Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Berbagi Kehangatan Bersama Adik Ipar

Tahun Baru jilid 2

Naik aku ke teras belakang rumahku. Karena tadi aku harus berada di luar rumah, maka pintu rumah hanya kututup tanpa aku kunci. Kudorong pintu dan masuk. Kukejar kamar tidurku. Alhamdulillah, kedua anakku masih tertidur.

Aku simpan asoy pemberian dari Amir ke laci meja hias. Masih ada permen dari kunjungan Amir yang terakhir. Setelah itu, aku keluar lagi ke ruang belakang. Kuambil gelas dari rak piring dan kutuang air, lalu meminumnya. Haus sekali aku.

Setelah dahaga hilang, aku keluar dari rumah dan kutuju drum air yang berbaris di teras bawah. Pahaku lengket oleh sperma Amir akibat permainan singkat di warungnya tadi. Berjongkok aku dan kucuci memekku.

Setelah yakin memekku bersih, kembali aku ke dalam rumah. Aku matikan lampu ruang belakang. Masuk aku ke kamar tidurku. Aku berganti daster. Setelah memakai celana dalam, kubuka laci dan kubuka asoy pemberian Amir tadi. Banyak permen dan ada roti di dalamnya.

Sambil membawa roti, aku keluar dari kamar tidur menuju ruang tengah. Duduk aku di kursi ruang tengah dan melahap rotinya. Sengaja aku tidak menghidupkan televisi karena pasti sudah tidak ada lagi acara televisinya.

Terdengar suara ramai di teras depan. Anak-anakku sepertinya sudah kembali dari merayakan tahun baru. Pintu diketuk. Cepat aku habiskan roti yang ada di tanganku, lalu berdiri untuk membuka pintu.

Begitu pintu terbuka, anak-anak bujangku berbarengan berteriak, "Assalamualaikum!"

"Wa alaikum salam,"jawabku sambil menyuruh mereka masuk.

Dengan ribut anak-anak bujangku berebut masuk. Yang terakhir, Akhyar dengan Tati yang mengawal mereka, ikut masuk.​

"Ramai merconnya?"tanyaku basa-basi.

"Ramai, Mih,"celoteh mereka berebutan.

"Ya, sudah. Sudah malam,"potongku kemudian."cepat cuci tangan, cuci kaki, terus tidur."

Dengan ribut, anak-anak bujangku menghilang ke ruang belakang. Kuhela nafas dan kembali aku duduk. Akhyar dan Tati pun ikut duduk.​

"Tidur di sini?"tanyaku pada mereka.

"Iya, Ceu,"jawab Akhyar cepat.

"Tati tidur di ranjang situ, ya."Kutunjuk kamar yang berada disamping kamar tidurku. Tidak ada yang menidurinya semenjak anak-anak bujangku pindah tidur ke ruang tamu. Kemudian,"Akhyar tidur di kursi sini."

"Tidurnya harus pisah,"ucapku lagi sebelum ada protes dari Akhyar."Kalian 'kan belum menikah."

Tati tersipu malu. Dicubitnya paha Akhyar. Meskipun Akhyar pernah bercerita kalau Tati sudah tidak perawan lagi akibat kenakalannya, tapi aku harus pura-pura tidak tahu. Sebagai sesama perempuan, aku harus menghormati privasi dia.

"Akhyar itu selalu tidur di kursi panjang ini, kalau menginap di sini,"terangku pada Tati.

Hanya diam Tati mendengar ucapanku.

Tak lama kemudian, ketiga jagoanku kembali dari belakang. Kugiring mereka ke ruang tamu, dimana tempat tidur mereka berada. Setelah memastikan pintu dan jendela di ruang depan terkunci dan anak-anakku sudah berbaring di tempat tidur, aku kembali ke ruang tengah. Aku kunci pintu yang membatasi ruang tamu dengan ruang tengah.

"Belum mau tidur?"tanyaku pada Tati yang masih duduk di samping Akhyar.

"Nanti, Ceu. Belum ngantuk,"Akhyar yang menjawab.

"Tati tidak ganti baju?"tanyaku lagi."Mau pinjam daster Eceu?"

"Iya. Pakai daster Eceu saja,"Akhyar yang menyahut senang.

Masuk aku ke dalam kamar tidur. Kubuka lemari pakaian dan aku pilih daster yang cocok untuk Tati. Dapat aku bayangkan betapa seksinya Tati memakai dasterku. Tati yang tinggi montok memakai dasterku yang berukuran kecil, pasti tergila-gila Akhyar melihatnya.

Keluar aku dari kamar tidurku.

"Ganti bajunya di kamar Eceu saja,"tawarku pada saat aku ulurkan dasternya.

Tersenyum dia."Nanti saja pas mau tidur nanti."

"Ya, sudah kalau begitu. Eceu tidur, ya."Berbalik badan aku dan melangkah menjauh."Lampunya Eceu matikan, ya."

Setelah mematikan lampu ruang tengah, aku masuk kembali ke kamar tidurku. Kubiarkan mereka berdua dalam remangnya ruang tengah. Toh, mereka sebentar lagi nikah. Mau apa mereka, tidak peduli aku.

Didalam kamar, aku duduk di kursi didepan cermin meja hias. Karena belum berniat tidur, karena tadi Amir berjanji akan datang, aku keluarkan asoy dari laci meja hias. Sambil memandangi wajah diri, aku memakan kue yang aku ambil dari dalam asoy. Ingat kue, aku ingat Amir. Ingat Amir, aku ingat warung Amir, tempat aku dan pemiliknya berpesta tahun baru barusan tadi. Sungguh nekat sekali aku. Ditengah keramaian orang, dengan berani aku masuk ke dalam warungnya dan ditengah keramaian orang pula, aku ikhlas disenggamai oleh Amir.

Ada permen kojek dari sekian macam permen yang ada di dalam asoy. Kuambil dan setelah membuka plastik pembungkusnya, permen kojek pun aku kulum. Tersenyum aku melihat gayaku di cermin saat mengulum permen kojeknya. Kumajumundurkan permen kojek itu, kujilat-jilat permen kojek itu, dan tertawa aku.

Selagi menikmati permen kojeknya, ada langkah kaki di kamar sebelah. Itu pasti Akhyar dan Tati, dugaku. Tak lama kemudian, terdengar deritan tempat tidur dan disusul tawa geli seorang perempuan yang pasti itu Tati.

"Bunyinya sama kayak ranjang di rumah Bude,"terdengar suara Tati.

Bude yang disebut Tati, pasti pemilik rumah yang disewa oleh Akhyar, batinku. Aku ingat, saat aku digauli oleh Akhyar, ranjangnya memang berderit-derit.
"Duduk di sini,"terdengar suara Akhyar.

"Ganti baju dulu."

"Kenapa membelakangi Aa?"

"Malu,"jawab Tati.

Hening. Keduanya diam.

"Behanya tidak dilepas?"tak lama kemudian kembali terdengar suara Akhyar.

Tersenyum aku mendengarnya. Bisa aku bayangkan Tati mengikuti ucapan calon suaminya itu. Payudara Tati yang besar itu pasti menyenangkan untuk dilihat.

"Suit-suit, gadis seksi,"ucap Akhyar menggoda.

"Aa, ihh-hi.."malu-malu terdengar suara Tati.​

Tertawa Akhyar kemudian, pelan.

"Dasternya kependekan."

Benarkan dugaanku. Daster itu pasti kekecilan untuk Tati. Tersenyum aku membayangkan mata Akhyar yang pasti melotot melihat paha mulus Tati.

"Sini, berdiri di sini,"terdengar suara Akhyar dan kemudian tempat tidur kembali berderit.​

"Geli, Aa."

Dan kemudian sepi. Sepi yang menimbulkan rasa penasaran. Sedang apa mereka sekarang?

Rasa penasaran itu memaksa aku untuk meninggalkan tempat dudukku dan dengan sepelan mungkin menaiki tempat tidur. Setelah menggeser anakku, aku menelungkup di kasur dan menempelkan telingaku di dinding pemisah kamar. Deritan ranjang di kamar sebelah lebih jelas terdengar. Begitu pula bunyi kecipak bibir. Sepertinya Tati dan Akhyar sedang berperang bibir.

"Jangan diturunkan celananya, Aa."terdengar suara Tati."Malu."​

"Malu sama siapa?"sambut Akhyar.

"Nanti Eceu dengar,"ujar Tati pelan.

"Aa mau lihat memek Tati."Suara Akhyar memaksa.​

"Jangan."

"Ayolah."

Diam. Hanya ranjang yang kembali berderit.

"Kapan Tati mencukur bulu jembutnya?"terdengar lagi suara Akhyar.

"Kemarin,"jawabnya,"Tapi tidak enak, Aa. Jadi geli memeknya. Pengen digaruk terus."​

"Sini aku garuk memeknya."

Hihihi.... Ada suara tawa. Genit."Masak menggaruknya pakai mulut?"

"Biar enak Tatinya."

"Aa tuh yang pengen enak."

"Kok Tati tahu?"goda Akhyar.

"Hei, geli, Aa,"terdengar suara Tati dengan disertai tawanya yang menggoda."Jangan dikelitiki."

Gerit ranjang terdengar."Siapa yang bikin cupang di tetek Tati?"

"Kan Aa yang buat kemarin,"ucap Tati."Memang siapa lagi?"

"Hihihi... Aa lupa,"suara Akhyar terdengar."Tunggu. Aa buka kolor dulu."

Ah, membayangkan Tati yang berbaring telanjang dan Akhyar yang sedang menelanjangi dirinya, membuat jantungku berdebar. Geli areal memekku. Aku rebut guling yang sedang dikeloni oleh Dadan dan aku letakkan diantara dua pahaku, menjepitnya.

"Pelan-pelan memegangnya,"ujar Akhyar." Sakit burung Aa-nya."​

"Wee... siapa yang memegangnya?"

"Oh, belum ya."Aku perkirakan menyengir wajah Akhyar.

Berderit kembali ranjangnya. Tidak ada lagi obrolan mereka, berganti kecipak bibir di kamar sebelah.​

"Pelan-pelan, Aa. Sakit teteknya."

Merinding aku jadinya. Bulu-bulu disekujur tubuh pun berdiri. Memang keterlaluan para lelaki. Apa tidak terpikir oleh mereka jika payudara itu benda hidup yang akan terasa sakit bila terlalu keras diremas? Kaum lelaki tidak akan pernah merasa bagaimana perihnya puting susu setelah lama dihisap dan dikenyot tanpa aturan. Dasar egois.

Sedang asyik-asyiknya menempelkan telinga di dinding kamar, sedang asyik-asyiknya membayangkan permainan di kamar sebelah, ada yang mengetuk dari luar kamar tidurku. Hore, Amir datang, teriakku gembira, meski hanya dalam hati. Senangnya hatiku. Ada yang menemaniku untuk mendengarkan permainan orang sebelah ini.

Pelan dan berusaha tanpa menimbulkan bunyi, beranjak aku dari berbaring untuk turun dari tempat tidur. Dengan sama pelannya, aku keluar kamar. Kubuka pintu luar dan menunggu. Begitu Amir muncul, aku tarik dia masuk. Setelah menutup pintu, aku tarik lagi dia menuju kamar tidur.

Sesampai diambang pintu kamar tidur, kuhentikan langkah kami. Bingung dia ketika kutempelkan jari telunjuk di mulutku untuk menyuruh dia diam.

Dengan pelan-pelan aku melangkah masuk ke dalam kamar tidurku. Amir mengikutiku masuk. Tangannya mencengkeram pinggangku.​

"Pelan-pelan,"ucapku pelan.

Tanpa menimbulkan suara aku naik ke tempat Tidur. Setelah mendekati dinding kamar, aku menelungkup. Lalu dengan isyarat kusuruh dia ikut naik.

Meskipun heran dengan kelakuanku, Amir menyusul naik, juga tanpa suara. Ikut berbaring dia. Kusuruh dia untuk menempelkan telinganya di dinding seperti yang aku lakukan. Dengan wajah yang tidak mengerti, bergeser dia ke depan dan ditempelkannya telinganya di dinding kamar. Mengernyit wajahnya.

Amir menatap aku, lalu dengan tanpa suara dia bertanya,"Siapa?"

"Akhyar sama Tati,"ucapku juga tanpa suara.

"Kita intip?"Hanya mulutnya yang bergerak, tetap tanpa suara.

Melotot aku menatap dia. Melarang dia berbuat nekat. Sebenarnya mudah kalau mau mengintip. Amir tinggal memanjat dinding pembatas kamar karena ada celah besar di atasnya.

Untung Amir membatalkan niatnya. Lalu berbarengan kami menempelkan telinga. Suara desah Tati terdengar berirama. Ada bunyi plok-plok dari dua selangkangan yang bertemu, sama berirama. Juga gerit ranjang sama beriramanya. Sepertinya kedua mahkluk itu sudah menyatu, sudah tenggelam dalam laut birahi.

"Aa, enak, Aa,"terdengar jelas diantara desahan Tati.

Saling bertatapan kami. Saling lempar senyum.

"Enak, katanya,"ucap Amir sambil mencubit pelan daguku.

Amir lalu menjauhi dinding pembatas kamar. Bergeser dia untuk melingkarkan tangannya di tubuh mungilku. Hangat tubuhnya menempel. Detak jantungnya cepat. Nafasnya deras menerpa pipiku.

"Aku juga mau enak, Ceu,"akunya sebelum dia cium pipiku.

Dan aku tetap diam, tetap menempelkan telinga di dinding kamar.

"Pengen memek Eceu,"bisik Amir di telingaku.

Tetap diam aku dengan telinga tetap menempelkan di dinding kamar.

Tangan Amir jatuh di pantatku. Aku biarkan dasterku ditariknya meninggi, sebab telingaku masih menempel di dinding kamar. Kubiarkan jemari tangannya menyelinap di antara pahaku, menyentuh kemaluanku yang masih tertutup celana dalam karena, di sebelah kamar tidur, desahan Tati semakin kencang, begitu pula deritan ranjangnya.

"Celana dalam Eceu sudah basah,"komentar Amir sambil terus mengusapi celana dalamku.

Mendengar obrolan mesum kedua orang itu, mendengar desahan Tati, mendengar gerit ranjang yang ditimbulkan permainan keduanya, memang membuat memekku membasah. Ada sensasi aneh yang aku nikmati saat membayangkan bagaimana ekspresi wajah Tati yang mendesah-desah enak akibat disetubuhi Akhyar.

Ranjang kami berderit ketika Amir bangkit. Dia kemudian menarik aku yang masih menempelkan telingaku di dinding kamar. Dipaksanya aku membalikkan badan. Tersenyum aku melihat Amir yang telah telanjang bulat.

Dia sibakkan dasterku meninggi hingga ternampak celana dalamku. Dia elus pahaku. Dia tinggikan kaki kiriku untuk melewati tubuhnya. Sekarang Amir di antara dua pahaku. Ah, menjengit aku karena belahan memanjang di selangkangan yang masih terhalang celana dalam, dia tekan-tekan dan dia belai manja.

Sisi pinggir celana dalamku kemudian dikuakkannya melebar. Dengan tangan satunya, dia sentuh memekku yang mengintip itu. Dia mainkan belahan memanjangnya, menyentuh klitorisnya.

Menjengit aku karena jari tangan Amir menusuk masuk ke dalam lubang kemaluan. Didalam lubang kemaluanku, jarinya dia putar-putarkan, dia tusukkan maju dan mundur.

Setelah mencabut kembali jarinya dari lubang kemaluanku, maju Amir mendekati selangkanganku. Sambil tetap memegangi pinggiran celana dalamku agar tetap membuka, batang bulat panjang milik Amir bermain di ambang lubang kemaluan yang sudah basah. Merinding aku karena kepala kontol itu dia gesek-gesekkan di area sensitif kelaminku.

Aku ambil batang kontol itu dan aku tempelkan kepala kontolnya di ambang lubang kemalua. Menganga mulutku menikmati laju perlahan batang bulat panjang milik Amir yang memasuki lubang kemaluan. Menjadi sesak lubang kemaluanku.

Dengan pelan Amir memajumundurkan kontolnya. Sembari membayangkan Tati yang telanjang pasrah sedang terbaring mengangkang dengan Akhyar yang memajumundurkan kontolnya, aku nikmati lubang kemaluanku yang dihujani oleh senjata tumpul itu.

Meskipun sering tersendat karena terhalang pinggiran celana dalam yang kadang terlepas dari pegangan Amir, perlahan desahan mulai keluar. Aku kangkangkan kedua kakiku agar lebih mudah Amir menggagahiku sementara kedua tanganku mencengkeram erat di lengan Amir.

"Ah, ah, ah..."Desahanku bersaing dengan desahan Tati di balik dinding kamar sana. Deritan ranjang pun sama ributnya.

Gedubrak! Ada yang jatuh dari sebelah kamarku. Tusukan kontol Amir di kemaluanku terhenti. Berbarengan kami pasang telinga untuk mengetahui ada kejadian apa disana. Siapa yang jatuh?​

"Aa datang,"terdengar suara Akhyar dari luar kamar tidurku.

Berpandangan aku dengan Amir. Tidak mungkin suamiku pulang. Selama menjalin hubungan terlarang ini, tidak pernah kencan kami terganggu oleh kedatangan suamiku. Tapi ranjang di kamar sebelah berderit, lalu ada langkah-langkah di lantai.

"Rapikan dasternya,"terdengar suara Akhyar."Tati berbaring lagi, pura-pura tidur."

Terdengar ketukan di dinding kamar tidur. Lalu,"Aa datang, Ceu."

Peringatan kedua dari Akhyar menyadarkan kami. Akhyar tidak bohong. Secepatnya Amir menyabut kontolnya yang masih menghujam di lubang kemaluanku. Begitu dia keluar menjauh dari apitan dua pahaku, aku bangun dari berbaringku. Kuambil pakaian dia yang berserak di kasur dan melemparkannya kepada Amir yang sudah berdiri didepan tempat tidur. Kebingungan dia memakai celananya.
"Cepat keluar,"ucapku cemas setelah dia berhasil memakai celana panjangnya,"pakai kaosnya di luar saja."

Begitu Amir menghilang, aku merapikan celana dalamku, merapikan dasterku, merapikan rambutku, dan terakhir merapikan seprai tempat tidur.

Aku elap wajahku agar tidak tertinggal jejak Amir di sana. Setelah itu berbaring kembali. Setelah itu biarlah aku tunggu apa yang terjadi selanjutnya.​
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd