Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tentang Sebuah Rasa

CHAPTER XXXVI


Pilihan ditangan-mu, restu di tangan kami


Acara buka puasa bersama kantornya Mira kali ini diadakan lumayan ramai, hampir semua orang kantor hadir, dan termasuk Mira juga datang dan menikmati sajian makanan dan minuman yang ada dan juga ketawa ketiwi dengan teman-temannya dia. Sesekali dia mengecek ponselnya, membalas whatsapp dan wikipedianya dia.

Sebenarnya dia meminta Ken untuk datang hadir ikut bersama menemaninya, karena memang acara kantor ini boss nya Mira membebaskan mengajak pasangan, maka Mira lalu mengajak Ken untuk ikut dalam beebrapa kesempatan acara kantor, namun Ken masih ada pekerjaan, sehingga akan datang tapi sedikit telat.

“laki lu ngga datang?” tanya Nining teman kantornya

“ngga punya laki gue....” sahut Mira

“ish.... yang ganteng yang suka lu posting fotonya di IG ama lu?”

“sahabat gue....”

“masa sih?”

Mira senyum sambil menganggukan kepalanya

“bukannya dia sering gue lihat jemput lu?”

“emang jemput sering artinya pacaran?”

Nining rasanya ingin tepok jidat mendengarnya

“lu ngga takut diambil orang?”

“sudah diambil orang emang....” jawab Mira sekenanya

Nining kaget mendengarnya, Mira malah tertawa melihat wajah kaget Nining.

Acara buka bersama mereka lalu ditutup dengan acara foto bersama, ketawa ketiwi, dan seperti biasa apapun acaranya foto dan heboh terlebih dahulu yang diutamakan. Apalagi bagi kaum hawa, pada senang ganti-ganti gaya dan mengambil angle tepat untuk difoto, dan kebetulan kafe ini sangat intagramable banget buat yang gipo alias gila poto.

Nining lalu terkaget saat melihat wajah Ken muncul di parkiran menjemput Mira, dan setelah melambaikan tangan ke teman-temannya, mereka masuk ke mobilnya Ken dan pamitan dengan semua teman-teman kantor yang datang, dan semua juga pada bubaran akhirnya.

“ramai kerjaan?” tanya Mira

“lumayan....”

“nambah dong omsetnya....”

Ken hanya tersenyum

“ desain-desain unik minimalis dan multifungsi yang lu desain kayaknya laku keras yah...”

“iya lumayan....”

“teman-teman pada beli juga kayaknya.....”

Mira menoleh melihat wajah Ken, wajah yang membuatnya selalu dan semakin rindu apalagi belakangan ini

“ udah makan?”

“udah....”

“dikantor?”

“iya.....”

“dinar dan Iksan makin berduit dong sekarang.....”

Ken hanya tersenyum, dia memilih untuk tidak menjawab pertanyaan atau ungkapan Mira jika sudah bahas sesuatu yang ada singgungan dengan itu, karena Mira tahu bahwa cafe itu sudah berubah nama dan diakusisi oleh Hana.

Mira sempat protes dengan ketidaktegasan Ken awalnya, karena semua perubahan akte dan juga pengurusan legalitas dari Gauri sudah diambil alih Hana, dan Ken memilih diam dan tidak bertindak apa-apa, malah mempersilahkan untuk proses itu berjalan. Meski Mira tahu diri, namun berdirinya cafe dan konsepnya seperti apa sampai ikut membawa Iksan masuk, itu juga ide dari Mira.

Ketidakjelasan hubungan mereka memang jadi biang kerok porak porandanya hati mereka saat ini. Meski ada rasa saling suka dan sayang, namun itu hanya di tataran hati dan tatapan mata saja, di level yang lebih luas itu semua tidak cukup untuk melawan kenyataan yang sudah terjadi. Bahwa mereka saling suka itu memang demikian adanya, namun mau dibawa kemana hubungan mereka ini yang perlu mereka pertanyakan kembali.

“kenapa?” tanya Ken saat memergoki Mira memandanginya

“ngga apa-apa...”

“ngeliatin....”

“ngga boleh?”

“bolehlah....”

“trus?”

“aneh aja .... ngeliatnya kayak gimana gitu..”

Mira hanya tersenyum. Dia lalu memiringkan badannya, kepalanya bersandar ke bahu Ken yang sedang menyetir.

Ken adalah sesuatu kebahagiaan dan juga kesedihan baginya, dan hubungan mereka menjadi sangat elusif sifatnya belakangan ini. Karena kondisi dan awal mereka menjalani hubungan ini yang mebuat semua jadi sulit dipahami, dan juga semakin komplikasi sifatnya, karena semua kaidah norma agama, sosial, dan perasaan yang dalam ikut bermain.

Tangannya menggenggam lengan Ken, kepalanya bersandar di bahu pria itu. Mira memang belakangan ini jadi sedikit perasa, sedikit senitmentil dan juga agak sedikit agresif. Entah karena dia merasa bahwa semua hal yang dia anggap baik-baik saja dan bisa dia selesaikan secara tenang, kini seperti berbalik arah dan berjalan di luar keyakinan dia awalnya.

Hubungan yang awalnya sifatnya hanya saling senang dan senang saja, kini berubah jadi rumit saat Ken terikat pernikahan setingan itu, dan semakin rumit saat pernikahan setingan itu malah membelenggu Ken, dan sepertinya Ken semakin sulit untuk bergerak lebih jauh lagi, ada ikatan besar membelitnya, bukan hanya masalah norma hukum dan agama saja, tapi sudah melibatkan perasaan lain yang muncul di diri Ken.

Ken bukannya tidak menyadari ini semua, dia tahu bahwa dia terjebak disituasi yang sangat berat dan genting sebenarnya, disatu sisi, dia berpikir bahwa dia akan segera selesai dengan pernikahan settingannya, lepas bebas, lalu mungkin akan menata hidupnya lagi dengan kehidupan barunya setelah pernikahan itu selesai.

Tapi yang jadi masalah ialah apa iya ini akan berjalan lancar setelah badai besar perubahan di diri Hana merubah semua rencana awal yang disusunnya.

“pah, makasih... berkat papah, aku jadi banyak tahu artinya mengasihi.....” ungkapan Hana yang sering dia ucapkan.

Meninggalkan Hana dan Dara, atau membawa Dara keluar dari Hana, kini bukan opsi yang terbaik yang dia bisa pilih saat ini, karena memang akan banyak pertentangan yang muncul nantinya, belum lagi aspek hukumnya, akan panjang perjalanannya, dan celakanya hatinya dia pun kini ikut bermain. Meski awalnya hanya rasa kasihan atau sayang yang muncul, namun suka tidak suka dia menikmati juga hubungannnya dengan Hana, bahkan dia pun puas dengan pelayanan Hana selama ini.

Meninggalkan Mira juga opsi yang berat bagi dirinya. Mira sosok sahabat, pasangan bercinta, teman berdiskusi, dan motivator hebat bagi dirinya. Suka atau tidak, step besar bisnisnya saat ini berkat juga adanya dorongan dan motivasi dari Mira.

Mereka memang tidak memliki hubungan yang layaknya orang pacaran, tapi aslinya mereka terikat satu sama lain secara perasaan. Ken selalu tidak tega untuk bilang goodbye ke Mira, dan hal yang sama pun demikian, Mira selalu merasa berat untuk meninggalkan Ken.

Mereka saling menunggu, tanpa mereka sadari bahwa mereka memupuk rasa keterikatan mereka dan membiarkan itu jadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Mobil Ken masuk ke parkiran kost an Mira, dan betapa kagetnya mereka saat tiba di depan kost Mira, ada Ema nya Mira, yang suka dipanggil Ma Sagita, dan kakaknya Teh Sinta disitu, mereka sepertinya menunggu Mira pulang.

Mira segera menghampiri mereka yang duduk diruang tunggu kost an di depan.

“Ma.....teh....”

Dia lalu salim dan mencium pipi kedua wanita itu

Ken juga menghampir mereka dan mencium tangan kedua wanita tersebut.

“dari tadi?”

“baru juga nyampe...” jawab Ibunya dengan logat Sunda yang kental

Ken yang melihat situasi seperti ini lalu segera pamit ke kakak dan ibunya Mira

“lho...buru-buru?” tanya Teh Sinta

“udah dari tadi abis buka puasa bareng Mira..”

“emang puasa?”

Ken hanya tertawa mendengar pertanyaan Teh Sinta. Setelah pamitan dia segera menyalami kedua wanita tersebut, pamitan ke Mira yang mengantarnya hingga depan pintu mobil.

“maaf yah... ngga tau Mama ama Teh Sinta datang..” ucap Mira sambil jalan masuk ke kamarnya.

“iya ngga apa-apa..”

Jadwal bercinta merekapun gagal hari ini

Mira lalu masuk kembali ke dalam, mengajak ibunya dan kakaknya masuk ke kamarnya.

“ microwavenya tuh...” tunjuk Mira ke kakaknya

“iya, makanya kita mampir kesini.... Mama juga sudah mau sebulan lebih ngga ketemu lu kan...” ucap Sinta sambil membuka aqua yang disodorkan Mira. Mamanya duduk di kursi kerjanya Mira di depan meja, kakaknya duduk di tepian tempat tidur, Mira masuk mengganti bajunya di kamar mandi, lalu keluar lagi bergabung dengan duduk di bagian kaki tempat tidur.

“naik kereta?”

“ngga, naik grab tadi, ke rumahnya Tante Arni, baliknya kata Mama mampir aja dulu kesini”

“bukannya nelpon”

“kamu datang itu kita juga baru nyampe” jawab Mamanya.

Mereka lalu saling bercerita yang ringan-ringan, termasuk ponakannya dia, anaknya Sinta yang bandelnya minta ampun, tapi lucu sekali, karena sudah mulai masuk Paud sekarang, juga kondisi Papanya yang baru sembuh dari covid dan selesai diisolasi.

“Om Rama kemarin tanya kamu apa mau ke Bali...” tanya Mama

“ke Bali?”

Om Rama ialah sepupu Mamanya Sagita, dia punya usaha hotel kecil dan usaha travelling di Bali dan Lombok

“iya, kebetulan khan bali udah mulai buka sekarang, condotelnya dia ngga ada yang nungguin, makanya dia nawarin kamu kalau mau urus itu” ujar Mama

Mira hanya diam

‘bagusnya sih lu ambil De.... jadi manager khan disana....” ujar Sinta

“ kondotel khan bukan kayak hotel Teh....”

“iya, tapi khan lu jadi kepala lah...”

Mira terdiam lagi sambil minum air aqua dari botolnya

“kata Om Rama ada 30 unit yang saat ini dibawah management dia...’

“nanti dipikirkan deh.....”

“lu disini supervisor khan?”

Mira menganggukan kepalanya

“disana khan lu manager......lompatanlah buat lu...” saran Sinta

“iya De..... Om Rama sama Tante Ida tunggu keputusan kamu.... dia minta kamu telpon dia malahan” sambung Mamanya

Mira tersenyum dan menganggukan kepalanya

“mama rasa itu juga bagus buat kamu...”

“iya Ma, nanti aku pikirkan....”

‘iya, jangan lupa telpon Om Rama...”

Mira tersenyum mengiyakan

“satu lagi.... Mama rasa kamu harus bisa melepaskan diri dari Ken....” ujar Mamanya serius kini nada bicaranya.

“lho....kita bersahabat Ma.....” elak Mira

“bersahabat?”

“iya.....”

Sagita menghela nafasnya sambil tersenyum

“mama ini melewati masa seperti yang kamu lalui saat ini, De..... “

Mira hanya terdiam

“apapun dalih kamu, mama sarankan lepasin dia ....” tutur Mama lagi

Hening sejenak di kamar kost Mira

“dia bagaimanapun sudah jadi suami orang De....”

Mara sedikit tidak terima

“ngga Ma... itu pernikahan settingan aja.....”

“nah, itu kamu mulai belain dia....”

“ngga bela Ma....”

“trus?”

Mira terdiam kembali

“mau setingan mau beneran, dia statusnya suami orang, De... ngga bae kamu berdua duaan dengan suami orang....”

Sinta mengelus pundaknya lembut

“kamu diantarin pulang, berduaan di mobil, berduaan di kamar kamu ini, khan ngga pantas....”

Meski salah, namun wajah dan tatapan Mira seperti tidak terima dihakimi seperti ini

“kami hanya bersahabat Mama.... ngga ada hubungan apa-apa selain bersahabat....”

“kalau begitu dengan mudah saja khan kamu putuskan untuk jangan dekat dia? Jangan jadikan dalih sahabat untuk bisa dekat dengan suami orang....”

“iya Ma...tapi memang ngga ada hubungan apa-apa..” masih membantah Mira

Sagita hanya bisa tersenyum pahit

“tatapan kamu dan gaya kamu ke Ken itu bukan lah perilaku sahabat De.... mama ini pernah muda, mama ini yang lahirin kamu.... mama tahu Nak.... makanya Mama minta jauhi dan segera jaga jarak.... karena dia suami orang....” tegas Mamanya lagi

Mira terdiam dan malam meladeni Mamanya

“lagian lu ah.... foto-foto lu berdua, cara lu ngantar dia kedepan tadi aja udah terlihat lu ada hubungan ama Ken.....” timpal Sinta

Mira makin tertunduk

“saran gue sih apa yang Mama bilang lu ikutin... kalo lu masih disini dan tiap hari masih ketemuan, makin ancur nanti lu.....”

Tatapannya kini tajam ke arah Mira

“jangan lu bilang dia mau cerailah, mau apalah, atau mau gimanalah.... jangan ada pembenaran lah untuk hal yang ngga akan mungkin....”

Dia memang sempat cerita ke kakaknya planning ken, meski tidak spesifik menyinggung hubungan mereka, namun Sinta pasti membaca korelasi antara cerita Mira tentang planning Ken dengan apa yang dia rasakan ke Ken

“jangn lu bilang juga ngga ngga tertarik ke Ken....”

Mira tidak menjawab

“wajar aja sih... Ken baik, sopan, ganteng... wanita mana yang menolak pesona pria seperti dia....”

“tapi ingat... mau jalan lebih jauh bukan cuma lu berdua... ada akhidah, ada orangtua, ada restu keluarga yang lu harus lewatin....” papar Sinta lagi

Hening sejenak kembali, lalu Mamnya kembali berbicara

“mama dan papa tidak melarang kamu mau menjalin hubungan dengan siapa saja.... asal dia bukan suami orang, dan seakhidah dengan kita..... itu ngga bisa ditawar....”

“Mama hargai Ken sebagai teman kamu... dia anak baik dan sangat sopan, tapi ingat... dia beda akhidahnya dengan kita, dan dia suami orang apapaun alasannya...”

“Pokoknya Mama minta itu terakhir mama lihat kalian berdua....”

Mira kaget mendengar ultimatum itu

“mama ngga boleh dong batasi pergaulan aku Ma....”

“Iya... mama ngga batasi... kamu juga sudah besar... tapi mama dan papa punya tanggungjawab untuk menuntun kamu hingga kamu menikah... walinya itu papa kamu... dan itu ngga akan terjadi khan jika kamu beda akhidah?”

Mira benar-benar tersudut

“apa mau Ken pindah? Apa mau Ken menceraikan istrinya?”

Sinta memaklumi masalah perasaan Mira sebetulnya, namun dia juga memaklumi kekuatiran Orangtuanya, karena posisi dan status Mira ini menurut Sinta memang sudah termasuk di taraf yang mengkuatirkan, keterlibatannya dalam menjaga hubungannya tetap berjalan dengan Ken, ini sangat berbahaya sebenarnya buat dirinya.

“ lu udah tau jalannya licin dan berlubang, sebaiknya lu hindari De....” timpal Sinta

“bukan mau menghakimi lu.... tapi kita ingin lu waspada.... perasaan suka lu itu bikin lu buta mata dan hati masalahnya...”

“semakin lu pupuk dan biarin, makin susah lu keluar... adanya juga nanti lu sakit hati...” nasehat Sinta lagi.

Mamanya kembali melanjutkan

“ Papamu rajin sholatnya dan ngaji, puasanya senin kamis lancar, pas ramadhan juga ngga pernah putus, Mama pun demikian... terus apa jadinya kita lalu mendapat menantu yang bukan dari umat Allah? “

“mama minta sih kamu sebaiknya pulang ke Bogor, atau terima tawaran Om Rama, karena jika masih disini kamu akan tetap sulit lepas dari Ken....”

Lalu kembali ultimatum Mamanya

“bagi Mama, lebih baik kehilangan anak... daripada kelak di Akhirat Mama dan Papamu dilaknat oleh Allah.... karena membiarkan kamu memilih jalan yang salah....”

Ada getaran perih dan juga butiran airmata di mata Sagita, rasa galaunya dia atas kondisi anaknya ini memang mebuat dia harus mengeluarkan ucapan sekeras ini untuk menyadarkan anaknya, karena jalan yang saat ini ditempuh anaknya benar-benar membuat dia dan keluarganya kuatir, dari awal mereka membiarkan anaknya jalan bersama pria itu, dan meski sering dibantah status hubungan mereka, namun mereka bisa lihat dan tahu, bahwa mereka punya hubungan khusus dibalik itu.

“keputusan ada di tangan kamu... tapi restu ada ditangan papa dan mama....”

Mira terdiam dan tidak ingin meladeni mamanya dan kakaknya lagi.

Pertemuan yang tadinya berjalan bagus dan indah diawalnya karena sudah sebulan lebih tidak bertemu, malah berakhir dengan penuh kecanggungan.

“pesanin grabnya Ta....” perintah Mama ke Sinta

Mira hanya termangu dan tidak bisa bicara apa-apa, saat mamanya pamit, dia hanya mencium tangan Mamanya dan Kakanya, bahkan microwave yang harusnya dibawa mereka malah tertinggal dan lupa mereka bawa, karena suasana hati sudah tidak nyaman dengan adanya perbedaan pendapat itu, memang Mira tidak menjawab dan membantah, namun diamnya Mira diartikan lain oleh Mamanya.

Hati Mira semakin dibuat berkecamuk dengan rasa yang tidak menentu jadinya. Dia tahu meski sebenarnya dia belum berbicara banyak tentang hubungannya dengan Ken, tapi tantangan dari orang tua dan keluarganya sudah terlihat kental dari awal, bukan sekarang ini saja, apalagi saat mereka mendengar Ken sudah menikah.

“ secara pribadi, teteh suka dengan Ken... mama dan papa juga... dia anak baik, sopan dan sangat punya tata krama... tapi secara akhidah, kami menolak, Mir.... kamu harus bisa bedakan itu... “ kata Teh Sinta waktu itu.

Mira memang dibuat sulit untuk memilih. Meski sebenarnya memilih untuk pergi dari hidup Ken maka secara kasat mata masalah ini selesai. Toh semesta juga tidak mendukung hubungan mereka mau dibawah kemana dengan semua kondisi yang ada saat ini, hampir tidak ada rasanya titik yang bisa dia jadikan pijakan untuk membenarkan rasa sukanya ke Ken.

Tapi, rasa suka dan cinta bukanlah hitungan matematika yang dengan mudah diterjemahkan secara gamblang dengan rumus yang ada. Perkara cinta dan hati ini sangatlah rumit untuk dijelaskan dan diuraikan, bahkan sering dia harus menahan sakit hati untuk menjaga rasa cintanya yang indah itu tetap ada.

Rasanya bohong jika dia bilang akan baik-baik saja jika dia pergi meninggalkan Ken. Mereka sudah berkali kali mencoba semua cara untuk menghentikan rasa yang muncul ini. Dia pernah menghilang ke Bali selama 2 minggu, dia juga pernah memblokir nomor ponsel Ken saat tahu Ken sudah meniduri Hana. Dia juga marah besar ke Ken saat tahu Gauri didirikan tanpa bertanya ke dirinya.

Tapi yang ada kemudian dia malah sibuk kepoin IG dan WA nya Ken dengan nomor ponsel lain. Dia juga rajin bertanya ke Iksan dimana Ken. Meski memblokir dan ingin pergi, ujungnya dia tidak bisa bohong juga, akhirnya mengiyakan untuk dijemput Ken saat pulang dari Bali, dan kejadian percintaan yang mereka sepakati untuk dihentikan sesaat, ujungnya sama-sama tidak bisa menahan diri dan kembali bercinta.

Ken sendiri, meski dia sering merasa jadi pihak yang selalu serba salah, tapi rasa sayang dan perhatian dia ke Mira selalu sama. Selain ke istrinya, rasanya Ken tidak pernah punya hubungan lain selain dengan Hana, bahkan jauh sebelum dia menikah. Dia setia dan tetap ada selalu buat Mira.

Rasanya ingin pecah kepala Mira, dia hanya bisa terdiam, merenung dan membolak balikan badannya di atas tempat tidur.

Inikah yang namanya dilema sebuah percintaan?? Apa karena aku yang salah dari awal, tidak punya komitment yang jelas? Sehingga kemudian rasa ingin jelas itu malah muncul setelah Ken punya status baru? Baru dia merasa bahwa ada kehilangan besar dari dalam hatinya?

Pahit banget rasa yang disodorkan untuk dia pilih, lebih pahit lagi jika rasa ini dia jabarkan ke depan Ken juga, pastilah pria itu pun sulit menjelaskan apa yang harus mereka tempuh dan jalan mana yang harus mereka pilih, apa mereka harus fight dengan hubungan mereka? Atau harus mereka akhiri sampai disini, meski ini berat dan sakit buat Mira, dan mungkin buat Ken juga.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd