PART 7
POV Ricky
Aku kembali ke kamar Kak Kimi setelah keluar untuk meminum air dan membuang air kecil. Sekembalinya aku ke kamar, aku membantu dirinya membereskan segala sesuatu yang berantakan akibat kegalauannya tadi. Selesai membersihkan semua itu, kulihat jam di ponselku sudah menampilkan angka 23.40. Maka dari itu, aku pun berpamitan ke Kak Kimi untuk kembali ke kamarku dan tidur.
"Masih awal kok, Dek. Temani Kakak dulu ya."
"Tapi, Kak… udah tengah malam nih."
"Santai aja napa, besok kan minggu."
"Aku harus siap-siap buat sekolah besok."
"Temani Kakak dong, nanti Kakak galau lagi loh."
Ia pun menarik lenganku dengan sangat kuat hingga aku tertarik menuju ke ranjangnya. Pantatku langsung menghantam pinggiran kasur dan aku pun terbaring di ranjang kakakku. Kurasakan sedikit rasa sakit di pantatku. Tiba-tiba Kak Kimi menatap diriku dan mencubit hidungku.
"Hidung kamu mancung banget, bikin gemes deh." Ia mencubit hidungku berkali-kali sambil tertawa. Diriku lumayan ngeri, takut kalau ternyata kakakku sudah sakit jiwa dan tiba-tiba saja menyiksa diriku.
Selesai Kak Kimi mencubit hidungku, aku pun kembali duduk di pinggiran ranjang. Kak Kimi yang kini sudah terbaring langsung mendekap dan menarik perutku. Sekarang aku sudah terbaring tak berdaya di dalam dekapan Kak Kimi seolah-olah aku ini adalah boneka hidup miliknya.
"Kak, aku bukan boneka Kakak," kataku sambil menepuk-nepuk lengannya.
"Gak mau tahu, Kakak pengen meluk kamu malam ini."
"Kak…."
Ia langsung mengencangkan dekapannya. Seluruh tubuhnya menghimpit diriku, termasuk payudaranya yang montok itu. Kurasakan kemaluanku kembali berdiri dan nafsu birahiku kembali lagi. Kak Kimi kini bertingkah lebih parah lagi. Ia mulai mengelus-elus kepalaku. Payudaranya itu semakin menggesek-gesek di punggungku dikarenakan oleh Kak Kimi yang banyak membuat gerakan. Hal tersebut membuatku celanaku terasa sesak karena isi dalamnya yang sudah sangat mengembang.
"Kak… jangan gitu dong, Kak," tegurku dengan pelan.
"Jangan apanya?" tanya Kak Kimi seolah tak mengerti perkataanku.
"Itu, Kak… barang Kakak."
"Kenapa? kamu terganggu?"
"Jujur aja, Kak. Walaupun aku adek kandung Kakak, tetap aja aku laki-laki normal yang bisa terangsang, apalagi dengan wanita cantik dan seksi kayak Kakak," kataku dengan blak-blakan.
Mendengar hal itu, Kak Kimi melepas pelukanku dan kemudian bangkit berdiri. Ia mengambil karet gelang yang tergeletak di mejanya dan mulai mengikat rambutnya ke belakang. Pemandangan tersebut tentu saja membuat diriku sangat bernafsu, apalagi kakakku hanya mengenakan gaun pendeknya dan bawahannya hanya
hotpants berwarna hitam yang memamerkan kaki mulusnya. Bahkan tali branya yang berwarna pink dapat terlihat dari gaun pendek tersebut sehingga menambah keseksian tubuhnya.
"Katakan dengan jujur, Dek. Apa aku cantik dan seksi?" DUGH! jantungku rasanya seperti berhenti berdetak. Mimpi apa aku semalam sampai kakakku mengeluarkan pertanyaan seperti ini dengan pakaian serta pose yang sangat menantang. Kemaluanku sudah sangat mengembang sekali di dalam celanaku sehingga aku yakin Kak Kimi juga menyadari hal itu.
"I… iya, Kak," jawabku dengan gugup.
"Kalau begitu, kenapa Andra meninggalkanku demi seorang cowok? Apa karena dia sampai bosan melihat kecantikanku? Kenapa sih dia malah memilih berpacaran dengan cowok itu?" tanya Kak Kimi dengan suara yang pecah dan bergetar.
What the fuck man! cowok itu ninggalin Kak Kimi demi cowok lain?
Oh My God! aku dah gak ngerti dengan dunia ini. Cewek sesempurna Kak Kimi saja bisa dicampakkan demi sesama pemilik batang pisang. Kubayangkan pasti mereka saling menusuk lubang pantat mereka yang najis. Memang brengsek mantan Kak Kimi itu. Udah bangsat, gay, najis, hidup lagi.
Sekarang kembali ke Kak Kimi. Tatapannya sendu sekali khas orang yang sedang merasakan kesedihan yang dalam. Walaupun ia terlihat menggoda diriku, aku yakin Kak Kimi melakukan ini hanya karena ia sedang butuh pelampiasan atas kesedihannya. Melihat hal itu, nafsu birahiku malah turun. Sekarang aku melihat Kak Kimi dengan tatapan simpati, bukan lagi dengan tatapan nafsuku.
Ia kemudian mendekat ke arahku. Ia semakin berusaha menggoyahkan imanku. Ia mencolek daguku dan memaksakan senyumnya agar terlihat sensual. Namun aku tidak menanggapi itu semua. Saat ia akan menyosor bibirku, aku langsung memalingkan wajahku sehingga ia pun menjadi heran.
"Kamu kenapa?"
"Rasanya kita gak pantas melakukan ini. Kakak memang cantik dan molek, tapi bukan berarti aku harus menikmati tubuh Kakak," jawabku dengan penuh kesadaran dalam diri.
"Ayolah, Dek. Kamu jangan munafik. Buktinya kemarin-kemarin kamu perkosa celana dalam Kakak kok. Sekarang Kakak kasih kesempatan nih buat nikmatin yang aslinya."
"Kak, ini tuh gak benar."
"Aku gak peduli. Benar-salah itu urusan nanti. Yang jelas malam ini Kakak bakal puasin kamu sampai kamu benar-benar sudah puas," ujarnya dengan suara yang pecah sehingga membuatku semakin yakin kalau Kak Kimi hanya terbawa oleh emosinya.
"Kak… bukan begini yang harusnya kita lakukan."
"Kenapa? ternyata kamu gay juga seperti Andra?"
"Enggak, Kak. Kita ini saudara kandung. Ini sebuah perbuatan yang dilaknat." Aku tak tahu mengapa. Rasanya seperti malaikat yang seperti mengendalikan diriku. Kata-kata itu meluncur saja dari mulutku tanpa pertimbangan.
Mendengar kata-kataku, Kak Kimi masih saja tetap tak beranjak. Ia pun mendekatkan bibirnya namun aku kembali memalingkan wajahku.
"
Stop, Kak! aku tahu ini bukan Kakak yang sebenarnya.
You should calm yourself down."
Wajahnya masih sama seperti tadi. Tatapannya mencoba menggodaku namun kenyataannya kosong di dalam. Semua yang ia lakukan hanya karena hawa nafsu semu yang menguasai dirinya. Bagaimana mungkin Kakakku yang polos dan baik-baik kini berubah menjadi wanita binal yang siap untuk kusetubuhi?
"Kak, aku gak bisa melakukan ini," ujarku sambil berdiri.
"Kamu mau kemana? kan kamu dah janji mau nemanin Kakak."
"Nemanin dalam artian yang sebenarnya, bukan yang ini."
Ia pun langsung menahan diriku dengan mencengkeram kaosku dan meraba-raba dadaku. "Kamu gak akan nyesal kalau tetap di sini."
"Kakak lagi gak sadar dengan apa yang diperbuat oleh Kakak. Pikirkan baik-baik dulu sebelum Kakak menyesali tindakan Kakak."
Aku pun langsung melepaskan cengkeramannya dengan paksa dan kemudian membuka pintu kamarnya. Tanpa berlama-lama, aku pun menutup pintu kamar kakakku dengan keras dan segera kembali ke kamarku. Di dalam kamarku, aku mengunci kamarku agar Kak Kimi tak masuk ke dalam.
Aku pun langsung berbaring ke ranjangku. Huft… baru saja aku pulang dari Amerika beberapa hari yang lalu. Sekarang aku sudah dihadapkan dengan kegilaan kakakku. Sebejat-bejatnya dan senafsu-nafsunya diriku, aku tak akan sampai niat untuk bersetubuh langsung dengan kakak kandungku sendiri. Bagiku ia adalah bidadari yang harus kujaga, bukannya malah kurusak. Cukuplah ia mengasihi dan menyayangi diriku. Tidak perlu sampai memberikan tubuhnya pada seseorang yang sudah jelas tak akan pernah menjadi suaminya kelak.
"
So this is the definition of insanity?"
.
.
.
.
Perlahan aku mulai membuka mataku. Tanganku meraba-raba meja di samping ranjangku untuk mencari ponsel milikku. Setelah mendapatkan benda itu, aku pun membukanya dengan akses
fingerprint. Mataku yang masih belum terbuka sepenuhnya mencoba untuk melihat angka jam yang ada tertera di layar. Jam 08.30. Angka itulah yang kulihat di layar dan aku kembali meletakkan ponselku di meja.
Lalu, aku mengangkat badanku dari ranjang ini. Dalam posisi duduk di tepi ranjang, kakiku dijejakkan ke lantai kamar. Aku mencoba mengumpulkan kembali fragmen-fragmen kesadaranku dan merangkainya menjadi suatu kesatuan yang utuh. Setelah kesadaranku telah pulih dengan baik, aku pun berjalan keluar kamar dan segera menuju ke dapur untuk mengambil air minum.
"Pagi, Adik kampret," sapa Kak Kimi yang sedang sibuk mengepel lantai.
"Pagi, Kakak jelek," balasku mengejeknya.
"Awas licin loh."
"Iya, Kak. Aku bisa ngontrol di--"
BRAK!
Kurasakan saat ini semua saraf dalam diriku menjadi aktif seluruhnya. Kesadaranku pulih seutuhnya. Mataku kini sudah terbuka lebar-lebar. Tubuhku menjadi segar sekali hanya dalam hitungan detik.
Selain itu, kurasa bahwa tulang ekor dan pantatku sangat sakit sekali. Bukan hanya disitu saja, melainkan rasa sakit itu kemudian menjalar ke seluruh bagian belakang tubuhku. Aku segera bangkit berdiri dan mengelus-elus pantatku.
Aku menoleh dan melihat kakakku yang tertawa terbahak-bahak. Sampai-sampai ia berjongkok dan membiarkan pengepelnya teronggok di lantai. Begitu bahagianya ia melihat diriku dalam kesakitan yang amat ini. Memang gelar Kakak kampret pantas di sematkan ke dirinya.
"Kampret emang Kakak ini. Adiknya jatuh bukan ditolongin malah diketawain."
"Hahaha… rasain kamu. Kan dah Kakak bilangin kalau licin, kamunya malah sok-sokan."
"Aku kan masih ngantuk, Kak."
"Siapa suruh kamu bangun pas Kakak lagi ngepel? kena kan?"
Ahh, aku bisa gila kalau berdebat dengan kakakku ini. Maka aku pun memilih untuk berlalu dan mengambil air minum dari dispenser. Selesai meminumnya, aku pun meregangkan tubuhku sebentar dan menuju ke kamar mandi.
"Gimana, Dek? masih sakit gak?"
"Masih, Kak. Emang Kakak mau tanggung jawab?"
"Gak sih, nanya doang."
Kampret! Masih sempat-sempatnya Kak Kimi mempermainkan diriku. Awas aja kamu, Kak. Kalau ada kesempatan, bakal kukerjain Kakak kampret satu ini.
Aku pun memasuki bilik kamar mandi dan tak lupa mengunci pintunya. Kulihat celana dalam kakakku yang berwarna oranye sedang teronggok di keranjang cucian. Terbersitlah ide untuk mengerjai kakakku ini. Aku pun menghirup aroma dari celana dalam tersebut. Aromanya khas bau-bau dari liang kewanitaan dan aroma itu membuat diriku terangsang. Apalagi di waktu pagi hari seperti ini dimana nafsu seorang laki-laki secara alamiah berada di puncaknya.
Aku melihat ada bercak basah yang cukup besar di bagian yang menutupi area kewanitaannya tersebut. Dari pengamatanku, ada gaun dan
hotpants yang ia kenakan semalam saat menggoda diriku. Maka aku pun mengambil kesimpulan kalau kakakku benar-benar
horny semalam. Tapi tak kusangka kalau ia benar-benar terangsang dengan adik kandungnya sendiri.
Aku pun kembali mencium celana dalam kakakku. Kuciumi area yang basah oleh cairan vaginanya tersebut.
Oh My Goodness! Aromanya benar-benar membuatku mabuk kepayang. Lalu aku bermasturbasi dengan media celana dalam tersebut. Kukocok batangku yang terasa nikmat karena bergesekan dengan kain halus itu. Kufokuskan menggesek di bagian basahnya sehingga membuat sensasinya jauh lebih nikmat.
Tak perlu waktu lama, penisku mengeluarkan isinya. Pejuku muncrat sebanyak belasan kali. Bagiku ini adalah masturbasi yang sangat nikmat sekali. Apalagi dengan fakta kalau aku sampai tak mampu untuk menahan muncratan spermaku.
Kulihat celana dalam kakakku sudah penuh dengan peju kentalku yang berwarna putih. Aku membuka pintu kamar mandiku dan melemparkan celana dalamnya keluar. Dalam hati aku tersenyum puas karena selain mendapat kenikmatan, aku juga bisa membalas dendam kepada kakakku yang kampret ini.
"Kamu apain celana dalam Kakak?" tanya kakakku setengah berteriak dari luar kamar mandi.
"Lihat aja sendiri," kataku dari balik pintu kamar mandi.
"Bangsat kamu, Dek. Nih cuci sendiri sono."
"Gak mau, kan itu punyanya Kakak."
"Awas kamu, Dek. Gak bakal Kakak kasih ampun kamu nanti."
"Siapa suruh Kakak ngetawain aku pas jatuh tadi? noh rasakan balas dendamku."
"Babi kamu, Dek," maki kakakku yang tidak kuhiraukan.
Aku pun kembali melanjutkan mandiku. Selesai mandi, aku keluar. Sewaktu membuka pintu, aku sedikit dikagetkan dengan kakakku yang sudah berdiri di depan pintu, dengan celana dalamnya yang sudah penuh dengan cairan kenikmatanku di tangannya. Aku pun segera menyingkir dan ia pun masuk ke dalam kamar mandi.
"Tunggu aja hadiah dari Kakak," kata kakakku dengan nada yang serius serta mengintimidasi.
Aku pun sempat berpikir sejenak. Apa Kak Kimi benar-benar marah padaku? Kalau begitu, maka itu akan menjadi gawat bagiku. Namun sebelum aku mencerna semua itu, ia menutup pintu kamar mandinya.
"
Something went wrong," gumamku dengan diri yang sedikit ketakutan.