Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tentang Sebuah Rasa

CHAPTER VII

HATI YANG TERLUKA


Kadang rasa suka dan cinta itu kita sadari muncul saat orang yang dekat dengan kita itu tiba-tiba pergi dari sisi kita.

Mungkin itu ungkapan yang tepat dirasakan oleh Mira.

Chairani Mira Mustofa 25, gadis asli Sunda yang tinggal di Bogor aslinya, kuliah di Bandung, dan kini menetap dan kost di Jakarta. Pekerjaannya di EO salah satu penyelenggara acara musik dan festival, membuat dia lebih suka tinggal di kost yang relatif dekat dengan kantornya, daripada pulang pergi Bogor jakarta setiap hari.

Sosok manis ala wanita Sunda, wajah eksotisnya dan dadanya yang penuh membuat dia banyak disukai pria, namun dia ingin free dan tidak mau dikekang, setidaknya hingga saat ini. Dia lebih suka bebas bergerak dan tidak ada kewajiban harus melapor dia kemana, atau minta ditemani dan lain-lain. Bagi dia cinta itu sebuah kekangan, tapi seks adalah kebutuhan.

Dia bertemu Ken dalam sebuah komunitas musik di bandung, Ken yang kuliah di ITB kebetulan suka dengan musik, jadi sering bertemu dan ngobrol. Sosoknya yang ganteng dan sedikit pemalu, jarang bicara membuat Mira suka dengan Ken. Mereka langsung cocok dan jadi sahabat baik. Pertemanan mereka di Bandung berlanjut saat dia pindah ke Jakarta, karena ternyata Ken juga sudah pindah ke Jakarta lebih dahulu.

Pertemuan dan persahabatan mereka berlanjut saat sering bertemu di Jakarta. Status Ken saat itu jomblo, karena LDR dengan pacarnya yang di Bandung harus berakhir, dan dia pun juga selesai dengan pasangannya yang memilih gadis lain untuk dinikahi karena Mira tidak ingin terikat dalam ikatan cinta atau pernikahan dalam waktu dekat ini.

Hubungan unik mereka lalu berjalan normal. Saat Ken perlu teman jalan, maka dia ajak Mira, demikian juga Mira, saat dia perlu teman jalan, dia akan ajak Ken. Setiap ada resepsi pernikahan teman, maka dia berdua akan datang bersamaan. Ditanya sama teman-teman, mereka berdua kompak menjawab bukan pacaran. Tapi jalannya selalu bareng, pegangan tangan, selalu menghabiskan waktu bersama. Itu yang membuat orang-orang aneh memandang hubungan mereka.

Mira sendiri tidak merasakan adanya getaran asmara atau apalah istilahnya, dia hanya merasakan bahwa dia suka dan nyaman ada Ken. Sebaliknya Ken pun demikian, meski dia suka dan mempertimbangkan Mira di list top nya untuk jadi pacarnya, namun dia tahu sikap dan gaya Mira dalam berpacaran, dan baginya situasi seperti ini bukanlah masalah buat mereka.

“lu mau ngewe ngga?’ tanya Mira ceplas ceplos ke Ken waktu itu. Setelah kurang lebih setahun mereka bersama sama jalan bareng semenjak Mira pindah ke Jakarta

“mau lah, kalo ada lawan....”

“gue mau...tapi ngga mau pacaran...”

Ken bingung mendengarnya. Bagi dia seks itu manifestasi atas cinta. Dia buka penganut seks berbayar yang tanpa rasa.

“lu suka ngga ama gue kira2?”

“yah suka2 aja....”

“makanya, maksud gue, kita ngewe aja ...tapi ngga usah pacaran.... saling jaga dan hormatin aja....”

“gimana ceritanya? Namanya ngewe khan harus pake hati dan suka....’

Mira agak kesal dengarnya

“lu tau khan yang jadi panggilan2 itu? Mereka ngewe pakai cinta ngga?”

Ken bingung jika itu dipakai sebagai analogi

“iya bener...mereka ngewe karena uang.....”

“ya sama aja...kita ngewe karena suka dan butuh....bedanya lu ngga perlu bayar gue...” potong Mira

Ken sedikit pusing menjawab tawaran Miar

“lu sendiri.... kenapa ngajak gue...”

“lu menarik, gue suka... lu juga setahu gue ngga pernah jajan, jadi pasti lebih aman.....”

“yah kalo suka.....”

“suka ngga harus cinta....ngewe ngga perlu pake cinta, tapi pake urat titit lu....” ujar Mira agak kesal

Ken tertawa mendengarnya, meski tidak setuju namun dia pikir menarik juga

“ Kalo lu ngga mau ngga apa2...” ujar Mira lagi

Ken tersenyum

“mau lah.....”

“ih...ngeselin yah...dikasih daging mentah banyak muter nih kucing jawa....” cerocos Mira lagi.

Dan fase baru hidup mereka dimulai. Secara rutin mereka menjadwalkan untuk bercinta. Kost an Mira dipilih sebagai lokasi untuk itu. Dan memang tidak ada cemburu, tidak ada saling kekang, mereka menjalani hidup masing-masing, dan jika pengen, tinggal wa tanya jadwal pasangannya, janjian dan selesai.

Namun ada yang lucu sebenarnya, meski mereka tidak saling kekang, tapi mereka berdua saling menghargai pasangannya. Ken nyaris tidak pernah jalan dengan wanita lain. Hal yang sama juga dengan Mira, dia juga bingung meski banyak yang tertarik kepadanya, tapi dia malah malas untuk melanjutkan atau meladeninya. Bagi dia, semua sudah oke dengan hidupnya. Karirnya sedang dia rintis dan juga kebutuhan seksnya dia terpenuhi dengan Ken. Butuh teman jalan, Ken yang menemaninya, butuh apa-apa dia bisa sendiri atau minta Ken yang bersamanya.

Pernah suatu hari saat Mira kerja di kota lain, dia menelpon malam minggu, ternyata Ken ada di rumahnya

“ngga jalan?”

“ngga...malas...”

“malam minggu masa di rumah...”

“ngga apa2.... kalo mo jalan nunggu lu balik aja...”

“lu sendiri masih acaranya?” tanya Ken

“udah selesai”

“ngga jalan2 keluar cari hiburan atau makan”

“ngga ah.... mending telpon lu...”

Secara tidak sengaja mereka meski saling menjaga, dan tidak mau terikat secara fisik, tapi secara batin dan rasa, mereka sudah saling terikat satu sama lain, dan itu dirasakan oleh masing-masing mereka saat berjauhan.

“lu jangan jatuh cinta yah ama gue....”

“siapa juga yang mau cinta ama wanita yang tidak mau diatur...”

Gelak tawa mereka berderai jika sudah ngobrol dan bicara seperti itu.

Dan hari ini Mira benar-benar merasakan hal itu, dadanya bagaikan kena godam dihantam mendengar pengakuan Ken.

“lu mau kawin boongan maksud lu?”

“iya...buat nutup malu keluarga papi aja....”

Memang Ken pernah cerita tentang keluarganya dia yang di Jakarta yang kaya raya itu, dan nama Hana pun pernah diceritakan Ken

“yah terserah lu sih.....” kelu dan galau suara Mira

“kok terserah gue....ini gue minta pendapat ama lu....”

Lah, pendapat apa yang harus gfue kasih? Pikir Mira lagi

“nanti gue ngewenya ama laki orang dong...”

“laki boongan”

Yah tetap aja udah resmi jadi laki orang ucap Mira dalam hati

“selesai anaknya lahir gue akan cerai...”

Semudah itukah? Pikir Mira

“gue tetap akan tinggal dirumah, dia disana....”

Tapi khan tetap aja lu udah jadi laki orang

Tanpa Mira sadari airmatanya kini menetes di pipinya. Airmata pertama yang dia teteskan untuk seorang pria. Pria yang selama ini selalu ada disampingnya, yang dia sendiri tidak ingin ikat dari awal dalam ikatan kasih, kini harus “pergi” untuk menikahi wanita lain dengan dalih tanggungjawab.

Memang mereka masih bisa bertemu, karena itu pernikahan akal-akalan, tapi apa iya semudah itu? Apa iya segampang itu mengakalinya? Jika keadaannya berubah dan mengharuskan dia musti disamping Hana? Trus dia gimana? Mencari pria lain?

Mira tidak bisa membayangkan hidup dan mulai lagi dengan yang baru setelah dia merasakan kenyamanan ini bersama Ken. Apa iya yang baru bisa dia dapat? Apa iya yang baru mau ikut seperti apa yang dia dan Ken jalani? Apa iya yang baru akan sebaik Ken?

Dia seketika disadarkan bahwa betapa Ken sudah sangat membuat dirinya tergantung. Meski dia selalu menepis jika itu cinta, dan tidak mau terikat, tapi dia ingat betapa dia sangat terikat dalam segala hal dengan Ken. Semua dia mau jalan kemana selalu dengan Ken, dia minta tolong apa saja, selalu ada Ken, dan bahkan saat dia lagi birahi pun hanya Ken yang mampu membuat dia puas. Dia tidak bisa membayangkan kontol jumbo Ken lalu dicobain wanita lain.

Pantas tadi Ken memeluknya dengan erat selesai mereka bercinta, bahkan saat mereka tidur bersama pun sore tadi dia masih memeluknya, ternyata ada cerita besar yang hendak dia sampaikan.

Ternyata memang benar, saat seperti ini dia baru merasakan bahwa kehilangan itu sangatlah terasa saat orang yang kita selama ini anggap ada buat kita, lalu pergi meninggalkan kita dengan alasan yang berbeda, tapi tetap akan pergi.

Airmatanya Mira kembali menetes, dia merasakan dadanya sesak, dan hatinya sakit sekali, meski dia tidak tahu kenapa dia harus merasakan itu....
 
Terakhir diubah:
CHAPTER VII

HATI YANG TERLUKA


Kadang rasa suka dan cinta itu kita sadari muncul saat orang yang dekat dengan kita itu tiba-tiba pergi dari sisi kita.

Mungkin itu ungkapan yang tepat dirasakan oleh Mira.

Chairani Mira Mustofa 25, gadis asli Sunda yang tinggal di Bogor aslinya, kuliah di Bandung, dan kini menetap dan kost di Jakarta. Pekerjaannya di EO salah satu penyelenggara acara musik dan festival, membuat dia lebih suka tinggal di kost yang relatif dekat dengan kantornya, daripada pulang pergi Bogor jakarta setiap hari.

Sosok manis ala wanita Sunda, wajah eksotisnya dan dadanya yang penuh membuat dia banyak disukai pria, namun dia ingin free dan tidak mau dikekang, setidaknya hingga saat ini. Dia lebih suka bebas bergerak dan tidak ada kewajiban harus melapor dia kemana, atau minta ditemani dan lain-lain. Bagi dia cinta itu sebuah kekangan, tapi seks adalah kebutuhan.

Dia bertemu Ken dalam sebuah komunitas musik di bandung, Ken yang kuliah di ITB kebetulan suka dengan musik, jadi sering bertemu dan ngobrol. Sosoknya yang ganteng dan sedikit pemalu, jarang bicara membuat Mira suka dengan Ken. Mereka langsung cocok dan jadi sahabat baik. Pertemanan mereka di Bandung berlanjut saat dia pindah ke Jakarta, karena ternyata Ken juga sudah pindah ke Jakarta lebih dahulu.

Pertemuan dan persahabatan mereka berlanjut saat sering bertemu di Jakarta. Status Ken saat itu jomblo, karena LDR dengan pacarnya yang di Bandung harus berakhir, dan dia pun juga selesai dengan pasangannya yang memilih gadis lain untuk dinikahi karena Mira tidak ingin terikat dalam ikatan cinta atau pernikahan dalam waktu dekat ini.

Hubungan unik mereka lalu berjalan normal. Saat Ken perlu teman jalan, maka dia ajak Mira, demikian juga Mira, saat dia perlu teman jalan, dia akan ajak Ken. Setiap ada resepsi pernikahan teman, maka dia berdua akan datang bersamaan. Ditanya sama teman-teman, mereka berdua kompak menjawab bukan pacaran. Tapi jalannya selalu bareng, pegangan tangan, selalu menghabiskan waktu bersama. Itu yang membuat orang-orang aneh memandang hubungan mereka.

Mira sendiri tidak merasakan adanya getaran asmara atau apalah istilahnya, dia hanya merasakan bahwa dia suka dan nyaman ada Ken. Sebaliknya Ken pun demikian, meski dia suka dan mempertimbangkan Mira di list top nya untuk jadi pacarnya, namun dia tahu sikap dan gaya Mira dalam berpacaran, dan baginya situasi seperti ini bukanlah masalah buat mereka.

“lu mau ngewe ngga?’ tanya Mira ceplas ceplos ke Ken waktu itu. Setelah kurang lebih setahun mereka bersama sama jalan bareng semenjak Mira pindah ke Jakarta

“mau lah, kalo ada lawan....”

“gue mau...tapi ngga mau pacaran...”

Ken bingung mendengarnya. Bagi dia seks itu manifestasi atas cinta. Dia buka penganut seks berbayar yang tanpa rasa.

“lu suka ngga ama gue kira2?”

“yah suka2 aja....”

“makanya, maksud gue, kita ngewe aja ...tapi ngga usah pacaran.... saling jaga dan hormatin aja....”

“gimana ceritanya? Namanya ngewe khan harus pake hati dan suka....’

Mira agak kesal dengarnya

“lu tau khan yang jadi panggilan2 itu? Mereka ngewe pakai cinta ngga?”

Ken bingung jika itu dipakai sebagai analogi

“iya bener...mereka ngewe karena uang.....”

“ya sama aja...kita ngewe karena suka dan butuh....bedanya lu ngga perlu bayar gue...” potong Mira

Ken sedikit pusing menjawab tawaran Miar

“lu sendiri.... kenapa ngajak gue...”

“lu menarik, gue suka... lu juga setahu gue ngga pernah jajan, jadi pasti lebih aman.....”

“yah kalo suka.....”

“suka ngga harus cinta....ngewe ngga perlu pake cinta, tapi pake urat titit lu....” ujar Mira agak kesal

Ken tertawa mendengarnya, meski tidak setuju namun dia pikir menarik juga

“ Kalo lu ngga mau ngga apa2...” ujar Mira lagi

Ken tersenyum

“mau lah.....”

“ih...ngeselin yah...dikasih daging mentah banyak muter nih kucing jawa....” cerocos Mira lagi.

Dan fase baru hidup mereka dimulai. Secara rutin mereka menjadwalkan untuk bercinta. Kost an Mira dipilih sebagai lokasi untuk itu. Dan memang tidak ada cemburu, tidak ada saling kekang, mereka menjalani hidup masing-masing, dan jika pengen, tinggal wa tanya jadwal pasangannya, janjian dan selesai.

Namun ada yang lucu sebenarnya, meski mereka tidak saling kekang, tapi mereka berdua saling menghargai pasangannya. Ken nyaris tidak pernah jalan dengan wanita lain. Hal yang sama juga dengan Mira, dia juga bingung meski banyak yang tertarik kepadanya, tapi dia malah malas untuk melanjutkan atau meladeninya. Bagi dia, semua sudah oke dengan hidupnya. Karirnya sedang dia rintis dan juga kebutuhan seksnya dia terpenuhi dengan Ken. Butuh teman jalan, Ken yang menemaninya, butuh apa-apa dia bisa sendiri atau minta Ken yang bersamanya.

Pernah suatu hari saat Mira kerja di kota lain, dia menelpon malam minggu, ternyata Ken ada di rumahnya

“ngga jalan?”

“ngga...malas...”

“malam minggu masa di rumah...”

“ngga apa2.... kalo mo jalan nunggu lu balik aja...”

“lu sendiri masih acaranya?” tanya Ken

“udah selesai”

“ngga jalan2 keluar cari hiburan atau makan”

“ngga ah.... mending telpon lu...”

Secara tidak sengaja mereka meski saling menjaga, dan tidak mau terikat secara fisik, tapi secara batin dan rasa, mereka sudah saling terikat satu sama lain, dan itu dirasakan oleh masing-masing mereka saat berjauhan.

“lu jangan jatuh cinta yah ama gue....”

“siapa juga yang mau cinta ama wanita yang tidak mau diatur...”

Gelak tawa mereka berderai jika sudah ngobrol dan bicara seperti itu.

Dan hari ini Mira benar-benar merasakan hal itu, dadanya bagaikan kena godam dihantam mendengar pengakuan Ken.

“lu mau kawin boongan maksud lu?”

“iya...buat nutup malu keluarga papi aja....”

Memang Ken pernah cerita tentang keluarganya dia yang di Jakarta yang kaya raya itu, dan nama Hana pun pernah diceritakan Ken

“yah terserah lu sih.....” kelu dan galau suara Mira

“kok terserah gue....ini gue minta pendapat ama lu....”

Lah, pendapat apa yang harus gfue kasih? Pikir Mira lagi

“nanti gue ngewenya ama laki orang dong...”

“laki boongan”

Yah tetap aja udah resmi jadi laki orang ucap Mira dalam hati

“selesai anaknya lahir gue akan cerai...”

Semudah itukah? Pikir Mira

“gue tetap akan tinggal dirumah, dia disana....”

Tapi khan tetap aja lu udah jadi laki orang

Tanpa Mira sadari airmatanya kini menetes di pipinya. Airmata pertama yang dia teteskan untuk seorang pria. Pria yang selama ini selalu ada disampingnya, yang dia sendiri tidak ingin ikat dari awal dalam ikatan kasih, kini harus “pergi” untuk menikahi wanita lain dengan dalih tanggungjawab.

Memang mereka masih bisa bertemu, karena itu pernikahan akal-akalan, tapi apa iya semudah itu? Apa iya segampang itu mengakalinya? Jika keadaannya berubah dan mengharuskan dia musti disamping Hana? Trus dia gimana? Mencari pria lain?

Mira tidak bisa membayangkan hidup dan mulai lagi dengan yang baru setelah dia merasakan kenyamanan ini bersama Ken. Apa iya yang baru bisa dia dapat? Apa iya yang baru mau ikut seperti apa yang dia dan Ken jalani? Apa iya yang baru akan sebaik Ken?

Dia seketika disadarkan bahwa betapa Ken sudah sangat membuat dirinya tergantung. Meski dia selalu menepis jika itu cinta, dan tidak mau terikat, tapi dia ingat betapa dia sangat terikat dalam segala hal dengan Ken. Semua dia mau jalan kemana selalu dengan Ken, dia minta tolong apa saja, selalu ada Ken, dan bahkan saat dia lagi birahi pun hanya Ken yang mampu membuat dia puas. Dia tidak bisa membayangkan kontol jumbo Ken lalu dicobain wanita lain.

Pantas tadi Ken memeluknya dengan erat selesai mereka bercinta, bahkan saat mereka tidur bersama pun sore tadi dia masih memeluknya, ternyata ada cerita besar yang hendak dia sampaikan.

Ternyata memang benar, saat seperti ini dia baru merasakan bahwa kehilangan itu sangatlah terasa saat orang yang kita selama ini anggap ada buat kita, lalu pergi meninggalkan kita dengan alasan yang berbeda, tapi tetap akan pergi.

Airmatanya Mira kembali menetes, dia merasakan dadanya sesak, dana hatinya sakit sekali, meski dia tidak tahu kenapa dia harus merasakan itu....
Duh cerita sedih lg ini keknya mah, the best suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd