Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG The Confluence (Revised Version)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Day 2

Chapter 3 - When The Nature Presents Itself

Fajar telah tiba. Beberapa saat lalu Sandra telah bangun dari tidurnya dan masuk ke kamar mandi. Begitu muncul kembali ia langsung berjalan ke arah jendela.
"Wow!!," serunya penuh kekaguman dengan spontan ketika ia memandang ke luar.
"This is really amazing!"
Segera ia membuka pintu ke arah balkon di depan kamarnya dan berdiri disana menikmati keindahan alam yang dengan gamblang terpampang di depannya.

Matahari pagi mulai bersinar, membuat rona langit berubah menjadi kuning keemasan. Sejumlah awan yang diterpa sinar matahari pagi membuat panorama langit menjadi begitu indah semarak. Di bawahnya nampak hamparan hijau hutan pegunungan yang sambung menyambung yang sebagian darinya mulai diterangi cahaya keemasan sang fajar. Sementara di sejumlah tempat yang belum terjangkau oleh sinar matahari, sejumlah kabut nampak masih menyelimuti pepohonan hijau itu.

This is how the nature works, gumam Sandra. Dua hal yang sepertinya bertolak belakang namun ternyata bisa co-exist secara bersamaan. Bahkan perbedaan yang kontras itu membuat segala sesuatunya jadi terasa surreal dan terlihat dramatis.

Sandra menghentikan lamunannya. Ia menoleh ke arah lain. Dilihatnya hamparan lembah yang cukup luas yang sungguh kontras dengan jajaran pegunungan di dekatnya. Di lembah itu terdapat dua sungai yang kira-kira sama besarnya dan berarus cukup deras. Mata Sandra bergerak mengikuti aliran kedua sungai itu. Salah satu sungai berasal dari anak gunung di dekat lembah. Sementara sungai yang lain berasal dari posisi yang berbeda. Kedua sungai itu mengalir sejajar untuk beberapa saat sebelum akhirnya keduanya bertemu dan bergabung menjadi satu.

The Confluence.... Aku dan Ferry ibarat dua sungai itu, batinnya. Awalnya kami tidak saling kenal sebelum kemudian sempat berjalan beriringan sebelum akhirnya nanti bergabung menjadi satu. Ia terus memandang titik pertemuan kedua sungai itu cukup lama. That confluence is the day when we get married. Setelah itu kita akan bergabung menjadi satu sungai besar. "Setelah married... hidupmu, hidup kalian berdua akan berubah. Kalian bukan dua orang yang terpisah lagi, tetapi satu keluarga," kata-kata Mami-nya kemarin terngiang di dalam pikirannya.

Tapi.... aliran sungai itu terlalu deras. Pesta pernikahannya akan dilangsungkan dua minggu lagi. Semua ini berjalan terlalu cepat rasanya bagi dirinya. Ia merasa belum siap meninggalkan identitas pribadinya untuk meleburkan diri ke dalam sebuah keluarga. Tak ada yang salah dengan Ferry. Ia pemuda pilihan yang cemerlang, cerdas, keren, menyenangkan, dan berasal dari latar belakang keluarga yang kurang lebih sama dengannya. Most importantly, she loves him so much.

Ia sadar masalahnya bukan pada diri Ferry namun di dirinya. Ia masih ingin menjadi "Miss Sandra" bukan Mrs. titik-titik (nama belakang suaminya). Hmm, seandainya saja arus air itu bisa dikurangi kecepatannya, atau di-pause untuk beberapa saat.. batinnya sambil memandang lekat titik confluence itu. Atau lebih baik lagi, seandainya bisa berpindah melompat ke hutan atau pegunungan di sebelah sana untuk berpetualang sebentar sebelum kemudian kembali meneruskan perjalanan asalnya setelah puas berkelana... gumamnya.

Sandra terus melamun sambil memandangi indahnya panorama alam yang seolah disediakan untuknya itu. Ia merasa kagum dengan kejelian mata ayahnya ketika "menemukan" daerah ini dan membangun vila disini. Sehingga kini ia, sebagai putrinya, mampu menikmati pengalaman "pertemuan tatap muka langsung dengan Sang Alam" dengan sensasi multi-sensory seperti saat ini. Tak hanya indra visualnya saja yang dimanjakan dengan pemandangan indah saat itu. Namun juga indra-indranya yang lain dengan udara bersih pegunungan yang menyegarkan dengan semilir angin lembut yang terkadang memainkan sebagian rambutnya. Selain juga sekaligus membawa aroma alam yang harum alamiah. Sementara kicau merdu burung-burung yang sahut-menyahut menambah meriahnya suasana alam yang penuh dengan keceriaan itu.

Semua itu membuat dirinya betah berlama-lama untuk terus berdiri di balkon jendela kamarnya.

Satu hal yang mungkin tak disadari olehnya atau mungkin saat ini ia tak terlalu peduli akan hal itu, saat ini dirinya juga menampilkan "pemandangan alam" dengan keindahan serta sensasi yang tak kalah WOW-nya dibanding apa yang ditampilkan oleh alam sekitarnya. Ia masih memakai daster tipis menerawangnya yang kemarin, tanpa apa-apa di baliknya, juga tanpa apa-apa di luarnya. Membuat keindahan "gunung, lembah, hutan, dan rawa" pada dirinya terlihat begitu jelas dan nyata.

Saat itu memang tak ada orang yang melihat dirinya. Balkon kamarnya ini terletak di lantai dua dengan unobstructed view sejauh mata memandang. Sementara di bawahnya adalah jurang. Baik halaman, taman, maupun tempat dimana para pegawainya biasa berada terletak di sisi sebaliknya. Demikian pula dengan desa Wonoselo tempat perkampungan penduduk desa. Sehingga tempat ia berada saat ini boleh dikata cukup aman.

Namun seandainya ada yang sempat melihatnya pun, mungkin dirinya juga tak terlalu peduli. Karena baginya ia adalah majikan sekaligus pemilik tempat ini. Sementara mereka semua adalah pegawai dan pembantunya. Bukankah aturan yang ada selama ini, pembantu selalu menurut dengan majikan?

--@@@@--

Di dalam hutan lebat itu...
Sosok tubuh hitam lusuh itu menghentikan langkahnya. Ia mengambil beberapa dedaunan jenis tertentu yang kemudian digerus dengan batu dan dicampur dengan air. Kemudian campuran itu ditempelkan pada luka-luka di tubuhnya. "Aaahh!" Ia mengerang kesakitan setiap kali lukanya tertoreh oleh campuran dedaunan itu. Namun ia tak mempedulikannya. Satu-persatu seluruh lukanya dioles oleh campuran dedaunan itu.

Setelah itu ia berjalan tanpa mempedulikan luka-luka di tubuhnya. Bagian atas tubuhnya telanjang karena bajunya telah dipakai untuk membalut lukanya semalam. Sehingga memperlihatkan dadanya yang cukup banyak bertato.

Sampai akhirnya tibalah ia di sungai kecil yang arusnya cukup deras. Ia termenung sejenak. Dengan tenaganya yang luar biasa diseretnya sebuah batang pohon besar yang telah mati ke tepi sungai.

Namun, tiba-tiba... ular kobra! Seekor ular king cobra muncul di balik batang itu. Melihat adanya "si pengganggu", ular itu menegakkan dirinya sambil mendesis dengan marah. Pandangan tajam serta bahasa tubuhnya menunjukkan kalau ia siap menyerang.

Sementara itu ia juga memandang tajam ke arah ular tersebut. Sebagai orang tempaan yang telah lama hidup di dunia hitam yang setiap saat selalu mengandung unsur bahaya, ia tahu kalau dirinya lari dan menunjukkan rasa takut maka naluri pembunuh ular itu akan dengan spontan langsung bekerja.

Siapa yang kuat dia akan menang. Siapa yang lemah, ia akan jadi pecundang. Itulah hukum alam yang berlaku dimana-mana, termasuk di dunia hitam maupun di dalam rimba seperti saat ini.

Untuk beberapa saat terjadi stand off yang menegangkan antara dirinya dan ular kobra itu. Pemburu lawan pemburu. Pembunuh lawan pembunuh...

Ia menyadari bahaya fatal terhadap dirinya saat ini. Ia tak mungkin bisa melawan kecepatan ular ini seandainya ia menyerang dan mematuknya. Apabila itu terjadi, ia tak akan mampu bertahan terhadap racun bisanya. Namun satu hal yang diketahuinya pasti.. sebelum ia mati karena racun ular ini, terlebih dahulu ia akan membuat ular ini mati dengan sangat menderita. Dan pesan itu ia pancarkan dengan sangat kuat lewat pandangan mata mencorongnya kepada ular tersebut.

Sampai akhirnya... ular itu nampak surut mentalnya. Ia menurunkan tubuhnya dan segera beringsut pergi menjauhi tempat itu. Sementara dirinya membiarkan ular itu pergi dan menghilang dengan selamat.

The winner has been decided.
 
Komen dulu dah baca belakangan.

Terima kasih updatenya Om @jagbar, Salah satu cerita yg selalu dinanti.
Tetap Semangat Om dalam berkarya, Sukses selalu RLnya.
:semangat::mantap:

Selamat Pagi Selamat Beraktifitas dan Tetap Semangat.
 
:top:.. Thx hu updatenya.. Setia menunggu sandra berbaur dengan alam bertemu Garwo, para polisi mesum, dan kelanjutan nasibnya... :coli:
 
Layak ditunggu kelanjutan ceritanya.
Nampaknya mantap, berjalan lembut, halus seperti rambut bintang iklan shampoo.. Hehe...
Jangan lama2 updatenya suhu, banyak yg menunggumu.
 
Hmm kayaknya pernah baca nih cerita dulu di situs legendaris yang sekarang sudah ditutup. Tapi benar kata suhu jagbar ceritanya belum tamat dan terbengkalai begitu saja sama penulisnya. Lanjut ya suhu. Nanti si sandra bakal kehilangan perawannya oleh garwo gara-gara ketahuan lagi sembunyi :D:Peace:
 
Sepertinya bakal seru...
Pengantarnya telah menggambarkan..
Background tokoh cerita...

"The Beauty and the Beast"
Kontradiksi yang direka untuk menjadi 'satu'

Nyimak lagi..
 
Chapter 4 - Go With The Flow

Setelah puas memandang dari balkon, Sandra masuk ke dalam kamarnya lagi. Di dalam kamar ia mengenakan celana dalam warna hitam. Membuat cd itu terlihat begitu kontras dengan kulit putih tubuhnya di balik dasternya. Demikian pula kedua puting payudaranya nampak begitu jelas menonjol menembus daster transparannya. Diambilnya mantel warna krem yang agak tebal dan dikenakannya. Membuat seluruh bagian atas tubuhnya sampai setengah pahanya jadi tertutup oleh mantel itu. Setelah itu ia keluar dari kamar tidurnya. Ia tak merasa perlu memakai bra, karena toh ada mantel tebal yang telah melapisi bagian penting tubuhnya.

Sandra berjalan menyusuri koridor yang berkarpet indah itu untuk menuju tangga marmer. Ia terlihat begitu cantik menawan saat berjalan turun menyusuri tangga.
"Pagi Non," sapa Bik Yumi dengan hormat. "Sarapan paginya sudah siap sesuai kesukaan Non biasanya. Tapi mungkin ada sesuatu yang lain yang diinginkan barangkali?"
"Oh, nggak. Ini aja sudah lebih dari cukup. Makasih, Bik," jawab Sandra sambil tersenyum manis yang semakin menambah keanggunan dirinya. Sementara Bik Yumi merasa bahagia bisa melayani nona majikannya ini apalagi pelayanannya dibalas dengan keramahan serta penghargaan tinggi dari gadis ini.
"Baik. Kalau perlu sesuatu, panggil saya ya Non. Saya sta ndby terus disini sampai Non selesai sarapannya."

"Pagi Non. Kamarnya boleh dibersihkan sekarang?" tanya Bik Iyem.
"Oh iya, silakan. Mumpung saya lagi makan dan habis ini saya akan keluar jalan-jalan di halaman sebentar. Makasih Mbak."
"Baik, Non. Sama-sama."

"Selamat pagi Nona Sandra. Semoga semalam bisa tidur dengan nyenyak," sapa seorang pria berusia 50 tahunan yang berpakaian safari rapi dengan sikap formal dan hormat. Pria ini datang menghampiri setelah mengetahui Sandra selesai dengan sarapan paginya. Di belakangnya turut menyertai tujuh pegawai senior.

"Ah, Pak Sartono. Terima kasih atas perhatiannya. Ya, saya tidur nyenyak sekali semalam," jawab Sandra dengan tersenyum. Pak Sartono adalah kepala staf pengurus villa ini yang mengepalai semua pegawai disini.
"Alhamdulilah. Saya senang mendengar Nona Sandra nyenyak tidurnya kemarin. Karena disini khan beda dengan di kota besar yang semuanya serba ada. Yang pasti kami semua senang dengan kehadiran Nona disini. Kalau perlu apa-apa, silakan beritahu saja. Kami akan selalu siap sedia membantu."

Kemudian para pegawai lain yang menyertai Pak Sartono segera berbondong-bondong menyapa dirinya. Bahkan mereka yang mulanya sedang berada di luar pun kini semuanya pada datang dan menyapa dirinya. Dimulai dari yang paling senior tingkatnya lalu beranjak turun sampai ke tingkat paling bawah.

Berbeda dengan pembantu rumah tangga di keluarga biasa yang umumnya mempunyai level yang sama, pembantu disini levelnya berjenjang-jenjang. Diantara mereka ada senioritas, pangkat, jabatan, pembagian tugas (tukang masak, tukang kebun, pembantu rumah tangga, dll) serta tentu saja... persaingan dan politik di tempat kerja. Sehingga tidaklah heran kalau kini mereka semua saling berlomba untuk mengambil hati dan menyenangkan sang gadis majikan ini. Apalagi ini baru pertama kalinya Sandra tinggal sendirian tanpa disertai kedua orangtua, saudara atau kerabatnya. Sehingga kini Sandra menjadi pusat perhatian mereka semua.

Dengan penuh percaya diri namun ramah, Sandra membalas sapaan mereka satu persatu. Semuanya ia perlakukan secara baik dan menyenangkan. Baik kepada mereka yang selama ini cukup sering berinteraksi dengannya (yang kebanyakan adalah pegawai cewek atau pegawai kepala) maupun kepada beberapa pegawai cowok yang lebih banyak bekerja di luar rumah dan jarang berinteraksi dengannya. Sandra memang telah terbiasa dengan public appearance seperti ini. Apalagi berinteraksi dengan orang-orang yang cenderung memuji-mujinya, hal itu bukan hal sulit baginya.

Semuanya berjalan natural. Sampai-sampai tak ada yang ngeh atau sekedar membayangkan kalau dibalik mantel tebalnya saat itu Sandra hanya memakai daster hampir transparan tanpa bra. Memang payudaranya tak terlalu besar, berukuran hanya 34B, sehingga cukup mudah disembunyikan di balik mantelnya. Apalagi sikapnya saat ini begitu penuh percaya diri. Membuat benih-benih pertanyaan dalam pikiran (kalaupun ada) segera mati dengan sendirinya. Sebaliknya mereka semua jadi terbawa oleh pembawaan sikap energik yang diperlihatkan oleh Sandra. Membuat mereka semua jadi bersikap hormat terhadapnya.

Saat itu tak ada seorang pun yang menatap ke arah dada Sandra. Juga tak ada yang berani menatap langsung ke arah pahanya. Meskipun saat itu mantel dan dasternya hanya menutupi setengah bagian pahanya. Bahkan yang sekedar melirik pun juga tak ada.

Dalam jarak sedemikian dekat dan di tengah kumpulan orang banyak seperti ini, mereka semua sadar kalau menjaga sikap adalah sikap yang bijaksana. Apabila ada seseorang yang begitu bodoh berani mengatakan sesuatu yang tak senonoh, atau lebih buruk lagi bertindak tak semestinya kepada gadis muda majikannya ini, maka ia akan langsung "dibantai" habis-habisan oleh yang lain sebagai "bahan bakar" untuk menarik simpati dari sang majikan. Pekerjaan dan reputasi orang tersebut bakal langsung hancur.

Bahkan cowok yang paling genit yang biasanya suka menggodai pembantu perempuan pun saat ini bersikap begitu hormat dan alim terhadap Sandra. Bahkan mungkin kealimannya melebihi sikap hormat terhadap ibu atau kakak perempuannya sendiri. Boro-boro melirik ke arah dada atau paha, menatap langsung untuk membalas pandangan mata gadis majikannya ini pun tak berani.

Setelah "acara penyambutan" singkat itu, kini mereka pada keluar menjalankan pekerjaan masing-masing. Sementara beberapa pembantu membereskan meja makan. Sedangkan Sandra berpindah duduk di sofa besar dengan bantalan empuk dan ukiran kayu indah. Sambil duduk dengan kedua kaki menyilang, ia mengakses beberapa akun medsos-nya untuk mencek statusnya setelah barusan meng-upload menu breakfast-nya. Seperti biasa, ia langsung mendapat ratusan "Like" dan puluhan komentar meski ia baru meng-upload tak sampai sejam lalu.

Meskipun villa ini terletak di tengah-tengah hutan di desa terpencil, namun tak berarti tak terkoneksi dengan dunia luar dan dunia maya . Justru sebaliknya, villa itu terkoneksi ke Internet dengan kecepatan tinggi. Juga secara komunikasi terhubung dengan jaringan komunikasi grup konglomerasi usaha keluarganya. Selain koneksi yang super canggih, villa itu juga didekorasi secara mewah dengan seluruh perabotan yang berselera tinggi. Segala macam home entertainment juga ada disitu.

Demikian pula untuk sisi wellness & spa. Villa itu mempunyai ruang spa khusus yang terdiri dari beberapa kamar dengan tema dekorasi yang berlainan. Selain juga tersedia berbagai jenis minyak aromateraphy terkenal dari berbagai negara. Selain itu juga tersedia pemijat bersertifikat yang didatangkan sesuai kebutuhan. Seperti yang saat ini sedang bertugas adalah Mbak Sari, pemijat favorit Sandra. Selain itu villa ini juga dilengkapi dengan beberapa kolam jacuzzi, ruang fitness dengan peralatan lengkap, kolam renang indoor maupun outdoor dengan temperatur air yang dapat diatur, dan lain sebagainya.

Secara keseluruhan, villa bagian keluarga ini (yang bangunannya terpisah dari bagian untuk bisnis, dengan pengurus yang juga berbeda) terdiri dari belasan kamar tidur untuk tamu keluarga besar mereka. Kamar timur Sandra termasuk salah satu yang terindah dekorasinya dengan posisi di pojok bangunan dengan tingkat privacy paling tinggi. Tak semua pegawai bisa mengakses bagian ini, terutama pegawai cowok. Bahkan Pak Sartono pun tak bisa seenaknya masuk ke bagian ini. Saat dimana Sandra tinggal seorang diri, hanya pegawai perempuan yang dipercaya saja yang bisa datang kesini.

Setelah puas dengan medsos, Sandra berjalan keluar menuju ke halaman dimana terdapat taman indah dengan berbagai jenis tanaman yang terawat rapi. Saat itu terdapat Pak Udin, tukang kebun yang sedang merapikan rumput. Melihat itu, Sandra segera berjalan mendatangi dan menyapanya.

Saat itu Pak Udin sedang duduk berjongkok ketika Sandra berdiri di dekatnya. Dari posisi dirinya saat itu yang agak di bawah ditambah dengan Sandra yang saat itu memakai pakaian yang panjangnya setengah paha dan agak longgar, bisa jadi tukang kebun itu bisa melihat "agak banyak" dari gadis majikannya ini. Namun lagi-lagi tak terlihat upaya pria itu untuk berusaha melihat lebih banyak lagi atau menjadikan matanya jelalatan. Sebaliknya, kini ia ikutan berdiri dan menjelaskan semua pertanyaan Sandra mengenai tanaman yang dirawatnya itu dengan sikap sopan.

Setelah puas mendapat informasi mengenai tanaman, Sandra berjalan menuju ke tepian pagar dimana di depannya terdapat jurang yang cukup dalam. Ia berhenti sejenak untuk menyaksikan panorama pegunungan dengan lembah dimana terdapat dua sungai yang menyatu seperti yang dilihatnya dari kamarnya pagi tadi.

Disana ia melihat Mas Karjan yang sedang mengecat ulang tiang-tiang pagar itu. Segera ia menghampirinya dan mengajaknya berbincang-bincang. Mas Karjan ini usianya cukup muda yaitu hanya selisih tiga tahun lebih tua darinya. Kali ini pembicaraan menyangkut seputar keluarganya. Karena pegawainya ini baru menikah 3 tahun lalu. Sandra terlihat cukup tertarik dan banyak bertanya tentang hal-hal seputaran kehidupan keluarganya.

Setelah itu ia kembali melanjutkan perjalanannya sebelum akhirnya bertemu dengan Bik Wati dimana ia kembali berbincang-bincang dengan pegawainya ini untuk beberapa saat. Setelah itu ia berinteraksi dengan beberapa pegawai lainnya. Semua itu berjalan secara go with the flow, bagaikan air yang mengalir. Tak terlihat ada sesuatu yang diatur-atur dan direkayasa.

Sampai akhirnya ketika matahari sudah agak naik ke atas, ia balik masuk ke bangunan utama villa itu dan masuk ke dalam kamarnya.

Sandra, salah satu foto selphie-nya
http://www.imagebam.com/image/c7505f765507143

--@@@@--

Penjara Pagarwesi adalah tempat tahanan rahasia di atas bukit dengan sistem keamanan tingkat tinggi untuk menampung para tahanan yang penting dan berbahaya. Tak ada orang awam bahkan penduduk setempat yang tahu akan keberadaan tempat ini. Karena di kalangan penduduk setempat terdapat kepercayaan mistis yang menganggap daerah itu sebagai daerah angker yang dihuni banyak makhluk gaib. Sehingga tak ada yang berani masuk ke daerah situ.

Untuk menjaga kerahasiaan tempat itu dari kemungkinan ditemukan oleh orang awam, segala macam alat transportasi udara maupun olahraga, mulai dari pesawat kecil, helikopter, paragliding, hand-gliding, dan lain-lain, semuanya dilarang melintasi daerah tersebut.

Di kalangan aparat pun, hanya bagian tertentu yang tahu akan penjara ini. Meski jaraknya hanya sekitar 20 km dari desa terdekat dan 35 km dari desa Wonoselo, namun tempat itu begitu terisolasi karena letaknya di atas sebuah bukit yang dikelilingi oleh hutan lebat dan jurang dalam yang tak pernah ditempuh manusia normal. Satu-satunya akses yang ada hanyalah melalui udara. Begitulah pemindahan tahanan, pergantian petugas, dan suplai makanan serta bahan-bahan lainnya selama ini dilakukan.

Lalu bagaimana dengan helikopter yang bolak-balik menuju villa Pak Tanoto? Beruntung rute menuju villa itu berlainan arah dengan posisi penjara ini, disamping juga letaknya yang masih agak jauh. Namun yang pasti, daerah ini juga masuk dalam zone larangan melintas bahkan bagi helikopter pribadi milik konglomerat papan atas negeri ini.

Selama ini jangankan manusia, bahkan burung pun tak mampu keluar hidup-hidup apabila hal itu tak diinginkan oleh para petugas disini. Sementara frekuensi radio untuk komunikasi juga dipantau dengan ketat.

Seandainya ada tahanan yang mampu kabur dari penjara pun, ia tak mungkin bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup. Selain penjagaan super ketat, satu-satunya jalan keluar adalah menuruni tebing tinggi. Tanpa peralatan memadai, hal itu sama seperti bunuh diri. Apalagi setelah berhasil menuruni tebing pun, ia masih harus menembus hutan lebat dan pegunungan terjal sekitar 20 km untuk mencapai desa terdekat. Itu dengan catatan kalau orang tersebut tahu ke arah mana harus berjalan. Semua itu masih ditambah dengan banyaknya ular berbisa, kalajengking, dan hewan-hewan beracun bahkan binatang buas lainnya.

Saat ini suasana di dalam ruang pertemuan itu berlangsung tegang. Untuk pertama kalinya, seorang tahanan berhasil kabur malam semalam. Dan orang yang kabur itu adalah seorang bromocorah yang berbahaya. Kalau tak berbahaya tentu ia tak akan ditempatkan disini. Oleh karena itu tak heran kalau dari semua yang ada di ruangan ini tak ada satu pun yang berwajah ceria.

"Lapor Pak. Kami tak menemukan jejak Garwo di zona satu."
"Lapor Pak. Kami juga tak berhasil menemukan jejaknya di zona dua."
"Lapor Pak. Kami yang menyisir di zona tiga juga tak melihat jejaknya."

"Hmm... Sedemikian sulitnyakah menemukan jejak satu orang sedangkan kalian hampir dua puluh orang. Ia bukan orang sakti yang bisa menghilang begitu saja," katanya dengan wajah marah sambil tangannya memukul meja.
"Maaf Pak. Menurut pendapat saya sepertinya dia sudah mampus karena jatuh ke dalam jurang itu dan tak terlihat karena tertutup oleh rimbunnya hutan," jawab petugas yang bertubuh agak tambun dan berkumis tipis itu.
"Tunggu.... jadi diantara kalian semua ini barusan tak ada seorang pun yang turun sampai ke dasar jurang? Mengapa? Kalian semua takut dengan si Garwo? Atau dengan setan penghuni hutan ini?" jengeknya.
Sementara mereka semua pada menundukkan kepala tak ada yang berani menjawab.

"Kalian sungguh tak becus semua! Justru tempat yang paling tak terduga itu adalah tempat yang seharusnya pertama kali diperiksa. Ayo, kalian turun lagi ke bawah dan cari jejak bangsat itu sampai ketemu. Kalau belum ketemu jangan balik kesini!" perintahnya dengan marah.
Membuat mereka semua pada saling pandang semua namun tak ada yang bersemangat untuk melangkah.

"Maaf Pak. Ijinkan saya berbicara," kata pria berkumis tipis itu lagi. "Menurut hemat saya kita tak perlu membuang enerji bersusah-susah mencari sampai ke dalam jurang atau menyisir terlalu dalam di hutan. Saat ini kita tak tahu apakah Garwo masih hidup atau telah mampus. Seandainya telah mampus, ia tak bisa berbicara lagi dan sampai saat ini tak ada orang yang tahu selain kita disini. Seandainya ia masih hidup, selama masih di dalam hutan, ia tak dapat kabur kemana-mana. Semakin lama ia tinggal di dalam hutan, kemungkinan ia bertahan hidup akan semakin kecil. Karena kita jelas tahu kalau semalam ia terluka kena peluru dan terjatuh. Satu hal yang harus kita cegah saat ini menurut hemat saya adalah jangan sampai ia berhasil kabur dari hutan dan bergabung kembali dengan gerombolannya."

"Hmmm," pria itu memikirkan perkataannya dan merenung sejenak.
"Lalu menurutmu apa yang sebaiknya kita lakukan?" akhirnya ia bertanya.
"Menurut hemat saya, sebaiknya kita tutup jalan keluar dari hutan ini. Satu-satunya kemungkinan jalan keluar baginya yaitu apabila ia berhasil mencapai pemukiman penduduk. Kalau ia mendekam terus di hutan fisiknya akan terus melemah sampai akhirnya mampus. Saran saya, sebaiknya kita tunggu kedatangannya di desa-desa sekitar sini. Karena cepat atau lambat ia pasti akan berusaha menuju salah satu desa disini."

"Hmmm... masuk akal," jawabnya sambil mengangguk-angguk.
"Lalu menurutmu desa mana yang harus kita datangi pertama kali?"
"Di dekat sini ada empat desa," katanya sambil menunjuk ke peta di dinding. Sementara kita disini ada tiga tim. Jadi saran saya kita bisa secara bersamaan mendatangi tiga desa ini."
"Hmm, lalu bagaimana dengan desa keempat ini?" tanyanya sambil menunjuk desa keempat di peta.
"Oh, Bapak tak perlu terlalu mengkhawatirkan desa Wonoselo ini," katanya sambil tersenyum. "Pertama, desa ini berjarak 35 km dari sini, terjauh dibanding desa-desa lainnya. Kedua, untuk menuju kesana medannya jauh lebih sulit dibanding ketiga desa lainnya. Hanya kalau ia tersesat saja baru ia akan menuju kesana. Namun kalau itu terjadi, hmm aku rasa ia pasti mampus duluan di hutan sebelum sampai tujuan. Jadi menurut saya sebaiknya kita fokus di tiga desa yang lain ini dulu saja. Apalagi satu-satunya akses menuju sana hanya melalui desa ketiga. Namun untuk menjaga segala kemungkinan, mereka yang mendatangi desa ketiga ini juga harus memeriksa desa Wonoselo. Karena jaraknya hanya 10 km dari situ. Sehingga kita tetap masih meng-cover semua kemungkinan yang ada. Seandainya ia betul kabur kesana, maka kita tutup jalan keluarnya dari pintu depan," katanya dengan penuh semangat.

"Hmmm, usulmu ini sangat masuk akal. Baik, aku setuju dengan usulanmu ini."
"Maaf komandan, saya ada permintaan."
"Apa itu?"
"Selama ini saya lebih banyak bertugas di dalam. Namun sangat jarang saya mendapat kesempatan bertugas di lapangan. Oleh karena itu ijinkanlah saya ikut terjun ke lapangan untuk memeriksa dua desa ini," katanya sambil menunjuk desa Wonoselo dan desa tetangganya.
"Selain itu, mengingat saya yang mengusulkan operasi ini. Saya minta ijin untuk bisa menjadi kepala tim," imbuhnya lagi.

"Hmm, baik. Permintaanmu kupenuhi. Tapi hanya untuk yang pertama. Opsir Juhari, kau masuk ke tim Charlie yang akan mengecek dua desa ini. Dan kau, Opsir Zulkifli, kau tetap menjadi komandan tim Charlie."
"Siap Komandan," jawab keduanya sambil memberi hormat.

Dalam hati Juhari, pria yang berkumis tipis itu membatin, ah dia lagi, dia lagi. Kenapa aku harus berada di bawahnya, keluhnya dengan kesal.

Juhari, opsir yang cukup berakal namun iri hati dengan rekannya dan berotak mesum
http://www.imagebam.com/image/f122be765507163

--@@@@--

Sementara itu...
Rupanya Juhari salah perhitungan. Memang betul jarak desa Wonoselo lebih jauh dan medan menuju kesana lebih sulit. Namun ia tak tahu kalau tak jauh dari situ ada sungai yang mengalir menuju ke arah Wonoselo.

Saat itu Garwo dengan mengandalkan naluri survival-nya, menyeret batang pohon besar itu ke tengah sungai. Lalu ia duduk di atas batang besar itu. Ia tak tahu kemana sungai ini mengalir. Juga ia tak tahu kemana ia harus keluar dari hutan ini. Namun satu hal yang pasti, ia tak dapat lama-lama tinggal disini. Karena waktu berjalan melawan dirinya.

Saat para pemburu sibuk mencari buruannya di tempat yang salah, yang diburu sedang tertidur pulas memeluk batang pohon dan go with the flow mengikuti aliran sungai....

Garwo, bromocorah berbahaya yang kabur
http://www.imagebam.com/image/a977af765507183
 
Terakhir diubah:
wah gila, nostalgia nih cerita ..
moga lancar updatenya hu ....
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd