Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Am I Wrong

Kira-kira bakal berakhir kayak mana?


  • Total voters
    215
  • Poll closed .
Anjiirrr...sadis amat om....
Makasih update nya y
Yoi, sama-sama gan
Skak mat! hebat lo hen..:ha:

Makasih updetanya om :beer:
Ok, makasih supportnya
Nah, bakal putus nih.. adeknya jadi pelampiasan aja lah, biar gak saling mimpi basah melulu
Ditunggu aja gan kenakalan kakak adik ini
Eh busyet mau udahan di bikin seneng dulu
Memang bgst cowok kayak Andra
Makasih om @Ichbineinbuch, update yang menarik
Yoi, makasih supportnya
 
PART 6

POV Ricky

Bentar-bentar. Kok Kak Kimi tiba-tiba ngambek sih? Kulihat tadi ia langsung menuju ke kamarnya. Wajahnya sudah memerah dan seperti ingin menangis. Pas masuk kamar, dibanting keras-keras pula pintu kamarnya. Kalau menurut tebakanku sih, si cowok Kak Kimi yang kayak bangsat itu penyebabnya. Udah dari awal aku melihat wajahnya, aku merasa kalau dia cowok yang brengsek.

Kalau aku bertemu dengan cowok ini lagi, akan kubuat dia bonyok sampai ia bahkan tak bisa memakan sup lagi. Cowok bangsat yang berani nyakitin hati Kak Kimi, dia juga harus berani berhadapan dengan diriku. Sungguh tak sampai hati aku melihat kakakku yang selalu menyayangiku sejak kecil harus dihancurkan hatinya oleh cowok bangsat dari antah berantah.

KREK! kukepalkan tanganku dengan sangat erat hingga menimbulkan suara dari jari-jariku. Aku merasa kalau darahku sudah sangat mendidih sekali. Rasanya bagaikan ubun-ubunku ingin meletus dan menyemburkan lava dari dalam kepalaku. Aku pun mencoba berdiri dan menarik nafas panjang. Semoga saja ini akan meredakan emosiku.

"BANGSATTT!!!" teriakku yang kemudian memenuhi seluruh jagat ruanganku.

BRUKK!

Aku pun meninju dinding kamarku sekali. Bunyinya sangat keras sekali. Kulihat dinding kamarku yang bercat putih sedikit pecah dan terkelupas. Namun di bekas pukulanku pula, terdapat bercak merah yang menempel. Sontak aku pun melihat ke buku jariku. Ternyata sudah mengeluarkan darah. Rasa sakitnya kalah jauh dibanding rasa sakit yang berada di hatiku ketika melihat kakakku menahan tangisannya.

Aku pun segera menuju ke kamar mandi dan membersihkan lukaku. Selepas membersihkan luka tersebut, aku pun langsung meminum segelas air putih untuk menenangkan diriku. Agar pikiranku lebih tenang lagi, aku pun kembali ke kamarku dan menyalakan laptopku. Di sana aku bermain game-game favoritku, terutama yang bergenre FPS, dengan tujuan untuk melampiaskan semua kekesalanku.

Tak terasa, sudah 3 jam aku memainkan game, sampai laptopku sudah mulai panas. Maka aku pun memberhentikan permainanku dan keluar dari kamar. Yang kulakukan selanjutnya adalah mencari cemilan milikku, membuka lagu chill dari playlist-ku, dan bersantai di teras rumahku. Tak lupa kuseruput segelas susu cair UHT sebagai penambah kesegaran dalam diriku.

Selesai menenangkan pikiranku, aku pun kembali ke dalam rumah. Kulihat jam sudah hampir menunjuk ke angka 10. Maka aku pun kembali ke kamarku. Aku pun merebahkan diri di kasur dan membuka ponselku lagi. Aku menjelajahi laman Instagram dan secara tak sengaja, aku melihat snapgram dari kakakku. Snapgram tersebut berisikan tulisan putih "I wish I never know you" dengan latar belakang hitam polos khas orang yang sedang galau.

Maka aku pun meletakkan kembali ponselku dan beranjak dari ranjangku. Aku keluar dari kamarku dan berjalan menuju kamar Kak Kimi. Di hadapan pintu kamarnya, aku pun menghentikan langkahku dan meratap. Mungkin saja Kak Kimi sedang tak ingin diganggu sekarang dan ingin menikmati kesendiriannya. Rasa ragu pun mulai menyelimuti diriku. Pilihanku menjadi bimbang. Ketuk, tidak, ketuk, tidak. Setelah berembuk dengan pikiranku sendiri selama 5 menit, kuputuskan untuk mengetuk pintu kamar kakakku ini.

TOK… TOK… TOK…

Kuketuk pelan saja pintu itu. Kalau terlalu keras, bisa-bisa Kak Kimi yang sedang terbebani jiwanya malah menghajar diriku. Masih mending kalau cuma dihajar, kalau dia sedang gak waras dan malah mengambil pisau di dapur, gimana jadinya aku nanti?

Ketukan-ketukan itu tidak menghasilkan apa-apa. Aku masih tetap berdiam di depan pintu kamarnya. Tak ada tanda-tanda ia akan membukakan pintu untukku. Kuketuk lagi hingga beberapa kali. Namun sama saja seperti tadi. Nihil tanpa ada respon apapun dari dalam.

Aku pun membalikkan badanku dan bersiap untuk kembali ke kamarku. Namun baru 2 kali melangkah, pintu kamar Kak Kimi langsung terbuka. Aku pun batal kembali ke kamarku. Pandanganku kembali juga ke pintu kamar itu, yang tidak menampakkan seseorang pun.

Kemudian, aku pun memasuki kamar Kak Kimi. Pintu kamarnya pun langsung ditutup kembali. Kulihat wajah Kak Kimi. Saat ini, wajahnya yang ayu jelita terlihat begitu berantakan. Matanya memerah dan bengkak akibat menangis. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan terdalamnya. Rambutnya yang biasanya tergerai indah sudah tak beraturan sekali. Belum pernah dalam hidupku aku melihat kakakku seterpuruk ini.

Kondisi kamarnya juga sama berantakannya dengan pemiliknya. Tisu-tisu yang digunakan untuk mengelap air matanya berceceran di mana-mana. Robekan-robekan kertas dari buku tulisnya juga memenuhi lantai kamarnya. Ranjang tempat tidurnya juga tak karuan dengan spring bed yang sudah lepas.

Kakakku hanya meringkuk diam di pojokan ruangan. Wajahnya terbenam di antara kedua lengannya. Suara tangisan yang keluar dari dirinya dapat kudengar dengan jelas. Rasa iba pun menghinggapi hatiku. Aku mendekatinya perlahan dan semoga saja aku bisa menenangkan dirinya.

"Kak…." panggilku dengan suara yang lembut nan pelan.

Ia masih belum menggubrisnya. Tangisannya belum berhenti pula. Maka aku pun memilih untuk duduk di sampingnya. Aku merangkul dirinya perlahan dan mengelus rambutnya. PLAK! namun yang kudapatkan adalah sebuah dampratan di wajahku.

"Maafkan aku, Kak, kalau aku kurang ajar sama Kakak," kataku sambil mengelus pelan pipiku yang panas.

Ia kembali mencurahkan air matanya. Kali ini tangisannya itu malah bertambah keras. Ingin aku memeluk dirinya, namun baru merangkulnya saja aku sudah mendapat dampratan di pipiku. Yang bisa kulakukan hanya diam dan tetap duduk di sampingnya.

"Kak… aku juga ikut sedih nih ngeliat Kakak kayak gini."

Tangisannya pun semakin keras. Aku pun sudah tidak tahan lagi. Aku berlutut dan mencoba untuk memeluk dirinya. Akan tetapi, ia mendorongku dengan kuat sehingga aku terjengkang ke belakang. BRAK! suara itu timbul ketika kepalaku membentur lantai ubin dari kamar ini. Aku pun kembali duduk sambil mengelus-elus bagian belakang kepalaku yang sakit disertai ngilu.

Sekitar 5 menitan, ia pun mulai menghentikan tangisannya. Aku sendiri masih mengelus-elus kepalaku sendiri karena rasa sakit dan ngilunya masih tertinggal. Tanpa kusangka-sangka, ia merangkak menuju diriku dan segera memeluk diriku. Ia juga mengelus-elus bagian kepalaku yang menghantam ubin tadi.

"Kakak minta maaf. Kakak gak bermaksud nyakitin kamu," ucap kakakku dengan suara yang parau.

Aku pun membalas pelukannya. Kali ini ia melakukan penolakan. Kuelus rambutnya perlahan. Sepertinya ia juga sudah merasa nyaman dengan keberadaan diriku. Kemudian ia pun berdiri dan menarik tanganku. Kami berdua segera duduk berdampingan di ranjangnya. Tak lama, ia menyandarkan kepalanya ke bahuku dan kembali menangis lagi.

"Hiks… Kakak gak rela kehilangan dia hiks… hiks…."

Secara naluriah, aku pun mendekap lembut kepalanya sehingga kini kepalanya sudah berbaring di pahaku. Aku juga membelai rambutnya dan menghapus air matanya dengan tanganku sendiri.

"Hiks… Kakak gak nyangka dia bakal pergi hari ini hiks… hiks…."

Aku juga merasa sedih dengan apa yang sekiranya menimpa kakakku. Kebahagiaan kakakku adalah kebahagiaanku dan kesedihan kakakku adalah kesedihanku pula. Begitulah tujuan kami diciptakan sebagai saudara kandung. Agar kami bisa merasakan kesenangan dan menanggung penderitaan bersama-sama. Walau sudah 4 tahun lamanya aku jauh dari kakakku, hubungan batin kami tetap terkait erat.

"Andai aja Kakak bisa ngembaliin waktu, Kakak gak ingin pernah berkenalan dengannya."

Persis seperti yang ia tulis di Instagram. Aku lalu menatap bola mata kakakku. Walaupun dalam keadaan merah dan sembab, matanya tetap indah bagaikan permata. Mata itu seolah bercerita padaku, memberi tahu kisah-kisah tersirat yang tak akan bisa disampaikan lewat mulut kakakku.

Entah kenapa ada sebuah dorongan dari dalam dadaku. Dorongan itu membuatku menundukkan kepalaku dan mengecup kening kakak tercintaku. Semua itu terjadi begitu saja. Kakakku tak bereaksi apapun, selain menghentikan tangisannya. Wajahnya memandang ke wajahku. Kulihat ia mencoba untuk mengeluarkan sebuah senyuman, senyuman yang sangat tipis hingga tak ada seorang pun yang akan menyadarinya.

Ia lalu kembali bangkit. Wajahnya masih memandang ke diriku. Ia lalu kembali memeluk diriku. Ucapan terima kasih keluar dari mulutnya saat ia berbicara pelan di dekat telingaku. Kemudian ia pun melepaskan pelukannya dariku.

"Aku sayang sama kamu, Dek."

"Aku juga sayang sama Kakak."

"Terima kasih udah mau menemani Kakak di saat seperti ini."

"Udah kewajibanku sebagai seorang adik untuk menjadi teman di saat suka maupun duka."

"Kakak merasa bersyukur kalau kamu ada di sisi Kakak sekarang. Bagi Kakak, kamu adalah harta terpenting dalam hidup Kakak sekarang."

Air mataku mulai menetes perlahan mendengar ucapan kakakku yang dalam dan tulus. Aku sangat terharu mendengar kakakku berkata demikian. Selama ini kupikir aku hanya adik yang cabul dan tak berguna baginya, namun ternyata kakakku memandangku dengan sangat baik sekali.

CUP! ia mengecup keningku dengan lembut. Pertama kali dalam hidupku, aku mendapatkan sebuah kecupan yang sangat tulus dari wanita selain ibuku. Bahkan kecupan dari Rachel tidak setulus dan sedalam kecupan dari Kak Kimi. Aku pun terus menuangkan air mataku sembari menatap wajah kakakku yang laksana bidadari penjagaku.

"Kak… aku…." Kurasakan diriku sudah kehabisan kata-kata untuk menggambarkan rasa sayangku pada Kak Kimi. Tangisanku semakin keras dan aku segera memeluk dirinya. Ia membalas pelukanku dengan sangat hangat, membuatku seolah-olah seperti dalam pelukan ibuku.

"Stay with me tonight, could you?" bisik Kak Kimi ke telingaku dengan lembut.
 
Mantab dobel update ditunggu kelanjutannya semoga sehat selalu dan lancar RLnya biar lancar juga update nya
 
Dan tiba2 ada setan lewat yg membuat Kimi Ricky tiba2 dihinggapi rasa ingin melakukan pembalasan atas sikap Andra melalui sesi Wikwik wkwkwk
 
Sebelum diekse. Coba perbanyak adegan-adegan romantisnya sampai kedua insannya suka pada suka biar lebih seru dan kesan realnya dapet.
 
Thanx upnya Hu .... :beer:
Thanx buat updatenya bro......
Mantap

Thanks update nya lagi om
Yoi bro, sama-sama
Kak kimi dah siap kau tubruk itu dek :pandajahat:

Makasih om updetanya:beer:
Kak kimi dah gatel tuh
Mantab dobel update ditunggu kelanjutannya semoga sehat selalu dan lancar RLnya biar lancar juga update nya
Yoi, makasih banyak buat doanya gan
Mantul suhu. Ditunggu kelanjutannya..
Yoi, ditunggu aja
Batas yg semakin dekat untuk dilanggar...
Makasih updatenya suhu:beer:
Yoi sama-sama
Update mantul om @Ichbineinbuch, jd makin penasaran
Makasih gan
Tanks upny hu
Ok gan
Dan tiba2 ada setan lewat yg membuat Kimi Ricky tiba2 dihinggapi rasa ingin melakukan pembalasan atas sikap Andra melalui sesi Wikwik wkwkwk
Yoi, ditunggu aja apa yang bakal dibuat sama kakak adik ini
Sebelum diekse. Coba perbanyak adegan-adegan romantisnya sampai kedua insannya suka pada suka biar lebih seru dan kesan realnya dapet.
Ok, makasih banyak gan atas sarannya, membangun banget buat ane :mantap:
 
PART 7

POV Ricky

Aku kembali ke kamar Kak Kimi setelah keluar untuk meminum air dan membuang air kecil. Sekembalinya aku ke kamar, aku membantu dirinya membereskan segala sesuatu yang berantakan akibat kegalauannya tadi. Selesai membersihkan semua itu, kulihat jam di ponselku sudah menampilkan angka 23.40. Maka dari itu, aku pun berpamitan ke Kak Kimi untuk kembali ke kamarku dan tidur.

"Masih awal kok, Dek. Temani Kakak dulu ya."

"Tapi, Kak… udah tengah malam nih."

"Santai aja napa, besok kan minggu."

"Aku harus siap-siap buat sekolah besok."

"Temani Kakak dong, nanti Kakak galau lagi loh."

Ia pun menarik lenganku dengan sangat kuat hingga aku tertarik menuju ke ranjangnya. Pantatku langsung menghantam pinggiran kasur dan aku pun terbaring di ranjang kakakku. Kurasakan sedikit rasa sakit di pantatku. Tiba-tiba Kak Kimi menatap diriku dan mencubit hidungku.

"Hidung kamu mancung banget, bikin gemes deh." Ia mencubit hidungku berkali-kali sambil tertawa. Diriku lumayan ngeri, takut kalau ternyata kakakku sudah sakit jiwa dan tiba-tiba saja menyiksa diriku.

Selesai Kak Kimi mencubit hidungku, aku pun kembali duduk di pinggiran ranjang. Kak Kimi yang kini sudah terbaring langsung mendekap dan menarik perutku. Sekarang aku sudah terbaring tak berdaya di dalam dekapan Kak Kimi seolah-olah aku ini adalah boneka hidup miliknya.

"Kak, aku bukan boneka Kakak," kataku sambil menepuk-nepuk lengannya.

"Gak mau tahu, Kakak pengen meluk kamu malam ini."

"Kak…."

Ia langsung mengencangkan dekapannya. Seluruh tubuhnya menghimpit diriku, termasuk payudaranya yang montok itu. Kurasakan kemaluanku kembali berdiri dan nafsu birahiku kembali lagi. Kak Kimi kini bertingkah lebih parah lagi. Ia mulai mengelus-elus kepalaku. Payudaranya itu semakin menggesek-gesek di punggungku dikarenakan oleh Kak Kimi yang banyak membuat gerakan. Hal tersebut membuatku celanaku terasa sesak karena isi dalamnya yang sudah sangat mengembang.

"Kak… jangan gitu dong, Kak," tegurku dengan pelan.

"Jangan apanya?" tanya Kak Kimi seolah tak mengerti perkataanku.

"Itu, Kak… barang Kakak."

"Kenapa? kamu terganggu?"

"Jujur aja, Kak. Walaupun aku adek kandung Kakak, tetap aja aku laki-laki normal yang bisa terangsang, apalagi dengan wanita cantik dan seksi kayak Kakak," kataku dengan blak-blakan.

Mendengar hal itu, Kak Kimi melepas pelukanku dan kemudian bangkit berdiri. Ia mengambil karet gelang yang tergeletak di mejanya dan mulai mengikat rambutnya ke belakang. Pemandangan tersebut tentu saja membuat diriku sangat bernafsu, apalagi kakakku hanya mengenakan gaun pendeknya dan bawahannya hanya hotpants berwarna hitam yang memamerkan kaki mulusnya. Bahkan tali branya yang berwarna pink dapat terlihat dari gaun pendek tersebut sehingga menambah keseksian tubuhnya.

"Katakan dengan jujur, Dek. Apa aku cantik dan seksi?" DUGH! jantungku rasanya seperti berhenti berdetak. Mimpi apa aku semalam sampai kakakku mengeluarkan pertanyaan seperti ini dengan pakaian serta pose yang sangat menantang. Kemaluanku sudah sangat mengembang sekali di dalam celanaku sehingga aku yakin Kak Kimi juga menyadari hal itu.

"I… iya, Kak," jawabku dengan gugup.

"Kalau begitu, kenapa Andra meninggalkanku demi seorang cowok? Apa karena dia sampai bosan melihat kecantikanku? Kenapa sih dia malah memilih berpacaran dengan cowok itu?" tanya Kak Kimi dengan suara yang pecah dan bergetar.

What the fuck man! cowok itu ninggalin Kak Kimi demi cowok lain? Oh My God! aku dah gak ngerti dengan dunia ini. Cewek sesempurna Kak Kimi saja bisa dicampakkan demi sesama pemilik batang pisang. Kubayangkan pasti mereka saling menusuk lubang pantat mereka yang najis. Memang brengsek mantan Kak Kimi itu. Udah bangsat, gay, najis, hidup lagi.

Sekarang kembali ke Kak Kimi. Tatapannya sendu sekali khas orang yang sedang merasakan kesedihan yang dalam. Walaupun ia terlihat menggoda diriku, aku yakin Kak Kimi melakukan ini hanya karena ia sedang butuh pelampiasan atas kesedihannya. Melihat hal itu, nafsu birahiku malah turun. Sekarang aku melihat Kak Kimi dengan tatapan simpati, bukan lagi dengan tatapan nafsuku.

Ia kemudian mendekat ke arahku. Ia semakin berusaha menggoyahkan imanku. Ia mencolek daguku dan memaksakan senyumnya agar terlihat sensual. Namun aku tidak menanggapi itu semua. Saat ia akan menyosor bibirku, aku langsung memalingkan wajahku sehingga ia pun menjadi heran.

"Kamu kenapa?"

"Rasanya kita gak pantas melakukan ini. Kakak memang cantik dan molek, tapi bukan berarti aku harus menikmati tubuh Kakak," jawabku dengan penuh kesadaran dalam diri.

"Ayolah, Dek. Kamu jangan munafik. Buktinya kemarin-kemarin kamu perkosa celana dalam Kakak kok. Sekarang Kakak kasih kesempatan nih buat nikmatin yang aslinya."

"Kak, ini tuh gak benar."

"Aku gak peduli. Benar-salah itu urusan nanti. Yang jelas malam ini Kakak bakal puasin kamu sampai kamu benar-benar sudah puas," ujarnya dengan suara yang pecah sehingga membuatku semakin yakin kalau Kak Kimi hanya terbawa oleh emosinya.

"Kak… bukan begini yang harusnya kita lakukan."

"Kenapa? ternyata kamu gay juga seperti Andra?"

"Enggak, Kak. Kita ini saudara kandung. Ini sebuah perbuatan yang dilaknat." Aku tak tahu mengapa. Rasanya seperti malaikat yang seperti mengendalikan diriku. Kata-kata itu meluncur saja dari mulutku tanpa pertimbangan.

Mendengar kata-kataku, Kak Kimi masih saja tetap tak beranjak. Ia pun mendekatkan bibirnya namun aku kembali memalingkan wajahku.

"Stop, Kak! aku tahu ini bukan Kakak yang sebenarnya. You should calm yourself down."

Wajahnya masih sama seperti tadi. Tatapannya mencoba menggodaku namun kenyataannya kosong di dalam. Semua yang ia lakukan hanya karena hawa nafsu semu yang menguasai dirinya. Bagaimana mungkin Kakakku yang polos dan baik-baik kini berubah menjadi wanita binal yang siap untuk kusetubuhi?

"Kak, aku gak bisa melakukan ini," ujarku sambil berdiri.

"Kamu mau kemana? kan kamu dah janji mau nemanin Kakak."

"Nemanin dalam artian yang sebenarnya, bukan yang ini."

Ia pun langsung menahan diriku dengan mencengkeram kaosku dan meraba-raba dadaku. "Kamu gak akan nyesal kalau tetap di sini."

"Kakak lagi gak sadar dengan apa yang diperbuat oleh Kakak. Pikirkan baik-baik dulu sebelum Kakak menyesali tindakan Kakak."

Aku pun langsung melepaskan cengkeramannya dengan paksa dan kemudian membuka pintu kamarnya. Tanpa berlama-lama, aku pun menutup pintu kamar kakakku dengan keras dan segera kembali ke kamarku. Di dalam kamarku, aku mengunci kamarku agar Kak Kimi tak masuk ke dalam.

Aku pun langsung berbaring ke ranjangku. Huft… baru saja aku pulang dari Amerika beberapa hari yang lalu. Sekarang aku sudah dihadapkan dengan kegilaan kakakku. Sebejat-bejatnya dan senafsu-nafsunya diriku, aku tak akan sampai niat untuk bersetubuh langsung dengan kakak kandungku sendiri. Bagiku ia adalah bidadari yang harus kujaga, bukannya malah kurusak. Cukuplah ia mengasihi dan menyayangi diriku. Tidak perlu sampai memberikan tubuhnya pada seseorang yang sudah jelas tak akan pernah menjadi suaminya kelak.

"So this is the definition of insanity?"
.
.
.
.
Perlahan aku mulai membuka mataku. Tanganku meraba-raba meja di samping ranjangku untuk mencari ponsel milikku. Setelah mendapatkan benda itu, aku pun membukanya dengan akses fingerprint. Mataku yang masih belum terbuka sepenuhnya mencoba untuk melihat angka jam yang ada tertera di layar. Jam 08.30. Angka itulah yang kulihat di layar dan aku kembali meletakkan ponselku di meja.

Lalu, aku mengangkat badanku dari ranjang ini. Dalam posisi duduk di tepi ranjang, kakiku dijejakkan ke lantai kamar. Aku mencoba mengumpulkan kembali fragmen-fragmen kesadaranku dan merangkainya menjadi suatu kesatuan yang utuh. Setelah kesadaranku telah pulih dengan baik, aku pun berjalan keluar kamar dan segera menuju ke dapur untuk mengambil air minum.

"Pagi, Adik kampret," sapa Kak Kimi yang sedang sibuk mengepel lantai.

"Pagi, Kakak jelek," balasku mengejeknya.

"Awas licin loh."

"Iya, Kak. Aku bisa ngontrol di--"

BRAK!

Kurasakan saat ini semua saraf dalam diriku menjadi aktif seluruhnya. Kesadaranku pulih seutuhnya. Mataku kini sudah terbuka lebar-lebar. Tubuhku menjadi segar sekali hanya dalam hitungan detik.

Selain itu, kurasa bahwa tulang ekor dan pantatku sangat sakit sekali. Bukan hanya disitu saja, melainkan rasa sakit itu kemudian menjalar ke seluruh bagian belakang tubuhku. Aku segera bangkit berdiri dan mengelus-elus pantatku.

Aku menoleh dan melihat kakakku yang tertawa terbahak-bahak. Sampai-sampai ia berjongkok dan membiarkan pengepelnya teronggok di lantai. Begitu bahagianya ia melihat diriku dalam kesakitan yang amat ini. Memang gelar Kakak kampret pantas di sematkan ke dirinya.

"Kampret emang Kakak ini. Adiknya jatuh bukan ditolongin malah diketawain."

"Hahaha… rasain kamu. Kan dah Kakak bilangin kalau licin, kamunya malah sok-sokan."

"Aku kan masih ngantuk, Kak."

"Siapa suruh kamu bangun pas Kakak lagi ngepel? kena kan?"

Ahh, aku bisa gila kalau berdebat dengan kakakku ini. Maka aku pun memilih untuk berlalu dan mengambil air minum dari dispenser. Selesai meminumnya, aku pun meregangkan tubuhku sebentar dan menuju ke kamar mandi.

"Gimana, Dek? masih sakit gak?"

"Masih, Kak. Emang Kakak mau tanggung jawab?"

"Gak sih, nanya doang."

Kampret! Masih sempat-sempatnya Kak Kimi mempermainkan diriku. Awas aja kamu, Kak. Kalau ada kesempatan, bakal kukerjain Kakak kampret satu ini.

Aku pun memasuki bilik kamar mandi dan tak lupa mengunci pintunya. Kulihat celana dalam kakakku yang berwarna oranye sedang teronggok di keranjang cucian. Terbersitlah ide untuk mengerjai kakakku ini. Aku pun menghirup aroma dari celana dalam tersebut. Aromanya khas bau-bau dari liang kewanitaan dan aroma itu membuat diriku terangsang. Apalagi di waktu pagi hari seperti ini dimana nafsu seorang laki-laki secara alamiah berada di puncaknya.

Aku melihat ada bercak basah yang cukup besar di bagian yang menutupi area kewanitaannya tersebut. Dari pengamatanku, ada gaun dan hotpants yang ia kenakan semalam saat menggoda diriku. Maka aku pun mengambil kesimpulan kalau kakakku benar-benar horny semalam. Tapi tak kusangka kalau ia benar-benar terangsang dengan adik kandungnya sendiri.

Aku pun kembali mencium celana dalam kakakku. Kuciumi area yang basah oleh cairan vaginanya tersebut. Oh My Goodness! Aromanya benar-benar membuatku mabuk kepayang. Lalu aku bermasturbasi dengan media celana dalam tersebut. Kukocok batangku yang terasa nikmat karena bergesekan dengan kain halus itu. Kufokuskan menggesek di bagian basahnya sehingga membuat sensasinya jauh lebih nikmat.

Tak perlu waktu lama, penisku mengeluarkan isinya. Pejuku muncrat sebanyak belasan kali. Bagiku ini adalah masturbasi yang sangat nikmat sekali. Apalagi dengan fakta kalau aku sampai tak mampu untuk menahan muncratan spermaku.

Kulihat celana dalam kakakku sudah penuh dengan peju kentalku yang berwarna putih. Aku membuka pintu kamar mandiku dan melemparkan celana dalamnya keluar. Dalam hati aku tersenyum puas karena selain mendapat kenikmatan, aku juga bisa membalas dendam kepada kakakku yang kampret ini.

"Kamu apain celana dalam Kakak?" tanya kakakku setengah berteriak dari luar kamar mandi.

"Lihat aja sendiri," kataku dari balik pintu kamar mandi.

"Bangsat kamu, Dek. Nih cuci sendiri sono."

"Gak mau, kan itu punyanya Kakak."

"Awas kamu, Dek. Gak bakal Kakak kasih ampun kamu nanti."

"Siapa suruh Kakak ngetawain aku pas jatuh tadi? noh rasakan balas dendamku."

"Babi kamu, Dek," maki kakakku yang tidak kuhiraukan.

Aku pun kembali melanjutkan mandiku. Selesai mandi, aku keluar. Sewaktu membuka pintu, aku sedikit dikagetkan dengan kakakku yang sudah berdiri di depan pintu, dengan celana dalamnya yang sudah penuh dengan cairan kenikmatanku di tangannya. Aku pun segera menyingkir dan ia pun masuk ke dalam kamar mandi.

"Tunggu aja hadiah dari Kakak," kata kakakku dengan nada yang serius serta mengintimidasi.

Aku pun sempat berpikir sejenak. Apa Kak Kimi benar-benar marah padaku? Kalau begitu, maka itu akan menjadi gawat bagiku. Namun sebelum aku mencerna semua itu, ia menutup pintu kamar mandinya.

"Something went wrong," gumamku dengan diri yang sedikit ketakutan.
 
Bimabet
PART 8

POV Ricky

Sekarang aku sudah duduk di samping Kak Kimi yang sedang menyetir mobilnya. Wajahnya terus fokus ke depan untuk memperhatikan jalan. Aku sendiri terlalu takut untuk membuka percakapan. Takutnya Kak Kimi sedang marah kepadaku dan aku tak ingin ia bertambah murka padaku.

Sepanjang perjalanan, ia tak berbicara padaku. Alunan musik dari radio ternyata tak mampu untuk memecahkan suasana kikuk yang menyelimuti kami. Aku pun memainkan ponselku dengan bolak-balik dari satu aplikasi ke aplikasi lain. Hal itu kulakukan sebab aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Lama-kelamaan, keadaan ini semakin menyiksa diriku.

Beberapa menit bertahan dalam suasana seperti itu, akhirnya penderitaanku berakhir juga. Kini kami sampai di rumah orang tuaku. Baru saja kami turun dari mobil, ibu kandung kami langsung memeluk kami seperti sudah berpisah selama puluhan tahun. Namun menurutku adalah hal yang wajar, karena bagaimanapun berpisah dengan anak sendiri sangat menyiksa batin orang tua manapun.

Billy berlari keluar dan langsung melonjak memeluk kakakku. Wajahnya terlihat sangat senang dengan kehadiran kami, terutama kakakku. Memang ia sangat menyukai kehadiran kami, namun ia lebih akrab pada kakakku ketimbang aku sendiri. Mungkin karena pembawaanku yang tidak sesupel kakakku. Selain itu aku jarang berbicara dengannya dan kepergianku ke Amerika terjadi saat ia masih sangat kecil, yaitu saat ia masih berumur 6 tahun. Sekarang ia sudah berusia 10 tahun. Wajahnya juga sudah mulai menunjukkan ketampanannya yang diwariskan oleh gen keluarga kami.

Kami pun masuk ke dalam rumah. Seperti biasa Papaku sudah pergi untuk memancing bersama dengan koleganya. Hal itu menjadi rutinitas Papaku sehingga pada hari minggu ia juga jarang terlihat di rumah. Namun entah kenapa Mama malah mendukung penuh hobi Papaku ini, walau aku tahu Mama juga menginginkan keluarganya berkumpul dengan lengkap pada hari minggu.

Di ruang keluarga, kami berbincang ringan seputar kehidupan sehari-hari kami di rumah baru. Tubuhku panas dingin. Takut bila Kak Kimi menceritakan perbuatanku padanya. Entah karena sengaja maupun karena keceplosan. Mari berharap lidah kakakku tidak seliar itu.

"Ma, mau tau gak gimana kelakuan Ricky di rumah?" DUGH! Ah sial! Kenapa kakakku mengeluarkan kata-kata seperti itu?

"Dia itu nakal sekali. Susah deh tinggal sama dia."

"Emang apa yang diperbuat oleh Ricky?" tanya Mamaku yang semakin membuat jantungku berdetak kencang dan berkeringat dingin.

Kak Kimi memandang ke arahku. Sebuah seringaian terpancar dari wajahnya. Aku tahu bahwa nama baikku sedang berada di genggaman tangannya. Maka semua tergantung dirinya, apakah ia akan menumpahkan segalanya ke kedua orang tuaku atau ia masih berbaik hati untuk menyimpan aibku.

"Dia suka malas-malasan, sebel deh sama dia."

Fiuhh… aku pun bisa menarik nafas dengan baik sekarang. Tidak perlu lagi aku senam jantung dan menahan nafas hingga sesak. Untung saja Kak Kimi masih melindungi aibku dan menjauhkanku dari keamarahan orang tuaku kelak. Terima kasih, Kak Kimi, karena udah rela nutupin aib memalukanku ini.

"Adikmu kan emang begitu orangnya. Kalau lagi rajin, gunung juga rela diangkat oleh dia. Jadi kamu harus sabar ya menghadapi adikmu ini."

"Iya, Ma."

"Kamu juga Ricky. Ubah itu sikapmu. Jangan selalu repotin kakakmu. Kamu itu udah besar dan harus bertanggung jawab."

"Iya, Ma. Aku ngerti."

"Janji ya gak ngerepotin kakakmu lagi?"

"Aku janji kok."

Kemudian Mama memberikan sebuah kunci kepadaku. Kunci itu adalah sebuah kunci motor. Aku pun menatap Mama dengan wajah yang bertanya-tanya.

"Itu hadiah buat kamu sebelum masuk sekolah," tutur Mama sambil tersenyum.

"Beneran ini?" tanyaku yang masih belum percaya.

"Ya beneran. Buat apa Mama kasih kamu kunci palsu."

"Thanks, God. Akhirnya aku gak harus selalu numpang sama kakak kampret lagi," ujarku yang membuat Kak Kimi hanya menggelengkan kepalanya.

"Itu motornya di depan sana. Kamu cobain dulu deh berapa putaran."

Dengan perasaan antusias dan rasa yang menggebu-gebu, aku pun mencoba motor baruku. Sebuah motor matic 150cc dari sebuah pabrikan Jepang. Tanpa perlu waktu lama, aku pun mulai beradaptasi dengan motorku dan kini aku siap membawanya kemanapun aku ingin.

"Jaga baik-baik ya motornya. Mama kasih kepercayaan biar kamu bisa lebih mandiri."

"Thanks a lot, Mom. I owe you one."

"Awas kalau kamu ugal-ugalan di jalan. Mama tarik kembali loh motormu."

"Iya, Ma. Aku bakal safety riding kok."

"Ini SIM-mu udah diurus sama Papa. Jangan lupa ya sama STNK-nya tiap hari."

"Siap, Ma."

"Ya udah. Kamu pulang sana ke rumahmu pakai motor ini."

"Sekali lagi, makasih banyak, Ma. Aku jalan dulu ya."

"Hati-hati ya. Ingat pesan Mama tadi."

"Pasti, Ma. Oh ya, Kakak gak mau pulang?"

"Kamu duluan jalan aja deh. Kakak pengen nemenin Billy dulu."

"Ok deh."

"Hati-hati ya, Dek. Jangan mati muda di jalan," ucap kakakku yang langsung direspon oleh sebuah pukulan kecil dari Mama.

"Dasar kamu ini. Malah doakan yang jelek-jelek buat adikmu."

Kakakku hanya cekikikan sendiri. Aku pun mengendarai pulang motor ini dengan perasaan gembira. Kukendarai motor ini dengan sedikit ngebut namun tetap waspada. Untung saja aku sudah mahir mengendarai motor semenjak SMP. Lalu lintas Indonesia yang semrawut tidak menjadi masalah berarti bagiku. Yang ada hanya perasaanku yang gembira saat aku menyusuri jalanan hari minggu yang cukup lenggang dibanding hari lainnya.

~~~~~​

POV Kimi

Senang deh rasanya tiap kali aku bisa pulang ke rumah orang tuaku. Melepas rindu dengan mereka dan bermain dengan adikku yang paling kecil. Sambil duduk di sofa, aku memandangi gerakan-gerakan Billy yang lincah dan energik layaknya anak kecil pada umumnya. Ia bermain seolah tak ada beban hidup dalam dirinya.

Kalau kusadari, Billy ini sudah mulai tumbuh besar juga. Umurnya sudah akan menginjak 10 tahun. Walaupun sikapnya masih kekanak-kanakan, fisiknya sudah berkembang. Wajahnya tampan seperti seluruh anggota keluargaku yang laki-laki. Bahkan kuprediksi kalau nanti gantengnya Billy akan mengalahkan punya Ricky.

"Kakak gak pengen main?"

"Gak deh, Kakak dah capek," kataku sambil tersenyum padaku.

Ia pun kembali melanjutkan permainannya sendiri. Sebenarnya kasihan juga melihat ia bermain tanpa kawan. Tapi apa daya, aku tak terlalu masuk ke dalam permainannya karena faktor beda gender dan usia.

Untung saja teman-teman sekompleksnya datang untuk mengajak Billy bermain. Wajahnya ceria saat meminta izin kepada Mama. Mereka pun berlarian menuju ke tempat bermain mereka setelah Billy diizinkan keluar oleh Mama.

"Kimi, kamu gak bosen apa duduk sendiri?"

"Gak kok, Ma. Ngeliat Billy bisa main dengan gembira aja aku dah senang."

"Kamu memang kakak yang baik ya," ujar Mama sambil mengelus pelan rambutku. Lalu ia juga mendekap pelan kepalaku dan kini kepalaku sudah bersandar di bahu Mama.

"Kamu punya masalah ya?" tanya Mamaku yang membuatku sedikit terkesiap.

"Gak ada masalah berarti sih," jawabku berbohong.

"Cerita aja ke Mama. Kamu itu anak pertamanya Mama, otomatis Mama tahu kalau ada yang beda dari kamu."

"Sebenarnya…." Tanpa sadar, mataku mulai berair dan akhirnya air mataku berlinang juga. Mama terus menenangkan diriku dengan pelukannya yang hangat penuh kasih sayang.

"Aku diputusin sama Andra, Ma." Aku pun mencurahkan air mataku yang berusaha untuk kutahan. Tangisanku semakin deras seiring waktu, dengan suaranya yang juga semakin keras. Untung saja tak ada orang selain Mama di ruangan ini sehingga aku merasa bebas untuk mencurahkan semua yang kurasakan. Selama sekitar 10 menit, Mama membiarkanku menangis sepuasnya hingga tangisanku pun berhenti dengan sendirinya.

"Mama gak perlu tahu kenapa kalian putus. Itu privasi kalian. Tapi Mama cuma berpesan, jangan cari cowok yang setipe dengan Andra lagi. Walau dia tampangnya seperti cowok culun, siapa nyangka kalau dia suka main di belakang walau bukan dengan lawan jenisnya?"

Aku pun terkaget dengan intuisi Mama. Hebat sekali ia bisa mengetahui perangai asli Andra. Apa yang menjadi rahasianya yang tak kuketahui?

"Papa dan Mama setuju menyewa detektif untuk menyelidiki pacarmu itu. Itu kami lakukan biar memantau pacarmu dari hal yang enggak-enggak. Makanya Mama selalu mengajak kalian untuk terbuka tentang siapa pasangan kalian," kata Mamaku yang sudah menerka pertanyaan dalam diriku.

Mama melanjutkan perkataannya. "Walau kami sudah tahu apa yang diperbuat dia di belakangmu, tapi kami membiarkan saja. Kami sengaja gak memberi tahu kamu biar kamu merasakan kejamnya dunia dan semoga saja bisa membuatmu semakin dewasa dalam berhubungan."

Kini aku sadar bahwa Mama sedang menguji diriku dan mencoba untuk memberiku pelajaran hidup. Bahwa kita gak bisa menilai cowok dari luarnya saja. Dalam hati, aku merasa bersyukur karena mempunyai orang tua yang cerdas.

"Kami juga udah ngancam cowokmu buat tidak berhubungan seks denganmu agar kamu gak ketularan HIV, walaupun dia juga gak bernafsu sama kamu."

"Dia kena HIV?" tanyaku dengan perasaan khawatir.

"Kami juga gak tahu, kami cuma mengamankan kamu dari potensi yang mengancam."

Aku pun kembali meneteskan air mataku. Ternyata orang tuaku selalu menjagaku dari balik layar. Mungkin tanpa mereka, apa jadinya diriku ini?

"Pas mutusin kamu, itu juga karena ancaman kami. Traktiran Andra itu bukan karena keinginannya, tapi supaya kami tidak menyebarkan foto-foto dengan kekasih gelapnya."

"Kami gak ingin kamu tersakiti lebih dalam, makanya kami mengambil tindakan," imbuh Mama.

Aku pun memeluk Mama dengan erat. Dalam hati, aku merasa bersalah karena sering menutup-nutupi detil hubunganku dengan Andra. Ternyata orang tuaku lebih tahu segala tentang dirinya dibandingkan aku sendiri.

"Pesan Mama satu lagi. Karena kamu yang lebih dekat dengan Ricky, tolong jaga dia seperti kami menjaga dirimu. Laporkan ke Mama kalau kamu curiga apapun tentang dia."

"Iya, Ma. Aku pasti lapor ke Mama tentang Ricky."

"Cukup kita bertiga aja yang tahu tentang ini. Jangan sampai Ricky juga tahu."

"Aku gak bakal ember kok."

"Bagus. Walau kamu lebih sayang sama Billy, tapi Ricky itu juga adikmu. Dia juga butuh kasih sayang dari keluarganya, apalagi dia udah 4 tahun jauh dari kita."

"Selama dia gak macam-macam, aku gak bakal benci dia kok."

"Kamu memang anak pertama yang bisa Mama andalkan." Kami pun kembali berpelukan. Kurasakan hatiku sudah tentram mendengar semua omongan dari Mama. Kemudian, aku pun pamit pulang karena harus mengurusi urusan rumahku.

"Hati-hati ya. Sayangi si Ricky seperti kamu menyayangi Billy."

"Ok deh, Ma."

"Lots of love," ucap Mama setelah mengecup keningku.

"Lots of love too," balasku sambil melontarkan senyumku.

Kemudian aku pun pulang ke rumahku. Mengenai Andra, aku tak ingin memusingkan dirinya lagi. Toh dia juga bukan siapa-siapaku lagi. Mau dia mati kena sifilis, HIV, atau penyakit segala macam juga urusan dia. Yang penting aku gak tertular apapun darinya.

Tapi satu hal yang masih mengganjal di pikiranku. Kenapa aku tak kuasa menceritakan mengenai perbuatan Ricky kepadaku? Padahal ia melakukan itu bukan hanya sekali. Bahkan tadi ia semakin berani terhadap diriku, walau itu juga bagian dari kesalahanku yang menggoda dirinya semalam.

"Ricky, what you've done to me?"
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd