Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Berbagi Kehangatan Bersama Adik Ipar

Tahun Baru 4

Masih memberat mata ini. Tidak mau membuka meski ranjang terasa memberat dan terdengar deritan. Setelah semalaman harus melayani dua lelaki, terasa capek badan ini. Pun ketika sesuatu yang hangat dan kenyal menimpa bibirku, mata ini tetap sulit membuka. Hanya terlintas sekilas apakah suamiku meminta aku melayaninya kembali?

Biibir itu mulai mengulum bibirku, tapi karena mengantuk sekali, maka aku biarkan saja bibir itu bergerilya sendiri. Aku tetap memejamkan mataku.

Mungkin karena tidak mendapat respon dariku, bibir itu melepaskan bibirku dan mataku tetap terpejam.
"Ceu,"ada yang memanggilku.

Terkejut aku karena itu suara Akhyar. Kenapa Akhyar ada di kamar tidurku? Spontan membuka mataku dan didepanku, samar aku lihat suamiku diam menatap aku. Aku fokuskan pandangan dan ternyata memang Akhyar. Segera aku bergeser menjauh. Kulayangkan pandangan ke sekitarku untuk memastikan keberadaanku.

"Tenang, Ceu,"ucap Akhyar ringan."Aa sudah pergi ke masjid."

Ah, lega jadinya aku. Menggeletak kembali kepalaku di kasur. Kembali aku pejamkan mataku. Kuelus dadaku untuk menenangkan detak jantungku dan aku baru sadar kalau aku masih bugil dan hanya berselimutkan kain sarung.

"Aku juga tidak akan berani masuk kamar kalau ada Aa,"ucapnya lagi.

"Sudah Subuh sekarang?"Sambil merapikan kain sarung agar tubuh bugilku tidak menampak, aku bertanya.

Rupanya, karena aku terlalu capek melayani suamiku sehingga langsung tertidur, suamiku hanya menutupi tubuh telanjangku dengan kain sarung. Sampai suamiku berangkat ke langgar untuk melaksanakan salat Subuh, aku masih memakai kain sarung.

"Sebentar lagi azan."Dapat aku rasakan tangan Akhyar menggerayangi bagian luar kain sarung yang menutupi tubuh telanjangku.

"Tati lagi apa?"tanyaku sambil memegangi kuat-kuat kain sarung yang menutupi tubuh telanjangku yang hendak dipaksa diturunkan oleh Akhyar.

"Tidur,"jawabnya."Semalam Kak Amir datang?"

Kupandang dia dan kutemui matanya pun memandang aku."Kok Akhyar tahu?"​

"Semalam ada yang merintih-rintih dari kamar Eceu."Ada senyum licik di wajah itu.

"Memang terdengar sama Akhyar?"

"Terdengarlah. Kuat."

"Tati dengar tidak?"tanyaku khawatir.

"Entah, ya. Dia tidak ribut masalahnya."

Ah! Bisa bernafas lega aku. Berarti Tati tidak curiga dengan keributan yang aku buat bersama Amir malam ini.

Aku biarkan jemari tangan Akhyar yang memaksa masuk ke dalam kain sarung dan menyentuh bukit kenyal milikku.​

'Kenapa semalam tidak panggil aku?"

"Buat apa?"tanyaku kurang faham.

"Biar kita bisa main berempat,"jawabnya.​

"Gila kamu."

"Kalau Eceu tidak mau, kita main bertiga saja,"tukas Akhyar lagi sambil memainkan butiran kecil di puncak bukit kenyal milikku "Aku, Kak Amir, dan Eceu."​

"Tatinya?"tanyaku lugu.

"Kita kasih obat tidur, biar tidak ganggu,"usulnya sableng.

Hihihi... tertawa sekaligus bergidik aku membayangkan tubuhku disenggamai oleh dua pria secara bersama-sama.

"Hei, mau apa?"tanyaku tersendat, takut terdengar oleh Tati yang berada di kamar sebelah karena Akhyar menarik turun kain sarung, sehingga tubuhku kembali bugil.

Membulat mata Akhyar karena payudaraku tepat berada didepannya. Maka, dengan cepat-cepat aku tutupi dua payudaraku dengan telapak tangan sementara paha kiriku aku angkat dan kutimpakan pada selangkangan.

"Aku mau lihat cupang di tetek Eceu."Akhyar menjauhkan telapak tanganku dari atas payudara, lalu kepala Akhyar mendekati bukit-bukit kenyal yang menjulang indah dengan bola-bola kecil kecoklatan diatasnya.

"Ini, ini, ini, siapa yang buat?"Akhyar menunjuk tanda-tanda merah di kedua payudaraku.

"Aa-mulah,"jawabku sambil mendongakkan bukit-bukit kenyal itu agar terlihat lebih menonjol.​

"Bukannya Kak Amir?"tuduhnya.

"Bukan,"jawabku lagi.

"Ya, sudah. Aku juga mau buat, kalau begitu."Mendekat mulut Akhyar pada lereng bukit kenyal milik aku dan aku membiarkannya menempel.

Menjengit geli aku ketika Akhyar mulai menyedot, mengemuti, lereng bagian bawah payudara untuk kemudian berpindah ke samping, dan kemudian beralih ke bagian atas payudara.

Belum sempat bibirnya berpindah ke bukit satunya, azan subuh terdengar dikejauhan sana. Kemudian terdengar lagi azan lainnya. Disusul azan dari langgar lain. Maka kudorong Akhyar menjauh. Bila sudah terdengar azan, maka tugasku sebagai ibu rumah tangga sudah dimulai.

"Eceu mau kemana?"tanya Akhyar ketika aku bangun dari berbaringku dan menutupi tubuh telanjangku dengan kain sarung.

Turun aku dari tempat tidur dan langsung mengganti kain sarung dengan daster, lalu,"Mau ke dapur. Mau masak air. Mau masak nasi."

Akhyar ikut turun dari ranjang. Dikejarnya aku yang sedang menyisir rambut didepan cermin. Dari belakang dipeluknya aku."Jatahku malam ini 'kan belum, Ceu?"

"Hus! Sudah pagi,"jawabku."Eceu harus urus dapur."

Memang. Tidak seperti zaman milenial seperti saat ini, dimana teknologi sangat mendukung, di tahun 70-an, butuh banyak waktu dan tenaga untuk beraktivitas di dapur. Sebelum menghidupkan kompor, harus memastikan dulu minyak tanahnya. Urusan memasak air, harus keluar dulu untuk mengambil air hujan yang ditampung di drum yang berada di teras luar rumah. Belum lagi jika hendak menanak nasi atau pun mencuci pakaian.

Setelah melepaskan diri dari pelukan Akhyar, aku keluar dari kamar tidur. Ruang belakang sudah terang. Rupanya suamiku lupa mematikan lampu sebelum dia berangkat ke langgar.

Handuk basah bekas suamiku yang mandi junub tergantung di dudukan kursi makan. Setelah mengambil handuk tadi dan menyampirkan di pundak, aku masuk ke dapur. Kunyalakan dua buah kompor. Aku ambil satu buah panci yang bergantung di dinding dapur dan aku isi dengan air bersih yang aku ambil dari ember besar yang ada di dapur, lantas menaruhnya diatas kompor. Ini untuk teh suamiku. Kemudian aku ambil panci yang lain dan aku isi dengan beras dan mencucinya. Setelah aku rasa bersih, aku mulai menanaknya.

Angin subuh menerpa tubuh manakala pintu luar aku buka. Cuaca masih gelap. Kuambil ember yang berisi pakaian kotor dan aku bawa keluar rumah untuk aku rendam biar nanti tinggal aku cuci.

Selesai merendam pakaian, aku kembali masuk ke dalam rumah dan,"Astagfirullah al adzim!"

Betapa terkejutnya aku karena didepanku berdiri Akhyar. Akhyar yang telanjang bulat. Kontolnya mengacung ke depan. Perut buncitnya terlihat sama majunya.​

"Gelo siah,"ucapku sambil mendorong pintu menutup."Nanti ada yang lihat."

"Tenang, Ceu. Pintu kamarnya sudah aku kunci,"ucap Akhyar sambil memainkan kontolnya.

"Tapi sebentar lagi Aa-mu datang,"ucapku coba mengelak.

"Kalau kita cepat memulainya, pasti tidak akan terlambat."Akhyar mendekati aku yang bersandar di pintu."Jatahku 'kan belum untuk malam ini."

Jatahku belum malam ini, katanya. Memang aku ini pelayan yang harus memberi jatah bagi mereka? Tapi mau apalagi. Kalau aku menolak keinginan mereka, mereka pasti akan membongkar rahasia ini. Maka, dengan jantung yang berdebar-debar, ditengah rasa takut mendera dada, kuterima lelaki buncit yang sudah bugil itu, menyentuhku.

"Tati masih tidur, kan?"tanyaku pelan ketika daster mulai meninggalkan tubuhku.

"Di Langgar pun, salatnya belum mulai,"jawab Akhyar tidak menyambung.

Dua tangan Akhyar masuk ke bawah dua tanganku, sehingga kedua tanganku meninggi. Melingkar dua tanganku di lehernya. Dilingkarkan dua tangannya memeluk tubuh bugilku. Dua payudaraku melekat erat di dadanya. Dapat aku rasakan detak jantungnya bergemuruh.

Dibawanya aku melangkah ke depan. Dengan bibirnya, dirambahnya leherku dan, dengan tangannya, dielusnya punggungku.

"Pintunya terbuka,"ujarku karena aku merasakan angin menerpa tubuh telanjangku.

Tapi, Akhyar malah makin ganas mencumbui tubuh telanjangku. Digigitinya pelan pundakku, dikecupinya, sementara tangannya menjamahi pantatku, meremasi kedua belahan pantat.

"Tutup dulu pintunya, Akhyar,"ingatku disela kenikmatan yang aku rasa.

Dilepaskannya pelukannya dan mundur dia satu langkah. Ditatapnya aku, diremasnya kedua payudaraku, dan dia berucap,"Aman, Ceu. Tidak ada orang juga di luar yang akan mengintip kita."

Akhirnya aku mengalah. Menurut aku ketika dibalikkannya aku. Dengan posisi berdiri berpelukan, kami menghadap ke arah pintu yang membuka. Untung masih gelap di luar sana. Angin subuh mengelusi tubuh telanjangku yang didekap oleh Akhyar.

Menggelinjang geli aku manakala dari arah belakang jari tangan lelaki itu mengutili itilku dan memainkan butiran kecil di atas payudaraku.

Kontolnya yang telah membesar itu menempel di belahan pantatku. Dia gesek-gesekkan batang miliknya naik turun sementara bibirnya mencumbui leherku dan masih saja payudaraku dia remas-remas.

"Cepat dimasukkan, Akhyar,"ucapku lirih disela desahan nafasku.

Bukan, bukannya aku kegatelan, tapi aku ingin pergumulan ini cepat selesai. Untuk pagi ini, biarlah aku tidak menikmati permainan ini. Dengan ekspresi wajah kupasang sudah konak, aku berharap Akhyar cepat menyetubuhiku dan melepaskan spermanya, sehingga permainan cepat selesai dan sebagai seorang perempuan, aku jago melakukannya, jago untuk menipu lawan mainku. Hihihi...

Maka, aku melepaskan diri dari pelukan Akhyar. Merunduk aku, sehingga pantatku menabrak kontol Akhyar, sehingga Akhyar mundur satu langkah ke belakang. Dengan kedua tangan berpegangan pada kedua dengkul, kubuka kedua paha agar Akhyar cepat menyerang memekku.

"Plak-plak!"Beberapa kali pantatku dia tepuk.

Kedua pinggangku dicengkeramnya, lalu batang bulat panjang itu menempel dan masuk di belahan pantatku. Dapat aku rasakan batangan besar panjang itu menyelinap diantara kedua pahaku dan kemudian menjengit aku karena kepala kontol yang tumpul besar itu menumbuk lubang kemaluan. Geli karena kepala kontol itu menekan-menggesek area kemaluan.

Aku raih batang besar panjang itu. Dapat aku rasakan rasa hangat dan denyutan ditelapak tanganku kala aku genggam. Setelah mengocoknya sebentar, maka aku dorong kepala kontol itu masuk ke gerbang lubang kemaluan, yang membuat mulutku menganga nikmat.

Cengkeraman tangan Akhyar di pinggangku menguat dan lubang kemaluan pun menjadi penuh seiring batangan bulat panjang itu menusuk masuk. Berdenyut-denyut batangan itu mengenai sisi-sisi lubang kemaluan. Nikmat sekali, membuat mulut ini makin lebar menganga.

"Ah!"Meski sudah aku coba tahan, lenguhan tetap keluar pelan begitu selangkangan Akhyar menimpa pantatku akibat batang bulat besar itu tertanam sempurna di memekku.

Akhyar memperkuat cengkeraman tangannya di pinggulku. Lalu, Ahh..., lenguhan keluar dari mulutku ketika Akhyar menekan kontolnya dalam-dalam untuk kemudian memutar-mutarkannya.

Sambil menggoyang-goyangkan kontolnya di lubang kemaluan milikku, beberapa kali Akhyar menghentakkan kontolnya ke lubang kemaluanku yang membuat aku melenguh-lenguh enak.

"Plak!"Akhyar menampar pantatku, lalu kontolnya pun dia tarik dan dia hujamkan kembali.

Hujaman batang panjang besar itu kian cepat mensenggamai lubang kemaluanku, membuat tubuhku bergoyang maju mundur. Karena takut terjatuh, tanganku menggapai daun pintu.

Karena kontol Akhyar terus saja maju mundur menusuki memekku, daun pintu yang sejak awal aku pegang bergoyang menimbulkan derit. Sempat timbul rasa khawatir, tapi serangan Akhyar begitu nikmat.

"Ah...,"teriakku karena batang besar panjang itu tertarik lepas dari lubang kemaluan.

Untung saja akhirnya Akhyar menghentikan serangannya. Dengan cepat aku lepaskan pegangan tanganku pada daun pintu dan segera berdiri.

"Sudah, Akhyar. Nanti Aa-mu keburu pulang,"rengekku sambil berusaha mengambil dasterku yang menggeletak di lantai dapur.

"Tanggung, Ceu."Akhyar sudah mendorong aku untuk bersimpuh di lantai.

Dia pasti ingin aku kulum kontolnya, pikirku sambil bersiap-siap mengambil batang panjang besar yang menggantung didepanku, tapi ternyata tidak.

Dia ikut bersimpuh. Setelah membuka lebar daun pintu, dia rebahkan aku di lantai dengan kepala dan bagian dada berada di luar dapur, melewati pintu.

"Pindah ke dalam, Akhyar,"ucapku sambil berusaha bangkit,"Nanti ada yang melihat. Malu."

Hanya tersenyum lelaki itu melihatku yang kelabakan akibat bagian atas tubuh telanjangku yang terekspos ke luar rumah. Dia malah menaiki tubuh telanjangku, sehingga aku kembali terbaring. Tetap aku berusaha bangkit, meski dua tangannya menimpa dua payudaraku dan meremasnya.

Akhyar turun meninggalkan tubuh telanjangku. Maka, kesempatan itu aku pakai untuk menengkurapkan diri dan berusaha bangkit, tetapi tangan Akhyar menangkap pahaku. Dipaksanya aku kembali terlentang, lalu dipaksanya lagi kedua pahaku melebar.

Akhyar masuk diantara dua pahaku. Mendekat dia ke selangkangan dan menggigil aku karena menempel kepala kontol itu di garba kemaluanku. Kepala kontol itu merabai kemalauanku. Enak.

Cepat kuraih batang besar panjang itu dan, ah, terpejam mataku saat kumasukkan ke dalam lubang kemaluan milikku. Akhyar seperti memahami keinginanku. Didorongnya kontolnya dan lubang kemaluan pun menjadi penuh.

Kugigit bibirku agar desahan tidak terdengar ketika batang besar panjang itu mulai maju mundur. Dengan kedua tangannya berpegangan pada pinggangku, dengan cepat Akhyar menusuk dan memundurkan kontolnya. Enak, sayang aku tidak leluasa mengekspresikannya karena aku takut ada orang yang mendengar. Bisa berabe.

Akhyar makin cepat memajumundurkan kontolnya. Kucekal lengan Akhyar kuat-kuat. Dengan sekuat tenaga kupaku mulutku agar desahan tidak terdengar kuat.

"Ah!"lenguhanku terdengar kuat manakala batang panjang besar itu terhujam dalam-dalam di lubang kemaluanku yang membasah.

Tak lama kemudian dapat aku rasakan percikan air hangat memenuhi lubang kemaluan. Rasa hangat menyebar disekujur tubuh ketika tubuh telanjang Akhyar menimpa aku. Tapi tidak lama aku biarkan dia menindih aku. Dengan cepat aku dorong dia turun dan dengan cepat pula aku tengkurap. Masih dengan posisi menengkurap, aku merangkak mundur sebab kalau langsung berdiri, aku takut orang dapat melihat tubuh telanjangku.

Menjauh aku dari ambang pintu. Kusambut dasterku yang disodorkan Akhyar dan dengan cepat kukenakan.

"Mana pakaiannya?"tanyaku panik pada Akhyar yang masih telanjang.

"Didalam kamar Eceu,"jawabnya tenang.

"Ambil,"perintahku."Cepat dipakai."

Ketika Akhyar menuju kamar tidur, aku masuk ke dapur dan mendekati kompor. Untung air tanakan nasinya masih ada. Begitu pula air yang aku masak.

"Astagfirullah, Akhyar,"ucapku setengah marah melihat Akhyar kembali mendekatiku."Cepat ke depan atau salat subuhlah."

"Makanya aku ke dapur lagi untuk ambil wudhu,"belanya.

"Mandi junub belum, sudah mau salat, ya tidak bakal diterimalah,"ejekku sambil bersidekap didepannya.

"Yang penting aku sudah dapat jatah dari Eceu, sudah merasakan memek Eceu, sekarang mandi dulu,"jawabnya sambil mencubit daguku.

Iya, kalian yang puas. Sedangkan aku? Itulah nasib kaum perempuan. Dihadirkan untuk melayani dan memberi kepuasan bagi lawan jenisnya.​
 
Terakhir diubah:
Tahun Baru 4​

Masih memberat mata ini. Tidak mau membuka meski ranjang terasa memberat dan terdengar deritan. Setelah semalaman harus melayani dua lelaki, terasa capek badan ini. Pun ketika sesuatu yang hangat dan kenyal menimpa bibirku, mata ini tetap sulit membuka. Hanya terlintas sekilas apakah suamiku meminta aku melayaninya kembali?

Biibir itu mulai mengulum bibirku, tapi karena mengantuk sekali, maka aku biarkan saja bibir itu bergerilya sendiri. Aku tetap memejamkan mataku.

Mungkin karena tidak mendapat respon dariku, bibir itu melepaskan bibirku dan mataku tetap terpejam.
"Ceu,"ada yang memanggilku.

Terkejut aku karena itu suara Akhyar. Kenapa Akhyar ada di kamar tidurku? Spontan membuka mataku dan didepanku, samar aku lihat suamiku diam menatap aku. Aku fokuskan pandangan dan ternyata memang Akhyar. Segera aku bergeser menjauh. Kulayangkan pandangan ke sekitarku untuk memastikan keberadaanku.

"Tenang, Ceu,"ucap Akhyar ringan."Aa sudah pergi ke masjid."

Ah, lega jadinya aku. Menggeletak kembali kepalaku di kasur. Kembali aku pejamkan mataku. Kuelus dadaku untuk menenangkan detak jantungku dan aku baru sadar kalau aku masih bugil dan hanya berselimutkan kain sarung.

"Aku juga tidak akan berani masuk kamar kalau ada Aa,"ucapnya lagi.

"Sudah Subuh sekarang?"Sambil merapikan kain sarung agar tubuh bugilku tidak menampak, aku bertanya.

Rupanya, karena aku terlalu capek melayani suamiku sehingga langsung tertidur, suamiku hanya menutupi tubuh telanjangku dengan kain sarung. Sampai suamiku berangkat ke langgar untuk melaksanakan salat Subuh, aku masih memakai kain sarung.

"Sebentar lagi azan."Dapat aku rasakan tangan Akhyar menggerayangi bagian luar kain sarung yang menutupi tubuh telanjangku.

"Tati lagi apa?"tanyaku sambil memegangi kuat-kuat kain sarung yang menutupi tubuh telanjangku yang hendak dipaksa diturunkan oleh Akhyar.

"Tidur,"jawabnya."Semalam Kak Amir datang?"

Kupandang dia dan kutemui matanya pun memandang aku."Kok Akhyar tahu?"​

"Semalam ada yang merintih-rintih dari kamar Eceu."Ada senyum licik di wajah itu.

"Memang terdengar sama Akhyar?"

"Terdengarlah. Kuat."

"Tati dengar tidak?"tanyaku khawatir.

"Entah, ya. Dia tidak ribut masalahnya."

Ah! Bisa bernafas lega aku. Berarti Tati tidak curiga dengan keributan yang aku buat bersama Amir malam ini.

Aku biarkan jemari tangan Akhyar yang memaksa masuk ke dalam kain sarung dan menyentuh bukit kenyal milikku.​

'Kenapa semalam tidak panggil aku?"

"Buat apa?"tanyaku kurang faham.

"Biar kita bisa main berempat,"jawabnya.​

"Gila kamu."

"Kalau Eceu tidak mau, kita main bertiga saja,"tukas Akhyar lagi sambil memainkan butiran kecil di puncak bukit kenyal milikku "Aku, Kak Amir, dan Eceu."​

"Tatinya?"tanyaku lugu.

"Kita kasih obat tidur, biar tidak ganggu,"usulnya sableng.

Hihihi... tertawa sekaligus bergidik aku membayangkan tubuhku disenggamai oleh dua pria secara bersama-sama.

"Hei, mau apa?"tanyaku tersendat, takut terdengar oleh Tati yang berada di kamar sebelah karena Akhyar menarik turun kain sarung, sehingga tubuhku kembali bugil.

Membulat mata Akhyar karena payudaraku tepat berada didepannya. Maka, dengan cepat-cepat aku tutupi dua payudaraku dengan telapak tangan sementara paha kiriku aku angkat dan kutimpakan pada selangkangan.

"Aku mau lihat cupang di tetek Eceu."Akhyar menjauhkan telapak tanganku dari atas payudara, lalu kepala Akhyar mendekati bukit-bukit kenyal yang menjulang indah dengan bola-bola kecil kecoklatan diatasnya.

"Ini, ini, ini, siapa yang buat?"Akhyar menunjuk tanda-tanda merah di kedua payudaraku.

"Aa-mulah,"jawabku sambil mendongakkan bukit-bukit kenyal itu agar terlihat lebih menonjol.​

"Bukannya Kak Amir?"tuduhnya.

"Bukan,"jawabku lagi.

"Ya, sudah. Aku juga mau buat, kalau begitu."Mendekat mulut Akhyar pada lereng bukit kenyal milik aku dan aku membiarkannya menempel.

Menjengit geli aku ketika Akhyar mulai menyedot, mengemuti, lereng bagian bawah payudara untuk kemudian berpindah ke samping, dan kemudian beralih ke bagian atas payudara.

Belum sempat bibirnya berpindah ke bukit satunya, azan subuh terdengar dikejauhan sana. Kemudian terdengar lagi azan lainnya. Disusul azan dari langgar lain. Maka kudorong Akhyar menjauh. Bila sudah terdengar azan, maka tugasku sebagai ibu rumah tangga sudah dimulai.

"Eceu mau kemana?"tanya Akhyar ketika aku bangun dari berbaringku dan menutupi tubuh telanjangku dengan kain sarung.

Turun aku dari tempat tidur dan langsung mengganti kain sarung dengan daster, lalu,"Mau ke dapur. Mau masak air. Mau masak nasi."

Akhyar ikut turun dari ranjang. Dikejarnya aku yang sedang menyisir rambut didepan cermin. Dari belakang dipeluknya aku."Jatahku malam ini 'kan belum, Ceu?"

"Hus! Sudah pagi,"jawabku."Eceu harus urus dapur."

Memang. Tidak seperti zaman milenial seperti saat ini, dimana teknologi sangat mendukung, di tahun 70-an, butuh banyak waktu dan tenaga untuk beraktivitas di dapur. Sebelum menghidupkan kompor, harus memastikan dulu minyak tanahnya. Urusan memasak air, harus keluar dulu untuk mengambil air hujan yang ditampung di drum yang berada di teras luar rumah. Belum lagi jika hendak menanak nasi atau pun mencuci pakaian.

Setelah melepaskan diri dari pelukan Akhyar, aku keluar dari kamar tidur. Ruang belakang sudah terang. Rupanya suamiku lupa mematikan lampu sebelum dia berangkat ke langgar.

Handuk basah bekas suamiku yang mandi junub tergantung di dudukan kursi makan. Setelah mengambil handuk tadi dan menyampirkan di pundak, aku masuk ke dapur. Kunyalakan dua buah kompor. Aku ambil satu buah panci yang bergantung di dinding dapur dan aku isi dengan air bersih yang aku ambil dari ember besar yang ada di dapur, lantas menaruhnya diatas kompor. Ini untuk teh suamiku. Kemudian aku ambil panci yang lain dan aku isi dengan beras dan mencucinya. Setelah aku rasa bersih, aku mulai menanaknya.

Angin subuh menerpa tubuh manakala pintu luar aku buka. Cuaca masih gelap. Kuambil ember yang berisi pakaian kotor dan aku bawa keluar rumah untuk aku rendam biar nanti tinggal aku cuci.

Selesai merendam pakaian, aku kembali masuk ke dalam rumah dan,"Astagfirullah al adzim!"

Betapa terkejutnya aku karena didepanku berdiri Akhyar. Akhyar yang telanjang bulat. Kontolnya mengacung ke depan. Perut buncitnya terlihat sama majunya.​

"Gelo siah,"ucapku sambil mendorong pintu menutup."Nanti ada yang lihat."

"Tenang, Ceu. Pintu kamarnya sudah aku kunci,"ucap Akhyar sambil memainkan kontolnya.

"Tapi sebentar lagi Aa-mu datang,"ucapku coba mengelak.

"Kalau kita cepat memulainya, pasti tidak akan terlambat."Akhyar mendekati aku yang bersandar di pintu."Jatahku 'kan belum untuk malam ini."

Jatahku belum malam ini, katanya. Memang aku ini pelayan yang harus memberi jatah bagi mereka? Tapi mau apalagi. Kalau aku menolak keinginan mereka, mereka pasti akan membongkar rahasia ini. Maka, dengan jantung yang berdebar-debar, ditengah rasa takut mendera dada, kuterima lelaki buncit yang sudah bugil itu, menyentuhku.

"Tati masih tidur, kan?"tanyaku pelan ketika daster mulai meninggalkan tubuhku.

"Di Langgar pun, salatnya belum mulai,"jawab Akhyar tidak menyambung.

Dua tangan Akhyar masuk ke bawah dua tanganku, sehingga kedua tanganku meninggi. Melingkar dua tanganku di lehernya. Dilingkarkan dua tangannya memeluk tubuh bugilku. Dua payudaraku melekat erat di dadanya. Dapat aku rasakan detak jantungnya bergemuruh.

Dibawanya aku melangkah ke depan. Dengan bibirnya, dirambahnya leherku dan, dengan tangannya, dielusnya punggungku.

"Pintunya terbuka,"ujarku karena aku merasakan angin menerpa tubuh telanjangku.

Tapi, Akhyar malah makin ganas mencumbui tubuh telanjangku. Digigitinya pelan pundakku, dikecupinya, sementara tangannya menjamahi pantatku, meremasi kedua belahan pantat.

"Tutup dulu pintunya, Akhyar,"ingatku disela kenikmatan yang aku rasa.

Dilepaskannya pelukannya dan mundur dia satu langkah. Ditatapnya aku, diremasnya kedua payudaraku, dan dia berucap,"Aman, Ceu. Tidak ada orang juga di luar yang akan mengintip kita."

Akhirnya aku mengalah. Menurut aku ketika dibalikkannya aku. Dengan posisi berdiri berpelukan, kami menghadap ke arah pintu yang membuka. Untung masih gelap di luar sana. Angin subuh mengelusi tubuh telanjangku yang didekap oleh Akhyar.

Menggelinjang geli aku manakala dari arah belakang jari tangan lelaki itu mengutili itilku dan memainkan butiran kecil di atas payudaraku.

Kontolnya yang telah membesar itu menempel di belahan pantatku. Dia gesek-gesekkan batang miliknya naik turun sementara bibirnya mencumbui leherku dan masih saja payudaraku dia remas-remas.

"Cepat dimasukkan, Akhyar,"ucapku lirih disela desahan nafasku.

Bukan, bukannya aku kegatelan, tapi aku ingin pergumulan ini cepat selesai. Untuk pagi ini, biarlah aku tidak menikmati permainan ini. Dengan ekspresi wajah kupasang sudah konak, aku berharap Akhyar cepat menyetubuhiku dan melepaskan spermanya, sehingga permainan cepat selesai dan sebagai seorang perempuan, aku jago melakukannya, jago untuk menipu lawan mainku. Hihihi...

Maka, aku melepaskan diri dari pelukan Akhyar. Merunduk aku, sehingga pantatku menabrak kontol Akhyar, sehingga Akhyar mundur satu langkah ke belakang. Dengan kedua tangan berpegangan pada kedua dengkul, kubuka kedua paha agar Akhyar cepat menyerang memekku.

"Plak-plak!"Beberapa kali pantatku dia tepuk.

Kedua pinggangku dicengkeramnya, lalu batang bulat panjang itu menempel dan masuk di belahan pantatku. Dapat aku rasakan batangan besar panjang itu menyelinap diantara kedua pahaku dan kemudian menjengit aku karena kepala kontol yang tumpul besar itu menumbuk lubang kemaluan. Geli karena kepala kontol itu menekan-menggesek area kemaluan.

Aku raih batang besar panjang itu. Dapat aku rasakan rasa hangat dan denyutan ditelapak tanganku kala aku genggam. Setelah mengocoknya sebentar, maka aku dorong kepala kontol itu masuk ke gerbang lubang kemaluan, yang membuat mulutku menganga nikmat.

Cengkeraman tangan Akhyar di pinggangku menguat dan lubang kemaluan pun menjadi penuh seiring batangan bulat panjang itu menusuk masuk. Berdenyut-denyut batangan itu mengenai sisi-sisi lubang kemaluan. Nikmat sekali, membuat mulut ini makin lebar menganga.

"Ah!"Meski sudah aku coba tahan, lenguhan tetap keluar pelan begitu selangkangan Akhyar menimpa pantatku akibat batang bulat besar itu tertanam sempurna di memekku.

Akhyar memperkuat cengkeraman tangannya di pinggulku. Lalu, Ahh..., lenguhan keluar dari mulutku ketika Akhyar menekan kontolnya dalam-dalam untuk kemudian memutar-mutarkannya.

Sambil menggoyang-goyangkan kontolnya di lubang kemaluan milikku, beberapa kali Akhyar menghentakkan kontolnya ke lubang kemaluanku yang membuat aku melenguh-lenguh enak.

"Plak!"Akhyar menampar pantatku, lalu kontolnya pun dia tarik dan dia hujamkan kembali.

Hujaman batang panjang besar itu kian cepat mensenggamai lubang kemaluanku, membuat tubuhku bergoyang maju mundur. Karena takut terjatuh, tanganku menggapai daun pintu.

Karena kontol Akhyar terus saja maju mundur menusuki memekku, daun pintu yang sejak awal aku pegang bergoyang menimbulkan derit. Sempat timbul rasa khawatir, tapi serangan Akhyar begitu nikmat.

"Ah...,"teriakku karena batang besar panjang itu tertarik lepas dari lubang kemaluan.

Untung saja akhirnya Akhyar menghentikan serangannya. Dengan cepat aku lepaskan pegangan tanganku pada daun pintu dan segera berdiri.

"Sudah, Akhyar. Nanti Aa-mu keburu pulang,"rengekku sambil berusaha mengambil dasterku yang menggeletak di lantai dapur.

"Tanggung, Ceu."Akhyar sudah mendorong aku untuk bersimpuh di lantai.

Dia pasti ingin aku kulum kontolnya, pikirku sambil bersiap-siap mengambil batang panjang besar yang menggantung didepanku, tapi ternyata tidak.

Dia ikut bersimpuh. Setelah membuka lebar daun pintu, dia rebahkan aku di lantai dengan kepala dan bagian dada berada di luar dapur, melewati pintu.

"Pindah ke dalam, Akhyar,"ucapku sambil berusaha bangkit,"Nanti ada yang melihat. Malu."

Hanya tersenyum lelaki itu melihatku yang kelabakan akibat bagian atas tubuh telanjangku yang terekspos ke luar rumah. Dia malah menaiki tubuh telanjangku, sehingga aku kembali terbaring. Tetap aku berusaha bangkit, meski dua tangannya menimpa dua payudaraku dan meremasnya.

Akhyar turun meninggalkan tubuh telanjangku. Maka, kesempatan itu aku pakai untuk menengkurapkan diri dan berusaha bangkit, tetapi tangan Akhyar menangkap pahaku. Dipaksanya aku kembali terlentang, lalu dipaksanya lagi kedua pahaku melebar.

Akhyar masuk diantara dua pahaku. Mendekat dia ke selangkangan dan menggigil aku karena menempel kepala kontol itu di garba kemaluanku. Kepala kontol itu merabai kemalauanku. Enak.

Cepat kuraih batang besar panjang itu dan, ah, terpejam mataku saat kumasukkan ke dalam lubang kemaluan milikku. Akhyar seperti memahami keinginanku. Didorongnya kontolnya dan lubang kemaluan pun menjadi penuh.

Kugigit bibirku agar desahan tidak terdengar ketika batang besar panjang itu mulai maju mundur. Dengan kedua tangannya berpegangan pada pinggangku, dengan cepat Akhyar menusuk dan memundurkan kontolnya. Enak, sayang aku tidak leluasa mengekspresikannya karena aku takut ada orang yang mendengar. Bisa berabe.

Akhyar makin cepat memajumundurkan kontolnya. Kucekal lengan Akhyar kuat-kuat. Dengan sekuat tenaga kupaku mulutku agar desahan tidak terdengar kuat.

"Ah!"lenguhanku terdengar kuat manakala batang panjang besar itu terhujam dalam-dalam di lubang kemaluanku yang membasah.

Tak lama kemudian dapat aku rasakan percikan air hangat memenuhi lubang kemaluan. Rasa hangat menyebar disekujur tubuh ketika tubuh telanjang Akhyar menimpa aku. Tapi tidak lama aku biarkan dia menindih aku. Dengan cepat aku dorong dia turun dan dengan cepat pula aku tengkurap. Masih dengan posisi menengkurap, aku merangkak mundur sebab kalau langsung berdiri, aku takut orang dapat melihat tubuh telanjangku.

Menjauh aku dari ambang pintu. Kusambut dasterku yang disodorkan Akhyar dan dengan cepat kukenakan.

"Mana pakaiannya?"tanyaku panik pada Akhyar yang masih telanjang.

"Didalam kamar Eceu,"jawabnya tenang.

"Ambil,"perintahku."Cepat dipakai."

Ketika Akhyar menuju kamar tidur, aku masuk ke dapur dan mendekati kompor. Untung air tanakan nasinya masih ada. Begitu pula air yang aku masak.

"Astagfirullah, Akhyar,"ucapku setengah marah melihat Akhyar kembali mendekatiku."Cepat ke depan atau salat subuhlah."

"Makanya aku ke dapur lagi untuk ambil wudhu,"belanya.

"Mandi junub belum, sudah mau salat, ya tidak bakal diterimalah,"ejekku sambil bersidekap didepannya.

"Yang penting aku sudah dapat jatah dari Eceu, sudah merasakan memek Eceu, sekarang mandi dulu,"jawabnya sambil mencubit daguku.

Iya, kalian yang puas. Sedangkan aku? Itulah nasib kaum perempuan. Dihadirkan untuk melayani dan memberi kepuasan bagi lawan jenisnya.​
Karya yg lama dinantikan. Mksh updatenya suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd