Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tentang Sebuah Rasa

BAB VIII

Kesan Pertama yang parah



Innova Ken masuk ke gang rumah Irwan, setelah tiba di depan pagar, dia mengklakson sebentar, lalu pagar terbuka oleh satpam yang berjaga disitu. Petugas itu menundukkan kepalanya memberi hormat ke Ken, lalu kembali menutup pagarnya.

Rumah mewah ini memang sangat megah, melambangkan kemakmuran dari pemiliknya. Ken hari ini dijadwalkan untuk menjalani bimbingan pra nikah, dan mereka berdua wajib hadir. Jika hanya fitting gaun atau jas, maka bisa datang masing-masing. Kali ini mereka harus datang bersama, karena itu permintaan khusus untuk calon pengantin.

Setelah menunggu berapa saat, sekitar 30 menit kemudian turun Hana dengan balutan jumsuit coklat, tas nya juga memiliki warna senada, kulit putih mulusnya, dan rambutnya yang dicat pirang, memang terlihat kecantikannya sangat menonjol. Sebagai pria normal, Ken mengakui kecantikan wanita ini, meski secara personal kesombongannya membuat Ken suka muak.

“ayo....” ujarnya ke Ken

Ken segera berdiri dan mengikuti Hana

“pake mobil gue aja...”

Evoque? Range Rover? Big No buat dia

“ngga bisa nyetirnya kalo itu...” ujar Ken pelan

“ha.....ngga bisa?’

Ken mengangguk. Panel instrumen electric di dasboard mobil canggih seperti itu membuat dia kagok

“trus? Naik mobil lu?”

“iya Ka...”

“Ngga mau gue....”

Ken bingung, sementara mereka sudah ditunggu 15 menit lagi

Hana akhirnya masuk lagi, dia membawa kunci Pajero Sport milik adiknya.

“kalo ini pasti lu bisa....”

Ken mengalah untuk pakai mobil tersebut.

Sepanjang perjalanan Hana hanya diam saja, sesekali dia memainkan ponselnya, membalas pesan singkat, tapi hingga mereka tiba di tempat bimbingan pra nikah, tidak ada satu patah kata pun terucap diantara mereka.

Bahkan semua nasehat dan apa yang diucapkan oleh Diaken yang membimbing pelayanan pra nikah tersebut, tidak ada satupun yang nyantol di kepala Ken. Mereka lebih tepat disebut sedang menghadiri sidang perceraian daripada Bimbingan Pra Nikah.

Setelah berbasa basi dengan tim yang melakukan bimbingan, mereka berdua lalu pamit pulang. Kembali sunyi senyap di dalam mobil, tidak ada yang berminat membuka percakapan diantara mereka.

Hingga akhirnya....

“kok lu mau sih terima tawaran ini?” tanya Hana tajam. Kacamata hitamnya bertengger di hidungnya.

Ken hanya tersenyum tipis

“dijanjiin berapa ama bokap?”

Meski nada meremehkan Hana ini sedikit melukai hati Ken, dia memilih menahan diri.

“bantu karena papi sudah seperti orangtuaku ..... tidak ada motif lain...” jawabnya datar

“bulshit...” guman Hana

Ken ini benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran wanita ini, dia yang niatnya mau bantu malah dituduh yang tidak tidak. Namun dia masih berusaha menahan diri untuk tidak terpancing dan menjawab apa yang ditanyakan oleh Hana. Dia sendiri tidak berniat mendebat pendapat atau pertanyaan Hana.

“apa karena balas budi?”

Ken kembali hanya membathin

“apa lu ngga punya pacar kali yah....”

Masih diam juga Ken, hanya menghela nafasnya

“ ingat yah...pernikahan ini hanya settingan... jangan ada harapan berlebih....” tandas Hana dengan ketus.

Ken kembali tersenyum

“Ka, aku hanya membantu Papi.... jika Kaka ngga suka atau ngga mau dengan bantuan aku... ngga masalah, tinggal bilang Mami dan Papi.... selesai masalah...”

“halah... dasar lu aja homo.... makanya disuruh kawin meski setingan juga mau...”

Darah Ken seketika memanas mendengar celotehan kasar dari Hana. Dia tahu memang betapa sombongnya anak ini, tapi mendengar omongannya dia membuat Ken tersinggung juga akhirnya. Dia memilih diam dan tidak berkomen apa-apa lagi.

“trus harus gimana?” meski akhirnya tercetus juga dari mulutnya

“lu tolak dong... main mau aja... kalo ngga ada imbalan yang lu incar kan ngga mungkin mau lu.... dasar freak banget sih lu jadi orang....’

Kalimat melecehkan kembali didengar dari mulut wanita ini. Udah dibantuin malah melecehkannya dengan kata-kata angkuhnya, dia pikir aku yang pengen nikah ama dia apa? Kalau tidak ingat bagaimana Papa, mama bahkan Irwan sampai menghubungi dia dan meminta tolong, ngga kan diiyakan dari awal juga.

Ken hanya diam dan tidak menjawab lagi, hingga mereka tiba dirumah, Hana langsung turun dan membanting pintu mobilnya. Ken memasukan mobil ke garasi, dan saat dia mau langsung pulang dengan menitipkan kunci mobil ke security, dia lihat ada supirnya Irwan disitu, artinya beliau ada di rumah.

Di naik dan benar saja, Irwan sedang ngobrol dengan istrinya di ruang keluarga. Ken menyapa Irwan dan Laura, mencium tangan mereka berdua, dan berbasa basi sebentar, karena Irwan bertanya perihal bimbingan pra nikah tadi apa sudah beres atau belum.

Lalu Ken bersuara

“Pi...Mi.... saya mohon maaf sebelumnya..... mungkin saya mundur dari pernikahan ini.....”

Ucapan pelan tapi mengguncangkan kuping Laura dan Irwan

“apa? Mundur? Kenapa Nak...?” tanya Irwan

“Ngga apa2 Pi.... saya mungkin bahkan untuk menolong rasanya tidak pantas...”

Irwan langsung bisa menebak, pasti dalam perjalanan ada omongan yang menyakiti hati Ken.

“gini Ken....nanti kita bicara lagi....tapi please jangan mundur lah....”

“ngga apa2 Pi... mungkin Ka Hana yang bisa jelasin....” ujarnya lagi pelan

Laura dan Irwan dibuat salah tingkah dan bingung harus bilang apa

“Saya pamit Pi...Mi...”

Ken mencium tangan kedua orang tersebut lalu segera berlalu dari ruangan keluarga dan keluar dari pintu depan, dia menuju mobilnya dan ingin segera meninggalkan rumah ini.

Irwan segera kembali ke belakang, dia melihat Hana dengan santainya sedang makan coklat batangan di meja makan. Nafsu makannya memang lumayan bengkak semenjak hamil jadi begitu nyampe yang dia cari kulkas duluan

“ kenapa si Ken?” tanya Irwan

“ngga kenapa-kenapa...” jawabnya santai

“ngga mungkin, dia tiba-tiba batalin mundur...”

“oh baguslah kalo dia sadar...”

Irwan rasanya ingin menyembur Hana dengan kata-kata mutiaranya

“kamu memang ngga tau diri....” geram Irwan

Hana dengan santainya bicara

“aku ngga mau nikah dengan dia, meskipun setingan....” ucapnya

Irwan kaget mendengarnya

“lalu? Kamu mau nikah sama siapa? Airlangga berubah pikiran?” masih dengan tenang Irwan bertanya

“ngga Pi... aku ngga mau nikah...dengan siapapun....”

“trus? Anak kamu?”

Hana berdiri sambil mengambil gelas untuk minum

“ngga apa2...ngga ada papanya juga ngga masalah....”

Irwan kali ini benar-benar diuji kesabarannya oleh putrinya ini. Laura pun bingung melihat gaya Hana

“baik jika begitu.... kamu ikut apa mau kamu....” kata Irwan

Hana hanya diam saja

“papi pun bisa bersikap jika itu mau kamu....” kesal sekali suaranya Irwan “ besok semua tugas kamu serahkan ke Michael, sekalian juga papi akan bilang ke accounting department untuk menyetop semua gaji dan tunjangan kamu”

Hana terkesiap dan kaget bukan kepalang

“ kartu kredit kamu mohon diserahkan juga ke accounting, kalau tidak akan dinonaktifkan per besok”

Keputusan yang sangat kejam diambil Papi untuk dirinya. Sebagai anak tertua dan calon CEO di Hagia Shipping, dirinya kaget bukan kepalang

“kok gitu Pi?” tanya Laura

“lah iya...dia mikirnya diri dia sendiri, silahkan atur dirinya sendiri...”

Hana menatap marah ke Papinya

“papi memang ngga adil...”

Irwan menatapnya sambil emnggelengkan kepalanya

“ngga adilnya dimana? Kamu sekolah selama 2 tahun lebih pun gaji kamu full diterima? Belum lain-lain yang secara rutin kita berikan.... sekarang kamu mau atur hidup kamu seenak hati kamu, trus Papi harus ikut juga....”

“papi ngapain sih maksa aku harus nikah?”

Irwan benar-benar bisa hilang kesabaran mengahdai anaknya ini

“papi ngga mau ada gunjingan di kantor, kamu masuk kantor dengan perut buncit dan tidak ketahuan siapa suami kamu....”

Hana segera meninggalkan ruang makan dan naik ke kamarnya

Laura juga bingung melihat pertengkaran anak dan ayah ini.

“Pih...kenapa sih kamu keras banget sama Hana?” tanya dia heran melihat suaminya belakangan ini semenjak Hana hamil agak kencang sikapnya.

“ baik buat dia....”

“baik gimana Pih...dia itu lagi hamil dan dia anak kita...harus kita support dong....”

Irwan merasa buntu melihat sikap istrinya yang justru tetap membela anaknya

“ Mami, kita punya kontrak dengan Pak Benny untuk 6 tug dan Barge kita. Ini kontrak terbesar yang pernah kita punya. Dua bulan lagi akan mereka review, kalau putus kita harus cari shipper lain lagi.”

Dia melanjutkan

“image Pak Benny ke kita itu sangat baik.... dia memuji kita sebagai pemilik perusahaan yang sangat melayani orang, keluarga yang diberkati dan memberkati orang....lalu ada cerita ke dia kalau anak kita hamil diluar nikah, apa yang harus aku bilang ke mereka?”

Irwan menghela nafasnya

“lagipula apa kata orang-orang dikantor melihat Hana hamil tanpa suami? Mau kita bilang suaminya tidak bertanggung jawab?”

“dia itu pimpinan di kantor, harus memberi contoh, jika dia memberi contoh moral yang buruk, maka moral yang baik yang selama ini kita tanamkan ke karyawan kita hanya akan jadi pepesan kosong, dan berbalik ke kita....”

Laura terdiam kini

“jika dia mau seenak jidatnya hidup, artinya dia hanya mikir dirinya sendiri, dan mental seperti itu tidak akan bisa jadi pemipin yang bagus....lebih baik aku tunggu Gina siap....” tutup Irwan lagi.

Situasi yang membuat Laura serba salah, disatu sisi anak dan disatu sisi suami. Dia mengerti memang Hana tidak ingin didikte dalam hal ini, tapi dengan kondisi seperti ini, menikahkan Hana adalah opsi yang terbaik menurut dia dan Irwan. Dia bisa memahami apa yang jadi konsen dari Irwan, masalah image perusahaan memang sedikit banyak akan membuat usaha sedikit goyang jika tidak ditangani dengan baik.

Bukan hanya dimata klien, dimata sesama teman –teman pelayanan yang sering menjadikan keluarga mereka sebagai role model, sedikit banyak membuat mereka berada di situasi yang menyulitkan mereka, dan justru yang membuat masalah seperti tidak berpikir dengan jendela besar yang harusnya dia lihat, bukan jendela kecil miliknya saja.

Laura lalu beranjak menuju kamar Hana, dia perlu berbicara dengan Hana masalah ini

“kenapa sih Ka?” tanya Laura

“ngga apa2 Mi....aku ngga mau aja nikah ama dia...”

“masalahnya apa....??”

“yah ngga apa2...meski Cuma setingan malas aku nikah ama orang norak kayak dia...”

“apanya yg norak sih?”

“yah noraklah semua...”

Gaya Ken dari kecil dan dialek jawa nya yang sedikit medok memang tidak disukai Hana dari dulu. Jika keluarganya datang dari Banyuwangi, Hana paling malas menemui mereka, dia sibuk di kamarnya sendiri. Meski sudah banyak berubah saat ini, justri di mata Hana sosok Ken itu tetaplah norak, apalagi saat dia tahu kuliahnya di seni rupa, dan dia juga tahu Papi yang biayain semua kuliahnya.

“kamu pikir baik-baik... ini lingkungan kita di Indonesia, ada adat dan kebiasaan yang ngga bisa kamu bawa dari sana kesini, dan itu imbasnya bukan ke kamu...ke papi juga....”

Hana terdiam

“kecuali kamu bisa yakinkan Papi dan Mami kalau ada yang mau nikahin kamu sementara, atau pacar kamu berubah pikiran, maka sebaiknya kamu pertimbangkan usulan Papi, kalau tidak, kamu cari kerja di luar sana, atau bantu Mami di ruko urus usaha mami....” terang Laura

Ultimatum dari Laura membuat Hana sedikit keder juga. Cari kerja dengan kondisi hamil begini? Bisa saja dia dapat kerja dengan modal ijazahnya dia dan pengalaman di selama ini, tapi apa akan seenak di Hagia? Gaji dan juga fasilitasnya? Membayangkan itu Hana kesal sendiri jadinya.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd