Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Berbagi Kehangatan Bersama Adik Ipar

Tahun Baru

Malam ini malam tahun baru. Suasananya ramai. Banyak warga yang berada di luar rumah. Meskipun daerah tempat tinggal kami berada di pinggiran kota, sehingga jauh dari pusat kemeriahan, tapi ada satu kebiasaan di daerah kami dalam merayakan pergantian tahun setiap tahunnya, yaitu sejak selesai salat Isya, masyarakat, terutama anak-anak muda, berkumpul di teras rumah untuk sekedar mengobrol dengan makanan ala kadarnya. Menjelang tengah malam, anak-anak muda akan berkumpul di Boom. Boom berasal dari bahasa Belanda yang berarti pelabuhan kapal. Meskipun hanya untuk kapal-kapal tradisional, tapi luas tempatnya sehingga dapat banyak menampung orang.

Kenapa orang tertarik berkumpul di Boom? Boom kami ini berada berseberangan dengan pabrik pengolahan minyak Pertamina Sungai Gerong, sedang dikejauhan sana terdapat pabrik Pupuk Sriwijaya. Karena kedua pabrik ini berada di tepi sungai Musi, maka banyak kapal-kapal pengangkut minyak bumi dan pupuk yang parkir di alur sungai Musi.

Dan adalah tradisi kapal untuk membunyikan sirene dan menembakkan mercon suar di saat waktu menunjuk ke angka 12 malam di malam pergantian tahun. Jadi pada jam tersebut, langit di atas daerah kami akan penuh dengan mercon-mercon suar dan suara-suara sirene dari setiap kapal. Meski hanya sekitar sepuluh sampai lima belas menit bunyi sirene kapalnya, tapi itulah kemeriahan tahun baru a la tahun 70-an.

Setelah sirene kapal berhenti dan mercon-mercon suar menghilang, masyarakat akan bubar jalan meninggalkan Boom, kembali ke rumah atau melanjutkan acara tahun baru hingga pagi menjelang.

Bagi mereka yang tidak ke Boom, cukup berdiri di depan rumah atau di pinggir jalan karena pemandangan yang sama indahnya akan jelas terlihat.

Begitu pula dengan aku. Sebenarnya aku tidak minat untuk menonton acara pergantian tahun baru ini. Sejak gadis, aku tidak hobi ikut dalam keramaian. Tapi, malam ini, di pergantian tahun kali ini, aku ikut dalam keramaiannya. Ini semua atas permintaan Amir. Sejak seminggu yang lalu, Amir meminta aku untuk keluar rumah pas pergantian tahun . Awalnya aku tidak mau. Anakku cepat tidurnya. Mereka belum terbiasa tidur larut malam dan tidak mungkin aku meninggalkan mereka berdua di rumah, sementara rumah kosong karena anak-anak bujangku tidak ada di rumah.

Tapi, rayuan Amir begitu hebat. Aku luluh dan bersedia keluar rumah, meninggalkan anak-anakku yang telah tertidur. Dengan jantung yang berdetak tidak karuan dan badan yang gemetar, aku keluar dari pintu belakang rumahku.

Bergabung aku dengan sekelompok orang yang berdiri di depan warung Amir. Kuperhatikan warung suamiku yang berada tidak jauh dari aku berada. Pintunya tertutup. Sama seperti aku, suamiku memang tidak suka dengan keramaian. Dia pasti memilih tidur di warungnya. Syukurlah.

Belum lama aku berdiri di sana, pintu kecil di samping belakang warung Amir membuka. Amir keluar. Dengan isyarat dia memanggil aku. Meskipun semua sudah kami atur jauh-jauh hari, tapi tetap rasa takut menjalar di tubuhku. Aku takut ada yang memerhatikan tindak-tanduk kami malam ini.

Apalagi aku lihat ada Akhyar yang sedang merangkul Tati, pacarnya, dikejauhan sana, meski pun tidak aku lihat anak-anakku. Pasti mereka dengan teman-temannya sudah berada di Boom. Ada juga tetangga-tetanggaku. Bagaimana kalau mereka melihat aku menyelinap masuk ke warung Amir?

Karena aku tidak merespon isyaratnya, Amir mendekatiku. Makin gemetar aku ketika dia berdiri disampingku. Untung tak dirangkulnya aku atau ditariknya aku ke dalam warungnya. Untungnya lagi, orang-orang sudah tenggelam dalam pembicaraan tentang tahun baru. Agar tidak menimbulkan kecurigaan mereka, sesekali aku timpali pembicaraan mereka.

Alhamdulillah, kerumunan orang-orang mulai bergerak menuju Boom. Jalan sudah penuh orang yang sama menuju Boom. Semua orang terfokus pada langit malam yang sebentar lagi akan terang benderang, kecuali aku dan Amir tentunya.

Amir mencolek lenganku untuk kemudian melangkah dia ke warungnya. Pintu warungnya dia buka dan menghilang dia. Gemetar aku. Berharap tidak ada yang memerhatikan, dengan perlahan dan penuh kehati-hatian aku menjauh dari kerumunan yang tinggal segelintir orang itu. Mereka, sepertinya tidak berminat ke Boom dan hanya ingin menyaksikan dari kejauhan saja.

Cepat aku dorong membuka pintu warung dan cepat pula menyelinap masuk. Sudah menunggu dia. Begitu aku sudah melewati dia, langsung pintu warung dia dorong menutup dan dikunci olehnya. Bingung aku berdiri di warung Amir yang temaram. Warung ini hanya diterangi lampu lima watt. Bergoyang-goyang lampunya. Aku tidak tahu apakah setiap malam warung ini memang hanya menyalakan lampu seperti ini atau hanya ketika aku di sini saja sekedar untuk membohongi kerumunan orang di luar sana.

Amir menghampiri aku. Mendongak meninggi wajahku agar dapat menatap wajahnya yang berada tinggi didepanku. Tinggi Amir yang 170-an, membuat dia adalah raksasa bagiku. Ketika dua tangannya membuka lebar, merapat aku memeluk dia. Detak jantungnya sama kacaunya dengan jantungku. Sama takut jugakah dia?

Amir mengelus rambutku yang aku gelung. Ada batang keras dari balik sarungnya yang menempel di perutku. Makin menegang batang itu ketika payudaraku yang tidak berbeha kugesek-gesekkan.

Masih berada dalam pelukannya, diajaknya melangkah aku. Tergagap-gagap kami karena banyak sekali barang jualan yang menghalangi langkah kami. Ada barang yang terjatuh akibat tersenggol oleh kami. Langkah kami baru terhenti karena pantatku menabrak kayu panjang.

Empuk ketika didudukkannya aku di atas kayu panjang tadi. Rupanya ada ranjang di warung Amir. Dalam remangnya warung, bertatapan kami. Bayang-bayang kami bergoyang-goyang akibat lampu yang tergantung di kabel tertiup angin. Malam ini aku ingin memuaskan fantasi dia untuk bersetubuh di warungnya. Sudah lama Amir mengajak aku ke warungnya, tapi aku tolak. Aku tidak mau mengambil resiko ketahuan.

Kecuali malam ini, karena aku fikir memang tepat momennya untuk mendatanginya di warung ini. Malam tahun baru adalah saatnya untuk berpesta. Semua orang tenggelam dalam keriaan sesaat.

"Eceu tidak pakai kolor, kan?"Sambil menatap aku, tangannya merayapi bagian dalam pahaku.

Dengan malu-malu aku menggeleng."Kan Amir yang minta."

Dua pahaku, aku buka lebar agar mudah jari tangannya mencapai selangkanganku.

"Geli,"ucapku manakala jari tangannya tiba di memekku dan memainkannya.

"Dasternya diturunkan, Ceu,"suruhnya, dengan nada berat, penuh birahi.

Dengan ikhlas, kulepas kancing dasterku. Kuloloskan kedua tanganku dan aku perosotkan dasternya, hingga jatuh di pangkuanku. Dalam remangnya warung, payudara-payudaraku yang tanpa beha menggelantung bebas. Meskipun mungil, tapi membusung penuh. Ada kebanggaan melihat mata Amir buas menggerayangi gunung-gunung itu.

"Dari rumah tadi Eceu tidak pakai apa-apa, ya?"tanya Amir dengan tetap menggerayangi memekku.​

"Kan Amir yang minta."

"Tidak ada yang menggerayanginya, kan?"godanya.​

"Malam ini khusus untuk Amir,"balasku dengan genit.

Dan tersenyum dia. Jari-jarinya menari di belahan memanjang kemaluanku, memijiti kelentitnya.​

"Sayang aku tidak boleh bikin cupang di tetek Eceu."Dengan dadanya, dielusinya bola kecoklatan yang ada di puncak bukit-bukit milikku.

"Tidak boleh malam ini,"ingatku padanya.

Dan berciuman kami. Dikulumnya bibirku. Bernafsu sekali lelaki ini. Di gerayanginya memekku dan aku menikmatinya.

Riiiiiiing! Riiiiing! Riiiing! Sirene kapal terdengar susul menyusul dikejauhan sana, dari arah Boom. Berarti pergantian tahun telah tiba. Terdengar teriakan kagum dari orang-orang yang berkumpul didepan warung. Rupanya mercon suar sudah ditembakkan.

Berbarengan dengan itu, Amir menurunkan aku dari tempat tidur. Merosot turun dasterku, jatuh diantara kakiku. Kutarik ikatan kain sarungnya dan memerosotkannya turun. Sama-sama telanjang kami.

Masih ramai orang bercakap di depan warung. Tapi aku tahu cuma sebentar keramaian itu. Maka berbalik aku membelakanginya. Seraya berpegangan pada pinggiran ranjang, menungging aku. Amir pun sigap. Ditepuknya pantatku, lalu kontolnya menyelinap di antara dua pahaku yang menganga dan, "ah..." melenguh aku karena masuk kontol itu di lubang kemaluan.

Untung saja sudah basah memekku, sehingga langsung penuh lubang kemaluan itu. Sesak memekku. Menelungkup aku di atas kasur dan mulailah petualangan kami. Berderak berirama ranjang itu ketika Amir mulai memajumundurkan kontolnya untuk menyetubuhi aku, tapi untungnya masih ramai suasana di luar.

Nikmat sekali tusukan kontol Amir di lubang kemaluanku. Ada sensasi lain malam ini. Amir begitu ganas. Apa ini karena pengalaman baru kami yang bersetubuh di warungnya? Yang pasti aku pun sama bergairahnya. Kuremas seprai dan desahanku mulai keluar. Tambah bersemangat Amir menggagahiku, tambah deras pula desahanku."Ah, ah, ah."

"Ah!"Berteriak aku karena tercabut kontol itu dari memekku. Tapi masih tertelungkup aku. Terengah-engah aku. Pun lemah kakiku yang menjuntai di lantai.

Dengan terburu-buru Amir menaikkan aku ke atas ranjang. Diam aku berbaring, menunggu dia yang juga naik ke atas ranjang siap untuk mengauli aku kembali. Ditariknya gorden hingga tertutup kami dari pandangan.

Sadar tubuh telanjang kami terhalang tirai, maka dengan cepat aku bangun dan menunggingkan diri. Dari pengalamanku selama ini, bila kami bergaya anjing kawin, Amir akan cepat keluar sementara aku puas dengan orgasme singkatku. Soalnya kami diburu waktu. Hanya sedikit waktuku di sini. Aku harus cepat berada ke rumah, sebelum anak-anak bujangku pulang.

Melihat aku yang telanjang sudah menungging, dengan cepat Amir mendatang pantatku. Kembali ditusukinya kemaluanku, kembali mendesah-desah aku, terbanting-banting tubuh mungilku. Beberapa kali tubuhku tertelungkup di kasur untuk kemudian dia tunggingkan kembali dan ditusukinya kembali. Bertemunya selangkangannya dengan pantatku menimbulkan bunyi yang cukup keras, bersaing dengan desahanku dan dengus birahi Amir, tapi masih kalah dari teriakan kagum orang-orang di luar sana.

"Ah!"jeritku lagi ketika batang bulat panjang itu terhujam dalam-dalam di dalam lubang kemaluanku. Mencengkeram kuat jemariku di seprai karena kontol itu tertanam diam. Lalu, crot-crot, crot-crot, crot-crot. Percikan air hangat mengisi lubang kemaluanku.

Terjatuh kepalaku di kasur. Tapi masih menungging aku, masih ada batang bulat panjang itu terhujam di lubang kemaluan, masih ada Amir yang mengelusi punggungku.

Kutarik pantatku maju sehingga terlepas batang bulat panjang itu dari memekku. Aku duduk, Amir pun ikut duduk. Kugapai kaos milik Amir yang menggeletak di ujung ranjang. Kupakai kaos itu untuk mengelap cairan hangat yang keluar dari lubang memekku. Lumayan banyak spermanya lelaki ini, pikirku.

Masih ramai di luar sana, tapi aku harus keluar dari warung ini. Sebentar lagi keramaian akan selesai, sebentar lagi kerumunan orang akan bubar, dan aku sudah harus ada di rumah lagi karena sebentar lagi anak-anak bujangku akan pulang.

"Saya harus pulang,"ujarku seraya melemparkan kaos ke pangkuannya yang tanpa penutup.​

"Nanti, Ceu,"cegahnya.

Tapi aku tetap turun dari ranjangnya. Merunduk aku untuk mengambil daster yang menumpuk di lantai.​

"Sebentar lagi, Ceu,"pintanya.

Tapi aku tetap berpakaian. Setelah yakin tubuhku tertutup sempurna, melangkah aku mendekati pintu yang masih tertutup. Karena terkunci, kutunggu dia untuk membukanya. Turun dia dari ranjang. Masih telanjang. Kulihat dia mengambil asoy dan mengisikannya dengan beragam permen yang dia ambil dari dalam stoples yang berjajar diatas lemari kaca, seperti kebiasaannya selama ini bila kami berkencan.​

"Mau aku temani?"tanyanya sembari menyelipkan asoy ditanganku.

"Tidak perlu,"jawabku.

Dengan enggan dia buka pintunya. Dia hendak mencium aku, tapi aku menghindar. Aku takut ada orang melihatnya.

"Nanti aku ke rumah, ya,"ucapnya sambil bersembunyi dibalik pintu."Tunggu aku."

Masih banyak orang di luar warung. Maka, cepat-cepat aku menggabungkan diri. Langit sudah kembali normal. Bunyi sirene yang tadi berhasil meredam suara-suara yang berasal dari dalam warung sudah tidak terdengar. Tapi masih terlihat titik-titik kecil mercon suar yang melayang tinggi, sisa-sisa keramaian tadi.

Perlahan aku melangkah menjauhi warung. Dengan asoy di tangan, kutuju rumahku. Ah, malam ini harga memekku rupanya hanya sebatas permen-permen ini, gumamku lucu.​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd