paidikage
Pendekar Semprot
- Daftar
- 5 Sep 2014
- Post
- 1.882
- Like diterima
- 194
PENGANTAR
Akhir masa kuliah, perjuangan belum selesai. Setelah dinyatakan lulus ujianpun, untuk mendapatkan ijazah masih harus melakukan "Perjuangan" dengan berjilid-jilid skripsi. Hari ini, hari "kesekian" dari masa itu, aku masih berkutat di depan gedung Perpustakaan. Permintaan demi permintaan jilid skripsi di berbagai bagian sebelumnya masih belum menurunkan berat bawaanku secara dramatis.
"MAS PAAAAIII" suara wanita terdengar memanggil dari belakangku.
Suara yang begitu familiar ditengah keterasinganku, diantara mahasiswa-mahasiswa yang, entah kenapa, bahkan akupun tidak ada yang mengenalnya.
DEG... Kali ini aku mengenalinya.
"Indri? Bukannya sudah lulus dari kemarin-kemarin?" ucapku setelah wanita tersebut datang kepadaku.
"ini mau ke fakultas, ngurus legalisir ijazah"
"Weh sip ker! Siap ngelamar kerja nih ceritanya?"
"hehe mas bisa saja. Sudah siap to wisudanya? Cepet nyusul ya!" Indri mengamati tasku yang penuh bendel skripsi
"Amin"
"Sudah ngelamar kemana saja?" tanyaku
"Ngelamar kerja sih kemana-mana mas, nih sampai legalisirku habis. Cuman dilamarnya aja yang belum hehehe"
"Lho kok? Sudah dapat calon belum?"
"Emmmm. Yang pedekate sih ada, tapi....."
"He?"
"Belom pas, jadi yah tolak dulu sebelum lanjut" wajah Indri datar
"Sekarang sendiri lagi" lanjutnya
"Sabar-sabar hehe" aku jadi tak enak hati mendengarnya
"Hehe..."
"Hehe..." kami tertawa, datar.
Diam sebentar...
"Mas masih sama Novi?"
"Hehehe, iya"
"Semoga langgeng ya, kalian"
"Iya. Indri juga. Semoga cepat dapat jodoh" aku tersenyum kecut.
"Iya, mudah-mudahan nanti dapatnya di Masalembu"
"Heh?"
"Aku keterima jadi pendamping program pemerintah di sana"
"Oooo"
"Udah ya... mas" suaranya bergetar, mencoba tersenyum, pura-pura ceria.
"Aku mau ke fakultas dulu, keburu tutup"
"Iya, hati-hati di jalan. Semoga lancar sampai Masalembu"
"Jangan lupa kalo dapet jodoh kabari aku" lanjutku setengah teriak setelah Indri agak jauh
Mendengarnya, Indri hanya melambaikan tangan saja sambil menyebrang jalan ke arah lapangan depan rektorat.
Tanpa kusadari, dadaku terasa sesak. Entah kenapa, perasaanku mengatakan aku takkan bertemu dia lagi. Akhirnya, kuselesaikan sisa urusanku di perpustakaan dengan perasaan hambar. Perpustakaan yang ramaipun terasa sepi bagiku.