Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tamu Yang Tak Diundang

Apakah imajinasi terliar yang pengen kalian baca di karya Tolrat?

  • Adik Cowo vs Kakak Cewe

    Votes: 199 15,0%
  • Adik Cewe vs Kakak Cowo

    Votes: 59 4,5%
  • Anak Cowo vs Ibu

    Votes: 338 25,5%
  • Anak Cewe vs Ayah

    Votes: 195 14,7%
  • Suami Istri vs Anak Cewe

    Votes: 90 6,8%
  • Suami Istri vs Anak Cowo

    Votes: 55 4,2%
  • Suami diselingkuhi Istri

    Votes: 288 21,8%
  • Suami vs rekan kerja/teman/relasi

    Votes: 99 7,5%

  • Total voters
    1.323
  • This poll will close: .
lanjutkan hu
njoed

Mark koordinat...
mark

Absen Maghrib hu, sambil mantau
satu dua tiga

Masih monitoring...
liat apa sih?

Aah ga seru...
Kata kangbro @tolrat
Wakakakaka🤣🤣🤣
Kaboorr:ngacir::ngacir::ngacir:

Teu nanaon teu seru ge..
Nu penting uing ngabsen 😎🤣
Rek kitu rek kieu
Tetap semangat ngabsenin pej 😬

Menggelembung, bagi fotonya bang
photo yang mane baaang?

Mantab ceritanya....
Terimakasih Om Suhu Toirat atas ceritanya.....
Salam sehat2x selalu....
Semoga ceitanya makin seru ya Om Suhu....
aammiinnnn..

nitip atuh pang absenkeun 😋😋😋
empat lima enam

Gokil suhu besar memulai cerita barunya
goookssss

gelar tikar hu
gelarrrrr

Semangat nungguin part 3
semongkooo

Ditunggu kelanjutannya hu,,
yuklah

Punten kang, nitip oge atuh absenan tong pake sayur trs rada lada
mangaaaa

Waduh gasabar nih nunggu febby sama ayah
tungguin yaaa

Nyimak absen
tujuh delapan sembilan

absen siyang
sepuluh sebelas. ah capek

Absen dulu
capek ah, absen mulu.

Sepertinya menarik
sepertinya

Febby udh diexe kah sm alex? Trs ketauan mamanya trs dimaki" sm mamanya sendiri?
hmmm. ada deh. hohohoho

Mkasih updatenya suhuu
samasamaaa

menarik inih .....
ninggalin jejak dulu biar kga ketinggalan apdet
kuy kuy

hadier vagie kembalie
yoyoyyy

Setelah dulu sempet baca karya nya bung @tolrat, sekarang ada lg yg baru, mangat bung!
mari bung lanjud kembali
 
Tamu Tak Diundang | Part 03
Sebuah Pengakuan


“Jangan marah ya, Yah. Sebenernya, aku melarikan diri dari Mama, karena aku pengen pindah.” Ucap putriku sambil menyesap kopi yang sudah dingin.
"Heee? Kamu pindah?"

"Iya.." Jawab Febby singkat
”Sebentar-sebentar. Emang gimana ceritanya? Kok sampe mutusin untuk pindah gini? "

"Awal mula keinginanku untuk pindah sih udah dari lama, Yah. Kira-kira semenjak beberapa bulan setelah Ayah pergi, ingin sekali aku nyusul. Cuman, waktu itu masih bisalah aku maklumin. Hanya saja, makin kesini kok makin berasa ga betahnya. Apalagi kejadian ketika ulangtahun yg ke 18 kemaren ini.”

“Hmmm. Jadi kamu udah punya niatan buat pindah? Dipendem lama. Sampe pada akhirnya kamu nggak kuat. Lalu mutusin buat kesini? Gitu.”
“Iya. Tapi ga sesimple itu juga sih.”
“Lalu?

“Iya, puncak emosiku, adalah ketika Mama ingat kemaren, kalo tanggal ulangtahun sudah kelewat. Lalu, ia buru-buru menelpon Alex. Mama bilang ke selingkuhannya itu jika dihari ulangtahunku yang ke 18 ini, aku ingin merayakan bersama teman-temanku. Dan, tahu nggak Yah? Dari semua semua keinginan yang kusampaikan ke Mama, entah kenapa, tahun ini, Alex tiba-tiba menurutinya.”

“Emang tahun-tahun kemarin, Alex ga pernah nurutin permintaan kamu?” Tanyaku
“Boro-boro. Minta uang saku aja selalu ke Mama. Alex tuh bakal kasih aku sesuatu, hanya ketika aku minta ke Mama.”
“Owwwh. Ternyata Alex tak seroyal itu ya?”

Febby menggeleng sambil tersenyum sinis. “Oke, lanjut ya. Setelah tahu aku bakal punya acara spesial, seneng dong. Aku bisa punya pesta sendiri di ulang tahun ke 18-ku. Yaudah, aku undang deh temen-temen dekatku, mengajak mereka pesta di kolam belakang rumah Nenek. Lumayan meriah lah. Walau tak terlalu mewah. Ada acara bakar-bakar makanan, bantal-bantal duduk bertebaran di halaman belakang, ada film projektor, bahkan, Alex menyewakan aku DJ buat meriahin pestaku. ”

“Hmmmm. Baik juga tuh Alex”
“Yeah. Keliatannya sih gitu. Cuman Ayah harus denger ceritanya sampai selesai Yah, sabar”
“Oh Oke-oke…”

“Nah. Setelah beberapa lama kami berpesta, tiba-tiba, Mama pulang dengan kondisi lemas. Tubuhnya lunglai, dan matanya terpejam dengan erat. Sampai-sampai, ketika Mama masuk, harus dibopong Alex dan temen-temenku.”
“Hmmm. Ayah tahu. Pasti Mama kamu mabok ya?” Jelasku yang begitu paham akan kebiasaan Yula.

“Iya. Mama pulang dengan baju penuh muntahan dan mulut beraroma alkohol.” Jelas putriku lagi, “Dan. Saat itulah, Mama tiba-tiba meledak.

Mama, tau-tau marah. Mulutnya terus-terusan ngoceh tanpa henti. Melempar makanan, cemilan, dan gelas-gelas yang ada di meja saji. Mungkin telinganya pengar, karena mendengar musik pesta. Padahal itu cuman alunan musik biasa yang gak terlalu kencang. Tapi entah kenapa, Mama ngamuk seperti itu, dan meminta semua temen-temenku pulang.

‘Ini COVID’. Teriak Mama. ‘Gara-gara kalian ngumpul seperti ini nih, semua pada ketularan penyakit setan itu. Ketularan. Sakit. Lalu MATI. Pulang, semua pulang!!. Kalo tetep aja masih disini, bakal gw telephon Polisi’ kata Mama gitu. Laaaah. Khan ANEH.

Yang ngusulin buat pesta dirumah Nenek, khan Mama. Tapi ketika acara udah jalan, kenapa dia yang sewot. Wanita yang Aneh. Jujur, aku malu dong, diperlakukan seperti itu di hari ulangtahunku. Bayangin Yah, gimana rasanya kalo jadi aku? Temen-temenku sih cukup memaklumin, dan mereka langsung pulang tanpa banyak tanya ke aku.

Oleh sebab itulah, aku marah ke Mama. Dan semenjak itu, aku yang semula diam karena omel-omelan Mama, mulai ngejawab. Mulai ngebales. Dan mulai tak mempedulikan dia.

Sampai suatu ketika, Mama mengajakku bicara. Jika ia tak suka dengan sikapku akhir-akhir ini. Dan lebih parahnya lagi, Alex mulai ikut campur urusan aku dan Mama. Mulai menghasut Mama buat ngehukum aku. Sampe-sampe biar aku jera, Alex mengancam akan mengambil handphone, laptop, dan mobil aku. Ah kampret tuh laki. Mentang-mentang Alex yang ngebiayain hidup aku dan Mama, bukan berarti dia berhak ngatur-ngatur aku.

Padahal, tau nggak, Yah. Kalo semua duit Alex, aku rasa, duit dari Nenek, melalui Mama. Cuman yaaaa, itu feeling bodohnya aku sih.

Tapi, yaudah, karena aku udah ga tahan dengan semua kelakuan Mama dan selingkuhannya, aku bilang aja mau kabur dari rumah.”

“Dan itu yang membuatmu langsung ada didepan pintu Ayah?” Tanyaku.

“Tak secepet itu, Yah. Ketika Alex tahu aku mulai susah diatur, ia tiba-tiba mencengkeram pergelangan tanganku. Menarikku paksa, lalu menyeretku ke kamar. Dan setelah aku disana, lelaki monyet itu mengunciku, dikamarku sendiri. Gila nggak tuh?”

"SIALAN. Dasar bajingan." Umpatku ikut emosi,”Trus-trus, gimana ceritanya kamu kok bisa ada disini?”

“Itu keahlianku, Yah. Ayah ga boleh tahu caranya.”
“Laaah?”
“Hihihi. Okelah. Aku akan kasih tahu, tapi mungkin bukan sekarang. Jadi? Gimana Yah? Aku bisa tinggal disini khan?”

“Ayah belom bisa mutusin hal itu. Entahlah. Ayah harus banyak memikirkan semuanya.”

"Yah, kira-kira, Ayah ingat ngga?" Tanya Febby dengan polos. “Dulu ketika Ayah memutuskan pergi meninggalkan Mama dan aku. Ayah sempat berkata, ‘Okelah, kalo itu maumu. Untuk saat ini silakan ambil hak asuh putriku. Akan tetapi, besok ketika ia sudah dewasa, sudah cukup umur untuk berpikir, beri dia kebebasan untuk memilih, bersama siapa ia akan tinggal’.

Dan sekang, Yah, TADAAAA, aku udah 18 tahun. Malahan sekarang, udah lewat 2 minggu. Itu artinya aku udah bisa memilih bukan? Untuk pindah kemari, dan hidup bersamamu. Inget khan Yah?”

SIAL. Dia ingat betul, kalimat emosiku ketika aku memperingatkan Yula. Bahkan, kalimat yang Febby ucapkan, persis, seperti kalimat saat aku hendak meninggalkan dirinya.

“Ingat khan, Yah? Dulu Ayah bilang seperti itu?” Tanya Febby dengan mata bulatnya yang berbinar-binar. Seolah berharap ingatanku tentang peristiwa itu, masih lekat dikepalaku.
“Nggg. Yang mana ya? Aku lupa.” Bohongku sambil mengangkat kedua bahuku.

“Ayolah, Yah. Aku ingat betul, Ayah mengatakan hal itu kepada Mama. Bahkan, aku bisa mengingat dengan jelas, pakaian Ayah saat itu. Kaos hitam gambar tengkorak, celana khaki pendek, sandal jepit hitam, dan sebuah tas cabin berwarna merah…

Ayah pergi naik motor. Padahal aku tahu benar, jika Ayah tak ingin membawa satupun barang dari rumah Mama. Berhubung waktu itu taksi online juga tak beroperasi, terpaksa deh, motor itu Ayah bawa…

Tanggal 12 Oktober, tepat satu bulan sebelum hari ulang tahunku. Dan dihari yang sama, aku masih ingat, jika… Ngggg.. Ayah masih sempat ngewe bareng Mama, jam 05.15 , di kamar mandi.”

“Masa sih…?” Ucapku dengan muka memerah. Belagak lupa.
“Hihihi. Masih lupa juga Yah? Apa perlu aku ceritain, gimana posisi dan gaya Ayah ketika ngentotin Mama pagi itu? Desahan dan lenguhan Mama ketika sedang keenakan, ‘Entot aku Mas. Sodok memek aku’. Gitu? Mau aku ceritain lagi?”

SIAL lagi. Aku tak dapat membalas kelimat putriku. Febby memang benar-benar anak kandungku. Asli. Ia memiliki kemampuan mengingat yang sama denganku. Dengan detail yang luar biasa, persis saat dimana aku meninggalkan dia.

“Ayolah, Yah. Ijinkan aku tinggal disini.” Pinta Febby dengan wajah sedihnya.

Tak menjawab, aku hanya menunduk. Menatap cangkir kopi yang sudah kosong, dan menerawang jauh kelangit hujan didepan sana.

”Serius, Yah?” Ucap Febby sambil memegang dagunya, “Ayah beneran nggak ngebolehin aku tinggal disini?"
"Hhhhhhh… Febby. Sayang. Ayah, belom bisa ijinkan kamu tinggal. Maksud Ayah, paling tidak, untuk beberapa bulan kedepan. Coba deh kamu lihat, disini berantakan. Ayah tak tahu jika kamu tinggal disini, akan Ayah tempatin kamu dimana?

Kamar Ayah, jadi kantor. Dan kamar belakang, Ayah jadiin gudang. Sama sekali tak ada kamar sisa buatmu, Sayang. Bahkan, kamu bisa lihat, Ayah aja tidur disofa..” Jelasku mencoba beralasan.

“Masih banyak ruang disini, Yah, beneran deh. Aku juga bisa tidur dimana aja kok. Serius. Selama ada selimut, atau kerdus, aku bisa tidur kok. Atau kalo nggak, di kursi malas teras belakang, atau didapur. Tenang aja Yah, aku bisa kok. Beneran.” Ucap Febby keras kepala.
“Ayah juga tak punya stok baju yang pantas untukmu..”
‘Hihihi. Itumah bukan perkara susah, Yah. Aku masih punya sedikit tabungan untuk baju atau celanaku sendiri. Eh, tidak. Aku bisa kok berpakaian sederhana kaya gini. Tanpa bra dan celana dalam. Setidaknya, itu lebih praktis dan hemat..”

“Oke. Tapi, sekolah kamu gimana? Kamu ga bawa seragam, buku pelajaran, atau atribut kelengkapan sekolah lainnya.”
“Ayah, PLEASE. Ini pandemi, Yah. Semua sekolahan tutup. Mereka memperbolehkan, semua siswanya belajar dirumah.” Ucapnya ngeyel. Sambil lagi-lagi memutar bola matanya.

“Tapi, beneran deh, kamu disini pasti bosen. Tak ada seseorang yang bakal nemenin kamu setiap saat. Ayah pun, mungkin akan sering keluar. Karena urusan pekerjaan yang harus Ayah selesaikan.”
"Aku, ga punya banyak teman Yah. Satu-satunya temen deketku selama ini ya, Ayah.” Jawabnya dengan mata yang lagi-lagi, mulai menggenang air mata, “Dan kalaupun Ayah ada urusan kerja, gapapa kok. Aku udah biasa ditinggal Mama ketika ia pergi, bersama Alex.”

AH SIAL. Jago sekali putriku ketika menjawab, ngeles dan mempermainkan emosi. Aku tak pernah tahu, jika ia pandai berdebat. Febby benar-benar tiruan diriku, dalam bentuk perempuan kecil.

“Lalu, kalo kamu disini, pacarmu gimana? Kamu tahu sendiri khan, Ayah ga bakalan ijinin kamu pacaran disini.”
“Aku baru putus. Kira-kira seminggu lalu. Jadi untuk saat ini, hanya Ayah, laki-laki yang ada di hatiku.”
“Dan satu lagi. Kamu ingat khan dengan nenek-nenek peyot di ujung koridor? Jika ia tahu kamu tinggal disini, dia pasti akan terus mengganggumu. Bener-bener akan merepotkanmu.”
“Aaahhh. Itu perkara mudah. Aku pasti bisa kok berteman baik dengannya. Bahkan, kalo perlu, aku bisa membuatnya jadi bestfriend-ku disini…”

FIX. Aku kehabisan kata. Aku tak bisa mencari alasan lain yang memberatkan hati putriku, untuk bisa tinggal disini. Semua alasanku, dapat ia mentahkan bulat-bulat.

“Kamu tuh yaa... Hhhhhhhhhh.” Aku menarik nafas panjang, “Kamu, tak bisa tinggal disini Sayang. Dan kamu tahu, sepertinya aku harus nelpon ibumu, buat menjemputmu kesini.”
“Apa? Ayah. Jangan, Yah. Please jangan. Aku ga mau pulang. Aku ga mau balik kerumah itu lagi.”
“Maaf Sayang, Ayah belom bisa mengijinkan kamu tinggal disini.” Ucapku yang kemudian beranjak dari kursi malasku, menuju kamar, mengambil handphoneku, “Ayah harus memberi tahu Mamamu.”

“Ayah, jangan Yah. Please. Cuman Ayah yang bisa bantu aku, Yah. Please…”
“Maaf ya Sayang”
“Kupikir, Ayah masih menganggap aku putrimu. Aku pikir, Ayah bakal bisa ngejagaku dari Mama dan lelaki sialannya itu…”

“Febby, Sayang. Beneran deh, kamu bakalan lebih baik dirumah mama. Kamu harus sekolah. Kamu tak bisa tinggal disini cuman gara-gara ngambek ama Mamamu.”
“Ayolah, Yah. Boleh ya, Please Yah. Please.” Iba putriku benar-benar memohon.

TUUUUUT TUUUUUUT TUUUUUT TUUUUUUT
Suara nada dering, terdengar nyaring ditelingaku dan putriku. Kubuat speaker phone menyala, dan kuletakkan handphoneku di meja.

“Hallo…” Sapa Yula dari ujung telephone, “Siapa nih…?”
Siapa nih? Apa aku ga salah dengar?

“Hallo…? Ini siapa…? Halloooww…?”
Benar. Sepertinya Yula benar-benar tak menyimpan nomorku. Ah Kampret. Emosi naik.

“Hhhhhhh….” Kuhirup nafas dalam-dalam, sedikit menangkan hatiku yang sedikit memanas. “Hai, Chaey…” Jawabku ragu, menyebut nama panggilan kesayangan buat istriku.
“Eh. Kamu Mas… “ Syukur deh, Yula masih hafal nama panggilanku buatnya, “Ada apa Ya?” Sambungnya ketus seolah aku udah ketahuan punya sebuah kesalahan.

Padahal, jika mau diurut-urut, yang punya kesalahan tuh dia. Dia yang minta pisah, dia yang mutus tali silaturahmi. Dia yang ga ngasih kabar ke putriku. Dan yang lebih parah, dia yang selingkuh, didepan mataku.

Tapi dari nada bicaranya, kenapa jadi sepertinya aku yang salah?
Ah. Sudahlah, bodo amat.

“Chaey, aku. Aku, mau ngobrol. Sesuatu..” Ucapku dengan nada yang terdengar, gugup.
“Nggg. Bentar ya Mas, sekarang bukan waktu yang tepat. Ngggg.. Ntar aku kabarin kamu lagi deh ya..”
“Eh, tunggu. Jangan ditutup dulu. Ini penting, Chaey.”
“Apaan?”
“Ini tentang. Hmmm. Ngggg….Gimana kabarmu?” Ahhhss. Otakku kram. Aku mendadak bingung harus berbicara apa. Mulut dan pikiranku tak sejalan. Bingung.

“Mas, bentaran ya. Bener deh, aku sedang…”
“Ini tentang Febby” Potongku memutus kalimatnya.

“Oh, iya, ulang tahun. “ Tebaknya, “Besok ya Mas, Kamu bisa mengucapkan selamat ulang tahun padanya besok. Sekarang aku harus pergi dulu.”
“Bentar Chaey, bentar.”
“Mas, aku ga punya waktu buat ngobrolin hal yang gak penting.”
“Justru itu Chaey”
“Aku lagi bingung nih.”
“Bingung?”
“Putrimu, Febby, dari kemarin ga bisa aku hubungin. Dia ninggalin telephone-nya di rumah. Sial. Makin bandel aja tuh anak.” Jelas Yula dengan nada cemas.
“Chaey, Febby…”
“Udah dulu ya Mas. Aku harus mencarinya dulu. Aku akan bicara denganmu nanti, pas waktunya udah tepat. Bye.”

KLIK
TUUT TUUT TUUT

Ah. Sial. Yula benar-benar tak mempedulikan aku lagi.

“Ayah, udah ya. Jangan telephone Mama lagi. Please.” Pinta Febby mengamit tanganku, berusaha mengurungkan niatku supaya tak mengabari ibunya lagi.
“Sebentar. Telephone.” Tiba-tiba, aku sadar, “Ada sedikit kejanggalan pada kisah yang diceritakan oleh Febby.” Pikirku sambil menatap tajam kearah putriku, “Kalo Yula sudah tak memiliki nomor handphone atau kontakku, lalu, darimana putriku bisa tahu dengan pasti, dimana aku berada?”

“Jelasin dulu ke Ayah. Darimana kamu bisa tahu alamat ini?” Tanyaku dengan nada datar.
“Gampang..” Senyum Febby lebar. “Selain Mama. Aku masih punya keluarga lainnya, Yah.” Sambungnya lagi.

“Ayah tahukan, Budhe Minda? Kakak Ayah? Dia yang kasih tahu alamat Ayah.” Jelas Febby
“Budhe Minda, hanya tahu alamat lama ayah, bukan alamat ini.” Balasku.

“Hihihi. Aku juga minta akun sosmed Ayah ke Budhe kok. Karena alamat lama ayah udah nggak ada, aku coba aja cari di google. Aku coba cocokin photo apartemen yang sering ayah posting di sosmed. Setelah ketemu yang mirip, yaudah aku cari infonya. Terus abis gitu, sampe deh kesini.”

“WOW. Cerdas sekali dia.” Kagumku dalam hati

Mengetahui Febby mampu mencari tahu keberadaanku hanya dari info yang begitu minim. Membuatku sedikit berpikir mengenai keputusanku barusan. Ada sebuah kebimbangan, antara mengirim putriku pulang ke rumah Yula, atau memanfaatkan potensinya dan kujadikan ia partner untuk membantu pekerjaanku sekarang.

Lumayan tenaga ahli gratisan.

Hanya saja, melihat situasi yang terjadi sekarang, sangatlah tak mungkin aku biarkan putriku tinggal disini. Karena selain aku belom siap untuk menjaga image sebagai Ayah teladan, aku belom bisa merubah kebiasaan pornoku setiap hari.

Aku sering masturbasi, sering telanjang dirumah, suka berantakin barang, malas beberes. Semua itu adalah sebuah kendala, yang tak bisa, atau lebih tepatnya enggan, untuk aku selesaikan. Terlebih jika putriku tinggal disini.

Seperti memasukkan domba di kandang serigala. Untuk saat ini, aku adalah ayah yang mesum. Yang tak tahu, apakah aku bisa menahan birahiku, ketika ada gadis molek secantik Febby, ada disekitarku.

TUUUUUT TUUUUUUT TUUUUUT TUUUUUUT
Suara nada dering telephone kembali terdengar

“Kamu pulang aja ya Sayang.”
“Ahh. Ayah.. Jangan, Yah. Aku gamau pulang kerumah Mama.” Pinta Febby yang tiba-tiba memeluk kakiku. Tangannya melingkar di pahaku. Pahanya membelit betisku. Dan pantatnya menduduki punggung telapak kakiku.

“Ohhh. Febby.” Mendapat lilitan paha mulusnya. Aku bisa membayangkan, betapa pulennya paha jenjang putriku. Mulus kulit putihnya, bisa langsung kurasa, hanya dari gesekan- gesekan paha dan betisku.

Kemontokan bulatan pantatnya pun bisa kurasa dari sentuhan punggung telapak kakiku. Begitu lembut, empuk, dan hangat.

“Please Ayah. Jangan telephon Mama. Aku gamau pulang kesana…” Pinta Febby makin mempererat pelukannya dikakiku. Ia semakin maju, semakin menempelkan tubuhnya erat-erat.

Dan, tiba-tiba, aku merasa, sebuah kelembutan khas wanita yang sangat aku kenal. Dari teksturnya, belahan dagingnya, dan hangat suhunya.

“Anjay. Aku bisa ngerasain, kelembutan memek putri kandungku…” Ucapku kaget ketika pada akhirnya, Febby menduduki telapak kakiku. Membuat belahan hangat selangkangan, dan pantat bulatnya, menempel erat padaku.

“Ya Tuhan, empuk sekali tubuh putri kandungku..” Desahku lirih, yang tak sadar jika batang penisku mulai membengkak. Merespon isyarat mesum dari otakku. “Kalau kakiku aja bisa ngerasain nikmat seperti ini, gimana kalo kontolku? Menyodok-nyodok belahan vagina putriku? Membuatnya seketika mendesah, dan menggelijang keenakan.

“Aaaahhhsss. Tidak. Ini bukan saatnya bermesum-mesum ria.” Ucapku buru-buru menepis pikiran jorokku.

TUUUUUT TUUUUUUT TUUUUUT TUUUUUUT
Kenapa lama sekali sih, Yula mengangkat telephonenya?

”Ayah. Aku mohon deh ke Ayah. Jangan suruh aku balik kesana, Yah. Bener deh, aku bakalan nurut dan ga ngerepotin Ayah. Aku bisa kok tidur dimana aja. “ Cerocos Febby panik, saat nada dering telephon ibunya terdengar kencang. “Bener Yah, Ayah bahkan ga sara deh. Kalo aku ada disini."

TUUUUUT TUUUUUUT TUUUUUT
"Stop Sayang. Stop. “ Ucapku tegas.

"Apalagi sih Mas?" Kata Yula masih menyapa dengan nada ketus.”Denger ya Mas, saat ini, aku bener-bener gak punya waktu untuk ngobrol denganmu. Putrimu kabur Mas. Aku stres ini. Sekarang, aku dan Alex mau keluar mencarinya. Oke.”

"Yula. Tunggu. “
“Udah ya Mas. Kuharap kamu mau mengerti. Bye."
”Febby ada ditempatku.”

"APAAA?” Tanya Yula.
"Febby ada di sini," Ulangku. "Dia sekarang ada di apartemenku."

"Sambungin aku Mas. Aku mo ngomong ama tuh anak, sekarang!.” Teriak Yula heboh.

"Nggak mau Yah, Aku nggak mau ngobrol ama Mama…!" Jerit Febby tak kalah hebohnya.
“Ayolah Sayang” Rajukku sambil mengambil handphoneku dari atas meja dan mendekatkan ke arah putriku, “Ngobrol sebentar lah. Nih…”

Febby mendengus dengan wajah merengut. "Aku nggak mau pulang. Aku juga nggak mau jadi beban tanggungan ke Mama” Teriak Febby lantang, “Sekarang aku tinggal di sini. Di appartemen Ayah.”
“Iya Febby Mama tahu. Tapi, sebentar, dengerin Mama dulu..” Ucap Yula berusaha menenangkan putriku

“Engga Ma. Mama nggak tahu. Udah-udah. Intinya, aku nggak mau pulang. Aku mau tinggal bareng Ayah. Karena Ayah bilang, aku boleh tinggal disini sampe kapanpun aku mau.”

"Eehh..? Bentar-bentar. Aku tidak bilang gitu…” Kagetku mencoba meralat.
“Please Yah, pleeeeaaseeee…” Bisik Febby mengiba kepadaku.

“Bener gitu Mas?”Teriak Yula, “Kamu beneran bilang gitu? Memperbolehkan Febby tinggal disitu?”

“Ehh. Enggak kok..” Kataku mencoba mengambil alih pembicaraan,”Aku cuman mau bilang. Dari cerita Febby, menurutku, sebenernya kamu juga kurang adil terhadap Febby.
“Cerita? Jangan percaya cerita dia. Febby tuh sekarang suka mengada-ada…”
“Mengada-ada?” Lirikku menatap wajah putriku yang frustasi.

“Udah-udah. Mas gausah deh ngajarin aku, gimana caranya ngurus anak. Gausah. Pokoknya. Sekarang aku nitip, jaga Febby disana. Jangan biarin dia kemana-mana. Aku nanti nyuruh Alex datang ngejemput dia..” Jelas Yula memberi arahan tanpa henti, ”Sekarang Mas, kamu share loc posisi apartementmu sekarang!”

KLIK
TUUT TUUT TUUT

“Yuk Sayang. Beresin baju basahmu tadi…” Pintaku sambil mengusap kepala putriku. Sedikit mencoba menenangkan pikirannya yang kalut.

“Ayah. Please. Sekali lagi, please. Jangan biarin Alex membawaku pulang Yah. Please…” Pinta Febby dengan mata yang sudah mulai sembab. Air matanya mulai menggenang, dan hidungnya memerah. “Aku nggak pengen balik kesana.”

Dari gelagatnya, aku jadi benar-benar curiga. Apa yang yang terjadi diantara Febby, Yula, dan Alex.

"Bener? Kamu mau tinggal disini?” Tanyaku mencoba mengulik.
“Iya Yah. Bener. Ijinkan aku tinggal disini.” Jawab Febby tanpa berpikir.
“Bener? Kamu mau nurut?”
“Iya. Ayah boleh suruh apa aja ke aku. Aku bakal lakuin apapun perintah Ayah.”
“Bener ya? Janji?”
“Suuuweeeerr…”

“Kalo gitu. Coba ceritain, satu aja rahasia. Kenapa kamu nggak mau balik kerumah Mama..”
“Rahasia?”
“Yup. RAHASIA. Supaya Ayah bisa punya alesan, kenapa kamu bisa tinggal disini.”

Febby menatap bingung kearahku. Matanya menatap nanar

“Nggggg……” Ucapnya lirih. Bingung. Galau. “Alex.”
“Iya? Kenapa dengan Alex?” Tanyaku pelan.

“Nggg… Dia. Beberapa waktu lalu…”
“Yaaa..?”

“Pengen meniduriku…”



Bersambung,
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd