Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule Ganteng II - Obsesi seorang gadis

Bimabet
Karakter pada episode ini

Deyara




Ryno




Titien




Shaun




Nadya

 
Terakhir diubah:
Episode 5 – Aku tak bisa menghentikannya


POV Deyara


“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada dalam luar jangkauan”


Setelah berkali-kali menelpon ke nomor Melania, tetap tidak tersambung. Aku hanya bisa mengirim pesan inbox lewat akun facebook-nya.


Sudah lebih 2 minggu akun fb itu tidak ada update. Kemana anak itu?

Memang sih aku yang menyuruhnya pulang kampung, karena merasa tidak aman. Eh, mungkin aja di kampungnya belum ada signal telpon.


Masih terbayang-bayang email dari Sari kemarin, yang mengatakan kalo Melania jadi target gang-nya Dinah dan rencana dijadikan pemain film porno.


‘Nia jadi pemain film porno? Kayaknya gak mungkin. Yang pertama karena Nia itu orangnya sangat pemalu, gak pede buka-bukaan didepan cowok. Terus ia juga belum pernah pacaran, eh mungkin sih cinta monyet waktu SMA. Tapi ia gak pernah jalan dengan cowok apalagi mau berhubungan sex. Yang ketiga, Nia itu masih perawan. Dan ia selalu bercita-cita memberikan perawannya kepada suaminya kelak, eh ato juga kepada bintang film Korea, terserah mana yang nyolok duluan. Hehehe…’


Keknya gak mungkin Nia mau jadi pemain film porno, kecuali dipaksa… yah, dipaksa oleh Dinah.


Astaga! Apa ini rencana Dinah? Apa mungkin Melaina diancam kayak Sari untuk mau main di film porno?


Aku mulai mengingat-ngingat kembali film-film porno yang pernah aku nonton bersama Dinah dulu. Mungkin saja mereka bermaksud mengumpankan Nia di seri defloration, film dewasa yang mengisahkan tentang gadis yang kelihangan keperawanan di depan kamera…


Astaga!


Kembali tanganku menekan nomor telpon Melania… gak bisa tersambung. Aku bingung, apa telpon keluarganya aja? Eh tapi aku gak ada nomor. Yang ada hanya nomor kos-nya, tapi dia sekarang kan lagi pulkam.


Apa yang harus aku lakukan?


----



POV Ryno


“Dagh sayang! hati-hati di jalan yah? Jaga baik-baik Dickheadnya yah?” Aku melepas istriku pergi pagi-pagi buta.


Titien balas melambaikan tangan kearahku.


“Tenang aja Romeo, aku akan jaga si Virgin, gak akan lecet kok. Aku akan puaskan dia seperti istriku sendiri!” Shaun meledekku lagi ketika ia berjalan bersama Titien menuju ke mobil.


“Eh, enak aja!” Tampak tangan Titien kembali menabok kepala Shaun.


Mereka pergi masih pagi-pagi sekali, masih jam 5 subuh. Soalnya Titien gak mau kena macet di NJ Turnpike, dan harus keluar masih subuh. Sementara itu Shaun bertugas menjadi sopir sekaligus menjadi personal bodiguardnya selama 3-4 hari di ibu kota negara Amerika serikat.


Perjalanan ke Washington, DC biasanya ditempuh dalam waktu 5 jam. Mobil yang biasanya Titien pakai sehari-hari, Honda CRV putih perlahan mulai keluar dari pagar depan dan menuju ke jalan raya. Dari mobil, mereka berdua masih aja melambaikan tangan. Keduanya tampak segar, Titien dengan pakaian santai, jelas tampil beda dengan Shaun yang pagi-pagi sudah tampil parlente. Mungkin supaya kelihatan kayak sopir beneran, hehehe.


Apa benar Dickhead sudah berubah? Dari gaya-nya kelihatan sudah lain lho. Mudah-mudahan ia akan dengar kata-kataku untuk bersikap gentle terhadap Titien, dan jangan pernah permalukan Titien didepan teman-teman kerja.


Aku kembali mengingat percakapan kami di tempat tidur tadi malam.


“Sayang, besok aku bawa mobil ke Washington… kek-nya mo nginap dua ato tiga malam. Kamu mau temani, aku kan butuh sopir?” Titien mulai mengingatkan lagi rencana pagi ini.


“Hehehe, sudah aku bilang ke Dickhead, dan dia siap jadi sopir-mu sayang!”


“Kok Dickhead sih, aku butuh teman, bukan cuma sopir. Nanti malah tambah mesum lagi. Soalnya pak Beni juga ikutan meeting, kamu tahukan di bandot tua itu? Suka sekali menggoda daun muda… aku merasa gak enak diliatin terus!”


“Makanya aku suruh Dickhead yang mengawal!” Aku menjawab sambil tertawa. ‘Sorry sayang, aku sudah ada bet dengan Shaun.’


“Kamu gak bisa antar? Aku mau kamu. Kan kamu suamiku…” Titien merapatkan tubuhnya, seakan ingin merayuku. Aku sudah tahu sekali gayanya.


“Maunya sih… tapi aku harus cek-cek kantorku di Lincoln Center, soalnya mungkin satu dua hari depan ada projek lagi. Gini aja, kalo sempat, nanti aku dan Deya ikut ke Washington!” Aku membesarkan hatinya.


“Kamu gak takut istrimu di mesumin? Ini Dickhead lho!”


“Dickhead itu butuh teman curhat, kamu lihat sendiri kan ia ingin ngomong dengan kamu soal Naya! Soal mesum sih, gampang. Kalo kamu mau, kasih aja!” Aku meledeknya.


“Ihhhh nakal. Aku tahu supaya kamu bebas tidur sama Arlita kan?” Ada-ada aja cara Titien membalas ledekan.


“Gak kok, palingan aku minta kocok doang, sambil grepe-grepe!”


“Hahaha… dasar suami mesum.“ Titien hanya tertawa, kayaknya gak ngefek.


“Aku rencana pergi belanja, memanfaatkan voucher Macy dan Nordstorm-ku, kamu sih gak habisin kemarin.” Aku meledeknya lagi…


“Iya kok, sengaja aku sisain buat Lita. Suruh aja Lita beli baju.” Titien ternyata gak tergugah dengan belanja.


“Itulah, masalahnya aku harus antar, kuponnya pake namaku!” Aku buat alasan.


“Iya deh…”


“Aku bilang Shaun aja sekarang supaya dia bangun pagi! Gimana?”


“Oke sih! Tapi … kamu gak marah kan kalo jadi apa-apa? Tauh kan Shaun orang gimana?” Titien memainkan mata kirinya… ia meledekku lagi.


“Kamu mau sama Shaun?” Aku membalas pura-pura kaget.


“Enggak, tapi aku takut ia ngomong macam-macam sama teman-temanku! Kalo dimesumin sih, siapa takut! Kan di kasih enak-enak!” Titien balas lagi.


“Palingan kamu yang stress gak dipuasin, hahaha….”


“Ihhhh dasar… istrinya disuruh jalan berdua dengan cowok mesum gitu. Terus kita kan masuk guess house, bisa sekamar, lho…”


“Emangnya kalo sekamar kenapa? Palingan ia dapat show gratis lagi.” Aku pura-pura cuek.


“Hehehe… benar gak marah?”


“Gak sih! Kasi aja secelup-dua-celupppp!” Aku malah menantangnya.


“Ihhhh, dasar! Suami nakal, istrinya disuruh mesum dengan cowok lain. Ihhhhh….” Titien mencubitku… sedangkan aku sendiri tertawa-tawa.


“Kan aku bisa main dengan Lita!” Aku menatapnya pura-pura minta ijin.


“Ihhhhh ketahuan belangnya. Romeo harus jaga baik-baik adikmu itu, gak boleh diperawanin.” Titien membalas.


“Beres… tapi sekedar petting bisa kan?” Aku meledeknya lagi.


“Apa kamu gak stress kentang sendiri?” Titien balas meledekku.


“Hehehehe…” kami berdua hanya tertawa.


“Sudah kamu ngomong dulu ke Dickhead yah! Ingat bilang ke cowok itu jangan permalukan aku didepan teman-teman!” Titien akhirnya menyetujui dengan syarat.


“Oke…”


“Muach…” Malam itu kembali kami berciuman dan berpelukan sampai tertidur.


-----


‘Eh udah hampir jam 7, kok Deya gak datang bangunin aku?’


Aku kembali mengingat kemarin ketika tangannya mengocok kontolku pagi-pagi, tapi langsung berhenti, meninggalkan aku kentang sendiri. Terus bibirku diciumnya lama… Aku senyum-senyum sendiri membayangkan anak seksi itu. Kembali terbayang goyangannya didepan TV beberapa hari lalu.


‘Kemana sih anak itu? Tumben gak mesum pagi-pagi. Orang udah telanjang gini kok gak dikentangin?’


Terpaksa aku bangun sendiri dan mencuci muka. Setelah ganti baju santai, aku langsung menuju ke dapur. Mungkin saja Deyara sudah menyediakan sarapan.


‘Eh, ternyata gak ada! Kemana anak itu…’


“Tok… tok… tok!” Aku mengetuk di pintu kamar Deyara.


“Masuk!” Suaranya mantap menyuruh aku masuk.


Tenyata orangnya masih ditempat tidur, masih lengkap dengan selimut tebal. Tapi terlihat ia baru saja menelpon, sebuah iphone 6 terletak di samping bantalnya. Deya menatapku dan tersenyum. Mulutnya terbuka kecil.


“Tutup dong pintunya!” Aku segera menurutinya. Astaga mau apa lagi ini?




“Kenapa lihat-lihat? Mau minta cium, yah? Tumben pagi-pagi sudah masuk kamar aku!” Deyara menatapku sambil tertawa.


“Gak kok, mau gelitik kamu dulu…” Aku mendekatinya… ia masih aja berbaring di tempat tidur…


“Beneran? Awas yah kalo bohong” Deya nyengir. Aku tidak tahu apa maksudnya.


Setelah naik ke tempat tidurnya, Deya menarik tanganku dan menyuruhku masuk dalam selimut.


“Lita, bangun dong!” Aku makin mendekat.


“Kak Ryno tidur dulu disini, 5 menit. Katanya mau gelitik aku…?” Wajahnya innocent namun menggoda.


Terpaksa aku mengikuti kemauannya. Dengan segera ku berguling mendekat dan masuk ke dalam selimut. Ia gak ijinkan aku membuka selimut.


“Sini tangannya!” Deya memerintah, dan aku menurutinya. Terasa hangat, di kulit, Eh?


“Sekarang peluk aku kuat-kuat!” Deya menyuruhku lagi. Aku memeluk tubuh indah itu. Kali ini terasa banget.


“Astaga, Lita!” Aku kaget.


“Hehehe… pake pura-pura, bilang aja kalo suka!” Deya hanya tertawa. Sementara aku masih menatapnya melongo, hampir tak percaya. Tanganku bergerak mencari tahu…


“Astaga!” Kembali aku terkejut setelah tanganku menjelajah dan mengetahui sesuatu.


Deyara tidak mengenakan pakaian satupun… tubuhnya polos dibalik selimut. Dengan mudah tanganku tadi menyentuh toketnya dengan putting yang menonjol di bagian dada, serta vagina yang berbulu halus di bagian selangkangan.


“Hush, berisik!” Deyara menutup mulutku, dan kini tubuhnya bergerak. Ia segera naik diatas tubuhku dan memelukku… dengan segera bibirnya mencari mainan yang disukainya sejak bertemu denganku. Deya mencium ku dan melumat. Lidahnya lincah bermain disana… mau-gak mau nafsuku bangkit juga.


“Hmmmmpphhhh!” Kembali sebuah kuluman yang panas ku rasakan dipagi ini. Sementara itu tangan Deya menarik tanganku untuk menyentuh asset-aset berharga miliknya… tangan kanan di toket, dan tangan kiri di memeknya.


“Lita… kok gini. Aku gak mau… nakal kamu!” Aku bingung mau bilang apa. Ini udah keterlaluan… sangat keterlaluan.


“Kak… selama Kak Titien gak ada, Kak Ryno jaga aku tiap malam yah!” Ia menuntutku. Aku gak bisa berpikir dan serta-merta langsung mengangguk memberikan persetujuan.


“Kak, tutup matanya!” Deya meminta yang aneh-aneh lagi.


Aku menutup kedua mataku sementara ia bergerak kecil. Kali ini Deyara tidak lagi tidur diatasku.


“Buka sekarang!”


Ketika mataku terbuka, aku sangat kaget. Suatu pemandangan yang sangat indah terpampang didepanku.


Deyara telah membuka selimut tadi dan melemparkannya di bawah. Tubuhnya yang telanjang bulat kini terekspose bebas didepan mataku. Ia sementara duduk diatas perutku.


Deya tersenyum manis.


Sementara itu aku masih mengedip-ngedipkan mata. Tampak sebuah payudara ranum menantang milik seorang gadis cantik… payudara berukuran 34B… gak sebesar Titien sih, tapi kelihatan sangat kencang, kenyal padat. Bentuknya membulat eh malah agak meruncing dengan kedua putting menjadi ujung tombak. Toket seorang gadis perawan, dengan putting berwarna merah muda.


Mataku masih terus menjelajah… tampak tubuh yang indah, dengan perut rata sedangkan bagian bawahnya terlihat sebuah public hair alias jembut yang tipis berwarna hitam, menghiasi sebuah memek tembem yang jelas masih sangat sempit, seperti garis tipis membelah keatas.


Seorang perawan yang cantik dengan tubuh yang sangat menarik!


Ini kali ketiga aku melihat pemandangan yang mirip. Teringat ketika aku memerawani Deyana, kakaknya… juga Titien sepupunya. Haruskah keperawanan Arlita juga kuambil?


“Deya…. Kamu cantik sekali!” Eh, kok aku ngomong begitu. Sementara Deyara sendiri tampak tersipu.


Aku baru sadar, tadi aku memanggilnya Deya, panggilan ku kepada kakaknya, gadis pertama yang mengajarkan kepadaku tentang cinta kasih.


“Kak Ryno mau?” Deya bertanya seakan ragu-ragu.


“Siapa yang tidak mau, Deya. Hanya cowok yang gak normal yang gak mau tubuhmu yang luar biasa indah ini.”


“Kalo Kak Ryno suka, itu milik kakak…!” Deyara menatapku tajam, menyatakan kepasrahannya.


“Sayang…!” Aku butuh berpikir, aku gak bisa begini.


“Kenapa kak?”


“Aku ke WC dulu, udah tahan kencing dari tadi!”


“Hihihihiii!” Deyara tertawa melihat aku kebelet. Eh, sebenarnya bukan kebelet, tapi mungkin hanya itu cara yang bisa mengalihkanku dari tubuhnya.


-----


“Kak, suka gak surprise-nya tadi pagi?” Deya menggandeng tanganku dengan erat, kadang terasa tonjolan di dadanya menabrak tanganku.


“Nakal… udah ku bilang, jangan ngomong lagi soal itu!” Aku jadi malu. Anak ini blak-blakan… apa dia gak tahu kalo kontolku jadi sudah gak bisa terkontrol sejak tadi pagi?


“Aku kan sudah melihat tubuh bugil kakak, jadi aku pikir adil kalo aku juga telanjang didepan kakak! Tapi kak Ryno mau kan?” Deya bertanya membuat aku tambah jengah… ini anak gak lihat sikon sih. Udah tauh ini lagi di department store, banyak yang lihat. Dia-nya cuek aja.


“Eh… Lita, yang tadi itu sebuah kesalahan. Cukup hari ini aja, yah?” Aku harus menghentikan hal ini.


“Kakak gak mau?” Aku menjawab dengan mengangguk sambil sedikit mengeraskan dagu.


“Jadi tubuh aku jelek yah?” Deyara menatap mataku lekat-lekat. Ia tampak merengut. Aku tahu hampir semua perempuan merasa kurang pede dengan tubuhnya. Mereka membutuhkan konfirmasi dari orang lain, biasanya pacar atau teman. Mata Deya seakan penuh permohonan, dan aku gak boleh menghancurkan harga dirinya.


“Lita, bukan karena itu. Justru karena tubuh kamu sangat bagus, sampai aku jadi gak bisa tahan nafsu!”


“Jadi Kak Ryno beneran nafsu padaku? Hihihi…” Aku merasa kembali jatuh… ihhhh gimana sih anak ini, udah tahu kontolku berdiri karena goyangannya. Masih tanya-tanya lagi.


Wajah Deya masih menyungging senyum kemenangan. Tangannya kali ini tambah erat merangkul tanganku yang dari tadi digandengnya.


“Dengar baik-baik Kak, karena tadi pagi Kak Ryno sudah melihat aku telanjang, maka Kak Ryno harus menjadi pacarku selama Kak Titien gak ada. Kalo gak mau aku lapor ke Kak Titien, deal???” Deya menatapku.


Berarti tadi pagi itu ia sengaja, yah! Aku baru sadar selama ini sudah terjebak.


“Gimana kak, setuju?”


“Iya deh!” Aku terpaksa mengiyakan keinginannya.


“Jadi aturan pertama, pacar yang baik harus royal pada pasangannya. Jadi kakak harus bayarin semua baju-baju ini!” Deya menuntutku.


Untunglah aku membawa semua kartu voucher dari toko tersebut, sehingga tak harus keluar uang. Apes deh!


“Jadi kita segera ke kasir?”


“Belum, kakak harus temani aku cari pakaian dalam!” Deya menuntut.


“Lita, aku tunggu sini yah! Malu dong masak bawa cowok ke situ?”


“Eh, gak boleh. Kakak harus ikut dan bantu pilih lingerie dan bikini…” Deya berkata lagi. Ia terus tersenyum ketika melihat aku makin terpuruk.


“Nanti aku kocok sampai keluar bentar malam…!” Deya berbisik menggodaku.


Seperti lembu yang dicocok dihidung, aku mengikuti langkah kakinya menuju kebagian yang biasanya hanya dimasuki kaum perempuan. Gawat nih, Titien aja gak pernah kayak gini. Sementara itu Deya terus menggandeng tanganku dengan bangga, eh, mungkin supaya aku jangan lari.


“Kak, yang ini bagus kan?” Deya memilih sebuah baju tidur yang menerawang. Aku makin stress membayangkan tubuh indah itu hanya dibalut lingerie tipis.


“Semuanya bagus kok di tubuhmu…”


“Baguslah… kak gak sabar yah? Nanti sebentar malam aku pake ini waktu kita tidur!” Deya kembali menggodaku.


Aku baru ingat, ia sudah menyuruhku tidur dengannya tiap malam. Astaga… apa aku bisa bertahan yah?



-----


POV Titien


“Dickhead, sudah di mana kita?” Aku baru terbangun dari tidur nyenyakku, dan baru sadar masih di dalam mobil. Sementara Shaun masih asik menikmati lagu di headset, mungkin supaya aku bisa tidur nyenyak. Tumben…


“Dickhead?” Aku menggerakkan tanganku menyentuhnya, baru ia memalingkan wajah kearahku. Shaun membuka headset…


“Sudah bangun? Kamu tidur nyenyak sekali…!”


“Sudah di mana ini?” Aku kembali bertanya. Aku ingat kita sedang dalam perjalanan menuju ke Washington DC.


“Udah masuk Maryland kok, setengah jam lagi sampai!” Shaun menerangkan.


“Langsung ke guest house KBRI yah? Aku mau ganti baju dulu.” Aku mengetikkan alamat di GPS mobil.


“Gak sarapan dulu?”


“Terserah kamu!”


“Singgah dulu di rest area yah? Aku udah kebelet kencing… eh, nanti sekalian ngopi!” Kata Shaun sambil membelokkan mobil.


“Dasar…!” Aku hanya tersenyum.


-----


Kami melanjutkan perjalanan setelah makan, tadi di restoran fast food aku merasa Shaun sudah berbeda. Ia bela-belain antri dan menyuruhku duduk sementara ia yang pesan makanan. Biasanya gak mau…


Demikian pula waktu ke mobil, ia membuka pintu untukku.


Tumben!


“Dickhead, kayaknya ada yang berubah deh pagi ini?” Aku menyinggungnya ketika kami sudah di mobil.


“Iya Tien, aku baru sadar selama ini aku bertindak kayak jerk… pantesan Naya menghindariku!” Shaun keknya mau curhat lagi.


“Maksudnya?”


“Kamu tahu kan bagaimana cara aku ngomong, terus memperlakukan cewek. Awalnya Naya minta aku temani di acara-acara, terakhir ia gak ijinkan lagi. Malah ke rumah ortu-nya aku disuruh tinggal di apartment.” Ujar Shaun.


“Aku baru menyadari, keknya karena kelakuanku ato kata-kataku yang membuat Naya gak sreg. Kamu tahu kan gimana aku kalo ngomong… mungkin Naya malu. Ato mungkin aja ortu Naya melarangnya dekat-dekat dengan ku… Ah, kenapa aku bodoh sekali?” Shaun menepuk jidatnya.


“Baguslah kalo kamu udah sadar!” Aku hanya tersenyum. Siapa yang buat ia berubah yah!


“Iya, Romeo sama Deya banyak menasihatiku… dan aku mulai merasa berbeda waktu melihat tempat ibuku beristirahat. Terasa selama ini aku menjauh, menyangkalinya.” Shaun terus curhat, sementara aku hanya bisa mengangguk mengiyakan.


“Awalnya aku menyangkalinya, karena … eh maaf, karena aku lihat kamu dan Romeo juga mesum banget kalo di rumah! Jadi aku pikir kelakuanku fine-fine saja.” Ihhhh… anak ini bikin aku tersipu lagi.


“Tapi aku baru sadar kalo sikap Romeo itu berbeda jauh kalo di luar rumah, pakaiannya yang necis… parlente, terus sikapnya yang keren. Agak jaim sih… ku pikir. Juga aku melihat kamu yang anggun dan menawan di tempat kerja… ternyata kalian tahu bagaimana menempatkan diri. Sedangkan aku…” Shaun terus ngomong.


“Jadi aku kini tahu, boleh mesum tadi di rumah aja. Gak boleh orang lain tahu… terus aku harus tampil keren dan berkelas di luar! Deya yang bilang itu…”


“Baguslah, aku kan sudah bilang dari dulu, tapi dasar kamu gak mau berubah!” Aku menatapnya.


“Iya Tien, aku kayak baru sadar setelah bertemu dengan roh ibuku di ground zero…!”


“Ohhhhh….!” Aku menggenggam tangannya, memberinya kekuatan.


“Titien, kamu dan Romeo adalah sahabat sejati-ku yang menerima aku apa adanya… tolong bantu aku yah! Ajar aku jadi seorang gentlemen sejati… buat aku bisa mengendalikan nafsuku… kamu maukan?” Wajah Shaun tampak memohon. Mana bisa aku bilang tidak.


“Makasih… virgin. Aku janji akan berubah… dan awalnya menjadi bodyguard-mu yang keren, sehingga cewek-cewek tertarik!”


“Hahaha…. Kok ujung-ujungnya cewek lagi. Kamu gak mau kembali ke Naya?” Aku bertanya.


“Aku akan kembali setelah aku merasa sudah cukup berubah! Kamu gak akan mengusirku kan?”


“Gak lah, ehhh…! Awaaaasss mobil!” Aku berteriak karena mobil di depan tiba-tiba berhenti, untuk Shaun sigap menghentikan kendaraan. Hanya tersisa jarak yang pendek…


“Eh, Dickhead. Mata ke jalan dong! Jangan lihat kiri-kanan!” Ujarku sambil menghela nafas panjang.


“Mataku kan sementara lihat kamu! Eh, paha-mu tambah putih yah?” Shaun nyengir.


“Ihhhhh… dasar! Katanya mau berubah...”


“Kalo hanya berdua, boleh kan aku jadi diriku sendiri?” Shaun bertanya.


“Oke deh…!”


“Janji gak marah?”


“Iya… aku janji!”


-----


Benar juga, cowok ini makin keren aja… gayanya bak laki-laki sejati, yang tak mudah tergoyahkan. Pandangannya gak mesum lagi, dan gak suka lirik ke cewek seksi…


Sungguh Shaun berubah banyak, lho.


Kok aku jadi kagum pada cowok itu? Rasanya bangga menggandeng tangannya dan menyatakan kepada orang lain kalo ini pasanganku. Eh, pasanganku?


Aku bingung kenapa suamiku cuek aja aku jalan berdua dengan Shaun. Tapi sih, Shaun yang sekarang udah berubah, ngomongnya gak mesum lagi. Malah gentlemen banget.


Tapi, justru Shaun model gini yang paling aku takutkan… Shaun macho…. ganteng lagi. Dari tadi ia menjagaku seperti putri yang dilayani pangerannya. Padahal banyak teman-teman cewek yang cantik di tim-ku. Tapi Shaun keren banget!


Titien… ingat baik-baik. Dia itu Dickhead, dan kamu membutuhkannya sebagai bodyguard beberapa hari ini.


-----


“Titien.. ketemu lagi kita. Ternyata kita se-tim lho?” Nadya menghampiriku dan menjabat tanganku.


“Duh kamu tambah cantik aja… kita bukan hanya se-tim, tapi juga sekamar di guest house!” Aku menyapa gadis yang berwajah manis itu.


Nadya memang cantik, gadis rebutan yang kerja di KJRI Chicago. Keknya dipanggil untuk bantu-bantu di tempat ini sementara rombongan menteri ada.


“Say, apa gak kebalik, tuh… kamu yang tambah cantik dan muda aja!” Nadya memujiku.


“Gimana tunangan mu? Jadi menikah taon depan?” Aku basa-basi, setelah melihat banyak cowok mengerumuni kami. Aku sengaja bilang itu kuat-kuat didepan Pak Beni, kepala rombongan dari Jakarta yang terkenal suka daun muda.


“Baik aja… tapi kami udah pisah… dia lagi ke Afrika Selatan, ada ikatan dinas disana selama 3 tahun. Ia menyuruhku ikut, tapi ogah ah!”


“Yang sabar yah, kalo jodoh gak kemana kok!” Aku merasa prihatin, tapi tampaknya Nadya sendiri sudah menerima.


Tak lama kemudian aku melihat Nadya sudah asik bercengkrama dengan cowok-cowok yang ada di KBRI Washington. Eh… gayanya udah mulai centil keknya.


-----


“Ahhhh…” Aku merenggangkan kedua tanganku lebar-lebar.


Cape sekali… seperti biasa rapat yang harusnya satu minggu dipadatkan jadi 3 hari dan terpaksa kami yang harus kerja keras.


Kalo tadi pagi aku ikut dalam ruangan menjadi penerjemah secara oral, waktu sore hari kami yang harus menerjemahkan laporan secara tulisan. Dan aku menghadapi berbagai dokumen yang tertumpuk didepanku…


Bisa-bisa kerjaan hari ini gak kelar.


Aku melirik ke kiri, tampak Nadya sementara asik mengetik di computer, sedangkan Pak Beni duduk dibelakangnya. Kayaknya sementara mengarahkan sesuatu.


Astaga, setelah dilihat baik-baik, ternyata tangan Pak Beni, sementara mengeranyangi tubuh indah gadis idola itu. Hari ini pakaiannya agak terbuka, cardigan dan tank top rendah, sama rok pendek. Pastilah dari tadi pak Beni mengincar paha mulus dan pinggul seksi itu.


“Auwww!” Nadya mendesah kecil… hanya terdengar lirih… eh, mungkin hanya aku yang dengar karena dekat


Aku melihat tangan kiri Pak Beni lagi merayap di perutnya sedangkan cardigannya sudah agak tersingkap.


Tangannya seperti bergumul menahan tangan Pak Beni yang mulai masuk dibalik tank top-nya.


‘Dasar buaya darat, anak sudah lima masih aja cari daun muda!’


Aku kembali fokus ke pekerjaan, sambil was-was. Sementara itu Nadya udah kelihatan terbuai nafsu. Desahannya makin kencang… padahal mulutnya dari tadi sudah ditutup tangannya sendiri. Aku tak mau lagi memandang mereka, nanti dikira mau… ihhhh najis!


‘Apa Pak Beni juga akan melecehkanku?’


Ihhh, bikin ingat tusukan Romeo aja. Aku segera menuju ke kamar kecil untuk membasuh wajahku, eh sekalian kencing. Cukup lama aku duduk di toilet, sekalian ingin menenangkan diri.


“Ahhhhhhhh…. Aduh… masukan pakkkk aku gak tahannnn!” Terdengar suara desahan wanita dari WC ujung. Apa itu Nadya…?


‘Gile dua orang ini, mesum di siang-bolong gini.’


Aku cepat-cepat keluar dan mencuci tangan. Setelah itu langsung ke meja kerja. Benar aja, work-station Nadya lagi kosong, juga Pak Beni udah gak kelihatan.


‘Nadya, cepat sekali kamu berubah!’


-----


“Titien, masih banyak kerjaan yah?”


“Eh… Pak Beni. Ia pak saya masih sibuk!”


Aku terkejut ternyata Pak Beni sudah ada dibelakang ku. Secara otomatis tubuhku langsung bersikap defensive.


‘Gila bandot tua ini, tadi barusan main dengan Nadya, eh malah datang dekat-dekat’


“Gak usah tegang gitu dong! Aku urut yah!” Tangan Pak Beni cepat sekali terulur untuk menyentuh pundak-ku. Dengan segera tangannya ku kibaskan.


“Maaf pak, aku merasa gak nyaman!” Aku menolaknya dengan sopan.


“Ala… masak cuma pijat di pundak gak boleh!” Ia mencoba sekali lagi, kali ini aku langsung berdiri dan menatapnya tajam.


“Maaf pak, sudah kubilang aku merasa gak nyaman dipijat orang lain!”


Dengan cepat jariku memencet nomor telpon Shaun… untung sudah ada di recent call.


“Kamu gak kenal siapa saya?” Pak Beni mulai menunjukkan jati dirinya.


“Aku tahu banget siapa bapak, itu sebabnya aku minta maaf. Aku merasa tidak nyaman dengan cara bapak seperti itu!” Aku terus menatapnya tajam.


“Perlu bapak tahu, aku ini bukan seperti gadis lain yang mudah bapak lecehkan!” Aku langsung aja ngomong to the point, menyadari kalo Shaun sudah dipintu.


“Titien? Ada apa sayang?” Shaun datang mendekat, tanpaknya ia cepat membaca situasi.


“Gak apa-apa Shaun, aku bisa mengatasinya!” Aku merasa menang karena Shaun kini berdiri disamping. Tak lama kemudian kelihatan beberapa orang mendekat, menambah keberanianku.


“Bilang aku yah sayang, kalo kamu merasa terganggu…” Shan ngomong lagi, benar-benar bodyguard yang baik. Tapi nakal juga ia berpura-pura sebagai pacarku. Shaun kini berdiri disampingku.


Pak Beni masih terdiam, mungkin ia merasa kaget dengan penolakanku.


“Ehhhh…” Shaun memeluk pinggangku dengan tangan kirinya, dan aku gak bisa mencegahnya. Aku ingat ia lagi acting sebagai cowokku.


“Sudalah sayang, aku lagi kerja…” Terpaksa aku membalas aktingnya sambil tersenyum. Ia memicingkan mata kirinya. Dasar!


Untunglah insiden kecil itu cepat terselesaikan, dan aku berharap peristiwa itu akan membuat Pak Beni patah bisa.


Sementara itu aku mendengar bisik-bisik. Kayaknya orang-orang lagi membicarakan kedekatanku dengan Shaun. Memang sih aku gak pernah membawa Ryno ke kedutaan, dan mungkin hanya pak Konsul seorang yang tahu kalo aku sudah menikah. Banyak cowok yang sempat-sempat mengejarku… yang dikira masih jomblo, dan tentunya kemunculan Shaun akan membuat gossip baru.


Lucunya banyak yang menganggap aku masih anak kuliahan yang mengejar projek sampingan untuk mencari biaya tambahan kuliah. Hehehe… bagus sih, artinya aku awet muda kan?


Syukur juga kejadian tadi membuat banyak staf lain akan berpikir dua kali kalo berani mengganggu atau melecehkanku.


Kembali aku suntuk dalam pekerjaanku, gak terasa sudah sore.


‘Titien, kamu hebat, lho!” Nadya mendekatiku ketika aku lagi minum teh waktu break.


“Eh, Nadya… kamu dengar tadi?” Aku pura-pura bertanya.


“Yah, jelas dong. Aku lihat sendiri bandot tua itu mulai cari-cari celah mendekati kamu! Aku gak bisa seperti kamu” Nadya berkata.


“Kamu juga bisa kok, dari awal sudah harus tegas, jangan mau mengalah!” Aku menasihatinya.


“Iyah sih, Pak Beni memang sudah terkenal gitu sih orangnya. Udah berapa cewek yang cerita kalo pernah dielus bandot tua itu!” Kata Nadya.


“Iya… sampai mendesah keenakan di WC!” Aku langsung menyindirnya.


Nadya langsung tertegun. Tak lama kemudian ia mulai menunduk… ada semburat merah di wajahnya.


“Titien tahu?”


“Kamu jangan takut, aku gak akan cerita-cerita orang!” Aku berbisik pelan, sementara Nadya mengangguk pelan. Kami berdua hanya berdiam diri, suasana jadi akward.


“Kamu mau dibuatin teh? Atau kopi?” Tanyaku untuk mencairkan suasana.


“Eh iya… teh!”


“Tunggu yah!”


“Eh, aku boleh ikut mobil kamu ke guest house?”


“Boleh aja sih.”


-----


Aku dan Nadya terus ngomong diselingi dengan canda, maklum tadi sempat kecapean dengan pekerjaan. Kali ini aku duduk di kursi belakang bersama gadis itu, sedangkan Shaun menjadi sopir.


“Pacarmu gak ngambek kamu pindah di sini?” Nadya bertanya, tanpa memelankan suaranya. Mungkin saja ia pikir Shaun tidak ngerti Bahasa Indonesia.


“Gak kok, ia mengerti…”


“Ia tampan sekali lho, kalo pacarku seperti dia, pasti aku gak mudah digoda Pak Beni!” Nadya tertawa mesum.


“Hahaha….” Aku hanya bisa tertawa mendengar celotehannya. Eh, Nadya langsung aja sadar sendiri. Tampak wajahnya jadi merah karena malu.


“Terus pacarmu nginap di mana?”


“Di guess house juga, aku sewain kamar khusus untuknya!”


“Wah enak dong, berarti malam-malam kamu langsung diam-diam kekamarnya kan?”


“ihhhhh, apaan sih!” Jawabku kebingungan, sementara Nadya tampak lega. Kayaknya ada sesuatu yang ingin disampaikannya, tapi gak keburu.


Ketika tiba, dengan segera kami menuju kamar kami. Shaun menolong membawa beberapa berkas yang rencana akan dikerjakan di kamar sebentar malam.


“Taruh situ aja, makasih yah Shaun!”


“Eh, tunggu… cium dulu!” Shaun menaruh pipinya dan acting seperti pacaran. Ia memintaku mencium pipinya.


“Eh, banyak orang tuh!”


“Kasih aja Tien, aku ngerti kok!” Eh, Nadya justru memanasiku.


“Ayo dong, kamu kan pacarku… masak cium aja gak boleh!” Shaun terus menyudutkanku.


“Shaun, kok jadi gini?


“Ayolah… jangan buat aku malu dong di depan teman-temanmu!” Shaun masih aja bertingkah.


“Oke deh!” Aku terpaksa mengecup pipinya, bodoh sekali aku mengaku dia pacarku. Ia memanfaatkan sikon ini baik-baik.


Setelah pipi kiri, Shaun memberi juga pipi kanannya. Terpaksa aku mengalah dan menciumnya juga sambil tertawa. Lucu juga, kita kaya anak SMA yang lagi pacaran.


“Sayang, di bibir juga dong!”


“Eh! Gak bisa…” aku hanya tercekat, ini sih udah keterlaluan.


Wajahku langsung memerah, aku malu sekali. Masak aku disuruh mencium bibir Shaun.


“Ihhh Titien pake malu-malu aja, kek gak pernah aja!” Nadya masih tertawa melihatku.


“Cium… cium… cium!” Ternyata ada beberapa teman cewek yang melihat kemesraan kami. Aku jadi makin terdesak… eh, gimana ini?


“Sayang, aku belum akan pergi sebelum dapat ciuman dari mu!” Shaun terus memanfaatkan situasi. Nadya makin meledekku.


“Jangan disini, nanti aja dikamar!” Aku berbisik kepadanya, sambil mencari jalan keluar.


“Oke… ku tunggu janjimu!” Shaun balas berbisik.


“Cup!” Aku terkejut ketika telingaku dicium cowok itu.


“Ihhhh…. Dasar!” Aku mencubitnya kuat-kuat. Bikin gemes aja cowok ini.


-----


“Bruak!” Pintu kamar tiba-tiba terbuka, aku terkejut sekali.


Pak Beni masuk kekamar dan segera mengunci kembali pintunya.


“Eh pak, jangan disini… ini kamar cewek!” Aku dengan segera mengajukan protes, tapi Pak Beni tidak menghiraukanku. Ia langsung aja mencari Nadya dan menciumnya didepanku.


“Udah, kamu diam aja… nanti kalo mau, kamu boleh gabung kok!” Ucapan Pak Beni membuat aku mendidih karena marah.


“Cepat keluar, atau ku panggil polisi!” Aku mengancamnya.


“Kamu lupa yah kalo rumah ini adalah rumah diplomatic, polisi gak punya hak untuk masuk!” Pak Beni benar-benar memanfaatkan situasi.


“Tapi aku juga bisa lapor ke guard di depan!”


“Hahaha… guard disini sudah tahu siapa aku, Titien. Sebaiknya kamu menyerah aja, aku janji akan kasih yang enak-enak ke kamu.” Kali ini aku berada di posisi sulit. Bisa saja aku menyuruh semua orang disini bangun, tapi tak bisa menghentikannya.


“Bagaimana kamu bisa masuk?” Aku gak sadar ngomong sendiri.


“Kamu yang kasih Pak Beni kunci?” Aku bertanya kepada Nadya…


“Titien… maaf yah, Pak Beni ada kunci kamar ini. Itu sebabnya kita berdua disuruh tidur disini! Tadi malam juga ia masuk waktu aku lagi tidur” Nadya tampak ketakutan, tapi keknya cewek itu sudah pasrah. Mungkin aja ia diancam… ia takut dengan ancaman Pak Beni.


Diam-diam aku kembali menelpon Shaun, mudah-mudahan ia belum tidur, udah jam 11 malam sih.


“Gini aja Titien, aku tidak akan menyentuh kamu… aku hanya ingin main dengan Nadya malam ini. Kamu cukup lihat saja…” Aku menatap Nadya, pandangannya penuh permohonan seakan-akan ia ingin aku keluar.


“Maaf Tien… mungkin sebaiknya kamu pindah aja di kamar lain!” Aku baru ngerti kenapa ia tanya-tanya kalo Shaun nginap di mana tadi.


“Tok.. tok.. tok…!” Pak Beni kaget… ia kelihatan gugup.


“Siapa itu?” Aku berteriak.


“Ini aku, Sayang!” Suara Shaun membuat aku lega.


Aku memanfaatkan kegugupan Pak Beni dan langsung berlari membuka pintu. Shaun langsung masuk dan berdiri didepanku.


“Sayang ada apa?” Ia bingung ketika aku memeluknya.


“Bantu aku mengemasi semua barangku!” Aku harus keluar dari kamar terkutuk ini malam ini juga. Shaun langsung mengambil koperku sementara aku kekamar mandi mengambil perlengkapan mandi. Pak Beni masih diam ketakutan melihat sosok pria yang kekar yang melindungiku.


“Titien, dengar baik-baik. Kalo sampai cerita ini bocor, kamu liat sendiri apa yang akan terjadi! Jangan harap kamu masih bisa kerja di KJRI lagi!” Ancaman yang menurutku basi.


Aku hanya diam aja, tapi aku pasti akan membalasnya. ‘Kamu yang hati-hati, Pak Beni!’


Akhirnya aku bisa keluar juga dari kamar terkutuk ini.


-----


Malam itu, terpaksa aku dan Shaun harus tidur sekamar… memang sih tempat tidurnya ada dua, dan hari ini Shaun tidak berani macam-macam.


Aku agak deg-degan, apa yang akan terjadi kalo sekamar dengan cowok mesum ini. Tapi aku tahu kalo Shan bisa dipercaya orangnya. Sudah lama kami berteman, memang sih ia terkenal suka ngomong mesum, tapi ia gak pernah macam-macam padaku… Malah… aku yang kadang kasih dia show gratis… eh tapi gak sengaja kok!


Mudah-mudahan malam ini ia terus be a gentleman.


Setelah menaruh koper dan mengatur barang-barangku di tempatnya, aku duduk diatas tempat tidur. Aku merasa agak risih, karena Shaun dari tadi menatapku lekat-lekat.


“Kenapa? Kok matanya kek gitu!”


“Maaf, aku gak terbiasa ada gadis cantik di kamar, apa lagi pake baju tipis gini!” Kata Shaun sambil tertawa…


OMG! Aku baru sadar kalo aku sudah pake baju tidur tipis… agak menerawang sih! Aku jadi merah…


“Kamu gak pake bra yah? Tuh pentil-nya kelihatan” Shaun datang mendekat sambil tertawa.


“Ihhhh mesum!” Aku hanya bisa tertawa menutupi rasa malu. Tanganku mendekap di dada.


Shaun mendekat lagi.


“Eh, Dickhead… ngapain?” Shaun memegang daguku… aku jadi terpana, kaget!


“Tadi ada orang janji mau cium bibirku!” Shaun menuntut.


“Ihhhh… reseh!” Aku mencubitnya…


“Maaf sayang, janji itu utang!”


“Gak… gak boleh, aku telpon Ryno malam ini bilang soal kelakuan…” Aku masih mengelak.


“Apa kamu juga akan bilang kalo kamu sudah mencium pipiku? Juga ada affair di tempat kerja sampe harus ngaku-ngaku pacarku?” Shaun jago banget memanfaatkan situasi.


“Eh, kalo kamu menciumku… aku gak sudi berteman denganmu lagi!”


“Hehehe… tenang aja sayang, aku gak akan memaksamu, kok!” Shaun hanya tertawa melihat aku jadi defensive gitu.


“Tapi aku ada permintaan, boleh aku ngocok sambil liatin kamu?”


“Huhhhh?” Aku kaget mendengar permintaannya…


“Kamu mendengarku kan?


“Eh, mau coba-coba mesum yah!”


“Bukan gitu Titien sayang, kamu tahu kan aku rindu sekali Naya. Sudah lama aku gak pernah tidur dengan cewek lain, gak ada cewek lagi yang bisa buat aku turned on, eh kecuali kamu!” Kata-kata Shaun terdengar tensendat.


“Kamu jangan marah yah kalo aku jadi gini… sejak kamu pindah disini kontolku berdiri terus, aku gak bisa tidur. Kamu mau kan membantu?” Shaun meneruskan permohonannya.


Aku jadi luluh mendengarnya… kasian banget kau Shaun. Tapi, ah… masakan aku harus menemaninya coli!


“Eh Shaun… astaga!” Aku langsung memalingkan muka… Shaun sudah membuka celana. Kontol besar itu udah keluar…


“Maaf Tien, tiap kali lihat kamu aku ingat kemarin kamu telanjang didepanku. Sejak itu kontolku kayak hidup lagi… sebelumnya aku gak teringat lagi soal sex, tapi tubuh kamu sangat seksi! Makasih yah!” Shaun meminta lagi…


“Aku tahu waktu itu kamu gak sengaja, tapi makasih karena kamu satu-satunya orang yang bisa aku curhat. Maafkan aku selalu ngomong mesum didepan kamu, itu karena aku ingin turn on lagi…” Shaun terus ngomong… sementara tangannya sudah beraksi.


“Oh?!” Aku jadi bingung mesti gimana.


“Titien sayang, lihat sini dong…?”


Aku merasa kasian juga dan gak sadar sudah berpaling menatapnya. Pandanganku menyapu tubuhnya dan turun ke bagian tubuh yang lagi bergerak-gerak itu. Astaga kontol ini sungguh mantap, besar berurat dan bergerigi, membawa kesan beringas… ganas… Kontol ini yang membuat Naya teriak-teriak kenikmatan dulu!


“Titien… kamu sangat cantik, tubuhmu indah sekali!” Shaun mengocok sambil menyebutkan namaku…


Aku bingung gak tahu harus gimana…


Shaun hanya tersenyum ketika aku terpana menatapnya. Ia terus memanggil namaku…


Ihhh… kontolnya udah keras sekali… ia terus mengocok tambah cepat, tambah kuat! Kayaknya udah dekat… ia mulai berteriak, mengerang kenikmatan… aku jadi bergidik…


Shaun sudah dekat orgasme… erangannya makin kuat.


“Shaun Eh, berhenti dulu!” Aku tiba-tiba ngomong sambil menahan tangannya.


“Eh, Kenapa?” Nafas Shaun sudah kembang-kempis. Agaknya aku menghentikannya di saat hampir menyemprot…


“Awas nanti lecet!” Aku tersenyum, hihihi… aku tertawa kecil.


“Ihhhhhh…. Nakal banget! Sini, Titien harus tanggung jawab!” Shaun kelihatan sangat stress… ini namanya dikentangin.


Aku langsung aja masuk dalam selimut, dan menutupi seluruh tubuhku. Dari dalam selimut terdengar suaraku tertawa cekikikan…


Shaun mencoba memelukku, tapi aku menggeliat… akhirnya ia berhasil membuka selimut di wajahku… dan melihat aku tertawa binal.


“Eh mau apa?” Wajah Shaun mendekat… terus.


Dengan tangannya ia memegang daguku… sambil menahanku memalingkan wajah. Ia menatapku…


“Hhmmm!” Aku gugup… baru sekarang merasa dekat sekali dengan cowok macho ini. Aku menghirup bau deodorannya, bau khas laki-laki…


Bibirnya terus mendekat dan menyentuh bibirku… Shaun menciumku… lembut, penuh perasaan. Sementara aku diam aja, cukup lama… aku biarkan tanpa membalas.


Bibirnya terus mengulum, sedang lidahnya sempat mencari jalan masuk dan bertemu dengan lidahku. Ihhh…


“Shaun udah yah…” Aku merasa jengah.


“Besok lagi yah?” Shaun meminta. Tanpa sadar aku mengangguk.


Shaun langsung menuju ke tempat tidur yang satunya lagi, dan mematikan lampu.


‘Ihh bego... kenapa aku tadi mengiyakan? Astaga kalo dia gini terus, bisa-bisa aku gak bisa menghentikannya.’ Aku harus mengakui kalo cowok tampan itu penuh pesona. Sangat jantan… macho… dan parahnya ia bisa membuat cewek jadi deg-degan begini. Termasuk aku…


“Titien masih ada utang, udah buat aku kentang! Besok pagi kamu gak bisa lari, dengar baik-baik yah!”


‘Besok kejadian apa lagi yah?’


-----

Bersambung
 
Terakhir diubah:
aaaa... masih kentang lagi, kirain episode kali ini udah bakal di eksekusi titien nya :aduh:

tapi makasih suhu updated nya :hore:
 
Pertamax...!!!

Cepat sekali pertamax diambil...

Mantap nih affair emang bikin panas dingin bacanya ;)

:D

mantaaaaaaaaaaaaap. . . . .makin nikmat aja ceritanya
:):)

Makasi suhu atas updetenya. Ouhh titin :tegang:
Titien memang menggoda.... hehehe

aaaa... masih kentang lagi, kirain episode kali ini udah bakal di eksekusi titien nya :aduh:

tapi makasih suhu updated nya :hore:

Sabar yah suhu... Titien itu spesial, gak bisa langsung gol!...
 
Ngak apa suhu yg penting ceritanya slalu buat ahhh. Hehehe
 
Karakter pada episode ini

Melania


Deyara


Titien


Nadya


Shaun


Ryno
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Episode 6 – Terbuai


POV Melania


“Bego! Bego! Kok kamu bego amat Nia!” Aku mengutuk diriku sendiri.


Sekarang ini aku berada diatas tempat tidur dalam suatu kamar yang terkunci. Begini ternyata rasanya dikurung. Ruangan ini cukup baik walaupun kecil. Jendela yang ada cuma satu, itupun tertutup rapat. Pernah aku mengintip keluar, ternyata sukar bagiku untuk lolos dengan melompat jendela… Aku berada di gedung bertingkat, mungkin sekali lantai ke 4 atau 5.


Aku kembali mengingat-ngingat apa yang terjadi 3 hari yang lalu. Aku disekap di sebuah desa yang sunyi, kampung halaman ku sendiri. Waktu itu sore-sore aku lagi jalan kaki dari rumah teman. Peristiwanya seperti ini:


Mula-mula ada mobil lewat di kampung, tanya jalan. Karena kampungnya terpencil dan jarang mobil masuk, maka aku penasaran. Ternyata orang kota… Keempat cowok yang ada di mobil kelihatan anak gaul, ganteng-ganteng. Kayaknya udah kerja, mungkin lebih tua 5 tahunan dari aku.


Mereka berhenti di dekatku, sambil tanya-tanya di mana ada warung makanan, udah kelaparan. Tadi sempat kesasar, keliling cari jalan pulang. Aku merasa kasihan juga. Aku segera menuntun mereka, kebetulan warungnya dekat.


Mereka membujuk aku ikutan makan dengan mereka, walau aku udah tolak tetap aja dipaksa. Katanya kalo udah kenyang gak harus ikut makan, cukup temani…


Mungkin karena cowoknya gaul, aku merasa terangkat derajatku. Kan aku juga anak kota, cuma ngungsi aja di desa sementara libur kuliah. Aku memandang wajah2 teman kampungku yang iri melihat aku akrab dengan mereka… ironisnya justru di kota aku dianggap culun, karena gak gaul’


Mereka memberikan 1 botol coca-cola, minuman yang selama di kampong ini aku tidak sentuh. Deni membukakan minuman untukku, aku jadi agak tersanjung. Dengan segera setengah botol soft drink itu berpindah ke perutku. Namun setelah itu aku mulai merasa lain, rada pusing… pandanganku jadi agak kabur…


“Bruk” kepalaku jatuh ke meja makan… aku gak ingat apa-apa lagi. Keknya langsung dibawah ke mobil.

-----

Hari ini udah tiga hari aku disekap. Kemarin ada orang yang datang untuk foto aku, katanya untuk paspor dan visa. Eh, mereka juga mengambil dompet dan kartuku… aku tanya-tanya tapi gak dijawab.


Hari ini aku harus lolos… kemarin masih 3 orang jaga. Mereka yang bawa makanan untukku, dan setelah dengar-dengar keknya hari ini tinggal 2 orang yang menjagaku. Aku mulai mempersiapkan tenagaku… percuma dong aku cape-cape latihan tae kwon do bersama Deyara, kalo aku gak pernah mempergunakannya. Memang sih levelku masih kalah jauh sama anak itu, tapi kalo hanya melawan 2 cowok, keknya aku masih bisa menang.


Aku hanya diam ketika dua cowok itu datang membawa makanan. Yang satu rambut berbadan hitam dan rambut kriting, sedangkan temannya agak botak. Aku pura-pura diam, tetapi ketika mereka masuk, tubuhku melejit hendak mencari keluar dari pintu. Sementara itu, kakiku bergerak menendang orang yang pertama


“Dugh…!” Si kriting mengeluh….


“Eh, jaga dia jangan sampai keluar…!” Si botak berteriak, tapi ia sendiri tak mampu mencegahku.


Terlambat, aku sudah duluan di pintu. Sayang sekali ternyata ruangan tamu diluar juga terkunci, dan aku harus menghadapi dua cowok ini baru bisa lari.


“Eh… ternyata berani melawan… dasar gadis liar!” Si kriting berseru.


“Udah, kamu nyerah aja, nanti aku kasih yang enak-enak!” Si botak membalas dengan ejekan.


Darahku makin mendidih, tapi aku tetap tenang memperhatikan gerakan mereka. Ejekan mereka aku balas, supaya mereka yang emosi…


“Kalian pengecut, masak pake keroyokan lawan cewek… kalian cewek ato cowok sih!” Aku menantang mereka…


Si kriting melihat ke temannya seakan bertanya. Sementara mereka ragu-ragu seakan ingin bertanya, kakiku langsung melayang mencari sasaran kepala mereka berdua sekaligus.


“Bruk!”


“Eh.. aduh!”


Si kriting kena tendanganku, sedangkan temannya keburu menghindar sehinggap tendanganku hanya menyenggol pundaknya. Ternyata mereka juga tahu berkelahi. Tak lama kemudian kami bertiga saling membagi serangan dengan gencar. Kali ini aku merasa di atas angin, dan terus menekan.


“Bruk!” Akhirnya si kriting tumbang oleh kakiku… Mungkin ia sudah kesakitan dengan dua tendanganku sebelumnya.


Temannya memandangku dengan kaget, aku makin percaya diri… kemudian si botak mengubah gaya serangnya… aku bingung, ia menggunakan jurus gulat atau judo! Terpaksa aku terus menjaga jarak, menghindari jangan tubuhku sempat dipeluk atau dipegang…


Untunglah lawanku makin kecapean, postur tubuhnya yang besar membuat si botak gak tahan berkelahi lama… satu-per-satu pukulanku mulai masuk tak dapat dihindari. Tangkisannya makin lemah…


“Dukkk, aduh!” Akhirnya cowok itu mengaduh memegang selangkangannya yang tadi menjadi sasaranku.


Aku cepat mencari kunci untuk membuka pintu… Tiba-tiba aku menyadari kebodohanku…


“Deni, cepat datang… dia hampir lolos!” Aku melihat si kriting sempat kontak temannya! Ternyata ia tidak sebodoh penampilannya.


“Cepat, katakan mana itu kunci atau kupatahkan tanganmu!” Aku mengancamnya, tapi ia tertawa seakan tidak takut. Padahal sudah terlentang di lantai, tinggal diinjak-injak.


Aku memelintir tangannya… ia tampak kesakitan, tapi tetap tidak mau mengaku.


“Baiklah… cepat bilang atau ku hancurkan kontolmu!” Kali ini kakiku ditaruh di selangkangan… dan mulai menekan. Ia ketakutan…


“Jangan… eh…!” Tangannya menunjuk ke laci di mana kunci itu berada. Aku cepat-cepat mengambilnya dan membuka pintu. Dengan cepat aku lari keluar mencari kebebasan…


‘Apakah aku sudah lolos? Aku hanya bisa berharap sementara terus menuruni anak tangga yang banyak menuju ke lantai dasar. Keknya ini gedung apartemen yang tinggi.


-----


Aku berlari terus… kali ini makin bersemangat karena pintu keluar sudah ada didepanku. Walau dengan nafas ngos-ngosan, tapi aku senang bisa lolos… gak lama lagi!


Aku langsung membuka pintu. Terkunci… aku mendorong sekuatnya, tapi pintu tetap terkunci.


“Hehehe… kau pikir semudah itu bisa lolos!” Suara Deni terdengar lantang dibelakangku. Temannya yang gondrong memandangku sambil tertawa.


Kayaknya aku harus menghadapi mereka dulu baru bisa lolos. Aku mulai membuka kuda-kuda, tapi tiba-tiba aku terkena sengatan listrik…


“Ahhhhhhh…” Aku berteriak. Tubuhku sempat menegang… kemudian jatuh ke lantai dan tidak bisa bergerak.

“Sorry cantik, aku lagi malas olahraga…! Kau tahu akibatnya mau melarikan diri, yah… hahah!” Deni mendekatiku sambil tertawa-tawa. Ia menyimpan kembali Taser-gun yang tadi sempat digunakannya untuk melumpuhkanku.


Aku kembali tertawan.


----


Ketika aku sadar, aku sudah berada di tempat tidur. Kali ini aku merasa agak dingin…


‘Astaga!’


Baju dan celanaku sudah dibuka… yang tersisa hanya bra berukuran 34B dan CD. Sementara disampingku terlihat 3 pasang mata yang memandangku penuh mesum sambil tertawa-tawa.


“Wah, kulitmu mulus sekali… kayak artis-artis yah!”


“Pasti masih sempit… eh aku perawani yah? Mau kan?”


“Wah, kalo aku punya pacar sepertimu, bisa keropos lututku karena ngentot terus…”


‘Aku makin takut membayangkan bila aku diperkosa. Lebih baik aku mati aja…’ Menyadari kalo aku sudah bangun, Deni yang menjadi pimpinan mereka mendekatiku sambil tersenyum.


“Nia-nia, kami tadinya bermaksud perlakukan kamu baik-baik dan tidak menyentuhmu, karena itu perintah. Tapi karena kamu tadi kabur, eh melawan dua anak buahku… ck ck ck… ternyata tubuhmu indah juga. Gak salah Dinah menaksir keperawananmu sampai puluhan juta… sayang aku yang duluan dapat, hehehe…”


Deni mulai membuka pakaiannya… sampai telanjang bulat. Aku memalingkan wajah, tak berani melihat… tapi kemudian ia mendekatiku… terasa sebuah batang hangat ditaruh di atas bibirku…


Astaga, batangnya besar sekali!


-----



POV Titien


“Eh, di mana ini?” Aku bangun pagi menyadari aku berada di tempat yang asing.


“Ehhh?” Aku makin kaget, karena ada seorang cowok yang telanjang bulat tidur di sampingku. Wajahnya tertutup tangan, tapi kontol besarnya setengah bangun. Aku memperhatikan lebih saksama…


“Astaga!” Aku memalingkan muka. ‘Itu bukan kontol Ryno! Apa yang terjadi?’


Aku coba-coba ingat apa yang terjadi tadi malam.


Shaun ngocok di depanku dan aku memperhatikannya dengan nafsu… Shaun hampir saja keluar, tetapi kemudian aku menghentikannya tiba-tiba.


Aku tertawa kecil…


Pantesan cowok itu sampai uring-uringan tadi. Kali ini alasan lain, katanya gak bisa tidur. Kemudian Shaun mendorong tempat tidurnya dan ditempelkan di tempat tidurku, seakan-akan kita berada di tempat tidur yang sama.


Aku biarkan aja, pura-pura tidur…


Shaun kembali onani, tangannya bergoyang-goyang… tapi kemudian berhenti. Apa karena capek? Mungkin belum terangsang benar.


‘Eh apa ini?’ Shaun menarik tubuhku sehingga berputar mengarah kepadanya… keknya ia mau menatapku sambil ngocok.


Shaun kembali mendesah, kali ini sambil menyebutkan namaku…


“Titien… kamu cantik sekali, toketmu padat… Ahhhhhh…. aku suka nyemprot di wajahmu lagi…” Kocokannya makin cepat..


‘Hmmm… lucu juga cowok ini kalo lagi coli. Aku membuka mata sedikit dan melihat Shaun sudah sangat nafsu… kontolnya tegang, dan ia menatapku tajam. Cepat-cepat aku menutup mata kembali…


“Ahhhh…. Titien, kamu buat kontolku tegang terus… kamu jago striptease… ahhhhh… memekmu tembem… aku buat kamu kentut!”


“Hahahaha…!” Aku gak bisa lagi menahan tawa mendengar kata-kata terakhirnya. Terpaksa aku membuka mata.


Shaun tiba-tiba berberhenti mendengar aku tertawa… ia nampak kaget sekali, kayak anak yang ketahuan lagi nakal!


“Belum keluar?” Aku bertanya sambil tertawa-tawa.


“Iiiihhhh…. Udah dekat dikentangin lagi… sini, Titien harus tanggung jawab!” Shaun ngamuk lagi…


Kali ini aku membiarkan aja ia mengambil tanganku dan ditaruh di kontolnya yang masih tegang.


“Tien… tolong dong!” Shaun memohon..


“Tolong apa?” aku tersenyum sambil meremas batangnya… garang kelihatannya.


“Eh… itu..!” Shaun ingin sekali… ia menunjuk ke kontolnya.


Terpaksa akupun mengocok kontolnya… Shaun kembali mendesah. Aku kembali merasakan kekuasaan… kali ini aku berkuasa atau tubuh Shaun, dan tanganku dapat membuat ia mengerang atau merintih…


Kali ini aku duduk di tempat tidur dan mengocok kuat kontolnya. Susah juga kalo hanya pake 1 tangan, terpaksa aku harus bangun…


“Masih lama? Capek…” Aku mengeluh, udah ngantuk.


“Gini supaya cepat!” Shaun menaruh tangannya diatas toketku… masih dari luar. Aku membiarkan saja…


“Aauuu… ihhhh reseh amat!” Aku hanya tertawa ketika tangannya mulai meremas toketku.


“Titien… ahhhh… Titien… aku cinta padamu…!” Shaun kembali meracau, kontolnya mulai berdenyut. Keknya gak lama lagi keluar… Ternyata dengan meremas toketku nafsunya naik berlipat ganda…


Aku kembali menfokuskan diri pada kocokanku… makin kuat, makin erat… Shaun gak mampu lagi bertahan.


“Ahhhhhhhhhhhhhh!” Terasa beberapa kali semprotan pejuh ke angkasa, dan jatuh di tubuhnya sendiri. Aku mengocoknya perlahan supaya kontolnya tidur. Shaun masih merem-merem menikmati orgasmenya.


“Gimana?” Tanyaku ketika Shaun membuka mata.


“Indah, bulat… eh, kenyal lagi!”


“Eh, maksudnya?”


“Auuuhhhh” Shaun meremas toketku, kali ini cukup kuat. Aku sampe mendesah…


“Astaga!” Aku baru sadar kalo toketku sudah dikeluarkan dari baju. Aku gak menyadari kalo dari tadi ia sudah melihat dan merabanya sampai puas. Aku lupa kalo aku gak pake bra…


“Sekarang giliranku…!” Shaun kini bangun.


“Eh, Shaun jangan…” Penolakanku tidak digubrisnya… dan aku hanya bisa pasrah ketika bibirnya mengecup kedua puttingku.


“Eh udah dong… ampun…!” Aku terus mendesah.


Tangan Shaun dengan lincahnya meremas dan membelai toketku, sementara kulumannya maut, rasanya pentilku mau tercabut. Aku benar-benar menikmatinya… Shaun memang jago memuaskan wanita.


“Astaga Shaun!”


Sementara ia nenen, tangan kanannya mulai turun dan masuk kedalam CD yang ku pakai. Dengan lincah Shaun mencari itil-ku, dan tangannya segera bergerilya disana…


“Jangan ke situ… ahhhhh”


Tanganku menggenggam tangan kanannya yang nakal, tetapi aku membiarkan saja jarinya bermain-main ke bagian tubuhku yang paling sensitive.


“Ahhhhhh.. ahhhhh… ahhhhh….” Aku terus mendesah kegelian. Yang ini enak sekali.


Shaun makin mempercepat gerakannya… pinggulku mulai kelojotan, dan tubuhku bergetar… makin lama makin kuat.


“Argghhhhhhhhhhhhhh”


Tak sampai 1 menit kemudian aku orgasme akibat dari permainan lidahnya di toketku, dan permainan tangannya di klitorisku.


-----


Aku masih tertawa kecil di tempat tidur. Wah, ternyata aku juga mesum sekali tadi malam…


Aku masih sempat melirik kontolnya… besar, panjang mungkin hampir sama dengan Ryno… tapi ini berurat, kelihatan kekar dan ganas. Tak tahan mulai ku pegang… batangnya mulai mengeras.


Wah, gimana rasanya kalo dientot kontol ini? Tadi malam aja sudah enak sekali, padahal itu baru tangan dan mulutnya.


“Ehhhhhh!” Tangan Shaun mulai bergerak. Aku cepat-cepat melepaskan kontolnya dan turun dari tempat tidur. Langsung aja aku pergi ke kamar mandi dan menutup pintu.


Bunyi air terdengar dari shower di atas, aku cepat-cepat membuka pakaianku. Aku melihat ke toketku yang kini sudah ada 2 tanda merah hadiah semalam.


Astaga!


Mudah-mudahan cepat ilang. Cepat aku mengguyur tubuhku di bawah shower. Airnya terasa dingin enak… aku suka seperti ini. Uuhhhh segar!


Bruk… pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Shaun langsung masuk…


“Eh, Shaun…!?!” Aku terkejut dan cepat-cepat membalikkan badan. Aku baru sadar kalo pintu kamar mandi ini gak bisa dikunci.


“Jangan masuk, gak lihat orang lagi mandi?” Aku bingung buat apa, tubuhku telanjang bulat di bawah shower.


“Mandi aja terus, aku mau beol, kok! Udah kebelet… gak bisa tahan lagi!” Shaun langsung duduk di toilet.


“Tutup mata dong, aku lagi telanjang!” Aku baru menyadari kamar mandi ini gak ada shower curtain. Aku mulai memakai sabun sambil terus berbalik belakang… terus mengintip supaya ia gak melihatku.


“Titien… tubuhmu udah beberapa kali aku lihat, jadi gak perlu ditutup kok!” Kata Shaun.


“Ihhh ngarep!” Aku tertawa… benar juga.


“Lagian ngapain kamu balik belakang, ada cermin didepanmu!”


“Ehhh… aduhhhh ihhhhh, mesum!”


-----


POV Ryno


‘Astaga, ternyata beneran. Aku kira cuma mimpi!”


Aku bangun pagi mendapati tubuh ku telanjang bulat. Eh, bukan cuma itu, ternyata ada seorang gadis cantik tidur didekatku. Telanjang lagi… hanya ditutupi oleh selimut.


Deyara!


Aku kembali menatapi wajah cantiknya yang lagi tertidur. Gadis yang sangat cantik dengan tubuh yang sangat mengairahkan… ‘Maaf Lita, aku bukan kakak yang baik, aku manusia biasa. Yang tergoda dengan kecantikanmu…’


Wajah itu… mengingatkanku kepada seseorang.


Deyana! Cinta pertamaku… gadis yang mengambil sebagian besar hatiku dan membawaku ke Manado. Bukan cuma wajahnya yang sama. Keharumannya juga… kulit mulusnya sama… eh, bahkan kemanjaannya mirip banget.


Deyana yang sangat manja tapi juga perhatian. Ia juga sangat menyenangkan di tempat tidur.


“I miss you, Deya!” Aku mencium dahi gadis itu… lalu kedua pipinya. Dan terakhir bibirnya yang kini setengah terbuka.


Aku mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam.


“Kak, aku tidur sini yah…” Deya membaringkan badannya disampingku. Astaga, anak ini hanya mengenakan baju tidur yang sangat tipis… pentil toketnya kelihatan menonjol.


“Eh, Lita.. jangan…”


“Kenapa Kak?” Deya bertanya lagi.


“Enggak.. gak boleh. Nanti Titien marah.”


“Kak Titien kan gak pulang malam ini, aku takut hanya sendiri di rumah besar ini. Terasa angker lho kak! Deya takut, jadi Kak Ryno harus lindungi.” Ada-ada aja alasannya. Aku hanya bisa tersenyum.


“Tapi…?”


“Tapi kenapa kak?”


“Aku gak pake baju!”


“Huh? Kakak tidur telanjang?”


Aku mengangguk.


Deya memperhatikan selimut tipis yang ku pakai… ada bagian yang menonjol di bawah perut. Kelihatan banget kalo lagi sange…


“Kak… aku masuk dalam selimut yah! Dingin…”


“Iya, tapi jangan dekat-dekat.” Kataku. Deya cuek aja. Tubuhnya masuk dan langsung memelukku.


“Ahhhh…” Aku merasa sebuah bongkahan padat ditempelkan ke badanku..


“Cium dong…?”


“Aku gak tahan lagi, langsung nyosor ke bibirnya…”


Ia menarik tanganku masuk ke balik gaunnya dan menyentuh toketnya. Sementara itu tangan satunya turun ke bawah…


“Hihihi.. tegang yah!” Deya tertawa kecil.


“Kamu sih!”


“Kakak lucu, masak sange sama adik sendiri…!” Ia terus memojokkanku.


“Ih, kamu kan udah besar... udah seorang gadis yang cantik, mana bisa aku tahan.”


“Jadi maunya apa?” Ia menatapku menantang.


“Tidur yuk…” Aku harus bertahan.


“Oke…” Deyara tersenyum…


Deya bergerak-gerak di dalam selimut, gak tahu apa yang dibuatnya… tak lama kemudian diam. Eh, kali ini tangannya mulai bergerak mencari kontolku yang masih menjulang tegang.


“Kak, pegang ini…” Deya menuntun tanganku ke dadanya… dan membimbingku untuk meremas buah dada yang padat itu. Aku merasa langsung bersentuhan kulit dengan kulit…


“Eh, mana baju tidurmu?”


“Ta-da…!” Deya mengeluarkan bajunya, lengkap sampai ke CD-nya. Artinya gadis itu udah telanjang.


Dibalik selimut kami saling meraba. Pikiranku makin melayang, membayangkan sementara tidur berdua telanjang bulat dengan seorang gadis cantik nan seksi. Dan tangannya sementara mengocok kontolku…


“Mau di keluarkan?” Deya bertanya sambil tersenyum.. “Keknya gak bisa tidur kalo gak dikeluarkan kan?”


Aku hanya bisa mengangguk pelan.


“Hihihi… kakak mesum” Deyara tertawa menggodaku. Tiba-tiba ia membuka selimut kami berdua dan langsung duduk di tempat tidur mengocokku…


“Enak…?” Pake tanya-tanya lagi. Aku hanya merem-merem aja… tanganku mencari toketnya.


“Tuh kan mulai nakal!” Deya menggoda, tapi aku hanya diam aja menikmati.


“Deya, tambah cepat… udah dekat! Terus…. Terus…. Ahhhhhhh” Akhirnya aku keluar juga. Lega rasanya… kocokan Deya mantap, eh bukan cuma Deya sih, keknya kocokan cewe mana aja pasti lebih enak dari coli sendiri, hehehehe….


Ia membiarkan aku beristirahat sejenak… kemudian ia naik ke tubuhku.


“Kak, cium….!”


“Iya… tunggu yah!” Aku menarik nafas panjang.


Tak lama kemudian kita berdua larut dalam ciuman panjang yang nikmat. Sampai tertidur…


-----


Aku masih senyum-senyum mengingat peristiwa itu. Apa ada lanjutannya yah?! Deyara… kamu sungguh menggoda, sungguh nakal, sungguh cantik dan seksi kek kakakmu.


Tak terasa aku mendekapnya lagi, membenamkan kepalanya di dadaku, dan menciumi keharuman rambutnya. Mudah sekali jatuh cinta padamu…


“Kak! Aku lagi diapain?” Deya ternyata sudah bangun.


“Lagi dipeluk, gak mau?” Aku membelai rambutnya sambil tersenyum.


“Oke deh, tapi…” Ia menggantung.


“Tapi apa?”


Deya mengeliatkan badannya, dan merayap naik keatas, hingga kepalanya sejajar denganku. Mungkin minta cium lagi… eh, ternyata tidak. Ia berbisik di telingaku…


“Aku mau Kak Ryno tanggung jawab!”


“Eh???” Aku gak ngerti.


“Tadi malam kan sudah ku buat orgasme, sekarang giliranku yang dikasih nikmat!” Ia makin vulgar aja…


“Mau petting?” Aku bertanya. Memang sudah seharusnya…


“Ngentot aja langsung, Kak…” Ia sudah pasrah, dari kemarin menggoda terus.


“Huh? Tidak boleh, kamu masih perawan… petting aja yah?”


“Terserah, yang penting aku harus puas!” Deyara terus tersenyum.


Aku segera duduk dan mulai menatap tubuh telanjangnya… seperti biasa dimulai dengan ciuman yang intim…


Tanganku mulai permainkan toket indah itu… terasa pas di tangan… Deya mulai bergelinjang… melenguh!


Ciumanku turun ke leher dan membuat ia kegelian… terus turun melalui lembah di dadanya, aku memilih toket kirinya. Bongkahan dada yang paling sensitive karena dekat dengan jantung… Tak lama kemudian putingnya sudah berada di dalam mulutku…


Deya mulai mendesah, nafasnya berat dan tidak teratur…


Mulutku makin rakus, bergantian dari bongkahan satu ke bongkahan yang lainnya. Sekarang aku menambah daya seranganku. Tanganku bergerak ke bawah, menuju ke memeknya yang sudah basah… dan mulai menyosor melalui belahan itu untuk mencari klitorisnya. Deya makin kepayahan… ia terus mendesah kuat!


“Enak sayang…?” Aku sengaja menghentikan seranganku.


“Kak… terus dong!” Deya mengejar tanganku… tubuhnya terus menggeliat menahan nafsu.


“Sekarang kamu tahu rasanya dikentangin, kan?” Aku meledeknya.


“Kak! Terus… ayo dong!” Deya menarik tanganku dan diletakkan di memeknya. Wajahnya memelas menahan sange…


Akhirnya aku rasa kasihan juga… aku mendekatkan wajahku ke memeknya… benar-benar sempit. Deyara ternyata sangat memperhatikan keindahan memeknya, tembem…bersih, dengan rambut sedikit dan diatur rapi, dan bau harum menggoda.


Memek ini bisa membuat orang mabuk, lho!


Kali ini belaian di klotorisnya digantikan dengan lidahku… semua teknik yang kupelajari mulai ku keluarkan, baik ketika lidahku bergoyang cepat secara vertical, sambil mulutku menyeruput mengisap itilnya, terus lidahku menjilat kasar menyelusuri dinding labia…


Deya langsung bersuara keras, kadang mirip jeritan, rintihan, desahan dan erangan. Semuanya bersatu menyatakan kalo ia udah terbuai dengan seranganku… mana bisa gadis yang masih hijau ini bisa bertahan?


“Ahhhhhhh ahhhhhhhh…..”


Tubuhnya mulai bergetar… berelojotan… kejang-kejang… dan akhirnya terangkat tinggi melengkung indah menjemput orgasmnya…


Nama Deya akhirnya tergores menjadi salah satu gadis yang telah merasakan permainan lidahku yang menjadi legenda diantara para gadis…


Deyana… Brenda… Titien… Naya… Della… Devi… kini Deyara… Gadis itu masih terkulai pasrah, gak bisa bergerak. Apa dia pingsan yah?


“Gimana sayang, enak?”


Deyara belum bisa bicara… hanya matanya yang sayu yang menandakan kalo ia masih sadar.

-----

Sambungan dibawah
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd