Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Bertiga Lebih Asyik; Kisah Threesome

doneking

Semprot Kecil
Daftar
22 Dec 2017
Post
82
Like diterima
39
Lokasi
asgard
Bimabet
Mohon ijin para suhu sekalian, newbie mau coba berbagi cerita buatan newbie
kisah ini 80% kisah nyata, dan 20% fiksi. hanya supaya kisahnya lebih dramatis dan enak dinikmati.
mohon kritik dan sarannya
semoga ada yang suka

I​

Wanita berkulit putih itu terus merintih keenakan, sesekali menjerit tertahan. Posisinya sedang membungkuk, bertumpu ada dua lutut dan dua tangannya. Tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Di belakangnya, seorang pria berlutut dengan selangkangan yang mengarah tepat di pantat si wanita. Si pria berkulit legam itu memajumundurkan pantatnya, sesekali menggeram. Di depan si wanita, seorang pria lain yang berkulit legam juga berlutut, tanpa busana. Penisnya panjang, kehitaman dan mengkilap, berada tepat di depan mulut si wanita berkulit putih itu. Sesekali ketika tidak mengerang dan mendesah, si wanita nampak asyik menjilati dan mengulum penis hitam kekar di depannya itu.

Sebuah pergumulan yang begitu panas, melibatkan tiga orang yang sudah sama-sama bugil dengan nafsu yang terlihat membara.

Aku menghela napas panjang, gambar-gambar panasnya persetubuhan bertiga di televisi itu mulai membuat nafsuku bergejolak. Kurasakan Gina, istriku yang sedang bersandar di dadaku juga mulai tidak tenang. Dia menggeser duduknya, memperbaiki posisi kepalanya di dadaku. Dia pasti bisa merasakan detak jantungku yang semakin kencang. Tangannya mengelus paha bagian dalamku, hanya beberapa senti dari penisku yang terekspos tak tertutup kain.

Kami baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan yang hangat di malam yang dingin. Kami belum sempat berpakaian ketika aku muncul dengan ide menonton film porno. Gina menurut saja, hanya sempat membersihkan bagian sensitifnya di kamar mandi sebelum bergabung kembali denganku di atas ranjang.

Elusan Gina semakin intens di pahaku, bahkan ujung jarinya mulai menyentuh penisku yang masih tertidur. Darahku bergolak, debar jantungku mengirim semakin banyak darah ke selangkanganku, mendorong penisku mulai bereaksi.

Otakku bergerak cepat merespon perubahan itu. Sinyal perintah dikirimkan ke tanganku yang sedang merangkul Gina, menyuruh tangan kiri itu bergerak ke arah dada istriku yang juga terekspos tanpa sehelai benang. Detik berikutnya terlewati dengan posisi tangan kiriku yang mulai meremas daging kenyal dengan kulit mulus itu. Kurasakan putingnya mengeras, bereaksi terhadap rangsangan dari jariku dan semakin panasnya percintaan di layar televisi yang kami saksikan.

“Ackhhhhh…” lenguhan terdengar dari bibir Gina. Napasnya memburu.

Buatku, ini kode untuk melanjutkan apa yang sudah aku mulai. Aku menundukkan kepala, mendekati wajahnya. Dia menengadah, menyambut wajahku yang mendekat. Bibir kami bertemu, berpagutan, lidah kami saling membelit, tanganku meremas dadanya dan tangannya meremas penisku.

“Ackhhh…” hanya suara itu yang berbaur dengan suara-suara bertemunya bibir kami. Aku mendesah, dia mendesah. Kami sama-sama tergulung nafsu birahi yang semakin memanas. Tangan kami bergerak ke sana ke mari, meremas yang bisa diremas dan mengelus yang bisa dielus. Jariku sampai di selangkangannya, mempermainkan klitorisnya yang mulai menonjol di bagian atas vaginanya. Tersembunyi oleh rimbunnya bulu hitam keriting. Gina mengejang, suaranya sengau, desahannya semakin keras.

Kugigit lembut kupingnya, kugosokkan hidungku di lehernya, kutekan kuat bibirku di lehernya. Dia menggelinjang, aku semakin bersemangat. Ciumanku turun ke dadanya, mendarat di dua bongkahan daging kenyal dengan kulit mulus itu. Lidahku bermain di putingnya, sesekali kugigit lembut. Gina sekarang tidur telentang, membiarkan aku bermain di atas tubuhnya. Jariku masih asyik bermain di vaginanya, mengusap klitorisnya dan bahkan masuk ke dalam liang kenikmatan itu. Telunjuk dan jari tengahku bisa merasakan lembab dan basahnya bagian dalam vaginanya. Dia sudah terangsang hebat, sama dengan aku. Kurasakan penisku semakin mengeras dengan tetesan cairan bening kental di ujungnya.

“Fuck me pleasee…” Gina mengerang, memohon dengan suara berat yang sengau. Aku tahu dia tidak tahan lagi, tubuhnya sudah sangat siap menantikan tubuhku. Vaginanya sudah sangat basah, siap menjadi tuan rumah yang hangat untuk penisku.

Aku memposisikan diri di atasnya, membuka lebar kakinya. Wajahnya sendu, matanya sayu, mulutnya merekah. Dia benar-benar sudah dilanda nafsu, pun denganku. Aku menjatuhkan ciuman ke bibirnya, sambil perlahan mendorong pantatku, merasakan senti demi senti masuknya penisku ke dalam lubang vagina yang hangat dan licin itu.

Lalu, bless! Seluruh penisku sudah masuk ke dalam vaginanya.

“Ohhh!” Gina menjerit tertahan. Penisku sudah sepenuhnya masuk, menyisakan pangkalnya saja. Gina selalu kagum pada penisku yang katanya begitu penuh di dinding vaginanya dan begitu mentok di rahimnya. Aku selalu senang dipuji seperti itu meski kadang kurasa dia terlalu memuji.

“Enak sayang?” Pertanyaan bodoh yang entah kenapa selalu kuajukan ketika penisku sudah bergerak keluar masuk vaginanya.

“Enak, banget…” jawabannya selalu sama. Selalu berhasil membuatku semakin bersemangat memompa, maju dan mundur.

Gina mendesah, merintih, mengerang. Aku memacu dengan penuh semangat, menggeram, sesekali mendesah. Suara-suara yang lebih erotis keluar dari televisi. Kami sudah tidak peduli lagi apa yang dilakukan tiga orang tanpa busana itu. Kami sibuk dengan kelakukan kami sendiri.

“Mau gak kalau ditambah satu lagi?” Tiba-tiba aku bertanya seperti itu. Nafsuku mendorong pertanyaan itu keluar setelah sekian lama kusimpan di mulutku saja.

Gina tidak langsung menjawab, dia masih mendesah, menikmati setiap hentakan penisku di dalam vaginanya.

“Mau..aku mau. Satu masuk di memekku, satu lagi aku isap,” aku terkesiap. Nyaris tidak percaya dia akan menjawab seperti itu. Kukira dia akan marah kutanya begitu, tapi ternyata tidak. Justru dia semakin bersemangat.

Gilanya, aku juga semakin bersemangat mendengar jawabannya.

“Kamu mau coba kontol lain sayang?”

“Iya sayang, aku mau. Kontol yang besar, hitam, panjang..ackhhh…”

“Dua kontol sayang?”

“Iya, dua kontol. Buat aku…. Ackhhh…akhhh”

Dia meracau, terus mengerang, mendesah. Tubuhnya menggelinjang, menerima setiap sodokanku. Hingga tiba-tiba dia seperti kaku, tersentak dan berteriak tertahan. Aku tahu dia sudah mencapai puncak orgasmenya. Wajahnya meregut, seperti seseorang yang menahan rasa sakit. Matanya terpejam erat, keningnya berkerut. Seperti biasa, aku berhenti sejenak, memeluknya dan membiarkannya melewati puncak.

Ketika dia sudah tenang, kami berciuman. Mesra, panas dan semakin panas. Aku bisa merasakan vaginanya begitu basah. Kalau sudah begitu biasanya aku mencabut dulu penisku, menyekanya dengan tisu sebelum meneruskan kembali apa yang sudah aku mulai. Tapi kali itu tidak, aku sudah terlalu bernafsu, tak sempat lagi untuk berhenti sejenak. Kuteruskan genjotanku di vaginanya, suara-suara pertemuan kelamin kami semakin keras.

Plok! Plok! Plok!

Aku membayangkan ada laki-laki lain di ruangan ini. Laki-laki yang ikut membantuku memuaskan Gina. Laki-laki yang begitu terkagum-kagum pada tubuh montok istriku ini, yang tidak tahan ketika penisnya diisap istriku ini, yang mengaduh keenakan ketika penisnya digoyang vagina istriku. Bayangan itu begitu nyata, membuatku semakin bersemangat, jauh lebih bersemangat dari biasanya.

Aku melihat lelaki itu begitu menikmati isapan Gina di penisnya, dengan kasar meremas dada Gina dan menciuminya dengan penuh semangat. Aku juga melihat bayangan Gina yang menggelinjang di bawah tubuh lelaki itu, dan aku semakin bersemangat.

Lalu..

“Arghhhhh!” Aku berteriak tertahan. Tubuhku mengejang dengan sekujur tubuh yang terasa kaku. Aku orgasme, memuncratkan bermili liter cairan sperma di dalam vagina istriku. Aku seperti kehilangan kesadaran beberapa detik sebelum akhirnya lemas di sisi Gina.

Samar-samar bayangan yang tadi membuatku begitu bersemangat mulai menghilang. Aku mengatur napas, membiarkan orgasmeku berlalu. Gina bergeser ke arahku, menaruh kepalanya di dadaku. Merasakan detak jantungku yang belum normal dan napasku yang masih memburu.

Di televisi, wanita berkulit putih itu sedang berlutut menerima tumpahan sperma dari dua pria hitam kekar yang berdiri di dua sisinya.


II​


“Kamu serius Pah?” Tanyanya dengan pandangan menyelidik.

Aku tertawa, geli melihatnya penasaran begitu. “Ya seriuslah,” jawabku. Aku mengisap rokokku sebelum melanjutkan,”Ya itu kalau Mamah mau, hihihi.”

Sore itu kami duduk berdua di teras atas, menemani senja yang pulang. Teras atas yang terhubung langsung ke kamar tidur kami adalah tempat favorit di sore hari. Dari teras yang tak seberapa luas itu kami bisa melihat jauh ke lingkungan sekitar. Bisa melihat bayangan matahari yang pelan-pelan hilang di balik awan, di balik pepohonan dan di balik rumah-rumah bertingkat di depan sana.

Serombongan burung melintas di atas kami. Pulang ke sarangnya menjelang malam.

“Hihihi, kayaknya menarik juga,” Gina cekikikan.

Sore itu kami duduk di kursi panjang dari kayu yang seperti kursi taman. Membicarakan tentang threesome atau percintaan dengan tiga orang sekaligus. Entah kenapa, topik itu seperti semakin membuatku penasaran sejak beberapa bulan terakhir. Aku semakin sering membayangkan bekerjasama dengan laki-laki lain memuaskan satu perempuan. Fantasi ini sebenarnya sudah lama ada di kepalaku, kurasa sejak aku masih lebih muda 10 tahun. Tapi, intensitasnya semakin bertambah belakangan ini. Entah apa sebabnya.

Awalnya aku membayangkan bercinta dengan pasangan lain, membantu si suami memuaskan istrinya. Fantasi liar saja yang lama kelamaan mulai kuganti dengan fantasi yang lebih gila. Aku bersama laki-laki lain, memuaskan Gina istriku.

Aku ragu mengungkapkannya ke Gina pada awalnya. Tapi ketika nafsuku semakin membubung tinggi, aku akhirnya berani melontarkannya. Di luar dugaanku, Gina tidak protes. Bahkan dia menyambutnya dengan antusias ketika kami bercinta. Tapi kami tidak pernah membahasnya lagi selepas bercinta, baru pada sore ini. Sekali lagi aku agak terkejut, Gina tidak marah dan bahkan menanggapinya dengan bercanda.

Delapan belas tahun menikah dengan Gina, sesungguhnya kami sudah benar-benar terbuka satu sama lain. Termasuk soal seks. Sudah begitu banyak variasi yang kami coba, semua demi mengenyahkan rasa bosan akan seks. Berbagai gaya kami coba, sesekali juga melarikan diri ke hotel di kota kami, bercinta kilat seperti pasangan muda yang belum sah. Sering juga kami memainkan peran. Aku pernah berperan menjadi pemijat yang memijat tante-tante kesepian, pernah juga dia yang berperan sebagai pemijat yang digoda pelanggannya. Sekali waktu dia berperan sebagai suster yang nakal, di waktu lain aku berperan sebagai polisi jahat yang memperkosa tahanannya. Segala yang bisa dicoba, kami coba.

Aku bisa berbangga diri, di usia yang tak lagi muda ini kami bisa merawat nafsu seks kami tetap panas. Soal tubuh pun kami juga tak pernah abai. Meski sudah di atas 40 tahun, aku masih merasa cukup tegap dan tidak terlalu tambun seperti umumnya pria seumuranku. Gina pun begitu. Tubuhnya masih montok meski tentu saja dia tidak bisa sepenuhnya melawan lemak dan guratan di tubuh dan wajahnya. Tapi, dibandingkan wanita seusianya dia masih menggoda.

40 tahun, dengan kulit putih mulus karena rasnya yang Mongolid, dada yang membusung berukuran 36C, pantat yang kencang hasil kebiasaan lari dan bersepeda, Gina adalah contoh paling pas menggambarkan seorang MILF. Mom I’d Like to Fuck.

“Dengan body kayak gini, anak ABG bisa saja ejakulasi prematur kalau sama kamu, Mah.” Kataku suatu waktu.

“Ah, masak sih Pah?” Dia tak percaya. Wanita memang aneh, menurutku. Selalu saja merasa tidak percaya diri, merasa kurang.

“Ih, gak percaya. Mau aku buktikan?”

“Heh? Emang gimana caranya?”

“Fotomu aku masukin forum ya, tentu saja tanpa wajah. Biar kamu bisa lihat sendiri kalau masih banyak cowok-cowok yang kesengsem sama bodimu sayang,” kataku.

Aku memang baru saja menemukan sebuah forum di internet. Forum yang sebagian besar isinya adalah percakapan tentang seks. Bahkan ada satu topik khusus di mana anggotanya memamerkan tubuh istri mereka. Forum itulah yang kutunjukkan pada Gina. Meski awalnya agak jengah, dia akhirnya luluh juga dan mengijinkan aku menunjukkan fotonya kepada para penghuni forum.

“Nih Mah, lihat ini. Masih banyak yang konak tuh melihat bodimu,” kataku sambil menunjukkan komentar anak-anak forum melihat foto bugil Gina.

Senyumnya merekah, pipinya memerah. Aku tahu dia senang, hanya masih malu saja mengakuinya. Wanita mana sih yang tidak senang dipuji? Apalagi ketika dia mulai terserang penyakit rendah diri di usia 40 tahun. Komentar dan pujian anggota forum yang begitu vulgar dan kadang agak kurang sopan, ternyata berhasil mendongkrak rasa percaya diri Gina. Dia semakin panas di ranjang, dan bahkan semakin percaya diri berpose menantang.

Dia senang, aku bahagia.

Lalu fantasi threesome itu semakin berkembang. Di salah satu topik, seorang anggota forum menceritakan pengalaman threesome bersama istri dan salah satu anggota forum lainnya. Cerita itu disempurnakan dengan foto dan video percintaan yang panas. Sungguh komplit dan berhasil membuatku semakin bersemangat menjaga fantasi itu.

“Itu betulan?” Tanya Gina ketika kutunjukkan foto threesome mereka.

“Iya betulan,”

“Wow!” Hanya itu jawabnya, sambil matanya terus menatap foto-foto dan cerita panasnya percintaan segitiga itu. Kalau selama ini kami hanya menyaksikan adegan percintaan segitiga itu dengan aktor dan aktris bule, kali ini kami melihat sesuatu yang lebih nyata. Dilakukan oleh orang Indonesia seperti kami, dan tanpa skenario seperti film. Semua nyata dan apa adanya.

“Gimana? Mau gak?” Tanyaku menggoda.

“Sepertinya menarik juga,” jawabnya lalu tertawa renyah. Mungkin untuk menutupi rasa malunya. Tapi aku senang melihatnya tertawa. Aura kecantikannya masih memancar dengan sangat kuat. Semburat keemasan cahaya matahari jatuh tepat di wajahnya, membuatnya semakin terlihat menarik. Aku ikut tertawa.

Salah satu kunci keterbukaan kami adalah menghindarkan penghakiman. Kami bebas berfantasi apa saja, tanpa harus menghakimi satu sama lain. Ini juga yang membuat dia begitu bebas menjadi diri sendiri, pun dengan aku. Tidak perlu jaim, segila apapun fantasimu kita nikmati bersama, begitu prinsip kami. Itu juga yang membuat fantasi threesome kami semakin membara.

III​


“Halo Bro, lagi sibuk?” Sapaan itu masuk ke BBM ku, malam selepas magrib.

“Halo juga Bro. Gak sih, biasa aja, hehehe,” kubalas sapaan itu dengan sopan.

Lawan bicaraku mengaku bernama Andy. Kami tersambung lewat BBM setelah dia mengirim pesan pribadi ke akunku di forum. Katanya dia penasaran melihat foto tubuh Gina yang kuposting di forum. Memang sejak kutuliskan kalau kami sedang berfantasi threesome, beberapa anggota forum segera mengirimkan pesan ke akunku, meminta tukaran pin BBM dan bahkan ada yang terang-terangan mengaku ingin mencicipi tubuh Gina.

Tidak semua permintaan pertemanan itu aku penuhi. Beberapa yang kuanggap tidak sopan dan tidak sreg tidak aku acuhkan. Hanya mereka yang kuanggap sopan dan cukup dewasa saja yang kuterima permintaan pertemanannya. Bagaimanapun buat aku kenyamanan nomor satu, apalagi buat Gina.

Dari sekian banyak yang sering chat denganku, Andy ini salah satu yang paling intens. Dia mengaku berusia 40 tahun juga, sudah pernah menjadi pasangan threesome dari sepasang pasutri dan tentu saja mengaku punya pengalaman banyak soal seks. Dari nada bicaranya di chat, dia sepertinya sangat sopan dan dewasa. Dia bukan tipe yang tiba-tiba minta foto telanjang. Meski kadang dia juga tidak bisa menahan diri untuk tidak mengutarakan kekagumannya pada bodi Gina.

“Gila bro, itu pantat wife lu semok banget. Gue jadi pengen nepok2, jilat2 dan gue doggy sampai dia orgasme,” tulisnya suatu waktu.

Pesan itu kusampaikan pada Gina dan kontan membuat wajahnya tersipu malu. Itu pertama kalinya dia melihat langsung rasa penasaran seorang lelaki lain kepadanya lewat jalur pribadi, membaca langsung bagaimana seorang lelaki lain berfantasi tentang tubuhnya. Dan dia mengaku suka.

Sebagai ucapan terima kasih, Gina memotret langsung tubuh bugilnya dan memintaku mengirimkannya buat Andy. Kami memang masih memegang teguh aturan, tidak boleh ada hubungan apapun antara Gina dan lelaki lain. Semua pesan harus lewat aku. Untuk persoalan ini aku benar-benar hati-hati, bagaimanapun kami punya kehidupan nyata yang harus dijaga.

Betapa senangnya Andy ketika pesan dari Gina kusampaikan padanya. Keesokan harinya dia mengakui, ketika bercinta dengan istrinya semalam dia malah membayangkan tubuh Gina. Pengakuan yang sebenarnya membuat Gina jengah juga, tapi sekaligus membuatnya bernafsu.

Pendekatan Andy yang begitu sopan dan ulet meski sesekali nakal, membuat Gina luluh juga. Dia oke saja ketika aku menyarankan untuk ngobrol bertiga dengan Andy.

“Biar Mamah bisa dengar langsung pujiannya,” kataku. “Siapa tahu dia bisa jadi partner threesome pertama kita, hehehe” lanjutku. Gina tersenyum menggoda mendengarnya.

Lalu jadilah kami ngobrol bertiga di sebuah grup khusus.

Percakapan awalnya berjalan canggung. Gina masih agak malu, ini pertamakalinya seorang lelaki lain masuk ke dalam kehidupan pribadi kami. Beruntung Andy cukup pandai membawa suasana. Perlahan tapi pasti dia bisa membuat Gina menjadi nyaman. Dari obrolan biasa hingga akhirnya mulai memanas. Aku lebih banyak mengamati saja obrolan di grup itu, sambil menahan nafsu yang memuncak.

Di malam pertama kami ngobrol bertiga, aku dan Gina benar-benar menjadi liar di ranjang. Kami bercinta seperti berbulan-bulan tidak bercinta. Panas, penuh gairah. Obrolan panas di grup dan bayangan Andy kami hadirkan, membuat kami benar-benar tepar dengan rasa puas yang lebih dari sebelumnya.

“Baru fantasi aja udah begini enaknya. Gimana kalau betulan ya?” Kataku dengan napas tersengal. Gina hanya mengangguk, napasnya juga sama tersengalnya.

Kami mengakhiri malam itu dengan ciuman lembut dan pelukan hangat. Sebelum tidur, aku membisikkan sesuatu ke telingat Gina.

“Kayaknya Andy ini bisa dapat kesempatan buat merealisasikan fantasi kita ya Mah?”

“Kayaknya bisa,” jawab Gina singkat. Lalu dia tersenyum. Aku sulit menerka arti senyumnya, tapi kuanggap itu sebagai lampu hijau.

Fantasi itu semakin dekat menjadi kenyataan.
 
IV​


Jakarta seperti biasa sore itu. Gerah, macet di mana-mana. Aku dan Gina duduk bersisian di sebuah kafe dalam sebuah mall di satu titik ibukota ini. Jarum jam menunjukkan pukul 17:20, waktunya pulang kantor. Tidak heran kalau jalan sedang macet-macetnya, orang-orang banyak yang memilih menghabiskan waktu di kafe, menunggu macet reda sebelum pulang ke rumah masing-masing.

Tapi kami tidak sedang menunggu macet reda. Kami justru sedang menunggu seseorang. Seseorang yang mengaku bernama Andy, teman chat kami setelah sekian lama. Gina dan aku sepakat untuk melangkah lebih jauh, merealisasikan fantasi threesome kami, dan Andy yang dipilih Gina sebagai orang pertama yang akan membantu kami.

Alasan Gina, dia sudah pengalaman, dia juga sudah cukup dewasa, punya keluarga juga sehingga risiko privasi bisa kami tanggung bersama. Dia juga pasti tidak mau privasinya diumbar, sama seperti kami. Kami benar-benar memperhitungkan semua aspek sebaik mungkin. Threesome bukan aktivitas seksual biasa, ada banyak risiko di belakangnya, dan kami harus mematangkan rencana supaya risiko itu tidak jadi kenyataan.

“Aku koq deg-degan ya?” Kata Gina. Sedari tadi memang kulihat tangannya bergetar lembut. Sesekali dia juga menghela napas, berusaha mengusir rasa gugupnya. Aku tersenyum, meraih tangannya, menggenggamnya dengan lembut. Berusaha membuatnya tenang.

“Aku juga deg-degan honey,” kataku. Kutatap matanya, dan kami bertukar senyum. Dia meremas tanganku, kami saling menguatkan.

“Anyway, kalau kamu gak nyaman, kamu boleh berhenti kapan saja. Jangan sampai merasa terpaksa ya,” kataku lagi. Dia menyeringai, mengangguk mengiyakan.

“Tapi kalau aku ketagihan, kamu tanggung jawab ya,” katanya dengan delik nakal lalu tertawa lepas. Aku juga tertawa lalu pura-pura sebal dengan mencoba mencubit pinggangnya. Dia menghindar, lalu kembali tertawa. Kami tertawa bersama.

Sore semakin larut, malam sebentar lagi datang. Seorang pria memasuki kafe lalu mengedarkan pandangan seperti mencari seseorang. Jantungku berdegup kencang, sepertinya dialah Andy yang kami tunggu. Kucolek Gina, memberi tanda agar dia menoleh ke arah aku menatap. Dia paham yang kumaksud, dan dengan cepat kulihat wajahnya menegang. Pria itu akhirnya menatap ke arah kami, tersenyum lalu melangkah ke arah kami. Kami sudah bertukar foto di BBM dengan timer, hanya supaya kami bisa saling mengenali di hari pertemuan.

“Bro, ini cuma kopdar aja ya. Kalau wife setuju ya kita lanjut, tapi kalau nggak ya maaf,” begitu kataku di percakapan BBM dengan Andy.

“Sip bro, santai aja. I understand,” jawabnya.

Dan sekarang dia sudah ada di depan kami, mengulurkan tangan yang segera aku dan Gina sambut. Andy lelaki berumur 40an dengan tubuh yang juga masih tegap. Tingginya rata-rata orang Indonesia, masih lebih pendek dari aku yang 180. Tapi tubuhnya lebih gempal dari aku dengan busana casual yang enak dipandang. Kukira dia berusaha mati-matian menarik hati Gina.

Percakapan kami awalnya berlangsung canggung. Gina lebih banyak diam, hingga aku dan Andy yang terus berusaha mencairkan suasana. Obrolan dimulai dengan topik umum, tentang kota, tentang kemacetan dan tentang berita yang sedang hangat. Kami berusaha tidak membahas soal pribadi. Kami sudah sepakat untuk menjaga benar-benar privasi kami.

Menit-menit berlalu dan pembicaraan semakin cair.

Hingga kemudian aku pamit. “Bentar ya, aku ke toko jam tangan dulu. Mau ganti baterai. Kalian ngobrol berdua dulu,” kataku.

Separuhnya benar, separuhnya lagi hanya alasan agar mereka berdua bisa lebih cair. Aku memang ingin mengganti baterai jam tangan, tapi sebenarnya itu bisa aku lakukan sebelum atau sesudah di kafe itu. Tidak terlalu mendesak. Tujuan yang lebih mendesak adalah membiarkan mereka berdua lebih dekat dan lebih cair. Mungkin karena keberadaanku, Andy merasa canggung. Begitu juga dengan Gina.

“Kalian jangan mulai duluan ya, tunggu saya datang,” kataku menggoda. Andy tersenyum lebar, sementara Gina mencubit pinggangku. Wajahnya bersemu merah, malu-malu. Aku juga tersenyum lebar sambil meninggalkan mereka berdua.

Hampir setengah jam aku meninggalkan mereka. Membiarkan mereka menjadi lebih dekat dan cair, sambil terus membayangkan apa yang mereka obrolkan. Terus terang aku juga merasakan debaran jantung yang lebih kencang, bahkan tanganku sedikit gemetar. Mungkinkah malam ini akan jadi malam pertama ketika fantasi terbesar kami jadi kenyataan? Bagaimana kalau ternyata semua tidak berjalan lancar? Bagaimana kalau ternyata threesome lebih indah jadi sekadar fantasi daripada kenyataan?

Pikiran-pikiran itu bermunculan di kepala. Tapi aku tepis, toh selama ini kami sudah membicarakan semua kemungkinan dengan matang. Apapun yang terjadi setelah threesome jadi kenyataan, baik atau buruk akan kami tanggung bersama. Kebersamaan kami terlalu kuat untuk dirusak satu momen saja, begitu kesimpulan kami.

“How is he honey?” Aku mengirim pesan ke Gina.

Semenit kemudian pesan itu baru berbalas. “He’s great. Fun,” jawabnya.

Aku tersenyum, membayangkan mereka sudah semakin akrab dan cair. Lekas kubalas lagi pesan itu, “So, you think he’s the one?

“I think so (ikon menyeringai)”

“Tonight?”

“Sooner better (ikon ketawa lebar)”

Aku tersenyum membaca pesan terakhir dari Gina. Oke, sepertinya itu lampu hijau kalau kami bisa melangkah satu langkah lagi. Langkah final.

Aku kembali ke kafe, bergabung dengan mereka. Dari jauh kulihat mereka memang berbincang dengan santai, bahkan sesekali tertawa lepas. Pertanda baik, kataku dalam hati. Suasana memang menjadi lebih santai ketika aku bergabung dengan mereka. Menit demi menit berlalu dengan obrolan ringan yang santai dan sesekali mengundang tawa. Hingga akhirnya aku melirik jam tangan, sudah hampir pukul sembilan malam. Aku memberi kode pada Gina yang langsung diterimanya.

This is it! Kataku dalam hati.

“Bro, kami pamit dulu. Kami nginap di hotel X. Kamu udah ketemu dengan kami, kalau kamu berminat untuk lanjut, susul aja.” Kataku sambil menatap Andy dalam-dalam. Dia memperbaiki duduknya dengan wajah yang tegang. Tapi dia dengan cepat mampu menguasai diri. Aku melanjutkan, “Gina sudah bilang kalau dia sudah oke sama kamu, terserah kamu aja. Kalau kamu rasa tidak ada masalah, silakan. Tapi ingat, kita punya rule,”

Andy meneguk minumannya, sepertinya berusaha menenangkan diri. Aku sengaja memilih tekanan kata yang cukup mengintimidasi. Aku ingin menunjukkan kuasa di sini, menunjukkan kalau akulah pemimpin, dan dia hanya pengikut.

“Siap bro,” hanya itu kalimat yang keluar dari bibirnya.

Kami bersalaman, sambil kutitipkan pesan untuk menghubungiku apapun keputusannya nanti. Aku dan Gina meninggalkan Andy di kafe itu, menuju parkiran dan menuju hotel X tempat kami menginap. Sepanjang jalan kami banyak diam, masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Hanya tangan kami yang bertautan erat. Dalam diam kami sudah saling mengerti.


V​


“Bro, saya sudah di lobi,”

Pesan dari Andy masuk ketika aku dan Gina sedang bersantai di sofa kamar. Kebetulan sekali kami sedang membincangkan dia, tentang kemungkinan dia akan bergabung dengan kami malam ini atau tidak.

“Mungkin dia ilfil lihat Mamah yang udah tua ini,” kata Gina.

“Gak mungkinlah, yang ada dia malah gak pede abis liat kamu,” kataku membantah.

Dan pesan dari Andy kemudian masuk.

“Nah loh! Panjang umur dia,” ujarku sambil memperlihatkan pesan dari Andy. “Aku jemput dia dulu ya Mah, kamu siap-siap deh,” aku mengedipkan mata ke arah Gina.

Gina nampak tegang sesaat, lalu menarik napas panjang berusaha menenangkan diri. Aku tersenyum geli melihatnya gugup seperti itu. Aku berdiri, mendaratkan ciuman lembut ke pipi Gina sebelum meninggalkan kamar.

Kami menginap di hotel berbintang lima dengan sistim keamanan yang sangat bagus. Tidak sembarang orang yang bisa naik dan masuk ke kamar, semua butuh kunci. Karenanya aku harus ke bawah menjemput Andy. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 lewat, lobi sudah mulai sepi. Dengan cepat bisa kutemukan Andy yang duduk di sofa. Pakaiannya masih sama dengan pakaian tadi sore ketika kami bertemu di kafe.

Kujabat tangannya, lalu duduk tepat di sampingnya. Tanpa basa-basi kutegaskan apa yang harus jadi perhatian kami. Soal menjaga privasi adalah yang paling utama, lalu kujelaskan juga apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Andy hanya mengangguk setuju, termasuk ketika kuceritakan skenario yang aku dan Gina setujui.

Setelah kurasa semua sudah jelas, kuajak Andy ke lantai 10 tempat aku dan Gina menginap. Kami lebih banyak diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Agak canggung sebenarnya, tapi aku berusaha santai. Dengan jam terbang yang tinggi, kuyakin Andy adalah pilihan terbaik untuk threesome pertama kami. Semoga.

Gina menyambut kami dengan lingerie hitam. Terlihat sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Wajahnya berhias make up tipis yang tidak menor, membuat aura kecantikannya memancar. Andy refleks menelan ludah melihat Gina yang mengedipkan matanya dengan nakal ke Andy. Aku langsung tahu kalau dia sudah sangat siap untuk malam itu.

Lingerie itu terlihat sangat mini, bahkan seperti tidak cukup menahan sepasang payudara Gina yang montok dan seperti ingin berontak. Bagian bawahnya hanya mampu menutupi separuh pahanya. Gina terlihat begitu seksi dan menggoda. Sangat kontras dengan kesehariannya yang begitu formil dan cenderung terlihat jutek.

“Kamu cuci-cuci dulu bro,” kataku memberi perintah pada Andy. Perintah yang segera dilaksanakannya tanpa membantah. Dia masuk ke kamar mandi, sementara aku dan Gina bergerak ke sofa yang ada di sudut ruangan dekat jendela. Dari jendela yang gordennya terbuka itu kami bisa melihat hamparan kota yang bermandikan cahaya. Langit yang tertutup awan dan bintang yang mengintip di kejauhan.

Aku menghela napas panjang, menghalau rasa gugup.

Di sofa kami duduk bersisian namun saling berpandangan. Kubelai rambutnya, kutatap matanya. Kami bertukar senyum tipis. Kurasakan dia sedikit gemetar, mungkin gugup. Sama seperti aku. Aku memajukan wajah, disambut Gina yang juga memajukan wajahnya. Wajah kami bertemu di satu titik, bibir kami berpagutan.

Aku menciumi Gina, dengan lembut dan penuh perasaan. Bibir kami bertemu, berpagutan. Tanganku meraba lengannya, naik ke bahu dan berpindah ke dadanya. Tangan yang satu kupakai mengelus rambut dan kupingnya. Gina mengelus pipiku, matanya terpejam menikmati ciuman lembutku.

Pelan-pelan kegugupan itu mulai menghilang, bertukar dengan deru nafsu yang perlahan mulai merambati seluruh saraf kami.

Gina membelakangi kamar mandi sehingga dia tidak melihat Andy yang sudah keluar dengan hanya mengenakan boxer. Aku memberi kode supaya dia mendekat. Mudah-mudahan saja dia masih ingat skenario yang tadi aku ceritakan ke dia. Andy mendekat, duduk di samping Gina yang masih menyamping menghadapku. Gina agak kaget ketika sadar Andy sudah ada di sampingnya, dia melepaskan ciumannya dan berbalik. Aku beranjak menjauh, berdiri dari sofa.

Andy tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia bergerak maju mencoba mencium bibir Gina. Gina mencoba menghindar, menjauhkan wajahnya dari wajah Andy. Dengan agak kasar kulihat Andy berusaha memeluk Gina yang terus berontak, berusaha menolak pelukan dan ciuman lelaki asing itu. Aku tersenyum, itu adalah bagian dari skenario yang kami sepakati bertiga. Gina tidak ingin memberi kesan gampangan, dia ingin sedikit dipaksa ketika memulai dengan Andy. Skenario itu rupanya membuat Andy tambah bersemangat, dia terus saja berusaha untuk memaksa menciumi Gina dan memaksa memeluk tubuhnya. Gina terus menggeliat dengan suara penolakan yang tertahan.

Dua manusia berlainan jenis dengan tubuh nyaris bugil itu saling bergumul, satu mencoba memaksa, satunya mencoba bertahan. Pergumulan itu membuat nafsuku memuncak, darahku mengalir dengan cepat. Birahiku terbakar. Cepat-cepat kulepas semua pakaianku, kubiarkan jatuh berserakan di lantai. Celana dalamku menggembung di bagian selangkangan, ada titik-titik basah di satu sudutnya. Aku terangsang.

Andy terus memaksa, menciumi sekujur tubuh Gina, menggerayangi paha, dada dan punggung Gina sambil satu tangannya memegangi leher belakang Gina. Gina masih terus berusaha meronta meski aku tahu dia tidak sepenuhnya menolak. Sesekali dia bahkan mendesah ketika bibir dan mulut Andy mendarat di bagian bawah kupingnya, salah satu titik sensualnya. Andy bahkan sudah berhasil mengeluarkan payudara Gina dari lingerie yang memang didesain mini itu. Dada montok, mulus dengan puting besar menantang itu dengan cepat jadi tujuan utama bibir dan lidah Andy. Dengan penuh semangat dia mendaratkan ciuman di dada Gina, menjilati putingnya dan memainkannya dengan lidah.

“Ackhhhhh….leppasshhh..” Gina masih berakting mencoba menolak, mendorong kepala Andy tapi sia-sia. Selain karena usahanya memang setengah-setengah, tenaganya memang tidak sebanding.

Aku menelan ludah. Adegan siaran langsung yang terjadi tiga meter di depanku itu benar-benar membakar gairahku. Penisku semakin tegang, ujungnya basah oleh cairanku sendiri. Tanpa sadar aku mengelusnya dari luar, mataku tidak berkedip menatap adegan di depanku. Gina yang sekarang jatuh tertidur di sofa terlihat begitu menggoda ketika berusaha melawan serangan-serangan Andy. Nampak tidak berdaya, tapi menggoda.

Mereka masih bergumul dengan liarnya. Perlawanan Gina mulai melemah, dia mulai pasrah ketika Andy semakin bersemangat menciumi dadanya, mempermainkan putingnya dan satu tangannya mulai menggerayangi selangkangannya. Tangan satunya ada di atas, di jidat Gina seperti menahannya agar tidak bergerak. Andy berusaha menciumi bibirnya, tapi Gina mengelak. Andy tidak memaksa. Di bawah tadi memang sudah kubilang ke Andy, Gina mungkin belum nyaman berciuman bibir dengan laki-laki, jadi jangan dipaksa. Ternyata Andy menurutinya, meski kuyakin dia penasaran pada bibir kemerahan dan merekah milik Gina.

Gina mengerang, wajahnya bersemu merah pertanda dia makin bernafsu. Aku tahu ini saat yang tepat untuk maju. Aku berdiri mendekati sofa yang jadi tempat pergumulan mereka. Andy menghentikan aktivitasnya ketika melihat aku mendekat. Gina menatapku dengan tatapan sayu, jelas sekali dia sudah didera nafsu. Napasnya tersengal-sengal. Kuraih tubuhnya, kutarik hingga berdiri. Dia menurut saja, bahkan ketika kuciuimi bibirnya dia membalas dengan penuh semangat. Matanya terpejam. Tanpa dia tahu, aku menyerahkan syal panjang kepada Andy, memberinya tanda untuk mengikat tangan Gina. Sekali lagi, ini skenario kami.

Gina agak kaget ketika Andy menarik kedua tangannya ke belakang dan mulai mengikatnya. Awalnya dia ingin berontak, tapi aku menahan tubuhnya dengan tanganku sambil terus menciumi bibir, pipi dan lehernya. Akhirnya Gina pasrah saja, mengerang, mendesah dan membiarkan Andy mengikat tangannya di belakang.

Tonight, you’ll become our slave,” bisikku ke telinganya. Gina hanya mendesah, matanya terpejam.

Dengan perlahan kutarik tubuhnya ke arah ranjang. Kudorong dengan sedikit kasar hingga dia jatuh tertidur dengan tangan yang terikat ke belakang. Kuatur posisinya hingga kedua kakinya benar-benar ada di atas ranjang. Aku beringsut ke bagian kepalanya sementara Andy mengambil tempat di selangkangannya. Gina menatap kami bergantian, seperti menduga-duga apa yang bakal terjadi.

Dia mengerang ketika Andy menjatuhkan ciuman ke paha bagian dalamnya. Andy mengambil posisi membungkuk, kedua tangannya menahan paha Gina agar tetap membuka, bibirnya menjelajahi paha Gina. Gina masih memberontak, tapi Andy terus menahan pahanya agar tidak menutup. Dengan posisi tangan di belakang dan terikat, Gina jelas tidak bisa berbuat banyak.

Aku bergerak, segera kulepas celana dalamku yang sedari tadi sudah membuat penisku sesak. Penisku seperti meloncat ketika terbebas dari sarangnya. Tepat berada beberapa sentimeter di depan muka Gina.

“Achhh…ssshhh…ahhhh,” Gina mendesah ketika wajah Andy berada tepat di selangkangannya. Kutebak lelaki itu sedang mempermainkan lidah dan bibirnya di vagina yang masih tertutup g-string itu. Melihat mulutnya sedikit membuka, aku mengangsurkan penisku yang segera disambutnya dengan ganas.

Gina mempermainkan lidahnya di kepala penisku, lalu turun ke bagian batangnya. Penisku melintang di atas bibirnya, kugerakkan maju mundur menikmati ciuman dan jilatannya. Di bawah sana Andy dengan sigap melepas g-string yang dikenakan Gina lalu kembali membungkuk ke selangkangan Gina.

“Ohhhhhh….” Gina menjerit tertahan. Rupanya Andy mulai memainkan lidah dan bibirnya di selangkangan Gina. Mungkin dia sedang menjilati vaginanya, menggigit kecil klitorisnya, atau teknik lain yang dia punyai. Gina memang paling senang kalau vaginanya dikerjai, dijilati, diemut.

Aku terkesima melihat pemandangan itu. Gina dengan tangan yang terikat ke belakang seperti sedang kesurupan, melenguh, mendesah dan badannya mengejang dengan mata terpejam. Sungguh pemandangan yang membuatku semakin bergairah. Kupaksakan penisku masuk ke dalam mulutnya sambil tanganku meraba dan meremas payudaranya yang menyembul dari lingerie hitamnya. Meski kesulitan, Gina mau saja mengemut penisku. Emutannya memang tak sempurna karena dia sendiri masih kesulitan menahan gejolak birahi yang hadir dari perbuatan Andy di bawah sana.

Gina makin seperti kesetanan ketika Andy mulai memasukkan jarinya ke dalam vaginanya, mempermainkannya sambil tetap menjilati klitorisnya. Dia mengejang dan ternyata tangannya sudah terlepas dari ikatan. Andy nampaknya tidak mengikatnya dengan kuat. Tak apalah, toh dengan tangan terlepas itu sekarang dia bebas menggenggam penisku. Dikocoknya penisku yang sudah tegang itu sambil sesekali diisapnya di tengah erangannya yang semakin kencang.

“Ohhhhh fuucckkk!” Tiba-tiba Gina menjerit tertahan, mengejang dan tubuhnya seperti terangkat. Dalam keseharian, sungguh tidak terbayangkan seorang wanita dengan kedudukan sosial yang tinggi akan melontarkan kata-kata itu. Gina di atas ranjang memang berbeda dengan Gina sehari-hari. Aku suka.

Aku tahu dia sudah mencapai orgasmenya. Aku sangat mengenali tanda-tandanya. Nafsunya pasti sangat membuncah sampai-sampai dia orgasme dalam waktu singkat seperti itu. Aku memberi tanda kepada Andy untuk berhenti sejenak, aku tahu biasanya Gina akan menjadi sangat geli ketika orgasme. Memberinya ruang menikmati orgasmenya adalah pilihan yang tepat untuk tetap menjaga mood-nya.

Aku menunduk, menjatuhkan ciuman lembut di bibirnya yang segera disambutnya. Kami berciuman hangat, aku bisa merasakan napasnya yang putus-putus.

“Lanjut ya sayang,” kataku. Gina hanya mengangguk dengan mata yang terpejam. Napasnya belum sepenuhnya normal. Aku mengangkat lingerienya, meloloskannya melewati kepalanya dan membuangnya ke lantai. Sekarang Gina yang ada di depanku adalah Gina yang sudah bugil. Tubuhnya montok dengan kulit berwarna putih bersih. Aku bisa menangkap pandangan penuh kekaguman di mata Andy melihat tubuh telanjang Gina. Tangannya bahkan tidak bisa ditahannya untuk tidak mengelus lembut bagian dalam paha Gina. Lelaki normal di manapun kuyakin pasti akan melakukan hal yang sama ketika melihat tubuh telanjang Gina.

Aku beringsut ke bagian bawah tubuh Gina, Andy tahu apa yang akan kulakukan. Dia turun dari ranjang, memberiku ruang untuk memosisikan diri tepat di antara dua paha Gina. Aku masih sempat menjatuhkan ciuman ke bibir Gina sebelum mulai menusukkan penisku ke vaginanya. Dia tersentak sedikit ketika penisku mulai masuk. Basah dan hangat, dua rasa itu langsung akrab dengan penisku. Sisa-sisa orgasmenya tadi membuat vaginanya terasa sangat basah. Tanpa membuang waktu, segera kudesakkan penisku dalam-dalam. Kutarik lagi, lalu kudorong lagi. Gina hanya melenguh, tangannya mencengkeram erat lenganku yang kugunakan menumpu tubuhku.

Aku melirik ke Andy, memberinya kode untuk bergabung. Dia mengangguk, melepas boxernya hingga tubuhnya langsung bugil. Kulirik penisnya lumayan besar, tidak sepanjang punyaku tapi sepertinya lebih gemuk. Aku mengangkat tubuh, agak tegak untuk memberi kesempatan pada Andy mendekat ke Gina.

Gina sedikit terbelalak ketika penis Andy berada beberapa senti di depan wajahnya. Dia sedikit canggung tapi kemudian berusaha meraih penis itu dengan tangannya. Matanya menatap lurus ke mata Andy, lalu berpindah ke mataku. Seolah meminta persetujuan. Aku cuma tersenyum dan aku tahu dia paham. Kulihat tangan halusnya mulai mengocok penis Andy, lalu perlahan mendekatkan wajahnya ke penis itu. Andy memajukan tubuhnya sehingga selangkangannya jatuh persis di atas wajah Gina. Andy bertumpu pada dua tangannya yang jatuh ke samping tubuh Gina.

“Ohh….yessss,” Andy meringis ketika dengan ganas Gina menyambut penisnya, menjilati kepalanya dan memasukkannya ke mulut.

Aku berhenti menggenjot, membiarkan Gina berkonsentrasi dulu melumat penis Andy. Andy sendiri seperti menegang, lalu mengangkat kepalanya dengan mata tertutup. Dia sangat menikmati setiap pergerakan Gina di penisnya. Ah, sungguh sensasi yang luar biasa yang aku rasakan. Gina berhenti sejenak ketika aku kembali memompa vaginanya. Dia hanya mendesah sambil mengocok lembut penis Andy.

Aku berhenti sejenak, menarik penisku dan menarik tubuh Gina. Aku ingin mengganti gaya. Gina paham apa yang kumau, dia bangkit lalu menungging membelakangiku. Andy sendiri langsung duduk tepat di depan Gina dengan selangkangan terbuka yang mengekspos penisnya yang tegang. Gina menjatuhkan kepalanya ke selangkangan Andy, menyambut penis itu ke dalam mulutnya. Dari belakang aku memasukkan penisku ke vaginanya yang sudah basah.

Plok! Plok! Plok!

Suara penis yang keluar masuk berpadu dengan selangkanganku yang bertemu pantat Gina. Sesekali dia merintih dan menjerit tertahan, nampaknya dia kesulitan untuk mengemut penis Andy ketika genjotanku juga membuatnya keenakan. Sesekali Andy mengulurkan tangannya mempermainkan payudara Gina yang menggantung bebas di depannya.

Hingga kemudian Gina menjerit tertahan, mengejang dan seperti kaku. Aku berhenti sejenak, kutahu dia sedang orgasme. Kubiarkan dia menikmatinya beberapa jenak, sampai dia menjatuhkan kepalanya ke perut Andy. Beberapa menit berlalu dalam diam, hanya napas terengah-engah yang terdengar. Aku menarik penisku yang berlumuran cairan kenikmatan. Saatnya mengubah posisi.

Andy tahu apa yang kumau, dia beranjak dari duduknya membiarkan aku yang mengambil tempatnya. Gina masih terengah-engah, tapi tahu kalau permainan ini masih berlanjut. Dia kembali memposisikan diri menungging menghadapku. Penisku yang sudah kubersihkan dengan tisu segera disambutnya, sementara Andy kulihat mulai memasang kondom.

“Acccckkhhhhh…” Gina berteriak tertahan ketika Andy menyorongkan pantatnya. Mungkin penis Andy mulai masuk ke dalam vaginanya. Wajah Gina seperti menahan sakit, merengut dengan mata terpejam. Buatku, ini pemandangan yang sangat seksi. Segera kusambar bibirnya yang merekah dan kami berciuman dengan hangat.

Di belakang sana Andy mulai memajumundurkan pantatnya sambil sesekali kudengar dia menepuk pantat Gina. Gina melenguh di antara panasnya ciuman kami, tangannya meremas penisku. Agak sakit, tapi kubiarkan saja.

“Gimana Mah? Enak kontolnya?” Kubisikkan pertanyaan itu ke telinganya.

“Accckhhh…enak Pah. Enakkhhh…” Gina menjawab dengan mata terpejam seakan menikmati setiap gerakan Andy di belakang sana.

Kutarik wajahku ke belakang, lalu kusodorkan penisku ke dekat wajahnya. Gina paham apa yang kumau, dia menyambut penisku ke dalam mulutnya meski tubuhnya terus bergoyang karena desakan Andy. Dengan cepat bisa kurasakan sensasi jilatan dan sedotan Gina yang memang luar biasa. Sensasi sedotannya makin luar biasa karena pemandangan yang kulihat terpampang di depanku. Gina digenjot lelaki lain, dan dia sungguh menikmatinya. Melihatnya begitu menikmati persetubuhan itu bahkan setelah dua kali orgasme, sungguh membuatku terangsang.

Saking terangsangnya melihat wajah Gina yang keenakan dan merasakan sedotannya, aku mendekati orgasme. Gina masih mengemut penisku dengan penuh penghayatan ketika kurasakan pelan-pelan puncak orgasmeku semakin dekat. Isapan Gina, lenguhannya, tubuh bugilnya yang terus bergerak maju mundur dan ekspresi keenakan di wajahnya adalah formula yang pas untuk membuat spermaku terasa mendesak di ujung penisku. Aku tidak tahan lagi.

Kucengkeram kepalanya dengan kedua tanganku, lalu dengan satu hentakan aku mencapai puncak.

“Argghhh!!!” Aku menggeram. Penisku menyemburkan sperma di mulut Gina. Bagian selangkangan di sekitar penisku mengeras, aku mengejang berkali-kali sambil menikmati orgasme itu. Gina menelan habis spermaku dan bahkan membersihkan sisanya dengan lidahnya. Matanya melirikku dengan nakal, tatapan yang selalu mampu membuatku bertekuk lutut. Dia tersenyum melihatku lemas, lalu menarik tubuhnya dari cengkeraman Andy yang sempat berhenti sejenak. Aku menonton saja aksi mereka, aku sudah terlalu lemas setelah orgasme.

“Aku pengen di atas,” kata Gina seakan memberi perintah kepada Andy.

Andy menurut saja. Dia tidur telentang dengan posisi berseberangan denganku yang sedang duduk terkulai di kepala ranjang. Kakinya berada tepat di sampingku. Lalu Gina memposisikan diri di atasnya, memposisikan selangkangannya tepat di atas selangkangan Andy. Penis Andy yang terbungkus kondom terlihat mengkilap, tegak dan menantang. Tangan kiri Gina mengatur penis itu agar siap menerima vaginanya, lalu pelan-pelan dia menurunkan badannya sampai penis itu hilang semuanya di dalam vaginanya. Amblas.

Gina berhenti sejenak, seperti ingin merasakan sensasi penis baru itu di dalam vaginanya. Lalu dimulai dengan pelan, dia menggerakkan pantatnya maju-mundur, naik-turun. Andy menggigit bibirnya, mungkin berusaha menahan diri agar tidak orgasme. Gina memang luar biasa ketika berada di posisi itu. Aku harus mengakuinya. Dia tahu betul bagaimana membuat lelaki terbang melayang dengan gerakan pantatnya.

“Ouccchhhh…ssshhhh…ahhh,” desahan dan erangan bergantian keluar dari bibir Andy maupun Gina. Mereka sangat menikmati persetubuhan itu. Akupun begitu, penisku yang tadi mengecil sekarang perlahan membesar kembali. Gila, di usia seperti ini biasanya aku butuh waktu berjam-jam sebelum penisku siap dipakai kembali. Tapi sekarang, hanya dalam hitungan menit dia mulai menggeliat seperti siap beraksi kembali.

Sensasi threesome sepertinya benar-benar luar biasa.

“Ahhh…mbak, memekmu enak sekali,” Andy meracau sambil menikmati goyangan pantat Gina. Sesekali tangannya sibuk meremas sepasang payudara Gina, mempermainkan putingnya. Sesekali meremas pantat Gina. Entah kenapa justru aku bangga mendengar ucapan Andy itu. Sekarang dia tahu bagaimana rasanya bercinta dengan Gina, wanita yang sudah belasan tahun memberiku kepuasan seks itu.

“Kontolmu juga enak mas,” Gina membalas racauan Andy. Matanya tertutup dengan kening yang mengkerut. Gina begitu liar memompa pantatnya, maju-mundur, naik-turun. Entah dia lebih liar dengan Andy, atau dengan aku. Aku tak peduli. Aku semakin terangsang melihat pemandangan itu. Penisku makin tegak, apalagi tanganku sekarang mulai mengelusnya. Melihat dua manusia bersetubuh beberapa senti di depanmu, lengkap dengan ucapan-ucapan kotor dan mesum ternyata bisa membuat nafsumu bangkit. Aku baru merasakannya malam itu.

Sampai kemudian Gina kembali mendapati puncak orgasmenya. Tubuhnya menegang, sedikit menekuk ke belakang dengan wajah berkerut. Erangan penuh kenikmatan keluar dari bibirnya. Dia berhenti sejenak tapi tidak dengan Andy. Lelaki itu malah mempercepat gerakannya di bawah, dia memeluk tubuh Gina yang jatuh ke atas tubuhnya, sambil terus menggerakkan pantatnya naik turun. Gina hanya mengerang, dan aku semakin terangsang.

Sampai kemudian Andy mengejang, menggeram dan memeluk Gina dengan kuat. Dia mencapai puncak orgasmenya. Diam beberapa detik sebelum dia membiarkan Gina jatuh berguling di sampingnya. Napasnya memburu, keringat membasahi dahi dan sebagian dadanya. Begitu juga dengan Gina. Dua manusia berlainan jenis itu tidur bersisian, sama-sama tersengal-sengal dan dibanjiri keringat.

Melihat itu aku beringsut, penisku masih tegak sempurna meminta untuk dipuaskan. Kuraih beberapa lembar tisu dan kubersihkan vagina Gina yang basah kuyup. Dengan lemah dia membiarkan saja apa yang kulakukan. Kutahu dia paham mauku, tapi dia terlalu lemah untuk menolak.

Kuatur posisi di atas tubuhnya, lalu kuciumi dengan lembut bibirnya. Kami berciuman mesra, aku bisa merasakan napasnya tersengal-sengal. Kami masih berciuman ketika pelan-pelan penisku masuk ke dalam vaginanya. Dia mendesah, tepat di telingaku.

“Pah, aku udah gak kuat,”

Kuciumi bibirnya dan aku berbisik lembut, “Sekali lagi ya Mah, aku gak kuat pengen ngentot kamu lagi. Aku gak kuat liat kamu begitu liar tadi,”

Tanpa menunggu lagi, segera kudorongkan penisku dalam-dalam. Agak kesat namun rasa hangatnya masih ada. Kudiamkan beberapa detik sambil kupeluk dan kucium Gina. Ketika kurasa dia sudah siap, segera kugerakkan pantatku maju mundur. Gina mengerang kembali dalam lemasnya. Dia sudah tidak mampu berkata apa-apa dan membiarkan saja aku menggaulinya.

Andy sudah bangkit dari ranjang dan berpindah ke sofa. Dia hanya menonton kami menuntaskan permainan. Permainan yang tidak begitu lama karena hanya dalam beberapa menit aku sudah merasakan orgasme yang luar biasa. Ada sensasi berbeda ketika merasakan ada yang melihatku bercinta. Sensasi yang membuatku tidak bisa bertahan lama dan akhirnya memuncratkan spermaku di dalam liang kenikmatan Gina.

“Arghhhhh!” Kembali aku menggeram, mengejang sekian detik sebelum menjatuhkan diri di samping Gina.

Plop! Penisku menimbulkan suara ketika kutarik dari dalam vaginanya. Kubantu dia agar bangkit dan memutar tubuhnya. Sekarang kepalanya ada di kepala ranjang, tidak seperti tadi ketika kepalanya ada di kaki ranjang.

Kami tidur bersisian dengan napas tersengal-sengal. Gina memelukku erat, membenamkan wajahnya di dadaku. Akupun memeluknya, menjatuhkan ciuman lembut di dahinya. Aku masih mengatur napas ketika kurasakan dengkuran halusnya. Gina bahkan tidak sempat membersihkan vaginanya, dia sudah terkapar dan tertidur. Sepertinya dia kecapean. Aku tersenyum geli, rasanya agak aneh juga berada dalam ruangan yang sama dengan laki-laki lain yang sama-sama bugil, sementara satu-satunya perempuan di ruangan itu sudah tertidur.

Andy juga nampaknya merasakan kecanggungan yang sama. Dia lalu beranjak ke kamar mandi, sementara aku menutup tubuhku dan tubuh Gina dengan selimut. Beberapa menit di kamar mandi, Andy keluar dengan pakaian lengkap. Sungguh, kami menjadi lebih canggung dari pertama bertemu tadi. Aku lupa mengatur exit strategy, strategi ketika percintaan telah selesai.

Untung Andy cukup tahu diri. Dengan sopan dia pamit dan membiarkan kami berdua beristirahat. Aku hanya bangkit sedikit dari ranjang, menyalaminya dan membiarkannya keluar dari kamar. Aku bahkan tidak sempat berterimakasih kepadanya. Suasana canggung ini tidak kuantisipasi sebelumnya, kecanggungan yang muncul ketika nafsu kami sudah pergi.

Sepeninggal Andy aku menerawang ke langit-langit. Oh ternyata begini rasanya threesome itu. Penuh gairah dan bahkan lebih panas dari yang kubayangkan. Aku bahkan bisa orgasme dua kali dalam waktu berdekatan, sementara Gina entah berapa kali. Dia pasti sangat puas meski juga sangat kecapean.

Hingga akhirnya aku juga tertidur memeluk Gina. Ah, rupanya bertiga memang lebih asyik. Setidaknya satu pengalaman baru telah kami lalui. Bersiaplah untuk pengalaman selanjutnya! Kataku dalam hati.



----------------------------------------------

Episode dua: Mencoba Berondong? Yakin?
Episode Tiga: Double Penetration!
 
Terakhir diubah:
Wah nemu cerita bagus nih..
Makasih untuk karyanya hu..

Ane suka bnget klo cewenya juga binal..
Ceritanya juga detail, ngalir banget alurnya..

Mantap hu..

Lancrotkan karyanya hu..
:semangat:
 
Bagus dan Keren kok hu... ceritanya,
saya gak bisa ngasih saran dan kritik karena ini Real Storynya Om ts 80%.

Gaya dan tutur bahasa Om ts dalam bercerita sudah gak bisa dibilang asal-asalan lagi,
ini sdh layak rilis dan dibaca banyak Orang, lanjut terus bekarya om @doneking
 
Flow nya keren, nggak buru-buru dan details. Keren suhuuu:beer:

Wah nemu cerita bagus nih..
Makasih untuk karyanya hu..

Ane suka bnget klo cewenya juga binal..
Ceritanya juga detail, ngalir banget alurnya..

Mantap hu..

Lancrotkan karyanya hu..
:semangat:

Bagus dan Keren kok hu... ceritanya,
saya gak bisa ngasih saran dan kritik karena ini Real Storynya Om ts 80%.

Gaya dan tutur bahasa Om ts dalam bercerita sudah gak bisa dibilang asal-asalan lagi,
ini sdh layak rilis dan dibaca banyak Orang, lanjut terus bekarya om @doneking

Wah gak nyangka ternyata banyak yang suka. Soalnya ini karya pertama ane hehehe .


Jadi semangat nih buat bikin baru atau lanjutin yang ini. Tapi semua tergantung waktu ya suhu-suhu. Maklum ane cuma buruh biasa yang waktunya ngikut boss hehehe
 
Bagus sekali... Membacanya seperti ikut terlibat didalamnya.... Lanjutkan berkarya...
 
Bimabet
Keren.. Karyanya hu.

Bagus bgt malah, walau dari penulis pemula. Penggambaran jelas, memang ada bakat nulis nih suhu. Mohon dilanjutkan..
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd