Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAN IMPIAN

CHAPTER 4

Pagi hari yang cerah, udara hari ini terasa sejuk dan tidak terlalu dingin. Sangat cocok untuk olahraga pagi. John yang merasa harus menjaga fisiknya agar tetap bugar memutuskan untuk berolahraga. Lari pagi adalah rutinitas yang selalu pemuda itu lakukan setiap harinya. Sekedar berlari-lari di jalanan kompleks akan menjadi aktivitas larinya. Jam baru menunjukkan pukul 05.30 pagi, tetapi John sudah siap dengan celana training, kaos putih dan handuk yang disampirkan di lehernya. Tubuhnya ia regangkan dulu sebelum memulai lari santai di lingkungan rumahnya. John mulai dengan lari-lari kecil keluar gerbang rumah. Namun saat ia melewati rumah paman dan tantenya, seseorang keluar dari pintu gerbang rumah tersebut.

“John …” sapa orang itu yang rambutnya bagai orang tersengat listrik. Matanya masih agak sayu dan yang paling penting, pemuda itu masih memakai piyamanya.

“Hai, Andi …” jawab John seraya berlari-lari kecil di tempat.

“Tunggu sebentar … Aku ikut denganmu …” ucap Andi sambil masuk lagi ke dalam rumahnya dan membuat John bingung. Beberapa menit berselang, John melihat Andi keluar dari rumahnya telah siap memakai celana training dan kaos oblong sama sepertinya.

“Tumben …” kata John sesaat setelah sepupunya berada di dekatnya.

“Kayaknya aku harus rajin olahraga supaya badan tetap fit dan bertenaga,” jawab Andi polos.

“Ya, sebaiknya begitu. Usahakan sehari minimal satu jam. Rutin melakukan olahraga pagi akan membuat tubuh terasa lebih sehat dan bugar,” kata John yang disambut senyuman dan anggukan Andi.

Kedua pemuda itu mulai berlari-lari kecil kadang hanya berjalan kaki. Andi yang jarang sekali berolahraga harus menyesuaikan dengan aktivitas barunya ini. John yang mengerti dengan keadaan Andi terpaksa harus bersabar dan terus memberikan semangat agar Andi ‘mau’ berlari. Kira-kira sudah satu jam mereka berlari, peluh sudah memenuhi kedua pemuda ini. Rasa lelah juga telah menghampiri mereka. John memutuskan untuk istirahat sejenak di taman dekat dengan rumah mereka.

“Ini minumlah!” John menyodorkan botol berisi air yang isinya tinggal setengah. Tanpa ragu, Andi menghabiskannya tanpa bertanya terlebih dahulu, suara aliran air di tenggorokan yang sangat keras terdengar membuat John tertawa. “Kau sangat haus rupanya,” kata John sambil terkekeh.

“Aku kepayahan, John … Ternyata aku baru sadar kalau fisikku lemah,” jawab Andi seraya melempar botol ke dalam keranjang sampah.

“Sedikit-dikit … Nanti juga terbiasa,” hibur John.

“Apakah kebiasaanmu berolahraga ini yang membuat kamu kuat …?” Tanya Andi dengan pertanyaan yang terputus.

“Kuat? Kuat apa?” tanya John tak mengerti arah pertanyaan sepupunya itu.

“Em … Aku mendengar kalau kamu kuat sekali di ranjang,” jawab Andi sedikit ragu. Dan tentu John terkejut setelah mendengar penuturan Andi tersebut.

“Kamu mendengar dari siapa?” tanya John lagi penasaran.

“Aku dengar dari Bunda Diana …” jawab Andi pelan. Andi memang selalu menyebut kakak ibunya dengan sebutan ‘bunda’.

“Kok bisa? Apakah ibuku menceritakannya padamu?” tanya John lagi semakin penasaran bercampur heran.

“Tidak … Aku hanya menguping saat ibumu ngobrol dengan ibuku. Mereka membicarakan kekuatanmu di atas ranjang,” Andi berkata dengan wajah menatap tajam ke arah John.

“Oh …” gumam John dengan mimik bingung.

“John … Bagaimana rasanya main dengan ibu sendiri?” tanya Andi yang sukses membuat wajah John menghangat. John tak langsung menjawab karena harus menetralkan terlebih dahulu perasaan malu di hatinya.

“Aku juga tidak menyangka, Ndi … Semua itu terjadi karena memang ibuku yang merencanakannya. Tapi, percayalah. Itu sangat menggairahkan. Rasa sayang, cinta, dan nafsu berbaur saat aku melakukannya. Sensasinya sangat luar biasa,” jelas John lalu menghela nafas panjang.

“Setelah aku mendengar obrolan ibu-ibu kita. Muncul obsesiku untuk melakukan seks dengan ibuku sendiri. Tapi aku ingin sepertimu. Bisa membuat ibumu kepayahan tapi menikmati permainanmu. Bantu aku John …” ungkap Andi terdengar sedikit memelas.

“He he he … Pertama, kau harus rajin olahraga, karena dengan olahraga aliran darah kita akan lancar. Kedua, aku rutin minum campuran darah ular kobra dengan serbuk giok hijau. Itu adalah resep keperkasaan pria mesir kuno dan menurutku sangat berkhasiat,” jawab John.

“Wow … Dimana aku bisa membeli ramuan itu?” tanya Andi bersemangat.

“Di utara kota, daerah pelabuhan. Kalau kau mau, aku bisa mengantarkanmu ke sana,” jawab John.

“Bagaimana kalau sekarang kita ke sana?” pinta Andi tak sabar.

“He he he … keliatannya udah gak sabar ya menggauli ibu sendiri,” John terkekeh sambil menepuk bahu sepupunya itu.

“Kamu tahu yang aku mau … He he he …” balas Andi.

Mereka pun kembali ke rumah masing-masing. Hanya selang satu jam, kedua pemuda itu keluar rumah dengan dandanan begitu rapi. John dan Andi pergi dengan menggunakan mobil Andi. Sepanjang perjalanan mereka ngobrol seputar masalah vitalitas pria. Di sini Andi lebih menjadi pendengar setia karena saat itu John adalah pakarnya. Dalam hal ini, John sangat menekankan bahwa ‘suplemen pria’ yang diminum kurang memiliki efek apabila tidak ditunjang dengan olahraga.

“Olahraga akan membuat kita lebih percaya diri dan berenergi. Energi yang didapat dari olahraga akan membuat tidak cepat lelah. Pada dasarnya, olahraga melatih sistem syaraf simpatik yang mengalirkan aliran darah ke organ genital kita,” jelas John yang memang ia adalah seorang mahasiswa kedokteran.

“Ya, aku pernah membacanya,” sahut Andi sambil tetap fokus pada kemudinya.

“Satu lagi, olahraga satu kali dalam seminggu selama 1-2 jam dinilai sudah cukup, asalkan dilakukan dengan baik dan benar untuk melatih fungsi-fungsi sendi dan otot. Dua atau tiga kali dalam seminggu pun masih bisa ditoleransi. Yang salah adalah jika ada orang yang pergi ke gym setiap hari. Ini kesalahan besar karena tubuh juga punya batas,” jelas John lagi.

“Hhhmm … Begitu ya …” gumam Andi.

Hingga tak terasa mereka sampai juga di sebuah toko obat bernuansa timur tengah. John dan Andi segera memasuki toko tersebut lalu membeli ‘suplemen pria’ yang harganya lumayan mahal. Andi membeli dua botol sekaligus untuk konsumsi dua bulan, sementara John hanya membeli satu botol. Setelah selesai bertransaksi, kedua pemuda itu pun kembali ke mobil dan langsung saja kembali ke rumah.

#####

Yuni, wanita yang baru saja menginjak usia di 41 tahun, termenung di depan cermin, suara-suara memenuhi kepalanya. Diana, kakaknya, telah mengatakan sesuatu yang mengejutkannya. Dengan berani kakaknya itu mengakui telah melakukan incest dengan anaknya sendiri. Bahkan, Diana menyarankan agar dirinya untuk mencoba melakukan incest dengan Andi. Perang batin terus pecah di pikiran Yuni. Wanita itu seperti dihadapkan pada pilihan yang sulit antara ‘ya’ atau ‘tidak’.

Resiko menjadi istri pelaut adalah sering di tinggal sehingga membuat Yuni menjadi kesepian. Lebih dari 22 tahun menikah, Yuni berusaha menjadi istri dan ibu yang baik meski batinnya kesepian. Sebenarnya Yuni diberi kebebasan oleh suaminya untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Yuni dan suaminya memang berkomitmen untuk saling bersama namun juga mempunyai kebebasan untuk bisa menjalin hubungan seksual romantis dengan orang lain. Tetapi, Yuni masih bisa bertahan. Yuni masih bisa menahan hasratnya dan mampu membentengi diri meski terlilit gairah.

Namun, saat ini keyakinan Yuni mulai meredup. Pertahanannya mulai runtuh, seiring usaha wanita itu agar keyakinannya tidak memudar. Kebutuhan biologis wanita paruh baya yang memiliki paras cantik itu kini menuntut tajam. Di usianya yang ke 41 tahun, Yuni merasakan gairah seksualnya meningkat sehingga membuat Yuni sulit untuk mengendalikan dorongan biologisnya. Untuk menahan keinginan bercinta butuh upaya yang sangat besar. Ia pun sudah tidak kuat menahan beban yang ada di dalam dadanya.

“Maaa …” terdengar suara Andi dari balik pintu kamar.

Belum sempat Yuni menjawab, pintu kamarnya terbuka. Keduanya terkejut, Yuni merasa tegang sementara Andi merasa tubuhnya kaku dan tak bisa digerakan. Pemuda itu seperti terhipnotis saat melihat ibunya yang hanya mengenakan bra dan celana dalam saja. Yuni baru sadar kalau dirinya belum sempat berpakaian selepas kegiatan mandinya.

“Andi …!” teriak Yuni seraya menutup tubuhnya dengan tangan, dan dengan cepat meraih handuk yang berada di kasurnya.

“Ma..maaf … Ma …” ucap Andi yang masih saja tegak kaku di ambang pintu.

“Tidak bisakah kamu mengetuk pintu dulu!” teriak Yuni lagi yang kini sibuk membalut tubuhnya dengan handuk.

“Ya, maaf …” ucap Andi lirih. “Aku tunggu mama di ruang depan,” lanjut Andi lalu menutup pintu kamar ibunya.

Giliran Yuni yang terpaku di tempatnya berdiri dengan mata tertuju pada pintu kamar yang telah tertutup. Tiba-tiba muncul gelenyar rasa yang tak bisa dijelaskan dengan kalimat yang utuh. Dan rasa itu sangat menyenangkan. Yuni dapat merasakan puting susunya tercetak di bra tipis yang ia kenakan. Yuni tahu betul, ternyata Andi tak bisa untuk tidak mencuri pandang pada putingnya. Entah kenapa, Yuni merasa senang melihat tatapan nakal Andi padanya.

Yuni pun tersadar dan segera berpakaian lalu memoles wajahnya dengan bedak tipis dan memakai lipstik berwarna merah jambu. Yuni pun bingung dengan dirinya sendiri karena saat itu ia merasa tidak yakin dengan penampilannya. Yuni ingin terlihat cantik di mata anaknya. Akhirnya wanita itu mengerti kalau ia sudah ‘termakan’ oleh provokasi kakaknya. Ia pun kini sadar kalau dirinya sudah terpapar oleh ideologi incest. Dan Yuni tidak ingin menghalau apa yang sedang dirasakannya saat itu. Yuni memutuskan untuk membiarkan perasaan barunya itu mengalir begitu saja.

Yuni pun keluar dari kamarnya kemudian menuju Andi yang tengah duduk di sofa ruang depan. Yuni merasa kikuk sekaligus berdebar ketika duduk di dekat anaknya. Begitu pula Andi yang tiba-tiba merasa canggung berhadapan dengan ibunya. Keduanya saling melempar senyum dan saling menyamankan hati sebelum akhirnya Andi membuka percakapan.

“Ma … Ingin mengajak mama makan di luar,” kata Andi yang dibuat tegar.

“Oh, ya? Mau traktir mama?” sahut Yuni sumringah.

“Ya, aku yang traktir … Kebetulan proyek iklanku diterima sama perusahaan yang memesan iklan padaku,” kata Andi yang mulai bisa menguasai diri.

“Oh, sungguh? Mama sangat senang mendengarnya. Kalau begitu, tunggu apa lagi?” kata Yuni seraya berdiri dari duduknya.

Akhirnya ibu dan anak tersebut meluncur ke sebuah restoran yang tidak jauh dari kompleks perumahan mereka dengan menggunakan mobil Andi. Suasana restoran cukup ramai, karena pada saat itu, adalah jam makan siang. Setelah mereka mendapatkan meja, tak lama pelayan datang dengan membawakan daftar menu. Yuni yang memesan minuman dan beberapa menu makan siang mereka. Sambil menunggu pesanan datang, Yuni dan Andi berbincang-bincang tentang kesibukan kerja masing-masing. Tidak lebih sepuluh menit, pelayan pun datang mengantarkan makanan yang mereka pesan.

“Aku membawa mama ke sini sebenarnya untuk mengungkapkan penyesalanku. Aku selama ini tidak pernah memperdulikan mama. Aku merasa menjadi anak yang kurang berbakti pada mamanya. Oleh karena itu, maafkan aku yang selama ini lalai memberikan perhatian pada mama,” ucap Andi penuh ketulusan dengan seluruh indera.

“Oh, sayang. Mama tidak merasa kalau kamu tidak berbakti pada mama. Keputusanmu untuk tidak kuliah di luar kota karena ingin menemani mama adalah keputusan yang sangat mama hargai dan itu bukti kalau kamu memperhatikan mama. Jujur saja, mama sangat bangga dengan keputusanmu yang membiarkan adikmu kuliah di Yogyakarta sementara kamu tetap di sini bersama mama,” jawab Yuni yang terharu dengan pengakuan Andi.

“Kurasa itu tidaklah cukup, ma … Aku yang jarang ngobrol dengan mama dan sibuk dengan urusanku sendiri membuktikan kalau aku kurang perhatian sama mama. Sejak saat ini, aku berjanji akan selalu ada untuk mama,” kata Andi.

“Mama suka dengan niatmu itu, tapi tidak perlu berjanji seperti itu. Lakukan saja apa yang kamu bisa, jangan sampai memaksakan diri,” ucap Yuni sambil tersenyum.

“Tidak … Aku bahkan akan bersumpah demi bumi dan langit kalau aku akan menjadi teman sejati mama dalam suka maupun duka,” lirih Andi sambil meraih jemari ibunya.

Saat tangan Yuni disentuh oleh Andi, perasaan aneh itu muncul kembali di benak Yuni, sepertinya sudah lama sekali ia tidak pernah merasa seperti ini. Perasaan itu kini semakin nyata adanya. Kasih sayang dan nafsu menjadi emosi yang sangat menggembirakan. Senyuman manis terukir di bibir Yuni. Perlahan wanita itu mulai meremas jemari Andi yang tertaut di antara jemarinya seakan ingin melepaskan dan mengungkapkan siksaan batin yang ia tanggung sendiri selama ini.

“Lebih baik kita makan dulu,” ujar Yuni pelan.

“Oh, iya …” sahut Andi sambil melepaskan tautan jemari mereka.

Yuni dan Andi memulai acara makan siang mereka dengan tenang tetapi sesekali dengan obrolan kecil dan tawa mereka berdua dan tak jarang saling menyuapi. Mereka tidak peduli oleh pasangan lain yang ada di samping mereka dan acuh terhadap lingkungan sekitar. Keduanya benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih yang terjebak dalam romantisme dadakan. Tanpa kedua insan itu sadari, rasa mereka sudah saling memahami satu sama yang lain. Terbukti saat mereka saling pandang dengan tatapan mendamba, biar pun mulut mereka tidak saling bicara, namun hati mereka sudah saling menerima getaran dan keduanya tahu bahwa mereka saling menginginkan.

“Mama adalah wanita yang luar biasa, wanita yang sempurna,” kata Andi pelan dan sederhana namun hati Yuni terasa menjadi gasing yang berputar makin lama makin cepat. Hayalan wanita itu mulai mengawang.

“Em … Terima kasih …” ucap Yuni yang juga pelan sambil tersipu.

“Walaupun aku sudah dewasa, tapi aku gak bisa hidup mandiri, karena aku tidak bisa hidup tanpa mama,” kata Andi lalu meraih jemari ibunya kembali.

“Kedengarannya kamu sedang merayu mama, ya … Em, gimana kalau merayu mamanya diteruskan di rumah?” Yuni memperingati Andi kalau mereka sudah terlalu lama berada di restoran ini.

“Oh, iya …” Andi pun tersadar.

Setelah membayar makanan dan minuman, Yuni dan Andi bergegas pulang. Tak memakan waktu lama, mereka pun sampai di rumah dengan perasaan bahagia. Kini mereka duduk di sofa panjang ruang tengah, keduanya duduk berdekatan. Lengan kiri Andi melingkar di pinggang ibunya sangat mesra.

“Tadi di restoran, ada orang yang nyinyir sama kita. Dia bilang kalau kita norak. Pacaran di tempat umum. Mereka gak tahu kalau kita ibu dan anak,” ucap Yuni.

“Wajar saja mereka gak tahu, karena mama memang seperti anak gadis. Mama juga cantik banget, sampai-sampai burung garuda pancasila menoleh ke kiri sewaktu mama lewat,” goda Andi.

“Awww … Dari mana kamu belajar merayu seperti itu?” pekik genit Yuni seraya menghadapkan badan menghadap Andi. Yuni berpaling, menghadapkan wajahnya ke wajah tampan anaknya itu. Wajah luar biasa rupawan yang mengingatkannya pada suaminya di masa lalu.

“Aku tidak pernah belajar. Itu keluar dari hatiku yang paling dalam,” ucap Andi dengan mata memandang dalam ke mata ibunya.

“Apakah kamu yakin?” Yuni setengah mendesah. Wajahnya semakin ia dekatkan, hingga hidung mereka bersentuhan.

“Aku sangat yakin, ma … Aku ingin menjadi pengganti papa yang terlalu bodoh meninggalkan wanita tercantik sangat lama. Ijinkan aku memilikimu sepenuhnya,” suara Andi lirih namun penuh penghayatan dan kesungguhan.

“Ijin dikabulkan. Sekarang mama menjadi milikmu,” balas Yuni mendesah.

Mereka saling tersenyum sebelum akhirnya bibir mereka menempel satu sama lain. Ciuman mereka begitu lembut dan penuh dengan irama, saling melumat bagaikan adonan kue yang diremas dengan hati-hati. Ciuman yang lembut itu perlahan menjadi menuntut, semakin dalam dan lama. Dengan lembut Andi terus mencium bibir ibunya itu dengan lumatan-lumatan penuh hasrat dan nafsu yang terpendam. Yuni tidak lagi sungkan dengan itu semua, wanita itu malah membalas pagutan Andi dengan bibir tipisnya, memberikan perlawanan penuh gairah yang membuat Andi semakin menginginkan hal yang lebih dari hanya berciuman. Andi pun mulai menggerakkan tangannya untuk meremas payudara kenyal Yuni, dua payudara yang tersembunyi dibalik kemeja yang Yuni kenakan, yang terasa begitu pas di tangannya dan sangat menggoda.

“Aku merindukan ini …” ujar Andi ketika mengangkat bibirnya dari bibir Yuni. Kini kedua mata tajamnya yang diselimuti kabut gairah memandang Yuni dalam-dalam. Yuni hanya tersenyum manis dan mengelus pipi Andi yang sudah sangat bernafsu padanya.

“Apa yang kamu rindukan dari mama?” tantang Yuni dengan suara seraknya yang rendah. Tangan kanan wanita itu merambat turun dari pipi Andi menuju pada sesuatu yang sudah menegang di balik celana katun Andi. Lenguhan tertahan Andi terdengar ketika Yuni mulai meremas pusat nafsunya. Andi menyukai itu. Kejantanan pemuda itu berkedut-kedut semakin kencang dan sudah pasti tegang sempurna.

“Aku menginginkan ini …” Andi mengecup bibir ibunya lagi dengan sedikit lumatan lalu turun ke arah ceruk leher Yuni dan menyesapnya kuat penuh hasrat seraya kedua tangannya melepaskan kemeja yang masih Yuni kenakan. Setelah kemeja itu lepas dari tubuh ibunya, Andi pun menemukan dua buah daging kenyal yang tersembunyi dibalik branya, dengan cekatan Andi menyingkirkan bra itu.

“Aku juga menginginkan ini,” Andi merendahkan tubuhnya untuk mencium payudara ibunya. Tubuh Yuni mulai lemas karena gairah yang semakin menumpuk. Wanita itu pun membusungkan dadanya yang menggelembung agar Andi bisa lebih leluasa meraup putingnya. Andi menyesap puting kanan payudara Yuni dan meremas yang satunya lagi dengan tangan kanannya.

Yuni mulai mendesah akibat sentuhan Andi di dadanya. Perlahan tangan Yuni menurunkan celana panjang dan boxer Andi dengan tangannya dan dibantu gerakan bokong Andi ke atas, meloloskan sosok monster yang kini sudah mengacung tegang dan keras. Vagina Yuni semakin basah saat tangannya memegang kejantanan Andi. Kejantanan yang berada dalam genggaman Yuni terasa cukup tebal dan panjang. Ukurannya melebihi kepunyaan suaminya.

Sambil terus ‘menete’ pada payudara ibunya, Andi merebahkan Yuni di atas sofa. Pemuda itu kemudian secara perlahan turun sambil mengecup perut Yuni. Dan dengan sekali hentakan, Andi berhasil menelanjangi wanita bertubuh sempurna yang terbaring di hadapannya. Andi mulai menyentuh bibir vagina Yuni dan mengelusnya dengan lembut. Perlahan Andi menemukan klitoris ibunya yang sudah basah. Ibu jari Andi terus menggoda klitoris Yuni, sementara jari telunjuk dan tengahnya bergerak di sekitar otot-otot lubang kenikmatan yang ia inginkan itu.

“Aaaaahhh …” Yuni mendesah ketika Andi memasukkan dua jarinya ke dalam lubang basah yang hangat itu. Dengan sedikit pergerakan menggoda Andi berhasil membuat tubuh Yuni melemas hanya dengan jarinya.

“Aku juga menginginkan ini,” ujar Andi lalu mencabut tangannya dari selangkangan Yuni dan mengecup singkat vagina di hadapannya itu.

Saat Andi hendak menindih ibunya, Yuni bangkit dari posisi terlentangnya. Yuni meletakkan kedua tangannya di dada Andi lalu mendorong pemuda itu hingga terduduk. Andi membuka kedua kakinya dan memperlihatkan kejantanannya yang sudah mengacung ingin dipuaskan. Yuni yang sudah terbakar gairah tanpa perintah apapun dari Andi langsung naik ke pangkuan pemuda itu dan mengangkang diantara pangkal paha Andi. Andi pun meremas pantat kenyal Yuni dengan kedua tangannya seiring dengan ciuman-ciuman beringas penuh nafsu mereka. Andi mulai menggerakkan pinggul Yuni menuju ke atas selangkangannya. Yuni mengerti maksud Andi, wanita itu pun langsung membenarkan posisi kepala penis Andi agar menghadap ke lubang surga miliknya yang sudah siap menerima kejantanan Andi.

Keduanya melenguh ketika seluruh kejantanan Andi masuk ke dalam tubuh Yuni. Lubang vagina yang basah dan sempit memijat kejantanan Andi tanpa ampun. Yuni pun dengan berani menggerakkan tubuhnya ke atas dan ke bawah tanpa komando dari Andi yang tangannya sibuk bermain dengan payudaranya. Mereka berdua membagi nafsu dan hasrat mereka yang terbakar di ruangan itu dengan peluh dan kenikmatan yang tak bisa mereka jelaskan. Wanita yang berstatus ibu itu terbuai dengan setiap gerakan yang dilakukannya. Suara berdecak keras terdengar sebagai akibat dari gesekan dua alat kelamin yang menyatu ketat, membuat keduanya terbang ke awang-awang dengan iringan napas yang menderu dan nafsu yang melagu.

Rentang waktu bersenggama belum juga lama, tetapi Yuni sudah merasakan puncaknya sudah semakin dekat. Semua energi wanita itu seolah hanya tertuju pada pergerakannya. Pada akhirnya Yuni berhasil menemukan gerakan yang mengantarkan gelombang kenikmatan hingga ke ujung kakinya. Yuni merasa sesuatu keluar dari tubuhnya. Badannya mengejang dan punggungnya melengkung membuat payudaranya semakin menantang. Hingga akhirnya wanita itu melenguh, melepaskan erangan kepuasan. Kemudian tubuhnya ambruk di atas tubuh Andi menikmati sisa-sisa orgasmenya.

“Ooohh … Mama puas, sayang …” desah Yuni persis di samping telinga Andi.

“Mama mau lagi?” goda Andi penuh percaya diri.

“Iya, sayang … Tapi istirahat dulu,” lirih Yuni dengan nafas yang masih terengah-engah.

Andi berusaha membangkitkan birahi ibunya lagi dengan tangannya menggerayangi payudara Yuni, sementara ia terus menciumi ceruk leher wanita itu. Tak butuh waktu yang terlalu lama, Andi berhasil membangkitkan kembali birahi ibunya.

Yuni mulai menggoyang pantatnya yang menghasilkan gesekan kedua alat kelamin mereka yang masih menyatu. Posisi awal berlangsung agak lama sampai Andi minta ganti posisi. Yuni hanya bisa terkaget saat Andi menegakkan tubuhnya dan langsung memutar tubuhnya lalu membuatnya menungging dengan kelamin mereka yang masih menyatu. Posisi Yuni kini menungging dengan tangan di alas sofa dan lutut di lantai.

“Siap-siap ma …” kata Andi lalu ia memegang pantat ibunya dan menggerakkan penis itu secara perlahan-lahan dengan tempo yang lambat. Desahan nikmat pun keluar dari mulut Yuni, menikmati gesekan antara penis dengan dinding vaginanya.

Andi mengeluarkan penisnya setengah dan mempenetrasi vagina Yuni dengan kecepatan dua kali lebih cepat daripada yang sebelumnya dan itu pun terus berlanjut sehingga Andi menggenjot vagina ibunya itu dengan tempo sangat cepat, terlalu cepat malahan. Yuni mendesah keras saat penis Andi masuk lebih dalam dan lebih dalam lagi. Yuni membenamkan kepalanya di sofa karena merasakan nikmat yang luar biasa pada vaginanya, meski masih dalam keadaan sensitif setelah orgasmenya tadi. Begitu pula dengan Andi. Pemuda itu mendesah kenikmatan karena cara vagina Yuni yang memanjakan dan memuaskan penisnya.

Tak lama, mereka mengganti posisi lagi ke posisi awal. Ternyata Yuni sangat menyenangi dirinya di atas lawan mainnya. Mereka terduduk di atas sofa dengan posisi sang ibu yang berada di dalam pangkuan. Mereka masih bersatu dalam kenikmatan, membiarkan cairan putih mulai merembes dari bagian terdalam. Iris Yuni menutup perlahan, menerima nikmat. Iris Andi tetap terbuka, menatap lama pada wajah sang ibu yang amat cantik apabila dilihat dari dekat.

“Aaahh … Aaahh … Aaahh … Aaahh …” Yuni tak henti mendesah-desah.

Yuni mengalungkan tangan pada bahu Andi yang lebar. Ia menempelkan dahi mereka, menikmati penyatuan. Wanita itu terlihat menggigit bibirnya, tetapi gagal karena sentakan Andi malah semakin kuat. Ia terhentak-hentak ke atas, menikmati semua sentuhan yang terjadi di seluruh sisi tubuhnya. Andi memajukan wajah, menghisap payudara sebelah kanan. Baginya, buah dada sang ibu adalah yang terbaik; tidak kecil, tidak terlalu besar, sangat pas. Ia menyukainya. Jilatan pun dilakukan dengan kuat, seiring pergerakan yang terjadi semakin cepat.

“Aaaahh … Aaaahh … Saayyaanghh … Mama mauuu …” erang Yuni yang merasakan orgasmenya akan datang kembali.

“Mau keluar lagi?” tanya Andi dengan suara berat.

Yuni menganggukan kepala, melemas pada bahu anaknya yang lebar. Andi mempercepat gerakan, membiarkan sang ibu menjemput orgasme yang kedua. Mereka terus berada di dalam posisi yang sama. Yuni mendesah semakin keras, terdengar sangat binal. Andi pun demikian, menikmati pijatan yang berasal dari dalam. Ia berkali-kali mengecup leher sang ibu hingga menciptakan tanda-tanda. Keduanya terus bergerak, menyambut puncak kenikmatan. Kemudian, semua terjadi begitu saja.

Andi menggeram, mencium leher ibunya yang menjerit secara bersamaan. Mereka saling berpelukan, menikmati detik-detik cairan panas mulai datang sebagai tanda kepuasan. Andi sampai pada orgasme yang pertama. Yuni menyusul hingga sampai ke orgasme kedua. Cairan panas tampak berbenturan, membasahi liang dan mengotori Sofa. Yuni gemetaran, menahan sensasi asing kala merasakan sperma itu masuk ke dalam rahimnya. Namun itu bukan masalah bagi Yuni karena di dalam rahimnya sudah tertanam spiral yang mencegah benih-benih kehidupan bersarang di dalam sana.

Mereka terengah-engah. Andi memeluk Yuni begitu erat, enggan untuk melepas penyatuan. Yuni tidak mampu berbuat banyak, masih pusing dengan fakta kalau ia sudah menerima incest. Kemudian, Yuni memundurkan badan. Ia menatap Andi yang kini memandanginya juga, memberi rasa sayang yang tersirat. Meski terlihat bergetar, Yuni memberanikan diri untuk mengelus pipi sang anak yang kini sudah menjadi pria; mencoba untuk yakin bahwa apapun yang terjadi, Andi tetaplah putranya.

Andi masih tidak ingin untuk melepas pelukan pada pinggang ramping milik sang ibu. Andi malah mendekat dan menempelkan tubuh mereka, saling bergesekan. Yuni memerah karena malu, Andi pun hanya bisa memberikan senyum. Mata Andi berbinar hangat, bahagia. Pemuda itu bergerak, mencium segalanya; keningnya, kedua pipinya, puncak hidungnya, hingga mendarat secara sempurna pada bibir sang ibu yang sedikit terbuka.

“Maaf, dan …” Andi berbisik, terdengar tulus. “Terima kasih.”

Yuni tidak sanggup untuk menjawab. Sebagai balasan, ia memilih untuk mengeratkan pelukan. Wanita itu menyembunyikan wajah pada ceruk leher sang putra, menahan tangis bahagianya agar tidak terdengar. Andi tidak ingin memaksa, ia tidak lagi membuka pembicaraan. Pemuda itu hanya mengusap punggung sang ibu dengan penuh kelembutan.

#####

Hujan yang tak kunjung datang, membuat malam terasa panas. John yang kegerahan sedang menikmati segelas jus jeruk dingin di teras depan rumahnya. Wangi jeruk perlahan menari di udara. Dalam setiap hirup ada rasa nyaman, melewati kerongkongannya dalam tegukan demi tegukan. Sedikit asam berpadu dengan rasa manis yang samar-samar. John begitu menikmati jus jeruk dingin yang dibuatnya asal, hingga tak sadar Tina sedang memperhatikannya yang sudah berdiri di ambang pintu rumah.

“Pelan-pelan saja … Gak ada yang ngambil minumanmu, kok …” ucap Tina yang sukses membuat John tersedak karena kaget.

“Uhhuukk …” Air jeruk muncrat dari mulutnya.

“Hi hi hi …” Tina malah tertawa melihat kelucuan wajah kakaknya.

“Sialan! Bikin kaget aja!” pekik kesal John menatap Tina garang.

“Hi hi hi … Lagi ngelamunin apa sih? Ngelamunin mama, ya? Kasian, hari ini mama dipake papa,” goda Tina sambil duduk di kursi sebelah John.

“Jangan ngomong sembarang!” ujar John masih kesal. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ucapan adiknya itu. Memang, hari libur seperti hari ini adalah ‘hari kebersamaan’ kedua orangtuanya.

“Aku seharian ini gak melihat Andi. Apakah dia ada di rumahnya?” tanya Tina pada John.

“Tadi pagi, aku jalan sama dia. Harusnya sih dia ada di rumah. Kenapa tidak kamu telpon saja?” jawab John mulai lembut.

“Itu dia … Hapenya tidak aktif … Sekarang sudah jam sepuluh. Apa dia masih bangun?” ujar Tina sambil kepalanya menengok ke rumah sebelah yaitu rumah Andi.

“Gimana kalau kita satroni rumahnya. Aku juga sudah lama gak ketemu Tante Yuni,” kata John seraya meletakkan gelas jusnya di meja kecil sampingnya.

“Hi hi hi … Mau cari pelampiasan ya?” Tina menggoda lagi kakaknya.

“Hah … Mana berani aku menggoda monster. Jangankan menggoda, mendekatinya saja aku takut,” kata John yang disambut gelak tawa Tina, dan John pun ikut tertawa. Wajar saja kalau John menyebut tantenya dengan sebutan ‘monster’ karena wajah Yuni selalu tertekuk ke dalam, suram-muram, serta liar matanya tak senang jika ada orang yang mendekatinya, tak peduli siapa, muka masam selalu terpampang di wajah tantenya itu.

“Terus … Kenapa juga kamu ingin menemuinya?” tanya Tina setelah rasa lucunya mereda.

“Ralat …! Aku bukan ingin menemuinya. Aku hanya ingin melihat wajahnya. Harus kuakui, kalau muka juteknya itu sangat seksi,” kata John.

“Nah … Kan …” ujar Tina sambil meninju pelan bahu kakaknya.

“Ha ha ha … Ayo …! Berangkat …!” ajak John sambil bangkit dari duduknya.

Kedua kakak beradik itu pun bergerak keluar dari halaman rumah mereka. Hanya beberapa langkah untuk sampai ke tempat yang mereka tuju. Kini keduanya sedang mengetuk pintu rumah namun si pemilik rumah tak kunjung juga membukakan pintu. Sampai akhirnya John dan Tina merasa bosan mengetuk, mereka pun memutuskan untuk bergerak ke bagian belakang rumah tersebut melalui halaman samping rumah. Tak lama, John dan Tina pun sampai di teras belakang rumah tante mereka.

Tiba-tiba, John menarik tangan Tina yang berjalan di depannya. Tina memandang wajah kakaknya heran, karena kini mata John sedang menatap jendela kaca yang mengarah ke dalam ruangan, dan Tina dapat memastikan kalau ruangan itu adalah dapur. Lalu, tanpa berkata-kata Tina mengikuti kakaknya, memandang jendela kaca itu untuk memastikan pemandangan apa yang dilihat John sampai-sampai kakaknya itu menariknya.

Mata Tina pun langsung membulat sempurna ketika melihat pemandangan yang ada di depan matanya. Andi dan ibunya sedang asik memasak sesuatu dengan tubuh mereka yang tidak terhalangi seutas benang pun. Bagi John tidak terlalu mengejutkan. Tapi ia sangat takjub dengan kemolekan tantenya. Wanita yang ia sebut ‘monster’ ternyata memiliki body yang aduhai. Sebenarnya John tidak pernah merasakan gejolak hebat yang luar biasa sebelumnya saat melihat tubuh bugil seorang wanita. Namun entah mengapa, saat ini pemuda itu merasa seperti ada sebuah hasrat yang dahsyat.

Wajah Yuni yang oval, dengan hidung mungil lancip, mata bulat yang dikelilingi bulu mata lentik. Alisnya tebal, dan Yuni memiliki bibir paling seksi yang pernah John lihat. Bibir Yuni merah muda, tidak diperlukan lipstik untuk membuat bibir tersebut menarik. Yuni pun dianugerahi tubuh luar biasa menggoda. Payudaranya bulat dan sekal, memang tidak besar tetapi akan mengundang tatapan nafsu dari kaum adam dan lirikan iri dari para wanita. Pinggulnya begitu pas untuk menunjukkan lekukan pantatnya yang sempurna. Perpaduan antara payudara bulat, pinggang kecil, pinggul dan pantat yang sempurna, Yuni adalah pemandangan bagus untuk mata semua lelaki.

Pantas si Andi sangat menginginkannya,” batin John berkata.

Lamunan John buyar ketika tangan Tina menarik dirinya untuk menjauh dari tempat itu. John pun berpikir memang sudah seharusnya ia dan adiknya menyingkir. Intinya, tidak baik mengganggu kesenangan orang lain. Keduanya keluar pekarangan rumah yang baru saja mereka satroni dan kembali ke rumah mereka sendiri. John dan Tina masuk ke dalam rumah lalu mengunci pintu. Saat Tina hendak memasuki kamarnya, John memaksa untuk masuk juga ke dalam kamar adiknya itu.

“Stop! Pergilah ke kamarmu!” Tina melarang John untuk mengikutinya ke dalam kamar.

“Oh, ayolah Tina …” John merajuk.

“Tidak …!” ucap Tina sambil menutup pintu kamar lalu mengunci pintu tersebut.

Dengan lunglai John menaiki tangga menuju kamar tidurnya. Sesampainya di kamar, John langsung berbaring terlentang di atas kasur dengan meletakkan kedua tangannya di belakang kepala sebagai bantalan. John menatap langit-langit kamar tetapi pikirannya tertuju pada tantenya yang montok dan seksi. Di balik wajahnya yang selalu jutek, ternyata tantenya sangat menggairahkan. Bayangan itu terus John nikmati dalam hayalan sampai akhirnya ia tertidur lelap.

Bersambung

Chapter 5 di halaman 6​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd