Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Bertiga Lebih Asyik; Kisah Threesome

Salut banget sama om n tante ini ;)
Nikmatnya bisa merealisasikan fantasi2 threesomenya :beer:

:mantap:

sebenarnya belum sampai realisasi om, baru sampai 3some virtual aja alias chat bertiga hehehe

bagus banget ceritanya

thank you gan

Mantep banget ceritanya hu. Btw, itu mbak gina nggak tertarik dp hu? Biar ceritanya makin hot

terima kasih untuk idenya suhu, ini ane coba update dengan cerita DP hehehe

selamat ya oum, udah terelaisasi 3s nya :beer:

belum om, baru 80% terealisasi hehehe
 


EPISODE TIGA: Double Penetration!


I

Double penetration. Tiba-tiba kalimat itu muncul dalam obrolan kami, lebih dari seminggu setelah percintaan segitiga bersama Doni. Gina yang pertama melemparkannya dari bibirnya yang selalu tampak basah menggoda itu.

Aku yakin kalian tahu makna dari kalimat itu kan? Double penetration, intinya adalah dua penetrasi pada satu objek secara bersamaan. Dalam bercinta ini berarti penetrasi pada vagina dan anus secara bersamaan. Aktivitas ini baru bisa terjadi dalam ajang threesome atau gangbang. Dan itulah yang sedang kami diskusikan.

“Kayaknya menarik juga. Dua sekaligus,” Kata Gina. Matanya melirik ke atas, seakan membayangkan sesuatu.

“Hahaha, yakin? Bukannya malah kesakitan?” Aku balas dengan bertanya.

Pandangan Gina sekarang mengarah ke televisi yang menayangkan adegan seorang perempuan Kaukasia bersetubuh dengan dua pria Negroid. Kedua pria berkulit legam itu sudah membenamkan penis besar mereka ke dua lubang si perempuan berambut pirang itu. Satu di vagina, satu lagi di lubang anus.

“Kalau lihat itu sih, kayaknya dia malah keenakan,” Gina menunjuk layar televisi dengan bibirnya.

‘Yeee, kan itu film,” kami tertawa berbarengan.

Sejak berhasil merealisasikan fantasi threesome-nya, Gina memang jadi lebih liar. Di ranjang dia semakin panas, aku sampai hampir kewalahan. Tapi aku bersyukur, rasanya tidak banyak perempuan 40an yang masih tetap binal ketika usia mereka mulai merambat semakin naik, bukan? Lagipula kebinalannya di ranjang sedikit banyaknya membuat kehidupannya di dunia nyata jadi lebih bersemangat. Dia seperti seorang perempuan dengan bahan bakar yang tidak pernah habis. Penuh semangat, penuh senyuman.

Benar kata orang, great sex makes a great lives.

Dan sekarang kami membincangkan double penetration.

‘Tapi gimaan mau double, kamu kan belum pernah dianal,” kataku.

“Ya dilatih toh ya,” sahutnya sambil memberi tatapan menggoda. Ah, aku tak tahan dengan tatapan itu. Darahku berdesir.

“Hmmm…” aku pura-pura berpikir.

Gina tertawa, matanya berbinar. Aku senang luar biasa, bahkan untuk urusan seks yang seperti ini pun – yang kata orang tabu – kami bisa membahasnya dengan santai, penuh canda tawa dan tanpa penghakiman atau sekadar rasa sungkan.

“Jari Papah aja rasanya udah enak, apalagi kalau itu,” katanya sambil menunjuk ke selangkanganku. Bukan hanya menunjuk, dia bahkan mulai mengelus selangkanganku yang ditutup celana pendek kain tanpa dalaman. Benda berdaging di balik celana itu bereaksi akibat elusan Gina. Aku sedikit bergidik.

Biasanya ketika bercinta aku memang kerap menyelipkan jariku ke lubang anusnya sambil penisku bergerak keluar-masuk di vaginanya. Kadang jempol, kadang telunjuk. Aku perhatikan Gina memang jadi semakin liar ketika itu kulakukan. Orgasmenya jadi lebih cepat dan lebih hebat. Tapi aku baru tahu kalau ternyata itu karena dia membayangkan double penetration. Dua benda di dua lubangnya dalam waktu bersamaan.

“Jadi? Kita coba anal, nih?” Tanyaku. Kucoba memasang pandangan menggoda. Gina tersenyum dan balas menggoda.

“Mau? Mau?” Alisnya bergerak-gerak naik turun. Aku tergoda.

Anal. Aku sebenarnya penasaran juga bagaimana rasanya menusuk lubang anus itu. Kata Jimmy, kawan sekantor yang punya tingkat keliaran di atas rata-rata; anal itu asik. Sempit banget dan benar-benar bikin cepat crot. Bikin penasaran memang, tapi aku belum sampai hati mengungkapkannya ke Gina. Pasti sakit, pikirku.

Tapi malam ini justru Gina yang menawarkan. Aku bisa apa?

Lalu kami memulai seperti biasanya kami memulai percintaan. Ciuman, belaian, remasan, melepas seluruh pakaian, kembali meremas, mencium, menjilati bagian-bagian favorit kami berdua hingga akhirnya kami siap mencoba sesuatu yang baru.

Gina nungging, pantatnya yang padat dan mulus itu berada beberapa senti di depanku. penisku sudah dibungkus kondom, sesuatu yang jarang aku lakukan ketika bercinta dengan Gina. Tapi ini bukan percintaan biasa, aku akan masuk ke lubang anusnya, lubang pembuangan. Kebersihan selalu nomor satu!

“Pakai minyak zaitun aja ya,” kataku. Tidak ada gel khusus di kamar kami, dan pilihan jatuh ke minyak zaitun yang dipakai Gina untuk menghaluskan kulitnya. Dia hanya mengangguk, sepertinya dia sudah tidak sabar menunggu sensasi baru. Wajahnya memerah, didera birahi.

Aku melumuri lubang anusnya yang mungil itu dengan minyak zaitun. Gina menggelinjang, mungkin dia kegelian. Lalu pelan-pelan kupermainkan telunjuk kiriku di sekitaran lubang mungil yang kelihatan berkerut itu. Gina menggoyang-goyangkan pantatnya, pelan dan seperti kegelian. Aku sabar dan tidak terburu-buru. Kucium bongkahan pantatnya, naik ke pinggang bagian belakang dan terus ke punggung. Tangan kananku merayap ke bagian depan tubuhnya, mengelus perut dan naik ke payudaranya yang menggantung bebas. Lalu kuremas lembut payudara itu, kupermainkan putingnya sementara bibirku terus menciumi punggungnya.

“Accckhhhh….” Gina mendesah. Sekarang kepalanya benar-benar bertumpu ke kasur. Tubuhnya membentuk sudut 45 derajat.

Di belakang sana jariku sudah lolos masuk ke lubang anusnya. Pelan-pelan mulai bergerak masuk dan keluar. Agak sempit, tapi makin lama makin lancar. Pantat Gina terus bergerak-gerak, desahannya semakin kencang.

“Aku masukin ya sayang,” bisikku di telinganya. Dia hanya mengangguk. Raut mukanya seperti orang yang meringis kesakitan, tapi kuyakin dia meringis karena nikmat.

Aku lalu memposisikan diri di belakanganya. Bersiap memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya. Sebelumnya, kulumuri lagi lubang mungil itu dengan minyak zaitun. Gina sempat menoleh ke belakang, matanya sayu. Aku tersenyum dan dia membalas. Kuartikan itu sebagai izin untuk memulai apa yang harus dimulai.

Dengan tangan kanan, kuarahkan penisku yang tegang sempurna dan terbungkus kondom itu ke depan lubang anusnya. Kupermainkan sebentar di mulut lubangnya, Gina menggeliat. Lalu pelan tapi pasti mulai kudorong penisku menerobos lubang mungil itu.

“Aduh…” Gina mengaduh, kepalanya terangkat.

Aku berhenti sejenak, takut menyakitinya. “Sakit?” Tanyaku.

“Gak apa-apa, terusin Pah,”

Baiklah, mari kita teruskan, kataku dalam hati. Kudorong pelan-pelan pantatku, menenggelamkan penisku semakin dalam di lubang anusnya. Gina mendesis, tangannya meremas seprai. Aku tadinya hendak berhenti, tapi kurasa dia tidak menolak. Mungkin dia kesakitan, tapi masih mampu menahannya. Atau mungkin dia sudah mulai merasakan nikmatnya.

Aku sendiri segera merasakan nikmatnya penisku terjepit dinding anus yang sempit. Seperti ada yang memijatnya dengan keras. Nikmat yang tidak bisa kugambarkan. Tapi aku menolak untuk egois, meski nikmat aku harus siap berhenti kapan saja Gina merasa kesakitan.

“Gimana Mah?” Tanyaku, mencoba mencari tahu.

“Ahhh…gak apa Pah. Terusin, ah..” Gina malah mendesah. Ini lampu hijau, kataku dalam hati.

Penisku belum masuk setengah, tapi tidak kupaksakan. Kutarik pantatku hingga penisku hampir keluar semuanya, lalu kudorong lagi hingga penisku hampir tenggelam setengah. Gina mendesah dan aku tak sadar juga ikut mendesah. Minyak zaitun itu ternyata sangat membantu.

Lima tusukan pelan dan kurasa kami siap untuk meningkatkan intensitas. Kutarik pantatku, lalu kudorong kembali. Kali ini lebih dalam hingga tiga perempat penisku tenggelam. Gina mendesah, nyaris sedikit berteriak. Aku yang makin nyaman dengan kenikmatan remasan dinding anus yang begitu kuat mulai kehilangan kendali. Kutarik lagi pantatku dan kudorong kembali. Penisku bergerak masuk-keluar di lubang anusnya.

Gina mendesah. Aku mendesah.

“Ohhh…shhiittt, enakkk…ahhh..” Gina meracau.

“Shhhh ahhh…yeess….ackhhh…” Aku meracau.

Sekarang pantatku dengan liar bergerak maju-mundur, penisku terus bergesekan dengan dinding lubang anusnya. Tubuh Gina bergerak maju-mundur, terguncang-guncang setiap kali aku mendorongkan pantatku. Suara pertemuan pahaku dan pantatnya menambah sensasi sensual. Kamar kami panas oleh birahi.

Sensasi anal ternyata memang berbeda. Remasan dinding anus yang sempit membuat aku benar-benar tidak tahan. Remasannya melebihi remasan dinding vagina, tentu karena ukurannya yang memang lebih sempit. Aku setengah mati menahan diri untuk tidak terburu-buru orgasme. Gina juga semakin liar, satu tangannya sekarang mempermainkan clitorisnya sendiri. Satu lagi menumpu tubuhnya. Kepalanya sudah mendarat di kasur, bertumpu pada dahinya.

“Ohh Mah, aku gak kuat…” kataku. Sungguh berat rasanya menahan gejolak birahi yang sudah hampir sampai di puncak ini. Remasan dinding anusnya dan sensasi mencoba hal baru membuatku tidak karuan, harus berjuang lebih keras untuk bertahan lama.

“Tunggu Pah…akuhh…ahhhhh..” Tubuh Gina mengejang. Aku duga dia mencapai orgasmenya. Tusukan di analnya dan jarinya yang mempermainkan klitorisnya mungkin membuatnya juga sulit menahan diri. Dia mengejang, dua tangannya meremas seprai dan tubuhnya tersentak dua kali.

Oke, aku sekarang bebas untuk orgasme juga. Dalam bercinta, orgasme Gina adalah tujuan utamaku dan karena tujuan utama sudah tercapai, kini giliranku untuk menyenangkan diri.

Dengan agak kasar kudorongkan pantatku, lalu kutarik. Hampir dua puluh kali gerakan seperti itu hingga akhirnya aku juga menggeram. Selangkanganku menempel di pantatnya, penisku berkedut berkali-kali, memuntahkan sperma di dalam kantung karet yang membungkus penisku. Aku tersentak, sejenak seperti melayang dan kehilangan kesadaran sebelum akhirnya kucabut penisku dan jatuh telentang di samping Gina. Gina langsung rubuh tengkurap.

Aku mencoba mengatur napas. Gina juga begitu. Pandanganku menatap langit-langit. Sungguh sensasi yang baru dan jauh melebihi yang bisa aku bayangkan. Menit-menit berlalu dalam diam. Entah apa yang ada dalam pikiran Gina, tapi aku sendiri sibuk mereview apa yang baru saja kami lakukan.

“Gimana Pah? Enak gak?” Kata Gina ketika badai orgasme kami sudah berlalu. Dia menumpu kepalanya di tangannya yang terlipat. Satu tangannya bermain di dadaku. Keringat membanjiri dadaku.

Aku menatapnya, memberinya senyuman. “Enak Mah. Luar biasa. Kamu sendiri gimana? Suka gak?”

“Suka sih. Emang lebih enak vaginal, tapi tetap aja anal juga enak. Sensasi baru,”

Kami sama-sama tersenyum lalu berciuman lembut.

“Kurasa memang lebih enak kalau digabungkan. Vaginal dan anal,” kata Gina sambil tertawa dan bangkit dari ranjang.

Aku ikut tertawa, ikut bangkit dan masih sempat menepuk pantat bugilnya.

“Nakal!” Godaku.


II


Andy atau Doni?

Itu pertanyaan yang pertama muncul di kepala kami ketika kami akhirnya memutuskan untuk mencoba double penetration. Itu hampir sebulan sejak pertama kali kami mencoba anal. Gina makin terbiasa, dan makin menikmati. Akupun seperti dia, tapi jujur aku lebih memilih vaginal daripada anal. Meski lebih sempit, lama-lama koq rasanya aneh. Aku suka, tapi lebih suka vaginal.

Dan karena Gina makin nyaman dengan anal, kami akhirnya memutuskan untuk mencoba double penetration. Tinggal mencari siapa partner yang bisa kami ajak.

Selepas threesome kami, hubungan dengan para partner masih terus terjaga meski tidak seintens sebelumnya. Ada dua alasan. Pertama, kami sama-sama sibuk termasuk dua mantan partner kami. Kedua, aku memang berusaha tidak terlalu akrab dengan mereka. Apa yang kami lakukan murni hanya mencari sensasi seks saja, bukan ingin membangun relasi. Ada batas-batas privasi yang kami jaga.

Kurasa mereka berdua juga mengerti.

Tapi rencana untuk sekali lagi menggelar event dan bahkan meningkatkannya menjadi double penetration membuat aku menjalin komunikasi intens lagi dengan mereka berdua. Aku tidak serta merta mengajak mereka, hanya komunikasi biasa. Aku dan Gina belum menentukan pilihan akan mengajak siapa.

“Kayaknya Andy yang paling pas Pah. Dia kan sudah pengalaman,” kata Gina.

“Menurutku juga begitu. Tapi ya belum tentu juga dia mau,”

“Ya tanya aja.”

“Eh, emang kalau Doni kenapa?”

“Yaa gak papa sih. Tapi dia belum banyak pengalaman, padahal kan double penetration butuh pengalaman.”

“Masak sih?”

“Kayaknya. Hahahaha,”

Kami tertawa bersama. Bahkan untuk urusan seperti inipun kami masih bisa membahasnya dengan bercanda. Tidak ada rasa segan apalagi penghakiman.

Lalu kucoba membahas soal ini dengan Andy, partner threesome pertama kami. Aku agak pesimis awalnya, kupikir mungkin dia tidak suka. Entahlah, rasanya dia bukan gambaran pria yang senang anal, menurutku.

Tapi ternyata aku salah.

Andy antusias dengan ajakanku. Dia mengaku sudah pernah melakukan anal sebelumnya, dengan istrinya. Meski mengaku merasa juga biasa saja dengan anal, tapi sensasi double penetration tak urung membuatnya penasaran juga.

“Yaa terus terang sih aku belum pernah bro. Tapi kayaknya menarik juga,” katanya di chat.

“Jadi? Mau coba gak?”

“Boleh. Tapi, kita sama-sama belajar yak. Maksudku, jangan berharap terlalu banyak dulu dari aku,”

That’s oke bro. I understand,”

Oke, deal! Kami sepakat untuk sama-sama mencobanya, Gina pun tak masalah. Dia tahu ini hal baru dan dia sadar kalau bisa saja praktiknya berjalan tidak sesuai rencana. Agak susah juga kami menentukan waktu yang tepat. Aku dan Gina sibuk, Andy calon partner kami pun tak kalah sibuknya.

Sampai akhirnya kami memutuskan satu tanggal yang pas. Tanggal saat kami bertiga tidak terlalu sibuk lagi dan bisa sepenuhnya mendedikasikan hari itu untuk rencana kami. Aku yang memilih hotel, Andy akan menyusul, sama seperti dulu.

Bedanya, kali ini kami tidak perlu kopdar dulu. Kami sudah kenal sebelumnya, dan Gina sudah tidak ada masalah lagi. Paling hanya canggung sedikit karena dia tak sempat lagi berinteraksi selepas threesome yang dulu. Tapi, kuyakin itu tidak akan lama.

Aku menghela napas, petualangan apa lagi yang akan kami lalui? Akankah seseru petualangan sebelumnya?
 
III


“Hmpftttt….”

Gina begitu bersemangat membalas ciuman Andy. Bibir mereka berpagutan, saling mengisap, lidah pun tak mau ketinggalan. Saling memagut. Aku berdiri tidak jauh dari mereka yang sedang berciuman di sofa itu. Pemandangan yang dengan cepat bisa membuat gairahku bangkit. Campuran antara cemburu dan horny. Cemburu melihat Gina begitu ganas berciuman dengan laki-laki lain, tapi sekaligus horny melihat betapa liarnya dia.

Malam itu kami bertiga sudah ada dalam satu kamar. Kamar yang nyaman di hotel berbintang lima di Jakarta. Sesuai kesepakatan, malam itu kami akan mencoba sensasi baru dalam threesome, double penetration seperti permintaan Gina.

Karena bukan orang baru lagi dalam kehidupan kami, Gina sudah bisa dengan santai menerima Andy. Ketika Andy masuk, dia sudah bisa langsung menyapa dan langsung cipika-cipiki. Santai, tidak seperti pertemuan pertama dulu. Gina memakai lingerie merah yang mini. Bagian atas tubuhnya tidak ditutupi bra lagi di balik lingerie itu, sementara bagian bawahnya ditutupi g-string. Seksi dan memancarkan aura binal yang elegan.

Aku duduk di sofa, Gina di sampingku bersandar di bahuku. Tanganku merangkul bahunya. Andy menarik kursi dan duduk di depan kami, sekitar dua meter. Kami mulai dengan obrolan santai, sampai kemudian mulai membahas apa yang akan kami lakukan.

“Mbak benar-benar yakin nih?” Tanya Andy pada Gina.

Gina tidak langsung menjawab, dia menatapku sambil tersenyum. Aku membalas tatapannya, “Yakin dong. Udah dibicarain lama koq sama dia,” jawabnya. Satu tangannya mengelus dadaku.

“Hahaha mantap!” Kata Andy setengah berseru. “Kalian memang pasangan luar biasa. Sangat open minded,” lanjutnya.

Aku dan Gina saling berpandangan dan bertukar senyum. “Siapa dulu dong istrinya,” kataku.

Gina tersenyum lebar, lalu mendaratkan ciuman hangat di bibirku. Aku membalasnya hingga tahu-tahu kami sudah berciuman penuh semangat. Tanganku tidak tinggal diam, merayap ke dadanya dan meremas lembut payudaranya dari balik lingerie merah yang dia kenakan.

Andy tahu kalau ini pertanda permainan sudah akan dimulai. Dia berdiri, menggeser kursi kembali ke tempatnya lalu berlalu ke kamar mandi. Mungkin cuci-cuci dulu, pikirku. Aku dan Gina terus saja berciuman. Tenggelam dalam gulungan nafsu yang perlahan meninggi. Pertemuan bibir kami mengeluarkan suara berkecipak, lidah kami tak berhenti bertautan.

Andy keluar dari kamar mandi dan mendekati kami. Kulirik dia tinggal bercelana dalam. Ada benjolan di bagian depan celana dalamnya. Dia pasti sudah mulai horny juga. Aku menghentikan ciumanku, wajah Gina merah padam didera birahi. Aku berdiri, membiarkan Andy mengambil tempatku. Sekarang gantian aku yang ke kamar mandi.

Sebelum masuk kamar mandi kuliat Andy mulai menjatuhkan ciuman ke leher Gina yang menegadah, membiarkan lehernya terekspos bebas. Gina mendesah, aku masuk ke kamar mandi. Aku hanya melepas kaos dan celana jinsku, membersihkan penisku dengan sabun dan lalu keluar hanya dengan celana dalam. Kulihat mereka berdua sudah semakin panas, sudah berciuman bibir. Di kesempatan pertama dulu, Gina belum nyaman berciuman bibir dengan Andy. Malam ini dia sudah berubah, dia liar dan binal.

Aku duduk di samping kiri Gina, menempatkannya berada di antara dua lelaki yang tinggal menyisakan celana dalam. Dia berhenti berciuman, duduk menghadap ke depan tapi kepalanya menghadap ke kiri, dia menatapku. Kami berciuman sejenak ketika aku mulai mengangkat lingerienya ke atas, meloloskannya dari tubuh mulusnya. Gina menurut.

Sekarang dia adalah wanita paruh baya dengan tubuh mulus yang tak tertutup kain lagi. Sepasang payudaranya menggantung bebas dengan puting yang mengeras. Aku kembali menciuminya sambil meremas lembut payudara kirinya. Andy tidak tinggal diam, bibirnya mendarat di payudara kanan Gina, mempermainkan putingnya dengan lidah dan bibir.

“Ahhhh….shhh,” Gina mendesah dan mendesis. Lidahku sekarang bermain di kuping kirinya. Tangannya meremas rambutku, satu lagi meremas rambut Andy. Dia dideras gelombang birahi yang bergulung-gulung, gelombang birahi yang hadir dari dua laki-laki setengah bugil di sampingnya. Satu menciumi kuping dan lehernya, satu lagi menciumi payudaranya. Bisa kurasakan tubuhnya bergetar menahan gelombang birahi itu.

Andy semakin liar. Dari payudara Gina, dia turun ke perut, membungkuk dan terus turun ke selangkangan dan paha dalam Gina. Aku sendiri bermain terus di lehernya, sambil sesekali berpindah ke pipi dan bibirnya. Tanganku meremas payudaranya, berpindah dari yang kanan ke kiri. Di payudara kanannya bisa kurasakan agak basah sisa jilatan Andy. Puting Gina semakin mengeras, penanda nafsunya semakin tinggi.

Sekarang Andy malah melepas g-string merah yang dipakai Gina, membuat vaginanya terekspos jelas. Lalu dia turun dari kursi, bersimpuh di depan Gina. Kulirik ke bawah, bibirnya mulai bermain di paha dalam Gina, dua tangannya membuka paha itu agar melebar. Gina semakin tidak karuan, mendesah dan mendesis tak tertahankan.

Ketika akhirnya kepala Andy berada tepat di antara dua pahanya, Gina tersentak. Sepertinya Andy memainkan lidahnya di vagina basah milik Gina. Mungkin dia menjilati klitorisnya, menggigit bibir vaginanya. Aku semakin terangsang. Kulepas dengan cepat celana dalamku, membuat penisku bebas sebebas-bebasnya.

Aku berlutut di tas sofa dengan penis yang berada tidak jauh dari wajah Gina. Matanya masih terpejam, kepalanya tengadah, tapi dia tahu kalau penisku mendekat ke wajahnya karena tangannya mengelus batang penisku.

“Hmpppfttt…” akhirnya mulutnya mengulum penisku. Memasukkannya ke dalam mulutnya, hanya setengah sebelum dia menarik kepalanya, lalu mendorongnya kembali.

“Ahhhh….” Aku mendesah, Gina selalu berhasil membuatku keenakan dengan gerakan mulut dan lidahnya di penisku. Gerakan yang semakin menggila seiring dengan perbuatan Andy di selangkangannya. Sesekali dia berhenti, menikmati kegiatan Andy, lalu melanjutkannya lagi. Bertiga kami digulung ombak birahi yang semakin meninggi.

Menit-menit berlalu dan kurasa sudah tiba saatnya untuk lanjut ke menu utama.

Aku turun dari sofa, memberi tanda pada Andy untuk berhenti. Lalu kutarik Gina agar berdiri dan mengikutiku ke ranjang. Andy juga ikut, tangannya meremas pantat Gina yang dibalas dengan senyum nakal.

Di ranjang aku tidur selonjoran, Gina memposisikan diri di atasku, duduk di selangkanganku seperti seorang yang menunggang kuda. Andy melepas celana dalamnya, dan berdiri di tepi ranjang. Gina masih sempat melirik ke penis Andy dan mengelusnya sejenak sebelum mulai menggerakkan pantatnya.

“Ohhhh yesss….ahhhh,” dia mendesah kencang, menikmati gesekan-gesekan penisku di dinding vaginanya. Akupun tak kalah kesetanan, gerakan Gina di posisi ini memang luar biasa enaknya.

Kulihat Andy sudah bersiap, memasang kondom di penisnya yang tegang lalu meraih gel yang sudah kami persiapkan. Dia ikut naik ke ranjang, memposisikan diri di belakang Gina. Mereka sempat berciuman perlahan sebelum Andy mendorong tubuh Gina agar doyong ke depan, membuat pantatnya agak terekspos.

Kulihat wajah Gina agak menegang, ini yang sudah diimpikannya selama beberapa waktu. Dua penis di dua lubangnya dalam waktu bersamaan. Sebentar lagi dia akan merasakan bagaimana rasanya. Dia doyong jauh ke depan, menjatuhkan kepalanya di samping kepalaku. Bisa kurasakan jantungnya berdegup kencang karena saat itu dadanya bersentuhan dengan dadaku.

Andy mengatur posisi, meneteskan gel di lubang anus Gina dan siap mencolok lubang itu dengan penisnya. Aku agak sedikit jengah ketika kurasakan pahaku sempat bergesekan dengan paha Andy. Tapi kucoba menepis rasa itu. Fokus! Fokus! Kataku dalam hati.

“Ackhhhh!!!” Gina menjerit tertahan, kepalanya tenggelam semakin dalam di samping wajahku.

Andy menghentikan gerakannya. Dia menatapku meminta persetujuan. Mungkin penisnya baru saja berusaha menembus liang dubur Gina, meninggalkan rasa sakit buat Gina.

“Sakit sayang?” Tanyaku.

Gina mengangguk, rambutnya berserakan di wajahku. Tapi kemudian dia bersuara, “Gak apa-apa, lanjutkan aja. Pelan-pelan,” kepalanya terangkat sedikit, menoleh ke belakang.

Sinyal positif itu diterima Andy. Dia menekan pantatnya semakin dalam, tubuh Gina menegang, sekarang kepalanya terangkat, tubuhnya agak menjauh dari tubuhku. Wajahnya meringis seperti menahan sakit. Kukecup pipinya, mencoba memberinya kekuatan.

Andy semakin mendorong pantatnya, Gina mengejang dan meringis lagi. Aku memperhatikan semua kejadian itu dengan pandangan kuatir. Kuatir Gina terlalu kesakitan. Tapi dia tidak memberi tanda untuk berhenti, jadi kupikir dia masih bisa menanggung rasa sakitnya. Kuciumi bibirnya dan dia membalas. Oke, ini tanda kalau semua baik-baik saja.

Sayangnya, semua kekuatiran itu membuat fokusku berubah. Kurasakan penisku tak lagi sekeras tadi, pelan-pelan melembek. Duh, bagaimana ini? Pikiran yang bercabang rupanya membuat birahiku agak mendingin.

Beruntung itu tidak terjadi pada Gina. Sekarang dia mulai mendesah ketika kurasa tubuhnya bergerak-gerak maju-mundur. Mungkin Andy sudah menggerakkan pantatnya maju-mundur, membuat penisnya keluar masuk lubang anus Gina.

“Ohhh yesss…ahh, enakkhh..” Gina mendesah keenakan.

“Enak sayang?” Aku ingin memastikan.

“Enak Pah…ah, goyang Pah, goyang…”

Oke, dia sudah merasakan nikmatnya dianal oleh Andy. Sekarang berarti tugasku untuk mempermainkan penisku yang agak lembek tertanam di vaginanya. Aku berusaha bergerak, mengangkat pantatku, lalu menurunkannya. Dengan posisi seperti itu terus terang aku agak kesulitan bergerak ditindih oleh Gina yang terus bergerak. Akhirnya aku diam saja, membiarkan penisku di dalam vaginanya. Aku hanya bisa memberi rangsangan pada payudaranya, mengisap putingnya yang sekarang bergantung di atas wajahku, menjilati dan meremasnya. Gerakan Gina sedikit banyaknya juga membuat penisku bergerak di dalam vaginanya.

“Ohhhh…Pahhh! Ssshhh…ahhhhh…” Dia meracau tidak jelas. Sepertinya dia benar-benar merasakan nikmat yang tak tertahankan.

Berbeda dengan Gina, aku yang susah bergerak justru merasa tanggung. Penisku tidak bisa bergerak bebas di dalam vaginanya, gesekannya kurang kerasa meski akhirnya penisku kembali mengeras. Tapi tidak sesempurna tadi. Aku mencoba menikmati pemandangan di depanku, payudara Gina dan desahannya yang tidak berhenti itu. Kulirik Andy sekarang penuh semangat mendorong pantatnya maju-mundur. Sesekali kepalanya menegadah dengan mata terpejam.

“Aduhhh!” Gina mengaduh, wajahnya kulihat meringis. Kurasa dia kesakitan, bahkan mungkin sangat kesakitan. Andy berhenti sejenak, menebak apa yang dirasakan Gina. Lalu Gina terdiam, mengatur napas hingga normal kembali. Andy mengartikan itu sebagai tanda untuk kembali meneruskan genjotannya, tapi ternyata salah.

Gina mencegahnya, “Duh, stop Ndy! Stop! Aduh, sakit,”

Andy tahu diri, dia menarik penisnya keluar dari anus Gina. Gina sempat mengejang ketika penis itu terlepas dari anusnya. Mungkin karena birahinya sudah lepas hingga sekarang dia bisa merasakan sakit di anusnya. Suasana sempat agak canggung sejenak, aku tidak tahu harus bagaimana. Di dalam vaginanya, penisku makin mengecil.

Gina berguling ke sampingku, mengatur napas sejenak sebelum berkata, “Dari depan aja Ndy,”

Oh dia mungkin merasa bersalah pada Andy dan karenanya membiarkan Andy untuk melanjutkan. Andy memang dalam keadaan tanggung, penisnya masih tegak menantang, berbeda dengan penisku yang sekarang mengecil. Wajahnya sumringah mendengar kata Gina.

Dia melepas kondom di penisnya, lalu dengan cepat menggantinya dengan kondom baru. Gina mengangkat kedua kakinya, menekuk lututnya hingga rapat ke dadanya. Andy mengambil posisi di antara dua paha Gina. Aku bergeser menciumi wajah Gina yang segera dibalas dengan ciuman di bibir oleh Gina.

“Ohhh..!” Gina mengaduh. Sekarang penis Andy sudah masuk ke dalam vaginanya, lalu bergerak keluar-masuk dengan lancarnya. Aku menciumi Gina, turun ke lehernya, turun ke payudaranya, bermain di putingnya yang tegak menantang. Gina tengadah, tubuhnya agak melengkung, mulutnya tidak berhenti mengeluarkan desahan.

Dengan cepat dia orgasme kembali. Gelombang orgasme sebelumnya nampaknya masih tersisa sehingga mudah saja dia kembali ke puncak. Andy pun hampir bersamaan meraih orgasmenya. Mereka berdua tergulung-gulung ombak orgasme, mengejang, mendesah, menggeram, lalu layu kecapaian.

Andy mencabut penisnya, sekarang giliranku. Penisku sudah tegang sedari tadi dan kurasa akupun tak butuh lama untuk sampai di puncak orgasme. Gina yang masih lemah menempatkan dua kakinya di bahuku, pantatnya agak terangkat. Penisku menerobos ke vagina yang basah dan hangat milik Gina. pelan tapi pasti. Gina masih terkulai dengan mata tertutup. Andy sudah turun dari ranjang dan sekarang duduk di sofa.

Seperti yang kuduga. Tidak butuh waktu lama sebelum aku juga mencapai orgasme. Tak sampai lima menit. Aku mengejang, tersentak beberapa kali dan kurasakan spermaku menyembur di dalam vagina Gina. Aku jatuh kelelahan di sampingnya dengan napas yang memburu. Untuk beberapa detik kurasakan sekelilingku gelap. Untung tidak lama.


IV

“Oke, ternyata double penetration tidak seenak yang dibayangkan,” kata Gina.

Indeed,” sahutku.

Lalu kami bertiga tertawa bersama. Iya, kami bertiga; aku, Gina dan Andy. Selepas bercinta kami membersihkan diri lalu duduk bersama seperti di awal kedatangan Andy. Aku dan Gina di sofa, Andy di kursi. Bedanya, Gina tidak lagi ber-lingerie, tapi menutup tubuhnya dengan handuk. Aku dan Andy masih bertelanjang dada dengan tubuh yang hanya ditutupi celana dalam.

“Terus terang aku agak geli pas pahaku bergesekan dengan pahamu bro,” kata Andy sambil tertawa. Aku juga terbahak, Gina juga.

“Hahahaha. Terus terang aku juga geli bro,”

“Yaa untung cuma geli, kalau akhirnya suka gimana? Aku bisa-bisa dianggurin dong,” kata Gina sambil terbahak.

“Sialan!“ Aku mencubit pipinya. Lalu tertawa bersamaan.

“Jijay!” Andy menimpali. Dia juga tertawa.

Bertiga kami begitu santai membahas adegan tadi. Ternyata, double penetration seperti yang diimpikan Gina tidak berjalan mulus. Aku merasa aneh ketika berada di posisi yang membuatku sulit bergerak, apalagi membayangkan ada seorang pria bugil yang berada begitu dekat dengan tubuhku, bahkan bergesekan dengan tubuhku. Gina pun merasa kurang nyaman, terlalu sakit katanya. Mungkin hanya Andy yang merasa nyaman, karena dia bebas bergerak dan bebas menikmati lubang anal Gina yang sempit.

Setidaknya untuk saat ini aku dan Gina sepakat untuk tidak lagi melakukan double penetration. Tidak seenak yang dibayangkan ternyata, setidaknya dari pengalaman kami ini.

Kami memutuskan untuk menikmati threesome seperti yang sebelumnya saja, tanpa harus mengisi dua lubang Gina secara bersamaan. Dan kami melakukannya sekali lagi. Satu ronde bersama Andy, dengan posisi bergantian. Andy menusuk vagina Gina, aku yang dioral. Kemudian berganti, aku yang menusuk vagina, Andy yang dioral.

Gina orgasme tiga kali, aku dan Andy masing-masing sekali.

Hari sudah berganti ketika kami mengakhiri permainan malam itu. Andy pamit meninggalkan kami. Dia masih sempat cipika-cipiki dengan Gina sebelum menghilang di balik pintu. Selepas kepergian Andy, aku memeluk Gina dengan hangat. Menciumi bibirnya dengan lembut, lalu tertawa bersama dengan keras.

Kami tertawa, menertawakan double penetration yang tak sukses itu. Yah, setidaknya kami sudah mencoba meski hasilnya tidak seperti yang dibayangkan. Aku bahagia, dan Gina pun mengaku bahagia. Bahagia karena kami bisa menjadi tim yang solid. Mencoba sesuatu bersama-sama, tanpa penghakiman, tanpa sungkan.

Kami tidur berpelukan. Siap untuk petualangan berikutnya. Entah apa.
 
Suka banget dgn ceritanya, Cara suhu bercerita memang luar biasa.

Pendeskripsian cerita suhu ke dalam tulisan sdh tak diragukan lagi. Alur nya mengalir..
8.gif


Lanjutkan imajinasi dan fantasi nya.
Nice update..
thankyou.gif
 
Akhirnya ditulis juga tentang DP. Ini cerita keren banget deh hu :top:. Plus pemilihan kata nya bagus jadi ceritanya lebih mudah dinikmati. Keep update hu. Kunanti petualangan selanjutnya mbak Gina ❤
 
Salah sih... bukan begitu kalo mau dobel penetration...
 
Suka banget dgn ceritanya, Cara suhu bercerita memang luar biasa.

Pendeskripsian cerita suhu ke dalam tulisan sdh tak diragukan lagi. Alur nya mengalir..
8.gif


Lanjutkan imajinasi dan fantasi nya.
Nice update..
thankyou.gif

haduh, terlalu berlebihan ente suhu
ane masih belajar, masih banyak nyonteknya nih hehehe

Akhirnya diupdate..makasih suhu :ampun:

sama-sama suhu :beer:

Akhirnya ditulis juga tentang DP. Ini cerita keren banget deh hu :top:. Plus pemilihan kata nya bagus jadi ceritanya lebih mudah dinikmati. Keep update hu. Kunanti petualangan selanjutnya mbak Gina ❤

makasih sudah mampir dan membaca coretan ane yang apa adanya ini suhu
dipikir dulu, pengalaman selanjutnya gimana bagusnya

Salah sih... bukan begitu kalo mau dobel penetration...

nah ini, kira-kira gimana hu bagusnya?
 
Duh fantasinya sama banget sm gw ini. Pengen threesome. Pengen double penetration. Slowly but nice ceritanya. Di tunggu fantasi selanjutnya
 
keren bro asli keren banget ceritanya
terbayang bayang dipelupuk mata
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd