Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAN IMPIAN

CHAPTER 3

Dalam kamar yang berhawa semakin panas, terdengar deru nafas dua insan saling memburu disusul suara decitan yang cukup nyaring. Desahan juga erangan keluar bergantian dari bibir Diana juga John di atas ranjang berukuran king size yang sudah tak berbentuk lagi. John menindih tubuh bugil Diana di atas ranjang sehingga suara gesekan kulit mereka dapat terdengar. Berbagi ciuman lembut yang kadang berubah liar, saling meremas, dan menumpahkan nafsu birahi mereka yang meluap-luap dengan penyatuan tubuh yang sempurna. Setiap hentakan yang dilakukan John untuk menjamah bagian terdalam tubuh Diana akan dibalas desahan merdu dari pemilik tubuh di bawahnya.

Tarikan dan dorongan bertempo cepat yang diberikan John mampu membuat keduanya klimaks berkali-kali hingga deru nafas keduanya bersahutan dengan tidak teratur. Entah sudah berapa kali mereka melakukan persetubuhan, mereka kehilangan hitungan mereka. Namun keduanya terlalu bersemangat, hingga tak sampai hati untuk menunjukkan wajah lelah mereka. John klimaks terakhir dengan benih cintanya yang menyembur jauh di dalam tubuh Diana. Keduanya tersenyum dan kembali berbagi ciuman lembut. Diana menyeka wajah tampan putranya yang dipenuhi keringat. Diana tersenyum puas dan menatap wajah tampan anak sulungnya dengan tatapan penuh cinta.

“Kamu luar biasa, sayang … Mama baru kali ini mendapatkan pelayanan yang sangat memuaskan dari seorang pria,” ucap Diana sesaat setelah badai kenikmatannya mereda.

“Mama yang membuatku sangat bersemangat. Aku tidak menyangka akan sepanas dan seenak ini melakukannya dengan mama. Aku seperti gak kehabisan tenaga.” sahut John yang masih ingin berlama-lama berada di atas tubuh ibunya.

“Hi hi hi … Mama juga gak menyangka kalau kamu sangat kuat … Tapi kita harus menyudahi dulu, sayang … Satu jam lagi papamu pulang. Mama gak mau kalau papamu menemukan kamarnya berantakan seperti ini,” kata Diana lembut lalu mencium sekilas bibir John.

“Oh, iya … Apakah papa tahu dengan rencana mama ini?” tanya John.

“Papamu tahu dan kamu jangan khawatir dengan semua yang telah terjadi di rumah ini. Malam ini, papamu akan sibuk dengan adikmu dan kita bisa melanjutkan lagi nanti malam,” jawab Diana sambil tersenyum.

“Mantap …! Ayo kita bereskan kamar …!” kata John seraya bangkit dari tubuh Diana.

Diana dan John akhirnya sibuk membereskan kamar yang mereka kacaukan sepanjang hari itu. Hanya setengah jam kamar itu kembali rapi sediakala. Diana langsung membersihkan badan di kamar mandi, sementara John keluar kamar berniat untuk mandi di kamarnya. Saat melintas di depan bengkel lukis milik Tina, pemuda itu tidak melihat lagi adiknya di dalam sana. John menoleh ke kanan dan ke kiri sejenak, lalu memasuki bengkel lukis itu dan berdiri di depan kanvas yang tadi pagi digunakan Tina untuk melukis dirinya dan ibunya sebagai model.

Namun mata John terbuka selebar-lebarnya ketika melihat hasil lukis Tina. Ternyata bukan dirinya dan Diana sebagai model. Tetapi wajah Tina sendiri dan Roy yang terlukis di sana. Posisi gambar tidak berubah, Roy sedang memangku Tina dengan kedua paha mengangkang. John menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum. Tapi harus pemuda itu akui kalau lukisan Tina terlihat sangat hidup dan sesuai dengan alam nyata. John pun akhirnya keluar dari bengkel lukis lalu masuk ke dalam kamarnya. Pemuda itu segera membasuh badan di kamar mandi.

Sementara itu, Diana bersenandung kecil sambil menyabuni seluruh tubuhnya dengan sabun beraroma stroberi yang manis melewati hidungnya. Rasanya airnya pun terasa lebih segar dari biasanya. Ini hari paling bersejarah baginya. Semacam hari baru. Karena dimulai dari hari ini, hidupnya akan lebih berwarna. Akan ada senyum dan tawa yang lain, tentu juga kenikmatan dan kesenangan yang selama ini ia dambakan. Dua puluh menit wanita itu gunakan untuk mandi dan sekarang ia tengah berdiri di depan cermin kamarnya untuk melihat penampilan terakhirnya.

“Sempurna!” ucapnya dengan satu jentikan jari.

Diana meletakkan sisir di atas meja riasnya, kemudian bergegas keluar dari kamar itu. Senyumnya lagi-lagi merekah saat melihat anak gadisnya sudah berdiri di depan kitchen set yang berada di ujung barat ruang dapur dengan sebuah senyum manis penuh arti. Diana sedikit mempercepat langkah menuju gadis itu. Tampak oleh Diana setumpuk rempah-rempah dan bahan baku makanan yang siap dimasak.

“Sampai lupa waktu,” sindir Tina sambil mengerucutkan bibirnya.

“Maaf … Mama terlalu menikmati … Mama merasa seperti pengantin baru … Hi hi hi …” Diana pun terkekeh.

“Hadeeuuuhh … Yang lagi bahagia. Sampai gak mau bagi-bagi … Hi hi hi …” sindir Tina lagi tapi kali ini gadis itu ikut tertawa.

“Nanti malam giliranmu, sayang … Kamu boleh sepuasnya menikmati papamu,” ucap Diana.

“Hi hi hi … Aku sudah gak sabar …” balas Tina dengan nada genit.

Kedua wanita itu akhirnya memasak sambil bercanda ria. Satu jam berlalu, makanan untuk makan malam sudah tertata rapi di meja makan. Tak lama, Roy pun datang yang langsung disambut oleh kecupan kening dari Diana dan pelukan hangat dari Tina. John bergabung setelah Tina memanggil pemuda itu di kamarnya. Acara makan malam mereka berempat dihiasi dengan percakapan-percakapan remeh tentang cerita masing-masing. Mereka begitu menikmati momen makan malam bersama tersebut.

“Pa … Ikut aku …!” tiba-tiba John menarik tangan ayahnya.

“Hei …! Baru juga selesai makan! Ini makanan belum turun ke perut!” Roy protes tetapi tarikan John terlalu kuat sehingga mau tidak mau Roy mengikuti langkah John.

“Kalian mau kemana?” tanya Diana heran.

“Sebentar ma … Ini obrolan laki-laki,” jawab John sekenanya.

John terus menarik tangan ayahnya menuju lantai dua rumah. Dan yang dituju John adalah bengkel lukis milik Tina. Akhirnya kedua laki-laki itu sudah berdiri di depan lukisan. Kini mata Roy yang terbelalak saat melihat lukisan hasil karya anak gadisnya. Mata Roy menatap lurus ke lukisan di depannya, seakan ingin menembus kanvas dan masuk ke dalamnya. Sudah hampir dua menit dia terdiam. Roy tampak begitu tersihir, hingga matanya terus menatap, tak sekali pun mengerjap.

“Bagaimana, pa?” tanya John memutus keheningan.

“Luar biasa …” gumam Roy.

“Pa … Itu adalah imajinasi Tina yang papa harus wujudkan,” John mulai memprovokasi ayahnya.

“Papa tidak yakin,” Roy menghela nafas panjang.

“Kenapa? Apa yang membuat papa tidak yakin?” tanya John penasaran.

“Tina itu putriku … Putri kesayangan papa … Papa takut kalau papa melakukan hal yang menyimpang padanya, perasaan papa dan juga perasaan Tina akan berubah. Papa takut rasa sayang itu hilang dan tergantikan oleh nafsu belaka,” jelas Roy.

“Hilangkan perasaan ortodok itu di pikiran papa. Pikiran itu sudah harus dibuang jauh-jauh. Kalau papa dan Tina bisa saling membahagiakan, perasaan sayang papa akan berlipat-lipat. Dan aku yakin Tina akan semakin menyayangi papa. Ayolah, pa … Nikmati saja hidup. Jangan pikir yang macam-macam,” kata John sambil menggoyangkan bahu ayahnya.

“Kamu ini bisa saja,” respon Roy sambil tersenyum.

“Malam ini, papa bersama Tina … Dan aku bersama mama …” ungkap John tanpa ragu.

“Hei … Apakah kalian sudah ….!” Mata Roy kembali terbelalak. Roy bisa menebak apa yang telah terjadi antara anak sulungnya dengan ibunya.

“Itu sangat menggairahkan, pa … Tadinya aku seperti papa. Tapi ternyata pengalaman dengan mama membuatku ketagihan. Beda sekali rasanya. Sensasinya luar biasa,” tegas John. Roy pun tidak bisa memungkiri perkataan anaknya itu. Ia teringat saat Diana pura-pura menjadi Tina, memang sensasi yang dirasakannya sangat berbeda.

“Baiklah … Let’s do it …!” ucap Roy penuh keyakinan.

Kedua laki-laki beda usia itu pun turun dari lantai dua rumah dan kembali ke dapur. John yang melihat ibunya sedang mencuci piring langsung saja menghampirinya. Tanpa ragu, John memeluk ibunya dari belakang. Pekikan kaget terlontar dari mulut Diana namun tak sedikit pun berusaha berontak. John menciumi leher Diana dan mulai menjalarkan tangannya ke bagian dada ibunya. Diremas kedua bukit itu dengan begitu halusnya, sambil terus menciumi leher ibunya.

“Hentikan, sayang … Gak enak ada papa dan adikmu,” ucap Diana dengan nada menggoda.

“Nanti juga mereka akan gak tahan sendiri,” kata John santai seraya tangan dan bibirnya bekerja di tempat yang semestinya. Diana menggeliat dan mendesah manja. Wanita itu sengaja berbuat demikian untuk ‘memanas-manasi’ suaminya.

“Awww … Papa …!!!” tiba-tiba terdengar pekikan manja dari Tina.

Diana dan John tak kuasa untuk tidak menoleh ke sumber suara. Ternyata Tina sudah berada di gendongan ayahnya. Roy menyelipkan tangannya di antara lutut dan tengkuk Tina lalu menggendongnya dengan gaya bridal style. Tina menggelayut manja dengan kedua lengannya menggantung di leher sang ayah. Roy membawa Tina keluar dari dapur dan langsung menuju kamarnya.

Tina membuka matanya saat ia merasakan tangan kekar ayahnya meletakkan tubuhnya di atas kasur dengan perlahan. Saat Roy membungkuk, Tina melingkarkan tangannya pada tengkuk ayahnya. Roy menyeringai penuh arti, dikecupnya bibir Tina dengan penuh sayang, melumatnya dengan penuh hasrat. Ciuman mereka begitu lembut pada awalnya tetapi perlahan berubah menjadi bergairah.

“Ssshh ... Aahh ... papaaa, a-aku ... Nngghh …” Desah Tina.

Roy semakin tersenyum mendengar desahan anak gadisnya, tangannya menurunkan lengan dress milik Tina sehingga menampakkan bagian dada yang masih terbungkus dengan bra merah yang sangat cocok dengan warna kulit Tina yang putih. Roy menatap gumpalan daging itu sejenak, kemudian menatap wajah Tina dengan senyum hangat. Pria itu beranjak naik dan bersiap menindih tubuh Tina, ia menyibakkan anak rambut itu dan membelai wajah Tina dengan penuh kasih.

“Papa menyayangimu, Tina,” ucap Roy lirih.

Tina tersenyum dan balas menatap ayahnya, “Aku juga menyayangimu, papa …”

Satu kecupan singkat Roy berikan untuk anak gadisnya, mengantarkannya pada acara pembuka yang akan segera dimulai. Roy membuka pengait bra Tina, menatap lembut pada kedua dada yang sudah ingin dijamah. Roy menenggelamkan wajahnya di belahan kedua dada Tina, membuat gadis itu mendesah sembari tertawa. Tangan Tina terangkat untuk mengusap rambut Roy. Tina pun tersenyum dan mendesah.

“Nggh ... Papaaa … Aahhh … hnn …”

“Kamu menyukainya?” tanya Roy sembari menatap Tina dengan manja.

“Papa bertanya seperti itu, seolah aku akan mengatakan 'tidak' padamu,” jawab Tina sembari tersenyum manis.

“Papa takut menyakitimu,” jujur Roya.

“Tidak papa … Bahkan aku selalu menantikan ini,” jawab Tina.

Roy menghela nafas lega dan segera bangkit dari posisinya, membuka seluruh pakaiannnya dan membukakan semua pakaian anak gadisnya. Roy yang berada di antara paha Tina melihat vagina bersih anak gadisnya terlihat lembab, bibirnya yang gemuk disingkap oleh Roy. Memperjelas sebuah lubang yang mengatup dan menganga. Tanpa pikir panjang Roy menenggelamkan wajahnya di selangkangan Tina. Mencumbui vaginanya dengan rakus. Tina mendongak dengan kedua mata terpejam erat, kedua tangannya mengepal dan pahanya semakin menekan kepala Roy. Aktivitas di bawah sana semakin gencar membuat Tina menggeliat resah tapi nikmat.

“Oooohh … Papaaaaa …” Desah Tina begitu panjang.

Roy membawa dua jari untuk memasuki vaginanya yang berkedut. Tina melengkung dengan indah, mengelinjang saat Roy memutar jarinya di dalam sana dan menekan tonjolan kecil di dalamnya. Tina memejamkan matanya semakin erat seraya menengadahkan kepala menikmati sensasi yang menjalar dalam dirinya.

“Oh, papa … Fuck me now … Fuck me …” pekik Tina.

Pria mana yang tahan dengan dirty talk. Tidak ada, termasuk pula Roy. Pria itu menatap Tina dengan nafsu, meremas payudaranya dan melumatnya ganas. Roy melepas cumbuannya dan merangkak ke atas. Menyambung ciuman panas dengan Tina dan berbagi cairan yang Tina keluarkan. Mereka melenguh dan mendesah.

“Apa kau dalam masa subur?” tanya Roy.

“Aku baru seminggu selesai mens,” jawab Tina.

“Kalau begitu papa akan ambil kondom,” kata Roy sembari hendak beranjak dari atas tubuh Tina.

“Jangan, papa … Aku ingin merasakan punya papa lebih nikmat. Aku tidak ingin ada pelindung, aku ingin papa seutuhnya di dalamku dan dengan keras,” kata Tina sambil merangkul kuat tubuh Roy.

“Itu sangat beresiko. Kamu bisa hamil, Tina …” kata Roy khawatir.

“Papa bisa melepaskannya di tubuhku, atau di wajahku, atau di mulutku,” jawab Tina.

Roy terlihat menimbang tawarannya. “Baiklah kalau begitu.” Lanjut Roy kemudian.

Roy kembali menindih tubuh itu, mencumbu leher putihnya dengan ganas, tangannya yang kasar terkesan nikmat saat meremas kedua payudara Tina. Tina pun mendesah pasrah di bawah kekuasaan ayahnya. Tak lama, Roy menempelkan kelamin mereka yang sama-sama mengeluarkan pelumas alami dan menggeseknya. Kepala penis Roy menggesek lubang Tina dengan penuh afeksi. Tina mendesah ribut. Rasanya sungguh mendebarkan saat kepala penis itu menggesek lubang kenikmatannya.

“Langsung?” Goda Roy.

“Ya.” Jawab Tina pelan setengah mendesah.

Dan dalam sekali hentakan, Roy mengubur diri di dalamnya. Roy mendesis dan Tina merintih. Roy menarik hingga kepala, dan menguburnya lagi dalam-dalam. Tina mengerang keras. Roy memegang sisi pinggulnya dan menghujat dalam-dalam. Roy membuka pahanya dan menatap panyatuan mereka yang basah, bunyi kecipak terdengar sangat keras dan desahan mereka begitu membakar gairah masing-masing. Setiap kali Tina mengetatkan vaginanya, Roy juga semakin mendorong dengan keras dan cepat.

“Lebih keras, paaahh …” pinta Tina mendesah.

Tentu saja Roy menuruti perintah anak gadisnya. Semakin buas ia bergerak. Menuntaskan birahinya yang sebentar lagi akan mencapai puncaknya. Kepala Roy mendongak. Kenapa rasanya begitu nikmat. Saat Roy menunduk bisa ia lihat wajah Tina yang memerah. Bibirnya basah akan salivanya sendiri, desahan juga masih terdengar dari bibirnya yang semerah cerry. Roy mendesah saat lubang Tina tiba-tiba mencengkram penisnya begitu kuat. Apalagi ekspresi kenikmatan Tina yang sampai membuat bola matanya bergulir ke atas, manik Tina tertutup oleh kelopak matanya sendiri. Rasanya sangat nikmat sampai ia kesusahan membuka mata.

“Papaaaa … A..akkuuhh … Maauuu keeluuaarr …” erang Tina yang merasakan orgasmenya akan datang.

Roy mempercepat tusukannya. Penisnya juga membesar di lubang anak gadisnya. Apalagi dinding vagina Tina meremas penisnya dengan baik di dalam sana. Kontraksinya membuat penis Roy dilanda kenikmatan. Tubuh Roy menghimpit Tina di atas ranjang. Dadanya menempel dengan buah dada Tina. Di bawah sana penis Roy pun sudah berkedut hebat.

“Paappaaaa …. Aaaaccchhh …!!!!” Tina datang dengan keras. Squirt dengan hebat, Roy menghentikan genjotannya dan melepas penisnya. Terlihat lubang vaginanya yang menganga dengan cairan menggairahkan di segala sisi. Tanpa pikir panjang Roy menekan bibirnya di sana, melumatnya dengan lapar. Membersihkan seluruh cairannya hingga vagina itu mengilap. Roy menjauhkan wajahnya dan mendesis, ia mendekatkan mulut pada Tina dan menciumnya.

Tiba-tiba Tina mendorong tubuh Roy hingga terlentang dan mengangkang di tengah kejantannya. Membawa tubuhnya turun dan menanam kejantanan besar itu di dalam dirinya. Tina mendesah keras, sangat keras hingga Roy meremang sangat terangsang. Seumur-umur ia melakukan seks, Tina adalah satu-satunya yang membuatnya bergairah hingga ke ubun-ubun. Maka saat Tina mengendarai penis itu dengan sesuka hati, Roy menarik tangannya, membawanya berciuman dalam dengan tangan meremas kedua payudara indah dan pinggul yang bergerak kesetanan.

“Papa mau keluar,” tiba-tiba Roy memperingati Tina.

Sebelum ia siap melebur, Roy mencabut penisnya dan Tina merangkak turun ke bawah kemudian meng-oral penis ayahnya hingga Roy datang dengan sangat keras. Tina menelan habis sperma itu dan menjilat penis Roy hingga tergantikan oleh salivanya. Selang beberapa detik, mereka pun menyisakan kenangan seks terhebat dengan aroma khas mengudara. Tina bergerak di atas tubuh Roy dan meletakkan kepalanya di dada bidang ayahnya.

“Apakah papa menyakitimu?” tanya Roy ragu-ragu sambil mengusap-usap rambut Tina dengan mesra.

“Tidak papa … Bahkan aku sangat menyukainya, dan aku ingin mengulanginya,” jawab Tina pelan.

“Kita istirahat dulu sebentar. Papa janji akan memberimu pengalaman terindah yang tidak pernah bisa kamu lupakan,” ucap Roy seraya tersenyum puas.

#####

Di Kamar John

Diana dalam posisi menungging dengan kepala menempel di bantal. Sementara John dengan semangat menyodok-nyodok vagina ibunya dari belakang. Dengan hasrat seks tak terbendung, John terus memaju-mundurkan kejantanannya di dalam vagina Diana. Dirasakannya vagina basah itu semakin menjepit kejantanannya membuat John merasakan kenikmatan yang luar biasa.

“Aahhhh! Akh.. akh.. akh.. Nnggghh.. Joohhnnn ….” Diana tanpa henti mengeluarkan suara mendesah, sesekali menyebut nama pria yang tengah menggagahinya tersebut.

Begitu kejantanan John bergerak liar menghujam vaginanya. Seluruh tubuhnya bergoyang-goyang dibuatnya. Terutama payudaranya yang termasuk besar terus terguncang-guncang dan berputar-putar. Mendengar desahan nikmat ibunya, John semakin menggila. Ia sungguh puas menyaksikan ibunya mengerang tak karuan tanda ia menikmati kejantanannya. Dari belakang, John dapat melihat payudara ranum yang bergerak-gerak itu seolah menantang dirinya. John tak tahan untuk tidak merengkuh keduanya dengan tangannya. Begitu berada dalam genggamannya, payudara itu segera diremas-remasnya sedikit keras. Hingga Diana merasa semakin nikmat, kepalanya tersentak ke belakang membuat John dapat melihat betapa menggairahkannya paras ibunya yang terlihat begitu sensual. Dengan mata sayu hampir terpejam, terkadang menggigit bibir bawah disela desahan yang meluncur bebas.

John berhenti bergerak sesaat. Ia merubah posisinya dengan kejantanan masih terbenam dalam vagina Diana. Pemuda itu memposisikan Diana untuk berbaring miring. Punggung Diana kini menempel erat pada dada bidang John yang dialiri keringat. Tangannya bergerak di tengah-tengah kedua paha Diana yang putih mulus. Kejantanannya belum bergerak membuat Diana yang tidak sabaran sedikit menggerakan pinggulnya. Namun John menahan gerakan Diana dengan tiba-tiba mengangkat satu kakinya ke atas dan menahannya. Sehingga vagina Diana yang masih menyatu dengan kejantanan John terlihat jelas.

John mulai bergerak kembali dengan cepat. Diana menjerit kencang seiring hentakan tubuh keduanya yang seirama. John menahan bagian depan tubuh Diana agar kerapatan tubuh mereka tidak merenggang seraya mengusap dan meremas payudara Diana yang turut bergerak-gerak membuatnya gemas. John semakin liar menggerakan kejantanannya mengakibatkan vagina Diana didera rasa ngilu sekaligus nikmat. Dengan napas keduanya yang semakin memburu, John kini menyerang tengkuk putih wanita itu dan bagian belakang telinganya. Dengan rakus John menjilat, menciumi serta menghisap kulit Diana sampai menimbulkan ruam-ruam kemerahan.

Aroma percintaan semakin menguat, hawa panas semakin terasa. Keduanya menikmati persatuan tubuh, tak ingin segera berakhir. Bahkan Diana paham jika hari ini bukan hanya John yang puas dengan ‘hadiahnya’, tetapi juga dirinya yang puas akan keperkasaan anaknya. Kejantanan John tak henti-hentinya menghantam dalam tubuhnya, melampiaskan seluruh napsunya yang entah kapan akan surut. John membuktikan jika dirinya betul-betul pria jantan dan perkasa. Sampai akhirnya tubuh Diana menegang, jepitan dinding vaginanya menguat, saat itulah Diana memekik dengan desahan puas mengalami orgasme keduanya.

Sungguh saat itu Diana merasakan kenikmatan yang luar biasa. Namun John hanya memberikannya jeda sesaat untuk menenangkan diri. Pemuda itu lalu meneruskan aksinya karena ia masih jauh dari selesai. Ia masih belum puas merengguk kepuasan yang mampu diberikan ibunya itu. John membawa Diana dalam posisi setengah berdiri. Berusaha agar kejantanannya tidak terlepas. John menyandarkan punggung Diana yang lemah pada dada bidangnya. Kemudian ia meraih kedua telapak tangan Diana, memberikan sebuah remasan kecil dan mengalungkannya ke belakang lehernya sendiri.

Diana sungguh terlihat begitu seksi dengan kedua payudaranya yang membusung akibat tarikan lengannya. Kedua tangan John telah memeluknya kembali dari belakang sebagai penahan tubuhnya. Permainan panas kembali dimulai ketika John mengecup leher jenjang Diana dan meremas kencang dua payudara, bersamaan dengan kejantanannya kembali melesak masuk ke dalam liang kewanitaan Diana.

Pekikan keras Diana langsung menggema. Desahan dan erangan meluncur semakin keras daripada saat permainan mereka tadi. Ia sungguh tidak kuat menahan sensasi nikmat, sakit dan geli secara serentak ketika titik-titik sensitifnya diserang secara brutal. Hentakan-hentakan yang semakin dalam dan kuat pada vaginanya membuat Diana kewalahan. John telah lepas kontrol, pemuda itu terus memacu kecepatannya bergerak liar untuk mengobrak-abrik liang senggama wanita yang telah melahirkannya itu. John masih memacu kejantanannya dalam kecepatan gila. Diana merasa payudaranya sedikit nyeri karena terus menerus memantul liar akibat gerakan John. Dan Diana merasa sedikit lagi. Hanya tinggal sedikit lagi hingga ia sampai.

“Aaaaaakkkkhh!” Orgasme ketiganya secepat kilat menghampiri dirinya. John semakin mengetatkan rengkuhan pada tubuh ibunya, diiringi remasan kuat disalah satu payudara yang terasa mengeras.

John berhenti sesaat walau kejantanannya tidak mau menunggu untuk kembali beraksi. Pemuda itu terkekeh geli, “Mama lemas, ya?" tanyanya hanya untuk menggoda ibunya.

“Kamu kuat banget, John … Mama sampai kewalahan,” ucap Diana sambil mencubit paha anaknya.

“Oke … Sekarang mama diam saja. Biar aku yang memainkan mama,” kata John seraya mengatur posisi bercinta mereka.

John menidurkan tubuh Diana kemudian salah satu kaki jenjang itu ia renggangkan hingga Diana kini terlentang dan posisi John duduk di antara paha yang terbuka lebar. Kejantanannya berdenyut kala melakukan hal itu, seakan dipelintir dan diremas karena pergerakan mengubah posisi Diana tetap mempertahankan kejantanan John bersarang di dalam vagina itu. John menekuk kedua kaki Diana ke atas lalu menahannya. Dan John mulai bergerak memacu kejantanannya lagi dengan cepat karena sudah habis kesabarannya sedari tadi. Ia mencengkram kuat kedua kaki Diana. Sedangkan tangan wanita itu memegang sprei kuat-kuat sebagai penyalur rasa nikmat.

John bermain sesuka hatinya. Diana dapat merasakan tempo permainan John yang terkadang menghentak penuh kelembutan dan bisa tiba-tiba berubah begitu kasar dan liar hingga dirinya sulit bernapas. Akibatnya kini tubuh Diana menggeliat hebat. Tangannya terulur meminta John memeluk dirinya. Diana ingin merasakan bagaimana tubuh keduanya yang basah oleh keringat menempel dan saling bergesekan. John dengan senang hati melepaskan kedua kaki Diana untuk merengkuh tubuh bugil ibunya. Keduanya menatap satu sama lain, pancaran penuh hasrat dan nafsu saling beradu pandang. John mencium Diana serentak dengan kejantanannya yang menghentak kuat. Tubuh keduanya bergoyang seirama, saling memeluk erat.

Jemari Diana kini meremas rambut dan leher John. Memberikan belaian ringan pada bahu kekar pemuda itu membuatnya mendapatkan tusukan yang semakin menggila pada vaginanya yang telah basah akibat orgasme berturut-turut yang diberikan John. Dan Diana kira tak lama lagi ia akan mendapatkan orgasmenya yang selanjutnya. Hangat napas John yang memburu sungguh terasa karena mereka masih berciuman dan saling melilitkan lidah. Gesekan antar kulit keduanya merupakan rangsangan terbesar disela kenikmatan hujaman demi hujaman kejantanan John yang begitu liar.

Sedikit lagi. Diana merasa sedikit lagi ia bisa merasakan orgasme mendatanginya. Vaginanya telah berkedut kencang, terasa gatal dan nikmat. Dinding vaginanya menekan, meremas kejantanan John agar tidak terlepas.

“Aaaaakkkhhhh! Joohhnnn ….!!!!” Erang Diana berusaha menahan orgasmenya.

“Keluarkan saja, ma …!” bisik John serak, ia pun merasakan nikmat pada kejantanannya setiap kali Diana akan mencapai puncak. Begitu ketat dan hangat di bawah sana.

“Lebih cepat, saayyyaaanngghh …! Nngghhh … Aaaahhh …!” rengek Diana sambil terengah bercampur desahan saat John bagaikan kesetanan menghujam kejantanannya pada liang kewanitaan ibunya. Dirinya juga sudah tidak kuat.

Hingga akhirnya tubuh keduanya menegang hebat. Keduanya melenguh kala cairan dari titik puncak kenikmatannya keluar. John menumpahkan spermanya bersamaan dengan Diana mendapatkan orgasmenya yang kesekian kali.

“AARRGGGHHHH!”

“Croot … Croot … Croot … Croot …!” sperma John mengalir deras menuju rahim Diana, menimbulkan perasaan hangat pada tubuh keduanya. Pelepasan mereka begitu intens dan pastinya dirasa sangat hebat.

Diana lemas dan tidak sanggup untuk bergerak sedikit pun. Diana merasakan John mencium tengkuk dan juga lehernya. Menghirup aromanya di sana, dalam-dalam. Kemudian, tubuhnya semakin ditarik bangun sampai ia berada pada pangkuan John. Pemuda itu mendekap tubuh ibunya erat dan posesif. Masih dengan milik John di dalam kewanitaannya.

“Ini hebat. Terima kasih, Sayang,” bisik John, kedua tangannya melingkar di pinggul Diana.

Diana terkekeh lemas, ia berusaha rileks bersander pada dada bidang John. Merasakan degup jantung sang anak yang membuatnya tenang. Diana tersenyum puas karena belum pernah dia merasakan nikmat bersetubuh sebegini asyik dan sedapnya. Diana merasa mendapatkan ‘pejantan’ yang sesuai dengan kondisinya. Diana sangat beruntung mendapatkan ‘pejantan tangguh’ walau itu adalah anaknya. Baginya, yang penting adalah kualitas dalam bermain cinta, bukan kuantitas atau frekuensinya.

“Mama membuatku berani melakukan hal seperti ini untuk pertama kalinya,” kata John memecahkan kebisuan.

“Lebih menyenangkan bukan? Hubungan seks ibu dan anak?” goda Diana sambil mengurai pelukannya. Kini tangan wanita itu melingkar di leher pejantannya.

“Ya … Sangat menggairahkan …” sahut John sambil tersenyum.

Mereka saling bertatapan dalam diam, menelusuri perasaan masing-masing lewat mata. Selama beberapa saat diam menyelimuti mereka, hanya ada desahan nafas yang berhembus kuat, hingga kedua bibir itu kembali menyatu dalam ciuman mesra yang mengalun lembut. Selanjutnya keduanya bergulingan saling himpit dan bergesekan. Erangan keras terdengar dari mulut Diana ketika John menindihnya dan memasukan kejantanannya kembali ke dalam vagina Diana. Dengan gerakan yang menumpulkan logika, membuat keduanya menyerah kalah pada kenikmatan murni yang terpusat pada penyatuan tubuh telanjang mereka di bawah sana. Insting primitif yang muncul dalam diri keduanya menghasilkan gerakan persenggamaan, menikmati setiap gesekan atas pertemuan tubuh mereka dan mengendalikan irama permainan malam ini.

Bersambung

Chapter 4 di halaman 5​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd