Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Am I Wrong

Kira-kira bakal berakhir kayak mana?


  • Total voters
    215
  • Poll closed .
Terimakasih suhu atas double updatenya..
Ditunggu update cerita berikutnya..
 
PART 9

POV Kimi

"Makasih, Kak. Udah nutupin aibku," ucap adikku Ricky sambil memeluk diriku yang baru saja pulang.

"Ihh, gak usah meluk-meluk juga napa," kataku yang tak ingin dipeluk olehnya namun tak juga melepaskan pelukannya.

"Hehe… kelepasan, Kak," ujarnya yang lalu melepaskan pelukan.

"Awas kamu kelepasan lagi, tak toyor kepalamu," kataku sambil menjitak kepala Ricky.

"Ampun, Kak."

"Dah minggat sono. Kakak mau beres-beres lagi nih."

Aku pun berberes rumahku ini. Sekarang aku baru mengerti perjuangan ibuku dalam membereskan rumah. Untung saja rumah ini tidak sebesar rumah orang tuaku. Kalau sebesar rumah orang tuaku, mungkin saja aku bakal tepar seharian setelah melakukan pekerjaan rumah tanggaku.

"Woi adik kampret, bantu beresin napa. Main aja mulu kerjaannya."

"Iya-iya aku bantuin, sensi banget sih Kakak. Jangan-jangan lagi PMS," cerocos adikku seperti keran yang mengalir.

"Heh, sembarangan aja mulut kamu. Kalau mulut Kakak suka ngomong sembarangan kayak kamu, habis nasib kamu tadi."

"Eh iya, Kak. Maaf deh."

Kami pun saling bahu membahu membereskan isi rumah ini. Saat bekerja, aku memikirkan adikku ini. Dirinya ini sangat tengil, tapi entah kenapa itulah daya tarik dirinya bagiku. Itu yang bikin dia itu berbeda dari Billy. Rasanya gak monoton lah tinggal bersama si Ricky ini.

Benar banget kata Mama. Kalau dia lagi rajin, gunung pun diangkat oleh dia. Sungguh ulet dirinya kalau dia benar-benar serius bekerja. Sampai ia rela mindahin sofa dan mengembalikannya ke tempat yang semula. Kemudian disapunya kotoran serta debu-debu yang berkumpul di bawah sofa tersebut. Hal itu sangat membantu diriku yang langsung capek kalau harus mindah-mindahin sofa.

Selesai bekerja, kami pun beristirahat sejenak. Kubuat dua gelas sirup melon untuk diriku sendiri dan juga Ricky. Setelah itu, kami duduk berdampingan di sofa dan bersulang merayakan keberhasilan kerja sama kami.

"Makasih banyak ya, Dek. Kakak terbantu banget sama kerjaan kamu."

"Ya, sama-sama. Kan itu tugasku juga."

"Baguslah kamu masih sadar sama tanggung jawabmu."

"Kakak pikir aku di Amerika cuma numpang makan tidur di rumah Tante Desi doang? aku juga bantu bersih-bersih kali di sana."

"Ya, artinya kamu udah cukup dewasa, Dek," ujarku sambil mengacak-acak rambutnya.

Kami pun menghabiskan minuman kami. Setelah menaruh gelasnya di wastafel, kami pun nangkring ria di ruang keluarga dengan kesibukan kami masing-masing. Ricky fokus terhadap game di ponselnya, sedangkan aku fokus membaca webtoon di ponselku.

Sekitar 1 jam kemudian, kami sama-sama menghentikan aktivitas kami. Ricky mulai mempersiapkan peralatan sekolahnya sedangkan aku memasak makan siang untuk kami. Kali ini kumasak soto ayam dengan resep warisan nenekku. Rasanya jangan ditanya, pasti enak.

Setiap hari raya, kami sekeluarga pasti pulang kampung ke kampung kakek-nenek. Karena aku adalah anak perempuan, maka aku dituntut untuk bisa masak, setidaknya masakan-masakan dasar seperti nasi goreng, telur goreng, bubur ayam, mie goreng, dan sebagainya.

Dari situ aku mempelajari berbagai resep masakan dari nenekku. Tidak hanya makanan dasar saja, tapi juga makanan yang agak ribet seperti opor, soto, gulai, kari, dan sebagainya. Dari pengetahuanku itu, kurasakan manfaatnya saat ini. Dimana saat kita gak lagi bergantung pada orang tua dan gak bisa terus membeli makanan dari luar untuk menghemat anggaran, terutama saat akhir bulan.

Makanya saat hari minggu pertama di sebuah bulan, pasti aku berbelanja ke pasar untuk membeli bahan masakan. Awalnya aku merasa malu dan malas, namun lama kelamaan menjadi biasa saja. Itung-itung persiapan ketika aku menjadi seorang istri kelak. Bukankah takdir setiap wanita adalah menjadi istri dan ibu bagi anak mereka?

Selesai memasak, maka tahap selanjutnya adalah menghidangkan. 2 mangkok soto ayam khas nenekku sudah siap! Tanpa perlu kupanggil, Ricky pun datang sendiri seperti anak ayam yang kelaparan. Aroma soto yang harum membuat adikku ini langsung kesetanan dan menghabiskan satu mangkok dalam waktu kurang dari 2 menit.

"Lapar banget ya, Dek?"

"Iya, Kak."

"Mau nambah lagi gak?"

"Mau dong, Kak," ujarnya antusias.

"Bikin aja sendiri."

"Kirain ada lagi, dasar Kakak jelek." Raut wajahnya pun berubah menjadi masam. Lalu ia membawa mangkoknya ke wastafel dan mencuci mangkoknya sendiri.

Selesai makan dan mencuci mangkokku, aku pun akhirnya bisa bersantai menikmati hari minggu ini. Aku membaring tubuhku ke ranjangku yang empuk. Dalam kesendirianku ini itu, rasa galau dalam hatiku kembali timbul ke permukaan.

Aku mengambil sebuah kotak musik berwarna putih keperakan yang ada di meja samping ranjangku. Kunyalakan kotak musik itu dengan cara memutar kunci yang terpasang di belakangnya. Kotak musik itu mulai mengeluarkan melodi indahnya. Kotak musik itu selalu kunyalakan apabila sedang sulit tidur atau saat sedang stres.

Tapi melihat kotak musik tersebut, hatiku malah merasa sedih. Pemberi kotak musik itu malah berkhianat di belakang diriku. Musiknya yang dulunya menentramkan diriku, kini berubah menjadi musik yang sendu. Walau melodinya tetap indah, tapi melodi itu membawa kenangan akan dirinya yang terlalu indah untuk dilupakan. Sebuah masa dimana ia masih menyayangiku sepenuh hati walaupun sikapnya yang cuek.

Seiring dengan lantunan musik tersebut, air mataku meleleh membasahi pipiku. Aku mulai menangis sesenggukan. Kututupi wajahku dengan kedua telapak tanganku dengan air mataku yang terus meleleh.

"Kak, pinjem--"

Aku buru-buru menghapus air mataku ketika melihat Ricky masuk ke dalam kamarku. Sungguh cerobohnya diriku. Aku lupa mengunci pintu di saat aku sedang menikmati kesendirianku. Maka sekarang waktu kesendirianku pun terganggu oleh kehadiran Ricky secara tiba-tiba.

"Maaf, Kak. Gak jadi deh," ujarnya sembari undur diri dari ruangan pribadiku ini.

"Ricky, tunggu!" kataku mencegahnya untuk pergi dan menutup pintu kamarku. Wajah Ricky pun sedikit terheran namun ia menuruti. Ia berdiam di pintu untuk menunggu arahan selanjutnya dari diriku.

"Please, temani Kakak di sini," ujarku yang seperti orang yang terhipnotis. Aku juga tidak tahu mengapa aku menginginkan Ricky berada di sisiku saat ini. Padahal aku adalah tipe orang yang cukup menyukai kesendirian, apalagi dalam momen seperti ini.

"Tumben, Kak."

"Baring deh di samping Kakak biar nyaman."

Ia agak ragu mendengar ajakanku. Namun kuyakinkan dia dengan sebuah senyuman. Ia lalu tak menolak dan mengikuti apa yang disuruh olehku.

"Kakak butuh teman nih biar gak galau terus."

"Apa yang bisa kulakukan, Kak?"

"Kamu gak perlu ngapa-ngapain. Cukup baring aja temanin Kakak."

"Ok deh."

"Kamu masih kangen sama mantanmu?"

"Udah gak terlalu dipikirin lagi sih, kenapa Kakak ngungkit dia lagi?"

"Kakak mengalami hal yang sama kayak kamu sekarang. Kakak begitu mencintai dia dan Kakak sebetulnya gak ingin dia pergi." Air mataku kembali menetes. Tetapi kali ini Ricky yang menyeka air mataku dengan tangannya.

"Kakak pasti bisa ngelewatin semua ini, percaya sama omongan Ricky."

"Hiks… andai aja semudah itu."

"Jangan nyerah gitu aja, Kak. Aku bakal support Kakak selalu."

Aku menatap ke wajah adikku. Sebuah senyuman merekah kembali di wajahku. Ia membalas tatapanku dan juga turut tersenyum padaku.

"Kakak percaya kan sama Ricky?"

"Pasti, Dek."

"Good, let's face it together." Ricky menyodorkan tangannya dan aku mengenggam erat tangannya itu.

"Kita sama-sama berjuang untuk merdeka dari sakit hati. Kalau kita solid, tekad kita tak akan goyah." Ucapan Ricky itu begitu dalam dan bergelora. Aku kembali tersenyum mendengar ucapannya tersebut.

"Ok, dah beres kan? aku kembali dulu," ujarnya sambil mencoba untuk melepaskan genggaman tangannya. Tapi, aku terus mempertahankan genggaman itu seolah tak ingin Ricky pergi dariku barang sejenak.

"Kenapa, Kak?" tanyanya dengan wajah yang mengkerut.

"Kakak masih memerlukanmu di sini."

"Kan dah beres, Kak."

"Emang kamu pengen ngapain?"

"Tidur siang dong. Mulai besok mah gak bisa tidur siang lagi, jadi hari ini aku puas-puasin dulu."

"Disini aja. Gak masalah kan?"

"Kita udah besar, Kak. Ini bukan zaman pas kita masih SD."

"Gak apa. Kan kita tetap adik-kakak."

Ia pun mengambil bantal cadangan milikku. Kemudian ia berbaring persis di sampingku. Awalnya kami berbaring dalam posisi saling memunggungi, tetapi kami pun merubah posisi kami secara bersamaan sehingga wajah kami sudah berhadapan satu sama lain.

Aku menatap wajah adikku ini. Tak banyak yang berubah dari wajahnya itu. Hanya saja wajahnya semakin tampan akibat dari pubertas. Bola matanya cukup lebar di kalangan keluarga kami. Kumis tipis di atas bibirnya menambah kesan jantan dan menunjukkan kalau ia sudah mulai memasuki fase dewasa.

"Kakak cantik banget ya kalau diliat dari dekat," aku adikku dengan sebuah senyuman yang mengembang di bibirnya.

"Kamu juga makin ganteng kok." Aku membalas pujiannya dengan sebuah senyuman pula. Semakin lama kutatap wajah adikku, semakin besar gejolak dalam dadaku.

Seiring dengan berjalannya detik dan menit, wajah kami semakin dekat dan semakin dekat. Jarak wajah kami yang semakin rapat membuat kami bisa merasakan nafas kami masing-masing. Aku mulai merasakan jika suhu tubuhku mulai naik walau kunyalakan AC di dalam ruangan ini.

Entah setan apa yang merasuki diriku, aku semakin mendekatkan wajahku hingga hampir tak ada jarak dengan wajah adikku. Dengan sendirinya, aku menutup mataku. Kurasakan kalau hidung kami mulai bersentuhan dan tak lama kemudian, bibir kami sudah menempel satu sama lain.

Bibir kami bukan lagi hanya menempel sekarang, tetapi juga saling memainkan gerakannya. Kami bercumbu satu sama lain, seolah ingin saling menelan bibir. SLURP! SLURP! bunyi-bunyi tersebut muncul akibat dari kontak bibir maupun pertukaran air liur dari mulut kami.

Ternyata adikku ini sangat mahir sekali dalam berciuman. Mungkin ia sudah sering mempraktikkannya dengan mantan pacarnya di Amerika sana. Sedangkan aku, hanya belajar dari film dan sesekali mempraktekannya dengan Andra. Di luar dugaanku, ternyata aku mampu mengimbangi permainan dari adikku.

Lidah kami sudah mulai beradu satu sama lain. Sungguh, aku tak pernah sekalipun merasakan ciuman yang begitu nikmat seperti ini dengan Andra. Kini dengan adik kandungku sendiri, aku merasakan kenikmatan duniawi yang tiada bandingnya.

Tanganku mulai memegangi kepalanya. Tangannya juga sudah bergerak meraba-raba tubuhku dari luar kaos yang sedang kupakai. Kemudian, tangannya itu mulai menyusup ke dalam kerah kaosku dan perlahan tangannya memainkan payudaraku yang masih terbungkus oleh bra berwarna putih.

Tiba-tiba ia melepaskan cumbuannya dan juga mengeluarkan tangannya dari kaosku. Ia langsung bangkit duduk dan menundukkan wajahnya. Dari hembusan nafasnya, sepertinya ia menunjukkan sebuah rasa bersalah yang amat dalam.

"Kamu kenapa?" tanyaku yang juga bangkit untuk duduk.

"Aku… aku sudah kelewatan sekali, Kak." Suaranya begitu berat dan kurasa ia benar-benar menyesali akan perbuatannya itu.

"Maafkan aku, Kak. Tolong jangan laporkan ini ke Mama."

"Kamu gak salah kok. Kakak yang salah karena gak ngelarang kamu."

"Aku pergi dulu, Kak."

Aku pun menahan dirinya yang akan beranjak. Kupeluk erat tubuhnya tersebut seolah dirinya akan terhempas menjauh dariku. "Jangan! Kakak gak pengen liat kamu pergi sekarang."

"Kenapa, Kak? aku sudah sangat menodai diri Kakak."

"Biarlah hal itu terjadi. Kakak gak bakal marah kok."

"Bagaimana kalau kita khilaf lagi, Kak?"

Sejenak aku pun terdiam merenungi pertanyaan adikku ini. Wajahku ikut tertunduk karena pertanyaan itu sangat menohok diriku. Akhirnya kuputuskan untuk memberi sebuah jawaban walaupun aku juga tak yakin jika ini adalah jawaban yang tepat.

"Biarkan saja itu terjadi seperti air yang mengalir."
 
Thanx upnya Hu ..... :beer:
Mantap hu, thanks atas update nya
Yoi, sama-sama gan
First pertamanya
Ok gan
Lanjut suhu
Lanjut dong, masak kagak
Makasih suhu...
Thanx for your update bro
Yoi bro, makasih kunjungannya
Mantap

Thanks double update nya om
Makasi hu double upnya
Terimakasih suhu atas double updatenya..
Ditunggu update cerita berikutnya..
Ditunggu aja gan kelanjutannya
 
"Biarkan saja itu terjadi seperti air yang mengalir."

ane sangat suka kata2 itu hu, seolah kita tak terlalu memikirkan bagaimna kedepannya, proses lebih dinikmati daripada hasil akhir. adapun nanti gimna ia akan bermuara.

mksih hu upnya, keep up sampe tamat
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd