Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tamu Yang Tak Diundang

Apakah imajinasi terliar yang pengen kalian baca di karya Tolrat?

  • Adik Cowo vs Kakak Cewe

    Votes: 199 15,1%
  • Adik Cewe vs Kakak Cowo

    Votes: 59 4,5%
  • Anak Cowo vs Ibu

    Votes: 338 25,6%
  • Anak Cewe vs Ayah

    Votes: 195 14,8%
  • Suami Istri vs Anak Cewe

    Votes: 90 6,8%
  • Suami Istri vs Anak Cowo

    Votes: 55 4,2%
  • Suami diselingkuhi Istri

    Votes: 288 21,8%
  • Suami vs rekan kerja/teman/relasi

    Votes: 98 7,4%

  • Total voters
    1.322
  • This poll will close: .
Waduh....
Kode mo update cerita nih...
😍🥰🙏
hahaha. doain lancar aja ya.
minggu depanlah, gw update dimari. pas, sebelum lebaran.

Lanjut min
so pastinya

Lanjutkan dong
siapp

sudah halaman segini belom ada scene exe. sungguh TERLALU ente Hu
yaudah, baca cerita yang lain dulu aja gpp kok.

mangap banget yak...
nie baru page 87, lah ada jg cerbung yg jarang banget exe nya toh mereka (para pembaca) fine² aj hu
hehehehe. biarin mengalir aja kaya aer ya sob.
aer kemaluan Febby yang merembes disela-sela bibir kemaluannya

Anak cewe vs ayah 😍😍😍😍
yoyoy... kebayang khan?

Lanjut lagi oom
okeehh

Di trakteer nama suhunya apa ya?
DM aja sooobb

Lupa ninggalin jejak. Jd ga tau udah baca sampe pert berapa
ulang lagi jg gpp. sembari nunggu buka

Monggo dilanjoetken
wokeehh

Lg nungguin update...
sembari hunting takjil
 
TAMU YANG TAK DIUNDANG
Part 17 - Pilihan Terakhir



“Setelah, Ayah balaskan semua dendamku ke Mama dan Alex”

Kalimat itu, terngiang-ngiang sepanjang hari di telingaku.

“Dendam? Febby punya dendam ke ibu kandung dan selingkuhannya?” Batinku terus menebak, segala kemungkinan yang sekiranya ada diantara mereka.

Dirga, yang mengetahui rasa galau dihatiku pun, berusaha membantu membetulkan moodku. Sengaja menggangguku, supaya aku tak terlalu memikirkan masalah tersebut. Dia tahu, jika saat ini, isi kepalaku sama sekali tak bisa diajak kompromi ketika beraktifitas.

Berkali-kali, aku salah input data. Membuat form pengiriman yang sedang aku kerjakan, banyak yang tak terpakai, terbuang karena kesalahanku.

“Ceritain aja Bim. Kalo lu ada masalah. “ Ucap Dirga tanpa henti,”Kita khan temen Bim, dan udah tugas gw sebagai temen, ngebantu lu sebisa gw.”
“Makasih Sob” Jawabku singkat sambil tersenyum.
“Yaudah, mungkin sekarang, ada baiknya lu pulang dulu deh. Biar semua pengiriman lu dilanjut ama Yanti dan Marni. Gih. Tenangin dulu aja pikiran lu.”

Kutatap wajah Dirga yang terlihat begitu cemas. Memanggil dua assisten kantor andalannya dan memberi arahan singkat.

“Dah. Balik sana gih. Aman” Tutup Dirga yang kemudian membawa seluruh form pengirimanku kedalam ruangannya.

Dengan langkah gontai, aku melangkah pulang. Namun begitu beberapa kaki aku melangkah, tiba-tiba ada perasaaan aneh yang menyeruak muncul di hatiku. Terlebih karena permintaan putriku untuk membantu dirinya membalas dendam.

Aku khawatir, akan melakukan kesalahan lebih jauh lagi, jika aku mencoba membantu membalas dendam Febby pada istriku. Yang walau aku tak tahu, dendam seperti apakah itu. Yang jelas, dari penekanan katanya, putriku terlihat begitu tertekan karenanya.

Aku, mendadak, takut pulang.
Aku takut, jika semisal putriku tahu aku tak mampu membantunya, ia akan semakin kesal dan membuatku terlihat sebagai orang tua yang kurang perhatian kepada dirinya.

Walau semula aku tak ingin Febby berada di appartemenku, namun sekarang, aku takut jika ia akan meninggalkanku. Aku tahu, teman dekat Febby sedikit. Ia juga sama sekali tak punya pengalaman untuk menginap di rumah orang lain. Kerabat keluarga pun, tak banyak. Yang mungkin, tak akan bisa dimintain tolong ketika putriku meminta ijin tinggal.

Aku bingung. Aku kehilangan arah. Aku tak tahu harus bagaimana.

***​

Kubuka pintu apartemen, lalu melangkah masuk kedalam dalam diam. Kujelajahi seluruh penjuru ruangan, berharap-harap cemas mengenai keberadaan Febby disana.

Sepi. Putriku tak ada disana.

Segera saja kumasuki semua area yang ada di apartemenku. Ruang santai, kamar tidur, dapur, kamar mandi hingga balkon. Namun tak kujumpai Febby dimanapun. Sepertinya, ia benar-benar sudah meninggalkanku sendiri.

Selama beberapa menit kemudian, aku begitu merasa kehilangan. Membayangkan hari-hariku kedepan tanpa kehadiran Febby. Tanpa senyum manisnya. Tanpa penampilan seksinya. Tanpa godaan mesumnya. Hatiku merana. Dan muncul perasaan bersalah di hatiku.

“Ah sial. Sendiri lagi deh.” Umpatku dalam hati menyadari keegoisanku.

TIIT TIIT. CKLEK.
Ditengah kekalutn pikiranku karena kehilangan Febby, tiba-tiba aku mendengar suara-suara dari arah pintu apartemenku.

“Febby?” Panggilku, ketika aku melihat putriku datang. “Oh Gusti.” Hamburku yang langsung memeluk tubuh mungilnya.

BRUK.
Kupeluk putriku erat-erat. Dan kucengkeam tubuh rampingnya kuat-kuat.

“Ihhhssss? Ayah” Erang Febby mendorong tubuhku. “Ayah kenapa sih?” Sambungnya sambil berusaha melepas pelukanku
“Ayah kangen kamu, Sayang” Ucapku tanpa memberitahu kegalauan hatiku barusan.

“LEEBAIY”
“Kamu darimana sih? Bikin Ayah khawatir aja”
“Aku habis dari bawah, Yah. Bahan makanan dikulkas dan lemari, habis. Ayah udah ga punya apapun untuk dimasak malam ini” Jelas Febby sambil menunjukkan beberapa kantung belanja yang tergeletak dikakinya.

Sesaat, kutatap putriku yang terlihat bingung. Dalam balutan kaos pink ketat dan celana gemes super pendek berwana biru, Febby terlihat begitu menawan. Tubuh ramping, kulit putih, kaki jenjang, dan payudaranya yang besar, membuat gadis satu-satunya milikku ini, tampak begitu seksi.

“Kamu ga malu? Keluar belanja seperti ini?” Tanyaku mencari tahu.
“Kenapa malu?” Balas Febby.
“Itu. Nonjol gitu. ” Tunjukku kearah payudara Febby, yang nyeplak, memamerkan kebulatan daging lembut dan gundukan mungil putting payudaranya, tercetak jelas menembus kaos tipisnya.

“Malu karena putting?” Tanya Febby, “Emang, kemarin Ayah beliin aku beha?”

SIAL. Bener juga. Karena aku tak tahu ukuran payudara putriku, aku tak membelikannya penyangga payudara sama sekali. Lagi-lagi, aku peluk tubuh putriku. Kali ini lebih kencang daripada sebelumnya.

“HEEEGGH. Ayah. Aku ga bisa nafas” Ucap Febby menepuk-nepuk pundakku.
“Kenapa kamu ga nunggu Ayah?” Sambungku, tanpa mengindahkan tepukan tangannya
“HEGGH. Aku udah laper banget, Yah. Aku udah nyoba nahan laper, dari tadi siang. Tapi, ga kuat lagi. Perut aku perih. Udah Yah, Udah. Lepasin pelukanmu. Tetek aku sakit.”

“Oh. Maap.” Jawabku yang langsung melepas tubuhnya, “Lalu, kenapa kamu ga nelpon Ayah?”
“Ayah? Helloooow. “ Seolah mengejek, bola mata Febby berputar 360 derajat sambil menggoyangkan kepala. “Emang aku superhero? Punya kemampuan telepati? Yang bisa kasih tahu Ayah tanpa alat komunikasi?”
“Eh. Iya ya. Hehehe” Sadarku.
“Udah tahu, aku kemari tanpa bawa handphone, pake ditanya nelpon-nelpon segala. Handphoneku dirumah, Yah. Laptop, dompet, pakaian, semua aku tinggal dirumah.”

“Lalu, kalo kamu ga bawa dompet, belanja segini banyak, bayarnya pake apa?”
“Pake Memek!” Sahut Febby ketus sambil menjejakkan langkah kakinya ketika menuju dapur. Dan menyeret kantung belanjaan dengan paksa.

Aku tahu, Febby masih marah padaku. Aku juga tahu jika ia masih kesal karena kejadian mesum bersamaku tadi malam. .

“Ayah mau aku masakin apa?” Tanya Febby dari arah dapur, “Kalo udah laper banget, aku buatin mie instan aja ya?”
“Oh Febby, kamu mirip sekali dengan Yula” Batinku, yang sesaat, teringat tingkah laku istriku ketika ia marah. Walau hatinya panas, ia masih menyempatkan menanyakan kondisiku. Sungguh anak yang sangat perhatian.

“Enggak Sayang” Jawabku membalas senyumannya
“Yakin?. Karena aku tak bisa membuat menu lain. Aku udah kelaperan banget nih, Yah”
“Iya Sayang, gapapa. Ayah belum lapar”
"Hmm. Beklah.” Ucapnya yang kemudian mengambil panci rebus, mengisinya dengan air, lalu meletakkannya diatas kompor. Dan setelah 10 menit kemudian, semangkuk mie instan berkuah, tersaji diatas meja makan.

“Sayang” Panggilku melirik kearah Febby yang sedang membereskan peralatan masaknya.
“Apa?” Jawabnya ketus.
“Nggg. Sepertinya, Ayah juga mau deh. Nyium wanginya aroma masakanmu, jadi bikin perut Ayah lapar. Hehehehe”

“Babiiiiiik” Jawab Febby sedikit mengumpat. “Makan mie itu dulu deh”
“Lhoo. Ini khan punya kamu Sayang”
“Aku masak lagi” Tutupnya judes mengambil panci rebus yang sudah ia letakkan di bak sink cuci, lalu dikembalikan keatas kompor.
“Hehehe. Makasih ya Cinta”

Febby tak menjawab, Ia hanya menganggukkan kepalanya keatas lalu lanjut merebus mie instan lagi.

Sengaja, aku tak langsung melahap mie instan yang ada dihadapanku. Aku lebih memilih untuk menikmati gerakan lincah putriku sembari menunggu mie yang baru matang ini lebih adem.

Entah kenapa, semenjak kedatangan Febby kemari, aku jadi suka melihat semua aktifitasnya. Baik ketika ia sedang mondar-mandir ketika berberes rumah, atau bergerak kesana-sini ketika memasak. Bersama putriku, aku seperti menemuan sebuah hobby baru yang seru.

“Laah? Kok ga dimakan sih Yah?” Tanya Febby judes, ketika mendapati, sajian untukku masih belom tersentuh sama sekali.
“Ehhh? Iya. Ayah masih nungguin kamu selesai masak. Makan bareng Yuk” Balasku langsung menyantap mie instan buatan putriku itu.

Selama 20 menit selanjutnya, kami berdua makan dalam diam. Tak ada obrolan ataupun basa-basi sama sekali. Hening. Hanya ada suara dentingan sendok garpu yang terdengar bersahut-sahutan.

Setelah selesai makan, aku tak langsung pergi. Aku tetep duduk dikursi makan, sembari mengamati wajah putriku yang sedari tadi, menunduk. Tak mencoba menatap kearahku sama sekali.

Begitupun ketika Febby selesai makan. Tanpa banyak bicara, putriku itu langsung menyambar piring kotor dan perangkat makanku yang masih berserakan dimeja. Dibawanya ke bak cuci, lalu membilasnya hingga basah. Tak lupa, ia menyabuni dan mengeringkan peralatan makan itu, sebelum akhirnya diletakkan di lemari perkakas.

Semua, Febby lakukan dalam diam.

“Jadi, beli apa aja tadi dibawah?” Aku menyerah menghadapi suasana yang sedingin es ini. Aku tak biasa diperlakukan cuek seperti ini.

Tak langsung menjawab pertanyaanku, Febby hanya menatap tajam kearahku.
“Tumben, kamu malam ini diam aja. Ga banyak bicara. Emangnya, kamu lagi mau mens ya?” Tanyaku lagi sedikit mengorek informasi.

Lagi-lagi, Febby tak menjawab. Ia hanya membuka kulkas. Mengambis sebutir jeruk, dan membawanya pergi ke ruang TV. Menginggalkanku sendiri di dapur.

AH SUWE.
Aneh sekali rasanya dicuekin seperti ini

Kususul Febby keruang TV. Kududuk disampingnya dan kurentangkan tanganku kesandaran sofa. Ikut menatap TV yang sedang menyiarkan acara gosip.

“Kamu kenapa sih Sayang? Diem aja dari tadi?” Tanyaku sambil membelai lembut rambut panjangnya.
Febby tak menjawab, ia hanya mengangkat bahu. Mengabaikan pertanyaanku samasekali

Lagi-lagi, kami berdua menatap TV dengan penat di kepala masing-masing.

Karena kikuk, akupun beranjak dari kursi malasku, dan berjalan ke dapur. Sengaja aku lewat didepan putriku, supaya ia menyadari keberadaanku. Tapi, nihil. Putriku masih tak mempedulikanku. Dan sesampainya didapur, aku langsung membuat secangkir kopi tanpa gula.

“Sayang, kamu mau Ayah bikinin sesuatu?” Tanyaku sambil sedikit berteriak.
Tak ada jawaban sama sekali.

“Hhhhhhh” Susah juga ngadepin abege baper. Ucapku yang kemudian mengambil sekaleng biskuit, dan kubawa kembali ke ruang santai.

Lagi-lagi, aku duduk disamping Febby.
Kusesap cairan hitam pekat nan panas itu, langsung dari wadahnya. “Sluuurrrp. Aaahhh” Sembari ikut menonton siaran gosip yang basi, dengan perasaan gundah dihati.

“Ayah” Bisik Febby tiba-tiba. Dengan suara yang superpelan.
“Yaaa?”
"Semalam, seperti Ayah bener-bener ingin meniduriku ya?” Tanya Febby, sedikit membuyarkan lamunanku, “Ayah hampir memasukkan kontolmu ke memekku"
”BUAAHH. Uhuk uhuk uhuk.” Jawabku kaget. Sampai menyemburkan kopi yang ada dimulutku.

ADUH. Kenapa juga sih harus ngebahas kejadian semalam? Ada-ada aja deh putriku ini.
"Uhuk uhuk. Ehem. Uhuk uhuk. Oke. Hmmm. Sebentar, Ayah bisa jelasin." Ucapku sedikit mengulur waktu, mencari-cari jawaban terbaik yang bisa aku lemparkan.

Namun, mungkin karena kondisiku sudah nyaman, kekenyangan, ditambah rasa lelah dibadan, aku sama sekali tak menemukan jawaban yan gaku inginkan. Jadi, alih-alih beralasan, aku malah meminta maaf kepadanya. "Sayang, Maaf ya. Ayah benar-benar minta maaf” ucapku sambil menahan napas.

“Hmmm. Sepertinya, kontol Ayah bukan hampir masuk deh. Tapi, Ayah sudah menusukkan kepala kontol Ayah, ke memekku” Potong Febby tak mempedulikan ucapan dan permintaan maafku. Ia meraba vaginanya, dan memijatnya pelan “Karena, berasa banget loh sakitnya”

“Maaf. Ayah bener-bener khilaf. Jujur, Ayah ga tahan akan semua godaan nakalmu. Semalam, Ayah benar-benar terangsang karenamu, Sayang. Ayah sange.”
“Hmmmm.Gitu?” Ucap Febby seolah tak percaya.
“Iya Sayang, Maaf. Ayah tak bisa bohong, kalo saat itu, Ayah begitu menginginkan bisa bercinta denganmu. Ayah ingin menidurimu.”

“Jadi, semalem, Ayah mau nidurin aku?” Tembak Febby lagi.
“Nggg.” Aku bingung, tak bisa menemukan kalimat pengganti terbaik untuk menjelaskan nafsu syahwatku yang begitu menggebu.
“Bener? Semalem, Ayah mau ngentotin memekku?”

Aku tak bisa menjawab. Hanya bisa mengangguk. Mengiyakan maksud pertanyaannya.

“Aku pikir, kamu juga menginginkannya, Sayang.” Elakku.
“Tapi aku putrimu, Yah. Anak kandungmu. Dan semua itu khan cuman godaan semata” Jelas Febby, yang pada akhirnya, mendengar penjelasanku.

“Bener sekali Sayang” Jawabku, “Hanya saja, ketika sange, kita tak bisa membedakan, mana godaan, dan mana keinginan”
“Kita?” Potong putriku, “Bukan kita, Yah. Tapi Ayah?”
“Nggg. Iya, Ayah.” Balasku tak ingin berdebat. “Terlebih setelah otak Ayah udah teracuni oleh kata-kata Mamamu yang…..”
“Mengiraku adalah seorang perek” Potong Febby lagi, “Pelacur nakal. Gitu ya, Yah?”

“Maafin Ayah ya Sayang” Ucapku lagi. Mencoba mengusap punggung tangan putriku. “Ayah bener-bener khilaf”

"Tapi, semalam, Ayah tega banget ya. Ayah bener-bener udah masukin kepala kontol itu ke kemaluanku” Ulang Febby yang lagi-lagi memijat selangkangannya.
”Oh Gusti. Febby. Dengerin Ayah, Sayang. Ayah minta maaf. Ayah bener-bener lepas kontrol, Sayang. Maaf Yaaa. Pleaseee” Pintaku, yang kali ini meremas tangan mungil putriku. Berharap ia bisa memafkan perbuatanku semalam.

“Jadi kalo misal aku maafin Ayah, apa bisa aku tinggal disini bersamamu?” Tembak Febby.
“Nggggg.. Kamu… Hmmm. Bisa tinggal disini, hanya saja, sementara waktu” Balasku sedikit takut, akan reaksi putriku.

“Cuman tinggal sementara?” Ucap Febby diperjelas, “Bukan tinggal selamanya?”
“Hmmm. Sepertinya, itu adalah keputusan yang terbaik untuk saat ini, Sayang” Ucapku sedikit berdiplomasi. “Ayah sih berharap, kita masih bisa memiliki hubungan yang normal, walau Ayah belom bisa memutuskan, apakah kamu bisa tinggal disini selamanya atau tidak. Yang jelas, sampai akhir weekend ini, kamu masih bisa bebas ngapain aja bersamaku disini.”

Mendengar kalimatku, Muka Febby makin ditekuk. Cemberut, dengan pipi menggembung dan leher yang memendek.

***​

“Malam ini, sepertinya akan lebih baik, jika kita tak usah telanjang dulu ketika tidur kali ya?” Ucapku memberi saran. Namun terlambat. Febby sudah melepas kaos crop topnya dan melempar kearahku.
“Terserah” Jawab putriku, yang juga melepas celana dalamnya, dan kembali melempar penutup pakaian terakhirnya kearahku. Febby, dalam mood kesalnya, sama sekali tak mengindahkan saran berpakaianku barusan.

Dengan satu tarikan, Febby menyelinap masuk kedalam selimut. Meninggalkanku yang masih dalam kondisi kebingungan menatap kearahnya.

Aku menarik nafas panjang. Membuka bajuku dan menyisakan celana boxer tipisku. Setelah itu, aku naik ketempat tidur dan mengikuti putriku, masuk kedalam selimut.

“Met malam Sayang.” Bisikku sambil mematikan lampu kamar.
“Malem” Jawab Febby singkat. Menatap tajam kearahku dalam gelap

Sejenak, suasanya terasa begitu dingin, dan kaku. Sama sekali tak ada percakapan atau becandaan diantara kami. Hanya ada, tarikan dan hembusan nafas yang mengiringi gelapnya malam.

“Ayah” Panggil Febby lirih.
“Ya, Sayang” Jawabku berusaha ramah.

“Gimana rasanya?”
“Rasa apa?”
“Ketika kontolmu masuk ke memek aku?”

“ASTAGAAAA Sayaaaang. Kenapa masih juga ngebahas tentang hal itu sih?” Geramku yang entah kenapa, mendadak muncul ke permukaan. Kuremas kening kepalaku, berharap rasa jengah ini segera hilang dari pikiranku.

“Ya aku khan cuman nanya”
“Sebenernya, apa sih yang kamu mau, Sayang? Kamu tuh beneran nanya? Ngegoda Ayah? Atau mau ngajak Ayah ngentot?” Ucapku dengan nadaku sedikit tinggi.

“Aku cuman nanya aja kok, Yah.”
“Buat apa?”
“Ya karena…”

Febby menatap kegelisahan dimataku. Seolah mencoba mengetes kesabaranku.

“Apa?” Tanyaku tak sabaran.
“Karena. Ngggg. Aku juga ngerasa enak”

DEEEEEGGGG
Jantungku mendadak berhenti. Mendengar kalimat singkat itu, penisku menggeliat.

ASTAGA.
Aku benar-benar Ayah yang mesum. Porno. Juga cabul. Dalam perdebatan hati seperti ini, masih aja menyempatkan diri untuk birahi.

"Kamu tak seharusnya menggoda seperti itu Sayang”
“Aku tak menggoda Yah. Aku hanya mencoba berkata jujur”
“Ingat, aku masih Ayahmu, Sayang.” Jelasku. “Dan andai aku bukan Ayahmu, sudah hilang tuh selaput daramu, dihari pertama kamu tinggal disinin Sayang.”

“Iya. Aku tahu” Desah Febby bingung, “Sebenernya, aku cuman ingin tinggal disini aja sih Yah. Hanya saja, aku tak punya alat tawar untuk bisa aku berikan padamu, Yah. Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan untuk bisa mendapatkan ijin darimu, ya dengan keahlian dan tubuhku ini”
"Yaudah kalo gitu, lupain aja. Karena sekeras apapun usahamu untuk mengajak Ayah menikmati tubuhmu, hasilnya adalah percuma, Sayang. Ayah gak mau"

Febby terus menatapku dalam gelap. Makin lama, nafasnya terdengar begitu cepat. "Tapi, Yah.”
“Hmmm?”

“Apa yang semalem aku tawarkan ke Ayah. Itu beneran. Aku bisa bantu buat ngocokin kontol Ayah. Jika Ayah mengijinkanku tinggal disini. Bahkan, Ayah juga boleh kok ngentotin memek dan anusku, asal Ayah mau ngebantu rencana balas dendamku ke Mama dan Alex”

“ASTAGA. Febbyyyyy. Ayah bosan denger rencana balas dendammu.”
“Beneran Yah. Aku serius.”
“Hentikan. Sayang. STOP”

“Lepas celanamu Yah. Biar kutunjukkan, kemahiranku”
“Kemahiran? Kemahiran apa?”
“Nyepong” Jawab putriku tanpa malu, “Aku bisa nyepong”

“AHHH. Tahiks. Emang kamu udah pernah ngelakuinnya?”
“Nggg. Secara teknis, aku belom pernah. Tapi aku sering ngelihat Mama waktu ngisep kontol Alex.” Ucap Febby yang kemudian duduk disampingku. Menatap tonjolan di celana boxerku yang sudah begitu besar.
“Mama? Ngisep kontol Alex?”

“Iya Yah. Aku hapal kok, semua cara dan tehnik Mama ketika muasin kontol selingkuhannya itu. Jadi aku yakin, aku juga bisa muasin kontol Ayah.”
“GILAAAA. Kamu udah gila”
“Ayolah Yah. Apa salahnya? Toh Ayah ga akan rugi apa-apa” Jelas Febby,”Ayolah, Yah. Biarin aku nyepong kontolmu.

Kalo Ayah suka, maka aku bisa tinggal disini. Tapi kalo ga enak, Ayah bisa mulangin aku besok. Oke?
Paling tidak, biarin aku mencoba keahlianku, Yah. Pleaseeee”

“Nggak-nggak, Ini Gila. Ini terlalu vulgar.”
“Gak vulgar Yah. Ayah hanya belum terbiasa aja.”
“Nggak Sayang. Ayah nggak mau”
“Tapi, banyak daftar tontonan bokepmu, yang menceritakan tentang hubungan ayah-anak”
“Enggak, Itu cuman film, Sayang. Bukan berarti aku ingin melakukan hal itu”

“Ayolah Yah. Pleaseeee. Boleh ya aku sepong kontol besar Ayah ini?” Pinta Febby mulai menarik turun celana kolorku, “Besok udah hari Jumat nih. Aku sudah mulai kehabisan waktu sebelum Mama dan Alex bisa menemukanku disini”
“Mereka, tak akan menemukan kamu disini Sayang”

“Kalo Mama, mungkin tak bisa menemukan kita, Yah. “ Jelas Febby, “Tapi, kalo Alex, jaringan teman dan relasinya banyak. Jadi aku yakin, cepat atau lambat, ia pasti akan menemukan kita disini”
“Kamu tau darimana?” Tanyaku penuh tanda tanya. Melihat gerak-gerik Febby yang masih menunjukkan sikap waspadanya. Seolah sedang menyembunyikan sesuatu dariku.

“Nggg. Tadi. Mmmm. Ketika aku belanja di bawah. “ Ucap Febby dengan hati-hati, “Aku merasa ada sekelompok orang yang mengawasi gerak-gerikku”
“Ya itu lhan karena tetek dan putingmu nyeplak dengan jelas”
“Bukan yah, bukan karena itu. Walau aku tak tahu mereka tuh siapa. Tapi aku yakin, kalo mereka itu adalah orang-orang suruhan Alex.”

“Jadi? Gara-gara hal itu, yang membuatmu bertingkah aneh malam ini?” Tebakku.
“Hmm. Aku cuman khawatir aja, Yah. Kalo ternyata, mereka itu memang orang suruhan Alex. Ga lucu khan kalo semisal, Alex, tiba-tiba mengetuk pintu ini dan membawaku pergi”

BANGKEEE. Umpatku dalam hati.
Aku harus segera mencari cara. Gimana cara mengatasi Alex, semisal ia benar-benar menemukan tempat ini dan membawa kabur putri tercintaku.

“Jadi, Yah. Please. Beri aku kesempatan.” Pinta Febby, “Biarkan aku memuaskanmu malam ini”
“Febby. Itu bukan cara terbaik, Sayang. Masih ada solusi lain untuk bisa mengatasi masalahmu”
“Solusi apa, Yah? Apa cara terbaik lainnya untuk masalahku?” Tanya Febby gemas, “Aku tuh hanya ingin membuatmu bahagia, Yah."
"Gitu ya? Kamu hanya ingin membuat Ayah bahagia, supaya Ayah bisa membiarkanmu tinggal?"

”Iya. Bener sekali” Ucapnya yakin sambil menarik selimut tubuhku. “Jadi gimana? Boleh ya? Aku mulai sepongin kontol besarmu ini?” Sambung Febby yang kemudian meraih batang penisku.

Dan memasukkan bulat-bulat kedalam mulutnya.


Bersambung,
By Tolrat
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd