Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

COMEDY “…..SEBUTKAN PERMINTAANMU….!! (Tamat)

D 805 KI

Calon Suhu Semprot
Daftar
12 Jul 2016
Post
2.680
Like diterima
5.171
Lokasi
Gelombang 805 FS
Bimabet
Hi.. Semua


Masih di Gelombang 805 FS
Gelombang Para Bapers


Sambil menunggu mood u meneruskan cerita yang mandeg
ane akan memposting ulang salah satu karya ane bersama sahabat ane

mudah mudahan bisa diterima disini


Stay Cool n Lovely


Jangan Lupa

KEEP SMILE

Dan Terus Pantengin Di

Gelombang 805 FS

Gelombang Para Bapers
 
sebutkan4.jpg






“…..SEBUTKAN PERMINTAANMU….!!”








PROLOG




Seruan penuh kegembiraan terdengar menggema saat bel yang menandakan bahwa waktu perkuliahan telah usai. Setelah dosen yang mengajar keluar ruangan, barulah para mahasiswa berhamburan keluar kelas. Namun tidak untuk seorang mahasiswa yang sejak tadi tertidur lelap di bangku paling belakang. Mata terpejam, kepala bersandar di tembok dengan tangan terlipat di dada. Ia tidak menyadari kalau waktu perkuliahan telah usai karena ia terlalu sibuk dengan acara tidurnya. Wajahnya jadi terlihat lebih menyebalkan apalagi dengan sedikit lelehan iler di sudut luar bibirnya. Mahasiswa dan mahasiswi yang ada di dekatnya pun meninggalkan pemuda tersebut dengan senyuman-senyuman serta suara-suara kekehan lucu mereka tanpa ada yang ingin membangunkannya.



Tidurnya sangat lelap, mantap dan tidak tergoyahkan oleh apa pun. Si pemuda sangat bersemangat untuk tetap tertidur. Bahkan ia menepis tangan orang yang ingin membangunkannya dengan kasar. Tiba-tiba ia harus segera bangun karena merasakan sakit dan panas di telinganya oleh suatu jeweran kuat.



“Aduuhh ... duuhhh ... duuhhh ...!” Pekik si pemuda sambil membelalakan mata pertanda marah pada si penjewer telinganya.



“Bangun bangke ...!!! Si Galang udah nungguin loe ...!!!” Si pemilik tangan malah membentak kesal.



“Ah, sorry ... Gue ngantuk banget ...” Si pemuda tidak jadi marah saat melihat siapa yang menjewernya.



“Cepetan Rio ... Gue tunggu di parkiran!” Teriak orang itu di ambang pintu kelas.



Rio Fajrabudiman, seorang mahasiswa tingkat tiga, bangkit dari duduknya. Sejenak ia menguap kemudian merentangkan kedua tangannya ke kanan dan kiri untuk meregangkan otot-ototnya yang kaku. Setelah kesadarannya benar-benar pulih, ia berjalan keluar kelas kemudian menemui teman-temannya yang sudah menunggu di parkiran kampus.



“Tai ... Kagak ada yang bangunin ...” Kesal Rio.



“Eh ... Loe tuh yang tai ... Kalo mau tidur, di rumah aja ... Di sini tempatnya belajar ...!” Sahut Indra setengah sewot.



“Udah ... Udah ... Malah pada berantem ... Berangkat yuk!!!” Galang mengajak kedua temannya.



Ketiga mahasiswa satu angkatan itu pun naik ke sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari mereka berkumpul. Ketiga pemuda yang saling bersahabat tersebut hendak pergi ke sebuah pasar barang-barang antik untuk mencari uang kertas kuno guna memenuhi tugas mata kuliah sejarah nasional yang mereka ambil. Perjalanan ke pasar barang-barang antik ditempuh dalam waktu yang relatif singkat karena memang letaknya tidak jauh dari kampus mereka. Setelah mendapat tempat parkir, ketiganya turun dan langsung mencari uang kuno tersebut.





**



Pasar yang terdiri dari dua lantai dengan arsitektur Jawa pada atapnya menjual berbagai jenis barang antik. Pasar ini memang selalu ramai dikunjungi oleh pengunjung lokal maupun asing. Akhirnya ketiga pemuda itu menemukan sebuah kios yang menyediakan berbagai macam uang kertas kuno. Galang dan Indra asik memilih dan menawar uang kuno sementara Rio asik melihat-lihat semacam teko kecil yang terbuat dari tembaga namun sangat unik. Rio tersenyum-seyum sendiri melihat teko kecil tersebut yang mengingatkannya pada ‘Lampu Aladin’.



“Pak ... Ini berapa?” Rio menunjukkan teko kecil pada si penjual.



“Itu ... Seratus lima puluh ribu ...” Jawab si penjual.



“Mahal bener ... Ceban lah!” Rio nawar harga dengan sadisnya.



"Loe, yang bener aja ... Pego ditawar ceban ...” Ucap Galang sambil geleng-geleng kepala.



“He he he ... Namanya juga nawar ya, pak ...” Kata Rio sembari cengar-cengir.



“Ya udah gak apa-apa ... Ambil aja ...” Ucap si pedagang yang tentu membuat Rio cengo karena ia sebenarnya main-main, tidak ada sedikit pun niat untuk membelinya.



“Serius nih, pak?” Rio mencoba berkilah.



“Iya ... Ceban ...” Jawab si pedagang sangat santai.



“Eh, Lang ... Bayarin ...” Ucap Rio sembari nyenggol Galang.



“Kebiasaan banget sih loe ... Kalo gak punya duit, jangan sok nawar ...” Walau ngedumel namun Galang mengeluarkan dompetnya dari saku celana lalu memberikan uang sepuluh ribu pada si pedagang.



Thanks brother ... He he he ...” Rio terkekeh senang.



Setelah selesai berbelanja dan dirasa sudah mendapatkan semua yang dibutuhkan, barulah mereka kembali ke mobil milik Galang. Tak lama ketiga pemuda itu meninggalkan pasar barang-barang antik dan yang pertama kali turun dari mobil tersebut adalah Rio. Pemuda yang memiliki tubuh agak gempal itu kemudian masuk ke dalam kamar kosnya. Ia lantas mengeluarkan teko kecil yang baru dibelinya itu lalu menggosok teko kecil tersebut dengan braso agar terlihat kinclong.



Beberapa menit berselang tampak teko kecil di tangannya begitu mengkilap. Terlihat sekali seperti barang antik bernilai tinggi. Rio pun tak mengerti, sejak kapan ia menyukai barang antik seperti teko kecil yang sedang dipegangnya. Sambil tertawa kecil, Rio mulai bercanda dengan dirinya sendiri.



“Hai jin penunggu lampu ... Keluarlah!!!” Ucap Rio yang suaranya dibuat nge-bass sambil mengusap-usap teko kecil itu. Dalam khayalannya, Rio berperan sebagai Aladin.



Belum sampai satu helaan nafas, tiba-tiba keluar asap dari teko tembaga itu dan tak lama asap tersebut bertukar menjadi jin. Teko kecil yang dipegang Rio terlempar begitu saja, saking terkejutnya, karena kehadiran makhluk aneh yang tiba-tiba.



“Nying ... eta tong dialungkeun imah aing (njing ... itu rumahku jangan dilempar).” Ujar si jin sambil mengambil teko tembaga yang tergeletak di lantai lalu memberikannya lagi setengah melempar kepada Rio yang melotot tak berkedip melihat makhluk aneh itu.



Seharusnya Rio takut, tetapi apa yang ia lihat malah membuat pemuda itu ingin tertawa. Tidak ada gambaran seram sedikit pun dari sosok jin penghuni teko tembaga tersebut. Dengan tubuhnya yang bogel dan badannnya yang gempal, sekilas ia tampak seperti atlit sumo abis kesundut knalpot motor. Wajahnya pun mirip persis dengan komedian kawakan tanah air yang mempunyai slogan ‘Kembali ke Tangtop’.



"Si anying malah olohok ... ngaganggu aing keur nonton sora ai ..geuslah ngarah gancang naon kahayang maneh …buruan ….Sebutkan permintaanmu! (si anjing malah bengong, ganggu yang lagi nonton sora ai, udahlah supaya cepet apa keinginan kamu… buruan ..sebutkan permintaanmu)” Suara cemprengnya semakin membuat Rio tertawa tergelak



.“He he he ... Bentaran om ... Lah, om ini siapa?” Tanya Rio sembari menggeser duduknya semakin mendekati pada jin lucu itu.



“Aing, jin penghuni teko ... Aing jin yang baik hati ... Bisa ngabulin semua permintaan kamu ... cepetan keburu tamat lagi hot hotnya nih” Jawab si jin dengan alis matanya terlihat gondal-gandul persis kayak jungkat-jungkit di taman kanak-kanak sambil menoleh kearah lampu dimana dia tinggal seperti penasaran pada sesuatu.



“Boleh juga nih ... Kek dongeng aja ... “ gumam Rio serius dengan menopang dagu



“..Serius bisa ngabulin semua permintaanku?” Tanya Rio sangat senang sekaligus penasaran.





lalu Jin memasang gaya cool berlipat tangan di bawah dadanya terlihat pede, lalu berkata dengan suara cemprengnya



“Ok …SEBUTKAN PERMINTAANMU...!!















 
Terakhir diubah:
PART 1

"...SEBUTKAN PERMINTAANMU...??"
















Rio langsung memasang wajah semringah, tidak menyangka hari ini adalah keberuntungannya dia menemukan seorang jin kesasar yang ujung ujungnya menawarkan diri untuk mengabulkan khayalannya. Bagaikan mendapatkan durian runtuh otak Rio langsung bergerak cepat bagaikan prosesor komputer yang terbaru. Setingan program banyak bermunculan dari suatu keinginan yang selama ini selalu menjadi idamannya. Dengan posisi yang gak bisa diam sesekali berjalan mundar mandir terus berpikir. Jin pun tak sabar menanti terus-terusan dia mengintip dari lubang tutup lampu dan sesekali dia pun dia menempelkan telinganya pada body lampu hanya untuk memastikan apakah adegan desahan Sora Ai masih berlangsung di chanel pribadinya.









Rio







“Duh apa yah… Mobil… hmmm… rumah gedong… istri cantik…“ Berbagai permintaan terus bermunculan di benak Rio. Tapi tiba-tiba sebuah ide terbersit di otak Rio lalu dipejamkan matanya sambil cengar-cengir seolah sedang merasakan perasaan yang paling indah. Jin teko lama-lama menjadi kesal melihat tingkah Rio yang lama menyebutkan keinginannya. Dengan rasa kesal Jin teko mendekat kemudian menoyor jidat Rio dengan telunjuknya lumayan keras membuat kepala pemuda tersebut mendongak ke belakang.



“Si anying ... Malah cengengesan ... Buruan, sebutkan permintaanmu!” Kesal jin teko sembari melotot pada pemuda yang mulai sadar dari lamunannya.



“Santai atuh jin... Ini lagi mikir ... Harus efisien dan menunjang dong kalo minta biar kagak nyesel ... Emang situ ada garansi kalo gagal?” Ucap Rio cengengesan sambil mengusap-usap jidatnya.



“Masalah garansi mah gampang euy... Dijamin halal … Pokokna mah gancangan naon kahayang maneh! Aing keur nonton ... Keburu enggeusan ... (Masalah garansi itu gampang, dijamin halal, yang jelas cepetan sebutkan permintaan mu? Saya lagi asik nonton keburu selesai).” Jin teko terus memaksa tak sabar terlihat dari tangannya yang menggesek batang pisang di selangkangannya yang sedari tadi tegang karena ketakutan film artis idolanya keburu habis tayangna bukan karena desahan Sora Ai.









Jin Teko







“Okelah permintaan pertama ... Aku ingin jadi pria ganteng yang dikejar-kejar sama cewek cantik.” Dengan lantang dan pasti terucap juga permintaan Rio dari mulutnya.



“Deal ...!!!” Lalu Jin Teko pun menjentikan jarinya di hadapan Rio.



Blaassshhh … !!



Sebersit cahaya yag menyilaukan menyelimuti tubuh Rio, perlahan-lahan cahaya itu hilang dari tubuh Rio, tampak wajah Rio telah berubah menjadi lelaki tampan tetapi Rio belum menyadari bahwa dirinya telah berubah, kepalanya pening akibat cahaya tadi, tubuhnya limbung dan jatuh terduduk di kasur.



“Geus tah maneh geus rubah, ayeuna aing rek masuk lagi ke teko ... Eh poho (tuh kamu sudah berubah, saya mau balik lagi ke teko... eh lupa) .... Jikalau kamu mau membatalkan permintaan ... Sebut namaku tiga kali, …BENTO… BENTO…. BENTO ...!!!” Kata-kata jin teko itu diakhiri dengan melanggamkan lagu Iwan Fals sambil tangan kanannya mengacung ke atas bak penyanyi kenamaan tadi.



“B..E.. N…T..OOOO…” Tanpa sadar Rio menjawabnya layaknya Fans Iwan Fals dalam live konser.



Dalam sekejap tubuh jin teko berubah menjadi asap dan masuk kembali ke dalam ceret kecil di pangkuan Rio. Sementara itu, Rio yang telah berwujud menjadi pemuda yang sangat tampan masih terpaku di tempatnya, ia masih terduduk di atas kasur tak beranjang belum menyadari perubahan atas dirinya. Sambil menggerutu kesal, Rio bangkit dari duduknya lalu menyimpan teko tempat jin bersemanyam di atas meja belajar.



“Dasar katro lu jin ... Jin pendusta ... Jin penipu ...!!!” Maki Rio dengan mulut yang ditempelkan ke lubang ceret.



“Naon Euy… Ngaca hula atuh mun rek protes mah lain kukulutus (Apa ... Ngaca dulu kalo mau protes bukan ngedumel).” Muncul suara menggema di ujung teko sedikit marah dari nadanya, membuat Rio melompat menjauh dari teko kembali terduduk di atas kasur.



“Ahh wadul siah… dipikir pikir kawas nu gelo aing percaya we ka Jin (Ahh bohong lu, kalo dipikir kayak orang gila percaya ama jin).... Eehhh bentar, tadi apa beneran muncul jin, apa mimpi?” Rio mulai tersadar apa yang dialaminya ini hal yang mustahil terjadi di dunia nyata, kepala yang tak gatal pun digaruk oleh jarinya sambil memandang teko dari atas kasur.



“Bodo ah, dipikirin juga bikin pusing ... Mandi ahh...!!” Rio yang lelah memikirkan kejadian tadi langsung bangun dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badan yang terasa lengket. Setelah selesai mandi, ia mengganti pakaian kemudian mematut dirinya di depan cermin. Seketika itu juga matanya membulat sempurna, Rio melihat bayangan yang berbeda dengan pose nyata dirinya. Di dalam cermin terlihat sosok tampan, tinggi, tegap, berotot bak model kelas dunia. Rio tidak percaya, sampai-sampai harus memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata dalam hati,



"Set dah ... Si jin katro bener-bener ngabulin permintaanku ...



Rio masih terpaku di depan cermin, ia masih tak menyangka dengan perubahan dirinya yang tiba-tiba menjadi tampan. Rio membuka kaosnya yang baru saja ia pakai dan terlihatlah tubuh kekar dengan perut sixpack di tubuhnya. Benar-benar ia kagum dengan tampilan badan dirinya yang selama ini hanya ada di dalam alam khayal saja. Kemudian Rio pun menurunkan celananya, mata pemuda itu berbinar-binar melihat senjata warisan nenek moyangnya bergelantung indah, besar dan panjang. Dengan penuh rasa kagum, Rio mempermainkan ‘belalainya’ yang masih tertidur.

Wow ... Kereeenn ...” Kata Rio lagi dalam hati.









Perubahan Rio







Rio membereskan penampilan, hingga dirasa cukup rapih. Dengan riang sambil bersiul-siul kecil, Rio menyisir rambut yang kusut dalam keadaan basah. Setelah dirasa cukup rapi, pemuda tampan itu keluar dari kamar kosnya dengan tingkat kepercayaan diri yang mencapai seratus persen lebih sedikit. Baru saja Rio mengunci kamar kosnya, seorang gadis lewat sambil memandangi wajah pemuda tersebut. Mata si gadis terus memandang Rio dengan takjub, sampai-sampai tidak memperhatikan jalannya sehingga tanpa sengaja ia menubruk seorang wanita yang saat itu sedang berjalan berlawanan arah dengannya.



BRUUKKK....!!



“Aaaaahhhh ....!” Kedua wanita yang saling bertubrukan menjerit hampir bersamaan.



“Hei...!!! Kalian gak kenapa-napa ...!!!”Seru Rio lumayan terkejut.



“So-sory ... Bi ...!” Kata gadis berkaos pink kepada pembantu kosan yang baru saja ditabraknya.



“I-iya ... Gak apa-apa ...” Jawab pembantu kost-an yang ditabrak.



“Fenty ... Bi Inah ... Kalian gak kenapa-napa kan ...?” Kembali Rio bertanya kepada kedua wanita sesama warga kosannya. Tentu saja, reaksi Rio tersebut ditanggapi aneh oleh wanita-wanita itu. Fenty dan Bi Inah menatap tajam ke muka pemuda yang baru dikenalnya.



“Lu siapa?” Tanya Fenty.



Rio menatap heran kepada Fenty lekat-lekat. Pemuda yang berubah tampan itu masih belum menyadari keadaan, bahkan sampai sekarang otak lemotnya belum mengerti apa yang sedang terjadi. Kalau saja Rio masih memakai muka culunnya, tentu akan terlihat bloon dan sangat menyebalkan.



“Kamu temennya si Rio?” Tanya Fenty menoleh kearah dimana Rio muncul dari kamar Kost Rio sembari mengumbar senyum termanisnya pada Rio yang berwajah baru. Tiba-tiba saja otak Rio kembali ke jalan yang benar setelah beberapa saat tadi sempat tersesat.



“Oh ... I-iya ... He he he ...” Ucap Rio sembari cengengesan. Ia baru sadar kalau dirinya telah berubah seratus delapan puluh derajat.



“Aku ... Fenty ...” Gadis itu tidak bisa menahan untuk tidak mengenalkan diri saking kagumnya kepada pemuda tampan di hadapannya. Sementara Bi Inah hanya tersenyum genit sambil melangkah mundur dan berlalu dari kedua pemuda-pemudi tersebut.



“Rio ....” Sekonyong-konyong terlontar ucapan Rio tanpa dipikir dulu sembari menjabat tangan halus Fenty.



“Hah ... Kok sama nama loe dengan dia?” Pekik Fenty heran. Rio pun terkejut bercampur kesal, menyalahkan otaknya yang sangat lambat.



“E-emang ... Gak boleh kalau namanya sama?” Rio berusaha ngeles.



“Hi hi hi ... Boleh sih ... Gak ada yang ngelarang kok ... Tapi kok jauh yah ama Rio yang gue kenal itu… Udah dia jelek ... Item ... Pendek .. … Hidup lagi

...! Bikin suasana di kosan ini jadi suram menyeramkan kalo dia muncul bikin bete terus, beda ama kamu... Hi hi hi ... Kamu bikin suasana, ehhmm apa yah ... Ih jadi malu aku ...!!” Sahut Fenty sambil mengedipkan mata dan mengeluarkan jurus genitnya.

Kampret nih cewek ... Jadi loe itu, nganggap gue dakocan yang bikin serem kosan...!!” Kesal hati Rio mendengar hinaan Fenty padanya.



Tapi Ibarat seekor kucing yang disuguhi ikan, momen ini akan benar-benar dimanfaatkan oleh Rio. Sebenarnya Rio mempunyai ‘perhitungan’ tersendiri kepada gadis yang berprofesi sebagai pemandu lagu tersebut. Rio pernah selalu terhinakan oleh Fenty. Pemuda itu pernah merasakan ‘dampratan’ Fenty karena telah mengganggunya. Dan selama kenal, Fenty selalu mengacuhkan dan menganggap remeh padanya.



He he he ... Sekarang saatnya pembalasan, lu akan gue makan rasain lu Fen ...” Gumam Rio dalam hati.



“Hei ... Malah bengong sih ...” Fenty tanpa sungkan menoel hidung Rio, makin berani genit pada Rio.



“Gak kok ... Aku sedang mengagumi kecantikan gadis di depanku ...” Rio mulai melancarkan gombalan mautnya dan disambut oleh senyuman dan kerlingan mata Fenty yang merasa tersanjung.









Fenty







“Ah kamu bisa aja, jadi malu aku, hi hi hi ... Oh ya ... Kamu tinggal di mana boleh dong aku tau?” Fenty memukul mesra lengan Rio dilanjutkan dengan bertanya.



“Di sini ... Di depan gadis cantik ...” Sambil menjiwil dagu Fenty terus melancarkan gombalan yang semakin menjadi-jadi membuat Fenty makin tersipu genit.



“Ihh ... Kok jawabannya gitu sih ... seriusan dong..!!” Kata Fenty dengan nada genitnya.



“Beneran kok, terus kalau kamu tinggal di mana?” Goda Rio sembari mengambil tangan Fenty lalu menciumnya.



“Di sini ... Di depan cowok cakep ...” Balas goda Fenty yang membiarkan tangannya menjadi mainan bibir Rio.



“Boleh ... Aku main ... Ke tempatmu, cantik ...” Ucap Rio melepas tangan Fenty dengan wajahnya mulai mendekati wajah Fenty seolah ingin mencium bibirnya. Dan gadis itu hanya bisa diam pasrah menatap Rio seolah siap menerima ciuman di bibirnya, perlahan lahan bibir Rio mendekati bibir Fenti hingga beberapa senti lagi.



“Ih ... Rio genit ...” Jawab Fenty mendorong wajah Rio tapi tangannya langsung menarik tangan Rio seperti mengajak ke suatu tempat.



Sebuah senyum setan mengembang di bibir Rio. Aliran darah kelelakiannya mulai memenuhi saraf sensitif dan otak kotornya. Penisnya otomatis bergerak membesar seperti memberontak dari balik celananya yang tidak sabar minta dibebaskan. Begitu pula sebaliknya, Fenty merasakan dirinya sangat bergairah. Entah mengapa saat Fenty memperhatikan wajah tampan laki-laki itu, ia merasa sedang terhipnotis akan pesonanya. Nafasnya sedikit memburu. Suatu gelora dalam dirinya seakan menyala. Dia yang langsung mengajak Rio untuk masuk ke dalam kamar kosnya. Fenty yang terbuai birahinya lalu mengunci pintu.



Tak kalah dengan Rio, laki-laki yang sudah kerasukan setan birahi di otaknya langsung memeluk tubuh Fenty dari belakang di depan pintu kamarnya. Bibirnya lalu mengecup leher dan bahu Fenty, mendapat serangan dadakan Fenty hanya menggelinjang kegelian, dilepaskannya pelukan Rio dan membalikan tubuhnya sambil mendorong badan Rio.



“Ih kamu kok agresif banget sih, sabaran dikit napa!!” Fenty sedikit menggerutu meski dalam hatinya tak bisa dipungkiri birahi telah melandanya.



“Habisnya liat body kamu kok bikin aku naik...” Jawab Rio sambil menarik lengan Fenty agar tubuh Fenty kembali menempel pada tubuhnya dan memeluknya. Fenty pun segera membalas pelukannya dengan mesra. Rio mendekatkan wajahnya pada Fenty, dengan mata terpejam menikmati momen di mana Rio akan menikmati tubuh teman kos wanitanya. Seolah mengerti, Fenty melakukan hal yang sama. Kedua bibir saling menempel, mencoba untuk saling berkomunikasi melalui sentuhan lembut tersebut.



Tanpa aba-aba Rio menggendong wanitanya dan Fenty yang memilih melingkarkan kakinya di pinggang Rio, tidak melepaskan sedikit pun pangutan mereka, berjalan menuju ke arah ranjang. Rio membaringkan Fenty dengan lembut, menatap wajah di bawah kungkungannya dengan seksama. Dan kembali menghujami Fenty dengan ciuman-ciuman panas miliknya. Dan entah sejak kapan mereka tiba-tiba telah telanjang, tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh mereka.



Keduanya tidak sempat menghitung berapa lama mereka bergerumul lidah. Tapi jika dilihat dari reaksi Fenty yang mau pingsan sepertinya sudah sangat lama. Gadis itu kelabakan sampai mengerang protes yang artinya dia butuh udara. Karena Rio terlanjur kesetanan, Fenty dengan terpaksa menggigit lidahnya seolah menyadarkan pria itu karena dia hampir sekarat.



“Haaa... haaa... haaa... Nafsu banget yah kamu...” Fenty yang terengah-engah mendapat kesempatan untuk menarik nafas.



“Hmmm ... Aku suka aroma tubuh kamu say... Ditambah bibir yang manis kayak dodol Garut membuat ingin selalu ngemut bibir kamu say!!” Jawab Rio sekenanya yang masih menindih di atas tubuh Fenty.



“Ihhh ... Kok dodol, jadi bibir aku item trus badan akau bau domba garut... Gitu maksudmu?” Manja Fenty menggerutu meski dia tahu bukan itu yang maksud Rio.



“Makin gemes aku liat wajah kesel kamu say...” Ujar Rio kembali mencium bibir Fenty. Lalu ciumannya mulai menjalar ke leher putih Fenty.



Rio membuang nafas di cerukan leher Fenty, menghirup penuh aromanya sebelum memberi hisapan kuat yang Fenty yakin pasti akan menimbulkan merah keunguan pekat. Rio memangsa leher gadis itu seperti drakula biar pun gigitannya tidak sampai mengeluarkan darah tetapi sukses membuat Fenty mengerang nikmat bercampur perih sampai tidak lagi terdengar memberontak.



Dan rupanya Fenty telah semakin larut hasratnya dan ingin merasakan rabaan yang langsung pada selangkangannya. Bahkan alat vitalnya becek. Lebih parahnya, dia ingin segera dimasuki, ingin segera menyatukan birahinya.



“Ahhhh... Engmmmh...”



Desahannya sudah tidak bisa dikontrol lagi saat mulut Rio mencapai pada kedua payudaranya yang lembab karena keringat. Ujung lidahnya menggelitik puting Fenty yang menegang secara bergantian lalu menghisapnya dengan sangat rakus. Sekujur tubuh gadis itu disetrum rasa nikmat. Darahnya mendidih, erangannya terdengar erotis hingga dadanya membusung membuat kedua tangan Rio bisa mengelus-elus punggungnya. Saat itulah Fenty mencapai orgasme kecilnya.



Seolah tidak membiarkan Fenty bernafas normal sedetik saja. Sekarang gadis itu dikagetkan oleh cengkraman di alat vitalnya. Rio meremas vaginanya yang lengket dalam tempo lambat namun menuntut. Rasanya Fenty sudah lelah mendesah, tetapi dia akan merasa sangat terpukul jika tidak mendesah satu detik saja.



“Aaakkkhhh...!” Fenty memekik keras begitu jari telunjuk Rio menusuk lubang vaginanya. Jarinya bukan dikeluar-masukan, melainkan seperti mengorek-ngorek sesuatu di dalam sana.



“Kamu suka?” Rio bertanya dengan seringaian nakal. Lalu menambah lagi jari tengahnya dan memberi kocokan. Masih belum puas juga, satu jarinya dimasukkan lagi. Lalu ketiga jarinya itu mengoyak brutal labirin Fenty sampai bunyi kocokan terdengar lantang.



Bukan kepalang tubuh Fenty menggelinjang di bawahnya. Kepalanya menggeleng tak tahan dengan mata terpejam rapat-rapat. Kadang gadis itu membanting kepalanya di bantal dan memukul-mukul punggung Rio sebagai pelampiasan. Ini sungguh memusingkan. Baru jemari saja yang bermain, gadis itu sudah gila begini. Bayangkan jika milik Rio yang besar dan panjang siap menerjang lubangnya. Bibir pemuda itu kembali membentuk seringaian kemenangan. Dia menggigit bibir bawahnya sembari fokus mengamati wajah terangsang Fenty yang memerah sampai berkeringat. Dan orgasme kecil kedua pun terjadi.



“Aaahh ... Ammpuuunn ... Udaahh ... Uddaahh ...” Mohon gadis itu dengan deru nafas tak beraturan.



“Nikmati aja ...!” Jawab Rio santai lalu merunduk di antara selangkangan Fenty dan menjulurkan lidah, menyapu bersih cairan lendir itu dengan mulutnya. Sesekali lidahnya menggelitik itil Fenty sebelum melakukan penghisapan. Dan tangannya harus menahan kedua paha Fenty agar tetap terbuka lebar.



“Udaahh ... Cukup ...!” Suara Fenty terdengar bergetar. Nafasnya memburu seperti orang yang mau melahirkan. Semakin dalam lidah Rio merangsek lubang nikmat Fenty, semakin membubung gelombang kenikmatan itu menerjang sampai Fenty mendesah hebat dan dia mencapai orgasme kecilnya yang ketiga. Betapa Rio bangga dengan hal itu.



Tibalah saatnya, di mana sekarang Rio siap menanamkan miliknya yang ternyata sudah sangat tegang. Tanpa basa-basi benda besar nan menegang itu melesak masuk dalam lubang vagina Fenty yang memerah akibat hisapannya. Membiarkan kedua alat vital berbeda bentuk itu menyatu dalam keterdiaman tanpa melakukan pergesekkan apa pun, lalu Rio menundukkan wajah dengan kedua pergelangan yang bertumpu di kedua sisi tubuh Fenty, mengecup kedua puting gadis itu sebelum melumatnya bergantian.



Wajah Fenty terlihat sudah sangat pasrah. Pertahanannya untuk menolak pun runtuh. Dia takkan mampu menolak sentuhan Rio. Pria itu memiliki kekuasaan atas seluruh jiwa dan raganya. Kedua tangan lemah Fenty mengusap bahu Rio lalu merengkuh lehernya. Mereka menghabiskan beberapa menit untuk berciuman seraya milik Rio bergerak keluar masuk. Genjotannya yang terlalu kasar membuat Fenty melepas pagutan bibir mereka karena harus mendesah. Kedua tangannya menjambak kuat rambut Rio yang kini tengah menghisap lehernya.



“Pelan-pelan ...” Fenty mengeluh protes bercampur erangan nikmat.



Rio sedikit pun tidak menurutinya, yang dia pikirkan hanyalah kepuasannya sendiri. Hentakannya semakin menggila sampai mengenai titik terangsang gadis itu, membuat Fenty semakin menengadah sedangkan tangannya menekan-nekan kepala Rio yang masih mencumbu lehernya. Rio bisa merasakan vagina Fenty berkedut, pertanda siap mengeluarkan cairan orgasme lagi. Dan Rio dengan sengaja menunda pelepasan gadis itu lalu menyeringai letih. Mata Fenty yang sempat terpejam kini terbuka memandangnya dengan tatapan kecewa. Rasanya ketika ia diajak terbang ke awan bebas yang indah, lalu dijatuhkannya lagi dengan kejam.



Rio sedikit memberi jarak untuk memperhatikan wajah frustasi Fenty bercampur kesal. Tatapan gairah pria itu membuat Fenty semakin terangsang. Si pria bergerak lagi, kali ini dalam tempo lambat, membuat Fenty siap melontarkan kalimat protes namun terhenti begitu Rio bergerak ngebut tanpa aba-aba.



“Lebih cepat ...!!!”Desak gadis itu keenakan.



Genjotan Rio semakin cepat seperti mesin lokomotif. Hanya saja bedanya gerakannya naik turun. Penis besarnya masih setia bersarang dan mengobrak-abrik vagina milik Fenty. Dengan semangat empat lima, Rio mempercepat gerakannya. Peluh membanjiri tubuh keduanya, bahkan wanita di bawahnya mencengkram lengan kekar Rio dengan erat. Bagi Fenty, rasanya begitu nikmat saat permainan kasar Rio seperti ini. Fenty menyukai permainan Rio, yang menurutnya begitu menagihkan.



Erangan keduanya bagaikan alunan merdu yang mengajak mereka untuk mencapai sebuah kepuasan. Sebuah kepuasan atas penyatuan sempurna mereka. Rio bergerak cepat dan liar, membuat mereka berdua menggeram bersamaan merasakan sensasi nimat yang mereka rasakan atas penyatuan ini. Dan, seketika itu pula mereka bersamaan mencapai puncak mereka. Kedua insan itu ambruk dan mereka bercucuran keringat padahal di ruangan tersebut terdapat pendingin ruangan. Rio mengeluarkan miliknya dari tubuh Fenty yang sedang memejamkan matanya dan juga mengatur nafasnya yang masih tersengal. Rio tersenyum, lalu menarik Fenty dalam pelukannya.



“Gimana?Mau lagi?” Bisik Rio di telinga Fenty.



"Mau ... Tapi nanti malam ... Sepulang aku kerja ...” Balas Fenty yang masih terengah-engah.



“Ayo dong sekali lagi aja, masih berdiri nih...” Ajak Rio sambil menunjukan batang yang mulai tegang lagi.



“Gak bisa sayang ... Aku harus kerja sekarang ... Nanti deh malam aku kasih lagi, bebas mau beberapa ronde juga asal kamu puas.” Fenty menolak ajakan Rio sambil mengecup pipi Rio lalu Fenty yang masih bertelanjang bergerak turun dari tempat tidur lalu masuk ke kamar mandi kemudian membersihkan diri.



“Aku ke kamarku ya ...!!!” Teriak Rio pada Fenty.



“Iya ...!!!” Jawab Fenty dari dalam kamar mandi. Rio langsung mengenakan pakaiannya lalu keluar dari kamar Fenty.



Dasar lonte, akhirnya gue bisa nyicipin tubuh lu, ternyata ngewe itu enak yah bikin plong peredaran darah he he he!” Batin Rio tersenyum penuh kemenangan karena berhasil merasakan ‘kue apem’ milik gadis yang selama ini jutek padanya dan ini pertama kalinya dalam hidupnya bersenggama dengan seorang wanita.



Dengan perasaan berbunga dirinya telah menaklukan wanita yang membencinya Rio terus melangkah menyusuri koridor bangunan kos hingga langkahnya terhenti saat matanya tertuju pada bokong wanita STW yang sedang mengepel lantai.



Kalo dipikir-pikir boleh juga nih body Bi Inah, wajahnya sih biasa tapi bemper belakangnya coy... Keliatannya mantep kalo kena paha gue hi hi hi.” Otak Rio kembali mesum saat melihat Bi Inah menungging di lantai.














Pikiran Rio kembali ingin memuaskan nafsu birahinya, ia benar-benar ketagihan dengan kenikmatan bersebadan. Bi Inah adalah pembantu di kosan, dia adalah seorang istri dari tukang bangunan dan umurnya sekarang 32 tahun memiliki tiga anak belia, karena sudah tiga kali turun mesin ditambah usia yang akan menjelang STW mengakibatkan tubuhnya sedikit menjadi montok tapi karena dia pandai merawat tubuh, jika sekilas tak akan menyangka kalau Bi Inah sudah berusia 32 tahun. Oleh karena tuntutan ekonomi untuk pendidikan semua putrinya, Bi Inah melamar jadi pembantu dikosan, tak hanya mengepel dan membersihkan kosan, Bi Inah pun sering menerima kerjaan cucian kotor bagi anak anak kos sebagai tambahan penghasilan.



“Misi bi ... Maaf lantainya masih basah yah ... Gak papa saya injek.” Kata Rio sopan.



“Eh silahkan den ... Injek aja, gak papa kok dah biasa...” Bi Inah menggeserkan ember cucian lap pelnya sambil tersenyum genit melihat sosok yang tadi ditemuinya di lorong telah berada di hadapannya.



“Kenapa Bi? Ko senyum-senyum sendirian?” Rio mulai melancarkan serangan.



“Sayang... Aku pergi dulu yah… Awas jangan nakal...” Tiba-tiba Fenty muncul dengan seragam kerjanya, lalu merangkul leher terus mencium bibir Rio di hadapan Bi Inah.



“Bi ... Awas jagain yah pacarku...! Dah sayang ... Muuach...!!” Fenty pergi begitu saja tanpa memberi kesempatan Rio untuk bicara.



“Pacarnya Neng Fenty yah? Perasaan baru liat ...” Bi Inah bertanya.









Bi Inah







“Bukan bi ... Cuma temen dekat...!!” Jawab Rio, lalu menyandar di tembok di hadapan Bi Inah sambil memperhatikan lekuk tubuh wanita setengah baya itu.



“Temen atau temen ... Hi hi hi ... Tadi kok main nyosor aja si neng Fenty!!” Bi Inah mulai genit saat merasa dirinya diperhatikan oleh Rio.



“Biasa anak muda, bi...” Jawab Rio meneguk ludah makin tak kuasa menahan birahi.



“Ih ... Aden liatinnya gitu ... Bikin bibi gak nyaman ... Dah akh, bibi mo ke dapur dulu.” Kerling Bi Inah menggoda lalu berjalan ke arah dapur. Serasa mendapat lampu hijau Rio pun mengikuti Bi Inah dari belakang.



Saat di dapur, Bi Inah memunggungi Rio di depan kompor gas. Seolah tahu ada Rio di belakangnya, Bi Inah mengangkat roknya dan menungging memperlihatkan paha yang penuh lemak dan belahan pantat di balik celana dalamnya yang mulai terlihat lembab. Mata Rio terbelalak melihat pemandangan seksi ini. Nafasnya mendadak berat. Rio tak kuat menahan perasaannya.



“Wastajim itu Bemper...!” Rio mulai terangsang, dia mulai mendekat dan mulai meraba paha dan bokong Bi Inah.



“Ih ... Aden ngapain sih...” Bi Inah terkejut lalu menoleh ke belakang pada Rio. Entah beneran terkejut atau basa-basi yang pasti Bi Inah makin menungging mengasongkan pantatnya pada Rio.



“Montok banget pantat Bibi...” Rio mengusap pantat Bi Inah dan sesekali sentuhan tangannya mengarah pada selangkangan Bi Inah.



“Jangan den bibi kan udah tua cari yang lain aja ... ahhhhh ...!!” ucap Bi Inah seperti menolak tapi menikmati perlakuan Rio. Tangan Rio pun mulai menyelinap ke balik celana dalam, terasa oleh telapak tangannya bulu jembut yang rimbun di belahan vagina Bi Inah.



“Bi kok Basah?” Goda Rio sambil mengobel daging sebesar kacang merah.



“Gak tau den ... Masa sih den ... Aaahhh ...” Jawab Bi Inah sambil memejamkan matanya menikmati itilnya yang dimainkan oleh jemari Rio.



“Kalo gak percaya, sini saya buka celananya!” Rio pun menurunkan celana dalam Bi Inah hingga betis. Terpampanglah belahan pantat yang menungging di hadapannya ditambah lubang vagina yang bergelambir telah becek.



“Tuh bi, becek ...” Rio menghirup aroma vagina lalu menjulurkan lidahnya menyapu daging yang bergelambir di belahan vagina wanita setengah baya itu.



“Bi ... Ini musti diobatin kalo basah gini ...” Akhirnya Rio pun tak kuasa. Dia lalu membuka reseleting dan mengeluarkan penisnya lalu memposisikan pada lubang vagina Bi Inah.



“Ngobatinnya gimana den?” Masih dengan mata tertutup menikmati belaian Rio.



“Musti disuntik bi, ama..” Blesss batang penis pun mulai menyeruak masuk lubang vaginanya.



“Aaakhhh enak den ngobatinnya ...” Jawab Bi Inah terbata-bata.



“Mau yang lebih enak bi...?” Rio mengangkat batang penis dari lubang vagina Bi Inah dan bersiap akan menggenjot batang penisnya.



Saat akan menggenjot penisnya, “PLETAK!!!” Sebuah panci melayang menimpuk kepala Rio membuat penisnya terlepas dari lubangnya.



“Anjing lu… Emak gue elu embat... Tega lu merkosa emak gue...!” Terdengar teriak beberapa suara wanita. Rio pun menoleh ke arah sumber suara, terlihat tiga sosok gadis cantik usia masih belia dengan wajah murka menatap dia. Karena malu, dengan panik Rio lalu berbalik menempelkan penisnya pada bokong Bi Inah. Berbanding terbalik dengan Bi Inah yang masih menungging menikmati persetubuhannya, matanya masim merem tak peduli dengan keadaan dirinya telah dipergoki oleh ketiga putrinya



“Anjing... lu... ewe emak gue…” Salah seorang dari mereka langsung menyerang dengan sebuah panci bergagang di tangannya.



“Hajar kak...!!!” Salah seorang gadis yang terlihat paling muda menyemangati kakaknya yang menyerang Rio.



“MALIINGGG... MALIIIING...” Seorang lagi berteriak mencoba menarik massa.



“Eh ... Bentar ...!” Rio mencoba menyetop teriakan si gadis.



“PLETAK..PLETAK..!!!” Hantaman panci di tubuh Rio.



“Ampun... bentar… biii… bantuin… duh...“ Rio terus menangkis dan mengelak hantaman panci dengan tangannya. Tanpa disadari oleh Rio, batang penisnya menggesek belahan vagina Bi Inah, yang akibatnya Bi Inah malah merem-melek menikmati gesekan penis pada belahan vaginanya dan tak peduli akan teriakan minta tolong Rio padanya.



“Aaahhh … Iya gitu den... Enaaaak... Masukin lagi den...” Bi Inah malah memohon dalam desahannya dan semakin menggoyangkan pinggulnya.



“Biii sadar biii…” Rio mencoba menyadarkan Bi Inah tetapi wanita tengah baya itu malah semakin menggoyangkan pantatnya.



Anjing ... Bisa-bisa gue dihajar warga!” Rio membatin. Laki-laki itu pun langsung menjauh dari tubuh Bi Inah lalu memasukan batang penisnya ke dalam celana dan berlari meninggalkan Bi Inah yang masih menungging. Ketiga anak Bi Inah segera mengejar Rio sambil mengacungkan panci di tangan mereka.



“Maling... maling… Jangan lari lu… maling...!!!” Teriak ketiga anak gadis itu hampir bersamaan.



Rio berlari sekencang-kencangnya dan meninggalkan ketiga anak Bi Inah. Pemuda itu lari tunggang-langgang seperti dikerjar-kejar setan. Akhirnya Rio pun bisa keluar dari bangunan kosnya dan lolos dari kejaran ketiga putri Bi Inah.



“Anjing ... Brengsek .... Apes ... Ngimpi apaan semalam sampe dikejar-kejar mereka, duh...” Maki Rio sambil meraba tubuhnya yang membiru akibat pukulan panci.



“Bahaya kalo gue di sini, takut mereka datang bawa massa. Gue mesti hati-hati nih embat cewek, gak boleh kejadian lagi ...” Gumam Rio sambil meninggalkan wilayah kosannya. Tak terasa dirinya telah sampai di sebuah mall.



“Keliatannya dah jauh nih...” Sambil menoleh kiri kanan.



“Amaann… waktunya untuk mejeng...” Dengan hati plong merasa yakin tak ada yang mengejar Rio pun melangkah memasuki mall.

Dengan bersiul dan mulai melancarkan aksi tebar pesona di dalam mall tersebut, tak jarang dia bisa berkenalan dengan wanita yang dijumpainya mulai dari bocah ingusan sampe neli alias nenek-nenek lincah pun dia bisa. Hingga pada suatu waktu ...



“Hai Cowok...” Dua orang wanita muda cantik dan semampai menyapa dirinya.



“Hai juga ...” Balas sapa Rio.



“Kenalin ... Aku Mira ... Ini temanku, Shinta ...” Sambil menyodorkankan tangannya.









Mira







“Rio...” Jawab Rio singkat manyambut sodoran tangan wanita yang bernama Mira. Dan saat menyebutkan nama kedua wanita itu saling pandang.



“Ehmm ...“ Rio menyadarkan mereka.



“Eh maaf, sedikit kaget aja. Tadi kita tebak-tebakan nama, ternyata cocok ama tebakan Shinta, hi hi hi ... Sendirian aja?” Jelas Mira yang dilanjutkan dengan bertanya.



“Iya sendirian ... Eem.. emang kalo sendirian kalian mau nemanin aku?” Tawar Rio kepedean.



“Ih ... Rio langsung nembak to the point … Hmmm gimana yah?” Jawab Shinta seolah menolak.









Shinta







“Ya udah kalo gak mau...” Rio pun melancarkan aksi jual mahal.



“Ih kok marah, jangan gitu dong, kita kan baru kenalan... Iya deh kita mau nemenin kamu.” Mira mendekat dan merangkul lengan Rio.



“He he he ... Gitu dong ... Kita kan bisa jalan-jalan sambil ngobrol, bisa jadi kalian tuh jodoh aku?” Rio tambah kepedean.



“Ih mau dong jadi jodoh mas Rio ...“ Jawab Shinta sambil mengapit lengan Rio.



Dan akhirnya Rio pun berjalan di sepanjang koridor mall dengan diapit dua wanita cantik. Dia merasa bangga jadi perhatian banyak orang, apalagi sesekali wanita ini menampakkan kemesraan di mall tersebut hingga ...



“Mas Rio mau gak maen ke rumahku?” Tanya Mira. Bagaikan mendapat lampu hijau Rio pun langsung menjawab.



“Boleh yah emang di mana, jauh yah?” Ucap Rio.



“Lumayan sih ... Oke kalo gitu ... Shin kita pulang yuk keburu hujan ... Mas ayo kita ke parkiran ngambil mobil?” Ajak Mira.



Wastajim… Gue dapet cewek tajir euy, ini jangan gue sia-siain!” Pikir Rio.



“Ayo!” Rio pun mengiyakan, langsung ditariknya tangan Rio oleh Mira.



Saat di pelataran parkir yang nampak sepi, Shinta yang mengandeng lengan Rio langsung memiting dan membanting tubuh Rio hingga terjerembab jatuh.



“Eh apa apaan ini ... Dudduuuhhh sakit, jangan kenceng-kenceng…?” Rio menjerit dan menahan sakit pada lengannya.



“Ya bu, dia sudah kita tangkep sesuai deskripsi, hingga namanya cocok dengan yang ibu cari..!! Oooh ibu mau ke sini, okay kami tunggu ...” Terlihat Mira sedang menelepon seseorang.



“Heeiii siaaapaaa kalian, kenapa kalian menangkap aku… Duh, jangan kenceng-kenceng Shiin ... Sssakiitt...!” Rio meringis kesakitan.



“Heh...! Denger ya lelaki Buaya … Kita ini detektif swasta yang dibayar ama bini lu untuk nangkep lu yang udah kabur dari tanggung jawab!!” Ujar Mira sambil menjambak Rambut Rio.



“Bini…? Biniii apaaan oiii ... Gue blum kawin tau ...” Rio menyanggah merasa dirinya belum mempunyai istri.



“Plaaakk ...!” Tamparan keras dari Shinta di pipi Rio.



“Dasar masih ngeles juga ... Tuh rasain untuk playboy cap teri…” Maki Shinta.



“Shin, bos datang!” Seru Mira, mendengar ucapan Mira atas kedatangan seseorang Rio pun menoleh ternyata seorang wanita muda dengan menggendong balita tergopoh-gopoh mendekati Rio dan tak terduga wanita itu pun langsung menendang tubuh Rio.



Buggg... Buggg...!



“Dasar lelaki gak tanggung jawab… Gak tau di untung.” Maki wanita itu sambil menendang tubuh Rio.



“Adduuhh... Stooopp…! Duuuhh... oiii bu…, siss… maaak… tanteee... dduuhhh stoop! Kalian salah sasaran...!!” Rio terus meronta di bawah pitingan Shinta.



“Liat nih anak kamu... Tanggung jawab dikit kek, enak aja ngawinin aku trus ninggalin begitu saja… Malah godain dan kabur ama cewek lain ...” Sambil menyodorkan anak balita pada Rio.



“Ampun bu… siss… tante… siapa kamu... Aku gak kenal kamu?” Erang Rio memohon belas kasih.



“Pake acara lupa segala, sekalian aja nih buat lupa selamanya.” Ujar wanita kembali menggendong balita dan kembali menendang keras kening Rio, akibat tendangannya itu membuat pitingan Shinta sedikit mengendur, dan saat itu juga dipergunakan Rio untuk melepaskan diri. Tubuhnya meronta hingga Shinta terjatuh, Rio pun langsung berdiri dan kabur.



”Hey lelaki bangsat ... Jangan kabur…!“ Teriak mereka bertiga sambil mengejar Rio.



Rio tak menghiraukan teriakan mereka, yang ada dipikirannya kabur dari tempat itu secepat-cepatnya. Lagi-lagi ia harus pontang panting dan berlari sekuat tenaga. Rio terus berlari tanpa menghiraukan mobil-mobil yang melaju kencang saat ia menyebrang. Orang-orang berteriak memperingatkannya, karena aksinya itu. Dan akhirnya Rio terbebas dari kejaran ketiga wanita tadi.



“Brengsek…. Tiba-tiba gue dikejar wanita yang ngakunya bini ane, pake nyodorin anak lagi, emangnya itu anak gue… fuuuft… !!” Rio berhenti berlari untuk menarik nafas.



“Kalo kejadian tadi oke lah gue salah mo ngehajar Bi Inah, tapi ini akhh brengsek dah... Makin sembrawut nih hidup gue.” Gumamnya keder karena sudah dua kali ia akan dijadikan bulan-bulanan orang.



Rasa haus dan lapar mulai terasa, dua kali Rio musti berlari menghabiskan energi dari tubuhnya. Di depan supermarket, Rio langsung masuk ke dalam untuk mencari makanan kecil dan minuman bersoda. Saat sedang asik memilih-milih makanan, tiba-tiba dua pria berbadan kekar mengapit Rio sambil memegangi tangannya.



“Ikut kami!!!” Salah satu pria kekar itu menarik paksa Rio.



“Eh ... Ada apa ini?” Tentu saja Rio terkejut karena merasa tidak mengenali orang-orang yang memaksanya untuk mengikuti mereka.



“Jangan banyak bicara ... Ikuti saja kami ...!” Pria kekar yang di belakang Rio kemudian menempelkan sebilah belati di pinggang Rio.



Rio benar-benar terkejut dan takut. Sebuah ancaman yang sangat serius membuat nyalinya ciut seperti kerupuk terkena air. Tak ada pilihan bagi Rio selain mengikuti perintah dua pria kekar tersebut walaupun ia tidak tahu permasalahan yang sedang dialaminya. Dengan berat Rio melangkah terus mengikuti mereka melewati pintu supermarket dengan hati yang berkecamuk dan bingung ada apa dengan nasibnya ini. Akhirnya Rio dimasukan secara paksa ke dalam mobil minibus dan dibawa oleh kedua pria kekar itu entah kemana.



Sepanjang perjalanan, pisau belati terus mengancam pada tubuhnya. Rasa takut yang teramat sangat membuat ia benar-benar ingin menangis. Tubuh Rio bergetar begitu hebat dan tangannya berkeringat sangat dingin. Bibir pemuda itu terasa kering dan jantungnya berdegup jauh lebih cepat dari degupan normalnya. Rasanya nyawa telah meninggalkan pemuda itu membuat tubuhnya terasa dingin.



Beberapa menit berselang, mobil memasuki halaman sebuah rumah yang megah. Mobil berhenti persis di depan teras, lalu Rio secara paksa diturunkan dan dibawa masuk ke dalam rumah megah tersebut. Tampak oleh mata Rio, seorang wanita sangat cantik dan anggun duduk di sofa besar yang ada di tengah ruangan. Setelah berjarak agak dekat dengan si wanita cantik itu, Rio didorong oleh pria kekar di belakangnya sehingga tubuh Rio tersungkur di depan wanita cantik tersebut. Saat hendak bangun, bahunya ditahan oleh kaki si wanita cantik dan terpaksa Rio hanya bisa berlutut di bawah si wanita.



“Mau lari kemana lagi, sayang? Ke ujung dunia pun akan aku kejar ...” Si wanita bersuara berat berkesan tegas dan berkuasa.



“Maaf ... Sebenarnya ada apa ini?” Tanya Rio yang benar-benar tidak tahu yang sedang dialaminya.



“Hi hi hi ... Begini nih kalau kebanyakan minum air rebusan pembalut bekas.” Ucap si wanita cantik sambil terkekeh.



“Ma-maaf ... Sekali lagi maaf ... Sa-saya tidak mengerti ... Kenapa ibu memperlakukan saya seperti ini?” Tanya Rio lagi dengan suara bergetar.



“Jangan pura-pura bego, hah ...!!! Kapan kau akan melunasi hutang-hutanmu?” Si wanita cantik itu membentak keras sembari menekan kakinya yang ada di bahu Rio.



“Hutang??” Rio semakin bingung. Perasaannya, seumur hidup ia tidak pernah berhutang pada siapa pun kecuali pada sahabatnya, Galang.



“Ahk ... Aku sudah muak dengan kelakuanmu ...!!! Anak-anak ... Habisi dia ...!!!” Wanita cantik itu habis kesabarannya.



Dua orang anak buah si wanita cantik itu pun menghambur menuju Rio dan menyeret pemuda yang sedang kebingungan dan ketakutan tersebut keluar ruangan. Kemudian kedua pria kekar itu mendorong Rio hingga tersungkur dan mendarat di tanah pekarangan rumah. Mereka mendekati Rio dengan wajah yang sangar, tangan kanannya menggenggam belati yang tampak berkarat dan tangan kirinya mengepal. Kebingungan dan ketakutan menyelimuti pikiran Rio. Pemuda itu merasa ajalnya sudah dekat, kematian akan menjemput, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu.



“Namaku Bento, rumah real ... Eh ... BENTO BENTO BENTO ...” Rio berteriak setengah bernyanyi.



“BLLESSSS ....!” Cahaya menyilaukan mulai menyelimuti tubuhnya.



Rio merasakan kepalanya seperti berputar-putar melihat sekelilingnya menjadi gelap gulita dalam waktu sekejap. Seketika itu juga ia menutup matanya menunggu kejadian selanjutnya. Tak lama indera penciumannya mencium bau apek yang sangat ia kenali yaitu bau apek selimutnya yang sudah lebih dari setahun tidak pernah dicuci. Perlahan Rio membuka mata dan yang ia lihat kini adalah kamar kosnya. Rio mengedarkan pandangan untuk meyakinkan diri, setelahnya ia bangkit dan berlari ke arah cermin. Sorot matanya menatap cermin di depan, melihat bayangan tubuhnya sendiri. Rio melihat dirinya yang dulu lagi, bukan Rio yang tampan dan berbadan sempurna.



Tiba-tiba saja tubuhnya kehilangan tenaga dan lututnya lemas sampai jatuh berlutut. Kejadian yang baru saja ia alami membuatnya merasa shock. Nafasnya seakan-akan berhenti dan jantungnya seperti tak berdetak. Sesuatu yang membuat jiwanya cukup terguncang. Sungguh tadi itu adalah sebuah pengalaman yang sangat menakutkan. Dirinya sempat berputus asa dan pasrah akan kehilangan nyawa.



Sejurus kemudian, muncul kemarahan yang menyesak dalam dada Rio. Pemuda itu bangkit lalu menghampiri mejanya. Dengan tangan gemetar menahan amarah, Rio mengambil teko kecil yang terbuat dari tembaga itu. Kemudian dilemparkan teko itu kuat-kuat ke tembok hingga menimbulkan bunyi yang sangat nyaring. Diambilnya teko itu lagi lalu dibantingnya sangat keras ke lantai.



“Keluar ... Anjing ...!!!” Teriaknya sangat keras. Diambilnya teko itu lalu dibantingnya lagi sambil berteriak-teriak sangat keras.



“Keluar ... Anjing ...!!!” Kata itulah yang diteriaki Rio berulang-ulang. Tak berselang lama, pintu kamar kosnya digedor orang dari luar.



“Rio ... Rio ... Ada apa?” Suara Satpam kosan terdengar keras dari luar kamar kosnya.



Rio tersadar kalau perbuatannya itu mengganggu orang lain. Akhirnya ia sudahi kemarahannya itu. Setelah mengambil nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan, Rio pun membuka pintu kamar kosnya.



“Maaf Mang ... Maaf ... Gak ada apa-apa kok ... Cuma lagi latihan drama.” Ucap Rio dihadapan Satpam yang udah melotot pada dia.



“Awas minggir!!!” Si Satpam membuka paksa pintu kos lalu masuk dan memeriksa keadaan kamar kos.



“Anuuu ... Tadi cuma akting ... Saya lagi latihan marah pada saya sendiri, Mang ...” Rio berkilah.



“Aneh gak ada apa apa ... Beneran kamu cuma latihan drama?” Ucap si Satpam sambil mengamati kamar Rio yang memang tak ada yang aneh, lalu dia berbalik. “Kalo mau latihan drama, bilang dong ama yang lain, jangan main hajar aja, teriak-teriak gak jelas bikin ganggu orang!” Ujar Satpam agak marah.



“Iya mang ... Habisnya dadakan musti bisa dalemin karakter si tokoh he he he ...!!” Rio terus menutupi.



Satpam pun keluar dari kamar Rio menenangkan penghuni kos lainnya yang telah berkerumun di depan kamar kos Rio. Tak mau jadi perhatian, Rio langsung menutup pintu dan menguncinya. Rio pun mengambil teko tembaga yang tergeletak di lantai. Berulang kali ia menghela napas, berusaha meredakan amarah yang tengah menguasai kepalanya. Setelah hatinya mulai agak tenang, Rio mulai memanggil jin teko untuk keluar.



“Jin teko ... Keluarlah!” Ucap Rio yang suaranya dibuat nge-bass sambil mengusap-usap teko tembaga di tangannya.



Hanya sepersekian detik, keluar asap dari teko tembaga itu dan tak lama asap tersebut bertukar menjadi jin. Jin teko menggosok-gosok kedua matanya dan menggeliat sambil menguap lebar. Kedua tangannya direntangkan ke atas, semakin ditarik ke atas dan digerakan ke kiri ke kanan sambil terus menguap, terlihat celana di bagian selangkangannya yang masih basah. Dengan matanya yang masih mengantuk, jin teko bersuara.



“Ganggu aja ... Lagi enak-enak mimpi disuruh keluar ... Ada apa, Nying?” Tanya jin teko.



“Loe rese ya ... Dasar jin penipu ...” Walau pelan tapi nuansa kata-kata Rio berkesan marah.



“Penipu??? Yang betul kalo ngomong!!!” Jin teko agak sewot.



“Eh jin ... yang gue mau adalah jadi pria ganteng yang dikejar-kejar sama cewek cantik, bukannya dikejar ama debt colector ...!” Kata Rio keras tak bisa menahan kekesalannya.



“Lah ... Kan itu geus di cumponan ku aing ... Maneh jadi ganteng terus dikejar-kejar cewek cantik ... Teu salah kan aing ...! (Lah kan udah saya penuhi, kamu jadi ganteng terus dikejar-kejar cewek cantik gak salahkan).” Kata jin teko dengan muka bingung.



Dengan wajah dingin terus Rio memperhatikan sosok jin teko yang sedang kebingungan di hadapannya. Rio berdecak kesal, hatinya sangat dongkol oleh jin teko yang menyebalkan itu.



“Loe tuh yah … gara-gara kelakuan lu yang ngerubah wajah gue ... Hampir beberapa kali nyelakain gue ... Dan yang terakhir emang dikejar-kejar cewek cakep tapi bukannya mau dientot tapi mau ngebunuh gue karena katanya gue punya utang sama dia ...!” Rio menjelaskan pokok persoalannya.



“Gini Nying ... Tau gak arti dikejar-kejar ... Kalau namanya dikejar-kejar berarti maneh lagi diburu orang ... Kalau gak percaya, nih sama aing dikasih kamus ... Baca yang betul!” Tiba-tiba di tangan jin teko terdapat kamus lalu dilemparkan ke pangkuan Rio.



Rio jadi penasaran, kamus itu lalu dibuka dan dicari arti kata ‘dikejar’. Lama Rio mencari-carinya membuat jin teko kesal. Jari jin teko menyentil udara dan kamus itu terbuka sendiri di bagian yang Rio cari. Pemuda itu membaca pelan-pelan, tak lama keningnya berkerut. Diulangi lagi dan berkali-kali, akhirnya Rio menatap jin teko.



“Gimana?” Tanya jin teko sambil melotot.



“He eh ... Bener ...” Jawab Rio pelan dan mengakui kebenaran ucapan jin teko.



“Makanya kalau jadi orang yang pinter ... Pake otak !!!” Respons jin teko benar-benar menggelikan, langsung, lugas, tanpa tedeng aling-aling dan membuat adrenalin Rio meluap-luap sampai ke ubun-ubun.



“Jadi loe bilang kalau gue bodo!!!” Rio berkata dengan nada marah karena merasa diledek.



“Ha ha ha ... Manehna ngaku sendiri ...” Jin teko tertawa terbahak-bahak.



Rio merenung dengan serius, memang tidak ada yang salah dengan perkataan jin teko. Pemuda itu membaca lagi arti kata ‘dikejar-kejar’ dalam kamus dan lagi-lagi ia mendapati kata ‘diburu orang’ dalam artian negatif.



“Hu uh ya ... Dipikir-pikir Aing nu bodo ... Ha ha ha...!!” Rio akhirnya cengar-cengir sendiri dan mengakui kebodohannya. Sekarang dia mengerti kalau meminta kepada jin teko haruslah dengan bahasa yang pasti jangan sampai ada salah tafsir.



Sesaat kemudian Rio pun menceritakan kejadian yang ia alami dari awal hingga akhir dan mereka berdua pun akhirnya tertawa terbahak-bahak.











Bersambung
 
Terakhir diubah:
Asli ngakak bacanya..
Pindahin ke cerbung gan.
G ke cerbung aja gan?
hehe, disini aja om.. cuma beberapa part kok..

makasih yah dah singgah

Ijin mantau hu...
suiiiiiiiiiiip
Mantap,ngakak sumpah....
Mantap jiwa, ditunggu permintaan selanjutnya gan
The Fantasy.
makasih semua dah singgah

u part 2 besok di up

mudah mudahan bisa di page 2

ngarep.com hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd