Prolog
Orang bilang, beruntung punya sahabat yang dari kecil sampai tumbuh besar. Apa lagi sahabat lo itu cowok.
Mungkin benar juga, gue udah sahabat sama dia dari zaman imut-imut dan sekarang jadi amit-amit. Dari TK, SD, SMP, SMA yang sama dengan dia. Di tambah kita juga satu unversitas juga.
Dan seperti biasanya gue yang selalu seret dia kalau soal bangun pagi, karena hari ini hari pertama kita ospek di kampus.
“Hernest!!!, bra brak brak” teriak gue kencang, karena kesal ini orang tidur kayak mayat, susah bangunnnya. Dan tenaga gue terbuang sia-sisa buat bangunin dia di kost nya.
Gak lucu kan kalau kita terlambat, karena sekitar kost dia juga banyak mahasiswa baru. Mata mereka seperti melihat gue aneh,
Ya memang aneh, mana ada cewek masuk ke kostan cowok dan bangunin orang, dan lagi energy gue habis buat nahan emosi tunggu satu kunyuk keluar dari dalam sarangnya.
Suara pintu kamar kostnya pun ke buka, “ lo kagak mandi?” tanya gue, karena liat dari mukanya masih penuh iler, walau pun sudah pakai baju putih dan celana hitam lengkap dengan keperluan ospek.
Dia cuman menggelakan kepalanya.
“isshh,” desis gue, tetapi walau gak mandi masih keliatan cakep,
“wangi tau ola, nih cium” dia angkat keteknya dan langsung deketin ke muka gue.. nih anak emang songgong. Mentang-mentang dia tinggi dan gue cuman seketeknya dia.
Gue langsung melangkah cepat, karena gak lucu kalau harus kena hukuman karena terlambat tungguin tuh anak.
Jarak dari kost dia gak jauh, di belakang kampus. Tetapi tetap lebih jauh dari kost gue. Maklum lah kost yang mahal sama yang murah itu sudah ketauan dari jarak yang harus di tempuh.
Apa lagi ini kampus salah satu universitas terbaik di negeri ini.
Dan akhirnya udah kelihatan pintu gerbang kampus yang masih terbuka setengah. Beberapa kakak kelas cewek menunggu sambil dikit demi sedikit menutupnya.
Gue lari sekuat tenaga, gak perduliin yang gue jemput tadi. Yang penting gue selamat dari hukuman terlambat.
“haaaa” tarikan nafas gue lega, karena tak termasuk terlambat dan pintu gerbang sudah tertutup. Gue senyum-senyum sendiri kerana tau si hernest terlambat.
Dugaaan gue salah, pintu gerbangnya terbuka sedikit dan dia masuk dengan santai.
“
what” gumam gue, jangan-jangan dia salah gunain kegantengannya untuk godain kakak kelas biar di izinin masuk.
Tetapi sepertinya begitu, dia langsung melangkah sesuatu dengan falkutasnya yaitu kedokteran, dan gue falkutas keenomian.
Andai gue juga punya duit berlebih gue juga mau masuk ke jurusan kayak dia, sayangnya sih pas-pas. Dan gue bersyukur gue masih bisa kuliah di unversitas ternama juga. Berharap setelah lulus gue bisa meningkatkan perekonomian.
Dia hernest,
Gue viola.
Dan cerita kita di mulai dari sini.