Sambungannya
Setelah menelpon Titien dan janjian langsung ketemu di rumah duka, pada waktu pemakaman Della, aku segera membawa mobil Pregio Naya dari Manado menuju ke kampong Della, yang letaknya di Tompaso Baru. Jarak antara rumah duka dengan Villa Naya di Modoinding hanya sekitar 20 km. Tadi sebelum berangkat Landa telpon meminta saya menjemput seorang saudara Della di Manado, yang juga akan pulang mengikuti acara pemakaman. Boleh lah, hitung-hitung ada teman sepanjang perjalanan selama 5 jam.
Astaga, orang yang aku jemput ternyata seorang gadis yang sangat cantik, masih muda, mungkin SMA. Wajahnya yang manis mirip sekali dengan Della, hanya lebih muda.
Baru sekarang aku jadi gugup di depan seorang gadis, biasanya aku dengan PD-nya tebar pesona di depan para gadis. Aku cepat-cepat merapikan baju dan rambutku, serta membersihkan tempat duduk mobil cepat-cepat. Gadis ini harus duduk di depan, menemaniku.
Setelah salaman dan membuka pintu, aku mulai start mobil dan memulai perjalanan panjang. Ihhh geblek sekali, sudah salaman tadi gak tanya nama. Aku melirik kepadanya, gadis itu juga menatapku kemudian tersenyum manis dan malu-malu menunduk. Wah, prospek bagus ini.
“Eh, kita belum kenalan. Aku Edo, teman baik Della…!” Aku kembali mengulurkan tangan dengan percaya diri.
“Aku adik Darla, adik Della!” Gadis itu menyambut tanganku dan tersenyum.
‘Astaga… itukan gadis yang disuruh Della aku jaga’ Hehehe, kayaknya sebelum ia pergi, Della sempat menunjuk penggantinya kepadaku.
“Edo…” Cewek itu mau bertanya tapi malu-malu.
“Yah?”
“Eng…. Eh!”
“Apa, ngomong aja, gak usah malu-malu!” Duh mulut itu kalo tersenyum manis sekali.
“Eh… sudah dong tangannya…!”
Astaga, tanganku dari tadi masih menggengam tangannya yang hangat. Ia menatapku sambil tersenyum.
“Eh… maaf!” Aku sebenarnya gak lupa, tapi keenakan.
“Gak apa-apa!”
“Aku hanya mau kau tahu!” Mulutku langsung gombal.
“Apa?”
“Aku tak akan melepaskanmu ….!” Aku menatapnya tajam. Ia juga menatapku, dan tatapannya berbinar-binar penuh cinta.
“Edo … lihat jalan dong!”
-----
Aku kemudian muncul bersama Darla di Villa milik keluarga Naya. Ketika bertemu dengan teman-teman, aku dengan bangga langsung memperkenalkan Darla, adik Della. Gadis itu sudah akrab denganku dan gak malu-malu langsung mengandengku mesra. Hehehe… udah dimodusin sepanjang jalan.
“Kalian sudah jadian?” Titien bertanya penasaran. Pasti karena melihat tatapanku.
“Eh… gak… ehhhh…. Aduhh!” Darla kelihatan malu-malu melepaskan tangannya. “kami baru berkenalan tadi pagi!”
“Begini Titien, status kami sekarang masih PDKT, baru sebentar malam rencananya aku nembak!” Della mencubitku tapi ia tersenyum malu. Titien langsung tahu.
“Edo.. jangan pura-pura lagi, aku dengar kok pesan Della supaya kamu cari si adiknya…! Eh, Darla, kalo Edo gak bisa bikin kamu bahagia, bilang padaku yah!” Kata Brian meledek.
“Hush… udah nakal yah?” Aku meledek Brian dan mencubitnya. Aku mendekat kepada Darla dan mengandengnya. Ia kelihatan senang sekali…
Tak lama kemudian kami sudah melaju menuju ke kampung, menghadiri pemakaman Della. Setelah pemakaman, Darla ikut denganku nginap di Villa Naya. Kami rencana tinggal lagi satu malam sebelum pulang ke Manado bersama dengan Naya dan rombongan.
Rencana dalam perjalanan pulang ke Manado, kami akan singgah di rumahnya Mbak Vicka, dan melayat jenazah Chika. Brenda malah menyiapkan uang santunan dari badan intel Amerika yang akan diberikan kepada Kak Vicka yang mengurus dia. Menurut Titien ini mungkin rencana terbaik bagi gadis itu.
-----
Sore itu kami bercanda di beranda sambil menikmati indahnya Danau Moat. Titien ikutan masak dengan penjaga villa dan membawa beberapa makanan ringan, ada kolak ubi dan juga gorengan. Aku senang sekali karena Darla langsung dekat dengan Titien, Brenda dan Naya. Ia merasa senang dianggap teman menggantikan posisi Della.
“Ding dong!” Titien segera pergi ke pintu. Ternyata kedua orang tuanya datang bertamu. Pasti mau kenalan dengan Brian. Pantasan cowok itu kelihatan jauh lebih rapi, pake celana panjang segala. Biasanya celana basket, eh, ternyata mau ketemu calon mertua. Hehehe…
Orang tua Titien ternyata asyik juga lho, bercanda dengan anak-anak muda. Mereka juga ternyata sudah sangat akrab dengan Naya... adiknya Nando.
Menurut mereka, kemarin Om Agus telpon suruh Brian nginap di rumah satu malam. Mereka semua sudah mengenal Brian dari cerita-cerita Deyana, yang ternyata sepupu Titien. Wah, hebat juga si Romeo… pisah dengan Deyana, justru jadian dengan sepupunya.
Eh… mungkin mirip dengan aku, sih. Ditinggal Della yang terbunuh, kini jadian dengan adiknya. Adiknya ternyata bawelnya sama dengan Della… tapi ia kayaknya sudah sayang banget ke aku… seperti kakaknya. Kecantikannya sih sama, malahan mungkin lebih cantik sedikit. Tatapan nakalnya juga sama… postur tubuhnya sama… eh, tadi malam waktu pelukan sempat nyerempet ke toketnya, dan kayaknya sama padat tuh dengan Della. Pasti memeknya juga sama legit… Ih… kok ngomong sampe ke situ! Jangan dulu, baru jadian.
Wah… aku rasa kasihan sama Brian yang diledek habis-habisan oleh anak-anak nakal itu. Apalagi Shaun dan Brenda yang menceritakan kenakalan Brian sejak masih SMA. Untunglah Brian sempat bernafas lega ketika Titien bercanda bilang Brenda itu calon anak mantu juga!
“Huh Doni? Ih masih kecil...” Ayah dan ibu Titien hanya tertawa.
“Doni masih kecil? wah udah besar gitu masih dibilang kecil?” Brenda bercanda. Untung Titien segera main mata suruh diam. Hehehe… Eh, mana anak itu?
Akhirnya Doni muncul juga, datang dengan motor kayaknya ada belanja sesuatu. Masuk pintu dia langsung teriak-teriak mencari kakaknya. Gayanya membuat heboh villa itu.
“Kak Titien…!” Doni mencari Titien. Gadis itu malah cepat-cepat bersembunyi tapi ketangkap. Kayaknya mau menghindar.
“Kak Titien, ini uang kembaliannya!” Doni memberikan uang kepada Kakaknya.
“Eh, Doni! Emangnya Titien suruh beli apa?” Mamanya Titien bertanya.
“Itu, kemarin Kak Titien suruh beli kondom satu pak!” Kata Doni dengan polosnya… Aku dan Darla sampe kaget. Brian langsung pucat, sedangkan Shaun, Naya dan Brenda sudah menahan tawa tapi gak berani bilang apa-apa.
Keadaan sudah tegang sekali. Titien sendiri sampe melongo bingung, pasti kalo gak ada orang sudah lama ditabok anak itu.
“Apa kamu bilang?” Ihhh galak juga ayah Titien. Ia tampak kurang senang…
“Eh aku bilang apa? Eh Titien kemarin suruh beli pembalut…” Kata Doni mengoreksi.
“Hahahaha…” Naya dan Brenda langsung tertawa, sedangkan Titien dan Brian langsung bernafas lega. Doni sempat main mata ke kakaknya… astaga, kayaknya sengaja tuh!
Untung orang tua Titien hanya menanggapi dengan santai dan terus bercanda. Tapi Titien dan Brian masih pucat.
Nanti setelah orang tuanya pulang baru Titien dan Brian diledek habis-habisan. Doni benar-benar jahil, eh baru kali itu aku lihat Titien mati kutu. “Hahahaha”
Kami masih tertawa-tawa ketika Doni menculik Brenda dan membawa gadis itu dengan perahu berkeliling danau Moat. Mereka pergi ke sebuah sudut yang sunyi… ih, pasti mesum lagi.
“Brenda… hati-hati. Ingat ada ular putih?” Aku meledek mereka. Tampaknya mereka lagi asyik di danau.
Tak lama kemudian kelihatan kedua orang itu berpegang ke perahu kecil yang sudah terbalik. Mereka berenang dari menuju dermaga mencari perlindungan. Aduh kasian, pasti dingin. Danau ini memang dingin airnya karena hawa ditempat ini.
Kami segera berdiri di dermaga melihat kalau-kalau mereka butuh pertolongan. Mereka kini sudah dekat dan segera ditarik keatas.
“Astaga? Huh! Doni? Brenda!” Kami semua kaget ketika menarik mereka ternyata lagi telanjang bulat. Begitu naik, Brenda langsung cepat-cepat menutupi bagian-bagian intimnya, tapi terlanjut dilirik oleh penjaga villa. Hehehe… rasain. Pantasan perahu sampe terbalik, orangnya mesum… Doni malah masih meringis-ringis kesakitan. Ternyata seekor belut masih menempel mengigit kontolnya… astaga!
“Hahahaha…” Semua orang justru menertawakan kesialan Doni.
“Yah, ular putihnya hilang begal, kalah sama belut!” Brian mulai melucu.
“Kak Tien, ini kan harus diamputasi... atau tumbuk sampai halus?” Naya ikutan meledek Doni.
Aku hanya tertawa-tawa sambil memandang Darla yang masih memeluk pinggangku.
-----
Setelah sekian lama tidak pernah lagi menginjak rumah keluarga Nando, malam ini kami kembali kumpul disini. Rumah kediaman orang tua Naya ini sangat luas dan mewah, maklum mereka adalah pengusaha yang berhasil. Dan Orang tua Naya membuat pesta ulang tahun yang meriah bagi anak gadisnya. Eh, begitu bertemu denganku mereka memelukku lama. Katanya rindu… Aku juga memperkenalkan mereka ke Brian dan mereka senang sekali.
Ketika memasang lilin, orang tua Naya meminta ku untuk berpose dengan mereka. Astaga, aku sudah dianggap seperti anak mereka sendiri. Ini pasti ulah Naya yang terus menceritakan tentang pentingnya diriku. Sayang habis pesta orang tuanya langsung terbang lagi ke Jakarta.
Justru setelah orang-tua dan keluarga Naya pulang, pesta makin meriah. Biasalah, ketika orang-orang muda berkumpul pasti rame. Dan aku mendapat kesempatan bertemu kembali dengan teman-teman Naya dan Nando yang hampir semuanya sudah ku kenal. Memang sih hanya 20-an orang yang diundang, umumnya teman kelas dan sahabat dekat.
Dengan bangga aku memperkenalkan pacarku yang ganteng… Brian memang tampil beda. Aku memaksanya untuk pake baju rapih lengkap sampe celana panjang dan jas. Shaun juga ikutan rapih, padahal kalo tidak diancam mereka akan muncul dengan celana basket.
Ih… inikan pesta Naya, kenapa justru aku merasa menjadi bintangnya? Tapi Naya juga bahagia kok. Ia dipaksa ciuman dengan Shaun dan disuruh dansa pertama. Suasana tampak sangat indah…
Diakhir acara, pas sebelum tamu-tamu pulang aku memimpin acara khusus buat Naya, yaitu Ia harus membuka hadiah dan mendapat ucapan selamat khusus dari pemberi hadiah. Tentu saja tidak semua, hanya teman-teman dekat dan terutama dari grup kami.
Tentu saja hadiah pertama dari Shaun… eh Shaun sebenarnya lupa beli hadiah, tapi ia ingat sudah memberikan hadiah khusus untuk Naya sejak bulan lalu. Sebuah karya tanah liat buatan tangannya sendiri waktu di Pulutan. Dan ketika dibuka, Naya langsung pucat. Sebuah kontol tanah liat warna putih, dan ujungnya dikasih mata.
“Wah ular putih!” Kata Edo, dan disambut dengan tawa. Eh, hadiahnya mungkin bisa jadi dildo ketika mereka harus LDR. Hehehe…
Shaun secara diplomatis berkata itu hanya simbolnya, hadiah utamanya nanti sebentar malam! Huhhh… teman-teman Naya sampe ribut dengan komentar Mesumnya.
Brian memberikan hadiah sebuah boneka lucu yang cute… eh ternyata boneka tarsius. Kami langsung tertawa mengingat kejadian lucu melibatkan binatang itu.
Ketika hadiahku dibuka, Naya langsung tersenyum. Sebuah lingerie yang sangat seksi dan transparan. Aku menyuruhnya memakai itu sebentar malam. Kembali hadiahku disambut dengan tertawa.
Doni memberikan sebuah kaos oblong, eh ada tulisannya. Ketika disuruh perlihatkan kami tertawa dengan kata-katanya: “Kecil-kecil gini, punya pacar besar lho!”
Brenda tambah kacau lagi. Hadiahnya ternyata sebuah celana dalam yang pake alat getar… lengkap dengan remotenya. Suasana langsung rame.
Dan satu-satunya hadiah yang paling kacau diberikan oleh Edo. Ketika Naya membukanya, ternyata isinya sebuat alat tes kehamilan. Naya langsung ngamuk-ngamuk mencubit cowok itu.
-----
Dari tadi Edo terus menghindari kami, mungkin karena ada pacarnya. Tetapi ketika tamu-tamu pulang, mau gak mau ia membawa Darla datang mendekat, dan kembali cewek itu jadi sasaran ejekan Shaun dan Brian.
“Edo, bilang dong jujur, mana lebih enak? Della atau adiknya?” Darla hanya tersipu malu.
“Hush… masih perawan tuh! Kayaknya Edo belum mampu bolongin, kan?” Brian meledek Edo dan Darla. Cewek itu tambah tertawa tersipu.
“Kalo begitu, sini aku bantu perawani!” Kata Shaun sambil mendekat ke Darla, sehingga cewek itu langsung lari menghindar sambi tertawa.
“Eh, Darla… kamu harus berterima kasih padaku. Karena aku Edo jadi hebat lho taklukan wanita. Eh, kamu mau aku kasih ajar jurus-jurus mengalahkan cowok! Pasti pacarmu keok-keok di ranjang!” Brenda tambah meledek gadis itu.
Aku merasa kasihan sama cewek itu, dan langsung memeluknya. “Hush… Darla masih SMA jangan dulu kasih ajar mesum.”
Dari tadi Darla hanya diam saja, mungkin ia merasa risih. Darla menatapku berterima kasih. Aku hanya berbisik bilang jangan perhatikan mereka, udah dari sono-nya suka bercanda.
----
Akhirnya seminggu setelah datang dari Modoinding sudah berlalu. Saatnya berpisah. Delapan minggu ternyata cepat sekali berlalu, padahal Brian sudah berkali-kali menunda kepulangan mereka. Tapi sekarang mereka harus menghadiri persidangan.
Aku, Naya dan Edo sudah selesai mengurus pendaftaran kuliah, semester baru sudah dekat. Kami sudah-siap-siap ke kelas lagi, sedangkan aku sudah mendaftar untuk skripsi. Darla malah sudah kembali ke bangku sekolah. Eh, kali ini ia sudah pindah sekolah di Manado dan diberikan akomodasi gratis di kos baru Naya, eh salah. Itu kos ku, Naya sudah terus terang. Tapi statusnya pending karena kos asli Naya masih dalam renovasi.
Hari ini sangat cerah tetapi hatiku terasa mendung. Kami mengantar Brian, Brenda dan Shaun ke airport untuk berangkat kembali ke Amerika Serikat. Masih jam 12 siang kami sudah tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado, bersiap-siap cek in di pesawat Airbus A220 milik maskapai Silk Air yang membawa mereka ke Singapore.
Walaupun sudah peluk-pelukan dan ciuman dari tempat kos, tetapi aku masih memeluk erat Brian, sebelum mereka masuk ke ruangan cek-in. Ih, kenapa aku mellow gini, tuh Naya aja tegar melepas Shaun tanpa banyak merengek. Padahal sudah begitu banyak janji yang diucapkan…
Aku kembali mengingat pertemuan pertama di tempat ini waktu memegang kertas dengan nama-nama mereka. Sejak saat itu aku sudah tertarik kepada cowok ini… rasanya sulit untuk melepaskannya… seseorang yang begitu berarti, padahal baru kenalan selama sebulan setengah.
Brian melepaskan dengan ciuman yang dalam penuh dengan perasaan. Mungkin nanti Desember baru kita bertemu kembali, setelah aku menyelesaikan pendidikan. Brian janji akan datang menengokku kalo aku belum bisa mengunjunginya.
Aku titip ke Brenda dan Shaun untuk menjaga Romeo baik-baik, seperti aku akan menjaga Naya. Edo dan Naya juga melepas mereka, tapi banyakkan dengan bercanda.
“Edo, Darla udah dibolongin belum?” Brenda siap meledek lagi.
“Eh, belum sih… masih segel!” Edo kayaknya menemukan cinta sejatinya.
“Tahu gak, gadis seperti ittu biasanya suka gaya doggy!” Brenda kasih tip sambil memicingkan mata kirinya. Kami hanya tertawa…
Eh, Landa dan Devi juga turut mengucapkan selamat tinggal dan terima kasih. Keduanya berterima kasih sudah dilepaskan dari geng Kobe dan bebas dari tuntutan. Terutama Devi, karena pada akhirnya ia bekerja sama melawan Mr. Logan.
Akhirnya dengan belaian tangan, Brian, Shaun dan Brenda masuk kedalam pemeriksaan sekuriti, sambil meneteng bawaan mereka. Itu mungkin kali terakhir aku melihat mereka.
Aku dan Naya berjalan pelan-pelan ke mobil. Rasanya hati kami sudah ikutan berangkat. Eh, ternyata Naya tidak setegar yang aku kira. Tepat didalam mobil ia menangis tersedu-sedu.
“Udah dong, Nay! Gak usah bersedih lagi…!” Aku menghiburnya.
“Kak Titien enak, cowoknya romantis pake cium-ciuman waktu pamit. Tuh, Shaun gak pamit sama sekali. Masak cewek sendiri dicuekin padahal sudah mau berpisah. Gak ada lagi kejelasan hubungan kami kedepan gimana!” Naya masih nangis.
“Emangnya Shaun gak bilang apa-apa? Kamu harusnya tanya tadi malam!” Aku kaget.
“Kak, satu malam Naya dicuekin. Bukannya ngomong dengan Naya, malah sibuk skype dengan advisornya sama pimpinan fakultas. Naya bingung maunya Shaun gimana!” Naya terus bersedih, dan aku kembali membiarkan dadaku menjadi tempat ia menangis tersedu-sedu.
Mobil mulai berjalan, Edo sendirian di depan, sedangkan Naya bersama aku di kursi kedua.
“Terus aku ini gimana kak?” Naya masih terisak, akupun coba menghiburnya.
“Naya gak perlu sedih, walau Shaun sudah pergi kan sudah dikasih itu... dildo yang ia buat dari tanah liat! Custom made lho, khusus untuk Naya. Kalo kakak justru gak ada.” Aku ledek dia supaya jangan sedih.
Hehehe, berhasil Nayanya langsung ketawa walau masih sedih.
“Nanti dipinjamin kok! Kakak aja yg pake duluan…” Naya tersenyum.
“Ih, harus Naya dong yang ajarin, itukan replikanya kontol Shaun...” Aku meledek dia dan langsung disambut cubitan Naya. Tapi gak lama kemudian gadis itu sedih lagi.
“Eh, jadi ceritanya Naya gak dapat jatah dong tadi malam?” Aku mengalihkan perhatiannya lagi.
“Ihhhh... kejamnya. Padahal aku juga mau balas dendam lho suruh Shaun entot kakak. Sayang tadi malam Shaun sibuk dengan skypenya. Padahal aku sudah siap-siap tarik kakak ke kamar.” Naya masih uring-uringan.
“Iya sih... padahal aku juga mau banget. Penasaran lho gimana permainan kontol besar Shaun. Kan tiap malam Naya sampe teriak2 keenakan... harus di share lho! Sayang yah aku gak sempat merasakannya” Aku meledeknya bercanda.
“Huh, Titien?” Edo sampai kaget, kayak serius aja.
“Yah, rugi dong... kak Tien gak bilang sih kalo mau...!” Naya kembali tersenyum.
“Gini Tien, kalo mau aku siap kok jadi dildo kamu. Eh.. Naya juga klo mau!” Edo menawarkan solusi. Aku hanya tertawa.
"Ihhh kalo gitu sih bukan dildo lagi, tapi gigolo... hahaha!" Aku hanya menertawakannya
“Hahaha... Ihh maunya... sana minta sama Darla” Naya ngamuk, tapi ia udah gak nangis lagi.
Tak terasa kita sudah berada di gate keluar, sementara antri bayar karcis keluar gate. Tiba-tiba ada orang ketuk pintu kuat-kuat.
“Shaun?” Aku sama Naya sama-sama kaget. Mungkin Shaun ada kelupaan sesuatu.
Ketika kami membuka pintu mobil, Shaun langsung naik. Nafasnya masih terengah-engah. Kayaknya ia tadi kejar mobil ini dari tempat parking.
“Kamu gak pergi? Jangan-jangan lupa paspor lagi?” Aku bertanya.
“Aku gak berangkat. Tadi malam advisorku sudah setuju aku penelitian di Manado... jadi rencana tinggal sini tambah 3 bulan lagi, baru pulang kalo data sudah rampung dan siap maju skripsi.” Kata Shaun sambil terengah-engah mencari nafas.
“Astaga, beneran?” Naya terpekik kaget.
“Iya dong! Memangnya kamu lihat aku bawa koper? Gak kan?” Shaun membela diri.
“Kenapa baru bilang?” Naya masih gak percaya.
“Kamu gak tanya! Udah aku cape, mau tidur dulu ngantuk. palingan bentar malam mau threesome, jadi harus kumpul tenaga. Eh, Brian sudah ijinkan loh aku gantiin dia puasin Titien selama aku disini!” Shaun segera pindah ke kursi belakang untuk tidur.
“Huh?” Naya dan aku berpandangan terkejut.
“Ihhhh…” Aku ingat kata-kata terakhir Shaun.
“Kak Tien gak lolos lagi malam ini, hehehe” Naya memegang tanganku dengan erat. ‘Astaga kata-kataku tadi jadi bumerang. Wah, aku harus siap-siap, pake alasan apa yah. Bahaya ini, bisa-bisa malam ini ada kontol kedua yang akan masuk ke memekku.’ Aku tersenyum sendiri.
-----
Setelah menelpon Titien dan janjian langsung ketemu di rumah duka, pada waktu pemakaman Della, aku segera membawa mobil Pregio Naya dari Manado menuju ke kampong Della, yang letaknya di Tompaso Baru. Jarak antara rumah duka dengan Villa Naya di Modoinding hanya sekitar 20 km. Tadi sebelum berangkat Landa telpon meminta saya menjemput seorang saudara Della di Manado, yang juga akan pulang mengikuti acara pemakaman. Boleh lah, hitung-hitung ada teman sepanjang perjalanan selama 5 jam.
Astaga, orang yang aku jemput ternyata seorang gadis yang sangat cantik, masih muda, mungkin SMA. Wajahnya yang manis mirip sekali dengan Della, hanya lebih muda.
Baru sekarang aku jadi gugup di depan seorang gadis, biasanya aku dengan PD-nya tebar pesona di depan para gadis. Aku cepat-cepat merapikan baju dan rambutku, serta membersihkan tempat duduk mobil cepat-cepat. Gadis ini harus duduk di depan, menemaniku.
Setelah salaman dan membuka pintu, aku mulai start mobil dan memulai perjalanan panjang. Ihhh geblek sekali, sudah salaman tadi gak tanya nama. Aku melirik kepadanya, gadis itu juga menatapku kemudian tersenyum manis dan malu-malu menunduk. Wah, prospek bagus ini.
“Eh, kita belum kenalan. Aku Edo, teman baik Della…!” Aku kembali mengulurkan tangan dengan percaya diri.
“Aku adik Darla, adik Della!” Gadis itu menyambut tanganku dan tersenyum.
‘Astaga… itukan gadis yang disuruh Della aku jaga’ Hehehe, kayaknya sebelum ia pergi, Della sempat menunjuk penggantinya kepadaku.
“Edo…” Cewek itu mau bertanya tapi malu-malu.
“Yah?”
“Eng…. Eh!”
“Apa, ngomong aja, gak usah malu-malu!” Duh mulut itu kalo tersenyum manis sekali.
“Eh… sudah dong tangannya…!”
Astaga, tanganku dari tadi masih menggengam tangannya yang hangat. Ia menatapku sambil tersenyum.
“Eh… maaf!” Aku sebenarnya gak lupa, tapi keenakan.
“Gak apa-apa!”
“Aku hanya mau kau tahu!” Mulutku langsung gombal.
“Apa?”
“Aku tak akan melepaskanmu ….!” Aku menatapnya tajam. Ia juga menatapku, dan tatapannya berbinar-binar penuh cinta.
“Edo … lihat jalan dong!”
-----
Aku kemudian muncul bersama Darla di Villa milik keluarga Naya. Ketika bertemu dengan teman-teman, aku dengan bangga langsung memperkenalkan Darla, adik Della. Gadis itu sudah akrab denganku dan gak malu-malu langsung mengandengku mesra. Hehehe… udah dimodusin sepanjang jalan.
“Kalian sudah jadian?” Titien bertanya penasaran. Pasti karena melihat tatapanku.
“Eh… gak… ehhhh…. Aduhh!” Darla kelihatan malu-malu melepaskan tangannya. “kami baru berkenalan tadi pagi!”
“Begini Titien, status kami sekarang masih PDKT, baru sebentar malam rencananya aku nembak!” Della mencubitku tapi ia tersenyum malu. Titien langsung tahu.
“Edo.. jangan pura-pura lagi, aku dengar kok pesan Della supaya kamu cari si adiknya…! Eh, Darla, kalo Edo gak bisa bikin kamu bahagia, bilang padaku yah!” Kata Brian meledek.
“Hush… udah nakal yah?” Aku meledek Brian dan mencubitnya. Aku mendekat kepada Darla dan mengandengnya. Ia kelihatan senang sekali…
Tak lama kemudian kami sudah melaju menuju ke kampung, menghadiri pemakaman Della. Setelah pemakaman, Darla ikut denganku nginap di Villa Naya. Kami rencana tinggal lagi satu malam sebelum pulang ke Manado bersama dengan Naya dan rombongan.
Rencana dalam perjalanan pulang ke Manado, kami akan singgah di rumahnya Mbak Vicka, dan melayat jenazah Chika. Brenda malah menyiapkan uang santunan dari badan intel Amerika yang akan diberikan kepada Kak Vicka yang mengurus dia. Menurut Titien ini mungkin rencana terbaik bagi gadis itu.
-----
Sore itu kami bercanda di beranda sambil menikmati indahnya Danau Moat. Titien ikutan masak dengan penjaga villa dan membawa beberapa makanan ringan, ada kolak ubi dan juga gorengan. Aku senang sekali karena Darla langsung dekat dengan Titien, Brenda dan Naya. Ia merasa senang dianggap teman menggantikan posisi Della.
“Ding dong!” Titien segera pergi ke pintu. Ternyata kedua orang tuanya datang bertamu. Pasti mau kenalan dengan Brian. Pantasan cowok itu kelihatan jauh lebih rapi, pake celana panjang segala. Biasanya celana basket, eh, ternyata mau ketemu calon mertua. Hehehe…
Orang tua Titien ternyata asyik juga lho, bercanda dengan anak-anak muda. Mereka juga ternyata sudah sangat akrab dengan Naya... adiknya Nando.
Menurut mereka, kemarin Om Agus telpon suruh Brian nginap di rumah satu malam. Mereka semua sudah mengenal Brian dari cerita-cerita Deyana, yang ternyata sepupu Titien. Wah, hebat juga si Romeo… pisah dengan Deyana, justru jadian dengan sepupunya.
Eh… mungkin mirip dengan aku, sih. Ditinggal Della yang terbunuh, kini jadian dengan adiknya. Adiknya ternyata bawelnya sama dengan Della… tapi ia kayaknya sudah sayang banget ke aku… seperti kakaknya. Kecantikannya sih sama, malahan mungkin lebih cantik sedikit. Tatapan nakalnya juga sama… postur tubuhnya sama… eh, tadi malam waktu pelukan sempat nyerempet ke toketnya, dan kayaknya sama padat tuh dengan Della. Pasti memeknya juga sama legit… Ih… kok ngomong sampe ke situ! Jangan dulu, baru jadian.
Wah… aku rasa kasihan sama Brian yang diledek habis-habisan oleh anak-anak nakal itu. Apalagi Shaun dan Brenda yang menceritakan kenakalan Brian sejak masih SMA. Untunglah Brian sempat bernafas lega ketika Titien bercanda bilang Brenda itu calon anak mantu juga!
“Huh Doni? Ih masih kecil...” Ayah dan ibu Titien hanya tertawa.
“Doni masih kecil? wah udah besar gitu masih dibilang kecil?” Brenda bercanda. Untung Titien segera main mata suruh diam. Hehehe… Eh, mana anak itu?
Akhirnya Doni muncul juga, datang dengan motor kayaknya ada belanja sesuatu. Masuk pintu dia langsung teriak-teriak mencari kakaknya. Gayanya membuat heboh villa itu.
“Kak Titien…!” Doni mencari Titien. Gadis itu malah cepat-cepat bersembunyi tapi ketangkap. Kayaknya mau menghindar.
“Kak Titien, ini uang kembaliannya!” Doni memberikan uang kepada Kakaknya.
“Eh, Doni! Emangnya Titien suruh beli apa?” Mamanya Titien bertanya.
“Itu, kemarin Kak Titien suruh beli kondom satu pak!” Kata Doni dengan polosnya… Aku dan Darla sampe kaget. Brian langsung pucat, sedangkan Shaun, Naya dan Brenda sudah menahan tawa tapi gak berani bilang apa-apa.
Keadaan sudah tegang sekali. Titien sendiri sampe melongo bingung, pasti kalo gak ada orang sudah lama ditabok anak itu.
“Apa kamu bilang?” Ihhh galak juga ayah Titien. Ia tampak kurang senang…
“Eh aku bilang apa? Eh Titien kemarin suruh beli pembalut…” Kata Doni mengoreksi.
“Hahahaha…” Naya dan Brenda langsung tertawa, sedangkan Titien dan Brian langsung bernafas lega. Doni sempat main mata ke kakaknya… astaga, kayaknya sengaja tuh!
Untung orang tua Titien hanya menanggapi dengan santai dan terus bercanda. Tapi Titien dan Brian masih pucat.
Nanti setelah orang tuanya pulang baru Titien dan Brian diledek habis-habisan. Doni benar-benar jahil, eh baru kali itu aku lihat Titien mati kutu. “Hahahaha”
Kami masih tertawa-tawa ketika Doni menculik Brenda dan membawa gadis itu dengan perahu berkeliling danau Moat. Mereka pergi ke sebuah sudut yang sunyi… ih, pasti mesum lagi.
“Brenda… hati-hati. Ingat ada ular putih?” Aku meledek mereka. Tampaknya mereka lagi asyik di danau.
Tak lama kemudian kelihatan kedua orang itu berpegang ke perahu kecil yang sudah terbalik. Mereka berenang dari menuju dermaga mencari perlindungan. Aduh kasian, pasti dingin. Danau ini memang dingin airnya karena hawa ditempat ini.
Kami segera berdiri di dermaga melihat kalau-kalau mereka butuh pertolongan. Mereka kini sudah dekat dan segera ditarik keatas.
“Astaga? Huh! Doni? Brenda!” Kami semua kaget ketika menarik mereka ternyata lagi telanjang bulat. Begitu naik, Brenda langsung cepat-cepat menutupi bagian-bagian intimnya, tapi terlanjut dilirik oleh penjaga villa. Hehehe… rasain. Pantasan perahu sampe terbalik, orangnya mesum… Doni malah masih meringis-ringis kesakitan. Ternyata seekor belut masih menempel mengigit kontolnya… astaga!
“Hahahaha…” Semua orang justru menertawakan kesialan Doni.
“Yah, ular putihnya hilang begal, kalah sama belut!” Brian mulai melucu.
“Kak Tien, ini kan harus diamputasi... atau tumbuk sampai halus?” Naya ikutan meledek Doni.
Aku hanya tertawa-tawa sambil memandang Darla yang masih memeluk pinggangku.
-----
Setelah sekian lama tidak pernah lagi menginjak rumah keluarga Nando, malam ini kami kembali kumpul disini. Rumah kediaman orang tua Naya ini sangat luas dan mewah, maklum mereka adalah pengusaha yang berhasil. Dan Orang tua Naya membuat pesta ulang tahun yang meriah bagi anak gadisnya. Eh, begitu bertemu denganku mereka memelukku lama. Katanya rindu… Aku juga memperkenalkan mereka ke Brian dan mereka senang sekali.
Ketika memasang lilin, orang tua Naya meminta ku untuk berpose dengan mereka. Astaga, aku sudah dianggap seperti anak mereka sendiri. Ini pasti ulah Naya yang terus menceritakan tentang pentingnya diriku. Sayang habis pesta orang tuanya langsung terbang lagi ke Jakarta.
Justru setelah orang-tua dan keluarga Naya pulang, pesta makin meriah. Biasalah, ketika orang-orang muda berkumpul pasti rame. Dan aku mendapat kesempatan bertemu kembali dengan teman-teman Naya dan Nando yang hampir semuanya sudah ku kenal. Memang sih hanya 20-an orang yang diundang, umumnya teman kelas dan sahabat dekat.
Dengan bangga aku memperkenalkan pacarku yang ganteng… Brian memang tampil beda. Aku memaksanya untuk pake baju rapih lengkap sampe celana panjang dan jas. Shaun juga ikutan rapih, padahal kalo tidak diancam mereka akan muncul dengan celana basket.
Ih… inikan pesta Naya, kenapa justru aku merasa menjadi bintangnya? Tapi Naya juga bahagia kok. Ia dipaksa ciuman dengan Shaun dan disuruh dansa pertama. Suasana tampak sangat indah…
Diakhir acara, pas sebelum tamu-tamu pulang aku memimpin acara khusus buat Naya, yaitu Ia harus membuka hadiah dan mendapat ucapan selamat khusus dari pemberi hadiah. Tentu saja tidak semua, hanya teman-teman dekat dan terutama dari grup kami.
Tentu saja hadiah pertama dari Shaun… eh Shaun sebenarnya lupa beli hadiah, tapi ia ingat sudah memberikan hadiah khusus untuk Naya sejak bulan lalu. Sebuah karya tanah liat buatan tangannya sendiri waktu di Pulutan. Dan ketika dibuka, Naya langsung pucat. Sebuah kontol tanah liat warna putih, dan ujungnya dikasih mata.
“Wah ular putih!” Kata Edo, dan disambut dengan tawa. Eh, hadiahnya mungkin bisa jadi dildo ketika mereka harus LDR. Hehehe…
Shaun secara diplomatis berkata itu hanya simbolnya, hadiah utamanya nanti sebentar malam! Huhhh… teman-teman Naya sampe ribut dengan komentar Mesumnya.
Brian memberikan hadiah sebuah boneka lucu yang cute… eh ternyata boneka tarsius. Kami langsung tertawa mengingat kejadian lucu melibatkan binatang itu.
Ketika hadiahku dibuka, Naya langsung tersenyum. Sebuah lingerie yang sangat seksi dan transparan. Aku menyuruhnya memakai itu sebentar malam. Kembali hadiahku disambut dengan tertawa.
Doni memberikan sebuah kaos oblong, eh ada tulisannya. Ketika disuruh perlihatkan kami tertawa dengan kata-katanya: “Kecil-kecil gini, punya pacar besar lho!”
Brenda tambah kacau lagi. Hadiahnya ternyata sebuah celana dalam yang pake alat getar… lengkap dengan remotenya. Suasana langsung rame.
Dan satu-satunya hadiah yang paling kacau diberikan oleh Edo. Ketika Naya membukanya, ternyata isinya sebuat alat tes kehamilan. Naya langsung ngamuk-ngamuk mencubit cowok itu.
-----
Dari tadi Edo terus menghindari kami, mungkin karena ada pacarnya. Tetapi ketika tamu-tamu pulang, mau gak mau ia membawa Darla datang mendekat, dan kembali cewek itu jadi sasaran ejekan Shaun dan Brian.
“Edo, bilang dong jujur, mana lebih enak? Della atau adiknya?” Darla hanya tersipu malu.
“Hush… masih perawan tuh! Kayaknya Edo belum mampu bolongin, kan?” Brian meledek Edo dan Darla. Cewek itu tambah tertawa tersipu.
“Kalo begitu, sini aku bantu perawani!” Kata Shaun sambil mendekat ke Darla, sehingga cewek itu langsung lari menghindar sambi tertawa.
“Eh, Darla… kamu harus berterima kasih padaku. Karena aku Edo jadi hebat lho taklukan wanita. Eh, kamu mau aku kasih ajar jurus-jurus mengalahkan cowok! Pasti pacarmu keok-keok di ranjang!” Brenda tambah meledek gadis itu.
Aku merasa kasihan sama cewek itu, dan langsung memeluknya. “Hush… Darla masih SMA jangan dulu kasih ajar mesum.”
Dari tadi Darla hanya diam saja, mungkin ia merasa risih. Darla menatapku berterima kasih. Aku hanya berbisik bilang jangan perhatikan mereka, udah dari sono-nya suka bercanda.
----
Akhirnya seminggu setelah datang dari Modoinding sudah berlalu. Saatnya berpisah. Delapan minggu ternyata cepat sekali berlalu, padahal Brian sudah berkali-kali menunda kepulangan mereka. Tapi sekarang mereka harus menghadiri persidangan.
Aku, Naya dan Edo sudah selesai mengurus pendaftaran kuliah, semester baru sudah dekat. Kami sudah-siap-siap ke kelas lagi, sedangkan aku sudah mendaftar untuk skripsi. Darla malah sudah kembali ke bangku sekolah. Eh, kali ini ia sudah pindah sekolah di Manado dan diberikan akomodasi gratis di kos baru Naya, eh salah. Itu kos ku, Naya sudah terus terang. Tapi statusnya pending karena kos asli Naya masih dalam renovasi.
Hari ini sangat cerah tetapi hatiku terasa mendung. Kami mengantar Brian, Brenda dan Shaun ke airport untuk berangkat kembali ke Amerika Serikat. Masih jam 12 siang kami sudah tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado, bersiap-siap cek in di pesawat Airbus A220 milik maskapai Silk Air yang membawa mereka ke Singapore.
Walaupun sudah peluk-pelukan dan ciuman dari tempat kos, tetapi aku masih memeluk erat Brian, sebelum mereka masuk ke ruangan cek-in. Ih, kenapa aku mellow gini, tuh Naya aja tegar melepas Shaun tanpa banyak merengek. Padahal sudah begitu banyak janji yang diucapkan…
Aku kembali mengingat pertemuan pertama di tempat ini waktu memegang kertas dengan nama-nama mereka. Sejak saat itu aku sudah tertarik kepada cowok ini… rasanya sulit untuk melepaskannya… seseorang yang begitu berarti, padahal baru kenalan selama sebulan setengah.
Brian melepaskan dengan ciuman yang dalam penuh dengan perasaan. Mungkin nanti Desember baru kita bertemu kembali, setelah aku menyelesaikan pendidikan. Brian janji akan datang menengokku kalo aku belum bisa mengunjunginya.
Aku titip ke Brenda dan Shaun untuk menjaga Romeo baik-baik, seperti aku akan menjaga Naya. Edo dan Naya juga melepas mereka, tapi banyakkan dengan bercanda.
“Edo, Darla udah dibolongin belum?” Brenda siap meledek lagi.
“Eh, belum sih… masih segel!” Edo kayaknya menemukan cinta sejatinya.
“Tahu gak, gadis seperti ittu biasanya suka gaya doggy!” Brenda kasih tip sambil memicingkan mata kirinya. Kami hanya tertawa…
Eh, Landa dan Devi juga turut mengucapkan selamat tinggal dan terima kasih. Keduanya berterima kasih sudah dilepaskan dari geng Kobe dan bebas dari tuntutan. Terutama Devi, karena pada akhirnya ia bekerja sama melawan Mr. Logan.
Akhirnya dengan belaian tangan, Brian, Shaun dan Brenda masuk kedalam pemeriksaan sekuriti, sambil meneteng bawaan mereka. Itu mungkin kali terakhir aku melihat mereka.
Aku dan Naya berjalan pelan-pelan ke mobil. Rasanya hati kami sudah ikutan berangkat. Eh, ternyata Naya tidak setegar yang aku kira. Tepat didalam mobil ia menangis tersedu-sedu.
“Udah dong, Nay! Gak usah bersedih lagi…!” Aku menghiburnya.
“Kak Titien enak, cowoknya romantis pake cium-ciuman waktu pamit. Tuh, Shaun gak pamit sama sekali. Masak cewek sendiri dicuekin padahal sudah mau berpisah. Gak ada lagi kejelasan hubungan kami kedepan gimana!” Naya masih nangis.
“Emangnya Shaun gak bilang apa-apa? Kamu harusnya tanya tadi malam!” Aku kaget.
“Kak, satu malam Naya dicuekin. Bukannya ngomong dengan Naya, malah sibuk skype dengan advisornya sama pimpinan fakultas. Naya bingung maunya Shaun gimana!” Naya terus bersedih, dan aku kembali membiarkan dadaku menjadi tempat ia menangis tersedu-sedu.
Mobil mulai berjalan, Edo sendirian di depan, sedangkan Naya bersama aku di kursi kedua.
“Terus aku ini gimana kak?” Naya masih terisak, akupun coba menghiburnya.
“Naya gak perlu sedih, walau Shaun sudah pergi kan sudah dikasih itu... dildo yang ia buat dari tanah liat! Custom made lho, khusus untuk Naya. Kalo kakak justru gak ada.” Aku ledek dia supaya jangan sedih.
Hehehe, berhasil Nayanya langsung ketawa walau masih sedih.
“Nanti dipinjamin kok! Kakak aja yg pake duluan…” Naya tersenyum.
“Ih, harus Naya dong yang ajarin, itukan replikanya kontol Shaun...” Aku meledek dia dan langsung disambut cubitan Naya. Tapi gak lama kemudian gadis itu sedih lagi.
“Eh, jadi ceritanya Naya gak dapat jatah dong tadi malam?” Aku mengalihkan perhatiannya lagi.
“Ihhhh... kejamnya. Padahal aku juga mau balas dendam lho suruh Shaun entot kakak. Sayang tadi malam Shaun sibuk dengan skypenya. Padahal aku sudah siap-siap tarik kakak ke kamar.” Naya masih uring-uringan.
“Iya sih... padahal aku juga mau banget. Penasaran lho gimana permainan kontol besar Shaun. Kan tiap malam Naya sampe teriak2 keenakan... harus di share lho! Sayang yah aku gak sempat merasakannya” Aku meledeknya bercanda.
“Huh, Titien?” Edo sampai kaget, kayak serius aja.
“Yah, rugi dong... kak Tien gak bilang sih kalo mau...!” Naya kembali tersenyum.
“Gini Tien, kalo mau aku siap kok jadi dildo kamu. Eh.. Naya juga klo mau!” Edo menawarkan solusi. Aku hanya tertawa.
"Ihhh kalo gitu sih bukan dildo lagi, tapi gigolo... hahaha!" Aku hanya menertawakannya
“Hahaha... Ihh maunya... sana minta sama Darla” Naya ngamuk, tapi ia udah gak nangis lagi.
Tak terasa kita sudah berada di gate keluar, sementara antri bayar karcis keluar gate. Tiba-tiba ada orang ketuk pintu kuat-kuat.
“Shaun?” Aku sama Naya sama-sama kaget. Mungkin Shaun ada kelupaan sesuatu.
Ketika kami membuka pintu mobil, Shaun langsung naik. Nafasnya masih terengah-engah. Kayaknya ia tadi kejar mobil ini dari tempat parking.
“Kamu gak pergi? Jangan-jangan lupa paspor lagi?” Aku bertanya.
“Aku gak berangkat. Tadi malam advisorku sudah setuju aku penelitian di Manado... jadi rencana tinggal sini tambah 3 bulan lagi, baru pulang kalo data sudah rampung dan siap maju skripsi.” Kata Shaun sambil terengah-engah mencari nafas.
“Astaga, beneran?” Naya terpekik kaget.
“Iya dong! Memangnya kamu lihat aku bawa koper? Gak kan?” Shaun membela diri.
“Kenapa baru bilang?” Naya masih gak percaya.
“Kamu gak tanya! Udah aku cape, mau tidur dulu ngantuk. palingan bentar malam mau threesome, jadi harus kumpul tenaga. Eh, Brian sudah ijinkan loh aku gantiin dia puasin Titien selama aku disini!” Shaun segera pindah ke kursi belakang untuk tidur.
“Huh?” Naya dan aku berpandangan terkejut.
“Ihhhh…” Aku ingat kata-kata terakhir Shaun.
“Kak Tien gak lolos lagi malam ini, hehehe” Naya memegang tanganku dengan erat. ‘Astaga kata-kataku tadi jadi bumerang. Wah, aku harus siap-siap, pake alasan apa yah. Bahaya ini, bisa-bisa malam ini ada kontol kedua yang akan masuk ke memekku.’ Aku tersenyum sendiri.
-----
Tamat
Nantikan Epilog-nya
Terakhir diubah: