Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Bertiga Lebih Asyik; Kisah Threesome

Bimabet
hanya ada satu kata
k e r e n
-----------------------------

tks tlah berbagi
tuhan memberkati !
 
Wooow.....ceritanya :jempol:...

Feel nya dapat banget....mengalir...

Goodjob.....:ampun:.....

Di nanti petualangan berikutnya...:pandaketawa:


Siap gan! Jadi semangat buat bikin baru lagi hehehe
Mudah-mudahan ada waktu ya

Kereeenn...natural bangeeet ceritanya
Ga over ...

Thank you suhu

Bagi tips nya donk biar bisa kaya gtu

Waduh tips apa nih gan? Hehehe

Keren.. Karyanya hu.

Bagus bgt malah, walau dari penulis pemula. Penggambaran jelas, memang ada bakat nulis nih suhu. Mohon dilanjutkan..

Wah masak sih? Padahal ane iseng aja hehehe
 
Good one. Yg sprti ini gw suka. Sy dan istri cuma brani brfantasi 3some.. fantasi istri di dp...
 
EPISODE DUA: Mencoba Berondong? Yakin?

I

Dua minggu setelah threesome pertama kami. Aku dan Gina duduk berduaan di teras lantai dua, bersantai menikmati malam. Kami baru saja menyelesaikan makan malam, anak-anak yang sudah besar-besar, sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Jadi, kami merasa inilah waktu kami untuk berdua. Menikmatinya serileks mungkin.

Sejak kejadian malam itu, kami merasa ada yang berbeda. Setidaknya aku. Rasa sayangku pada Gina bertambah tebal. Aku sudah melihatnya melakukan apa saja untuk kebahagiaan kami berdua, aku sudah melihatnya membongkar rahasia terdalamnya, dan itu membuatku merasa semakin dekat dengannya.

Gina awalnya seperti enggan membicarakan kejadian malam itu. Aku paham, dia mungkin merasa aneh. Merasa telah menghianatiku, atau mungkin merasa malu. Kubiarkan saja, tak pernah aku berusaha menanyakan perihal malam itu. Entah kenapa aku yakin dia akan baik-baik saja. Aku memberinya ruang seluas-luasnya, namun aku tetap menunggu di ambang pintu hatinya.

Sampa akhirnya dia mengajakku ke dalam. Membicarakan apa yang sudah kami lakukan.

“Papa senang?” Tanyanya suatu malam ketika kami sudah sama-sama berada di atas ranjang.
Aku menatap matanya, mencoba menimbang-nimbang apa yang harus aku katakan. Pengalaman mengajarkanku untuk berhati-hati berbicara dengan perempuan. Salah memilih kata, bisa panjang urusannya. Beberapa detik aku hanya menatapnya, memberinya senyum lembut dan mengelus rambutnya.

“Terus terang, papa senang.” Akhirnya jawaban itu yang terlontar. Sambil berharap semoga saja aku tak salah memilih jawaban.
Gina tersenyum, alamat baik bagiku. Kutunggu kalimat apa yang akan keluar dari bibirnya karena sepertinya dia ingin mengucapkan sesuatu.
“Tapi aku udah disentuh pria lain. Papa gak masalah?” Dia membuang muka, sepertinya agak jengah. Kurasakan dia berusaha menjauh dari pelukanku, tapi dengan lembut kutahan.

“Ma,” kucoba menarik pipinya agar mukanya menghadapku. Dia menurut, kurasa mukanya bersemu merah. Malu? Entahlah. “Kita kan sudah sepakat dari awal, apapun nanti yang terjadi setelahnya, akan kita hadapi sama-sama. No regret,” sambungku.

Satu detik. Dua. Tiga. Dia mengangkat wajahnya, matanya menatap lurus ke mataku. Dia tesenyum, aku membalas. Nyesss! Tiba-tiba saja kurasakan dadaku dingin dan sejuk. Tadinya kukira ini akan menjadi pembicaraan yang berakhir dengan adu argumentasi, atau perjuanganku untuk menenangkannya. Tapi ternyata tidak serumit itu. Senyumnya kuartikan sebagai pertanda: semua baik-baik saja.

Lalu kami berciuman. Bibir kami bertemu, lidah kami berpagutan. Suara-suara pertemuan bibir kami yang basah bersahutan dengan erangan halus dari Gina. Lalu tanpa disuruh, tangan kami saling meraba, mengelus dan menyelusup ke balik pakaian. Aura seksi yang panas oleh birahi memenuhi ruangan yang dingin oleh AC.

“Ackhhh…papah,” Gina mendesah. Menggelinjang ketika ciuman kudaratkan di dadanya yang sudah terbuka. Baju tidurnya sudah tergeletak di samping kami. Dia memang tidak pernah memakai bra ketika tidur.

Lalu kami bergumul, melepaskan hasrat, bertukar desahan, saling meremas dan menggerayangi. Gina menggelinjang ketika penisku sudah masuk ke liang vaginanya yang basah dan hangat. Clep! Clep! Clep! Aku memompa dengan penuh semangat, dan dia menyambut tak kalah semangatnya. Pinggulnya bergoyang menyambut setiap sodokanku. Keringat mulai membasahi tubuh kami.

“Mah… masih ingat kontol…. si Andy?” Tanyaku sambil terus memompa.
Gina memejamkan mata, keningnya berkerut, bibirnya terbuka.
“Maa..masihh…Pah.. ouchh, yesss…”
“Masih mau…mencobanya? Arghhh..” Aku masih memompa
“Mmmmaauhh…Pahhh..” Gina masih mendesah.

Aku memompa semakin keras, Gina menyambut dengan penuh semangat. Aku membayangkan adegan percintaan segitiga kami yang pertama itu, dan kuyakin Gina juga membayangkannya. Seks kami menjadi semakin panas. Berganti-ganti gaya.
Aku telentang, Gina naik ke atasku. Orgasme dua kali sebelum lunglai di atas tubuhku. Aku melepaskan pelukannya, membiarkannya tengkurap sambil mengatur napas. Aku masih sempat membersihkan dulu vaginanya yang banjir sebelum kucoba memasukkan penisku dari belakang. Lalu pompaan itu berlanjut, sambil kubisikkan di telinganya:
“Kamu masih mau nambah kontol lain Mah?”
“Acckhhh…he’eh, iya Pah. Mauhh…ackkhhh”
Aku semakin bersemangat mendengarnya, pompaanku semakin bertenaga. Peluh membanjiri tubuhku, padahal kamar kami ber-AC. Birahi terus saja memuncak, merangkak naik hingga akhirnya tak tertahankan.
“Arghhhhh…” aku menggeram. Di dalam sana penisku memuntahkan sperma yang kental. Aku mengejang, seperti melayang beberapa detik sebelum telentang di sebelah Gina dengan napas yang masih memburu.
Suara motor terdengar di kejauhan. Malam sudah larut.

II

“Serius? Hahaha,” Aku tertawa geli. Gina pun ikut tertawa.

Malam itu di teras lantai dua rumah kami yang asri, aku dan Gina sedang membahas kemungkinan threesome berikutnya. Pengalaman pertama kemarin sempat membuat kami agak bingung menyikapinya. Masih ada perasaan tidak nyaman sehari setelahnya. Tapi kami berhasil melewatinya, menikmati sisi positifnya dan malam ini kami membincangkannya dengan santai. Cenderung seperti bercanda.

Gina baru saja mengutarakan niatnya sekali lagi mencoba threesome. Tapi kali ini dia ingin mencoba lelaki muda, sekelas berondong. Aku geli, tidak menyangka dia akan datang dengan ide seperti itu.

“Lucu kali ya Pa? Hihihi,” dia tertawa geli sambil menutup mulutnya. Matanya bersinar cerah. Mata yang selalu membuatku takluk sejak pertama kami bertemu dulu. Mata yang sipit, tapi entah kenapa tidak pernah gagal membuatku merindukannya.

“Hmmm…” aku pura-pura berpikir. “Kenapa koq tiba-tiba Mama kepikiran mau nyoba berondong?” Tanyaku.
“Pertama, aku pengen tahu apa aku masih cukup hot buat anak muda. Kedua, aku mikir pasti lucu lihat anak berondong yang jam terbangnya masih rendah ngentot. Hihihihi.” Dia masih tertawa geli.
“Lucunya di mana?”
Gina memperbaiki duduknya, “Yaaa pasti luculah. Masih kaku, mungkin grasa-gurusu, terus mungkin juga cepat crot.”
Kali ini dia tertawa lepas. Akupun ikut tertawa.
“Hmmm. Iya ya, kayaknya lucu juga. Boleh tuh,” kataku.
“Asyikkk. Papa cariin yaaa,” Gina mendadak manja. Dia memeluk lenganku, bisa kurasakan dadanya yang tidak dilapisi bra dari balik kaos itu menekan lenganku. Aku hanya tertawa lepas.

Kami lalu membicarakan strategi dan apa yang akan kami lakukan dengan rencana baru ini. Mencari seorang berondong, kalau bisa yang masih kurang pengalaman soal seks. Aku akui ini agak beresiko. Anak berondong pasti emosinya masih belum stabil. Bagaimana kalau dia ternyata baper? Bagaimana kalau ternyata dia mau lebih dari sekadar threesome? Padahal kami hanya mau sekadar having fun. Terus, bisakah dia menjaga privasi kami?

Pertanyaan itu muncul satu-satu, dan berhasil kami carikan jawabannya. Nafsu dan rasa penasaran membuat otak kami jadi encer, ide kami berloncatan dengan lincahnya. Lincah dan liar.

Kami akhirnya sepakat. Aku akan mencari kandidat partner threesome. Usianya antara 21 sampai 23. Soal privasi dan segala macam, aku sudah punya strategi yang aku yakin akan membuat si partner tidak berani macam-macam.

“Eh, tapi emang Papa yakin masih ada berondong yang mau?” Tiba-tiba Gina bertanya.
“Yakin, 1000%!” Jawabku dengan tegas. “Lah gimana nggak, Mama ini masih sexy, tante-tante sexy, panlok pula. Pasti banyak berondong yang antri. Ini semacam greatest fantasy untuk para berondong. Gratis pula, hahaha”
Gina ikut tertawa. Kurasa dia senang sekaligus penasaran dengan rencana kami itu.

Aku tidak salah memprediksi.

Begitu kubuka lowongan mencari partner threesome yang masih masuk kategori berondong di forum, inboxku langsung dibanjiri pesan dari mereka yang berminat. Kuhitung ada 12 orang yang mengaku berondong dan siap memenuhi semua syarat yang kuajukan. Gina sampai kaget ketika semua pesan itu kuperlihatkan padanya. Matanya berbinar cerah. Kuyakin dia tambah percaya diri. Mungkin juga hasratnya menggelora, membayangkan dirinya di usia seperti itu ternyata masih mengundang hasrat dari lelaki-lelaki muda.

Dari 12 orang yang menawarkan diri itu, Gina memilih 8 di antaranya. Semua urusan pemilihan memang kuserahkan padanya, aku hanya memberinya masukan. Toh nanti dia yang akan menjadi pusat perhatian, jadi dia yang berhak menentukan.

Delapan orang itu dipilih Gina karena menurut mereka dari cara mengirim pesannya kelihatan sopan dan cerdas. Empat lainnya terkesan grasa-grusu dan kurang cerdas. Namanya perempuan, perasaan dan kenyamanan tetap nomor satu. Aku menghargainya.
Proses memilih partner ini sudah kurasa sama seperti proses seleksi karyawan. Delapan orang itu kami minta mengirimkan pin BBM. Hanya empat yang kemudian memenuhinya. Empat lainnya mengaku tidak punya pin BBM dan tidak berusaha untuk menginstallnya. Tak apa, kami fokus saja pada empat orang ini.

Empat orang inilah yang kemudian aku ajak chatting, sambil tentu saja terus kuinformasikan pada Gina perkembangannya. Hari demi hari penjajakan mulai dilakukan. Gina juga terus mengikutinya meski dia tidak ikut chat langsung seperti ketika kami mencari partner pertama dulu.
“Kayaknya ini boleh juga,” kata Gina sambil menunjuk satu nama. Di BBM dia mengaku bernama Doni. Baru 22 tahun dan dari chatnya terlihat dia cukup sopan dan cerdas.

Si Doni mengaku pernah bercinta dengan pacarnya, hanya dengan satu orang meski sudah berkali-kali. Kuanggap itu sebagai gambaran kalau jam terbangnya masih rendah. Tanpa kuminta dia mengirimkan fotonya, satu badan dan tanpa sensor. Kuperlihatkan foto itu pada Gina dan dia tersenyum geli.

“Lumayan juga,” katanya masih menahan geli. Entah apa yang membuatnya geli. Tapi kurasa dia hanya mencoba menutupi rasa penasaran dan deg-degannya.
“So?” Tanyaku.
“Ya udah. Lanjuttt!” Kami tertawa berbarengan.
Oke Doni, you are the lucky one.

III

Kami duduk bersisian di sebuah café di salah satu mall di suatu sore yang mendung. Kami sedang menunggu kedatangan Doni. Hampir dua minggu sejak pertama kali mengenalnya di BBM dan Gina makin yakin, dia bisa jadi partner kami. Dia menyetujui semua syarat yang aku ajukan. Dia harus mau menggunakan kondom dan harus mau difoto. Aku menekankan di bagian terakhir itu, karena kurasa itu bisa jadi alat untuk menekannya. Kalau dia macam-macam, fotonya ada di aku. Doni menyetujui semua syaratku, dan sore itu kami janjian bertemu di kafe. Bertemu dulu, belum tentu lanjut ke threesome kalau ternyata Gina atau salah satu dari kami berubah pikiran. Doni menyetujuinya.

Selama menunggu, aku dan Gina sudah jauh lebih santai. Tidak seperti ketika pertama dulu. Sekarang kami bisa bercerita santai, bahkan bercanda membayangkan bagaimana rupa si Doni calon partner kami.

Hampir setengah jam kami menunggu ketika dari ambang café seorang pria muda dengan kaos oblong menyeruak melewati pintu. Aku segera mengenalinya sebagai Doni. Kulambaikan tangan dan dia tersenyum membalas. Gina tiba-tiba diam, detak jantungnya terasa di lenganku yang berdempetan dengan dadanya. Aku geli melihat wajahnya yang tiba-tiba tegang.

“Halo om, tante,” pria itu menyalami kami dengan sopan, lalu duduk di depan kami. Kurasa wajar dia memanggil kami om dan tante. Usia kami hampir dua kali lipat usianya.

Dia kelihatan canggung, tapi aku memahaminya. Akulah yang menjadi leader, mencoba mencairkan suasana agar kami semua tidak tegang. Pelan tapi pasti suasana menjadi semakin cair. Doni bercerita tentang keseharian dan latar kehidupannya. Aku sebenarnya tak hendak mengorek lebih dalam tentang dirinya, karena akupun tak ingin latar belakangku dikorek. Tapi justru Doni yang semangat bercerita. Jadi kubiarkan saja.

Dia ternyata baru lulus dari sebuah kampus negeri di kota ini. Bersama teman-temannya dia sedang merintis sebuah usaha desain interior sesuai latar akademisnya. Sepanjang dia bercerita kucoba menganalisa latarnya. Kuyakin dia bukan berasal dari keluarga biasa. Jam tangan dan pakaiannya bermerek. Kulitnya juga meski tidak terlalu terang tapi terlihat terlalu halus untuk ukuran orang biasa. Minimal dia pasti hidup di kompleks perumahan elit, pikirku.

Empat puluh lima menit kami bertukar cerita. Gina pun sudah sangat santai. Sesekali Doni bisa membuatnya tertawa renyah. Aku menikmati momen ini, proses yang membuatku penasaran sekaligus tertantang. Kurasa threesome memang bukan hanya soal ketika kami bertiga sudah bugil dan menikmati persetubuhan, tapi juga bagaimana menikmati proses pencarian partner dan proses mengenalnya.

Sampai kemudian Gina memberi kode untuk melanjutkan. Aku menyetujui, tapi kuminta dia yang ambil kendali. Aku ingin melihatnya menjadi lebih binal, lebih mendominasi. Gina setuju.

“Don, kamu yakin mau ML sama tante-tante?” Pertanyaannya tajam dan langsung ke sasaran. Doni tersentak agak kaget, dia menatapku sejenak seolah meminta dukungan. Aku hanya tersenyum dan berharap dia mengerti.
Dia diam sejenak, menyentuh gelasnya memberi tanda kalau dia gugup.
“Ya, Doni sih mau banget tante. Asal dikasih kesempatan,” dia menutup ucapannya dengan senyum.
Gina juga tersenyum lebar, menatapku yang juga tersenyum lebar. Lalu tiba-tiba tangan Gina menyentuh dan mengelus punggung tangan Doni. Pria muda itu kembali tersentak, tapi tidak berusaha menarik tangannya. Aku pun agak kaget melihat apa yang dilakukan Gina. Tapi, entah kenapa aku menikmati keagresifannya.
“Kalau kamu mau, kita lanjut yuk malam ini. Threesome,” katanya singkat dan padat dengan suara pelan hampir seperti orang mendesah. Sexy sekali. Tatapannya begitu menggoda, membuat Doni seperti tersipu. Pipinya memerah.

Aku geli, ternyata begitu ya penampakan seorang pria muda yang ditembak oleh tante-tante. Suasana ini sangat nyaman kurasakan. Melihat seorang perempuan setengah baya yang begitu percaya diri bertemu seorang pria muda yang malu-malu. Sungguh menyenangkan.

“Mau tante,” Doni menjawab mantap dengan tatapan lurus ke mata Gina, namun sempat melirik ke arahku. Melihat aku santai saja, dia juga santai.
Gina menyebutkan hotel tempat kami menginap dan meminta Doni menyusul ke sana. Kami masing-masing membawa kendaraan jadi tidak mungkin berangkat bersama. Doni mengiyakan. Setelah membayar semua pesanan, bertiga kami meninggalkan café.

Malam masih panjang, jalanan masih ramai. Dalam hati aku bergumam; petualangan macam apa yang akan kami lalui malam ini?
 
IV

Doni duduk di tepi ranjang, aku dan Gina di sofa. Dia tinggal bercelana pendek, baru saja keluar dari kamar mandi. Kami sudah di dalam kamar hotel berbintang lima yang sengaja kami sewa untuk malam ini. Skenarionya berbeda dengan skenario threesome pertama kami, tapi pembukanya masih sama. Gina berganti pakaian dengan lingerie, Doni cuci-cuci dulu dan aku akan memulainya dengan Gina.

Ciuman kami begitu panas dan bergairah, saling bertukar liur, memagut, mengisap. Aku meremas dada Gina dari luar lingerie merah menyala yang dia kenakan. Aku menciumi lehernya, membuatnya mendongak dan mendesah dengan mata terpejam. Kulirik Doni seperti tegang melihat pemandangan di depannya. Tangannya mengelus area selangkangannya yang menonjol. Anak muda itu mulai terangsang.

Aku berhenti memancing gairah Gina ketika kurasa cukup. Wajahnya memerah, matanya sayu. Dia sudah dilamun ombak gairahnya. Aku berdiri dan memberi kode supaya Doni mengambil alih tempatku. Saatnya melihat dia beraksi.

Dengan canggung Doni duduk di sofa menghadap ke Gina yang duduk miring. Dia seperti bingung mau memulai dari mana ketika tiba-tiba Gina menyergap bibirnya, menjatuhkan ciuman yang membara. Aku terkesiap, tidak menyangka Gina akan mau mencium lelaki lain. Dengan Andy dulu dia tidak mau melakukannya. Kali ini hasratnya sudah membara sepertinya, dan kepercayaan dirinya sudah sangat tinggi. Aku terangsang.

Doni membalas ciuman Gina dengan sama hangatnya. Anak muda ini sepertinya lumayan pandai mencium. Tangannya mengelus lengan Gina, naik ke bahu, hinggap di leher dan mempermainkan jarinya di kuping Gina. Gina tidak mau kalah, tangannya juga meremas lengan Doni, lalu turun pinggang dan akhirnya hinggap di selangkangannya yang menyembul. Gina meremas selangkangan Doni dengan gemas. Aku semakin terangsang melihat adegan itu.

Aku duduk di tepi ranjang, tidak jauh dari sofa tempat dua manusia itu bergumul penuh nafsu. Sesekali aku mengambil gambar adegan itu, sesekali juga merekamnya. Tapi lebih sering aku menikmatinya langsung, menahan gairah nafsu yang membara.

“Accchhh…shhhh…aackkhhh,” Gina menengadah, mendesah penuh gairah ketika ciuman Doni turun ke dadanya. Payudaranya menyembul dari bagian atas lingerienya yang memang berdada rendah itu.

Doni penuh nafsu menciumi payudara Gina, mengemut putingnya dan tangan satunya meremas payudara yang sebelah. Gina begitu terangsang, dia menegang dan tidak berhenti mendesah. Aku merasa penisku mengeras, basah. Napasku pun mulai memburu.

Gina lalu mendorong Doni, seperti berusaha melepas ciuman anak muda itu. Doni menurut, memundurkan tubuhnya ketika Gina berdiri dan kemudian berlutut di depannya. Aku terkesiap, level berikutnya akan tersaji di depanku. Dengan dua tangannya, Gina berusaha melepas celana pendek yang dikenakan Doni, dibantu oleh anak muda itu yang mengangkat pantatnya agar celana itu mudah terlepas. Dalam sekejap nampaklah penis Doni yang sudah menegang sempurna. Tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil.

Aku berpindah ke samping sofa, duduk di kursi agar bisa melihat adegan itu dengan jelas. Gina duduk bersimpuh di depan Doni, tangannya mengelus-elus penis tegang anak muda itu. Wajah Doni menegang, matanya terpejam dan mulutnya terbuka. Desahan halus terdengar dari bibirnya dan Gina tersenyum. Dia pasti begitu menikmati adegan ketika seorang anak muda yang usianya hampir setengah usianya sendiri sedang menikmati kocokannya.

Gina melirik ke arahku, tatapannya binal dan aku tesenyum seolah memintanya untuk melanjutkan apa yang sudah dia mulai. Gina mengerti maksudku, lalu dengan penuh penghayatan dia menundukkan kepalanya, memasukkan penis Doni ke dalam mulutnya.

“Akkkchhhhh tanteee…” Doni mengerang panjang. Tubuhnya menegang, kepalanya mendongak dengan mata tertutup. Damn! Adegan ini sungguh membuatku tersiksa oleh birahi. Pemandangan yang indah ketika seorang lelaki muda mengerang nikmat di depan seorang tante yang mengulum penisnya.

Gina penuh semangat. Dia mengulum penis Doni dengan penuh penghayatan, menjilati ujung penisnya, mempermainkan bijinya, semua dengan lidah sambil tangannya tetap mengelus pangkal paha Doni. Susah payah Doni melawan gulungan nafsu di dadanya, napasnya sudah sangat memburu.

Aku tidak tahan.

Aku berdiri dari kursi, mendekati Gina yang duduk bersimpuh. Kuangkat pantatnya agar posisinya menungging. Sekarang pantatnya yang bulat terpampang jelas di depanku. g-stringnya menambah sexy pemandangan itu. Aku memposisikan diri di belakang Gina, menjatuhkan ciuman di pantatnya sambil jariku mengelus-elus vaginanya. Gina mendesah, vaginanya sudah basah.

Aku terus mengelus vaginanya, kupermainkan clitorisnya dan kuciumi bongkahan pantatnya. Gina mendesah sambil terus melanjutkan kegiatannya mengulum penis Doni. Anak muda itu tidak berhenti mendesah, sesekali dia menutup matanya, sesekali memandangi Gina yang sedang asyik di tubuh bagian bawahnya.

Aku dan Gina begitu bersemangat.

Aku bersemangat memainkan vagina basah punya Gina sambil terus menciumi punggungnya, tengkuknya dan meremas payudaranya. Gina bersemangat mengulum penis Doni, mengelus pahanya, mempermainkan buah zakarnya. Doni hanya jadi penikmat saja. Dia sudah duduk doyong ke belakang dengan wajah tengadah.

“Arghhh tante…akkuu…” Doni menggeram, tubuhnya tersentak seperti orang yang tersengat aliran listrik. Penisnya menyemprotkan cairan kental berwarna putih. Dia orgasme karena kuluman Gina. Untung saja Gina masih sempat menarik kepalanya sesaat sebelum Doni menyemprot. Meski sudah terbiasa menelan spermaku, Gina pasti tetap tidak nyaman menelan sperma laki-laki lain yang baru dikenalnya.

Aku menjangkau tisu di meja, menyerahkannya kepada Gina yang segera membersihkan lelehan sperma yang hinggap di wajahnya. Dia tersenyum puas melihat Doni yang masih berusaha menghalau sisa orgasmenya. Aku mendekati Gina, mencium kupingnya dan berbisik.

“Mama luar biasa. Anak muda itu jadi gak tahan gara-gara isapanmu Ma,”

Gina tersenyum, mendesah halus karena geli oleh bisikanku. Dia berbalik menghadapku, kami sama-sama berlutut. Lalu kami berciuman, aku tak peduli bahwa bibir itu baru saja mengulum penis lelaki lain. Aku tak peduli karena cintaku pada Gina melebihi apapun.

Aku lalu menarik tubuhnya naik ke ranjang, melepas lingerie dan celana dalamnya, menyisakan tubuh telanjang Gina yang putih, mulus dan montok. Kulirik Doni yang sudah segar kembali seperti menelan ludah. Aku menyeringai, rasa bangga menyelusup ke dalam dadaku. Bahkan anak muda seperti Doni pun masih saja merasa kagum pada tubuh Gina, tubuh wanita yang sudah tidak muda lagi.

Aku menggumuli tubuh telanjang itu, menindihnya dan merasakan kulit kami bertemu, bergesekan. Gina semakin keras melenguh dan mendesah, aku pun semakin semangat. Kulihat Doni pun mulai kembali terangsang. Tangannya sedari tadi mengelus-elus penisnya dan perlahan tapi pasti penis itu semakin mengembang. Itulah kelebihannya anak muda, meski cepat muncrat tapi cepat pula untuk normal kembali.

Aku bercinta dengan Gina, beberapa meter di depan Doni. Gina tidur dengan kaki membentang, aku di atasnya, menumpu pada dua tangan. Pantatku bergerak maju mundur, menggerakkan penisku menerobos vaginanya. Gina menggelinjang, mendesah keenakan. Tak sampai lima menit dia mengejang, tangannya mencengkeram bahuku. Dia mencapai orgasme pertamanya, lalu diam dengan napas memburu. Aku mencium dahinya, pipinya dan bibirnya.

Babak pertama sudah selesai buat Gina, tapi seperti biasa dia belum puas. Waktunya untuk masuk ke babak kedua.

Aku turun dari tubuhnya, membersihkan penis dan duduk di kepala ranjang. Gina tahu apa yang harus dia lakukan, dia menungging menghadapku dengan kepala yang hanya berjarak beberapa senti di depan penisku yang masih tegang. Dia memberi isyarat kepada Doni untuk bergabung, matanya mengejap nakal. Doni merespon dengan semangat.

Dia berdiri dari duduknya dan dengan cepat naik ke ranjang, hampir saja dia lupa memasang kondom kalau aku tak mengingatkannya. Gina tersenyum geli melihat semangatnya anak muda itu. Doni memposisikan tubuhnya di belakang Gina, siap untuk menusuk dengan posisi doggy style.

“Uhhhh…” Gina melenguh sebentar ketika dengan penuh semangat Doni mendorong pantatnya. Terlalu bersemangat, khas anak muda. Tubuh Gina bergerak-gerak maju mundur karena dorongan pantat Doni. Desahannya mengeras, matanya terpejam dengan mulut terbuka. Aku tidak tahan, mulut itu kusambut, bibir itu kukulum. Tanganku sibuk meremas dadanya yang menggantung bebas, mempermainkan putingnya.

Gina makin menggila, begitu juga dengan Doni. Berdua mereka gantian mendesah, melenguh dan meningkahi suara-suara bertemunya kelamin mereka. Aku terus merangsang Gina dengan ciuman dan remasan. Hingga kemudian tahu-tahu Doni mengejang. Dia orgasme lagi!

“Arrgghhhh!!” Teriaknya tertahan, dengan tubuh menegang dan kepala tengadah.

Dasar anak muda, pikirku. Belum apa-apa sudah muncrat lagi. Gina seperti kecewa, padahal dia mungkin sebentar lagi juga mencapai puncak orgasmenya. Tapi aku mencium pipinya, seolah-olah ingin mengatakan; tenang sayang, masih ada aku.

Ketika Doni mencabut penisnya dan jatuh terduduk dengan napas terengah-engah, aku mengambil alih kendali. Aku duduk selonjoran, meminta Gina naik ke atasku. Gina tahu persis apa yang harus dia lalukan. Dia memposisikan tubuh di atasku, duduk di selangkanganku seperti seorang yang menunggang kuda. Lalu pinggangnya bergerak maju-mundur, terasa penisku dipijat-pijat di dalam vaginanya. Kulihat Doni sudah melepas kondomnya dan membersihkan penisnya dengan tisu. Matanya tidak lepas memandang kami.

Posisi woman on top adalah posisi kesukaan Gina. Dengan posisi itu dia bisa mengatur dengan baik tempo, tekanan dan tentu saja bisa meraih orgasme dengan cepat. Buktinya, belum genap dua menit dia sudah mengerang dan mengejang. Dia sampai di puncak orgasmenya. Tangan kami bertautan dan dia meremas tanganku. Percayalah, pemandangan seorang perempuan yang orgasme di atasmu adalah pemandangan yang sangat indah. Aku sungguh menikmatinya.

Aku menunggu beberapa saat, memeluk tubuh telanjang Gina yang jatuh di atasku. Kuelus punggungnya, kuciumi pipinya. Ketika napasnya sudah normal, kutahu ini sudah waktunya. Aku belum orgasme, masih menggantung. Kubalikkan tubuhnya dan kuangkat kedua kakinya ke bahuku, siap untuk menusuknya kembali. Posisi ini juga salah satu favorit kami berdua. Dengan posisi ini, penisku bisa menusuk dalam-dalam dan biasanya Gina bisa mudah mencapai orgasme, begitu juga dengan aku.

Menit-menit berlalu, aku masih sibuk menusukkan penisku ke vaginanya dan Gina masih terus mendesah. Kulirik Doni yang duduk di sofa masih memperhatikan kami dengan penis yang kembali mengembang. Stamina mudanya dengan cepat bisa membuat penisnya kembali tegak. Sayang dia masih kurang mampu mengatur tempo dan terlalu cepat keluar. Tapi aku tak peduli, birahi semakin memuncak dan puncak orgasme itu semakin dekat.

“Arrghhh…fuck!” Aku buru-buru mencabut penisku, mengocoknya dengan kasar dan spermaku muncrat. Jatuh di perut dan dada Gina. Ah, nikmatnya. Tanpa kusadari di saat yang sama Gina pun sudah mencapai orgasmenya. Dia menarik kepalaku dan kami berciuman. Beberapa detik kemudian ciuman kami terlepas dan entah kenapa kami sama-sama menoleh ke arah Doni yang masih asik mengocok penisnya. Penis itu sekarang tegang kembali. Aku dan Gina berpandangan dan tersenyum, kami berkomunikasi tanpa suara.

Kubersihkan ceceran spermaku di tubuh Gina, tak lupa juga kubersihkan vaginanya yang basah. Lalu aku beringsut, memberi tanda pada Doni untuk melanjutkan. Gina pasrah saja, orgasme terakhirnya belum terlalu kuat dan dia mungkin masih merasa butuh orgasme lanjutan.

Doni tentu saja sangat bersemangat. Dia memasang kondom kembali, lalu naik ke ranjang, memposisikan diri di atas Gina. Kedua tangannya menumpu tubuhnya, Gina menarik kepalanya agar mendekat dan mereka berciuman. Aku duduk di sofa, menyalakan rokok sambil tak lupa merekam adegan di depanku itu.

Gina mendesah ketika dengan penuh semangat Doni memompa pantatnya, mendorong penisnya masuk dan keluar. Sesekali dia menurunkan kepalanya, menciumi dada Gina, mempermainkan putingnya. Gina semakin bersemangat dan tiba-tiba aku merasa ingin bergabung.

Aku naik ke ranjang, duduk di samping Gina yang sedang digumuli Doni. Melihatku mendekat, Doni menegakkan tubuhnya tapi tidak menghentikan pompaannya. Kali ini dia lumayan bisa bertahan, mungkin karena sudah dua kali ejakulasi. Kuciumi bibir Gina yang disambutnya dengan hangat. Tanganku mempermainkan puting payudaranya, lalu gantian bibirku yang bermain di sana.

Kukira ini sensasi yang luar bagi Gina. Satu lelaki dengan penisnya mempermainkan vaginanya di bawah sana, sementara dadanya dipermainkan oleh lelaki yang satu. Dia mendesah tidak karuan, terombang-ambing oleh ombak birahinya yang terus memuncak. Hingga kemudian dia mengejang. Sampailah dia pada puncak orgasmenya yang begitu besar. Aku merasakan cengkeraman tangannya di lenganku.

Doni masih belum menghentikan tusukannya, bahkan seperti bertambah semangat. Hingga berselang beberapa detik dari orgasme Gina, dia juga mencapai puncak. Mendesah, mengerang dan mengejang. Lalu lemas, menarik pantatnya dan jatuh telentang di samping Gina.

Aku masih menciumi wajah Gina, merasakan desah napasnya yang tadinya memburu berangsur normal. Dia masih menutup mata, tangannya mengelus punggungku. Lalu aku tidur di sampingnya dan kami berpelukan.

Belajar dari pengalaman pertama dulu, aku sudah lebih siap. Aku turun dari ranjang, menutup tubuh Gina dengan selimut dan berlalu ke kamar mandi. Doni duduk di sofa, Gina menutup tubuhnya dengan selimut dan memejamkan mata. Nyaris seluruh tubuhnya bersembunyi di dalam selimut. Mungkin dia merasa malu, atau canggung. Akulah yang harus mengambil peran utama di sini untuk menetralkan suasana.

Doni masuk membersihkan diri selepasku. Aku duduk di sofa mengisap rokok, Gina masih menyembunyikan diri dalam selimut. Dia baru bangkit ketika Doni keluar dari kamar mandi. Tanpa kusangka dia tersenyum pada Doni, berarti rasa canggungnya sudah pergi. Akupun jadi santai kembali. Gina membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi hanya dengan kaos saja. Dia bergabung dengan aku dan Doni yang sedang duduk di sofa. Gina duduk di sampingku, memeluk tubuhku dengan manja.

Kami masih sempat mengobrol santai beberapa lama sebelum Doni pamit. Kami memang tidak berencana untuk mengajaknya menginap. Bercinta dalam satu ronde yang panas sudah cukup, kami harus sadar akan batasnya. Gina sudah mencapai orgasmenya beberapa kali dan sudah bisa melawan kecanggungannya sendiri setelah percintaan segitiga itu. Buatku itu sudah cukup, Gina juga berpikiran sama.

Malam itu aku dan Gina tidur dengan lelap sambil berpelukan. Sangat lelap sampai kami terbangun kesiangan. Pagi harinya kami masih bercinta dengan panas sebelum check out, kembali ke kehidupan kami yang sebenarnya.

Selingan panas seperti semalam sungguh memberi bahan bakar baru buat kehidupan kami yang hampir saja membosankan. Aku semakin bersemangat menjalani hidup, pun dengan Gina. Aku semakin mencintainya dan dia pun mengaku begitu. Kami lalu sepakat, selingan seperti ini harus kami lakukan lagi. Supaya hidup tetap panas, semangat tetap membara.
 
Tq. Updatenya suhu @doneking

Episode dua ini masih true story juga kah hu..
 
Benar benar bikin Mamang Lemassssss ........ MANTAP :jempol::jempol::jempol:
 
kalau fantasi pun ok aja..HOOOOTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT :panlok1::p
 
mantap suhu.. walau cuma fantasi, tapi hot pisan euy!
 
Benar benar bikin Mamang Lemassssss ........ MANTAP :jempol::jempol::jempol:

Waduh. Mamang sampai turun gununh ke thread ane. Sembah sujud buat mamamg

kalau fantasi pun ok aja..HOOOOTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT :panlok1::p

mantap suhu.. walau cuma fantasi, tapi hot pisan euy!

Makasih om bro untuk pujiannya hehehe


Threesome ffm pernah Gan?

Belum gan, dan kayaknya gak akan bisa karena wife gak ngasih ijin hehehe
 
Bimabet
top banget ceritanya
sampai ngcrot ane
racun ini racun threesome
bahayaaaaaaa
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd