Raja Erik. Postur tubuhnya yang besar selayaknya raksasa dan menunjukan wajah yang menjijikan membuat diri Putri Marrine merasa jatuh ke dalam keputusasaan.

“Putri Marrine, hmm, sungguh wanita cantik yang luar biasa. Seperti yang kuharapkan.”

“Apa maksudmu Raja Erik, apa alasan Nord menyerang Aliansi? Apakah kerajaanmu bekerjasama dengan Federasi?”

“Federasi, bwahahah. Omong kosong, aku disini tidak lain untuk mencarimu. Lihatlah kesana.”

“Mencariku.. a-apaa ?”

Keputusasaan Putri Marrine runtuh dan semakin dikejutkan dengan apa yang dia lihat. Sebuah lukisan besar dirinya terpampang jelas dan terlihat dibumbui banyak noda putih menjijikan yang merusak keindahan dirinya. Putri Marrine tidak tahu bagaimana dia mendapatkan lukisan dirinya.

“Keindahan, keanggunan, dan kecantikan adalah kata yang selalu kuucapkan. Berkali-kaliku berfantasi untuk bercinta denganmu, sampai aku bertemu langsung denganmu.”

“Saya tidak mengerti alasan Nord menyerang kami, cepat selesaikan omong kosongmu.”

“Cihh, kau adalah wanita yang luar biasa Putri Marrine. Klikk.”

Dengan satu jentikan, kedua tangan Putri Marrine ditahan dalam posisi ke atas oleh kedua orang prajurit yang tiba-tiba muncul di dekatnya. Memegang dengan erat, Putri Marrine terus mengelak mencoba melepaskan genggamannya. Dia tidak bisa berteriak karena takut prajurit bersamanya akan ditawan dan dibunuh terlebih dahulu akibat melawan. Detak jantungnya semakin cepat seiring Raja Erik yang turun dari singgasananya dan berjalan menghampiri Putri Marrine.

Dihadapannya, tanpa rasa malu Raja Erik membelai muka Putri Marrine dan merasakan kelembutan dan kecantikannya dari dekat. Wajahnya yang menjijikan berada jauh di atas kepala Putri Marrine dan dia dapat mencium bau tubuh yang bau. Putri Marrine pasrah apabila ketakukannya menjadi kenyataan dan tidak mengetahui alasan Kerajaan Nord menyerang kapal Aliansi.

“Lembut sekali, kau adalah wanita nomor satu yang pernah kutemui. Sayangnya kesucian sudah dicuri oleh si brengsek Milza itu.”

Layaknya kilatan petir menyambar dirinya. Ucapan Raja Erik dan menyebut Raja Milza yang telah menodai dirinya menjadi titik terang bahwa alasan penyerangan ini pasti ada kaitannya dengan penawaran Kerajaan Dartania. Rasa malu bahwa di sudah tidak suci dan perasaan emosi yang meledak karena Raja Milza telah menjual dirinya kepada Raja Erik selayaknya pelacur rendahan.

“Lepaskan aku Raja Erik. Sudahi pembicaraan ini, saya tidak memiliki hubungan dengan Raja Milza dari Dartania.”

“Bwahaha, aku tidak peduli. Biarkan aku menikmatimu saat ini.”

Brakk.. brett..

Satu tarikan yang kencang yang bahkan dapat membuka armor zirah yang Putri Marrine kenakan dan dengan paksa gaun yang Putri Marrine kenakan dirobek dan memperlihatkan buah dadanya di hadapan Raja Erik dan kedua prajurit yang memegang dirinya. Tanpa basa-basi Raja Erik langsung mencaplok puting payudara Marrine dan menyedot paksa buah dada tersebut. Putri Marrine medesir kesakitan akibat hisapan Raja Erik yang kasar.

Kenangan pemerkosaan dirinya oleh Raja Milza kembali merasuki dirinya. Ketakutannya akan masa lalu bersamaan dengan dirinya saat ini yang akan kembali dinodai. Dengan tenaga yang luar biasa menggenggam buah dada yang lain dan memegang erat seolah-olah ingin menghancurkannya. Putri Marrine terus ditahan oleh kedua prajurit yang memegang dirinya dan Raja Erik tidak ada hentinya terus menyedot payudara besar yang disajikan di hadapannya yang sudah menjadi fantasi sejak dia mendapatkan lukisan pemberian Raja Milza.

Sambil tetap menghisap, tangannya perlahan turun ke arah selangkangannya yang masih ditutupi gaunnya yang rusak akibat dirusak Raja Erik. Tangan besar itu masuk kedalam lalu menggesekannya dengan kasar yang membuat dirinya terguncang hebat. Putri Marrine menjadi goyah akibat rangsangan yang gila dari Raja Erik dengan terus menggesekkan jari-jari besarnya di bibir vaginannya.

Tidak berhenti sampai itu, perlahan jari telunjuknya dimasukkan ke dalam lubang vaginannya. Dia dapat merasakan bahwa jarinya saja hampir sebesar penis orang normal. Pengaruh obat magis yang mengencangkan vaginanya selalu digunakan setelah dia mengalami pemerkosaan seperti ini.

“Meskipun kau tidak perawan, lubangmu masih sangat ketat. Jariku harus kupaksa agar muat didalam lubang sempitmu.”

Tidak ada rasa kebanggaan dari sanjungan Raja Erik. Hanya perasaan hina dan ternoda atas tindakan ini. Jari besarnya terus dipaksa masuk ke dalam lubang Putri Marrine yang sempit. Rintihan rasa sakit samar terdengar dari mulutnya dan ingin menyudahi kegiatan ini.

“Baiklah terimalah ini!”
“Mphhhhh…”

Dengan sekejap Raja Erik menurunkan celananya dan terpampanglah penis raksasa yang besar dihadapan Putri Marrine. Ukurannya sangat besar, berkali-kali lipat dari penis Raja Milza yang sudah sangat besar. Dengan paksa penis itu dijejali ke dalam mulut Marrine. Ukuran raksasa itu membuat Marrine kesakitan karena mulutnya tidak mampu menahan penis itu.

Perasaan jijik untuk mengulum penis kembali dirasakan Putri Marrine. Tidak ada kenikmatan yang dia rasakan, hanyalah rasa sakit tidak tertahankan. Kepalanya dimaju mundurkan ke dalam penis raksasa itu yang terus menghantam tenggorokannya. Dia sudah pasrah bila akhirnya penis itu akan bersarang di dalam tubuhnya.

Didalam ruang raja di kapal Nord, diantara banyaknya prajurit yang siap bertempur terjadi pemerkosaan yang terjadi kepada wanita dengan posisi penting yang tidak lain adalah Putri Marrine. Mulutnya tidak henti-hentinya mengulum penis raksasa milik Raja Erik. Raja Erik terus menikmati kenikmatan bercinta dengan wanita fantasinya. Di dalam kenikmatan tiada tara ini suatu suara mengacaukan segalanya.

Duarr.. Duarr..

Suara ledakan meriam menghantam kapal tempat Raja Erik dan Putri Marrine bersama. Seluruh prajurit lantas melakukan perlawanan namu menjadi sia-sia karena terlambat. Raja Erik yang sedang menikmati aksi Putri Marrine dalam mengulum penisnya menjadi sangat marah dan meninggalkannya menuju medan pertempuran di geladak kapal. Disaat itu pula kesempatan bagi prajurit Aliansi untuk menyelamatkan Putri Marrine. Melihat kondisi Marrine yang kacau dengan pakaiannya yang terbuka dan mulutnya yang basah membuat Aubest, ajudannya melepaskan jubah dan pelindungnya untuk dikenakan kepada Putri Marrine.

“Siapa yang berani-beraninya menyerangku dasar bedebah !”

Penyerangan bukan dilakukan oleh Aliansi, secara menyebutkan kapal Kerajaan Altisia menghujani peluru meriam ke arah kapal yang ditumpangi Raja Erik dan menyerang kapal Nord yang tidak dalam posisi bertempur. Memanfaatkan kondisi, kapal Aliansi juga membalikkan penyerangan dengan mendukung kapal Altisia.

Bersama Aubest dan prajuritnya, Putri Marrine dibawa sekoci untuk diselamatkan. Segera mungkin kapal utama kerajaan untuk menjauh dari pertempuran. Pertimbangan untuk kembali ke wilayah Aliansi dibatalkan karena kerusakan yang diterima kapal atas penyerangan kapal Nord sebelumnya. Pilihan untuk meminta pertolongan Kerajaan Altisia sebagai kerajaan yang terdekat dipilih dan disetujui pemimpin wilayah.

Putri Marrine yang masih mengalami keterkejutan dibawa ke kamarnya oleh pelayannya untuk membantunya mengganti pakaian dan menenangkan dirinya. Sesuai perintah pemimpin pasukan. Kapal yang membawa bangsawan perlahan mundur ke arah Altisia dan membiarkan kapal tempur untuk membantu penyerangan kapal Nord.

“Bedebah! Serang mereka!”

Amukan Raja Erik membuat ketakutan para prajurit dan menyiapkan meriam, namun sebelum dapat diluncurkan, meriam sudah lebih dulu dihancurkan oleh kapal Altisia. Serangan kejutan itu membuat kerusakan di daerah krusial kapal seperti tiang layar dan kemudi yang membuat kapal Nord tidak bergerak dan gagal memberikan perlawanan.

Merasa bahwa kapal Nord sudah cukup terpuruk, kapal Altisia mundur dan memberikan pengawalan kepada kapal Aliansi yang kembali ke negaranya. Alasan mereka untuk tidak menyerang kapal Nord sampai hancur adalah keterbatasan amunisi dan posisi mereka yang juga harus melindungi kapal Aliansi.

Raja Erik yang geram tidak segan-segan menghajar prajuritnya sendiri akibat gagal memberikan perlawanan. Kerusakan yang cukup parah di kapalnya serta emosi akibat dia gagal menikmati Putri Marrine yang dia idamkan membuat emosinya semakin meledak. Di dalam benaknya sekembalinya mereka ke Nord, dia akan memulai perang besar melawan Aliansi dan Altisia. Untuk Putri Marrine dia memiliki alasan tersendiri untuk menikmatinya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd