Pagi menyapaku dengan sangat ramah, tampak sedikit sinar sang surya masuk ke dalam kamarku. Aku beranjak dari tempat tidurku dan kemudian bangkit, kudapati kepalaku penuh dengan perban yang di balutkan oleh tante malam tadi. Aku duduk di tepi ranjang, meliuk-liukkan tubuhku hingga berbunyi kretek kretek. Kusapu ruangan kamarku, pandanganku arah pada sebuah tumpukan kertas di meja komputerku.
TA!... Bu Dian... bodoh bodoh bodoh! teriak bathinku
Segera aku bangkit dan melepas celana panjangku dan kuganti dengan celana pendek. Aku turun ke lantai bawah, mencoba menemukan kehangatan akan senyum Ibu setelah semalam aku hanya mampu memandang seorang wanita yang menangisi kekasihnya. Wajahnya selalu terbayang di pikiranku saat ini. aku menuruni tangga kamar menuju lantai bawah.
Mandi sayang... ucap Ibu yang tampak terlihat kepalanya saja dengan senyuman manis di bibirnya yang kemudian masuk lagi
Kok ndak ditutup? ucapku ketika di depan pintu kamar mandi, kulihat tubuh telanjanng Ibu dari bagian belakang
Ya Sudah Ibu tutup... ucap Ibu sembari tanganya menarik daun pintu kamar mandi, tubuh telanjangnya sangat indah. Dengan cepat aku mencegahnya.
he he he ndak usah Bu... ucapku sambil tertawa cengengesan, Ibu kemudian tersenyum kepadaku dan membelakangiku lagi. Aku lepas kaos dan celana pendekkeku beserta celana dalamku. Aku kemudian masuk ke dalam dan langsung kupeluk Ibu. Ibu kemudian mematikan showernya.
Kok Dimatikan? ucapku
Lukamu belum kering sayang
eh.. itu yang dibawah apa sich? Kok ndorong-ndorong pantat Ibu? ucap Ibu. Aku tetap memeluk Ibu, kuletakan kepalaku di bahu kanannya. Terasa hangat dan aku terlupa akan semua rasa sakit yang aku rasakan.
Mau mandi dulu atau... ucap Ibu
Ingin peluk Ibu... ucapku pelan
Hmmm... beneran Cuma peluk saja? ucap Ibu
Heem... ucapku
Ibu kemudian menoleh kebelakang, tangan kanannya kemudian mendorong bagian belakang kepalaku dengan lembut. Kami berciuman dengan sangat lembut, tanganku semakin erat memeluknya. Tangan kiri Ibu kemudian mengarahkan tangan kiriku ke susu kiri Ibu. Lalu ke gerakan jari-jari dan telapak tanganku meremas susu kirinya itu.
Jangan pikirkan dia, apa kamu tidak kasihan dengan Ibu?
kamu berpelukan dengan seorang wanita tapi pikiran kamu ke wanita lain ucap Ibu
Eh... maaf bu, kenapa Ibu bisa tahu? ucapku
Hi hi hi, aku Ibumu nak, aku tahu segalanya
Sekarang, Ibu dan kamu disini, dan tak boleh ada orang lain ucap Ibu
Iya hmmm slurpp.... ucapku kemudian melanjutkan kembali ciuman kami. Wajah Bu Dian kini semakin lama semakin menghilang, kehangatan dan kasih sayang Ibu membuatku kembali di masa aku tidak pernah mengenalnya. Tangan kananku mulai bergerak ke arah susu kananya dan memainkan puting susu Ibu. Tangan kanan Ibu masih di kepalaku dan tangan kirinya memegangi tangan kiriku dan kadang memberika isyarat untuk menekan lebih keras pada susu kirinya. Tangan kananku kemudian bergerak ke selangkangan ibu, kucari klitorisnya dan kumainkan secara perlahan.
Ergghhhh... sayanghhh... owghh... terusshhhh shhhhh arghhhhh ahhhhh desahnya. Kuciumi leher Ibu dengan dan kujilati dengan lembut. Remasan susu kirinya terus aku lakukan, ciumanku semakin turun dan semakin turun. Hingga pada bongkahan pantatnta kedua tanganku meremasnya.
Ergghhhh... sayang... mau di apain? ucap Ibu yang menoleh ke belakang. Ku arahkan tanganku dan sedikit aku tekan punggungnya, Ibu yang mengerti maksudku kemudian menungging dan bertumpu pada bak mandi. Aku membuka bongkahan pantat itu dan ku masukan lidahkuke dalam vagina Ibu. Kujilati dengan lembut dan terkadang kasar, klitorisnya menjadi sasaran lidahku.
Arghhhh.. sayang.... Arya.... itil Ibu owghhh... rasanya enakhh orghhh....
terushhh sssshhhhh terushhhh jilati sedot sayangkuhhh owghhhh... mainkan itil Ibu owghhhhh racaunya
Dengan memiringkan kepalaku aku menjilati klitorisnya dan jariku masuk dan mulai mengocok vagina Ibu. Vagina Ibu pertama terasa keset tapi lama kelamaan sedikit licin. Membuat jariku dapat keluar masuk dengan lebih mudah lagi.
Aryaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... arghhhhh... nakal kamuwhhh erghhhhh...aishhhh arghhh ofthhh...
Terussshhh nakkh buat Ibu keluarhhhh owghhhh... nikmath sayanghhh... erghhhh....
jilati itil ibu nakhhhh sedothh arghhhh lebiiiih erghhhh kencenghhhhh erghhhhh....racaunya kembali. Aku semakin cepat mengocok dan jilatan serta sedotanku semakin liar. Tubuh Ibu bergoyang dan melengking bahkan kadang Ibu mengapit kan pahanya. Tapi dengan tangan kiriku aku bisa menahan paha Ibu agar tidak mengapit.
Aryaaaa.... IBU KELUAAAAAAAAAR ARHHHHHHH teriak Ibu. Kepalanya disandarkan pada tangannya, lututnya menjadi rapuh dan jatuh kelantai secara perlahan. Lalu aku beranjak di samping Ibu dan memluknya dari belakang. Kuciumi punggungnya dengan sangat lembut.
Ayo sayang, kamu sudah kepengen kan? ucap Ibu
Heem... ucapku yang kemudian memposisikan diriku di belakang Ibu
Dengan posisi Ibu yang masih sama dengan sebelumnya, aku mencoba memasukan batang dede arya ke dalam vagina Ibu. Perlahan tapi pasti dengan bantuan sisa cairan yang masih berada di dalam vaginanya, dedek Arya bisa masuk dengan lancar. Kubenamkan sejenak dedek arya di dalam vagina Ibu.
Erghhh... sayaaaangghhhh emmmmmmhhh... tambah besar ya sayang? ucap Ibu
Punyah Ibu ehmmmm yang tambah sempit jawabku. Aku mulai menggoyang pinggulku perlahan, kunikmati setiap sensasi dari jepitan vagina dan dinding dalam vaginanya.
emmmmh... pelan-pelan saja sayang... Ibu ingin lama sama kamuwhhh...
kangenhh... erghhhh... emmmmmhhhhh ucap Ibu
Arya juga pengeh lama sama Ibu, kangen Ibu banget... ucapku kepada Ibu
Pelan aku menggoyang dengan kedua tangan ini memegang pada pinggang Ibu kadang kedua tanganku meremas bongkahan indah pantat Ibu. Aku terus menggoyangnya pelan tapi perasaan kalut dalam diriku membuat aku semakin bernafsu. Aku teringat akan semua kejadian itu, hatiku terasa sakit. Aku tidak ingin kehilangan wanita untuk kedua kalinya, aku tidak ingin kehilangan ibu.
Ibu, aku menyayangimu arghhhh.... aku ingin selalu bermasamh Ibu owghhh.... aku ingin slalu bersamamu bu hiks hiks... racauku dengan tersu menggoyang semakin cepat pinggulku, kupeluk Ibu dan denga erat dan terus menggoyang pinggulku
Argh... nak... Ibu akan selaluh bersmamuwh owghh... emmmmmhhh.... luapkan emosimuwh...
Masukan lebih dalamhhh owghhh... kontol hebathhh erghhhh.... terusssshhhh... racau Ibu
Aku arghhhh aku mau Ibu... selalu bersamamuwh owgh.... aku suka ibu owghhhh... kontolkuwh enakhhh di dalam ahhh tempikh ibu owghhh...
arghhh... ibu aku ingin Ibu selaluwhhhhh arghhhhhhhhhh racauku
ahhhhhhhhhhhhhhhhh.... desah keras Ibu
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Kurasakan cairan hangat Ibu bersatu dengan cairan hangat dari dedek arya. Kupeluk manja Ibu dengan sangat erat. Air mataku melelh di pipiku. Ibu kemudian melepaskan diri dari pelukanku, membalikan badan dan duduk dihadapanku, dipeluknya aku sangat erat.
Sudah, ndak perlu nangis gitu to ucap Ibu
hiks hiks hiks pokoknya Arya sama Ibu tersu saja... ucapku
Iya... iya, Ibu bersihkan dulu dedek arya kamu ini ucap Ibu, kepalanya kemudian turun kebawah mengulum dan menjilati dedek arya dengan lembut. Terasa hangat dan lembut, mulut dan lidah Ibu.
Bu,erghhhh... aku pengen peluk Ibu mmmmmhhh ucapku. Ibu kemudian bangkit dan memandangku, membuka luas kedua tanganya. Kupeluk dengan lembut tubuhnya.
Dengan Ibu aku tidak pernah merasakan pedih ucapku
Karena aku Ibumu
Sudah, kamu jangan khawatir dengan Ibu ucapnya lembut
Ibu kemudian membasuh semua tubuhku, diguyurnya tubuhku dengan air. Aku dan Ibu mandi bersama, teringat masa kecilku ketika itu. Sentuhan-sentuhan halus dan hangat pada tubuhku menghilangkan dinginya air yang membasahi tubuhku. Selesai mandi aku kemudian makan bersama Ibu, benar-benar suasana romantis, terkadang aku sudah tidak dapat membedakan dia Ibuku atau pacarku.
Didepan televisi, setelah kami makan bersama, aku hanya termangu melihat layar hitam televisi yang tidak menampakan gambar. Ibu kemudian membawakan aku teh hangat dan duduk disebelahku. Disandarkannya kepala Ibu di bahu kiriku.
semakin bertambah umur seseorang akan semakin tua dan semakin dewasa dirinya, pahit manisnya kehidupan akan berjalan seiring dengan bertambahnya umur
Semua yang kamu alami adalah sebuah awal pendewasaan kamu nak, tak ada cinta yang tidak membawa sakit hati, karena semua cinta pasti membawa sedikit benih rasa sakit agar kamu tahu makna cinta yang sebenarnya ucap Ibu
Apa harus sakit dahulu agar mengerti cinta? ucapku
orang yang pernah merasakan sakit pasti bisa lebih menata hatinya ucap Ibu. Ibu kemudian bangkit dan memegang kepalaku dipandangnya kedua mataku
Kamu mencintai Ibu dan Ibu juga mncintai kamu nak, tapi hubungan ini tidak dapat berlangsung lama, Ibu sudah pernah mengatakannya kepadamu dan kamu tahu bahwa ini harus berakhir ucap Ibu
Hmmm... gumamku yang tak bisa melanjutkan kata-kata, kupandangi senyuman Ibu yang dilemparnya kearahku. Kusatukan keningku dengan kening Ibu.
Kita akan kembali ke tatanan seharusnya bu, tapi bukan dalam waktu sekarang dan Arya harap Ibu tidak membahas ini lagi sebelum waktu itu semakin dekat
Ibu boleh memberiku nasehat tapi bukan yang berkaitan dengan kita berdua, Arya ingin semuanya sesuai dengan waktu yang akan datang tersebut ucapku. Ibu memandangku dengan tatapan mata yang teduh
nak, Ibu akan selalu mencintaimu, hingga ada waktu yang tepat untuk kembali menjadi seperti dulu lagi dan kamu harus berjanji untuk tetap melindungi Ibu ucap Ibu
Arya janji ucapku. Kami kemudian berciuman mesra, saling melumat dan menyedot bibir masing-masing.
Bu, Arya masih bisa bobo sama Ibu kan? ucapku cengengesan
ini anak iiiiiiiiiiiiiiih nakal amat, ntar malam kalau dia belum pulang ucap Ibu dengan nada bercanda sambil mebetet hidungku
Ibu tidak ingin kamu kehilangan masa mudamu seperti Ibu, maka Ibu akan tetap bersamamu sampai ada seorang wanita mau menggantikan posisi ibu...
As your lover ucap Ibu lembut
And i will let you go, till that girl come to you...ucapku mengiyakan. Dalam hening kami berpelukan, kurasakan lembut wangi tubuhnya dalam dekapanku.
Kamu ndak jenguk pak felix? ucap Ibu. Selepas kami berpelukan.
Ndak, males... ucapku
Dian ya? ucap Ibu yang tahu alasan kenapa aku malas menjenguk pak felix
tuh sudah tahu ucap Ibu
Ya ndak gitu to ya, katanya dulu pengen jadi ksatria pelindung, masa ksatria gampang sakit hati? ucap Ibu
Yang namanya ksatria, harus punya hati yang kuat dan lapang, okay? ucap Ibu, aku hanya tersenyum aku kemudian bangkit dan ke kamar untuk berganti pakaian. Segera aku sambar perlengkapan tempurku. Segera aku turun dan pamit dengan Ibu.
Ingat, wanita itu inginnya dimengerti kalau kamu tidak menginginkan wanita itu ya tidak usah kamu mengerti keinginannya, tapi kalau kamu menginginkan dia kamu harus mencoba mengerti keinginannya dan bersikaplah sewajarnya jangan terlalu dingin sama wanita, okay? ucap Ibu sembari memberikan ciuman hangat pada bibirku kubalas ciumannya, lalu Ibu meberikan aku buah tangan untuk pak felix dan segera aku berangkat menuju rumah sakit.
Laju motor REVIA bergerak dengan sangat cepat, gas kutarikhingga maksimal. Saking cepatnya sebuah motor SATRIYA dapat menyalipku dengan sangat mudah bahkan motor TOSYA roda tiga pun dapat dengan mudah melewatiku. Dan sampailah aku di depan sebuah RS terkenal di daerahku. Aku berhenti untuk menunggu sebuah keajaiban seperti halnya motor yang didepanku tadi.
Mas, cepetan! Woi panas ini! malah berhenti ucap seseorang pengendara di belakangku
Bentar pak, ini palangnya ndak mau naik ucapku santai
Lha ****** banget to mas, itu tombol ijo-nya dipencet mas, sampai kucing bertelur ndak bakalan mbuka mas kalau ndak dipencet! teriak pengendara itu lagi
Ndak tahu pak he he he, maklum wong ndeso ucapku, segera ku pencet tombol hijau itu dan terbukalah palang pintu parkir. Segera aku parkir motorku di tempat yang teduh agar kulit recia tetap kinclong dan mempesona
Mas! ucap seseorang di belakangku sambil mennepuk bahuku, dan ternyata itu adalah pengendara yang tadi dibelakangku
Ada apa ya pak? ucapku
Ini karcisnya tadi ndak kamu ambil, gimana to mas-nya itu, ndeso-ndeso mas tapi jangan malu-maluin ucap bapaknya sambil menyerahkan karcis itu, akupun berterima kasih kepada bapaknya walau sedikit ada rasa malu
Sialan! Untuk ndak ada orang coba kalau di sini banyak orang bisa-bisa jadi bahan tertawaan, itu juga mau masuk parkir saja ada mesin yang otomatis segala ucapku, kalau diingat-ingat sewaktu aku ke gramedia dan bertemu budhe waktu itu ada tukang parkirnya di dalam box. Dasar aku-nya saja yang ndeso mungkin. Segera aku berjalan ke arah pintu masuk utama rumah sakit dan kutanyakan kepada bagian administrasi mengenai pasien bernama Felix yang masuk tadi malam.
Ruang Hati nomor C-1-N-7-4 ucap mbaknya yang jaga
kok aneh bathinku
Ini dimana ya mbak, ada petunjuknya ucapku kepada mbaknya yang memakai kerudung putih dengan senyum yang manis
Petunjuknya di hati saya mas, mas-nya ke hati saya saja bagaimana? ucap mbaknya. Glodak, sial ternyata aku kena gombal
Waduh... ucapku sambil tepuk jidat mbaknya hanya tersenyum
hi hi hi... ruang lavender mas nomor.... nomor mas berapa? ucap mbaknya lagi
nomor apa mbak? Kalau nomor pacar saya, saya punya mbak, gimana? ucapku, seketika wajah mbaknya sedikit cemberut ke arahku. Walau secara de jure aku memang tidak mempunyai pacar tapi secara de facto aku punya pacar, Ibu.
nomor 69 mas, tuh ada petunjuknya ucap mbaknya jadi ketus. Langsung aku sodorkan tanganku ke arah mbaknya
Arya, Arya Mahesa Wicaksono, maaf jika membuat mbak marah, hanya saja saya bukan tipe orang yang suka bohong, tapi saya suka ketika mempunyai banyak teman atau sahabat ucapku dengan senyuman, disambutnya tanganku denga lembut
Erlina, Erlina Eka Pangestuti, memang kelihatannya mas lebih cocok jadi sahabat daripada pacar ehem ucapnya dengan senyum, ditariknya tanganku dan ditulisnya sebuah angka dan huruf di telapak tanganku
Invite ya mas hi hi hi ucapnya
Mbak, aku invite tapi janji dulu... ucapku
janji apa mas? tanyanya
sahabat selamanya, okay? No Love ucapku dengan santai
Okay, bestfriend with no love ucapnya. Aku kemudian beranjak dari tempat itu, sambil berjalan aku menginvite erlina di BBM-ku. Sial kenapa juga aku harus memperkenalkan diriku kepada erlin, arghhh masa bodoh yang penting aku sudah bilang sama dia kalau aku hanya ingin jadi sahabatnya. Tapi aneh juga ya kenapa dia tiba-tiba ngegombal ke aku? Ah masa bodoh! Ku ikuti petunjuk arah keruang lavender, mungkin karena ndesonya aku jadi aku tidak memanfaatkan lift yang tersedia, hanya mengikuti petunjuk ke kanan ke kiri naik tangga dan lain sebagainya. Terdengan sebuah bunyi pukulan pada sematponku, kubuka. Erlina. Sambil berjalan mengikuti petunjuk arah, aku memainkan sematponku.
From : Erlina
Cuma ngecek beneran kamu ndak yang invite aku
To : Erlina
Fotonya dilihat tuh mbak, foto siapa, masa aku bohong
From : Erlina
Hi hi... iya dech percaya
From : Erlina
Met jalan-jalan muter-muter ya
To : Erlina
Owh aku dikerjai nich ceritanya?
From : Erlina
Salah sendiri ndak pake lift he he he
To : Erlina
Awas kalau ketemu
From : Erlina
Hi hi...
Braaakkkkk.....
Aaaa..... teriak seorang wanita memakai jas putih yang hampir terjatuh. Dengan cepat aku raih punggungnya dengan tangan kananku, buah tangan dan sematpon sementara aku tidurn di lantai alias jatuh. Wajah nan Ayu rambut panjang terurai dengan kaca mata menghiasi wajah manisnya. Segera aku bangkitkan tubuhnya.
Maaf... maaf mbak... maaf.... ucapku sambil membungkuk-bungkuk di hadapannya
Masnya itu kalau jalan hati-hati kenapa? ucap wanita tersebut. Aku hanya tersenyum memandangnya dengan senyum cengengesanku
Ndak ada yang kurang kan mbak? ucapku
Kalau kurang memangnya mau ganti rugi? ucap wanita tersebut
Ya ndak juga mbak, saya minta maaf sebesar-besarnya jika pakaian mbak kotor atau apa saya siap menanggung resikonya ucapku dengan tersenyum dengan sedikit cengengesan
Okay, ganti rugi makan siang , bagaimana? ucap mbaknya. Kulihat sepintas pakaiannya, jas lab putih dengan celana kain hitam panjang dihiasi sepatu hitam berhak tidaj terlalu tinggi.
Waduh...
Masa, saya yang orang biasa seperti ini harus ganti rugi makan siang mbak, yang ada mbak dokter yang traktir saya ucapku
hi hi hi... sudah mas tenag saja
Emmm.... mas-nya itu tadi yang bikin gara-gara di pintu masuk parkir ya? ucap mbaknya dokter, yang kemudian membuat suasana semakin akrab
gara-gara ditempat parkir? Bukan mbak, mbaknya salah lihat mungkin ucapku, mau garuk-garuk kepala juga susah masih ada perbannya.
Lha tadi bikin antrian panjang, ya kan? yang ndak mencet tombol hij... ucap mbaknya dokter terpotong. Langsung saja aku mendekat dan menyilangkan jariku di bibirnya, entah keberanian dari mana tapi itu hanya sekedar reflek
Sssssttt... jangan keras-keras mbak ntar saya bisa jadi komedian disini ucapku
ini tangan ngapain sich nyampe sini ucapnya
eh... maaf maaf reflek mbak, mbaknya dokter sich keras-keras ucapku
mbaknya dokter-mbaknya dokter, apa ndak bisa baca name text-ku? ucapnya
AS-MA-RA ME-DI-TA
iya mbak asmara, maaf kalau saya lancang, maaf maaf ucapku
Panggil saja aku Ara, kamu mau kemana? ucap Ara
Mau ke ruang lavender nomor 69 mbak, mbak dokterkan disini? Pasti tahu dong ucapnya
Iya masih di lantai atas, kenapa kamu ndak naik lift saja dari bawah kan malah cepet ucap mbak Asra
Dikerjai sama mbaknya yang dibawah owk, jadi ya jalan kaki saja mbak biar sehat he he he ucapku
Pantes! ucapnya
Pantes kenapa mbak? ucapku
Pantes kalau kamu itu ndeso, ada lift kok ndak dipake, ada tombol kok ya ndak dipencet ucap mbak Asra
Sudah dech mbak jangan di ingatkan lagi, saya jadi malu, lagian mbak Ara kok tahu kalau saya tadi bikin huru-hara di tempat parkir? ucapku
Aku tadi yang membonceng bapaknya, yang neriaki kamu... eh ngomong-ngomong siapa nama kamu? ucapmbaknya
Arya mbak ucapku sembari menyodorkan tanganku dan disambut olehnya
ya sudah mbak kalau begitu, sebelumnya saya minta maaf, saya mau melanjutkan perjalanan dulu
tapi mbaknya ndak bohongkan kalau levender diruang atas? ucapku
kalau bohong cari aku, nanti aku akan traktir makan siang sepuasnya ucapnya
eh.. gimana cara nyari mbak? ucapku lugu
ni kartu namaku ucapnya sembari menyodorkan kartu namanya, kenapa hari ini aku dapat kenalan cewek? Double lagi? Bodoh ah!
wah kalau berobat sama mbak gratis ya he he he ucapku
iya dech, di awal ya tapi nanti kebelakangnya bayar dobel ucapnya dengan senyum mengejekku
sama aja mbak, mending aku berobat ke dokter lain ucapku
Hi hi hi kamu lucu juga, itu kenapa kepala pakai perban? tanya mbak Ara
Biasa mbak, cowok, ber... an... tem ucapku semakin pelan dan mengeja karena mabak ara tiba-tiba dia mendekat dan membenarkan perban di atas kepalaku. Aroma wangi parfum semerbak masuk kehidungku
Besok lagi ndak usah berkelahi lagi Ar ucapnya
Eh... iya mbak, terima kasih ucapku
Ya sudah, cepat sana ke lavender, kasihan yang nungguin kamu entar ucapnya
Oke, mbak, duluan ya mbak ucapku, segera aku melangkah kembali menuju tangga padahal dan kemudian menaikinya, memang lebih enak menaiki tubuh wanita ketimbang menaiki tangga eh... kenapa aku punya pikiran kotor? He he he... sampailah aku pada ruang lavender no 69.
bener-bener gila ini yang buat rumah sakit, luas banget, bikin pegel saja bathinku berkeluh kesah. Kubuka kartu nama mbak ara, dan aku kemudian sms mbak ara.
To : Ara
Mbak, terima kasih, mbaknya dokter bener
From : Ara
Iyalah Aryaaaa,
Oia, besok-besok lagi kalau sudah dikasih tahu sama yang lebih tahu
Naik lift, sudah dibilangin lantai atas masih saja naik tangga, ndeso!
To : Ara
Iya iya, aku Ndeso....
To : Ara
Ndak juga, kalau marah sama mbak bisa di tikam sama pacar mbak
From : Ara
Paling pacarku ndak berani sama kamu ar
Dia ndak jago berkelahi kaya kamu yang doyan berkelahi
To : Ara
Kasihan Dech Loe ha ha ha
Gimana nanti kalau ada preman yang ngegodain mbak coba?
Masa pacar mbak diem aja?
From : Ara
Awas kamu kalau ketemu lagi!
To : Ara
Tenang saja mbak, mbak ndak bakal ketemu sama aku lagi kok
From : Ara
Oh ya?!
AWAS KAMU POKOKNYA!
To : Ara
Serem he he he
Met aktifitas mbak
From : Ara
Okay, sama-sama Ar
Setelah bersms ria dengan mbak ara, segera aku membuka pintu kamar itu, tak ada seorang pun disitu kecuali pak felix yang berbaring dan sedang asyik main game di sematponya.
Pak Felix... ucapku
Oh... Hai Ar, apa kabar? Bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja? ucap pak felix
seharusnya yang tanya begitu kan saya pak, kan saya yang jenguk bapak ucapku, sambil meletakan buah tangan dari Ibu
Oh iya, ya beginilah Ar, ada beberapa tulangku yang patah sewaktu di injak-injak kemarin, kamu bagaiman? Makasih buat buah tanganya ucap pak felix
Sudah biasa pak, tenang saja. Iya pak sama-sama ucap pak felix, tak kulihat Bu Dian disana, tampak sepi namun aku enggan menanyakan keberadaanya. Aku kemudian duduk di kursi di sebelah kiri pak felix, membelakangi pintu masuk. Lama kami bercakap mengenai kejadian semalam dan juga perkuliahan di semester depan. Canda dan gurau menghiasi pembicaraan kami berdua.
Bugh... pukulah ringan dibahuku
Ngapain kamu disini Ar? ucap seorang laki-laki di belakangku, aku menoleh
Lho, Om Heri? Bukanya om heri ada di luar kota? ucapku kepada Om heri, adik tante asih
Aku pindah dinas ucap om heri
Kata tante asih, di luar kota ucapku
Ya Tantemu itu belum tahu, Seharusnya bulan depan aku pindahnya tapi karena sudah kangen rumah, om mendesak pihak kedinasan untuk mempercepat kepindahanku, jadi tante asih kaget tadi waktu om her disini ucap om heri
Bagaimana keadaanmu Lix? ucap Om Her ke pak felix
Ya beginilah mas, kalau tidak ada Arya sama teman-temannya mungkin sudah lebih parah lagi mas ucap pak felix
Arya ini hadeeeeeh... kakak kelasnya saja sampe nangis-nangis dikerjai sama dia, nakal memang anak ini ucap Om Heri
Lho kalian sudah saling kenal? ucapku
Felix itu adik kelas SMA om her, jadi ya kenal
Dan jangan berkelahi lagi! ucap om her sedikit membentak, aku hanya tersenyum cengengesan di hadapannya.
Sudah mas, ndak papa, ponakanmu ini orang hebat mas bela pak felix
tuh denger kata pak felix om he he he ucapku dengan sedikit sombong
Kami kemudian melanjutkan percakapan kami. Om her menceritakan mengenai rumah sakit luar kota dan betapa kangennya dirinya dengan rumah. Akhirnya dia pindah dinas agar bisa lebih dekat denhi gan Ayah Ibunya atau adik dari kakekku. Lama kami mengobrol akhirnya waktu menunjukan pukul 11:30. Aku kemudian keluar sebentar untuk menyulut rokok.
Di atap gedung saja Ar, di sana smoking areanya ucap Om Her, aku hanya mengangguk mengiyakan, aku keluar menuju tangga ke atap gedung. Baru beberapa langkah menuju tangga tersebut muncul wanita yang sudah tidak asing lagi dengannya, Tante Asih dan juga Dosen judes, Bu Dian yang membawa air mineral. Walau di awal perkuliahanku dia tampak judes, setelah banyak yang dilalui dan melibatkan aku dan dia pandangannya menjadi pandangan yang teduh kepadaku. Bodoh Ah!
Tan... te.... he he he ucapku ketika berhadapan dengan mereka berdua
APA! bentaknya
ndak papa tante... ucapku lirih
Sekarang bersihkan lantai ini dan harus bersih! ucap tante tiba-tiba menghukumku
Lho tan, kan ada tukang bersih-bersih disini, dan mereka dibayar untuk itu, kenapa harus aku? ucapku
Membantah? Berani membantah sekarang? ucap tante asih
ndak tan, Arya ndak berani membantah tante ucapku
Hi hi hi... Bu Dian mengejekku
Iya Ar, kamu bersihkan , lagian tante kamu tadi sudah minta ijin ke Pak Dhe, kalau nanti Arya kesini suruh ngepel lantai, gitu ucap lelaki yang berada dibelakang tante asih dan bu dian. Pak Dhe Anas, sahabat dari Pak Dhe Andi merupakan kepala rumah sakit ini atau bisa dibilang direktur utama rumah sakit.
Pak Dhe Anas, memang beneran begitu pak dhe? ucapku
Iya...! bentak tante asih
Ya ndak juga, tapi kalau hukuman karena berkelahi diijinkan kok ucap pak dhe Anas yang langsung berjalan meninggalkan kami bertiga. Jelaslah Pak Dhe Anas tahu kelakuanku, dia sahabat pakdhe andi sejak kecil dan tahu bagaimana kecilku hingga besarku.
Argghhh... Hmmmm.... gerutuku
Dah, mulai dibersihkan, Dian, kamu jaga Arya, kalau nanti dia tidak serius membersihkannya kasih tahu mbak, biar seluruh rumah sakit dia yang mengepel, aku akan periksa Felix dulu ucap tante yang kemudian meninggalkan kami berdua.
iya mbak ucap Bu Dian. Di hadapanku berdiri seorang wanita yang pernah membuatku terbang tinggi walau akhirnya sayapku patah dan terjatuh dihadapanya.
selamat siang bu... ucapku
siang Arya ehem... ucapnya dengan senyuman lembut. Aku pamit melangkah menuju ruang tukang bersih-bersih atau lebih kerennya dipanggil OB. Setelah menjelaskan kepada OB-OB disana aku diambilkan alat pembersih. Aku kemudian kembali ke tempat Bu Dian berada, Bu Dian hanya duduk manis menatapku yang sedang membungkuk membersihkan lantai. Entah mimpi apa semalam aku hingga bisa menjadi seorang OB di rumah sakit. Tapi anehnya kenapa Bu Dian sekarang tampak dekat dengan tante asih?
Yang itu belum Ar... ucap Bu Dian sambil menunjuk lantai dibawah kursi
iya Bu... ucapku pelan dan datar
Aku segera memmbersihkan yang ditunjuk oleh Bu Dian, dengan cepat aku bersihkan. Tubuh yang masih terasa sakit tapi tak aku hiraukan dan tetap mebersihkan lantai hingga sudut-sudut sempit yang tidak terjangkau. Mungkin aku memang mempunyai keahlian tukang bersih-bersih. Saat aku membersihkan lantai, sedikit aku melirik ke arah bu dian. Dia sedang membuka air mineralnya kemudian dituangkan sedikit ke alas sepatunya. Di injakannya sepatu itu di depannya agak jauh, dan jelas akan terstempel sebuah tanda sesuai dengan bentuk alas kakinya.
Ar... ini masih kotor... ucap Bu Dian. Dengan diam aku membersihkan lantai di depannya, ketika sudah bersih aku kembali ke lantai lain yang belum dibersihkan.
Ar, ini juga masih kotor... ucap Bu Dian menunjukan sebuah stempel alas sepatunya lagi didepannya yang baru saja aku bersihkan dengan jarak yang lebih dekat dengan bu dian dari sebelumnya.
Aku tidak menjawab atau apapun aku kembali ke tempat itu, dan membersihkannya lagi. Aku kemudian mebersihkan lantai yang lainnya lagi. Tapi Bu Dian sekali lagi melakukan hal yang sama dengan stempel alas kakinya semakin dekat dengannya. Ketika aku memandangnya, dia membuang muka dan bergaya sambil bersiul-siul walau tidak ada bunyi yang keluar dari siulannya itu. Kejadian itu berulang hingga tujuh kali dan yang ketujuh, stempel alas kakinya itu berada tepat didepannya. Aku berdiri di depannya dan menatapnya, kini Bu Dian menatapku dengan lembut
Ndak boleh marah lho Ar, nanti dimarahi sama tantemu ucap Bu Dian santai. Aku sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi jika nama itu disebutkan. Aku bersihkan sebersih-bersihnya dan ketika aku berbalik ke tempat lain aku sedikit melirik ke arah Bu Dian, kulihat Bu Dian akan melakukan hal itu lagi. Dengan cepat aku bergerak mendekatinya dan mencegahnya. Ku sandarkan lap pel itu dan aku pegang kedua sepatunya itu dengan kedua tanganku. Hingga kedua tanganku terinjak kakinya, dengan segera aku lepas sepatu di kakinya.
Kaki Ibu sakit ya? Arya pijat ucapku dengan nada datar tanpa memandangnya sama sekali. Entah darimana ide ini muncul yang jelas aku tidak mau dikerjai terus-terusan. Aku kemudian memijat-mijat ringan pada kakinya yang sebenarnya tidak terluka ataupun sakit. Sedikit aku melirik ke atas, wajahnya tampak sekali sumringah dan tidak ada penolakan.
Eh... dia terkejut dengan pijatan-pijatan kecilku
Mbak Diah beruntung ya punya pacar kamu, baik dan tidak gampang jengkel walau dikerjai habis-habisan ucap Bu Dian tiba-tiba
Iya... ucapku datar
Kalau boleh tahu, ketemu dimana? ucap Bu Dian
Di rumah ucapku
Deket rumah ya, wah asyik dong kalau ngapel ndak perlu jauh-jauh
Apa dia benar pacarmu Ar? ucapnya dengan nada penasarannya
Setiap hari saya bisa ngapel kok Bu
Seandainya iya, ada yang salah? Dan seandainya tidak, kenapa Bu? ucapku
Eh.. tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja apa dia benar pacarmu atau tidak ucapnya, kemudian tatapan kami beradu
karena dia terlihat lebih tua darimu ucap Bu Dian
Kan Cinta tidak memandang usia ucapku dengan santai, dan aku kembali memijit kakinya
I... iya... 28 ya umurnya? ucap Bu Dian, mencoba menebak umur Ibu
Eh... muda banget ternyata Ibu dimata orang lain bathinku
Tidak tahu... ucapku yang kemudian memasangkan sepatunya kembali pada kakinya lalu bangkit
Sudah, kaki Ibu kalau sakit dipijitkan langsung saja tidak usah diinjak-injakan kelantai kasihan nanti yang membersihkan bu ucapku sambil memandang wajahnya yang menengadah memandangku. Ku angkat kakiku dan melangkah mengambil lap pel.
Apa dia benar pacarmu Ar? ucap Bu Dian
Apakah pada saat ujian skripsi nanti, ada pertanyaan seperti itu bu?
Seandainya dia bukan pacarku ataupun iya, itu juga tidak menguntungkan atau bahkan merugikan Ibu kan? ucapku sambil membalikan badan dan tersenyum kepadanya
eh... iya ucapnya sambil menunduk dan aku berjalan ke arah ruang OB
Tapi aku yakin dia bukan pacarmu... Ar ucap Bu Dian. Membuatku sedikit kaget, tertegun dan berhenti lalu kembali melangkah menuju ruang OB. Aku masuk dan di dalam ruang OB tidak ada seorang pun. Aku bersandar kemudian pada pintu tersebut hingga tubuh ini melorot jatuh ke bawah hingga kedua siku tanganku bertumpu pada lututku
Kenapa kamu sangat peduli padaku bu? Tapi setelah malam itu sikapmu memperlihatkan aku bukan orang yang pantas kamu pedulikan bathinku
Aku kemudian bangkit dan keluar dari ruangan tak kulihat lagi Bu Dian di tempat duduk itu. Kuangkat kakiku menuju ke atap gedung. Kurogoh sakuku dan kupandangi pemandangan kota dari atas gedung. Tampak semua bangunan terlihat sangat kecil dan mungil.
Kamu itu harusnya jujur pada dirimu sendiri, bukannya malah bersikap aneh seperti itu! ucap tante asih dari belakangku, aku menoleh sebentar kemudian membuang pandanganku ke pemandangan itu lagi
Tante tahu kamu sukakan sama Dian? ucap Tante Asih
Jujurlah Ar, tidak ada salahnya ucap tante asih
Tante, dia terlalu tua untukku dan tentunya tante masih ingat kejadian yang menimpa om heri? ucapku
Eh...
Iya aku masih ingat ucap tante Asih
Om heri sudah bertunangan dengan kekasihnya, dan tante tahu sendiri mereka harus berpisah karena ada lelaki lain yang menyatakan cintanya kepada kekasih om heri
Jika tante memaksaku, berarti tante senang dengan apa yang dialami oleh om heri ucapku
Beda, saaaaangat berbeda...
Kekasihnya bukan wanita baik-baik, dan tante sudah tahu itu, tante pernah mengingatkan om kamu namun dia tetap bersikeras, ketika itu semua terjadi, tante dan keluarga cukup senang walau kami semua tahu Om kamu merasakan patah hati yang mendalam. Tapi lihat sisi baiknya, dia kemudian tahu siapa kekasihnya dan mendapat istri yang lebih, lebih baik dari kekasihnya yang dulu
Dan perlu kamu ketahui, kekasihnya yang dulu itu pernah minta balikan lho, tapi om heri tidak mau karena istrinya lebih dari mantannya itu ucap tante Asih
Kasus Dian berbeda, di dalam hatinya... ucap tante asih terpotong
di dalam hatinya apa tante? ucapku penasaran
ehem... tante tersenyum kepadaku
di dalam hatinya ada cinta yang hanya bisa di temukan oleh orang yang benar-benar dia harapkan ucap tante asih seakan-akan mengalihkan kata-katanya
Semua juga tahu itu tante, dan orang itu adalah pak felix
Arya tidak perlu ikut campur urusan mereka merusak hubungan dengan orang lain adalah salah, titik, lanjutku
Eh... tante terkejut dengan ucapanku
Terserah kamu Ar, tapi yang jelas, cinta itu tidak bisa dipaksakan dan harus jujur, cinta harus mencari wadah yang sesuai ucap tante, aku hanya memandangnya dan kembali memandang pemandangan itu lagi
Erghhh... Ibu? Ah kenapa aku teringat Ibu, cinta kita, wadah kita? Aaargghhhhhh... tidak sesuai tapi untuk saat ini aku tidak ingin pergi dari Ibu. Bu Dian? Bodoh Ah! bathinku
Bagaimana semalam? Apakah dian terlihat sangat cemburu ketika Ibu kamu mengaku pacar kamu ucapnya
Heeeh... ternyata itu taktik Ibu dan tante? Ndak tahu tan ucapku
Kalau dari penuturan Ibu kamu, Dian tampaknya sangat cemburu ucapnya
kenapa harus cemburu, lha wong dia sudah punya pak felix ucapku santai
AAAAAAAAAAAAAAAAUUUWWWWW! teriakku karena mendapat cubitan dari ante
DASAR LELAKI EGOIS! TIDAK PEKA!
tante mau turun lagi huh ucap tante judes meninggalkan aku
Eh tan. Kabar ilman, paijo dan lucas, gimana? ucapku mengehntikan langkahnya. Tante kemudian berbalik memandangku
Banyak tulang yang patah dan dapat dipastikan dia tidak akan bisa bergerak senormal mungkin seperti sekarang ini, polisi akan menahan mereka setelah keluar dari RS karena ada beberapa kasus kekerasan yang melibatkan mereka bertiga ucap tante
Lho memangnya mereka satu komplotan? Setahuku hanya ilman dan paijo yang saru hati ucapku
Dari penuturan polisi, mereka itu komplotan dan sudah melakukan beberapa kejahatan, lha kalian itu koplak masa ndak tahu mengenai ini?ucap tante
Yeee... kita kan udah berhenti ugal-ugalan didaerah, kan pada sibuk sama kesibukan masing-masing, ditambah lagi satpam dari rumah sakit selalu mengawasi kita semua he he he ucapku
ya iyalah, kalau kalian tidak tante awasi bisa-bisa kalian tambah urakan, ya sudah tante turun ucap tante yang kini menghilang dari pandanganku
Ilman da paijo serta lucas, aku tidak pernah tahu mengenai sepak terjang mereka. Bu Dian? Memang benar apa kata tante mengenai wajah cemburu Bu Dian. Apalagi tadi selama kami mengobrol Bu Dian selalu menanyakan tentang pacarku yang tidak lain adalah Ibu. Memang aneh ketika seorang wanita yang sudah dilamar menanyakan hubungan lelaki lain dengan pacarnya. Apa aku memang kurang peka? Tapi aku tidak mungkin mengungkapkan apa yang seharusnya aku ungkapkan, bisa perang dunia ke 3, ditambah lagi pak felix kenal baik dengan Om Heri. Bodoh Ah! Pulang.
Ketika aku berada di tempat parkir, tepatnya di dalam tempat parkir. Aku berjalan seorang diri menju motorku. Aku sedikit terhenyak dan berdiam diri sejenak manakala di samping motorku, duduk dan bersandar seorang wanita, Bu Dian. Dia hanya tersenyum kepadaku, kedua tangannya memgang helm SNI. Kulanjutkan langkahku ke arah motorku, mau bagaimana lagi, seandainya aku menghindar pun juga tidak bisa. Ketika aku sudah berada tepat disampingh motorku.