Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

COMEDY “…..SEBUTKAN PERMINTAANMU….!! (Tamat)

PART 2



"...ANDAI AKU JADI...!!"
















Banyak yang beranggapan bahwa mahasiswa tugasnya hanya belajar. Tentu tidak! Mahasiswa juga punya hak untuk tidur di kelas. Seperti biasa, dalam ruangan kuliah si Rio tertidur lelap tak memperhatikan dosen yang sedang menerangkan materi perkuliahan. Dalam tidurnya Rio bermimpi indah, ia memimpikan kejadian kemarin sesuai harapan dengan apa yang dia harapkan selama ini.





“Yam ... yam ... Andai saja ... Aku jadi orang kaya … Yam ... yam ...” Rio mengigau sambil merubah posisi tidurnya, tadi yang hanya menundukan sekarang menjadi menengadah, kakinya disandarkan pada kursi di depannya dan kedua tangannya melipat di perutnya





“Sssttt ... Rio …” Bisik Galang yang berada tepat di belakang pemuda yang mengigau barusan mencoba membangunkannya, tetapi Rio tetap tidak bergeming. Galang yang merasa khawatir terus menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya itu agar terbangun.





“Ahhh...! Diem akh, gue lagi belanja nih … Hmmm ... Grrrrrrr ...” Tiba-tiba Rio berucap apa yang dia sedang lakukan dalam mimpinya yaitu dia sedang berbelanja di mall. Anehnya walau sedang bermimpi Rio bisa menepuk tangan Galang yang sedang berusaha membangunkannya. Suasana agak gaduh tapi untungnya dosen yang sedang di depan tak memperhatikan mereka.





“Riiooo... Bangun ooiii… Lu jangan buat masalah lagi deh…!!” Galang tetap mencoba membangunkan Rio dengan suara yang sedikit keras dengan harapan Rio terbangun. Galang tahu dosen yang mengajar ini pernah mempersulit Rio untuk mengeluarkan nilai, gara-gara Rio yang sering tertidur saat dia mengajar.





Galang menjadi gemas dan kesal. Memakai cara yang ‘lemes’ Rio tidak mau bangun juga. Akhirnya Galang mendorong kepala Rio dari belakang hingga kepala pemuda yang sedang asik mengigau itu merunduk agak keras sampai-sampai jidatnya hampir menumbuk sandaran kursi kuliah di depannya. Merasa tidurnya terganggu, dalam keadaan kelas yang hening tiba tiba ...





“Lu tuh… Kalo mau, bilang dong... Jangan ganggu gue yang lagi pedekate ama Spg!!” Hardik Rio terbangun dari tidurnya langsung berdiri menghadap Galang di belakangnya secara spontan.





PLEETAAAAK...!!! Sebuah penghapus whiteboard melayang tepat mengenai tengkuk Rio.





“Uannnjinngg suuakiiiit ooiii ... Sapa sih yang lempar, gangguin gue yang lagi aaasssiiikk…..” Rio mengusap tengkuknya merasa sakit, lalu menoleh ke arah datangnya lemparan. Seketika ucapannya terhenti saat mengetahui siapa yang melempar.





“HUAAAAHAHAHAHA…. UUUUUUUUU…..” Seisi kelas yang tadinya hening berubah ramai menertawakan kelakuan Rio.





“SUUUDAAAH DIAM…” Bentak sang dosen membuat semua terdiam sambil menahan tawa. “ASSIIIIKK APA…. AYO LANJUTKAN RIO ...!” Lanjut sang dosen sambil melotot.





“Aaannuuu pak… euuu… euuu…” Rio langsung gagap mati kutu tak bisa menjawab. Dia hanya menoleh kiri dan kanan seakan meminta bantuan teman-temannya yang semua menatap dirinya.





“Oooo iya pak ... Asiikk memperhatikan bapak… Tadi saat bapak menerangkan saya sedikit berfikir gimana caranya agar dengan modal sedikit kita dapat untung besar pak..!!” Rio asal celetuk yang dia ingat adalah tadi si pak dosen sedang menerangkan arti efisiensi dalam sebuah perusahaan.





“Buahahaha…!!!“ Semua mahasiswa di dalam kelas itu tertawa karena ucapan Rio sama sekali tidak berhubungan dengan materi yang diterangkan.





“RIOO… APA KAMU GAK MENYIMAK SAYA SEDANG MENERANGKAN CARA MEMARKET SUATU PRODUK ... SAYA TANYA APA, KAMU JAWAB APA..!! APA KAMU TERTIDUR LAGI?” Tegas sang dosen sambil memicingkan matanya.





“Aaanuu pak…” Keringat dingin mulai mendera. Rio tak menyangka kalau jawabannya membuat dia makin tersudut.





“RIOOO..??” Tekan Dosen.





Tentu saja bentakan dosen membuat Rio merasa terdesak. Ia berpikir harus menemukan jalan keluar agar terhindar dari masalah dengan dosennya ini. Dengan cepat otaknya berputar keras mencari alasan dan tiba-tiba terbersit dalam otaknya suatu pembenaran semaunya sendiri.





“Euuu aanuu ... Begini, saya tuh cuma berfikir gimana caranya menghemat biaya operasional saat membuka usaha pak, jadinya saya akan memarket produknya sendirian langsung ke pasar.” Ide itu terinspirasi oleh mimpinya yang sedang berbelanja.





“Buahahaha…!!!“ Semua mahasiswa tidak bisa menahan ketawanya lagi saat mendengar penjelasan Rio yang ngasal dan gak nyambung dengan materi yang sedang diberikan dosen.





“Diaamm ....!!!” Sang Dosen berteriak sangat kesal. Dan kelas tiba-tiba hening senyap. “Hmmm Baguuss... Karena kamu sudah memahami apa yang saya terangkan jadi buat apa saya menerangkan pada kamu ... Alangkah baiknya kamu tunggu di luar saja saat saya sedang mengajar, karena bapak kesian sama temen-temen kamu yang sudah tertinggal ...” Ujar dosen sambil membuka pintu kelas.





“Eh ... Maksud bapak ??” Rio tak mengerti.





“Silahkan..!!” Dengan dingin dosen mepersilahkan Rio untuk keluar. Mendadak suasana menjadi hening. Melihat perangai dosen yang terlihat keji semua mahasiswa terdiam sambil menyimak kejadian selanjutnya.





“Fuuttts .... Ya pak ...” Rio akhirnya melangkah keluar dengan lemas tak menyangka dirinya bakalan diusir.





“Sabar bro ...” Hibur Galang menepuk pundak Rio saat hendak melangkah.





“Yooi my bro…” Jawabnya lemas dan Rio pun pergi keluar ruangan.













Mulustrasi Rio



Untuk kesekian kalinya Rio harus berurusan dengan dosen yang sama dan permasalahan yang sama. Pemuda tersebut sudah bisa memperkirakan apa yang akan terjadi dengan kuliahnya ini. Langkahnya gontai seperti singa yang dirundung kantuk atau seperti harimau kehabisan daya. Tubuhnya tak tegak, seakan telah menyerah menghadapi masa. Tak lama, ia sudah berada di dalam kantin. Rio duduk melamun di kantin memikirkan nasib dan semua khayalannya yang pupus akibat bermasalah dengan dosennya.



“Apees gue ... Kenapa gue tertidur di kelas, tapi kalo gue pikir-pikir sih, gak semua salah gue, itu kan salah dianya juga, mengapa cara ngajarnya kayak bercerita.” Dumel Rio sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.



Saat sedang asik merenungi nasib, telinga Rio mendengar obrolan yang cukup menarik perhatiannya. Suara wanita yang terdengar manja membuat Rio tidak mampu menahan keinginannya untuk menengok ke belakang. Batinnya langsung merutuk saat mengetahui siapa yang ada di belakangnya itu. “Perempuannya sundal, laki-lakinya bodoh ... Ampun dah ...” Gerutu Rio dalam hati.



“Sayang… Besok kan ulang tahun aku ... Aku pengen kamu ngasih kado spesial buat aku..!!” Manja wanita itu pada kekasihnya.



“Apa sih yang aku tak bisa berikan untuk kamu ... Emang kamu mau apa sih say...?” Tanya si pria membalas kemanjaan kekasihnya. Tanpa terasa, bibir Rio mencibir sinis.



“Aku pengen... Hmmm ... Aku pengen kamu beliin mobil baru dong… “ Jawab wanita itu.



“Lah 6 bulan kemarin kan dah aku beliin mobil..?” Tanya si pria dengan nada herannya.



“Habisnya aku bosen say ... Ama warna ama modelnya ... Boleh kan ya, ya, yyaa ...!! Paksa gadis itu dengan manja.



“Apa sih yang gak bisa buat kamu ...” Jawab si pria membuat Rio semakin panas mendengarnya.



“Ihhh ... Sayang baik deh... !!” Jerit senang si wanita.



“Kalo gini, mending sekarang aja ke dealer, mumpung masih siang!!” Ajak si pria pada wanita itu.



“Aseeekk mau, mau, mau... Ayo dong say cepetan...!!” Kata wanita itu sangat bersemangat lalu terdengar suara kursi berdecit lalu si wanita menarik lengan kekasihnya.



“Iya ... iya ... Sabar dikit kek say...!!” Ucap si pria.



“Hi hi hi ... Gak sabar sih...!!” Ungkap wanita itu makin genit.



Duh kasian banget si Ardi ... Diporotin terus ama si Weni ...” Gumam Rio dalam hati.



Ardi memang anak orang berada sementara Weni adalah kembang kampus yang sangat terkenal di kampus ini. Namun dibalik kecantikannya itu hampir semua mahasiswa di kampus ini tahu siapa Weni sebenernya. Weni anak dari kalangan biasa yang gaya hidupnya bak orang kaya maka dari itu tersebar rumor bahwa Weni itu seorang wanita panggilan highclass. Saat kedua sejoli itu melintas, Rio pun menoleh ke arah mereka.



“Hee Rio… Dikirain sapa…” Sapa Ardi sangat bersahabat.



“Gue dari tadi di sini ...” Sambut Rio pada Ardi sambil tersenyum.



“Yang ayo ah pergi ... Aku risih kalo liat dia … Rasanya mo mual liat wajahnya!!” Ujar Weni saat menatap Rio.



Kampret nih cewek … Mentang-mentang cantik … Awas lu, liat aja ntar gua bales!” Kesal Rio dalam hati.











Mulustrasi Weni









“Ha ha ha … Jangan gitu dong say, dia kan temen kuliah aku!!” Ardi coba memperingati kekasihnya.



“Huuu ...” Weni cemberut sambil buang muka.



“Ya udah … Jangan cemberut, ntar cantiknya hilang ...” Ardi menjiwil dagu kekasihnya, dan tak lama Weni langsung meninggalkan Ardi.



“Yo, gue cabut dulu yah, dari pada dia ngambek ... Ntar gak ada yang ngelonin gue lagi kalo ngambek...!!” Pamit Ardi hendak mengejar Weni. “Oh iya, Yo ... Lu di cari akademik tuh ... Disuruh ngehadap…!!” Ardi berbalik lalu berteriak pada Rio.



“Iya ... iya ...” Jiwa dan raga Rio menjadi lemes saat mendengar bagian akademik mencarinya.



Rio hanya termangu di kursinya merenung. Helaan napas terdengar, beban hidupnya terasa semakin berat saja. Permasalahan datang bertubi-tubi, seolah-olah menghadapi seribu permasalahan. Rio sedikit menyesali akan takdirnya terlahir dari orang yang serba kekurangan. Ayahnya hanya sekedar buruh bangunan yang tak tentu pendapatannya dan ibunya hanya membuka warung kecil-kecilan di rumah. Ditambah orangtuanya memiliki 5 orang anak, Rio sendiri anak pertama, mereka menyekolahkan Rio untuk mendapatkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dengan harapan menjadi orang sukses yang akan membantu adik-adik Rio nantinya.



Sambil menghela nafas panjang, Rio pun bangkit dari duduknya lalu merogoh dompet dari saku celananya. Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala sembari memandangi dompet miliknya yang lusuh yang hanya berisi 3 lembar uang 2000-an.



“6000 rebu, haaaa ...” Hati Rio semakin nelangsa, betapa nasib tidak berpihak padanya.



Sudah hampir 4 minggu orangtuanya tak mengirim uang bulanan. Padahal, pemuda itu sudah beberapa kali ditagih uang semesteran dan juga ditagih bayar sewa kamar oleh pemilik kos. Ah, boro-boro bayar uang kos, hutangnya pada teman-teman dan untuk makan saja belum terpikirkan. Kepalanya mendadak pusing tujuh keliling. Buat mahasiswa anak rantau yang kuliah di kota besar, sudah pasti nyari kosan dari jauh-jauh hari, karena tidak mungkin pulang-pergi setiap hari meskipun orangtuanya pemilik maskapai penerbangan. Tetapi salah satu yang ditakutkan anak kos adalah dapet tempat kos yang pemiliknya galak, hiks. Dan pasti semua mahasiswa yang ngekos pernah ngalamin nunggak uang kosan. Apalagi bagi yang ngekos bulanan. Tak jarang para anak kos harus kucing-kucingan dengan pemilik kos, karena takut dimintai uang kos.



Akhirnya Rio pun pergi meninggalkan kantin untuk menghadap ke ruang akademik. Dada Rio terasa sesak dan langkahnya pun sangat berat. Namun ia tetap bergerak ke ruang akademik untuk menyelesaikan permasalahan uang semesterannya. Beberapa menit berselang, Rio sudah berada di ruang akademik.



“Maaf Bu ... Saya Rio ... Ibu memanggil saya?” Rio bertanya pada wanita setengah baya yang duduk di meja kerjanya.



“Ohh iya ... Ini ada surat peringatan dari yayasan perihal keterlambatan uang semesteran kamu... Padahal sebentar lagi mau masuk semester baru lho...!!” Jawab ibu bagian akademik sambil menyodorkan surat tagihan.



“Ehh ooh…” Rio langsung tak tenang dengan adanya surat peringatan untuk dirinya.



“Anuu bu... Maaf, orangtua saya memang belum memberi, mungkin saya usahakan bulan-bulan ini bu saya bayar...” Dalam sekejap Rio terkejut, tak mengira mulutnya akan berkata demikian. “Mati gue, dimana gue dapet duit bulan ini, nih mulut gak bisa diajak kompromi langsung celetuk aja...” Sesal pemuda itu dalam hati. Rio menyesali mengapa dia berjanji seperti itu.



“Baik lah ibu pegang janji kamu, tapi kalo kamu gak bayar jangan salahkan ibu kalo yayasan memberhentikan kamu lho ... Ya udah, ibu cuma mo bilang itu aja ...” Ujar ibu bagian akademik.



“Ya bu ... Saya usahakan ...” Jawab Rio lemas.



Rio pun mundur dari hadapan ibu bagian akademik lalu keluar dari ruangan tersebut. Rio benar-benar puyeng memikirkan masalahnya yang berkutat dengan masalah uang. Pemuda itu berpikir, alangkah enaknya kalau ia menjadi orang kaya. Saking pusingnya akan yang namanya uang akhirnya Rio memutuskan untuk pulang kekosan. Dan uang yang ada di dompet pun harus melayang untuk membayar angkot. Lengkap sudah penderitaan Rio karena perutnya kini menangih minta diisi.



Rio berdiri sejenak di depan pintu kamar kosnya. Rio memejamkan matanya dengan jidat bersandar di pintu berniat mengistirahatkan pikirannya yang sudah sangat lelah, namun niatnya tertunda karena ada seseorang yang menyapa dirinya.



“Halooo… Rio… eh Rio… Rionya mana kok dari kemarin gak keliatan... Aku kok kangen dia sih... Kamu tau gak Rio dimana... Nomor teleponnya... Rumahnya?“ Tiba-tiba Fenty yang muncul dihadapannya langsung nyerocos bertanya dengan sedikit genit sambil celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang.



Tumben Fenty lonte genit ke gue... Apa jangan-jangan dia tau lagi yang tidur ama dia itu gue.” Pikir Rio merasa kegeeran.



“Lah ini Rio Mbak… Emang gak keliatan segitu gedenya di depan Mbak, he he he...!!” Rio mencandai Fenty sambil cengengesan.



“Ehh...!” Mimik Fenty berubah memperhatikan Rio.



“Lah, tadi mbak bilang kangen ... Nih Rio dah di depan mbak ...” Rio memasang muka mesum.



“Haaa... Apa… Apa gak salah denger? Sapa lagi yang kangen lu... Ngacaa dong…! Kamu tuh udah mah kere, item …jelek ... ohhh iya, tambahannya hidup lagi ... Hi hi hi ...” Hina Fenty.



Brengsek nih lonte... Masih aja ngehina gue...!!”Gumam Rio dalam hati. Rio pun males meladeni Fenty dan langsung membuka pintu kabar berniat untuk meninggalkan Fenty yang masih celingak-celinguk mencari seseorang.



“Eh Rio… Mana Rio?” Teriaknya tersadar saat Rio akan masuk kamar kosnya. Rio pun berbalik lalu berkata,



“Jadi ketagihan yah ... Enak kan kontolnya, ha ha ha ... Kata Rio dia kangen ama bibir dodol dan bau aroma domba Garutnya, ha ha ha ...” Rio meledek membuat Fenty tersentak kaget saat Rio berkata demikian seolah Tahu yang Fenty lakukan dengan “Rio” yang dia kangenin.



“Blukkk...!!!” Rio menghempaskan tubuhnya di atas kasur setelah menutup pintu kamar.



Kenyataan hidup seperti apa ini? Udah mah kere, ditambah banyak hinaan ...” Batin Rio sembari memukul-mukul jidatnya sendiri.



Sambil tiduran perlahan matanya mengarah pada teko tembaga yang terletak di atas lemari. Rio bergidik ngeri dalam sekejap, ia teringat pada pengalamannya saat meminta sesuatu pada jin penghuni teko tembaga tersebut. Sejak saat itu, Rio tidak pernah lagi menyentuh teko, ia merasa paranoid dan tidak percaya pada jin teko lagi lantaran telah membahayakan hidupnya, meskipun demikian ada suatu hal yang membuat Rio berterima kasih terhadap jin teko, meski waktu itu wajah dia telah kembali berubah ke asal tetapi ada hal yang tak berubah, yaitu ukuran kontolnya, entah itu hanya perasaan/sugesti, yang jelas Rio merasakan bahwa kontolnya sekarang makin besar dan berurat, semakin gagah dilihat jika sedang ereksi dibandingkan dulu.



Cepet atau lambat yang punya kosan pasti akan datang nagih uang bulanan, gue musti bilang apa ama dia...” Pikir Rio sesekali dia mengodok dan mengelus kontol kesayangannya, hal ini ia lakukan untuk melepaskan beban diotaknya dengan sedikit berbangga pada ukuran kontolnya yang sekarang.



Ah ... Lebih baik kabur dulu ke tempat si Galang sampe uang datang ...” Batin Rio lagi sambil beranjak dan keluar dari kamar kosnya.



“Den Rio ...!” Suara itu cukup membuat Rio terkejut saat hendak mengunci kamar. Lantas ia menoleh ke arah sumber suara di belakangnya. Terlihat wajah Bi Inah mendung seperti langit mau hujan.



“Ya, Bi ... Ada apa ya?” Tanya Rio terheran-heran, memang selama ini Bi Inah tak menjaga jarak dengan keadaan dirinya apalagi menghina fisiknya, namun melihat wajah Bi Inah yang ditekuk membuat Rio penasaran.



“Sebelumnya bibi minta maaf ... Bibi mau minta tolong ...” Katanya pelan.



“Mau minta tolong apa ya bi ...?” Tanya Rio. Sekilas pemuda itu melirik dada Bi Inah yang menggelembung dan langsung saja permasalahan yang menggelayuti pikirannya menghilang.



Waduh ... besar sekali uy ...” Rio tenggelam dalam pikiran mesumnya.



“Bibi mau pinjem uang, den ... Untuk bayar sekolah anak-anak ...” Kata Bi Inah dengan menundukan mukanya karena malu.



“Hhhhmm ...” Rio berpikir sejenak. Bagaimana ia bisa menolong Bi Inah sementara dirinya pun sedang memerlukan pertolongan orang lain.



“Duh Bi.. Nanti aja yah ... Aku pikirin deh, kalo ada aku bantuin deh, itu pun kalo ada ...” Jawab Rio.



“Iya Den, kalo bisa mah bibi harap aden bisa bantuin bibi, soalnya harapan cuma ke aden bibi bisa berharap, yang lainnya juga gak bisa pada bantu.” Harap Bi Inah sambil menggoyangkan kakinya dan menunduk mungkin karena malu. Rio hanya bisa meneguk lidah melihat belahan dada Bi Inah yang semakin leluasa melihatnya saat menunduk.



“Iya bi, entar kalo ada, Rio langsung kasihkan ke bibi ...” Rio berjanji.



“Bener den... Duh bibi seneng ... Pokoknya bibi mau lakuin apa aja deh kalo bener aden mau bantuin bibi ...” Bi Inah kegirangan langsung memeluk lengan Rio, tubuh Rio langsung gemetar bisa merasakan kekenyalan buah dada Bi Inah kembali.



“Emak…!!” Tiga putri Bi Inah tiba-tiba muncul kembali membuat Rio seketika panik teringat saat dirinya menyetubuhi Bi Inah. Rio menarik lengannya dari dekapan Bi Inah, tapi Bi Inah makin erat mendekapnya, Rio pun makin panik dan berusaha melepaskan tangannya.



“Biii... Lepasinn dong ...! Gak enak ama anak bibi ...” Bisik Rio, tetapi Bi Inah malah semakin erat mendekap.



“Emak ... Kok Kak Rio panik gitu ... Kayak yang habis kena gerebek ...?” Ucap cuek putri pertama Bi Inah sembari memperhatikan Rio.



“Iya...!” Kata adik-adiknya membuat Rio berkeringat dingin gak tenang hati.



“Emak… Gimana uangnya teteh? Udah ditagih nih ...” Tiba-tiba putri pertama Bi Inah murung diikuti adik-adiknya tak menghiraukan ibunya yang mendekap lengan Rio.



“Kak Rio mau bantu emak... sabar yah...!!” Jawab Bi Inah tanpa melepaskan dekapannya, dan Rio masih tetep meronta ingin melepaskan dekapan Bi Inah. Tiba-tiba ketiga anak Bi Inah langsung memeluk Rio dan ibunya.



“Makasih kak... Kakak baik deh ... Andai kakak mau gantiin bapak, kita bakalan seneng deh...” Ucap putri sulung Bi Inah.



Koplok ...! Sapa lagi yang mo jadi bokap kalian… Ogah gue... Emang gue pengen ngewe mak lu tapiii… Ahhh ini kagak lepas-lepas lagi!” Pikir Rio.



“Mak, mana sih cowok yang ngewe emak kemaren? Aku masih kesel ama dia ... Enak aja ngewe emak gue, kalo ketemu teteh bikin tuh cowok bengep!” Geram anak pertama Bi Inah, celetukan anak pertama Bi Inah membuat Rio meneguk ludahnya.



Duh mati gue… Jangan sampe tau itu gue ...” Keluh Rio dalam hati. Rasa khawatir Rio mengalahkan segala rasa lelah yang menghinggapi jiwa dan raganya.



“Huuusss teteh ...!” Bi Inah merasa malu ama Rio, membuat dekapannya mengendur. Tak disia-siakan kesempatan ini, Rio pun langsung melepaskan diri lalu pergi meninggalkan Bi Inah.



“Ehh den..” Teriak Bi Inah.



“Nanti bi, Rio kabari...!” Rio pergi meninggalkan kosnya.



]Rio berlari-lari kecil meninggalkan Bi Inah dan anak-anaknya. Rio masih merasa keder oleh ketiga anak Bi Inah. Lebih baik menyingkir daripada harus berdekatan dengan mereka. Rio terus berlari hingga akhirnya berjalan kaki karena merasa sudah jauh dari tempat kosnya. Karena tidak ada lagi uang, Rio terpaksa berjalan kaki menuju rumah Galang, padahal lumayan jauh rumah sahabatnya itu. Saat Rio menyeberang jalan ...



“Tiiiinnnnn…!!!” Sebuah mobil sedan keluaran terbaru mengklakson Rio hingga dirinya melompat kaget.



“Eh cowok jelek! Ngapain lu ngalangin jalan!!” Tiba-tiba nongol kepala Weni dari dalam mobil. Rio pun terkejut sekaligus kesal saat dirinya disebut-sebut sebagai cowok jelek.



Uanjjiinng… Mobil baru... Beneran si Ardi beliin dia...” Gumam Rio dalam hati, melihat mobil yang dipakai Weni berplat putih.



“Malah bengong ...! Udah minggir sana ...! Orang kayak lu tuh, bikin dunia makin sempit.” Ucap Weni kasar.



“Ehh Anjinng ... Dasar lonte lu ... Cuma jualan memek aja sok keren!” Rio memaki tak terima ucapan Weni, tetapi wanita itu tak peduli makian Rio, Weni melajukan mobilnya dan hampir menyerempet Rio.



“Anjing liat aja lu ...! Jangan panggil gue Rio kalo gak bisa nundukin lu ...!” Teriak Rio memaki pada Weni yang semakin menjauh dari pandangannya.



Sebab penghinaan wanita itu, membuat amarah Rio muncul menggelegak. Yang Weni lakukan pada pemuda itu adalah sebuah penghinaan yang teramat dalam. Lalu, entah apa yang muncul dipikiran Rio, semenjak beberapa kejadian yang membuat dirinya sakit hati atas segala hinaan dan masalah yang dihadapi, terbersit senyum menyeringai penuh dendam dan Rio pun langsung berbalik dan kembali ke kosannya. Tanpa berpikir panjang, buru-buru Rio berjalan dan saat sampai di kosannya, yang pertama dia temui adalah Bi Inah di dapur.



“Bi...” Panggil Rio saat melihat bi Inah sedang duduk murung di meja makan.



“Eh, iya den kenapa?” Tanya Bi Inah.



“Begini, bi ... Bi Inah tadi bilang kan, mau lakuin apapun itu jika aku membantu bibi ... Jadi kalo dipikir-pikir, oke saya akan bantu, tapi Bi Inah jangan lupa ama janjinya ...” Ucap Rio sambil tersenyum sedikit nakal.



“Oh i-iya, den ... Bibi siap ... Pasti bakalan lakuin apa yang aden minta ...” Wajah Bi Inah mendadak semringah. Hatinya sangat senang karena Rio bisa membantu kesulitannya.



“Ya udah ... Saya mau ambil uang dulu ... Setengah jam lagi, saya nemuin bibi di rumah ...” Kata Rio sangat percaya diri.



“I-iya den ... Terima kasih sebelumnya ... Untung ada Den Rio ...” Ucap Bi Inah sambil mengambil kedua tangan Rio lalu ditempelkan di dadanya. Karuan saja Rio seperti terkena setrum dengan tubuh menegang menahan hasrat di tubuhnya.



“Iya Bi ...” Sahut Rio yang tangan jahilnya sedikit meremas payudara Bi Inah.



Pembantu kosan yang genit itu pun berlalu dari hadapan Rio memberitahukan kabar baik pada tiga putrinya yang berada di rumahnya dan menunggu Rio di sana. Sedangkan Rio masih terpaku di tempatnya. Mata Rio melotot saat Bi Inah berjalan seperti bebek, pantatnya ke kiri dan ke kanan dan kaki melangkah saling silang. Pemuda itu terbawa oleh gelora birahi yang dimainkannya hingga pikirannya menjadi buntu. Semua kekesalan dan keraguan pada jin teko yang kemarin membakarnya kini menguap sudah terhapus oleh dendam dan hasrat birahinya.



Secepat kilat Rio kembali ke kamarnya. Teko tembaga yang sengaja ia simpan di atas lemari diambilnya. Untuk beberapa saat Rio memandangi teko tembaga yang sudah di tangannya sambil menghela nafas keras lalu tanpa ragu lagi pemuda itu mulai menggosok dan memanggil jin teko untuk keluar.



“Hai jin penunggu teko ... Keluarlah!!!” Ucap Rio yang suaranya dibuat nge-bass sambil mengusap-usap teko tembaga. Tak perlu menunggu satu detik, langsung saja keluar asap dari teko tembaga itu kemudian asap tersebut bertukar menjadi jin.



Namun apa yang dilihat Rio membuat dirinya terbengong cengo menyaksikan jin teko yang sedang terpejam dengan posisi duduk berselonjor sambil mengocok penis kecilnya. Suara desahan keluar dari mulut jin teko tanpa menyadari kalau ia sudah berada di luar tempat tinggalnya. Beberapa detik berselang, Rio tertawa terbahak-bahak melihat jin teko sedang asik beronani. Seketika itu juga, jin teko terperanjat kaget, kepalanya sangat cepat menengok ke arah Rio. Buru-buru jin teko menarik celananya ke atas lalu berdiri bertolak pinggang di hadapan si pemuda yang sedang tertawa itu.



“Si anying ... Ganggu wae sia ... (Si anjing ... Ganggu aja lu ...)!” Geram jin teko dengan matanya yang melotot, seakan ingin keluar saja.



“Ha ha ha ... Sorry om jin ... kagak sengaja ... Ha ha ha ...” Rio tak bisa menghentikan tawanya ketika ingatannya terus memutar kejadian barusan.



“Ah, borokokok siah... Boro-boro hayang seuri ... Aya naon silaing ngageroan? (Sialan lu ... Boro-boro pengen ketawa ... Ada apa manggil aku?)” Tanya jin teko masih terdengar sewot.



“Ha ha ha ... Sorry ... Sorry ... Sebentar ...” Rio berhenti dari tertawa lalu perlahan berusaha menguasainya dengan menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan-lahan. “Om jin ... Aku minta uang ...!” Terucap permintaan Rio dari mulutnya.



“Haaaa…. Duit???” Jin teko termenung bingung.



“Eh ... Kenapa jadi bengong?” Tanya Rio heran



“Menta nu lain we lah… tong nu kitu..!...(Minta yang lain aja, jangan yang itu..!!)” Jawab jin teko membuat Rio terkejut.











Mulustrasi Jin Teko









“Beuuu ...! Katanya bisa mengabulkan semua permintaan ... Sekarang aku minta uang ... ngaku jin segala bisa tapi nyatanya cuma jin KW ini mah yang tak bersetifikat keabsahannya ...” Protes Rio dengan nada meninggi tapi terkesan meledek.



“Ih si eta lain kitu ... Masalah duit mah ... Sensitif pisan atuh jang ... Mendingan minta yang lain ... Eeeuuuu iyeu yeuh, koleksik bokep JAV terlengkap sepanjang masa mun erek mah...!!” Sambil menjentikan jarinya lalu muncul lemari dengan deretan DVD JAV Original di hadapan Rio. Kembali jin teko bertahan dan enggan memenuhi permintaan tuannya kali ini, dengan merayu Rio memperlihatkan koleksi DVD JAV miliknya.



“Saya gak butuh yang gitu jin, pokoknya masa bodo ... GUE GAK PEDULI ... Pokoknya, gue sekarang minta uang ...!” Ucap Rio setengah memekik. Jin teko mengetuk-ngetuk jidatnya, kali ini jin teko benar-benar bingung.



“Eh ... Malah bengong ... Buruan ...!” Paksa Rio lagi.



“Ok ... Deal ...!!!” Ucap jin teko. Jin pun langsung menjentikan tangannya dan terciptalah sebuah asap putih di hadapan Rio, semakan lama asap itu semakin pudar hingga akhirnya mata Rio tertuju pada suatu benda. Sebuah tastravel besar berwarna hitam teronggok di lantai kamar Rio.



“Jin, saya tuh minta duit bukan tas ... Tas buat apaan?” Protes Rio gak puas.



“Ai maneh belegug-belegug teuing ... Tempo heula jerona karek protes..!! Boga dosa naon aing boga dunungan belegug-belegug teuing! (Kamu tuh bego amat sih ... Liat dulu isinya baru protes!! Punya dosa apa aku ini, sampe punya boss bego amat).” Jin menepok jidat.



Rio menyipitkan mata. Menatap lekat-lekat pada jin teko. Ada rasa tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Pemuda itu merasa jin teko sedang mencandai dirinya lagi. Namun karena penasaran, akhirnya Rio pun mendekati dan mengamati tas di hadapannya, terlihat tas yang memiliki gambar suatu logo terkenal merek olahraga di tepi atas kanannya terselip sebuah pin bermotif seekor burung. Diangkatnya tas itu oleh Rio untuk dipindahkan ke atas kasur.



“Anjing beraaaattt... Aapa ini isinya?” Rio bersusah payah memindahkan tas ke atas kasur.



“Si eta ... Kukulutus wae ... Lain ditempo heula jerona...!! (Duh nih orang bisanya ngomel aja ... Bukannya diliat dulu dalemnya).” Ujar jin teko sembari geleng-geleng kepala.



“Berat nyaho… Bantuan, lain ngaledek wae! (Berat tau ... Bantu, bukannya ngeledek!).“ Timpal Rio setengah kesal.



“Males akh...!” Jawab jin teko malah duduk di samping Rio.



“Dasar jin katro ...!” Ucap Rio pelan. Kemudian Rio pun dengan hati-hati membuka reseleting tas itu. Saat dibuka, Rio pun langsung tersentak melompat ke belakang membuat jin teko pun kaget dibuatnya dan ikut melompat menjauhi tas.



“Anjing ...! Aya naon ...? Tong ngareureuwas aing! (Anjing ...! Ada apa ...? Jangan bikin kaget saya dong!!).” Hardik jin teko.



“Jinnn…” Ujar Rio terpana pada isi dalam tas. Matanya melihat gepokan-gepokan uang berwarna merah yang tersusun rapi di dalamnya.



“Naon.. ? (Apa..?)” Tanya jin teko.



“Jinn....” Rio masih terpana tak percaya.



“Apa...?” Jin teko sedikit kencang menjawabnya.



“Jiiiin….” Rio mengulang memanggil jin teko.



“Ai maneh Jan... Jin... Jan… Jin... Naon atuh ngageroan wae!! (Dasar kamu Jan... Jin... Jan... Jin... mau apa!!” Kesal jin menoyor jidat Rio.



“Aiiisss ... Bisa gak situ dramatisss dikkittt aja… Syoookkk ini tau!!! Tau ssyyoookk gak..??” Rio pun kesal dengan perlakuan jin teko.



“Teuing akh lieur... (Tau akh pusing).” Jawab jin teko singkat.



“Jin ... Ini uang gak salah…? Nih asli gak..?” Rio kembali mendekati tas itu lalu mengambil dan menilik salah satu gepokan uang. Jin teko pun penasaran lalu mengambil gepokan uang dari dalam tas tersebut.



“Teuing atuh ... Asli meureun!! (Gak tau ... Asli mungkin!!)” Jawab jin teko sambil melempar kembali gepokan uang di tangannya ke dalam tas.



“Jiinnn ... Satu kata buat kamu… !!” Tersembul senyum di bibir Rio sambil menoleh ke arah jin teko.



“Apaan?” Tanya jin teko tak peduli.



“I Lop yu pul… Jin….” Rio melompat ke arah jin memeluk dan mencium bibir jin teko.



“Puaaah… Puaaah... Anying... Aing lain maho ******… Aing normal keneh… Puaaah ... Anyingng ... Geuleuh kieu… Puaaahh...!“ Jin teko terus melepehkan mulutnya tak terima bibirnya dicium Rio. Rio melompat kegirangan sambil menghaburkan uang yang ada dalam tas, entah berapa ratus ribu helai uang merah menerpa tubuh Rio, tetapi Rio tak peduli dia masih terhanyut akan kegembiraan yang amat sangat karena harapannya telah terkabul. Sedangkan jin teko di sudut ruangan masih melepehkan mulutnya, terus menggosok gigi dan terus berulang-ulang tak terima mulutnya dicium oleh Rio.



Tentu saja Rio sangat senang mendapati uang sebanyak ini. Terbayang sudah motor sport atau smartphone kekinian. Namun tiba-tiba bayangan itu terhapus oleh body montok Bi Inah. Apa yang ada di khayalan Rio benar-benar memikat dan menerbitkan air liurnya. Saat Rio menoleh ke arah jin teko yang sedari tadi di sudut ruangan ternyata kini tak nampak di sana. Rio itu pun tak peduli pada jin mungkin dia kembali ke teko, kini ia sibuk menyusun uang yang telah dia hamburkan lalu memisahkan beberapa gepok uang merah ke dalam tas kuliahnya, dan sisanya yang masih menumpuk banyak ia masukkan ke dalam lemari.



“Akhirnya bisa juga gue kerjain si montok Inah ... He he he ...” Gumam Rio dalam hati sembari mempermainkan beberapa gepokan uang berwarna merah di tangannya.



Rio sudah sangat tidak sabar langsung melenggang meninggalkan kamarnya menuju rumah Bi Inah yang letaknya di belakang kosnya. Tak berapa lama Rio pun tiba di rumah kecil Bi Inah, diketuknya rumah Bi Inah perlahan sambil celengak-celinguk melihat kondisi rumah Bi Inah. Tak lama kemudian pintu rumah Bi Inah terbuka lebar-lebar. Di hadapannya sosok Bi Inah yang tersenyum kemayu berdiri tegak menyambutnya dengan hanya memakai daster yang kekecilan, terlihat dari roknya hanya sebatas lutut serta tonjolan payudara yang tercetak jelas oleh daster yang tak mampu menutupi lekuk tubuh Bi Inah secara sempurna.



“Boleh masuk, Bi ...!” Seru Rio semringah harapannya untuk menikmati Bi Inah pun makin dekat.



“Iya, den masuk aja...” Jawab Bi Inah sembari mempersilahkan masuk pada Rio. Pemuda itu memperhatikan seluruh rumah kecil Bi Inah. Rumah yang hanya memiliki satu kamar dan dapur yang menyatu dengan ruang tengah. Lalu duduk di kursi tamu, Bi Inah pun duduk di hadapan Rio.



“Bi, Mamang kemana?” Tanya Rio sedikit hati-hati menanyakan suami Bi Inah.



“Yah gitu lah den, buat apa atuh bibi minta tolong dipinjemin duit ke aden kalo mamang ada mah.” Sedikit menunduk dalam duduknya, tetapi yang membuat Rio menelan ludah adalah Bi Inah duduk dengan kaki yang mengangkang, memperlihatkan celana dalam berwarna krem di antara pahanya yang putih.







Mulustrasi Bi Inah



“Oh…” Rio hanya manut, tetapi matanya tetap tertuju pada selangkangan Bi Inah. “Anak-anak kemana?” Rio lanjut bertanya sambil beringsrut menurukan badannya karena penasaran pada paha Bi Inah.



“Lagi ke warung, disuruh beli bumbu dapur.” Jawab Bi Inah yang masih menunduk, tetapi seolah tahu aksi Rio pada dirinya. Bi Inah pun semakin mengangkangkan kakinya.



“Ooo… Kok bisa yah mereka bersama-sama terus bertiga?” Rio terus mengajak bicara Bi Inah, badannya semakin tak nyaman akibat kontolnya yang udah ngaceng melihat paha Bi Inah.



“Sengaja Den ... Saling ngejaga ... Tau sendiri jaman sekarang banyak culik.” Jawab Bi Inah sekenanya.



“Oooo ... Terus kapan mamang pulang?” Rio bertanya kembali, tangannya mulai merogoh dan memperbaiki posisi batang penisnya.



“Ih aden nanya terus ... Katanya mo ngasih pinjam ... Uu..upsss aden mo ngapain?” Saat menengadah Bi Inah memergoki Rio yang sedang meregoh celananya. Matanya tertegun menatap tonjolan di balik celana Rio.



“Eeh ... Maaf Bi ... Posisi sedang offside ... He he he ...” Rio merasa malu aksinya terpergoki Bi Inah dan langsung menarik tangannya.



“Oh iya bi ... Sebentar ...!” Rio pun merogoh tas yang dibawanya lalu mengeluarkan 2 gepok uang langsung diletakkan di atas pangkuan Bi Inah. Dan langsung saja mata wanita setengah baya itu terbelalak saat melihat segepok uang di atas pahanya. Rio pun bangkit dan jongkok di samping Bi Inah sambil menepuk uang di atas paha Bi Inah.



“Bibi mau uang itu?” Rio setengah berisik.



“I-iya ... Ma-mau, den ...” Sahut Bi Inah gagap karena terlalu senang akan mendapatkan uang sebanyak itu.



“Bii ... Aku akan memberikan uang ini buat bibi, jadi bibi gak usah meminjam, tapi semua itu ada syaratnya ...” Bisik Rio semakin nakal. Tangan pemuda itu mulai merayapi pahanya Bi Inah bahkan dengan lembut meremas-remasnya.



“Apa deenn syaratnya ... Bibi pasti akan lakuin buat aden ...” Mata Bi Inah terpejam menahan rasa geli pada pahanya.



“Syaratnya ... Hemm ...” Tangan Rio semakin nakal dan elusannya mulai marambah pada bukit kembar pada dada Bi Inah, lalu meremasnya dengan lembut.



“Ahhhhh, dddden ... Terrrserraahh aden ajaa ... Bbbiiibii mah Paaasssraaahhh aajjjaa ...” Desah Bi Inah. Elusan Rio memancing birahi Bi Inah.



Rio seperti diberi lampu hijau. Perlahan-lahan, tangan pemuda itu mengangkat daster Bi Inah dari bawah. Wanita setengah baya yang sudah terangsang itu pun hanya pasrah pakaiannya dibuka. Akhirnya di hadapan Rio, Bi Inah cuma memakai BH dan CD membuat Rio semakin gila. Bi Inah yang sudah lama tidak merasakan kejantanan laki-laki tidak kalah gilanya dengan pemuda yang menginginkannya. Segera saja wanita itu melepas BH dan CD-nya, lalu merebahkan diri terlentang dengan membuka pahanya lebar. Rio langsung melucuti pakaiannya sendiri dan segera menindih mangsanya.



“Aku ingin sekali ngentotin bibi dari dulu ...” Suara Rio menggeram. Tanpa foreplay, Rio langsung saja memasukan penisnya ke tempat yang semestinya.



“Aaahhhh, den .... Eeennaakkk ...” Bi Inah mendesah nikmat saat sesuatu menyoblos organ intimnya.



“Uugghhh ...!” Hingga akhirnya keseluruhan kejantanan Rio tenggelam di dalam lubang kenikmatan Bi Inah. Rio membiarkan seperti itu beberapa saat, lalu menggerakkan miliknya.



“Ah ...” Desah Bi Inah.



“Ini eenaakk ... seekalliii ...” Rio menengadahkan wajahnya menikmati sensasi jepitan vagina milik Bi Inah.



“Oh ... Deennn ... Aaahh ...” Wajah Bi Inah sudah kelihatan sayu, begitu memuja Rio yang sedang menghujamkan kejantanannya begitu keras.



Rio mempercepat gerakannya. Pemuda itu merasa sedang berada di surga dunia. Bi Inah mengalungkan kedua tangannya ke leher Rio dan melumat bibirnya. Rio semakin kalap, ia langsung bergerak cepat dan keras. Dihantamnya titik-titik syaraf nikmat Bi Inah yang pasrah menggoda.



“Ouhhh ... Deenn … Sialan kontolmu itu ... Ssshh ... Terusshh …” Bi Inah menjerit dan mendesah tak beraturan.



“Aahh ... Memek Bibi juga menjepitku ... Eunghh ...” Rio merasakan kewanitaan Bi Inah berkedut. Lalu mempercepat gerakan menusuk lubang surga wanitanya itu.



“Aahh ... aahhk ... Bibi sampaaaaiii ... Deeennn … Aarghh ... Keeeluaarrr ....!” Bi Inah mengejang saat gelombang orgasme melandanya. Bukannya membiarkan Bi Inah menikmati pelepasannya, Rio malah makin menghujam kuat lubang gemetar Bi Inah.



“Aaakhhh …!” Bi Inah mendesah merasakan ujung kejantanan Rio menyentuh titik nikmatnya.



Rio meraih wajah Bi Inah untuk mendapatkan bibirnya dalam kuluman bibir Rio. Berpagutan penuh nafsu dengan tubuh yang bergesekan erat karena gerakan naik turun alat kelamin mereka. Desahan tertahan keduanya mengalun bersahutan dengan suara hentakan tubuh bawah mereka. Bi Inah mendesah dan mengerang nikmat. Ia hanya mampu berpegangan pada bahu Rio.



“Aarrghhh ... Aku maauu keluaaaar ...” Rio hendak mengangkatnya menjauh agar ia bisa melakukan pelepasan di luar Bi Inah. Tetapi wanita setengah baya itu malah menahannya.



“Di dalam saja ... Ouhhh ... cepat…” Bi Inah dengan tidak sabaran menekan kakinya di pantat Rio.



“Bibi ... yak ... Aakkhh ... Aaarrgghh …” Rio memejamkan mata menikmati pelepasannya di dalam Bi Inah.



Sesaat mereka terdiam membiarkan tubuh mereka merasakan sisa-sisa kenikmatan yang telah mereka capai. Rio masih menindih tubuh Bi Inah dengan kejantanannya yang masih tenggelam di lubang nikmat wanita paruh baya itu. Setelah menuntaskan birahinya, Rio turun dari atas tubuh Bi Inah, kemudian merebahkan tubuh di samping Bi Inah.



“Emaaak...!” Terdengar teriak anaknya Bi Inah memergoki mereka berdua.



“Bujubuneng anak Bi inah dateng... Mampus gue bakalan babak belur nih gue...!”Panik Rio dan langsung meraih pakaiannya dengan cepat dipakainya, lalu menjauh dari para putrinya Bi Inah, berbeda dengan Bi Inah hanya bisa tersenyum pada para putrinya.



“Teh, kamu dah pulang...” Tanya Bi Inah tanpa menutup tubuhnya malah semakin mengangkang memperlihatkan lubang memeknya yang menetes sperma Rio.



“Emak ngentot ama Kak Rio..?” Tanya putri nomor dua heran.



“Iyaaa nak, Kak Rio minta bantuan emak untuk mijet kontolnya. Cuma memek emak yang bisa mijet kontolnya kak Rio.” Jawab Bi Inah yang masih merasakan nikmat orgasmenya yang tak pernah dia rasakan selama ini.



“Emak, ini uang sapa?” Tiba-tiba putri nomor satu menunjuk dua gepok di atas lantai.



“Itu uang Kak Rio ... Dia ngasih ke emak untuk sekolah kalian ... Besok kita bayar semua tunggakan sekolah kalian ama beli buku dan seragam baru.” Jawab Bi Inah lalu bangun dan memakai pakaian dalamnya.



“Haa ... Betul kak...?” Teriak putri nomor satu mendekat.



“JJaaangan mendekat ...! Kakak mintaaa ... Maaf ... Uuuddaahh ttiiddur ama eemak kalian..!!” Rio mundur ketakutan saat putri nomor satu mendekati dirinya.



“Ngomong apaan sih kak Rio? Aku kan cuma nanya beneran ini buat sekolah kita.” Kembali putri nomor satu bertanya.



“Ehh iiyaa ...” Gagap Rio.



“Aseeekkkk ...” Mereka bertiga melompat-lompat dan berteriak senang.



“Keliatannya musti balik ke kosan ... Bibi harus kerja lagi, Den ...” Tiba-tiba Bi Inah bangkit lalu memakai pakaian di hadapan Rio.



“Eeh iiyaa Bii ... tappi ittu cukuup kan...?” Ucap Rio yang masih merasa tak enak pada para putrinya, apalagi Bi Inah terang-terangan memakai pakaian di hadapan mereka juga.



“Cukup den ... Muaacchh ...” Sahut Bi Inah sambil mencium bibir Rio, tak peduli dihadapan para putrinya.



“Kak Rio makasih yah uangnya… Kakak boleh deh ngentot ama emak ... Kapan aja, dimana aja, teteh bebasin...” Ujar putri nomor satu sambil meraih tangan Rio.



“Iya kak, kalo mau, selama bapak gak pulang, kakak tidur di sini aja, supaya bisa ngentotin emak... Tenang aja, aku gak akan laporin ke bapak ... He he he ...” Ujar putri nomor dua mengikuti meraih tangan Rio.



Hati Rio pun akhirnya tenang rasa takut pada putrinya Bi Inah pun seakan sirna, apalagi kedua putrinya terang-terangan mengizinkan dirinya untuk ngentotin emaknya kapan saja.



“Nah ... Karena kakak udah ngentot sama emak, berarti kakak itu bapaknya adek ... Asiiik kak Rio jadi bapaknya adek...!!” Celoteh putri bontot kegirangan.



“Haaa ... Bapak kalian…? Ooogaaahhh…!” Rio pun langsung meraih tas dan berlari pergi dari rumah Bi Inah.



Bi Inah hanya tertawa kecil melihat tingkah Rio yang tak ingin menjadi bapak putrinya, tapi dalam hati Bi Inah tak dipungkiri kalau dirinya menyukai pemuda itu bukan hanya karena telah membantu menyelesaikan permasalahan keuangannya tetapi juga Rio adalah pemuda yang bisa memuaskan kebutuhan biologisnya.



***



Entah apa yang di otak Rio saat meninggalkan Rumah Bi Inah, yang jelas dia gak mau menjadi suami Bi Inah dan menjadi ayah ketiga putrinya. Pemuda itu pun terus berlari menjauh, dan tak lama sembari mengatur nafas Rio jongkok dan menghentikan langkah. Jantungnya berdetak cepat. Nafasnya ngos-ngosan, kaya yang lagi ambeyen.



“Kampret … Gue pikir, gue bakalan bebas ngentotin emak mereka ... Emang enak ngentotin emaknya, tapi kalo musti jadi bapaknya mereka ... Gue pikir-pikir dulu...!!” Gumamnya. Sambil memperhatikan alam di sekelilingnya. Rio pun mulai tersadar, ternyata dia berlari tadi bukan balik ke kosnya malah ke arah kampus.



“Wastajiimmm ... Kok gue malah ke kampus yah…” Gumam Rio lagi setengah bingung.



“Oooo iya, keingetan ... Sekalian aja gue bayar semeteran aja ... Buat satu tahun biar tenang...” Lirih Rio sambil menepuk tasnya.



Rio mulai kembali melangkahkan kaki menuju tempat kuliahnya. Hati pemuda itu begitu senang membuat langkahnya menjadi ringan. Baru beberapa langkah, tiba-tiba Rio mendengar bunyi decitan rem yang cukup keras dari arah belakang. Kepalanya langsung menengok dan terlihat sebuah mobil sedan yang dikenalnya hampir menabrak mobil hitam berjenis van. Si pemilik mobil sedan mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil dengan gesture marah.



“Brengsekkkk ...!!! Kalo jalan liat-liat dong!!!” Maki pengemudi sedan pada mobil van.



“Weni ... Ini lonte kok makin belagu amat...“ Gumam Rio sembari memperhatikan posisi mobil dan jelas sekali kalau Weni lah yang salah.



“Apa lu liat-liat ... Berani ama gue lu?” Maki Weni pada sang sopir Van yang memandang Weni tanpa rasa takut.



Merasa tak enak digertak, sang sopir beserta penumpangnya berseragam hitam turun dan mendekati mobil Weni. Wajah mereka terlihat sangar, tidak ada kedamaian, yang ada hanya kebencian dan juga kekerasan.



“Berani lu ...!” Weni makin menyolot pada lelaki yang mendekatinya.



“Braagggg…!!!” Sang sopir meluapkan kekesalannya langsung memukul kap mobil baru Weni hingga penyok parah. Aksi sang supir membuat Weni terdiam ketakutan, dan akhirnya mereka pun meninggalkan Weni yang gemetaran dalam mobilnya.



“Rasain lu, emang enak...” Rio tersenyum lalu meninggalkan Weni melanjutkan perjalanannya ke kampus untuk menyelesaikan urusan administrasi kuliahnya.



Langkah ringannya membuat perjalanan Rio tidak terasa. Pemuda itu sampai di kampus dengan wajah yang riang seakan semua beban di hidupnya selama ini sirna. Langsung saja Rio ke bagian administrasi dan membayar uang semesterannya selam setahun. Setelah membereskan administrasi, Rio pun langsung meninggalkan ruang akademik. Kini dirnya bisa kuliah dengan tenang, tidak pusing lagi dengan masalah uang. Pada saat Rio berjalan menyusuri koridor kampus, terlihat wanita menyebalkan itu sedang menelepon seseorang. Posisi Weni membelakangi Rio sehingga pemuda itu bisa mendekati sembari mengendap-endap mendekati Weni. Rio yang penasaran langsung bersembunyi di balik tembok lorong untuk mengintip dan menguping Weni yang sedang bersandar di pilar koridor tak jauh darinya.



“Yang ... Gimana dong ... Masa mobil barunya dah rusak lagi ... Lagian itu orang rese maen pukul mobil aja ...” Terdengar suara Weni yang sedang menelepon kekesaihnya.



“Si lonte pasti mo morotin si Ardi ... Jadi penasaran gue ...” Pikir Rio, lalu mengendap-ngendap mendekati Weni dan bersembunyi di balik tembok pilar di belakang Weni bersandar.



“Haa... Beneran asiiikkk mau dong… kapan...?? Minggu depan beneran… Yah sayang makasih yah dah mau ganti mobilku lagi makin cinta deh aku ama kamu...!! Iya ... iya deh entar aku kasih ena-ena ama kamu yang… Eeuu, tapi jangan sekarang aku ada janji besok atau lusa aja aku ada janji ama keluargaku... Oke… Lusa yah … Iya sayang pasti, Weni kasih service terbaik untuk kamu... Dah dulu yah ada telepon masuk nih …. Iya janji… Bye sayang ... muaach...!!” Weni pun mengakhiri neleponnya. Sesaat setelah memutuskan hubungan teleponnya dengan Ardi, Weni pun langsung menerima telepon yang masuk.



“Ya gimana bang… Ooo, ada yang mo booking… Dimana… Heueuuh… Ooo ya ... Tau, tau hotel grand** ... Kamar 411... Jam delapan malam… Boleh bang, Weni ambil orderannya… Potong aja langsung bang, sisanya langsung transfer ke Weni... Ditunggu bang transferannya…. Oke pasti bang, Weni bakal kasih pelayanan yang memuaskan... Oke deh, nanti Weni langsung ke sana nanti malam ... Bye ...” Weni mengakhiri teleponnya.



“Akhirnya gue tau ternyata si lonte ini emang wanita panggilan ... Lama-lama gue kesian juga ama Ardi dah diporotin ama dia ... Hhmmm, gue punya rencana buat dia...!!” Dalam benak Rio seperti merencanakan sesuatu untuk Weni. Rio pun terus melanjutkan mengamatin Weni.



“Wen …” Tiba-tiba Dian sahabat Weni datang yang juga temen sekelas Rio.



“Eh Yan, lu dari mana... Kebeneran lu dateng ... Tolong jagain tas gue ya...! Gue gak tahan pengen pup... Eh sekalian jagain hp gue ... Awas jangan diangkat kalo ada yang nelp!” Ujar Weni sambil menitipkan Hp dan tasnya lalu pergi ke arah toilet kampus.



“Mumpung dia ke toilet ... Gue deketin tuh si Dian, supaya bisa bongkar hp si Weni, sapa mucikari dia.” Gumam Rio dan langsung keluar dari persembunyiannya.



“Hi Yan ... Lagi ngapain lu?” Sapa Rio.



“Eh, Yo ... Kebeneran nih gue tadinya mo menghadap Dosen ... Eh, tiba-tiba gue disuruh jagain tas ama hp si Weni ... Mana waktu gue mepet lagi ... Bisa-bisa gagal nih penelitian gue.” Ucap Dian terlihat cemas.



“Kebeneran ... Memang gue lagi hokki nih ...” Ucap Rio dalam hati.



“Dah ama gue aja jagainnya ... Lu sana ngehadap dosen, lagian itu masa depan lu ... Ngapain juga naruhin masa depan lu untuk jagain tas si Weni ...” Hasut Rio sambil berpura-pura menawarkan diri.



“Beneran Yo ... Oke kalo gitu ... Nih, gue langsung cabut.” Tanpa basa-basi tawaran Rio langsung disambutnya lalu Dian menyerahkan Hp dan tas Weni. Setelah Dian pergi, Rio langsung membuka Hp milik Weni.



“Untung gak pake kunci password ...” Rio mengetahui Hp Weni yang tak terkunci, dia langsung membuka informasi nomor kontak yang terakhir meneleponnya.



“Akhirnya gue dapet nomer mucikarinya ... He he he ...” Rio pun langsung menulis nomor telepon itu pada secarik kertas dan memasukkan dalam saku bajunya. Saat hendak menutup Hp Weni.



“Ngapain lu di sini?” Ketus Weni yang telah berdiri di samping Rio.



“Aaanu Wen… Ta-tadi Dian disuruh dosen ... te-trus gue lewatt... Dan dia nitip tass ama Hp lu.” Gagap Rio.



“Sini...!” Weni merebut tas dan Hp-nya dengan muka cemberut. “Najis barang gue dipegang ama lu...!” Weni menyapu dan mengelap barang yang telah dipegang oleh Rio menandakan betapa jijiknya dia pada Rio. Rio hanya menahan geram melihat perlakuan Weni pada dirinya. Setelah merasa bersih Weni pun meninggalkan Rio yang berdiri mematung.



“Weni .... Liat aja nanti ... Gue ancurin lu ... Lebih hina lu atau gue di mata Ardi ...” Geram Rio dalam hati sambil melihat Weni yang pergi menjauhinya.



Rio tambah ‘enek’ melihat kelakuan Weni. Mata Rio terus memandangi tubuh wanita itu yang seksi namun tak sedikit pun pemuda itu berhasrat, yang ada di otaknya adalah membalas semua yang telah Weni lakukan. Setelah Weni tak terlihat lagi, Rio langsung bergerak ke kantin, ternyata Galang sedang duduk bersama temen-temen lainnya.



“Kebeneran Lang, lu di sini ... Tadinya gue mau ke rumah lu ...” Kata Rio pada Galang sambil duduk di samping sahabatnya itu.



“Eh lu Yo ... Kalo lu mau ke kos gue, trus ngapain lu di sini?” Tanya Galang setengah bercanda. Tangan Galang merangkul bahu Rio.



“Ya elah ... Emang gue gak boleh datang ke kampus!!” Respon Rio sedikit tersinggung meski tahu sahabatnya ini sedang bercanda.



“Ya elah ... Lu sensi amat sih ... Mentang-mentang dapet usiran dari dosen ... Ha ha ha...!!” Ledek yang lainya.



“Kampret lu pada ... Gue habis beresin admistrasi ... Oh yah Lang, sekalian gue mau bayar utang...!!” Rio langsung merogoh saku dan mengeluarkan beberapa lembar uang dan diserahkan pada Galang.



“Seriusan ni ... Lu dah dapet kiriman uang atau dapetin tuyul ... Ha ha ha...!!” Gilang begitu semringah dan secepat kilat menyambar uang dari tangan Rio.



“Kampret lu … Emang gue punya tuyul … (Padahal gue punya rajanya tuyul ... Ha ha ha...)” Rio berkata lalu bicara dalam hatinya. “Eh, ngomong-ngomong ... Lu punya nomer kontak si Ardi gak?” Lanjut Rio.



“Ada nih ... Emang lu mo nelepon dia ... Set dah, punya hp dulu, baru nelpon ...!” Galang menyenggol lengan Rio.



“Kampret nih si Galang... Tapi bener juga ... Gue kan gak punya hp ... Hhhmm, ini ane mesti beli dulu...!!” Gumam Rio dalam hati.



“Ooiii ... Malah ngelamun ... Mau gak nomer si Ardi!!!” Ujar Galang agak kencang.



“Mau ... Mau ... Sekalian aja nomer kalian semua ... Buat arsip, jaga-jaga kalo ada sesuatu.” Rio pun meraih hp dari tangan Galang dan menulis nomer Ardi termasuk nomor Galang, serta menulis pula nomor kontak teman-teman yang lain.



“Okay ... Makasih Lang ... Lu emang sahabat gue yang terbaik ...” Ucap Rio sambil mencolek pipi Galang.



“Eh anjing … Lu kagak normal ya ...” Ujar Galang seraya menepis tangan Rio.



“Ha ha ha … Oke, gue mo pergi dulu, ada sesuatu nih ... Ntar malam gue hubungin lu, Lang ...” Rio pun langsung pergi meninggalkan Galang. Saat ini yang dipikirkan Rio adalah membeli Hp, Laptop, dan beberapa kebutuhan lainya dan terbersit pula keinginan membeli mobil atau motor.



Rio melangkah dengan pasti keluar kampus, kepercayaan dirinya meningkat berlipat-lipat. Kini ia sedang merasakan enaknya menjadi orang yang berduit. Bukan angkot yang Rio cari tetapi taksi yang ia masuki untuk mencapai mall yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampusnya. Tak lama kemudian, Rio pun sampai di pusat perbelanjaan. Tidak seperti sebelumnya, Rio melenggang dengan rasa percaya diri di lorong lorong Mall. Sesekali Rio masuk pada toko-toko yang menarik perhatiannya, hingga langkah Rio terhenti di sebuah gerai smartphone bermerek terkenal. Pemuda itu pun langsung mengamati samrtphone yang dipajang.



“Hey ngapain lu berdiri di situ, ngalangin pembeli aja.” Tiba-tiba seorang laki-laki berpakaian seragam berlogo merek smartphone menegur Rio.



‘Anuu mas, aku mo beli handphone...” Jawab Rio, laki-laki berseragam itu memandangi Rio dari ujung kepala hingga kaki, memang saat ini Rio terlihat kucel dengan pakaian lusuh ditambah wajahnya yang bisa dibilang jauh dari kata tampan. Laki-laki berseragam itu pun tersenyum sinis setelah menelisik penampilan Rio.



“Kamu itu salah masuk toko mas ... Kalo mau beli coba kamu di sana ... Di sana tuh murah-murah ... Lagian mana sanggup kamu beli hape kalo di sini ... Dah sana, pergi kamu, tuh mengganggu pemandangan toko aja ...” Si laki-laki meremehkan dan mengusir Rio.



Sebenarnya Rio sangat tersinggung tetapi ia tidak ingin membuat masalah di tempat keramaian ini. Tanpa banyak bicara, Rio pun beranjak pergi meninggalkan gerai Hp, rasa percaya diri yang dia bawa seolah hilang begitu saja saat dirinya dilecehkan oleh karyawan gerai tadi. Rio pun langsung keluar dari bangunan mall lalu duduk di sebuah taman yang berada di depan mall.



“Beginikah nasib orang miskin, rasanya tiap hari dihina, direndahin ... Gue musti bisa berubah agar gak ada yang bisa ngehina gue lagi ...” Gumam Rio sambil memperhatikan orang yang berlalu-lalang di hadapannya, hingga matanya tertuju pada seorang gadis berseragam yang berjalan terburu-buru sambil membawa plastik berisi makanan. Tiba-tiba gadis itu menubruk sekelompok lelaki yang berpakaian hitam hingga dirinya terjatuh.



“Kalo jalan liat ama mata... Tolol...!!” Maki laki-laki yang ditubruk si gadis dengan wajah garang, membuat si gadis ketakutan.



“Maaf pak gak sengaja, saya terburu-buru” Gadis berseragam itu meminta maaf dengan badan gemetar.



“Enak aja mita maaf ... Liat baju gue jadi kotor, gue gak terima lu mesti ganti nih baju!” Lelaki itu sambil menunjukan pakaiannya yang terkena tumpahan makanan yang dibawa gadis tersebut. Terlihat dari mereknya pasti pakaian yang sangat mahal.



“Mmaaaff, tapi saya gak punya uang untuk mengganti pakaiannya, atau saya ganti deh biar saya cuci baju itu.” Sang gadis membungkuk meminta maaf lalu mencoba meraih pakaian sang pria, tapi teman si laki-laki malah menahan gadis itu.



“Ngapain lu mo ngotorin lagi baju gue? Dasar lu bikin gara-gara aja!” Hardik lelaki itu sambil tagannya terangkat hendak menampar si gadis. Melihat kejadian itu, Rio pun merasa iba langsung dia berlari dan menahan tangan lelaki itu.



“Bentar bang... Bentar... Maaf, ini temen gue ... Dia gak sengaja …!” Rio menahan tangan lelaki itu dan memohon maaf.



“Siapa lu? Berani-beraninya ngelawan gue?” Laki-laki itu kini memelototi Rio, begitu juga dengan yang lainnya seperti hendak menyerang Rio setelah mendorong gadis berseragam hingga terjatuh.



“Apa-apaan ini? Kalian ini mau bikin masalah lagi?” Tiba-tiba muncul dua orang wanita yang membuat situasi berubah. Sekelompok laki-laki yang sedang mengerubuti Rio mundur teratur.



“Anu boss… Ini anak bikin masalah ama kita kita...” Jawab salah satu lelaki seperti menaruh hormat pada kedua wanita yang baru datang. Sedangkan Rio terpana pada kedua wanita itu. Ya, dia teringat akan dua detektif yang menjebak dirinya saat bersalin rupa.



“Lu semua pada mo mati ... Big boss dah tau masalahnya sekarang, dia nyari kita ... Gara-gara lu, tas itu jadi hilang ... Sekarang kita yang kena akibatnya ... Dan sekarang lu mau nambah lagi masalah di tempat umum ...” Salah seorang dari wanita itu berucap. Ya, dia adalah Shinta dan Mira, wanita detektif yang pernah mengejar-ngejar Rio.



“Udah sana, cari dimana tas itu berada!” Mira memerintahkan mereka untuk segera bubar mencari sesuatu yang hilang.



“Maaf kalo rekan kami mengganggu kalian ...” Ujar Mira pada Rio yang terpana kaget karena bisa berjumpa lagi dengan mereka.



“Apa kamu mengenal kita kita? Kok kamu liatin kita kayak gitu?” Tiba-tiba Shinta bertanya karena melihat Rio yang memandangi mereka sedemikian rupa.



“Ehh gak mbak ... Makasih ... Maafin temen saya, ya mbak ...” Rio pun tersadar lalu membungkukan badan sambil mengucapkan maaf kemudian membantu berdiri gadis berseragam yang masih bersimpuh di lantai.



“Ayo shin, kita musti dapet tuh tas, kalo gak hancur nasib kita!” Ajak Mira pada Shinta. Lalu mereka pun pergi meninggalkan Rio dan gadis berseragam.



“Kamu gak papa?” Rio memapah gadis berseragam untuk duduk.



“Makasih yah, dah nyelametin aku ...” Ucap si gadis.



“Gak papa mbak, biasa orang kecil seperti kita bisanya cuma dibully.” Ucap Rio.



“Iya ... Oh yah, namaku Tika...!!” Gadis berseragam itu memperkenalkan diri.





Mulustrasi Tika









“Rio ...” Jawab Rio lalu memperhatikan seragam yang dipakai Tika. Langsung saja Rio teringat akan pegawai gerai Hp yang baru saja mengusirnya.



“Kamu kerja di gerai handphone ***?” Tanya Rio pada Tika.



“Iya ... Emang kenapa?” Tika menjawab dengan pertanyaan.



“He he he ... Gak ... Barusan aku tadi diusir di sana ...!!” Ucap Rio sembari cengengesan.



“Haaaa ...! Masa sih, kok bisa?” Tika terkejut.



“Mungkin cara berpakaianku yang gak pantas, jadi aku diusir deh ... Eh, ngomong-ngomong emang harga Hp di sana mahal gitu? Sampe-sampe aku dinilai gak mampu membelinya.” Ujar Rio.



“Ha ha ha ... Tega tuh orang ... Masa orang mo liat gak boleh ... Gak juga kok, ada yang murah ... Dah gini aja, sebagai ucapan terima kasih biar aku aja yang layani, ayoo...!!” Tika tanpa ragu dan malu langsung menarik tangan Rio.



Rio mengikuti tarikan Tika kembali ke dalam mall. Hanya beberapa menit berselang Rio dan tika sudah sampai di gerai Handphone yang baru saja ia masuki. Lagi-lagi orang yang mengusir Rio tadi sudah berdiri menghalangi laju langkahnya.



“Eh ... Kamu ngapain balik lagi? Udah kamu gak akan sanggup beli handphone di sini ... Udah sana pergi!” Ujar lelaki yang mengusirnya tadi dengan suara sedikit keras hingga memancing semua orang dalam gerai memperhatikan dirinya.



“Radit apa-apan sih kamu? Emang ada aturannya dia gak boleh liat-liat? Jangan-jangan omzet gerai kita turun, gara-gara kelakuanmu yang pilih-pilih pelanggan? Gak bisa didiamin nih, musti dilaporin ke boss.” Tika langsung datang memarahi laki-laki yang bernama Radit, membuat Radit menjadi kalang kabut.



“Bu-bukan gitu Tik ... Liat dong pakaiannya kayak gembel ... Ma-mana sanggup dia beli hp kita!!” Radit membela diri sambil menghina Rio.



“Oke... Sekarang aku mo minta report kamu ... Sekarang mana orang-orang yang kamu anggap berduit beli produk kita, ayo mana...?” Pinta Tika dengan keras membuat Radit semakin tak enak.



“Dah Yo ... Jangan dengerin dia ... Sekarang kamu liat-liat hp deh ... Aku layanin, mudah-mudahan kamu beli ... Lumayan buat nambah target penjualan aku!!” Ujar Tika.



Rio berjalan melewati Radit yang masih menatapnya remeh. Rio berniat dalam hati akan memberi pelajaran buat si Radit. Rio pun mulai mengamati handphone yang dipajang, meski sedikit risih karena setiap orang memperhatikannya. Namun perlakuan Tika pada dirinya membuat dia sedikit nyaman.



“Tik ... Kalo ini ama itu bedanya apa?” Rio menunjuk salah satu produk dan membandingkannya.



“Ohh ... Ini tuh bedanya dari specnya, nih saya terangkan...” Jawab Tika langsung menerangkan satu persatu model handphone pada Rio. Pemuda itu hanya manut-manut seolah mengerti. “Jadi gitu yo…!!” Tika mengakhiri paparannya.



“Oh ... Jadi handphone bagus itu yang kayak gitu ya ... Kalau itu, gimana?” Rio menunjuk salah satu handphone yang dipajang terpisah.



“Iya itu hp yang paling canggih ... Dan terbaru dari kami Yo … Gue juga pengen punya hp itu, idaman aku ini hp ... Andai aku punya uang, aku beli ni hp.” Tika mengiyakan lalu berandai-andai untuk memilikinya.



“Ya udah Tik ... itu aja bungkus ... Sekalian kalo bisa pasangin kartunya aku gak bisa ...” Ujar Rio membuat Tika tersentak kaget setelah mendengar permintaan Rio.



“Rio itu mahal harganya ... 16 juta ... Kamu pasti gak sanggup belinya.” Bisik Tika pada Rio.



“Emangnya kalo mahal kenapa? Ooo ... Jangan-jangan kamu ngehina saya ya ... Kamu anggap aku gak sanggup beli tuh hp ...” Ucap Rio santai sambil melirik Radit yang sedari tadi tersenyum sinis.



“Bukan gitu ... Aku gak mau kamu terhina lagi ... Apa lagi orang kayak seperti Radit makin seneng ngeliat kamu terhina ...” Bisiknya kembali. Rio tak menjawab hanya memandang Tika untuk meyakinkannya bahwa dia sanggup membelinya. “Ya udah deh ... Aku terserah kamu aja.” Lanjut Tika pasrah dan langsung menyuruh bagian gudang untuk mengambil barangnya lalu dia menyiapkan nota bonnya.



“Sekalian saya beli dua biji, Tik ...” Pinta Rio membuat Tika semakin lemas, tak ingin orang sebaik Rio terhina kembali tapi dirinya hanya pasrah melihat Rio yang ‘keukeuh’ untuk membelinya. Lalu kembali Tika menyuruh bagian gudang untuk membawanya. “Jangan lupa kartunya, Tik!” Lanjut Rio sembari tersenyum mengingatkan Tika. Gadis itu hanya mengangguk lemas dengan hati yang was-was.



“Yo ... Ini notanya semua 32 juta ... Cash atau kredit ... Langsung aja ke kasir ...” Tika memberikan nota bon sambil matanya melirik pada Radit yang tengah menertawakan dirinya, dalam pikiran Radit mana sanggup Rio membeli produk itu, yang ada hanya mempermainkan Tika saja.



“Cash aja Tik, tapi tolong bayarin ama kamu ya .... 32 juta yah ...” Rio pun merogoh tas lalu mengeluarkan 4 gepokan uang merah. “Nih bayarin ...!” Lanjut Rio sambil menyodorkan uang pada Tika. Setelah itu, Rio menoleh ke arah Radit dan tersenyum seolah dia berbalik meledek Radit yang sedang menganga mulutnya karena terkejut tak menyangka kalau Rio memiliki uang sebanyak itu. Begitu pula dengan Tika yang tak percaya dengan apa yang dilihatnya.



“Malah bengong ... Cepet bayarin ...! Jangan lupa kartunya, trus kedua itu hp dibungkus terpisah… Oooh yah, sekalian aja kembaliannya buat kamu ... Aku malas ngitung ...” Sombong Rio dengan mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Radit.



“Tapi Yo ... Ini kembaliannya banyak banget ...” Tika tambah terkejut dan merasa tak enak.



“Udah jangan banyak omong ... Ini rezeki buat kamu ...” Paksa Rio.



Dengan perasaan yang tidak percaya bercampur senang, akhirnya Tika membayar handphone yang dibeli Rio. Setelah siap, Tika pun memberikan kedua handphone termahal di gerai tersebut yang dibungkus terpisah.



“Makasih Yo ... Kembaliannya banyak banget...!!” Tika mengucapkan terima kasih pada Rio yang telah memberikan uang kembaliannya yang senilai hampir tiga kali gajinya.



“Itu rezeki kamu Tik ... Oh yah dan ini hadiah buat seorang gadis baik yang tak menilai orang dari penampilannya ...” Ujar Rio dengan memberikan salah satu bungkus handphone pada Tika, membuat Tika kembali tercengang tak percaya. Dirinya mendapat hadiah berupa handphone idamannya. Kejadian ini membuat heboh seiisi gerai.



“Yooo... Kamu baik ... Tika musti bales apa buat kebaikan kamu.” Ucap Tika saat menerima bungkusan handphone mahal tersebut.



“Kamu ada waktu gak sekarang?” Tanya Rio



“Ehh ... Sebentar lagi sih jam istirahat ... Tapi kamu gak minta macam-macam kan?” Tika sedikit panik memegang dadanya.



“Ha ha ha ... Pikiran kamu ngeres banget sih ... Nah mumpung jam istirahat, aku tungguin di food court ... Aku minta bantuin gimana caranya mengoperasikan hp ini ...” Terang Rio membuat Tika tak enak hati dengan pikirannya terhadap Rio.



“Iya ... Iya ... Tunggu aku di sana ... Aku bantuin.” Jawab Tika setengah tergagap.



“Ok ... Aku tunggu ya!” Rio pun pergi dan kembali hendak berkeliling mencari barang yang dia cari. Tapi saaat melewati Radit.



“Mas ... Kalo barang elektronik yang murah dimana ya? Soalnya aku gak sanggup beli ...” Ujar Rio dengan keras. Semua orang digerai teruju padanya, akibatnya Radit menjadi malu dengan sikapnya pada Rio. Tanpa menjawab Radit berbalik lalu meniggalkan Rio. Rio hanya tertawa kecil lalu kembali berjalan mengelilingi mall.



Beberapa saat berselang, Rio pun telah selesai berbelanja. Dia membeli sebuah laptop dan beberapa helai baju. Dan sekarang pakaian yang dikenakan Rio pun telah berganti dengan pakaian bermerk yang dibelinya. Dengan tubuh yang lelah setelah berputar-putar di mall, akhirnya dia pun melangkah ke food court, teringat akan janjinya untuk menunggu Tika di sana.



“Rio...” Terdengar Tika berteriak memanggilnya dari sebuah meja.



“Maaf ... Lama nunggu ya ...?” Ucap Rio setelah berhasil mendekati gadis itu.



“Enggak kok ... Ih, kamu beda sekarang ...” Ucap Tika sembari memperhatikan penampilan Rio.



“Emmm ... Beda gimana perasaan ... Sama aja ah ... Udah pesen makan?” Tanya Rio sambil duduk dihadapan Tika.



“Belum tapi udah aku pesenin sekalian buat kamu ... Sekarang bagian aku yang traktir kamu ... Okay ... !!” Kata Tika. “Kamu ganti baju ... Hi hi hi ...” Lanjut Tika sembari tertawa kecil.



“Ya ... Supaya gak dilecehkan ... Aku ganti baju ...” Ujar Rio.



“Oh ya ... Mana coba hpnya ... Aku terangin ke kamu.” Pinta Tika. Rio pun memberika handphone barunya lalu Tika menerangkan fungsi-fungsi dan aplikasi dalam handphone tersebut. Dan setelah beberapa saat, “Dah ngerti kan...!!” Tika mengakhiri menerangkan handphone baru Rio.



“Entah lah, tapi ntar aku coba ... Oh ya, bisa kamu masukan ini nomer ke dalam hp aku!” Ujar Rio sambil memberikan secarik kertas berisikan beberapa nomor. Tika pun langsung memasukan nomor tersebut dan menyimpannya dalam kontak telepon.



“Yo ... Aku masukin juga yah nomer aku ... Kali-kali nanti kamu butuh bantuan aku, kamu bisa nelepon ...” Ujar Tika, Rio pun menggangguk.



“Mbak pesanannya ...” Pelayan datang menyodorkan pesanan Tika.



“Ayo makan...!” Ajak Tika.



Makan siang itu akhirnya dihiasi dengan canda tawa mereka dan juga cerita tentang pengalaman hidup masing-masing yang perlu diceritakan tentunya. Dengan sangat cepat mereka menjadi sangat akrab karena mereka berdua bisa saling mengisi. Waktulah yang memulai, maka waktu jualah yang mengakhiri, mereka harus berpisah dan mengakhiri acara makan siangnya.



“Yo ... Aku mesti pamit duluan deh ... Waktu istirahatku bentar lagi habis ...” Pamit Tika, Rio pun mengangguk. “Oh ya ... Sekali lagi makasih banyak untuk hadiahnya ...” Lanjut Tika.



“Sama-sama Tik ... Makasih juga karena dah menganggap aku teman ...” Balas Rio penuh khidmat.



“Santai aja Yo ... Oke, aku duluan yah ... Kapan-kapan kamu hubungi aku yah ...” Ucap Tika yang dibalas senyuman dan anggukan Rio. Lalu Tika pun meninggalkan Rio sendirian. Setelah Tika pergi, Rio langsung mengambil telepon dan mencoba menelepon seseorang.



“Its show time ...” Gumamnya dalam hati.



Rio dengan cekatan mencari nomor seseorang di layar handphone-nya. Ia mudah menemukan nomor yang ditujunya dan kemudian menelepon orang tersebut. “Tutt...!” Dan akhirnya telepon pun diangkat.



“Halo... Ini ama bang amir...” Rio memulai pembicaraan.



“Ya betul, siapa ini?” Tanya Bang Amir di sana.



“Kenalkan bang ... Aku Rio, aku tau nomer abang dari temen ... Sekarang aku pengen pake jasa anak-anak abang ... bisakan?” Kata Rio tanpa jeda dan yakin.



“Hmmm ... Maksudnya jasa apa?” Terdengar orang yang dipanggil amir terasa ragu dan curiga.



“Gini aja bang ... Saya gak akan beri tau sapa orang yang kasih tau nomer abang, yang jelas aku pengen ditemanin seseorang besok malam , supaya abang yakin dan ingin melihat keseriuasn aku untuk pake jasa anak didik abang, aku bisa panjer duluan kok ... Kebeneran aku lagi di mall ** abang bisa nemuin aku disini. Gimana abang tertarik?” Rio langsung to the point.



“Kebeneran aku juga lagi di mall tersebut. Aku sedang makan di foodcourt.” Timpal Bang Amir.



“Lah aku juga di sini bang ... Abang di sebelah mana?” Rio pun langsung menoleh kiri kanan mencari orang yang diteleponnya dan akhirnya mata Rio tertuju pada lelaki setengah baya yang tak jauh darinya sedang menelepon. Rio pun mendekatinya lalu menutup teleponnya.



“Bang Amir ...” Sapa Rio.



“Ya…” Lelaki itu menoleh pada Rio.



“Aku Rio yang barusan menelepon!!” Rio memperkenalkan diri.



“Oalah ternyata gak jauh yah ... Silahkan duduk!” Tawar lelaki bernama Amir, Rio pun duduk.



“Langsung aja bang ... Seperti yang tadi saya bilang ... Saya akan pake anak didik abang ... Bisa kan?” Ujar Rio. Bang Amir sedikit mengkerutkan dahinya, seperti sedang berwaspada pada Rio.



“Gini aja bang ... Keliatannya abang gak percaya ama saya ... Saya akan bayar dp-nya ke abang sekarang supaya abang yakin ...” Sambil merogoh tas untuk mengambil uang lalu disodorkan beberapa lembar kehadapan Amir.



“Sudah ... sudah ... Gue percaya lu ... Cepet masukin tuh duit, kagak enak diliat orang.” Akhirnya Bang Amir pun percaya akan Rio, dan gaya bicaranya pun mulai berubah seperti yang sudah mengenal Rio untuk menghindari kecurigaan orang di sekitarnya.



“Lu emang mo boking siapa...?” Tanya Bang Amir mulai serius.



“Bang, makanya aku nelepon ... Aku gak tau sapa yang ada untuk malam ini, yang jelas aku butuh buat party besok malam ...” Dengan gaya sedikit meyakinkan.



“Party ...?” Gumamnya.



“Iya Party.” Rio coba meyakinkan orang di depannya. “Maksudnya ... Aku pengen sedikit liar bang …” Bisik Rio.



“Oooo gitu, tapi mahal bayarannya..” Kata Bang Amir yang juga bicara berbisik.



“Gak masalah bang ...” Tantang Rio.



“Oke deh ... Nih yang stanby besok malam ...” Bang Amir pun menyodorkan handphone menampilkan foto-foto wanita cantik. Rio membuka satu persatu hingga matanya tertuju pada foto seorang wanita.



“Bang ini siapa?” Rio pura-pura tak mengenalinya.



“Ohh ini Angela ... Dia mahasiswi ... Service luar biasa, tadi lu bilang mau liarkan, nih Angela pasti akan layani ... BJ, oral, anal, 3 some, 4 some, gangbang, bisex. Pokoknya semua permintaan pelanggan pasti dia layani asal bayarannya oke...!!” Jelas Bang Amir pada sosok wanita itu.



“Oooo ...” Tersembul lah senyum di bibir Rio akan rencana yang telah dia susun bakalan terlaksana. “Ok ... Aku ambil dia dengan pelayanan full yang abang sebutkan tadi ditambah full semalam dia layani aku ... Berapa yang abang minta?” Lanjut Rio bersemangat.



“Euuu ini mahal ... Lu beneran mau?” Bang Amir terlihat sedikit ragu akan permintaan Rio.



“Yaelah ... Tinggal nyebutin harga aja belibet amat...” Ucap Rio sedikit melecehkan Amir.



“25 juta ...” Jawabnya.



“Deal ... Aku bayar cash tapi ...” Rio pun merogoh tas kumalnya lalu dia melirik kiri kanan dan memberikan segepok uang merah saat merasa tak ada orang yang memperhatikan mereka. “Aku bayar 10 juta sebagai panjer dan sisanya dibayar saat si Angela sudah di tempat ... Oke?” Lanjut Rio.



“Deal...!” Jawab Bang Amir sembari ‘mengamankan’ uang panjer yang diberikan Rio.



“Oke ... Tempat nanti aku hubungi abang ... “ Ujar Rio.



“Oke kalo gitu gue duluan ... Gue musti hubungi si Anggela ... Gue tunggu kabarnya nanti ...” Bang Amir pun duluan pamit dan pergi meninggalkan Rio.



“Weni... Weni... Dasar lonte … Pake ganti nama Angela segala… Punya rasa malu juga nih lonte, tapi besok gue bakalan bongkar kebokbrokan lu...!!” Rio menyeringai penuh dendam.



**



Sepeninggal Amir , Rio pun langsung menelepon sahabat sejatinya si galang diawali dengan memberitahukan bahwa ini no telepon barunya, lalu Rio menceritakan rencananya untuk besok hari tentang Weni. Bagaikan ayam kelaparan menemukan remah beras ajakan Rio pun langsung disambut dan di dukungnya. Usut diusut ternyata si galang pun sebenernya punya kebencian tersendiri pada Weni disamping itu dirinya bisa menyicipi tubuh Weni si kembang kampus yang sombong, diakhir telepon Rio pun meminta galang agar mengajak beberapa orang teman mereka agar rencananya akan lebih sukses,

Setelah menelepon tiba-tiba perut Rio pun terasa lapar minta diisi kembali, penghuni di perutnya sudah berdemo minta segera dinafkahi lagi. Padahal baru setengah jam ia selesai makan bersama Tika. Rio pun langsung memesan makanan kesukaanya mie instan. Rio berpindah duduk di salah satu meja dekat penjual mie instan. Rio mengetuk-ngetuk jari-jarinya di atas meja, menunggu mie yang ia pesan segera matang. Satu-satunya makanan yang bisa mengisi bagian tengahnya dengan cepat hanyalah mie instan. Setelah beberapa menit ia menunggu, akhirnya mie yang ditunggunya datang.



Sluurrrp...



“Nikmat nyaaaa ....!” Gumam Rio seraya menutup kedua matanya menikmati.











Mulustrasi Mira







Rio makan dengan lahap, namun baru saja setengah bagian mie instan itu masuk ke dalam perutnya, tiba-tiba saja membuat nafsu makan Rio seketika menghilang karena matanya melihat kedua wanita cantik yang tadi bertemu di depan mall datang lalu duduk di meja sebelah persis di depannya. Cukup lama Rio terdiam dan melongo pada kedua wanita cantik itu tak percaya dirinya bisa bertemu kembali. Sekilas kedua wanita itu melirik pada Rio namun mereka hanya terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu yang memberatkan kepalanya.



Jika saja Rio berpenampilan sebagai pemuda ganteng dan berbadan sempurna, tentu saja kedua wanita cantik tersebut akan cepat mengenalinya. Ya, mereka Mira dan Shinta yang berprofesi sebagai detektif swasta yang pernah menjebak dia. Rio diam membeku sambil matanya tak berkedip melihat mereka. Dan jantung Rio seakan meledak saat keduan wanita itu tiba-tiba saja memberi senyuman manis kepadanya sambil mengangguk kecil tanpa mengingat Rio yang telah bertemu tadi di depan mall.



“Damn ...!” Rio memaki dirinya sendiri di dalam hati. Kelakuan konyolnya ketahuan oleh mereka.



“Gimana nih, Mir ... Barang itu harus ketemu sekarang ... Kalau nggak, kita ...” Telinga Rio mendengar sangat jelas perkataan Shinta yang ditujukan pada temannya.



“Gue juga gak tau ... Mungkin udah nasib kita begini ...” Ucapan memelas Mira membuat Rio penasaran.



Sambil pura-pura menghabiskan makanannya, Rio terus memasang telinga untuk menguping pembicaraan Mira dan Shinta. Lambat laun Rio mengetahui isi pembicaraan mereka. Ternyata kedua wanita itu kehilangan barang yang sangat berharga milik atasan mereka. Rio mengangkat wajah, hati kecilnya terenyuh mendengar kesusahan yang dihadapi mereka. Tak lama hati Rio tergerak untuk menolong mereka.



Rio bergerak ke arah penjual mie instan dan memesan makanan dan minuman dingin. Rio berbisik pada si penjual agar makanan dan minuman itu diberikan kepada kedua wanita yang duduk di sana. Setelah itu, Rio kembali ke tempat duduknya. Kembali, Rio pura-pura memeriksa handphone yang baru dibeli, padahal telinganya terus menguping semua pembicaraan antara Mira dan Shinta.



“Eh ... Kami tidak memesan kok mas ... Kami cuma numpang duduk aja ...” Pekik Mira terkejut saat si pedagang meletakkan makanan dan minuman di mejanya.



“Sudah dibayar kok, mbak ... Sama mas itu ...” Ujar si pedagang sambil mengarahkan jempolnya pada Rio. Saat itu juga Mira dan Shinta memandang Rio dengan tatapan heran namun langsung disambut oleh anggukan kecil dan senyuman Rio.



“Makasih ya mas ... Padahal kami belum laper ...” Kata Shinta sangat ramah pada Rio.



“Gak apa-apa, kok ... Cuma mie dan es teh manis doang ...” Sahut Rio.



“Makasih loh mas ... Kalau saya memang laper ... Hi hi hi ... Perasaan kita pernah bertemu deh.” Ucap Mira tanpa sungkan sambil berfikir dimana dia bertemu Rio.



“Tuh kan ... Ada yang laper ... He he he ... Tadi sewaktu kejadian di depan mall.” Sambar Rio sambil cengengesan.



“Hi hi hi ... Ih, kan cuma basa-basi tau ... Oh ya…. Kamu cowok yang mau dihajar ama rekan kita kan ha ha ha ... Sini gabung ...!” Kata Shinta yang tentu sangat disambut oleh Rio. Pemuda itu pun berdiri dan mendekati mereka dan duduk berhadapan di bangku depan meja.



“Maaf ya udah ganggu ... Habisnya cengo kalau sendirian ...” Basa-basi busuk pun keluar dari mulut Rio.



“Iya ... Emang enaknya ada temen ngobrol sih ... Kadang ilang permasalahan kita ... Maafin yah atas kejadian tadi maklum temen kita semua lagi pusing ...” Ucap Mira sembari menyedot minuman dengan sedotan.



“Hhhhmm ... Gak masalah udah aku lupain kok ... Terus kalo diliat, kalian lagi ada masalah ya ...?” Rio langsung bertanya dan kedua wanita di depannya memandang tajam ke arah pemuda itu.



“Kamu barusan nguping ya?” Mira bertanya dengan nada curiga.



“Sedikit ... Oh ya ... Namaku Rio ...” Jawab Rio santai sambil memperkenalkan diri.



“Mira ...” Ucapnya sembari menerima jabatan tangan Rio.



“Shinta ...” Ia pun menerima jabatan tangan Rio.











Mulustrasi Shinta









“Kami memang ada masalah ... Tapi gak baik juga kali kalau dikuping ...” Lanjut Shinta agak sewot sembari memanyunkan bibirnya.



“Kalau ... Seandainya yang nguping bisa membantu ... Gimana?” Dengan percaya diri yang tinggi Rio mengutarakan maksudnya. Mira dan Shinta kembali menatap wajah Rio seakan tak percaya.



“Masalah ini sangat berat dan aku yakin kamu gak bisa membantu kami ...” Ucap Shinta yang terdengar sangat meremehkan.



“Barang apa sih yang kalian hilangkan?” Tanya Rio menantang. Lagi-lagi Mira dan Shinta menatap dalam-dalam pada Rio seakan ingin menyelami pemuda di depannya lewat pandangan mata.



Mira dan Shinta saling pandang sejenak lalu menundukkan mukanya. Sejurus kemudian Mira mulai menceritakan awal dirinya disewa untuk menjaga sebuah tas bersama team mereka. Kemudian saat mereka berganti tugas dan juga kebetulan Mira dan Shinta pergi sebentar ke supermarket, tanpa sepengetahuan rekan yang lain tas yang berisikan uang itu raib entah kemana. Tidak ditemukan kerusakan di apartemen mereka, polisi pun tak menemukan jejak. Akhirnya bos mereka menyangka kalau uang itu disembunyikan oleh mereka.



“Begitu ceritanya ... Kalau uang itu tidak kami temukan dalam tiga hari ... Kami akan ...” Cerita Mira terputus.



“Akan apa?” Tanya Rio penasaran. Mira dan Shinta tidak lantas menjawab. Mereka terdiam namun gelisah dan cemas.



“Akan apa?” Tanya Rio lagi.



“Entah lah yang jelas hidup kita bakalan hancur berantakan mungkin bisa jadi cuma tinggal nama ...” Shinta bersuara sedih dan pelan.



“Gila juga boss kalian ...! Seenaknya aja nentuin nasib orang ...” Rio berkata cukup keras karena kesal.



“Jadi gimana? Kamu bisa gak bantuin nemukan tas itu?” Tanya Shinta setengah berharap.



“Entahlah tapi pasti gue bantu sekuat tenaga untuk nemukan tas itu ...!” Jawab Rio lugas dan tegas.



“Serius!!!” Pekik kedua wanita itu hampir bersamaan dengan nada yang gembira.



“Iya ... Aku serius ...” Jawab Rio lagi.



“Terima kasih sebelumnya ... Aku berharap tas itu segera ditemukan ...” Ucap Shinta pelan sembari menggenggam tangan Rio lembut.



“Emang seperti apa tasnya?” Tanya Rio sedikit penasaran.



“Tas travel gede warna hitam berlogo A*****. Dan ada gambar pin burung rajawali di atas kanan tas ...” Jawab Mira.



“Hhmmm ... Oke pasti aku bantu, tapi dari pada sekarang pusing mikirin tas, gimana kalo kalian temani aku muter-muter mall, biar sedikit rilex.” Ajak Rio.



“Gimana Shin...?” Tanya Mira.



“Gimana yah ... Tapi bener juga kata Rio ... Kita butuh rilex, supaya tenang nyari tas.” Jawab Shinta.



“Oke deh ... Kita ikut kamu muter-muter mal.” Jawab mereka berdua.



Akhirnya mereka pun meninggalkan pujasera dan jalan-jalan mengelilingi mall. Mereka tertawa gembira berjalan sambil mengobrol sesekali Rio membelikan barang yang diinginkan Mira dan Shinta dan yang terakhir mereka mengunjungi wahana bermain, di sana mereka puas bermain, tertawa riang, semua beban yang ada di otak Mira dan Shinta pun seakan hilang begitu saja.



Setelah mengenal Rio, diam-diam kedua wanita itu menganggumi dia karena sikapnya yang unik, diam-diam menyukainya namun tak bisa mengungkapkan. Kepolosan dan keluguannya justru jadi kelebihan Rio yang membuat Mira dan Shinta tergelitik hati mereka. Perlahan tapi pasti, rasa menggeser logika. Perasaan ingin diperhatikan Rio mulai mengendap ke relung hati keduanya.



“Oke Mir .. Shin Aku pulang duluan ... Aku akan cari informasi tentang tas itu ... Oh yah jikalau aku tau, aku pasti hubungi kalian berdua atau aku langsung menemui kalian ke apartemen ...” Ujar Rio setelah mereka berada di luar mall.



“Iya ... Aku tunggu banget ya ... Terima kasih sebelumnya ...” Ucap Shinta sambil memegangi tangan Rio.



“Aku tunggu ya ...” Ucap Mira yang juga sangat berharap.



“Pasti ... Pasti aku dapatkan informasi itu dan langsung ke tempat kalian secepatnya ...” Kata Rio sambil bergerak cepat meninggalkan kedua wanita itu.



Rio pun menggunakan taksi untuk kembali ke tempat kosnya. Dan hanya beberapa menit saja ia sudah sampai di tujuan. Tiba di depan Bangunan kosannya, Rio seperti pencuri yang mengendap-ngendap untuk memasukinya, dia mengintip dulu melihat situasi apakah aman untuk dia lewati. Saat di depan pintu masuk bangunan kosan Rio pun bergumam dalam hatinya.



“Aman gak ada orang... Dipikir-pikir gue kok seperti jadi pencuri, mau masuk aja gak mau ketauan ... Ini gara gara putri bungsu bi Inah yang ngarep gue jadi bapakya ...” Gumam Rio sambil mengintip ke arah dapur di mana Bi Inah bersama para putrinya sering berada.



Saat hendak melangkah masuk ke dalam kamar kos.



“Nih dia pak orangnya...” Tiba-tiba terdengar keras suara putri Bi Inah dari arah belakang, dia layaknya memergoki dia. Langkah Rio pun terhenti, posisi tubuh Rio tak bergerak sama sekali tanpa menoleh ke sumber suara, mirip patung yeng hendak berjalan.



“Oooh, baik… Pak Rio ...” Suara tegas terdengar di telinga Rio membuat tubuhnya gemetaran apalagi putrinya Bi Inah memanggil dirinya dengan sebutan “Bapak”.



“Mati gue ... Itu pasti lakinya Bi Inah ... Pasti gue bakalan dihajar habis-habisan ama dia dan ujung-ujungnya musti tanggung jawab ngawinin Bi Inah ... Apes deh kali ini, hoki gue dapet bini dapet doorprice 3 anaknya.” Gerutu Rio dalam hati.



“Bapakkkkk……!!” Terdengar suara putri bungsu Bi Inah memanggil bapaknya arah depan Rio dan langsung berlari mendekat ke arahnya, makin yakin Rio menyangka lelaki di belakangnya adalah suami Bi Inah.



“Pak Rio...” Laki-laki itu merasa tak mendapat respon dari Rio kembali memanggil, kali ini sambil menepuk pundak Rio.



“Beneran lakinya Bi Inah ... Mampus gue ...!” Makin lemas tubuh Rio.



Rio pun langsung berbalik dan langsung bersimpuh menundukan kepalanya dihadapan lelaki yang disangka Rio suami Bi Inah.



“Amppun... Pak… Jangan di apa-apain saya… Saya ngaku, saya cuma lakuin satu kali sumpah pak… Dan sumpah, itu juga ngecrot di dalem …. Kalo mesti tanggung jawab ... Saya akan tanggung jawab deh, asal jangan di arak keliling kampung, entar ibu bapak saya kena stroke kalo tau… Sumpah pak… Saya janji… Saya bakalan lakuin apa aja pak!!” Rio langsung bersujud berulang-ulang menyembah lelaki dihadapannya tanpa berani memandangnya.



“Haaaa ... Maksud pak Rio apaan?” Lelaki itu terkejut dan tak mengerti.



“Bapaaakk ...!” Putri bungsu Rio memeluk tubuh Rio.



“Dede apa-apaan sih ke den Rio ...” Terdengar pula suara Bi Inah.



“Eh ...!” Rio pun kaget ternyata dia telah salah duga, dia langsung memandang lelaki di hadapannya.



“Sumpah pak ... Saya gak ngerti ... Saya cuma mau nganterin pesenan bapak ... Saya kesasar waktu nyari alamat, untung aja ketemu ama adek ini dan mengantar saya ke sini ...” Ternyata lelaki itu adalah kurir dari sebuah perusahaan ekspedisi untuk mengantarkan barang pesanan, Rio pun langsung berdiri menahan malu.



“Maaf pak... Anu saayyaa lagi akting di depan mereka ...” Bisik Rio pada kurir untuk menutup rasa malunya.



“Bisa aja bapak ini ... He he he ...” Lelaki kurir itu menertawakan Rio.



“Eh tadi maksud bapak apaan? Ngirim pesenan saya, perasaan saya gak pesen barang deh!!” Rio mengalihkan perhatian sang kurir.



“Ini benerkan nama bapak kan...?” Sang kurir menunjukan nama lengkap beserta alamatnya.



“Euu iiiya bener itu nama saya ...” Rio gugup tak merasa memesannya.



“Ya udah pak ... Ini tanda tangan sekalian saya mo minta pembayaran untuk produk dan ongkirnya ... Totalnya 15 juta saya ambil dulu barangnya di mobil ...” Tanpa basa-basi sang kurir langsung menyerahkan nota bon kemudian balik badan untuk mengambil barang pesanan di mobilnya.



“Eehhhh…” Rio hendak menolak tapi dirinya keburu disodori nota, dengan terpaksa Rio ngerogoh tasnya mempersiapkan uangnya.



“Den pesen barang apa?” Bi Inah bertanya.



“Anuu biii ...” sebelum Rio menjawab, sang kurir bersama kedua temannya telah kembali membawa dua buah boneka seukuran dirinya, setelah diperhatikan boneka itu mirip seperti wanita sexy sungguhan.



“Nih pak mantep kan barangnya, apalagi bapak beli dua pasti bapak puas makenya, dan ini tas berisi bonus pakaian sexy untuk menambah fantasi bapak ...” Ujar kurir sambil menyerahkan boneka itu pada Rio.







Model Boneka Sex 1









“Ma-makksud bapak..!!” Rio terkejut bukan kepalang.



“Dari pada bapak make ibu mereka terus musti ngawinin dia ama suaminya mending main ama boneka ini dijamin aman pak ...” Bisik kurir padanya setangah mencandai Rio.



“Brengsek si kurir ini tau aja yang gue lakuin ama Bi Inah...” Kesal Rio dalam hati.



“Ah bisa aja si bapak!! Nih pak uangnya ...” Rio cengengesan merasa malu sambil menyerahan uangnya. Lalu kurir itu pun langsung pergi.



“Pak kok beli boneka, ini buat dede yah ...” Putri bungsu yang masih menganggap Rio adalah bapaknya.



“Huusss bukan itu buat Kak Rio ... Udah teh bawa si dede sana!” Bi Inah mengusir kedua anaknya tanpa melarang putri bungsunya memanggil bapak pada Rio.



“Maaf yah den Rio, maklum anak-anak haus kasih sayang bapaknya.” Bi Inah menjelaskan pada Rio.



“Gak papa bi!” Ucap Rio yang masih salah tinggkah dihadapan Bi Inah. Bi Inah pun mendekat dan berbisik



“Tapi den ... Dari pada main ama boneka ini, mending ama saya aja, saya siap kok setiap saat, pokoknya aden dijamin puas, lagian dah diizinin kok ama anak-anak ... Tenang aja, aden gak usah ngawinin saya, anak-anak masih ada bapaknya ... Sama-sama puas kok kita hi hi hi ...” Bisik Bi Inah terus meninggalkan Rio yang terpana mendengar Bi Inah yang tak basa-basi mempersilahkan Rio untuk melampiaskan birahinya pada dia. Rio hanya bisa geleng-geleng kepala lalu dia menoeh ke arah boneka.



“Sapa lagi yang pesen sex doll ... Ehhhmmm jangan-jangan... Aww pasti… pasti ini kerjaan dia!!” Saat meneliti boneka sex mirip seseorang dan langsung menebak siapa yang memesannya. Rio pun mengangkat kedua boneka dengan susah payah dan langsung masuk kamarnya. Rio meletakan kedua boneka tersebut di atas kasur kemudian berjalan ke arah teko tembaga tempat tinggal jin peliharaannya.













Model Boneka Sex 2









“Hai jin penunggu teko ... Keluarlah!!!” Ucap Rio yang suaranya dibuat nge-bass sambil mengusap-usap teko tembaga. Hanya setengah helaan nafas, keluar asap dari teko tembaga itu kemudian asap tersebut bertukar menjadi jin.



“Pasti rek nyarekan (pasti mau marah).” Katanya jin teko sambil membersihkan sisa makanan di mulut menggunakan tusuk gigi. “Anjrrittt pesanan aing geus datang!” Mata jin teko tertumbuk pada dua boneka yang tergeletak di kasur.



“Sudah kuduga pasti lu yang pesennya...!!” Dugaan Rio kali ini benar, dia bisa yakin karena kedua boneka itu mirip dengan arti bintang JAV.



“He he he ... Mangap booosss… Ini idola uing, habisnya ane suka ama dua cewek ini.” Jin teko cengengesan layaknya anak kecil yang genit.



“Terus kenapa bukan ngambil sendiri, mesti pesen pake nama gue!!” Rio masih tak terima.



“Kusabab teu boga duit boss... Kan bos yang banyak duitnya ... Minta dikit gak apalah!!” Ucap Jin teko yang masih cengengesan.



“Ya udah lah, tapi kalo ntar-ntar bilang-bilang dulu dong ... Supaya gak kaget gue.” Kata Rio setengah kesal.



“Oke boss ... Hatur nuhu pisan … Sayang aa datang nih ...” Jin teko langsung memburu boneka dan memainkannya. Rio yang gak mempedulikannya langsung membuka lemari untuk menyimpan sisa uangnya.



Saat akan menyimpan uangnya, mata Rio tertumbuk pada tas travel yang berisi uang. Tubuhnya langsung lemas melihat ciri-ciri tas tersebut. Mata dan ingatannya terus terfokus pada tas yang berisi uang pemberian jin teko. Keyakinan muncul dalam diri Rio bahwasannya tas itu adalah tas yang dicari oleh kedua wanita yang ditemuinya di mall.



Tubuhnya limbung dan terduduk di kursi belajar lalu menumpukan kedua tangannya di pinggir meja belajar, mukanya menunduk, dan matanya terpejam. Telinganya terasa memanas secara perlahan, darahnya berdesir dan mengumpul di wajahnya. Rasa kesal bercampur amarah mulai terbentuk di dalam diri Rio. Lagi-lagi jin teko membuat ulah yang membuatnya merasa bersalah. Rio menengadahkan muka, matanya mencorong menatap tajam jin teko tembaga yang sedang asik memainkan kedua bonekanya.



“Jiiiiinnnn...!!!” Rio merasa gemas menyaksikan jin teko yang cekikikan mengekspresikan aksi cabulnya pada kedua boneka itu.



“Jiiiiiinnnn...!!!” Rio semakin mengeraskan intonasinya, namun jin tak merespon panggilannya.



“JIIIIIINNN...!!!” Rio berteriak keras untuk menyadarkan jin teko.



“Naon atuh bosss ... Teriak-teriak segala … Eh keliatanya mau marah yak!” Kata jin teko sambil menyimpan boneka lalu menghadap Rio.



“Lu ya ... Ah ...!” Kesal Rio dengan menghentakan kakinya ke lantai. “Lu tuh jin kantro! Jin Penipu! Permintaan gue ngawur semua ...!!!” Pekik Rio setengah ditahan sambil melotot pada jin teko.



“Ngawur kumaha? Pan geus sesuai permintaan lain? (Ngawur gimana? Kan sudah sesuai permintaan).” Tukas jin teko santai merasa tak bersalah.



“Ini uang siapa, hah?” Tanya Rio sedikit membentak.



“Nya teu nyaho ... pokokna bos minta yak kusaya dicokot weh nu aya (Ya, gak tau ... Pokonya bos yang minta, sama aku diambil aja yang ada).” Ucap jin teko tanpa merasa berdosa.



“Arrrrgghh Jiiinnn... Lu tau ini kan uang orang… Saya minta uang, bukan ngambil uang orang.” Rio makin gemas dibuatnya.



“Lah kan bos minta ... Ya saya kasih, terus salah saya apa?” Jin teko tetap gak mau disalahkan.



“Tapi kan bukan ini maksud saya!” Rio sambil menjenggut rambutnya menahan kesal.



“Coba obos ulangi lagi ucapan bos waktu minta kemaren...” Jin masih bersikap tenang.



“Yah waktu itu kan situ gak mau ngasih, terus gue bilang pokoknya masa bodo ... GUE GAK PEDULI ... Pokoknya, gue sekarang minta uang ...!” Ucap Rio dengan gaya berfikir.



“Naaaaaahhhh Eta kan…” Jin mengagetkan Rio.



“Apaan?”



“Lah itu tadi bilang apa?”



“Iya masa bodo ... GUE GAK PEDULI ... Pokoknya, gue sekarang minta uang ...! ”Rio mengulang lagi ucapannya.



“Nah tuh..kan ...“



“Nah nuh nah nuh ... Apanya yang salah ama perkataan gue?” Rio tetap tak mengerti.



“Bos bilang kan GAK PEDULI ...Yang penting duit ...” Jin menekankan kata ‘gak peduli’.



“Lah kan maksud gue gak peduli itu yang penting ada duit ...” Rio tetap keukeuh tak merasa bersalah.



“Nah kan ... Gitu yah ... Ane mah ngan ukur nyumponan keinginan boss ... Anu aya we bawa, gak peduli itu duit siapa ...” Jelas jin teko santai.



“Eehhh ... Maksud gak peduli itu bukan gitu ... Lu kan bisa nyiptain duit kek, bikin duit kek, bisa lu ambil duit ditabungan kamu kek, bukan ngoleksi bokep yang lu kumpulin tuh!!” Kata Rio semakin kesal.



“Boss, yeuh pikiran ku bos… Mun aing punya tabungan, aing gak akan minta dibelikeun sex doll ka boss, udah we beli sendiri … Kan aing udah ngomong, tadi aing mah gak punya duit ... ceuk aing ge sensitif.. sensitif… masalah duit mah teu percaya bae dibejaan teh…!! (Bos nih pikir, kalo saya punya tabungan, gak akan minta dibelikan sexdoll udah aja beli sendiri, kan dah ngomong tadi saya gak punya uang,…. Saya dah bilang sensitive masalah duit gak percaya aja dikasih tau tuh..!!) ” berbalik kesal terlihat dari intonasinya jin teko pada Rio yang terus menyalahkan dirinya.



“Yeuh ... Lagi pula kalo aing bikin duit, aing bakalan kena undang-undang per-Jin-an tentang pemalsuan, berat bos kalo jin bikin barang palsu ... Bakalan dihukum seumur hirup..!! Boss mau tanggung jawab ama hidup ane?” Tegas jin teko.



“Duh gusti ...!!! Gagal paham lagi ini mah ... Dipikir-pikir jadi aing yang bodo ...” Ujar Rio yang tak bisa berkutik lagi. Kata-kata yang ia ucapkan di permintaan selalu menjadi bomerang bagi dirinya.



“Dah lah pusing gue mikirannya, pokoknya lu musti ikut tanggung jawab musti bantuin gue nyelesein ini masalah!” Pinta Rio.



“Terserah bos we ... Saya mah yang penting hepi ...” Jawab Jin.



Rio pun langsung merebahkan tubuhnya untuk berfikir, dan si jin teko kembali memainkan boneka sexnya.



“Gue mesti beresin satu satu ... Tapi sekarang gue mesti fokus beresin si Weni...” Pikir Rio. Lalu Rio menelepon Galang dan yang lainnya untuk membantu rencana dia.



***
 
Terakhir diubah:
Keesokan hariya ....



Rio duduk bersimpuh di depan sebuah tas menghitung sisa yang ada. Dari dahinya bercucuran keringat karena sudah cukup lama ia menghitung uang dari tas tersebut. Kadang hitungan salah dan harus diulang lantaran saking banyaknya uang di dalam tas tersebut. Setelah bersusah payah akhirnya selesai juga.



“Cape deh sudah ditumpukin tetep aja kagak kehitung, Ternyata lebih mudah liat catetan pengeluaran dari pada ngitung duit seabreg, pikir pikir aku dah make hampir 100 juta ...” Gumam Rio melihat catatan yang sudah dia keluarkan lalu menatap jin teko yang sedang asik duduk bersila di atas meja belajar memperhatikan dirinya.



“Jin ... Kali ini kamu akan saya bawa, tugas lu bawa itu tas bersama sisa uangnya, simpen di teko lu...” Pinta Rio pada jin teko sambil memisahkan beberapa gepok uang.



“Siap bos ... Bisa diatur ...” Jawab jin teko patuh pada tuannya.



“Tapi gue mau nanya, dimana lu ambil ini tas?” Tanya Rio.



“Yah ... Ane ngambil gak jauh sih di TPA sebelah sono ...” Jin menunjuk ke arah tempat pengolahan sampah kota.



“Hhmmm ... Keliatannya gue dapet ide untuk nyelesein masalah ini ...” Ujar Rio.



“Apaan bos?” Tanya jin teko.



“Ogah gue nyeritain, takut gagal paham lagi ... Udah sekarang gue minta lu ambil ini tas ama uangnya, trus simpen di teko lu ... Udah jangan banyak tanya, lakuin aja apa kata gue, dan ntar gue panggil lagi lu, laksanakan!!” Perintah Rio gemas.



“Siap 86 ...!” Ucap jin teko sambil menghormat layaknya tentara menghormati pemimpinnya. Jin teko lalu membawa tas bersama uang dan kembali masuk ke dalam teko tembaga.



Kemudian Rio mengambil tas gendongnya dan memasukan teko dan gepokan uang ke dalamnya. Setelah siap semuanya, Rio pun pergi menuju suatu tempat yang pertama dituju yaitu tempat pembuangan sampah.



“It’s the show time ...” Rio segera keluar kamar kos. Dengan tergesa-gesa ke tepi jalan raya. Tak lama, sebuah taksi berhenti di depannya, lalu Rio pun masuk ke dalam taksi tersebut. Kebetulan pada hari itu, kondisi jalanan cukup macet. Rio cukup lama tertahan di jalan. Di perjalanan Rio menelepon Bang Amir.



“Haloo bang... Gimana…? .... Oohh mantap bang, gue suka transaksi ama abang, tempatnya dimana bang...? .... Oooh yah gue tau itu ... Oke jam setengah delapan gue temui abang di lobi hotel untuk beresin semua keuangannya...!! ... Tenang aja gue kasih lebih buat abang ... Asal gue bisa hepi ama si Anggela ... Ok, sampe ketemu bang!!” Rio mengakhiri telepon bersama Bang Amir.



“Sekarang lanjut ama rencana kedua dan ketiga!!” Gumam Rio lalu menelepon Galang sahabatnya.



“Halo Lang ... Gimana siap ntar malam …. Siapa aja yang ikut? ... Oohh cuma berempat, oke gak papa yang jelas Lu dapat enak dan rencana gue bisa berhasil … Ha ha ha, iya gue penasaran untuk liat akhirnya … Oke nih, lu ntar jam 8 ane tunggu di lobi Hotel Gran***, ntar disana gue hubungin lagi di mana kamarnya!!” Rio pun mengakhiri menelepon Galang.



“Dan yang terakhir sebagai penentu rencana gue ...” Dan Rio pun menelepon orang yang sebagai penentu kehancuran Weni.



“Dii, ini gue Rio … Iya di, ini no gue he he he … Lumayan gue dapet rezeki bisa beli hp … Gini Di, gue mo syukuran karena gue dapet rezeki secara lu sohib gue, gue mau ngajakin lu happy-hapyy ntar malam lu bisa kan … Sippp, lu memang temen gue … Oke entar malam jam sepuluh gue kasih alamatnya!! … Iya tapi lu yakin kan datang? .... Ha ha ha bisa aja lu, oke tunggu kabar yah!!.” Dan Rio pun mengakhiri menelepon Ardi. Terbayang dibenaknya saat Ardi tau kekasih kesayangannya telah bermain di belakangnya menjadi seorang perek highclass.



“Pak dah sampe... tujuan...“ Supir taksi memberitahu Rio.



“Makasih pak, ini... Ambil aja kembaliannya!!” Rio pun membayar Taksi dengan melebihkan nilainya dari yang tertera di sana.



Terlihat hiruk pikuk orang-orang yang beraktifitas di tempat penampungan sampah. Rio pun berjalan masuk untuk mengamati tempat tersebut hingga matanya tertuju pada suatu mesin di mana tempat barang yang tak bisa diolah untuk dimusnahkan tertulis di sana, mesin akan dipergunakan setiap jam 1 pagi, memang selama ini aktifitas penampungan sampah dilakukan pada malam hari agar tak mengganggu orang saat menyingkirkan sampah. Rio pun melirik kiri kanan melihat situasi, setelah merasa aman Rio pun mengeluarkan tekonya dan menggosoknya.



“Hai jin penunggu teko ... Keluarlah!” Rio berucap. Keluarlah asap dan membentuk jin teko, tapi apa yang dilihat Rio membuat Rio menjadi Risih. Jin dalam keadaan bugil sedang mengentot salah satu boneka sexnya.



“Kimochiii... ahhh... ahhh... “ Desah jin mengentot boneka tanpa tau dia telah berada di hadapan Rio.



“Jin ...” Panggil Rio.



“Aaahhh ... eenaaak … kimoocchiii … aahhh … perasaan boss manggil ane!!” Pikir jin teko yang masih terus menggenjot boneka sexnya.



“Jiiinn...” Pamggil Rio lagi sedikit keras.



“Tuh kan suara si obos ...” Jin teko menghentikan genjotannya sambil berfikir. Dengan kesal Rio mengambil batu dan melemparnya sambil memangil jin peliharaannya.



“Jiiiiinn...!” Teriak Rio.



“Pletak ...!”



“Wadaww...” Batu yang dilempar Rio mengenai pantatnya dan jin pun menoleh.



“Eh si boss… Mangap nih, jadi malu ane ...” Jin teko cengengesan, aksi cabulnya diketahui kembali oleh Rio, lalu menjentikan tangannya, hilanglah boneka sex dihadapannya dan jin pun kembali memakai pakaiannya.



“Lu kalo dipanggil pasti aja lagi cabul ...” Gerutu Rio.



“He he he ... Habisnya itu mantra cuman narik ane keluar bukan manggil ane boss ...” Kata jin teko yang masih malu.



“Dah mana ambil tas tadi cepet, inget cuma tasnya saja uangnya gak usah ...!” Perintah Rio.



“Siap laksanakan komandan...!” Jin teko pun langsung menjentikan jarinya lalu muncullah tas travel di tangannya.



“Bagus, sekarang lu selipin tas itu ditumpukan sana ...” Rio menunjuk pada barang-barang yang akan dimusnahkan. Lalu Jin kembali menjentikan jarinya dan tas itu telah terselip diantara tumpukan sampah.



“Beres ... Sekarang tinggal hubungi si Mira dan Shinta...” Pikir Rio, lalu merogoh sakunya dan, “Kupreettt... Gue lupa minta kontak mereka!!” Rio menepuk jidatnya sendiri.



“Kenapa boss pusing, mau dipijitin!” Kata jin teko sambil memijit pundak Rio.



“Dah udah, gak… Lu balik aja ke teko, entar gue panggil lagi!!” Perintah Rio dan tak banyak bicara jin pun langsung balik ke teko.



“Sekarang waktunya ngancurin si Weni ...” Gumam Rio dan langsung pergi menuju hotel yang dijanjikan Bang Iwan.



Rio keluar dari tempat pembuangan sampah tersebut dan menuju ke trotoar pinggir jalan besar, menunggu taksi. Tak lama sebuah taksi berhasil Rio hentikan. Tanpa banyak bicara, Rio masuk ke dalam taksi lalu menyebutkan tujuannya pada sang sopir. Taksi pun bergerak namun sepanjang perjalanan Rio mendapati banyak kemacetan sehingga perjalanan menuju hotel sangat terhambat.



Tepat jam 7 malam di mana matahari telah hilang di ufuk barat, Rio telah menunggu di pelataran parkir hotel mengamati lobby hotel. Dan yang ditunggu ternyata telah tiba. Weni yang berjalan bersama Bang Amir masuk ke dalam hotel, dengan senyum licik Rio pun langsung menelepon Galang.



“Lang lu dimana…. Ooo meluncur ke hotel... Oke gue dah sampe nih, seperti rencana lu dan yang lainnya tunggu di lobi… Ok…” Rio pun mengakhiri teleponnya dan mengamati kembali Bang Amir bersama Weni yang sedang memesan kamar.



Terlihat Weni yang sudah mengambil kunci kamar dan langsung bergegas menuju kamar hotel, sedangkan Bang Amir menuju ke sofa lobi, dan langsung menelepon.



“Pasti nelepon gue...” Gumam Rio, dan tebakannya benar hp Rio pun berdering tertera nama Bang Amir di layar telepon.



“Halo bang… Oooh dah sampe… Oke bentar lagi aku sampe... Tunggu bentar… Oke..!! Rio pun langsung menutup telepon dan keluar dari persembunyiannya, saat hendak berbalik.



“Bugggg ...!!!” Tubuhnya menabrak seorang wanita cantik yang dikawal empat orang bertubuh kekar.



“Hati-hati dong kalo jalan... Jangan seenaknya ...” Ketus wanita itu sambil tangannya diangkat seperti memerintahkan anak buahnya itu agar diam tak bergerak.



“Ma-Maaaff tante ... Gakk... Sengaja...” Rio meminta maaf, matanya langsung terpana melihat wanita yang ditubruknya. Ya, dia adalah wanita itu yang akan membunuhnya saat Rio berubah menjadi pria tampan bertubuh sempurna.



“Huuhh!!!” Wanita itu langsung berjalan lagi diikuti penjaganya.



“Untung aja wajah gue dah balik ke asal ... Kalo gak, mampus gue ... Cantik-cantik kok kejam banget tu cewek!!” Gumam Rio memandangi wanita yang mulai berjalan menjauh, akhirnya Rio pun langsung menuju lobi hotel. Terlihat orang yang ditunggunya sedang duduk santai di sofa sambil mempermainkan handphone di tangannya.

“Halo Bang Amir...” Sapa Rio saat tiba di dekatnya.



“Weisst ... Lu Yo ...” Bang Amir mengajak berjabat tangan.



“Lama nunggu?” Tanya Rio.



“Bentar kok...” Jawabnya.



“Hhmmm ... Ok deh, gue gak basa-basi, nih bang sisanya 15 juta, di situ gue nambahin 10 juta lagi buat bayar hotel dan sisanya untuk abang...” Rio sedikit mengakrabkan diri, lalu dia merogoh tas dan menyerahkan uang dalam amplop pada Bang Amir.



“Waduh makasih, Yo ... Lu baik banget ...” Bang Amir menyodorkan tangan hendak menerima amplop dari Rio, tetapi Rio kembali menariknya.



“Eeiittsss ... Bentar dulu ... Abang kalo liat duit langsung main comot aja ... Abang bisa nerima ni duit, tapi gue ada pertanyaan ...” Ujar Rio.



“Apaan tuh jangan buat gue penasaran!” Tanya Bang Amir.



“Nih gue nanya ... Abang bisa liat sendiri wajah gue ... Gue gak cakep-cakep amat boleh dibilang jauh dari standar orang ganteng ... Misalkan nih tu si Anggela ogah layanin gue, jaminan abang apa?” Tanya Rio.



“Kagak mungkin Yo ... Dia dah nerima gede bayarannya dan itu kagak mungkin dia nolak, tapi hhmm kalo emang bener nolak itu masalah besar buat dia ... Kita dah buat perjanjian jika menolak dia musti balik ganti 10 kali lipat dari harga dia atau kalo gak gitu hidup dia bakalan hancur berantakan karena dia sudah neken kontrak ama jaringan kita, jika merugikan kita hidupnya jadi milik kita selamanya, dia bakalan jadi lonte selama hidupnya tanpa menerima sepeser pun dari hasil kerjanya itu.” Jelas Bang Amir panjang lebar.



“Wanjiir .... Ini mah mafia prostitusi kelas kakap, tapi bagus lah si lonte itu pasti gak bisa nolak gue ... Ha ha ha ...” Kata Rio dalam hati.



“Oke bang ... Gue pegang omongan lu, dan gue akan menelpon abang jika ada apa-apa ... Nih duitnya!!” Rio pun melempar amplop ke atas pangkuan Bang Amir.



“Makasih Yo ...“ Ujar Bang Amir dan Bang Amir langsung menghitung uang dalam amplop.



“Yo, nih duitnya lebih banget dari yang lu omongin ...” Ujar Bang Amir setelah menghitung.



“Itu gue kasih lebih buat pegang omongan lu…” Jawab Rio.



“Beres yo ... Sekarang lu boleh cicipin tuh tubuh si Angela bersama temen-temen lu. Dia udah nunggu di kamar 411.” Kata Bang Amir.



“Ok makasih bang...” Rio langsung beranjak menuju kamar hotel. Dalam perjalanan menuju kamar hotel, Rio mengirim pesan kepada teman-teman kuliahnya yang berada di jalan memberitahukan nomor kamar hotelnya. Setelah itu, Rio pun mengirim pesan kepada Ardi untuk datang lebih lambat dan memberitahukan nomor kamar hotel tempat ketemuan dirinya dengan Ardi.



Rio sampai di kamar hotel nomor 411. Di depan pintu kamar hotel, Rio menghirup nafas untuk melepaskan rasa gugupnya, lalu Rio membuka pintu. Angela aka Weni dalam posisi membelakangi Rio, sepertinya wanita itu sudah siap melayani pelanggan spesialnya malam ini.



“Malam om... Pasti om gak sabbb … Ehhh luuuuuu ...!!!” Weni yang berpakaian lingeri terkejut saat mengetahui bahwa Rio yang datang. Wajah Weni pucat tak lagi berwarna. Gadis itu terlihat shock saat memandangi Rio yang tampak terkejut bagai melihat hantu di siang bolong.



“Halo Wen ...!!“ Rio mencoba menyapa ramah dan santai.



“Ngapain lu di sini ...! Pergi sana...!” Weni memekik kasar mencoba mengusir Rio. Tangannya sibuk menutupi tubuhnya dengan selimut yang baru saja ia sambar dari tempat tidur.



Rio menanggapinya dengan sabar dia hanya duduk di kursi kamar. Tangannya meraih handphone dan mengirimkan suatu pesan pada seseorang.



“Lu malah duduk lagi...! Udah sana pergi...! Najis gue deket deket ama lu… Lagian lu kere, gak akan sanggup dan pantes masuk ke hotel bintang kayak gini ...! Sana peeerrrgiii...!!!” Sinis Weni lalu melempar bantal pada Rio untuk mengusirnya.



“Anggeelll apa-apaan kamu!!! Dia tuh klien kamu, yang udah booking kamu..!!” Tiba-tiba Bang Amir muncul dari balik pintu, sementara Rio masih duduk tenang di kursi.



“AAPPAA!!! Dia booking gue…??? Mana sanggup dia booking gue...! Lu salah bang ... Udah usir sana dia...!!” Pekik Weni pada Bang Amir.



“Gue gak peduli ... Dia udah bayar mahal ... Lu untuk layani dia, dan itu musti lu lakuin ...! Lu dah nerima bayarannya...!!” Bentak Bang Amir pada Weni yang masih tidak percaya.



“Tapi Bang... Gue Jijik aa di...!!!” Weni mencoba menyanggah Bang Amir.



“CUUKUUPP...! APA LU MAU MENJADI LONTE GRATISAN SEUMUR HIDUP LU?” Hardik Bang Amir mengingatkan Weni alias Anggela. “PILIHAN ADA DITANGAN LU...!” Lanjut Bang Amir sambil pergi meninggalkan Weni dan Rio.



Rio hanya tersenyum penuh kemenangan, terlihat Weni mulai menangis tak menyangka lelaki yang dibencinya musti dia layani.



“Tenang Wen ... Eeh, lupa ... Lu kan Angela ha ha ha … Denger! Lu kan cuma butuh duit buat gaya hidup lu ... Nah, gue dah bisa memenuhi itu ... Sekarang lu cuma cukup muasin gue sama temen-temen gue ...” Ujar Rio dengan hati yang sangat puas.



Rio bangkit dan berjalan mendekati tubuh Weni. Selimut yang menutupi tubuh wanita itu Rio tarik secara kasar. Terpapar tubuh seksi semi bugil Weni di depan mata Rio. Perlahan Rio mulai membuka pakaiannya hingga telanjang total. Mata Weni tercengang dan terus berusaha mundur. Akhirnya Weni didorong kencang oleh Rio hingga terjatuh ke atas kasur dan tanpa ampun Rio menerjang tubuh semi bugil Weni. Perlakuan Rio pada Weni kali ini bagai seekor singa yang menyerang buruannya. Dengan kasar dan buas, Rio menelanjangi Weni yang hanya bisa diam dan pasrah.



“Jangan ... Please ...! Maafin gue ...” Ucap Weni sambil menahan tangis memohon pada Rio ketika kepala kejantanan Rio mulai menempel di pintu lubang peranakan Weni.



“Sudah terlambat sayang ... Gue udah pengen ngewe lu ... Ini rasakan...!” Penis Rio menembus pintu vaginanya dan masuk menerjang ke dalam daging nikmat itu.



“Aaaacchhh ...!!!” Weni memekik dan terkejut. Ia belum siap menerima serangan Rio yang tiba-tiba.



Rio menghentakkan penisnya yang besar dan panjang itu kuat-kuat dan cepat, membuat Weni kaget dan tubuhnya menegang tidak nyaman. Lama-kelamaan gerakan Rio semakin cepat menyebabkan kedua payudara Weni berguncang. Rio memegangi pinggul Weni, ia menghujamkan penisnya lebih cepat dalam lubang vagina Weni semakin cepat. Melihat payudara Weni yang bergerak-gerak seiring dengan gerakan menghujamkan penisnya dalam vagina Weni, membuat Rio tergoda untuk meremas kedua payudara Weni. Rio lalu menyambar salah satu puting dengan mulutnya.



Rio berhasrat pada Weni, tetapi tidak ada kelembutan dalam percintaan mereka. Hanya sensualitas kejam dan nyaris dingin serta mendekati hukuman. Erang protes samar tertahan oleh tekanan yang membabi buta kejantanan Rio pada vagina Weni. Setelah itu, Weni tidak mampu berbicara atau bahkan berpikir. Tak ada belas kasihan pada vaginanya. Rio terus ‘menghajarkan’ penisnya dengan konsistensi nyaris brutal.



Meski tidak mau, tubuh Weni yang kelaparan terjaga dengan gairah menyengat di bawah genjotan Rio yang mengguncang. Aroma dan citra rasa Rio memenuhi hidung dan vaginanya dengan kefamilieran mengerikan. Kesadaran bahwa Rio benar-benar bergairah mengirimkan gelombang panas yang bergerak cepat di pembuluh darahnya, dan membangkitkan memori yang sama kuatnya dengan penolakan terhadap memori tersebut. Kepala Weni berputar. Kakinya gemetar. Bahkan mungkin akan mati. Tetapi tidak ada yang penting selain kebutuhan mendesak dan menyakitkan untuk merasakan kekuatan Rio yang membakar di dalam dirinya, mengisinya.



Untuk waktu yang panjang, Rio terus mencari kepuasan yang dijanjikan di akhir penyatuan tubuh yang ia lakukan pada Weni. Sementara itu, Weni pun secara diam-diam menantikan hal yang sama. Gerungan kepuasan Rio dan erangan tertahan Weni menjadi penanda ketika keduanya mencapai puncak kenikmatan. Tubuh mereka masih menyatu ketika Rio roboh di atas tubuh Weni. Nafas keduanya memburu. Keduanya berada di posisi yang sama selama beberapa menit, meresapi sisa-sisa kenikmatan dari pencapaian yang mereka alami.



Setelah mendapat pengendalian dirinya kembali, Rio menarik diri dari kedalaman tubuh Weni. Pemuda itu langsung bangkit dari atas tubuh pelacurnya dan meluncur turun dari tempat tidur. Seusai melayani Rio, Weni yang tanpa busana hanya termenung tergolek di atas ranjang, memikirkan semua ini. Dia hanya memperhatikan Rio yang sedang berpakaian. Dan tiba-tiba pintu terbuka.



“Anjingg ... Lu dah mulai duluan Yo ...!” Galang bersama ketiga temannya muncul di depan pintu. Kemunculan Galang membuat Weni terkejut karena teman kuliahnya berada di hadapannya kini.



“ Udah ... Lu nikmati aja tubuh Weni ... Terserah mo lu apain ... Udah gua bayar semua ... Kalo dia nolak, lu telepon gue oke ... Gue mau ke bawah dulu, mo ngopi ...” Ujar Rio mempersilahkan teman-temannya untuk mencicipi tubuh Weni.



“Oke...!” Sahut teman-teman Rio hampir bersamaan.



Rio bergegas meninggalkan kamar hotel. Sebelum menutup pintu, Rio melihat keempat temannya sedang tergesa-gesa membuka pakaian dan saling berebutan utuk mencicipi tubuh Weni. Rio tersenyum sambil menutup pintu kamar hotel. Pemuda itu melangkahkan kaki menuju lobby kemudian ia menemukan sebuah cafe di lantai satu hotel ini. Tanpa berlama-lama, Rio memesan secangkir kopi lalu menikmatinya di sudut cafe tersebut.



“Rio...” Tiba-tiba terdengan suara merdu muncul di sampingnya, Rio pun menoleh.



“Mira ... Kamu lagi ngapain di sini? Duduk Mir!” Tanya Rio, Mira pun duduk sedikit jauh dari Rio.



“Kebetulan bos besar nginep disini ... Aku musti laporan ama dia..!!” Ucap Mira dengan raut wajah yang berubah.



“Kenapa Mir... Kok langsung Murung gitu ...!!” Cemas Rio.



“Ya ... Sekarang nasib aku dan Shinta sedang dipertaruhkan ... Entah apa yang akan diterima nanti ...” Keluh Mira. Air matanya mulai berlinang memikirkan nasibnya kini.



“Eh Shinta di mana Mir...? Kok gak keliatan? Biasanya selalu ama kamu..?” Rio mengalihkan perhatian Mira.



“Eee iya ... Shinta masih diparkiran... Entar juga ke sini...!!” Jawabnya sambil menyusut air matanya.



“RIOOO..!!” Seseorang wanita kembali memekik..



“Hai Shin...” Sapa Rio sambil menatap wanita yang baru saja datang.



“Rio aku kangen...!!!” Tiba-tiba Shinta memeluk Rio membuat Rio gelagapan dibuatnya. Tentu saja hal ini membuat Rio terkejut sekaligus senang mendapat pelukan secara gak disangka.



“Shinta...!” Mira mengingatkan Shinta.



“Biarin week ... Padahal kamu juga kangen kan ... Hi hi hi ...“ Manja Shinta yang duduk di samping Rio sambil memeluk lengan Rio. Terlihat Mira tersipu malu atas ucapan Shinta. Sekali lagi Rio terkejut sekaligus senang dengan kelakuan dari dua wanita cantik ini.



“Eh, ngomong-ngomong kamu lagi ngapain di sini?” Celetuk Shinta.



“Nunggu temen.“ Jawab Rio singkat



“Oooo..” Lirih Shinta.



“Gimana dah ketemu tas itu?” Rio memulai bertanya mengenai permasalahan mereka.



“Entah lah Yo ... Aku pasrah aja ... Entah hukuman apa yang akan kita terima ...” Shinta menjadi berubah murung, dekapan pada lengan semakin erat malah kepala Shinta disandarkan pada bahu kiri Rio. Sedangkan Mira tak kuasa menahan tangis. Rio menarik Mira agar mendekat padanya. Tanpa disadari, Mira langsung memeluk lengan kanan Rio dan juga kepalanya bersandar pada bahu kanannya.



“Mimpi apaan aku semalam ... Dua bidadari cantik mendadak nempel ...” Kata hati Rio.



“Coba kalian ceritakan dari awal ... Bagaimana tas itu bisa hilang ...” Pinta Rio sedikit berbasa-basi, padahal dia tahu kalau tas itu telah diambil oleh jin peliharaannya. Akhirnya Mira dan Shinta menceritakan kembali kejadian hilangnya tas tersebut.



“Gitu Yo ...” Mira mengakhiri ceritanya.



“Bentar-bentar ... Jadi kalo gitu tas itu bukan hilang di hotel dong tapi hilang saat perjalanan ... Nah, kalo aku tangkap sih hilangnya saat di dekat tempat penampungan sampah ...” Rio mencoba menggiring opini mereka berdua. Serasa mendapatkan angin segar, kedua gadis itu langsung bangun dan bersemangat.



“Bener Yo ... Kenapa gak kepikiran ama aku ... Pasti itu tas hilang di sana ...” Ucap Mira antusias.



“Kamu bener-bener penyelamat kita, Yo ... Mir, ayo kita cepet lapor ke bu boss!!!” Shinta pun merasa senang.



“Yo ... Kita harus cepet-cepet menghadap bu booss!” Mira pun berdiri diikuti Shinta hendak meninggalkan Rio.



“Bentar ...!” Rio menahan mereka. “Aaanuu… Bolehkah minta nomor telepon kalian? Aku… akuuu ingin ...” Gugup Rio menunduk malu, sedikit berat Rio untuk meminta.



“Hhhmm ...“ Mereka berdua hanya menatap Rio yang sedang menunduk malu.



“Untuk Rio pasti kami beri...” Mira lalu merebut handphone Rio menuliskan nomor kontak mereka masing masing.



“Mmaaakasih...” Ujar Rio sangat senang.



“Aku save nomer kamu yah Yo ... Biar aku hubungi kamu kalo urusan beres ...” Shinta dengan memakai handphone Rio melakukan misscall agar nomor Rio tercatat di handphone-nya.



“Dah Riooo ....!!!” Mereka berdua langsung pergi untuk menghadap bossnya.



“Mimpi apa selamam ... Mereka bisa deket ama aku yang jelek ini ...” Rio tersenyum-senyum sendiri. Tiba-tiba Rio teringat sesuatu, “Wanjirr ... Si Ardi kok gak ada kabar ... Jangan-jangan dia langsung ke kamar ...” Rio pun bergegas kembali ke kamar di mana Weni sedang digarap oleh teman-temannya.



Sesampainya di lantai dimana kamar Weni berada. Rio tertegun menanatap sesosok Ardi yang terdiam dihadapan pintu kamar hotel yang terbuka kecil tak percaya menatapi apa yang sedang terjadi di dalam.



“Ardi ...!” Rio menyapa.



“Yo... Di-diiaa...” Ardi menunjuk kekasihnya yang sedang di gangbang oleh teman kuliahnya.



“Sudahlah ... Gue mengajak lu ke sini biar tau ... Siapa Weni sebenernya ... Dia tuh hanya morotin lu... Sekarang lu taukan kerjaan dia apa ... Terserah apa yang musti lu lakuin untuknya.” Rio menepuk pundak Ardi menenangkannya. Tiba-tiba saja, Rio membuka pintu kamar hotel lebar-lebar dan masuk ke dalamnya.



“Lang lu puaskan … Ayo dah malem kita cabut!” Rio memanggil keempat sahabatnya agar berhenti menggarap Weni.



Mereka pun menoleh ke arah Rio. Saat tahu di samping Rio adalah Ardi, mereka pun satu persatu meninggalkan tubuh Weni yang telah kelelahan melayani mereka berempat. Wanita belum sadar kalau Ardi sudah berada di dalam kamar hotel ini. Saat mereka keluar dan melintas Ardi, salah seorang dari mereka berceletuk pada Ardi.



“Di ... Cewek lu emang mantep servicenya ... Gak sia-sia si Rio bayarin kita-kita ... Ha ha ha...!!” Mereka tertawa meninggalkan Rio dan Ardi yang masih berdiri di dalam kamar hotel.

Beberapa menit berselang, Weni pun membuka mata. Gadis itu terperanjat hebat sambil meraih selimut untuk menutupi tubuhnya. Kali ini Weni menunduk, antara takut dan malu, tidak berani menatap Ardi yang memandanginya.



“Saaayang...!!” Lirihnya pada Ardi, tak percaya melihat kekasihnya berada di sini menyaksikan dirinya yang sedang menjajakan tubuhnya.



Rio pun berlalu meninggalkan kamar, yang akhirnya Ardi pun ikut balik mengikuti Rio meninggalkan Weni yang kelelahan di atas ranjang hotel tanpa seutas benang yang menutupi tubuhnya. Tidak perlu diceritakan bagaimana nasib hubungan Weni dan Ardi, melihat Ardi yang meninggalkan Weni di sana, sudah tentu itu adalah ujung dari nasib hubungan mereka berdua.







Bersambung
 
Sehat om..

Gak tahu lagi se om. Kl menurutku repost beda penulis..hehe..

Btw ada remake atau reformasi atau original kayak kmrn suhu??
iya sih biasanya gitu... tapi yah gak papa lah


blum ada om... masih banyak pr yng blum ane selesaiin.. otak lagi mandeg..
setiap mo lanjutin ada aja yang bikin mood ilang
 
Mantap. Semangat update nya suhu
 
Ijin baca dan menanti kelanjutan kisahnya ya om. Cerita baru 2 part tp super sangat panjang...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd