[size=+2]Chapter 7 - Kenangan Masa Lalu Terganti Dengan Amarah[/size]
Langit menggelap, cahaya sang bulan purnama pun menyinari langit gelap ini, ditemani kilauan bintang di angkasa. Berderetan rumah-rumah pun ikut memancarkan cahaya terangnya. Dari sekian banyak rumah-rumah yang memancarkan cahaya terangnya ada satu rumah sederhana yang tak jauh dari ladang persawahan, seorang lelaki duduk didepan rumah itu. Lelaki itu duduk sebari melamunkan seorang gadis yang menjadi masa lalunya.
"Sekarang dia pasti sudah bahagia dan mempunyai seorang anak yang mungkin sudah besar sekarang." ucapnya pelan, kemudian lelaki itu memandang sang langit malam, melihat sang rembulan dan kilauan bintang.
"Ku do'a kan kau selalu bahagia wahai sang mantan, kau lah cinta pertama ku dan sekarang ku telah menemukan cinta kedua ku, disini, di kampung tempat aku lahir, aku menemukan cinta itu dan akan melupakan mu, mulai saat ini dan seterusnya." teriaknya di kesunyian malam.
Kemudian dia tersenyum mengingat teriakannya tadi, tangannya mengambil bungkus rokok disamping kirinya dan menyulut satu batang rokok yang diambilnya.
Sementara itu, dari kejauhan seseorang yang mendengar teriakannya hanya menggelengkan kepala dan berjalan mendekatinya.
"Kau kenapa sobat, berdulang durja seperti itu?" ucap Fajal seraya duduk disebelah kirinya dan menyulut satu batang rokok.
"Biasalah, teringat masa lalu." Rian menghisap dalam-dalam rokoknya dan begitu juga Fajal.
"Sudahlah, masa lalu biarlah berlalu, mungkin dengan pindahnya kau kesini adalah hal yang tepat untuk melupakan masa lalu mu itu, ya seperti yang kau teriakan tadi." ucap Fajal setelah menghembuskan asas putih dari mulutnya.
"Huuuuu.....memang benar yang kau katakan, harusnya aku sejak setahun lalu pindah kesini lagi." ucap Rian sebari menghembuskan asap putihnya.
"Baiklah, sekarang kau harus ikut aku ke sebuah tempat yang mungkin bisa membuat mu sedikit bergembira dan melupakan sejenak mantan mu itu." Fajal pun berdiri dan membuang rokoknya.
"Memangnya kita mau kemana? Kalau jauh aku tidak mau." Rian mencoba mengelak.
"Sudahlah ikut saja! Aku tau alasan mu, tidak mau jalan kaki bukan? Sekarang kita jalan kaki dulu kerumahku! Baru naik motor ketempat yang ku tuju." Rian pun tak bisa mengelak lagi, karena sahabatnya sudah mengetahui alasannya. Sebenarnya, ayahnya punya sebuah mobil, namun dia tak punyai sebuah SIM.
Akhirnya mereka pun pergi.
[size=+2]~~~~^X^~~~~[/size]
Sesampainya mereka dirumah Fajal. Sebuah motor bertenaga 150cc terparkir didepan rumahnya dan membuat Rian yang melihatnya menggelengkan kepala.
"Gila, ini motor udah ga keliatan seperti aslinya lagi, apa ga sayang Jal, motor mu di gituin?" Rian terkesima melihat modifikasi yang Fajal lakukan pada motornya.
"Santai saja kawan, yang spart part yang asli ada di gudang dan untuk yang dipakai ini, semuanya barang lokal, sayang kan kalau pakai yang asli aku gituin, entar turun harga ini motor kalau dijual." ucap Fajal menjelaskan sebari mencopot sebuah stiker geng dimotornya.
"Oh... Begitu aku kira pakai yang asli, terus itu buat apa pake dilepas segala?" Rian menunjuk stiker yang dilepas Fajal.
"Ya jelas dilepas, entar kita bisa babak belur dikeroyok musuh geng motor ku, ayo naik!" Fajal pun menaiki motornya diikuti Rian yang duduk dibelakang.
Chenges...nges...dulugdugh...dugh...dugh...duuuuuggh..
Motor pun menyala, dengan dikemudikan oleh sang driver Fajal diikuti suara nyaring knalpot modifikasioya.
[size=+2]~~~~^X^~~~~[/size]
Mereka pun sampai disebuah tempat, tempat tulang baso cap kaki lima berjualan dipinggir jalan alun-alun kota.
"Yang benar saja sobat, kamu ajak aku kesini ngapain? Makan." ucap Rian kecewa setelah mengiyakan ajakan sahabatnya untuk ke suatu tempat, yang ternyata tempat itu hanyalah alun-alun kota yang sangat ramai dengan muda-mudi yang sedang apik berpacaran, sedangkan mereka malah nongkrong di tulang baso.
"Sudahlah jangan kebanyakan ngeluh, ikuti saja, aku yang sekarang punya acara, kamu diem dan menikmati saja, Rian." gerutu Fajal kesal.
Fajal pun turun dari motornya dan berjalan santai menghampiri tulang baso itu sedangkan Rian yang terkejut mendengar omongan sahabatnya hanya bengong dan duduk manis diatas motor sahabatnya.
"Sebenarnya dia merencanakan apa sampai-sampai bilang padaku cukup diam dan menikmati, memangnya aku ini patung dibilang begitu." gerutu Rian dalam pikirannya.
Sementara itu Fajal yang sudah menghampiri tulang baso, kemudian bertanya.
"Gimana bang masih aman?"
"Tenang saja mas Fajal masih aman, belum datang mereka semua." Fajal pun tersenyum mendengarnya.
"Bagus kalau masih aman, ngomong-ngomong pesen baso 2 bang."
"Disini atau dibawa pulang mas?"
"Disini saja." mendengar jawaban Fajal, abang si tulang baso pun segera menyiapkan 2 mangkuk baso. Sedangkan Fajal kemudian melirik sahabatnya.
"Kau mau duduk di motor ku terus Rian, Gak mau makan?" Rian yang mendengarnya sontak kaget dan dengan terburu-buru turun dan menghampiri Fajal yang duduk manis dekat abang tulang baso itu sebari melihat si abang yang sedang menyiapkan 2 mangkuk baso untuk mereka berdua.
"Kenapa lagi kita makan, perutku ini masih belum lapar." ucap Rian seraya duduk disebelah sahabatnya, sedangkan Fajal yang sedari tadi sedang melakukan pengintaian merasa terganggu.
"Astaga, sudahlah Rian, dikasih makan malah ngeluh segala... Bang geser sedikit ga keliatan!" Rian yang melihat tingkah sahabatnya pun merasa bingung.
"Sebenarnya dia sedang melihat cara membuat baso atau apa, aku jadi bingung melihat tingkahnya." bathin Rian bertanya-tanya, sedangkan abang tulang baso yang mendengar ucapan Fajal tadi segera bergeser dan kemudian Fajal tersenyum melihat apa yang ditampilkan dari kaca gerobak baso itu. Di kaca itu terlihat pemandangan trotoar di seberang jalan.
"Kenapa mereka belum muncul?" bathin Fajal bertanya-tanya.
"Hey sobat, kau sedang melihat apa? Aku jadi ragu kalau kau sedang memandang lapar bola-bola kenyal itu." gerutu Rian ingin tau.
Fajal yang mendengar ucapan Rian tadi hanya diam tak bergeming sedikit pun dari memandang kaca itu. Kemudian Fajal tersenyum bahagia melihat dari kaca itu ada banyak motor yang berhenti dan memarkirkan motornya di trotoar itu.
"Dari pada kau penasaran sama apa yang kulakukan, cobalah kau lihat kaca gerobak itu!" Fajal pun tertawa melihat Rian yang segera saja melihat kaca gerobak baso itu.
"Ah sialan aku dikerjai, hanya ada tulisan MIE BASO SEDAP CHEF ABANG UNYU." bathin Rian kesal.
Kemudian Rian menatap sahabatnya dengan kesal. Sadar akan tatapan Rian, Fajal pun angkat bicara dan menghentikan tawanya yang tadi meledak.
"Haha... Kau kenapa Rian menatapku begitu bukannya senang malah gitu." mendengar ucapan Fajal, Rian pun bertambah kesal.
"Kau membodohi ku, hanya ada tulisan mie baso sedap chef abang unyu disana." ucap Rian dalam kekesalannya.
Mendengar ucapan Rian tadi abang tulang baso pun tertawa dalam hatinya, berbeda dengan Fajal yang sontak saja terkejut seraya berkata.
"Oh..." mendengar jawaban Fajal, delik mata Rian pun melebar menatap sang sahabat.
"Tenang-tenang kau jangan melotot seperti itu, cobalah lihat dari sebelah sini!" ucap Fajal mencoba memenangkan amarah Rian.
Dengan kesal Rian mengikuti apa yang diucapkan Fajal. Perlahan amarahnya mulai mereda setelah melihat....
[size=+2]Bersambung[/size]