Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The Office

Bimabet
Chapter 3: Vira Chang - The Final Report

"Hey young boy Riki, come over here..!!!" Tim memanggilku untuk mendekat ke bagian kasir.

Sejenak aku melihat ke arah Mbak Vira yang terduduk lemas dan masih memejamkan mata. Sejurus kemudian aku pergi mendatangi Tim, walaupun merasa tidak enak meninggalkan Mbak Vira sendirian.

"Here it is, young boy, the golden-14-month contract. We've got to catch our flight sooner, so next week we won't meet you in the office".

Tim menyodorkan hardcover kepadaku, dan aku membukanya. Memang benar, kontrak 14 bulan order produksi ke pabrik kami, hanya aku sedikit heran, kenapa tanggal surat itu tidak tertanggal hari ini, melainkan tanggal kemarin. Seingatku mereka akan memberikan kontrak 14 bulan ini besok, sesuai yang dijanjikan Tim tadi, tetapi rupanya dia memberikan kontrak itu lebih awal. Aku tak perduli, toh kontrak sudah ada di tangan. Setelah membaca setiap detail, kata2, tanda tangan, materai, dan sebagainya, aku mengembalikan kartu kredit yang tadi Tim berikan padaku.

"Thanks Tim" ucapku singkat dan enggan.

"Hey boy... I tell you li'll secret. Kiss her neck, right at the bottom of her ear, then she'll go crazy. Hahahahahahaha!!!"

"Uhm... she's my boss" timpalku

"Hehehehe, that doesn't matter, young boy. Maybe she's been being too hard for herself doing the job, you have to ease her pain sometimes... and I know... she's not the type of one-squirted woman, she needs to squirt more this night... that's your job, young boy... Hahaahahaha"

Aku kurang mengerti dengan istilahnya "one-squirted", dan aku juga enggan menjawab ucapannya.

"OK, young boy... Good Luck for tonight, we'll have to rush to your damned airport... Byeee"

"Byeee" jawabku singkat.

Aku kembali ke meja sambil membawa kontrak dari Pinoy tadi. Aku heran, Mbak Vira sudah tidak ada di sana.

"Mungkin sudah ada di parkiran mobil" pikirku dalam hati.

Samar terlihat di balik kaca dinding kafe Rolling Stones, Mbak Vira yang sedang mengepulkan asap rokok, sambil memandang kosong di langit kejauhan. Sangat anggun, wanita cerdas yang satu ini. Melihat sorot matanya yang menerawang jauh, membuatku merasa bahwa dia memiliki power yang luar biasa di tim manajemen kami, menggerakan semua orang untuk bekerja dengan pintar, dan memenangkan deal-deal besar, seperti yang terjadi malam ini.

"Mbak, ternyata mereka sudah menandatangani kontraknya, tinggal kita mintakan tanda tangan dari Managing Director" sahutku memecah kesunyian.

"I know... " tegas Mbak Vira singkat tanpa menoleh kepadaku.

Aku terkejut dengan jawaban Mbak Vira, tapi kemudian dia berjalan menuju mobil, tanda bahwa ada hal yang dia tahu dan aku tidak boleh mengetahuinya.

Aku menghidupkan mobilku dan menghidupkan AC, tetapi Mbak Vira terus menghisap rokok merek Raison nya, tanda bahwa AC tidak perlu kuhidupkan, dan jendela kaca harus dibuka. Entah kenapa dia sangat suka rokok Raison dari Korea Selatan, bagiku itu rokok yang sangat ringan, hanya 9 kali hisap saja habis.

Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Aku tidak berani mengucapkan sepatah katapun. Tiba-tiba hape Mbak Vira berdering.

"Yes Annie, my flight is tomorrow at 11.30 am, I've got it all prepped. I've just had my visa approved this day..." ucap Mbak Vira di telepon.

"OK, I won't let you down, my friend. I know you're expecting the unexpected. I'll see you soon. Byee". ucap Mbak Vira lagi.

"Riki..." panggil Mbak Vira kepadaku, kali ini sangat halus, tidak biasanya dia begitu.

"Ya Mbak" timpalku.

"Besok senin kamu jadi cuti kan?" tanya Mbak Vira.

"Iya".

"Aku akan pergi ke Shanghai besok Sabtu, dan baru pulang hari Selasa malam. Hari Rabu minggu depan kita harus presentasi ke Managing Director, sekalian minta tanda tangan di kontrak yang kamu bawa itu. Silahkan nikmati cutimu hari Senin, akan tetapi hari Selasa pagi kamu harus membuat presentasinya. Presentasi ini jangan hanya berisi kontrak yang kita menangkan, akan tetapi juga berisi apa yang harus dilakukan semua pihak, Engineering, Procurement, Finance, Research Team, Production, dan juga that damned Quality Control team" urai Mbak Vira panjang lebar.

"Wah, mbak, gimana bikinnya? Itu kan isinya bakalan banyak banget, yang harus ditulis apa?" jawabku putus asa.

"Semuanya ada di kepalaku saat ini, ki. Aku akan merekam suaraku dengan hapemu, akan aku jelaskan apa saja yang harus kamu tuliskan di powerpoint. OK? I know I can count on you".

"Hmm, OK mbak" jawabku singkat.

Tiba-tiba Mbak Vira memegang pahaku dan mengambil hapeku yang masih aku kantongi. Aku tidak menyangka dia akan merekamnya sekarang di dalam mobil. Tangan Mbak Vira menggengam dulu hapeku di dalam kantong kiri celanaku yang berbahan kain sebelum mengambilnya. Tiba-tiba mobilku melintasi polisi tidur yang tidak diberi penanda, dan mobil sedikit berguncang. Badanku sedikit terhuyung ke depan. Mbak Vira terkejut, tangan kirinya terlepas dari paha kiriku dan reflek berpegangan ke pangkal pahaku, sedangkan tangan kanannya terjebak di kantong celana sebelah kiri. Aku merasa batang kemaluanku tergenggam.

"Ah, maaf mbak, maaf, ga liat polisi tidurnya" aku gugup sambil malu.

Mbak Vira masih dengan wajah yang agak terkejut, membetulkan posisi duduknya, dan mengambil hape dari kantongku tanpa menjawab satu katapun.
"Oh iya Mbak, tadi celana dalam Mbak aku simpan, di saku celanaku" ucapku memecahkan keheningan, karena Mbak Vira dari tadi termenung memikirkan sesuatu.
"You can keet it for yourself, young boy" ucap Mbak Vira nakal. Mendengar hal itu, batang kemaluanku mengeras lagi.

"Ki, ini hapemu android ya? Dimana voice recordingnya?" tanya Mbak Vira. Dia sepertinya terbiasa menggunaan iPhone miliknya.

"Pilih saja tombol di tengah bawah, lalu dari ikon2 yang banyak itu ada menu Voice Recording" jawabku.

"OK, here we go"

"The Hanjin Heavy Industries Corporation Philippines is a company established in 2006. established what is envisaged to be the fourth largest shipyard in the world, in Subic - Zambales, Philippines. As of September 2011, HHIC Phil is the largest shipyard and one of the largest private employers in Philippines."

"This company is having a contract of 14 month High Voltage Insulator for Shipyard production with our Company to supply their shipyard needs."
"We can win the 14-month order since this company are convinced well with our production capacity and tight quality control" ucap Mbak Vira sambil menoleh kepadaku sambil tersenyum. Aku sedikit membalas senyumannya. Sebenarnya kontrak luar biasa ini dimenangkan oleh Mbak Vira sendirian malam ini, bukan karena kehebatan orang produksi dan quality control, yang pada kenyataannya amburadul hasil kerjanya.

"Dealing with stable-14-month production order, Production Team must rearrange their production line to focus on producing HV (High Voltage) Insulator for Hanjin Shipyard's Power Plant. The warehouse must recalculate the storage capacity to support this, in spite of our bad JIT (Just in Time) execution."

Di tengah-tengah suara Mbak Vira merekam suaranya dengan hapeku, aku membayangkan bagaimana bobroknya setiap hasil pekerjaan yang ada di masing-masing bagian.

"Riki, gimana caranya mendengarkan hasil recordingku tadi?" tiba-tiba Mbak Vira membuyarkan lamunanku.

"Hmm, biar mudahnya sih, coba dari menu Gallery, pilih folder Voice, pilih file recording yang terakhir dibuat." Balasku.

"Oh, salah, ini bukan Voice, tapi Video, sama-sama depannya huruf V" balas Mbak Vira sambil mengutak atik hapeku.

Mbak Vira terdiam sebentar. Dia terkesan bingung. Aku sejenak tidak sadar apa yang terjadi, kemudian. Astaga... rekaman video underdesk ada di folder Video!!! Aku berkeringat dingin, jangan-jangan Mbak Vira membuka folder Video dan menemukan rekamanku mengintip celana dalamnya!!!

Beberapa saat kemudian terdengar suara hasil rekaman Mbak Vira. Aku merasa lega. Mbak Vira sepertinya tidak sadar dengan file2 video di hapeku.

"Engineering team must learn from the Mexico Buyer case. The high production order would come into unstable production process if it's not supported with robust engine." Mbak Vira meneruskan rekamannya.

Aku menyetir mobilku hingga tak terasa sudah sampai ke daerah Cinere. Halaman depan rumah Mbak Vira sudah terlihat. Di kebunnya tumbuh ratusan kaktus-kaktus mini di dalam pot, dan beberapa kaktus besar. Selera yang aneh, menurutku.

"Sudah sampai mbak" timpalku memotong recording Mbak Vira.

"Yah ki, masih ada pembahasan untuk team-team lainnya yang belum aku rekam..." jawab Mbak Vira.

"Gini aja, kamu masuk ke rumahku aja sebentar, silahkan ambil minum sendiri, sementara aku selesaikan recordingnya di ruang tamu" lanjut Mbak Vira.

"OK mbak" jawabku enggan.

Ruang tamu Mbak Vira tidak terlalu besar, tapi didesain serba putih. Di dinding ada lukisan bergambarkan tulisan Cina besar yang tidak aku tahu artinya. Tidak ada satu fotopun yang terpajang, hanya sofa putih, meja kaca bening, pot hias berwarna putih, dengan bunga lily putih di dalamnya.

"Riki, kamu duduk aja dulu di sofa, aku ganti baju sebentar, blouseku basah kuyup." Ucap Mbak Vira sambil meletakkan iPhone nya di sofa di samping aku duduk. Mbak Vira ini memang cukup sembarangan dalam meletakkan handphonenya. Atau, memang dia sangat percaya kepadaku? Entahlah.

Aku tidak menjawab, sambil melihat sekelilingku. Terlihat koper traveler yang besar, rupanya Mbak Vira sudah siap berangkat ke Shanghai. Aku menunggu dengan bosan, karena tidak ada satuhalpun yang bisa dilakukan. Bahkan tidak ada majalah di meja tamu.

Tiba-tiba Mbak Vira melintas dari satu ruangan ke ruangan yang lain, hanya berbalut handuk!!!

"Buseet ini orang, cuek banget!!!" pikirku dalam hati. Aku buru-buru menutup pintu rumah depan supaya Mbak Vira yang hanya berhanduk tidak terlihat dari luar.

"Riki" panggil Mbak sambil berjalan ke arah ruang tamu.

"Berapa biaya yang kita harus bayar untuk product reject di kasus Mexico Buyer? Kamu ingat?"

"Hmm, USD 175 ribu mbak" jawabku, sambil kemudian menoleh ke arah Mbak Vira, dan tampaklah pemandangan itu.

Berbalut baju tidur warna putih berenda, setengah dari payudara bagian atas menyembul, dan puting susunya tercetak jelas yang tidak terlindungi oleh bra. Pahanya yang putih mulus terlihat jelas karena gaun tidur terusan itu hanya menutupi sampai setengah paha. Aku terkesiap melihatnya. Mbak Vira terus mengatakan sesuatu di depan hapeku, sambil bersandar di dinding tanpa melihat ke arahku. Dia kemudian berjalan menjauh lagi dari ruang tamu menuju ruang lainnya. Kemudian sambil terus berbicara di depan hapeku, dia berjalan lagi ke arah ruang tamu.

Jantungku berdetak kencang, semakin menjadi jadi begitu melihat lagi tubuh Mbak Vira berbalut baju tidur. Mbak Vira duduk di sofa, merebahkan punggungnya kebelakang, kemudian menyilangkan kedua kakinya sambil wajahnya menghadap ke atas, tidak menghiraukanku yang sedang memelototinya. Terlihat Mbak Vira sedang berpikir keras, dia sama sekali tidak menyadari pandanganku. Jarak kami hanya sekitar setengah meter, dan Mbak Vira duduk si samping kananku.

"Oh Shit!!!" teriak Mbak Vira.

Hapeku rupanya terlepas dari tangan Mbak Vira. Aku secara spontan mengambil hapeku yang terjatuh ke lantai bekarpet putih gading, dan ternyata Mbak Vira juga spontan melakukan hal yang sama. Kami sama-sama menunduk. Aku terkejut dan tidak bergerak. Beberapa saat kemudian baru kusadari posisi kami. Tangan kiri Mbak Vira secara spontan berpegangan ke badanku, akan tetapi terlepas karena jari-jemarinya gagal mencengkeram lenganku, dan kini tangan kirinya itu ternyata berpegangan ke pangkal pahaku. Wajahku dan wajah Mbak Vira berdampingan dan hampir bersentuhan, telinga kirinya berjarak 4cm dari hidungku. Kami sejenak kaku dan terdiam, menyadari posisi kami.

Jantungku berdetak kencang. Bau wangi tubuh Mbak Vira benar-benar terasa. Otak kotorku tak kuasa untuk semakin mendekatkan wajahku dan mencium telinganya. Perlahan-lahan kusentuhkan bibirku ke telinga, kemudian turun ke leher Mbak Vira. Aku merasa cengkeraman tangan kiri Mbak Vira di pangkal pahaku semakin keras, seiring batang kemaluanku yang semakin keras juga.

"Riki... hmmmm... eeghhh" Mbak Vira sedikit mengerang saat ciumanku menyusuri lehernya. Mbak Vira tiba-tiba melepaskan ciumanku dari lehernya, kemudian mengambil hapeku yang terjatuh. Aku merasa sangat malu, karena ternyata Mbak Vira melepaskan ciumanku.

Mbak Vira berdiri menghadapku yang masih terduduk, kemudian mendorong badanku ke sandaran sofa.

"Riki! Finish what you've started!!!!" ucap Mbak Vira. Mbak Vira menaikkan kaki kirinya ke sebelah kananku, dan kaki kanannya di sebelah kiriku, kemudian duduk di atas pangkuanku dengan kedua pahanya terbuka lebar ke samping kiri dan kanan. Pangkal paha Mbak Vira beradu dengan batang kemaluanku yang masih terlindungi celana panjang berbahan kain.

Perlahan-lahan Mbak Vira menggesek-gesekkan pangkal pahanya maju mundur diatas batang kemaluanku yang sudah mengeras. Aku merasa makin berani, dan mulai menyentuh kedua payudara Mbak Vira.

"Quality control team must follow the rule. The ISO 2859 Quality standard which is... aaaahhhh" Mbak Vira melanjutkan rekamannya sambil sedikit mengerang karena pangkal pahanya bergesek-gesek dengan batang kemaluanku, dan payudaranya aku belai lembut sambil menggesek-gesekkan jariku ke putingnya yang masih terlindungi baju tidur tipis. Perlahan-lahan aku mengesampingkan tali yang menggantungkan baju tidur itu di bahu Mbak Vira. Perlahan-lahan kulihat payudara putih mulus itu, dan puting susu yang coklat merah muda. Kubelai-belai kedua payudara itu.

"The ISO 2859 which is the master rule for inspection must be educated to all quality control member..." Mbak Vira masih melakukan recording sambil sedikit mencondongkan badannya kedepan, memberikan kedua payudaranya untuk kucium.

"The basic concept of Quality Control must be understood and applied in every step of ... aaaaaaahh... Rikiii... "
Mbak Vira mengerang saat payudara kanannya kukulum dengan lembut, sedangkan tangan kananku membelai-belai payudara kirinya. Tangan kanan Mbak Vira memegangi hapeku, sedangkan tangan kirinya merangkul kepalaku, seakan-akan menjaga supaya ciumanku ke payudaranya tidak boleh terlepas. Aku perlahan-lahan mengalihkan tangan kananku ke pantat Mbak Vira dan mulai meraba-rabanya.

"Riki! I'm your boss, OK! Never do anything without my permition!" Mbak Vira tiba tiba menyela sentuhanku ke pantatnya. Kemudian dia berdiri dari pangkuanku, dan duduk di sofa di sebelah kananku.

"Riki sayang... maaf aku marah-marah. Minta tolong lepasin CDku dong, dan ciumin itu ku ya" pinta Mbak Vira dengan sangat ramah.

Aku bangkit dari sofa, kemudian berlutut di depan Mbak Vira. Perlahan-lahan kusingkap gaun tidur terusan berwarna putih itu, kemudian kuraih tali samping kiri dan kanan CD Mbak vira yang berenda-renda, dan perlahan-lahan kucopot CD Mbak Vira. Pandanganku kuarahkan ke kaki Mbak Vira saat mencopot CD nya menyusuri kedua kaki itu kebawah, tanpa berani melihat alat kemaluannya. Kemudian perlahan-lahan aku menyusuri lagi kedua kaki itu keatas, lutut, dan pahanya yang sangat mulus. Mulai dari atas lutut, kusentuhkan bibirku mengelus pahanya, hingga hampir ke alat kemaluan Mbak Vira.

"The lesson we got from Mexican Buyer where the quality control team did not follow the rule, had taught us how important of understanding the basic concept of quality is." Mbak Vira tanpa henti merekam apa saja yang terlintas di pikirannya.

Ciumanku semakin memburu, dan akhirnya sampailah ke pangkal paha, dan vagina merah muda berambut tipis-tipis itu benar-benar berada di hadapanku. Kucium ringan alat kemaluan kemaluan Mbak Vira dengan lembut, kemudian mulai kujilat pelan bibir vaginanya.

"Production process must apply... oooohhh.... Hmmmmffftt.. aaaah... Riki... aahh.. .. must apply quality... aaaaahhh...ahhh.... " erang Mbak Vira tak tahan dengan ciumanku di vaginanya.

"must apply ooh... must apply quality control items on... aaah aaah aaah... on each assembly steps... aaah... Riki honey, go get it tiger!!! Aaaaahhh... eat my cunt... eat my cunt... aaaaaaahh..."

Ciumanku semakin memburu di vagina Mbak Vira yang semakin lama semakin basah. Ujung lidahku membelai-belai lubang vagina itu semakin dalam. Cairan yang berasa asin sedikit demi sedikit mulai keluar dari lubang vagina itu. Seluruh lubang vagina Mbak Vira kini berwarna merah muda dan basah

"The Hanjin heaa... the hanjin of .... The hanjin Heavy Industries of ... oooohhh ... shit! Aaaaahhh.... Aaaaahhh...." Mbak Vira begitu menikmati ciumanku di vaginanya hingga tidak bisa mengucapkan nama perusahaan si Pinoy itu.

"We've got to.. we've... the production... aaaaaahhh... Riki!!!! I'm gonna cum.. I'm gonna cum... Riki..... I'm cummmmiiiinggg....... Aaaaaaaahhhhhhhhh"

Badan Mbak Vira terdorong ke atas dan kaku selama dua detik, kemudian badannya bergetar-getar hebat, tanda puncak kenikmatan sudah tercapai.

"Riki, get naked and sit down!" pinta Mbak Vira dengan suara lirih sambil terduduk lemas di sofa.

Aku kemudian melepas kemeja, celana panjang dan celana dalamku. Batang kemaluanku sudah berdiri tegak dan keras.

"Don't wanna be rough, but I'm still your boss. I don't wanna get fucked by my boys. I want to be the one who fuck. I always wanna be on top" ucap Mbak Vira sambil sedikit tersengal-sengal mengatur nafasnya yang masih memburu tetapi masih sempat tersenyum manis kepadaku.

Mbak Vira berdiri, duduk lagi ke pangkuanku seperti posisi yang semula, hanya kini tidak ada lagi satu helai benangpun yang melindungi alat kemaluan kami.

"The blue print of production system for this product must be updated with detail of each component. The machinery must be explained and every spare part must be traceable." ucap Mbak Vira di dekat hapeku yang masih dipegangnya untuk merekam.

Mbak Vira menyentuh alat kemaluanku, mendekatkannya ke pangkal pahanya, dan menggesek-gesekkannya ke bibir vaginanya. Tangan kiri Mbak Vira kemudian berpegangan ke pundak kananku, sedangkan tangan kanannya masih memegang hapeku. Sungguh pemandangan yang sangat indah dari tubuh Mbak Vira yang berbalut baju tidur, dengan tali gaun yang sudah tidak menggantung di pundaknya sehingga payudaranya menyembul keluar dengan gagah, dan bagian bawah gaun yang tersingkap ke atas menunjukkan vagina yang sedang bersentuhan dengan alat kelaminku. Gaun tidur Mbak Vira kini hanya terlipat-lipat dan menggantung di pinggangnya, tanpa satu bagianpun melindungi payudara dan vaginanya.

"The Hanjin Heavy Industries Corporation Philippines would have their product requirement prepped within 1 week. After receiving that, we would be able to start designing our production line" ucap Mbak Vira.

"Riki... go get in..." pinta Mbak Vira.

Perlahan-lahan kupandu batang kemaluanku ke lubang vagina yang dari tadi terus bergesekan. Setelah ujung kemaluanku tepat di mulut vagina, kupegang pinggang Mbak Vira dan mulai mendorongnya ke bawah.

"High Voltage Insulator may have big risk when... oooooohhhhhhh.... Mmmmyyyyyyyy.... Aaah aaah aaah aaah aah aaah aaah aaah..." badan Mbak Vira naik turun, lubang vaginanya menelan batang kemaluanku dalam-dalam. Aku merasa kenikmatan yang luar biasa dari lubang yang hangat dan basah itu.

"Slep slep slep slep slep" terdengar suara alat kelaminku yang beradu dengan alat kelamin Mbak Vira.
Kedua payudaranya kupegangi sambil kubelai-belai, sedangkan Mbak Vira semakin mengatur ritme gerakanku. Mbak Vira tidak membiarkan satu gerakanpun diatur olehku. Hentakannya naik turun benar-benar membuatku semakin mendekati puncak.

"The .. aaah aaah aaah aaahh aaaahh... The risk of producing... aah aah aaah aah... producing insulator.. aaaahh aah aah aah aaaaah ... mmmmmmm aaah aaah aah... The risk is coming from... aaah aah... the damage on the... aaaah aaah... on the surface... ooooohhh... Riki... aaaaahh aaah aah"

(Ringtone) "he's a smooth operator... smooth operator..... smooth operator.... Smooth operator"

Aku terkejut, suara ringtone dari iPhone Mbak Vira yang ada di sampingku tiba-tiba berbunyi. Mbak Vira segera mengambilnya sementara batang kelaminku masih berada di dalam liang kemaluan mbak Vira.

"Yes Andrew... ada apa?" ucap Mbak Vira ketus. Dia kemudian mendengarkan dengan seksama, raut mukanya mengerut, sedangkan badannya masih terrsengal-sengal.

"Iya, saya sedang jogging di treadmill, makanya napas terengah-engah. Lagian kamu juga telpon malam-malam." Ucap Mbak Vira dengan sengit.
"OK, ndrew, well noted. Aku ke Shanghai besok, semuanya sudah siap, you can count on me. Hanya saja kemarin aku harus marah-marahin orang Quality Control sialan itu. Hampir saja data kita bocor ke tangan orang lain" ucap Mbak Vira lagi. Sepertinya Mbak Vira hendak berbincang lama dengan Andrew, dia sedikit mengangkat badannya untuk duduk ke sofa, dan batang kelaminku hampir keluar dari liang kemaluannya.

"Whatt?? Are you kidding me?? Aaaaahhh.... Oohh ohh... sorry sorry, I slipped from my treadmill". Badan Mbak Vira yang tadi terangkat, tiba-tiba menghujam lagi kebawah karena Mbak Vira marah-marah di telepon, tetapi hal itu membuat batang kelaminku semakin tertelan seluruhnya ke liang kemaluan Mbak Vira. Mata Mbak Vira melihat kepadaku dengan sayu, masih sambil menelepon, akan tetapi bibirnya bergetar hebat.

"Ok ndrew... whatever... I'll kick them in the ass. We'll see what we got on Saturday, okey. Bye!" putus Mbak Vira.

Sejurus kemudian dia meraih lagi handphoneku.
"Ricky, sampai dimana kita tadi?" Tanya Mbak Vira.
"Ini mbak, sampai di kerusakan produk kita yang terlihat di permukaannya, alias appearance defect" balasku.
"Smart boy" senyum Mbak Vira, sambil menciumku kecil. Wow, luar biasa, dicium oleh bosku yang cantik. Saat bibir kami masih menyatu, pinggul Mbak Vira mulai naik turun lagi, dan dia melepas ciuman kami, serta melanjutkan rekaman tadi.

"The damage on High voltage.... aaah aah.. insulator mmmm aaaahhhh Riki.... Ooooohh.... The damage will come to condition where...aaaaaah aah aah aaah... the corona could come out of.... Fffffffuuuuckkkk..... oooh my.... Aaaah aaah..." teriak Mbak Vira dengan liar.
"Mmmmmmhh.... Ah ah ah ah ah ah ah.... Oh Ricky... I can't concentrate anymooooree... aah ahh ahh... go fuck me Ricky.... Fucck meeee.... Aah aah aahhh...."

Jantungku berdetak sangat kencang. Puncak kenikmatan sepertinya sedang berlari seiring liang kemaluan Mbak Vira menelan habis batang kemaluanku. Mbak Vira mulai mempercepat ritme gerakan naik turun.

"Rikiii... ooooh... aku udah ga kuat lagii.... Aaaaaahhh I'm gona cum riki.... Aaaaaah aah aaah aaah aaah aaaahhhh...."

"Mbak, aku sebentar lagi sampai mbak... aaah.. aahh."

"Rikiii... aaaahhh.. keluarin aja di dalam... aaaaah aaaah... Rikiii.... Aaaaahh"

Gerakan Mbak Vira semakin cepat, jarinya menggenggam erat pundakku. Wajah Mbak Vira menghadap ke atas, bibirnya terus bergetar sambil meracau, sementara tanganku memegang pinggulnya dan menggerakan badannya naik turun semakin cepat.

"Rikiiii.... Aaaaaaaaaah.... Rikiii.... Aaah aaah aaah aaah aaaahhhhh aaahh I'm cummmmiiiingggggg......."
Mbak Vira mencapai puncak seiring batang kemaluanku menyemburkan cairan orgasme yang saling bercampur dengan cairan kenikmatan Mbak Vira. Mbak Vira menggelinjang hebat selama dua detik sebelum terduduk lemas di badanku. Mbak Vira memelukku dengan lemas. Nafas kami masih saling memburu, liang kemaluannya masih berkedut yang dapat kurasakan dari batang kemaluanku, tetapi berangsur-angsur mereda.

*PAGI PECAH DI LANGIT*

From: Vira Taniasari
To: Riki Waworuntu
Date: June 1, 2013, 07:35:47 am

Hai Riki... Good morning tiger!!!
You're so awesome last night, I believe you're very experienced in that "thing", hehehehe
Go work on the presentation I requested, based on the recording I made. Well, there will be so many "ah ah ah ah" voice in it, just try to focus, hihihi.

I'll be in the office to present your presentation on Wed, June 5 in the morning, without any review before the show. So, make it perfect, honey!

Regards
Vira Chang

P.S:
Your underdesk video is cute, hehehe.


Tunggu episode berikutnya:
Chapter 4: The Shanghai Meeting - The Hidden Secret

BACK TO INDEX
 
Terakhir diubah:
iya bro, sudah 5 chapter, tapi semenjak ada
musibah di server, jadi ilang datanya, makanya
mau dibangkitkan lagi, dengan cerita yang
lebih seru :)

Oke gan, sip, menambah perpustakaan CerPan semprot.

Ane mau tanya gan. Pengarangnya dulu id nya siapa ya gan? ane penasaran, lupa-lupa ingat id nya. kan dulu dah tamat. bahkan kalau tidak salah ada cerita keduanya.

Atau jangan-jangan malah TS nya nih pengarang aslinya. :Peace:
 
Ahahaha.. nice story.. and nice idea also.
I hope u can share the presentation recording, with aaahh aahhh.. :D
 
Oke gan, sip, menambah perpustakaan CerPan semprot.

Ane mau tanya gan. Pengarangnya dulu id nya siapa ya gan? ane penasaran, lupa-lupa ingat id nya. kan dulu dah tamat. bahkan kalau tidak salah ada cerita keduanya.

Atau jangan-jangan malah TS nya nih pengarang aslinya. :Peace:

hehehe, dulu ane yang bikin gan, nama judulnya "Vira Chang"
ane udah bikin capek-capek.. eeee malah ilang ...
ya udah ane baru sempet bikin lagi sekarang...
ikuti perkembangan selanjutnya ya gan... :)
 
Chapter 4: The Shanghai Meeting – The Hidden Secret

"Wake up Riki! We're about to depart!" panggil Cik Annie yang membangunganku. Kami sedang di Executive Lounge salah satu bank terkenal di Bandara Soekarno – Hatta. Ruangan yang temaram dengan sofa lembut berwarna coklat membuatku tertidur dengan nyenyak sambil menunggu pesawat di pagi buta ini.

"Riki honey... Kamu aku kirim ke Shanghai ya untuk menemani Cik Annie, kalian akan meeting dengan perwakilan tiap subsidiary di sana. Yang akan hadir nanti adalah perwakilan dari Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Aku sudah banyak share ke kamu tentang segala hal mengenai Market Quality Control Management. Aku yakin kamu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. So, go kick them in the ass, cowboy :) ", email itu yang aku terima sekitar 2 minggu lalu dari Mbak Vira yang menyuruhku untuk menemani Cik Annie ke Shanghai. Cik Annie adalah Corporate Secretary perusahaan kami, tugasnya utamanya adalah menjadi Front Person pada setiap pertemuan-pertemuan penting perusahaan.

"Come on, boy. We don't have time as long as forever!" ketus Cik Annie kepadaku. Yah, nasib deh, seminggu ini bakalan bersama wanita yang super ketus. Meskipun berwajah cantik, tetapi kalau selalu ketus, aku tak tahan juga. Walaupun aku suka membanding-bandingkan kecantikan Cik Annie ini dengan Elma Theana, artis terkenal tahun 90an, hanya saja matanya sedikit lebih sipit.

Pesawat yang kami tumpangi adalah pesawat Boeing 747 dengan maskapai Cathay Pacific. Aku belum pernah menumpangi pesawat sebesar ini sebelumnya, mengingat pesawat Garuda kebanyakan 777-300 atau 737-300. Kami akan singgah dulu ke Hongkong, kemudian berpindah pesawat dengan maskapai Dragon Air. Sepertinya maskapai ini adalah maskapai bentukan dari Catahy Pacific. Hanya saja yang aku herankan adalah, semua penerbangan ke China lewat Hongkong selalu harus menggunakan Dragon Air.

"Hi riki... kamu tidur terus... I need a hand right now.." tiba-tiba Cik Annie membangunkanku.
"Ya Cik... " balasku sambil gelagapan karena dibangunkan. Rupanya aku tertidur lagi di dalam pesawat.
"Aku sudah lihat presentasi Vira untuk project Hanjin. Vira bilang, kamu ya yang membuatkan presentasinya?" tanya Cik Annie.

"Iya Cik... tetapi itu berkat bantuan Mbak Vira juga, dia yang mengajari untuk menulis ini dan itu" balasku enggan.
"Well... nanti di Shanghai, salah satu agenda kita adalah membahas project-project yang sedang kita kerjakan, jadi aku butuh bantuan untuk menjelaskan proyek si Hanjin ini ke mereka. Gambaran besarnya sajalah, tidak perlu terlalu detil. Kamu bantuin ya, ada beberapa hal yang aku tidak tahu" ujar Cik Annie.

Aku diam saja tidak membalas, sementara Cik Annie mengeluarkan blackberry Porsche Design nya, serta mengeluarkan earphonenya. Salah satu ujung earphone itu diulurkan kepadaku, dan salah satunya dia pakai sendiri. Aku hanya menurut saja, sementara Cik Annie mengeluarkan buku catatan serta pensil.

"Vira tadi malam memberikan file kepadaku untuk didengarkan, kata dia, di dalam rekaman itu sudah ada penjelasannya semua, tetapi aku tidak puas, kamu pasti lebih tahu detailnya, so kita dengarkan saja ya" ucap Cik Annie perlahan.
Wajahku merah padam. Hasil rekaman kami ternyata diberikan Mbak Vira ke Cik Annie? Tanganku bergetar, badanku lemas. Cik Annie sepertinya melihat gelagatku.

"Kenapa ki? I know. Santai saja. This won't get spread wildly, your HR Dept won't know anything!" ucap Cik Annie sambil tersenyum.
Aku tetap terdiam, sementara rekaman itu mulai terdengar. Entah kenapa, kegugupanku berangsur hilang, tetapi mulai teringat lagi akan malam itu. Kemudian Cik Annie mempercepat rekaman itu, dan langsung menuju ke menit sekian, rupanya dia sudah tahu bagian mana yang akan ditanyakan.

(suara rekaman) "Production process must apply... oooohhh.... Hmmmmffftt.. aaaah... Riki... aahh.. .. must apply quality... aaaaahhh...ahhh.... must apply ooh... must apply quality control items on... aaah aaah aaah... on each assembly steps... aaah... Riki honey, go get it tiger!!! Aaaaahhh... eat my cunt... eat my cunt... aaaaaaahh..."

Tiba-tiba Cik Annie menghentikan rekaman itu.
"Nah, bagian ini. Apa maksudnya production process must apply quality control items on bla bla bla... Vira tidak melanjutkan penjelasannya. Well, you know, she was enjoying your kissing..." tanya Cik Annie dengan serius.

"Itu maksudnya, meskipun di akhir proses ada tim Quality Control untuk mereview kualitas hasil produksi, akan tetapi proses review kualitas sebenarnya tidak hanya bergantung di satu proses saja, akan tetapi ada di setiap proses. Satu sub proses harus dicek kualitasnya oleh sub proses berikutnya, sehingga kualitas produk benar-benar terjamin." Jawabku singkat.

"Wow... smart boy Riki... No wonder Vira counts on you very much... I believe you're great in bed too" timpal Cik Annie dengan nakal.
"Yes, I'm great in bed. I can sleep for hours" candaku singkat dan enggan. Cik Annie tertawa keras. Yah, joke lawas, pikirku, dan ternyata Cik Annie masih saja tertawa dengan joke itu.

Pertanyaan-pertanyaan berikutnya aku jawab dengan singkat. Tak terasa sudah sampai sampai di Shanghai Pudong International Airport. Gila pikirku! Ini Aiport atau kota, besarnya bukan main.

"Riki, please grab my luggage on baggage claim. Aku mau merokok dulu di luar. Kamu tahu kan koperku yang mana?" perintah Cik Annie.
"Tahu" jawabku singkat.

Setelah mengambil bagasi, aku menuju ke luar. Cik Annie sudah menunggu di sana dengan seorang wanita yang membawa secarik kertas bertuliskan "Ms. Annie". Sepertinya dia yang menjemput kami.

Perjalanan dari bandara ke hotel adalah salah satu hal yang menakjubkanku. Hampir semua mobil di sini buatan VW atau Buick, terkadang BMW dan Mercy, tetapi tak satupun kulihat mobil Jepang! Karena aku sangat suka mobil, dan sangat mengagumi Buick, maka hanay melihat pemandangan di tol pun sangat menyenangkanku.

"Welcome to RAMADA Hotel, please have our welcome drink!" ucap seseorang di lobby hotel saat kami sampai di hotel yang kami tuju. Aku pernah melihat hotel ini di Bali, tetapi tidak tahu kenapa namanya aneh begitu. Tidak berkesan eropa atau barat, bahkan china. Sepertinya ini hotel milik orang India.

Setelah Cik Annie berbicara dengan bahasa China, dia memberikanku kunci kamar hotel.
"Get your self prepped tomorrow at 06.30 sharp!" ucap Cik Annie singkat, dan dengan ketus tentunya.
"OK" jawabku singkat. Mulai dari sini aku sudah tak memiliki niat untuk menikmati kunjungan ke Shanghai.

Pukul 06.30 tepat aku sudah di lobby. Sebelumnya aku sudah sarapan pukul 06.00, hanya saja aku tak melihat Cik Annie.

"Morning riki. Come on, the traffic is gonna be like hell today. Call a taxi please!" pinta Cik Annie.

Wow, pikirku. Blazer The Executive hitam, dengan blouse hitam, dipadu dengan rok mini hitam, sangat kontras dengan kulitnya yang putih. High heel hitamnya menyempurnakan pandanganku pagi ini. Rupanya Cik Annie benar-benar berdandan dengan maksimal untuk event ini.
Cik Annie berbicara dengan bahas china kepada sopir, kemudian kami melaju ke tengah kota. Aku benar-benar takjub dengan gedung-gedung yang sangat tinggi ini. Seakan-akan melihat menara BCA, tetapi jumlahnya sangat banyak sekali!

Kami sampai di Shanghai Manhattan Business Hotel, lokasinya dekat dengan The Bund River, sungai terkenal di Shanghai. Pemandangan di malam hari pasti indah, pikirku.

"Hi morning Annie... good to see you again... and this is Mr... ?" ucap seorang laki-laki menyambut kami.
"This is Riki, our best rookie in our site. Riki, this is Mr. Lu, our Business Development Manager." Ucap Cik Annie.
"Hi Mr. Lu... I'm the Market Quality Analyst. Here is my business card" ucapku sambil menyodorkan kartu nama. Kami pun saling bertukar kartu nama.

Pukul 08.00 semua orang sudah berkumpul di ruangan meeting berbentuk bundar. Aku lumayan terkejut, ternyata semua wanita di sini berdandan seperti Cik Annie, blazer hitam, blouse hitam, rok mini, dan high heels hitam. Lumayanlah, pikirku, daripada mengantuk saja selama meeting, paling tidak ada pemandangan segar.

"Our High Voltage (HV) market in Vietnam is actually emerging, but we're lack of HV engineers. Many of engineers are from either Indonesia or Malaysia, thus we found difficulties to persuade them, the engineers, to use our product, since they tend to use Indonesia or Malaysia product" ucap Mrs. Wang dari Vitenam pada saat dengar pendapat dari masing-masing negara. Aku melihat Cik Annie sedikit mengernyitkan dahi saat mendengarnya.

"Well, I know that issue. It's been around for years actually, but I'm sure now things are changing, I heard that big contractors already stopped sending their engineer from Indonesia to Vietnam. So be patient, Mrs. Wang, keep being optimistic, furthermore, your sales are rising 23% year on year." balas Mr. Lu sambil disambut tepuk tangan partisipan lain.

"Anything to share, Mrs. Sarah?" ucap Mr. Lu memberikan kesempatan kepada partisipan dari Filipina.
"Morning all, I'm Sarah from Phillipine. We are doing well this year untill we have an issue. One of the biggest shipyard company in Phillipine, The Hanjin Heavy Industries, stopped buying our product, and they bought the product from Indonesia instead. I thought, it was OK if the contract's duration is only for 1 or 2 months. But then I had a news that they will buy the product from Indonesia for 14 months! That is ridiculous. We have the same product in Phillipine, how come they buy it from another country? In addition, I know their policy, that the longest contract permitted by the purchasing manager is only for 5 months. 14 Months contract is impossible. There must be something wrong about it!" ucap Mrs. Sarah dengan ketus.

Suasana meeting mendadak gaduh. Wajah Cik Annie merah padam. Mr. Lu berdiri sambil menenangkan para peserta meeting.
"Order please! Order please! Be quiet!" ucap Mr. Lu.

"I know this case... I know this case. We'll discuss it later guys. Today we're just sharing the project update from each subs. I'll talk to both of you, Ms. Annie and Mrs. Sarah, after this, alright?" ucap Mr. Lu lagi.

Meeting segera dibubarkan, karena sudah menjelang makan siang. Aku berjalan bersama para partisipan ke meja makan, sedang Cik Annie sepertinya pergi dengan Mr. Lu dan Mrs. Sarah ke ruangan lain. Rupanya Cik Annie tidak tahu apa yang terjadi malam itu di Rolling Stone Café. Aku sudah cukup lelah untuk berpikir, sehingga langsung makan siang saja, tanpa perduli apa yang akan terjadi.
"Riki!" panggil Cik Annie dengan ketus. Aku baru saja selesai makan siang. Cik Annie tampak tenang, meskipun tadi wajahnya merah padam.

"Go grab a taxi. We'll go back to hotel!" perintah Cik Annie. Kali ini sangat ketus sekali ucapannya. Aku pun hanya menurut saja, dan segera pergi ke lobby untuk meminta dipanggilkan taxi.

Setelah taxi kami sampai di hotel, Cik Annie menyuruhku untuk mengikutinya ke kamar hotelnya. Dia duduk di tepi tempat tidur, sementara dia menyuruhku duduk di sofa, berhadapan dengannya. Sebenarnya cukup dengan menunduk sedikit saja, celana dalamnyanya sudah terlihat, tetapi aku tak berani melihat wajahnya.

"What happened, Riki? Is there something I don't know?" tanya Cik Annie dengan nada tinggi.

"Mmm... saya pikir Cik Annie sudah tahu dari mbak Vira..." jawabku ragu.

"Vira? Apa lagi yang dia lakukan? Kau pikir dituduh di depan meeting tadi itu tidak memalukan???" bentak Cik Annie.

Aku tetap terdiam saja. Kemudian Cik Annie mengambil handphone dari tasnya, kemudian menelpon Mbak Vira. Lama mereka bercakap-cakap, sambil sesekali Cik Annie melirik kepadaku. Kemudian dia mengarahkan handphone itu kepadaku, sambil menghidupkan fitur Loud Speaker.

(Suara Loud Speaker) "Hi rikiii.... Kamu ga apa apa kan? Kamu ga diapa-apain sama Annie kan ki? Hehehe, be strong, my boy... semuanya OK kok... we're great team, alright... " terdengar suara Mbak Vira dari handphone itu.

"Hi Mbak.. aku gapapa kok.. baik baik saja." Balasku di depan handphone itu.

Sesaat kemudian Cik Annie kembali berbicara dengan Mbak Vira lewat handphone, lalu menutupnya.

"Ok Riki. Aku menghargai kamu yang teguh merahasiakan kejadian itu. Vira sudah menceritakan semuanya kepadaku. Tapi.... Aku masih sangat kesal kepadamu akibat kejadian tadi pagi. Sekarang, mendekat kepadaku, dan berlutut!" perintah Cik Annie.

Aku menuruti saja perintah Cik Annie. Mbak Vira pernah bilang, Cik Annie kadang bisa saja sangat kejam, dia bisa memecat siapapun yang tidak dia sukai.

"Ayo sini, berlutut!" perintah Cik Annie ketus.

Posisi Cik Annie tidak berubah. Dia duduk di tepi tempat tidur, kedua kakinya membuka. Dengan posisiku yang berlutut di hadapannya, sebenarnya cukup melihat kedepan maka celana dalamnya sudah terlihat dengan jelas, tetapi aku tak berani memandang ke depan.

"Riki... kamu tadi pagi hendak mengintip celana dalamku kan? Sekarang, sebutkan. Apa warna celana dalamku?" bentak Cik Annie.
"Enggak Cik, aku engga mengintip. Aku engga tahu apa warna celana dalam Cik Annie.." balasku jujur.

"Hmmm... poor boy... sekarang, melihat ke depan, lihat baik-baik, apa warnanya!" perintah Cik Annie.

Aku mulai melihat ke depan, dan tampaklah pemandangan itu. Di ujung paha yang terbungkus rok mini itu tampaklah celana dalam hitam yang berenda. Aku benar-benar tertegun melihatnya.

"Now, do it like you did to Vira. Kiss it, eat it!" perintah Cik Annie.

Keragu-raguanku kini berubah menjadi kebingungan. Apa maksud semua ini? Tetapi wajah bengis Cik Annie makin meningkatkan keberanianku untuk mulai menyentuh lutut Cik Annie, kemudian perlahan-lahan menuju ke pahanya. Posisiku mulai mendekat ke Cik Annie, dan tanganku mulai merengkuh ritsleting rok mini itu di bagian belakang serta membukanya. Kemudian kuraih rok mini itu dan kutarik ke bawah, sementara mata Cik Annie mulai terpejam. Kemudian kebelai-belai pangkal paha itu sambil kucium paha kanannya.Sejurus kemudian kuraih celana dalam hitam berenda itu dan kutarik kebawah.

"Smart boy. Now, eat my cunt, cowboy!" perintah Cik Annie.

Pemandangan yang sungguh luar biasa, dengan blazer dan blouse hitam, tetapi bagian bawah nya sama sekali tak terlindungi sehelai benang pun. Cik Annie memejamkan matanya lagi, sementara pahanya kini membuka lebar, dan high heelnya menghentak lantai hotel yang terbuat dari kayu.

Aku mulai membelai kelentit Cik Annie, kemudian dengan kedua jempolku, kubuka lebar liang kemaluannya. Lidahku membelai lubang itu dengan satu usapan.

"Aaaaahhh..... nah, that's right, tiger.... Do it tiger!" Cik Annie sudah mulai meracau, padahal baru satu jilatan. Libidoku mulai naik, dan kini kujilati dengan liar liang kemaluan itu.

"Aaaahh.... Riki.... Damn good rikiii.... Ya riki, eeemmmmhhhh...." Racau Cik Annie. Tangannya mulai mendorong kepalaku untuk semakin tenggelam di pangkal pahanya. Lidahku pun semakin liar menjilati liang itu yang mulai terasa asin.

"Aaaah... rikiii.... Come onnnn... again...againnn... eat meee... eat my cunt.... Aaah aaah aaahhhh...." Cik Annie mulai bergetar liar. Kakinya mulai menghentak-hentak di lantai dan high-heelnya beradu dengan lantai kayu.

"Riki.... I'm goin to cum.... Aaaah.... Please rikiiii.. don't stooooppp.... Aaaaaaahhhhhhh..." pinggul Cik Annie naik dan mengejang hebat selama 4 detik... kemudian terbaring lemas sambil nafasnya terengah engah... dia sudah mencapai puncak orgasme pertamanya.

"Riki... now get up, and sit on the bed" perintah Cik Annie. Aku menuruti perintahnya. Dia kemudian melepas ikat pinggangku dan mengikat tanganku ke belakang. Celana panjang dan celana dalamku pun dilepasnya.

"Oh Wow... so this is the monster... hahahaha.... " kemudian Cik Annie mengangkangkan kedua kakinya dan mendudukiku. Dia membimbing batang kemaluanku untuk masuk ke liang kemaluannya. Aku secara spontan mendekatkan kepalaku payudara kirinya yang masih tertutup blazer dan blouse, tetapi kemudian Cik Annie menamparku.

"No, cowboy... don't you dare... remember, I'm your boss here... hahahaha..." tawa Cik Annie denagn keras saat mencegahku mencium salah satu payudaranya, meskipun dia masih berpakaian lengkap di bagian atas.

Cik Annie menempelkan ujung batang penis ke liang kemaluannya. Dia mendorong badannya sedikit kebawah, sehingga batang penisku hanya menyentuh bibir liang kemaluannya saja, tanpa masuk sedikitpun. Aku pun menatap mata Cik Annie, menunggu supaya badannya segera didorong kebawah sehingga batang penisku dapat masuk lebih dalam lagi.

"Hehehehe... sudah ga sabar ya ki, mau masuk... There's one condition. You have to say this. I'm sorry Cik Annie. I'm now your slave. Now say it!" perintah Cik Annie.

"I'm Sorry Cik Annie. I'm now your slave!." Ucapku.

"Three Times!" perintah Cik Annie.
"I'm Sorry Cik Annie. I'm now your slave!"
"I'm Sorry Cik Annie. I'm now your slave!"
"I'm Sorry Cik Annie. I'm now your slave!" ucapku tiga kali.

"Hahahahaaaa..... yesss... " tawa Cik Annie dengan bengisnya. Kemudian secara perlahan-lahan dia mulai menurunkan badannya, dan batang penisku mulai masuk ke dalam liang kemaluannya lebih dalam lagi.

"Aaaaaahhh.... Rikii.... Oooh myy.... Mmmmm......" pinggul Cik Annie naik turun, suara berdecak-decak akibat batang penisku yang beradu dengan liang kemaluannya mengiringi suara lenguhan-lenguhan nikmat Cik Annie. Dia mulai mempercepat ritme gerakannya, dan kini memelukku erat.

"Rikiii... oooh ooohhh ohhh.... Aaaaaaahhh..... mmmmhhh.... Aaah aaah rikiiiii honeyyy..... aaahh" racau Cik Annie. Matanya sudah terpejam, bibirnya bergetar.

"Rikiii... aku mau sampai.... Aaaahh... aaaaaaaaaaaahhhhhhh rikiiiiiii..... mmmhhh mmmhhh mmmhh..." pantat Cik Annie mulai bergerak naik turun dengan cepat. Akupun sudah tak dapat menahan bendunganorgasme yang sebentar lagi sampai.

"Rikiiiiiiiiiiiiiii..... aaaaaaaaa iii'm cummiiiinnnnnn..... aaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh....." badan Cik Annie menggelinjang hebat, matanya terpejam dan kepalanya menoleh ke kiri belakang, serta tangannya memeluk kepalaku dengan erat. Tanganku yang terikat ikat pinggang pun ikut bergetar karena menahan nikmat. Cairan orgasmeku beradu dengan cairan ejakulasi dari Cik Annie.

Beberapa saat kemudian Cik Annie memelukku dengan lemas, liang kemaluannya masih menelan batang penisku yang masih keras. Cik Annie sepertinya sangat kelelahan dan tak mampu melanjutkan lagi. Dia kemudian bangun, melepas ikatan di tanganku, kemudian langsung beranjak ke kamar mandi. Akupun segera mengambil tissue untuk mengelap batang penisku, kemudian segera berpakaian.
"Riki, dinner at 08.00 pm sharp. OK!" perintah Cik Annie setelah keluar dari kamar mandi. Pemandangan itu masih luar biasa bagiku, dengan bagian atas yang masih mengenakan blazer dan blouse, sementara bagian bawahnya telanjang bulat tetapi masih memakai high heel.

"Ok cik" balasku, seakan-akan tahu isyarat bahwa aku harus segera pergi dari kamar itu. Akupun langsung menuju ke pintu dan keluar dari kamar itu, menuju ke kamar ku yang berjarak sekitar 5 kamar dari Cik Annie.
Saat hendak terbaring tidur, aku membuka handphone ku dan menghidupkan fitur Wi-Fi nya. Sesaat kemudian masuk email dari Cik Annie di handphone ku.

From: Annie Tanuwidjaya
To: Riki Waworuntu
Date: July 2, 2013, 03:37:02 pm
Hi Riki... smart boy... thanks for today. You're doing great.
For tonight's dinner, please dress up properly, with a business suit like what you wore this morning. But, one thing... don't wear any underwear, okayy!
See ya at 8 pm sharp!

Regards
Annie


Tunggu episode berikutnya:
Chapter 5: The Shanghai Meeting - The Mathematic Lady

BACK TO INDEX
 
Terakhir diubah:
Great strory....bikin gw ikut ngayal suasana kerjanya....kapan yah kaya gitu gw kerjsnya enak bener kayanya dapet 2 amoy ... wakakakakakaka
 
Gan bacanya pusing, bhsnya campur aduk, Indonesia-Inggris.
Saran ane satu bhs aja, mau Indonesia Indonesia semua, kalo mau pake Inggris Inggris semua.
 
Chapter 5: The Shanghai Meeting – The Mathematic Lady

Aku terbangun dari tidur soreku yang singkat. Tak terasa sudah pukul 07.00 malam, satu jam lagi aku harus turun ke resturant hotel untuk makan malam. Aku langsung beranjak ke kamar mandi. Saat dibawah shower aku terngiang-ngiang email dari Cik Annie tadi sore. Apa maksudnya untuk tidak menggunakan celana dalam? Untung saja aku membawa celana panjang berbahan chino yang tidak menggunakan ritsluiting, tetapi kancing, sehingga tidak akan melukai batang penisku apabila tidak mengenakan celana dalam.

Aku mengambil setrika dan mulai menyetrika kemeja Debenhams warna hitamku sebelum kupakai. Pukul 7.30 aku sudah siap dan mulai melangkah ke lift. Aku melihat ke cermin, penampilanku kini malah mirip orang yang akan pergi ke pemakaman, berpakaian serba hitam.

Saat lift mencapai lantai 23, tiba-tiba lift berhenti dan pintunya terbuka. Seorang wanita berparas cantik masuk ke dalam lift. Wanita ini sepertinya berasal dari China, terlihat dari matanya yang sipit, meskipun tidak menutup kemungkinan dia berasal dari Korea atau Jepang. Yang benar-benar menarik perhatianku adalah payudaranya yang sangat besar, yang dibalut dengan gaun pesta berwarna hijau gelap. Aku tak tahan untuk melihat ke arah payudaranya, dan batang penisku semakin mengeras.

Wanita itu tersenyum padaku. Aku balas senyumannya. Wanita itu tersenyum lagi sambil sedikit tertawa, kemudian dia menunjuk ke bawah, ke arah kemaluanku. Astagaaaa!!!! Aku baru sadar bahwa aku memang tidak mengenakan celana dalam, sehingga celanaku menonjol kedepan, seakan-akan batang penisku hendak meronta-ronta untuk keluar. Aku langsung malu dan menutupinya dengan kedua tanganku. Beruntung lift sudah sampai di lantai dasar, dan wanita itu mengecupkan bibir di tangannya kemudian menyentuh batang penisku dengan tangan yang sudah dicium tadi. Sambil tertawa kecil. Dia kemudian beranjak keluar dari lift. Aku benar-benar malu jadinya. :D

Restaurant hotel terletak di sebelah kanan dari lobby. Seperti biasa, selalu ada grand piano dengan penyanyi wanita di sebelahnya. Pemandangan yang selalu aku lihat di hotel manapun.

"Mr. Riki?" tanya seorang waitress.

"Yes, I'm riki" jawabku, sambil kebingungan mencari Cik Annie.

"Ms. Annie has a message for you. She wants you to have dinner by the pool, please follow me" ucap waitress tadi sambil berjalan ke arah keluar restaurant. Aku semakin penasaran, ada apa lagi ini. Pertama, aku disuruh untuk tidak mengenakan celana dalam, dan sekarang makan malamnya dipinggir kolam renang. Jangan-jangan dia jatuh cinta padaku dan memilih tempat yang romantis untuk makan malam? Ah entahlah.

Kolam renang hotel ini terletak lumayan jauh dari restaurant, dan terletak di bagian belakang hotel. Jalan menuju kolam renang adalah jalan setapak terbuat dari batu-batu putih, sehingga muncul suara berderak-derak saat aku berjalan.

"Hi Riki! I'm Sarah, come on, we'll have a dinner by the pool. Isn't it romantic? " ucapan seorang wanita mengagetkanku.

Astaga!!! Bukannya dengan Cik Annie, aku justru bertemu dengan Sarah, orang Phillipine yang tadi pagi mencecar Cik Annie dengan tuduhan-tuduhannya. Apa maksudnya ini?

"Riki, Annie asked me to accompany you in a fine dinner this night. She won't join us. She's now having a dinner with a friend on Bund River. So, shall we?" ucap Sarah setelah kami sampai di meja makan dan duduk. Aku masih terheran-heran, bukannya kedua wanita ini saling bermusuhan tadi pagi?

"I'll start with pumpkin soup, and T-Bone steak for the main course please." ucapku kepada waitress.

"How would you like your steak, sir?" tanya si waitress.

"Medium rare please" balasku singkat.

Tiba-tiba handphone ku menerima pesan singkat di Whatsap. Aku lupa bahwa handphone ku masih tersambung dengan WiFi hotel, sehingga dapat menerima pesan masuk lewat Whatsap. Aku membaca pesan yang masuk tanpa memperhatikan apa yang dipesan oleh Sarah.

(Whatsap message) "Hi Riki... enjoy the night with Sarah, okey. Be prepped at 07.00 am sharp tomorrow, and again, no underwear, okey. Ciao!"

Lagi-lagi aku kesal dengan Cik Annie yang penuh rahasia dan tak tahu apa maksudnya dengan tidak boleh mengenakan celana dalam.

"Hi Riki... everything's good?" tanya Sarah yang membuyarkan pikirkanku.

"Oh, yes, I'm cool" balasku singkat. Aku melihat ke sekeliling, dan ternyata kolam renang ini sepi sekali, hanya kami berdua yang duduk di area ini. Di pinggir kolam ada beberapa kursi landai yang digunakan untuk sunbathing. Kemudian perhatianku mengarah ke Sarah. Aku baru menyadari cantiknya Sarah malam ini. Dengan gaun hitam panjang setumit, tetapi belahan pahanya sangat tinggi sekali, hampir mencapai pangkal paha. Wajahnya mirip dengan artis Tia Ivanka, agak berbeda dengan tipikal wajah-wajah orang Filipina.

"So Riki, please tell me about you. Like... your hobby, maybe?" Sarah mencoba membuka pembicaraan.

"Oh, me? Well... I don't do much activities on my spare time. Going to parties, sometimes, but I'm not a party goer actually. How about you?" balasku.

"Oh, I love party too" balas Sarah. Jawabannya terkesan sangat dipaksakan.

Steak yang kupesan sudah datang. Aku sangat heran, steak yang dihidangkan hanya berukuran setengah dari yang seharusnya. Apakah semua steak yang dimasak di Shanghai sekecil ini? Tapi aku malas untuk berdebat dengan waitress, jadi kumakan saja, meskipun tidak begitu kenyang.

Percakapan berikutnya berjalan dengan sangat biasa saja. Tidak sampai 10 menit untuk menghabiskan steak yang kecil sekali itu. Aku melihat chicken carbonara nya Sarah juga sedikit sekali.

"Wine sir?" ucap waitress menawarkanku sebotol anggur putih.

"OK" balasku singkat, karena sudah kesal dengan makanannya tadi, ditambah anggur putih yang tidak cocok dengan steak, karena seharusnya anggur merah yang disediakan.

"Riki... I've got something to say.." tiba-tiba Sarah membuka lagi percakapan setelah beberapa lamanya kami hening dalam pikiran masing-masing setelah makan malam usai.

"Come on... we need to talk privately... " Sarah berdiri dan menarik tanganku, kemudian mengajakku untuk berjalan ke pinggir kolam dekat dengan kursi yang landai tadi. Pikirku, apakah meja makan tadi masih kurang private?

"Riki... close your eyes please" pinta Sarah sambil memegang tanganku. Akupun menurut saja. Tiba-tiba kecupan lembut bibir Sarah mendarat di bibirku. Bibirku pun membalas dengan kecupan yang lebih dalam, dan Sarah membalas dengan kecupan yang lebih liar lagi.

Aku tak mengerti mengapa tiba-tiba Sarah mencium bibirku, tetapi akupun menikmatinya. Perlahan-lahan tangan Sarah membimbing tanganku untuk masuk ke belahan gaunnya yang tinggi, dan mengarahkan tanganku ke arah pangkal pahanya. Jantungku semakin berdegup kencang, apa yang kupikirkan benar terjadi. Sarah tak memakai celana dalam! Jariku langsung menemukan liang kemaluan Sarah, kubelai-belaii dengan lembut, sementara bibir kami masih saling berpagutan.

Jari-jariku kumasukkan semakin dalam di liang kemaluan Sarah, dia melepaskan ciuman kami dan mulai melenguh nikmat, sambil memberikan lehernya ke bibirku. Akupun mencium lehernya yang putih bersih, sementara jari-jariku tak berhenti bergerak.

"Oh riki..... aaaaahh... slowly boy... aaaaahhh..." lenguh Sarah sambil menahan nikmat. Kemudian kaki kanannya naik ke salah satu kursi yang landai, sekitar 30cm tingginya. Posisi itu membuat liang kemaluan Sarah semakin terbuka lebar. Jari-jariku sudah bergerak liar. Sarah kemudian dengan tangan kirinya membuka lubang celanaku yang tidak menggunakan ritsluiting, tetapi kancing. Karena tidak mengenakan celana dalam, maka batang penisku langsung mencuat keluar. Sarah memegangi batang penisku sambil wajahnya kini menghadapku, matanya sayu dan bibirnya bergetar.

"Riki... your dick is so fucking big, you know..." ucap Sarah. Penisku di kocok dengan lembut oleh tangan Sarah. Aku benar-benar menikmatinya. Jari-jariku semakin bergetar hebat di dalam liang kemaluan Sarah.

"Aaaaaahhh rikii.... Not that fast rikiiii.. pleaaaseeeee........" racau Sarah tak kuasa menahan nikmat. Aku tak perduli, semakin kugetarkan jariku.

"Rikiiiiiiii..... pleeeaaseeeee aaaahhhhhhhh..... mmmmmhh... mmmhhhh... mmmhhh...rikiiiii aaaahhh... riki, im cuummiiinnnnngg...." Tangan Sarah yang tadi mengocok batang penisku terlepas dan memelukku dengan erat sambil menahan orgasme, sementara badannya menegang selama sekian detik, kemudian kembali terengah-engah lagi. Kulepas jariku dari liang kemaluan Sarah, dan jariku yang basah kujulurkan ke bibirnya, yang langsung dikulumnya dengan hangat.

"Riki.... You're naughty, you know! Now lay down on that chair!" kini Sarah mulai memerintahku, mirip dengan Cik Annie. Aku kemudian bersandar di kursi sunbathing itu, pakaianku masih lengkap, sementara batang penisku muncul dari lubang celanaku. Sarah kemudian maju mendudukiku, sambil membetulkan posisi rambutnya ke belakang. Rupanya dia ingin berposisi Woman on Top. Aku pun menuruti permintaannya. Sarah tak membuka gaunnya, hanya menyibakkan belahan gaun itu kesamping, sehingga kedua kakinya dapat membuka lebar dan liang kemaluannya dapat dia arahkan kepadaku. Jika dilihat dari jauh, mungkin kami terlihat seperti pasangan yang masih memakai pakaian, tetapi berposisi Woman On Top.

Sarah memegang batang penisku, kemudian mengarahkannya ke arah liang kemaluannya. Aku sudah tak sabar untuk menghujamnya dengan batang penisku, tetapi dia menahan posisi itu, dimana ujung batang penisku hanya menempel di bibir liang kemaluannya.

"Riki... just follow my instructions, ok!" ucap Sarah. Tangannya kebelakang dan meraih ritsluiting gaunnya, kemudian membuka ritslutiting itu, sehingga bagian atas gaunnya terbuka. Bra merah berenda yang dia kenakan terlalu tipis untuk menyembunyikan putting susu dan buah dada yang indah itu.

"Open it riki... don't you wanna see my boobs?" perintah Sarah. Akupun langsung meraih punggung Sarah dan membuka pengait bra nya, dan terlihatlah buah dadanya yang telanjang dengan putting susu merah muda. Kedua tanganku pun meraih kedua putting susu itu dan membelainya dengan lembut.

"Aaaahh.. riki.... You're a smooth operator, you know.... Mmmhhh...... mmmh...." Sarah meracau menahan nikmat. Aku kemudian mengulum dengan lembut putting susu sebelah kanan sambil tangan kananku membelai-belai putting susu sebelah kiri.

"Hmmmgghhh... rikiiiii.... Aaaahh... slow dwon pleasee... aaahhh..... you're so fucking good, you lucky bastard.... Aaaahhhh... aaahhh....." racau Sarah sewaktu kedua puting susunya kupermainkan.

"Riki... don't move ok!" pinta Sarah tiba-tiba. Kemudian dia menarik kedua tanganku ke atas, dan mengikatnya dengan bra merah itu ke ujung kursi, sehingga posisi tanganku terikat ke atas belakang. Ah, dia ingin mengikatku sambil berhubungan intim rupanya.

"Ok Riki... now I need you to answer this, if you could answer it, then my cunt will eat your dick till you're blown up. If you fail, then I'll leave you like this all night!" ucap Sarah. Aku masih tak mengerti apa maksudnya.

"Riki... my birth year times your birth month equals to?" tanya Sarah kepadaku.

"Whaaattt??? How could I know your birth year?" teriakku setengah tidak percaya ke Sarah. Lagian dengan keadaan yang terangsang begini, bagaimana aku bisa mengitung angka-angka itu?

"Wrong answer dear... wrong answer... " ucap Sarah kecewa.

"OK Sarah.. ok... but, at least give me a clue" pintaku.

"Hahaha... OK Riki... It is the first year for Ronald Reagan serving as US president" ucap Sarah sambil mengedipkan mata, sementara bibir kemaluannya digesek-gesekan ke batang penisku. Astaga, aku sama sekali tak bisa berpikir, bahkan tak tahu tahun berapa Ronal Reagan mulai menjabat menjadi presiden Amerika. Aku hanya bisa mengira-ngira berapa tahun lahir Sarah, sementara bulan lahirku adalah bulan juli, sehingga tahun itu harus dikali tujuh. Sialaaaan, pikirku, bagaimana bisa berpikir kalau didepanku menggantung buah dada yang indah dan batang penisku dibelai-belai oleh bibir kemaluan wanita secantik ini.

"13805" ucapku dengan asal. Sarah sedikit mengernyitkan dahinya.

"Waitress... come here please, and bring me the calculator I ordered before!" tiba-tiba Sarah berteriak. Dari pojok kolam renang, muncul seorang waitress yang datang membawa baki. Di atas baki itu adalah kalkulator yang dipesan Sarah. Dia mengambilnya, dan kemudian mulai memencet tombol di kalkulator itu. Aku merasa sangat malu di depan waitress itu, tetapi dia diam dan tenang saja melihat posisi kami yang sangat menggairahkan.

"You stupid Riki. Did you mean 13825? I know your birth month is July, and you guessed that my birth year is 1975. I'm not that old, you know!"

(suara tamparan) "Plak!!!"

Sarah menamparku dengan keras. Dia sangat tersinggung aku menebak usia yang lebih tua dari seharusnya. Aku coba berkonsentrasi dan mulai mengingat-ingat tentang Ronald Reagan. Aku lupa apakah tahun 1980 atau tahun 1981.

"13847" jawabku. Sarah kemudian mengutak-atik lagi kalkulatornya.

"Woww... close enough, but still not the right answer, you know!" jawab Sarah.

(suara tamparan) "Plak!!!"

Sarah menamparku lagi dengan keras. Hmm.. ternyata jawabanku hampir benar, jadi tebakanku tentang tahun lahirnya pasti benar, yaitu 1981, akan tetapi perhitungannya masih salah. Aku coba berkonsentrasi lagi untuk menghitung, sementara Sarah masih menggesek-gesekkan bibir kemaluannya ke batang penisku.

"Come on darling.... I know you're smart boy." goda Sarah.

"13867" jawabku. Sarah menghentikan gesekkannya, dan mulai menghitung lagi dengan kalkulator.

"Oh woww. Dear... your brain is a fucking great machine! You're right, my boy." Ucap Sarah sambil memberikan kalkulator itu kembali ke waitress, yang sesaat kemudian menghilang lagi.

"Now riki.... Take this!" perlahan-lahan Sarah menurunkan pinggulnya, dan liang kemaluannya menelan habis batang penisku. Batang penisku serasa dipijat dengan lembut.

"Aaaaaahhhh... rikiii.... Hmmm... hhmmm.... Yesss rikiii.... Fuck me ki... fuck meeeee...." Racau Sarah sambil menaikan ritme gerakan naik turunnya. Aku benar-benar mengalami sensasi luar biasa, dengan masih berpakaian lengkap, tetapi kami bisa berhubungan intim, dan tanganku terikat oleh bra!

"Riki... aaah aaah aaaah ahhhhhhhhh..... " Sarah terus meracau, sementara bunyi slep slep slep semakin terdengar dari peraduan batang penisku dan liang kemaluannya. Makin lama aku makin tak tahan dengan desakan orgasme yang akan kucapai, sementara Sarah sudah semakin liar gerakannya.

"Excuse me, Ma'am. Do you have anything more to order, since now is the time for last order. " ucap seorang waitress yang entah datang darimana tiba-tiba menanyakan ke Sarah.

"Now bitch... aaaahhh aaahhh... don't you aaah... don't you know I'm busy right now!" Sarah membalas dengan ketus sambil terengah engah.

"Alright then, this is your bill Ma'am" balas waitress itu.

"Could you please take that bag to me?" jawab Sarah sambil terengah-engah. Waitress itu menagmbil tas kecil merk Longchamp mirik Sarah yang berada di atas meja makan, dan mengulurkannya ke Sarah. Sambil menggerak-gerakkan pinggulnya ke atas dan kebawah, dia mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.

"Alright bitch... this is aaaahhh... this is my MasterCard. Aaaaahhh" Sarah mengulurkan kartu kreditnya ke waitress itu yang langsung mengambilnya dan menggesekkanya ke alat yang dia bawa, kemudian tercetaklah secarik kertas kecil.

"Please sign this, ma'am" pinta waitress itu ke Sarah untuk menandatangani nota pembayaran. Sarah kemudian mengambil ballpoint yang diulurkan juga oleh waitress itu, kemudian meletakkan nota itu di dadaku, dan menandatanganinya, lalu menciumnya dalam-dalam sehingga lipsticknya membekas ke nota pembayaran itu.

"There you go, bitch... aaahhhh... aaahhh.. aahhh ...mmmmhh" ucap Sarah kepada waitress itu, yang kemudian menghilang lagi.

"rikiii... finally we're alone.... Fuck me hard cowboyyy..... aaahhhh .... Yesss.. yesss... yesss ... like that riki.... Oooooohhhhmyyyy...... hmm hmmm hmm..." racau Sarah dengan liarnya. Aku semakin tak kuasa menahan orgasme. Ritme Sarah semakin kencang. Tangannya kini berpegang erat ke pundakku, dan semakin erat cengkeramannya. Nafas kami semakin memburu seiring orgasme yang terus mengejar.

"Oooohhh.. rikiiiii..... fuuuckkkkkk... oohhh..... aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh... I'm cummmiiiinnnnnnnnnggg...aaaah aaahhh aaahhh aaahhhhh.......hmmmmmhhhh..." badan Sarah menggelinjang hebat, kemudian bersandar lemas di atas dadaku, sementara cairan orgasmeku memenuhi liang kemaluan yang becampur dengan cairan ejakulasinya. Kedutan dari liang kemaluannya masih terasa di batang penisku. Nafasku tersengal-sengal puas, sementara Sarah memejamkan matanya sambil mengatur nafas yang berangsur-angsur berkurang ritmenya.

"Oh my god riki.... You're great riki.... " ucap Sarah dengan perlahan.

Tunggu episode berikutnya:
Chapter 6: The Shanghai Meeting – The Punishment

BACK TO INDEX
 
Terakhir diubah:
Bimabet
the truth is out there bro...
and you'll find out how wild the world is...

yes you're right... biasanya yang dijadikan pemuasnya ceweknya. disini cowoknya... what a great story...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd