Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAN IMPIAN

Mawar_Berduri

Semprot Baru
Daftar
11 Jan 2021
Post
32
Like diterima
1.240
Bimabet
CHAPTER 1

Tangannya terasa pegal. Terasa basah karena keringat yang keluar dari pori-pori kulit, pegangan pada setir motor mulai terasa licin. Tina terus mengumpat. Ia menggerutu manyalahkan udara panas kota Jakarta. Matahari seolah-olah bersinar di ubun-ubun kepala, terasa panas dan menyegat kulit. Helm ungu yang Tina kenakan justru membuanya tambah gerah, terbukti dengan kehadiran keringat yang membasahi keningnya. Make up yang telah susah payah Tina poles sudah dipastikan akan luntur. Ucapkan selamat tinggal pada penampilan yang sempurna.

Tina mendelik ketika seorang laki-laki tua ubanan mengedipkan mata nakal ke arahnya dari balik kaca angkot yang berada di depannya. Bibir keriput laki-laki tua tidak tahu diri itu bergerak seperti hendak mencium dalam jarak jauh. Tina balas menatap dengan pandangan horor. Wajah cantiknya langsung berubah pucat saat itu juga, bahkan darah dalam tubuhnya pun enggan untuk mengalir. Dengan segera gadis itu langsung menambah kecepatan laju motornya.

“Memalukan, tidak lihat umur,” umpatnya kemudian.

Tina terus melajukan motornya seperti orang gila, kecepatannya terus bertambah. Ia ingin segera sampai di rumah karena tidak tahan dengan sengatan sinar matahari yang tidak bersahabat dengan kulitnya. Setelah ngebut di jalanan sekitar 20 menit, akhirnya ia sampai juga di rumah. Oh, itu bukan rumahnya tetapi rumah tantenya. Ini adalah rumah adik ibunya. Tina berlari-lari kecil melewati pintu rumah yang tidak terkunci sambil mengedarkan pandangan, mencari seseorang yang ingin ia temui. Tina pun melewati ruang tamu dan gadis itu langsung tersenyum sesaat melihat orang yang ia cari sedang duduk di sofa ruang tengah sambil nonton acara televisi.

“Andi … Aku punya gosip!” Tina langsung saja berkata penuh semangat. Tidak lebih setengah menit, gadis itu sudah duduk di samping pemuda yang ia panggil dengan sebutan ‘Andi’.

“Gosip apa?” tanya Andi malas. Pemuda itu menengok ke arah sepupunya dengan alis terangkat heran.

“Cewekmu selingkuh, Ndi … Aku punya buktinya,” Tina mengeluarkan smartphone dari dalam tasnya lalu menunjukkan beberapa foto pada Andi.

“Aku sudah tahu. Tadi si Irwan ngirim foto itu,” kata Andi lemas lunglai.

“Terus? Gimana tindakanmu?” tanya Tina penasaran.

“Kita sudah putus. Barusan aku yang memutuskannya,” jawab Andi.

“Yes!!!” Tina memekik kegirangan yang langsung mendapat tatapan tajam dari Andi.

“Kok, kamu malah senang?” Andi pun sewot.

“Tentu aku sangat senang karena sejak awal aku kurang suka sama si Lili … Cewek matre kok dipelihara! Hi hi hi …” Tina tak sedikit pun merasa iba. Ia justru tertawa.

Andi hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sepupunya itu. Meski kesal dan sakit hati, Andi tidak bisa marah kepadanya karena Tina adalah saudara sekaligus sahabat sejatinya sejak kecil. Mereka selalu bersama-sama dan tidak terpisahkan. Kedekatan mereka ibarat seperti mobil dan rodanya. Kemana-mana selalu bersama dan saling bergantung. Andi seringkali mengorbankan kepentingan pribadinya demi Tina yang sangat dihargainya. Andi tidak jarang meluangkan banyak waktunya demi kepentingan sepupunya tersebut. Seperti halnya Andi, Tina juga bersikap yang sama terhadap Andi. Tina sangat perhatian dan selalu memastikan sepupunya ini dalam keadaan baik-baik saja.

“Sudah … Jangan bersedih gitu. Masih banyak cewek yang lebih pantas untukmu,” Tina coba menghibur.

“Aku sih gak sedih. Cuma kecewa saja. Aku gak nyangka kalau aku diselingkuhi Lili. Padahal, aku ini kurang apa?” Andi menghela nafas agar sakit hatinya berkurang.

“Hi hi hi … Kurang kaya, Ndi … Cowoknya yang sekarang lebih tajir daripadamu,” lagi-lagi Tina cekikikan.

“Ah, ya sudah … Bodo amat …!!!” ucap Andi sambil mengacak-acak rambutnya.

“Kamu tenangin dirimu dulu. Sekarang, aku mau pulang,” ucap Tina seraya bangkit dari duduknya.

Tina berjalan dengan langkah riang gembira. Setiap langkah yang ditinggalkannya menjadi telapak berirama. Tina begitu senang kalau Andi sudah putus dengan pacarnya. Dia seperti tidak rela kalau Andi dekat dengan perempuan lain. Gadis itu merasakan cemburu padahal tidak memiliki, merasakan suatu hal namanya peduli, dan sampai merasakan jatuh hati. Ya, Tina diam-diam mencintai Andi, dan entah kapan rasa cinta itu muncul dan berkembang. Namun yang jelas, belum pernah ia merasakan cinta yang sedemikian berkobar.

Tina menaiki motornya lagi lalu keluar dari halaman rumah Andi. Tidak lebih dari satu menit, Tina memasuki rumahnya sendiri yang bersebelahan dengan rumah Andi. Gadis itu memarkirkan motornya di garasi kemudian ia masuk ke dalam rumahnya. Saat Tina menaiki tangga, dia terkejut melihat pintu kamarnya terbuka dan lampu menyala. Di dalam, Tina melihat ibunya, Diana, duduk di sisi tempat tidur sambil menatap ke arahnya. Ekspresi wajah si ibu tidak bisa terbaca sedikit pun. Tina mendekat, mengambil tangan kanan ibunya dan menempelkan sekejap ke arah dahi.

“Mama ingin bicara denganmu,” kata Diana. Dari nada suaranya, Tina tahu bahwa sesuatu yang serius akan terjadi. "Ayo. Duduk," kata Diana lagi sambil menepuk kasur di sampingnya.

"Ada apa, ma …?" Tina bertanya dan mencoba untuk bersikap santai meskipun hatinya bergejolak tak enak. Tina pun duduk di samping ibunya.

“Mama masuk ke kamarmu tadi pagi untuk mengambil pakaian kotormu. Dan tak sengaja, mama menemukan sesuatu yang perlu mama tanyakan padamu,” kata Diana. Jantung Tina berdebar-debar saat menatap mata ibunya yang membalasnya dengan tatapan penuh kebingungan. Perlahan Diana mengambil sebuah diary dari balik punggungnya. Tentu saja Tina terperanjat dan mukanya berubah menjadi pucat bagaikan mayat.

“Mama membaca buku harianku?” tanya Tina yang tak bisa menyembunyikan kemarahan sekaligus ketakutannya. Kegelisahan melanda gadis itu sampai ia berpikir keras bagaimana untuk menghadapi ibunya.

“Ya, dan mama minta maaf. Mama tadinya tidak ingin membacanya, tapi diary-mu terbuka jadi mama penasaran. Mama pikir kamu sengaja meletakkan dan membuka diary-mu agar mama membacanya,” jelas Diana lemah lembut.

Aku pasti telah menjatuhkannya waktu aku mengambil buku kuliah,” kata Tina dalam hati. Gadis itu benar-benar ingin marah pada ibunya karena sudah membaca buku hariannya, tetapi dia sadar dia akan melakukan hal yang sama jika posisi mereka dibalik. Sekarang bukan saatnya untuk marah, sekarang waktunya memberikan penjelasan.

“Apa yang mama baca?” tanya Tina frustasi. Belum apa-apa gadis itu sudah merasa malu karena aibnya diketahui ibunya. Apa yang tertulis di buku harian itu adalah ungkapan rasa cinta kepada seseorang yang selama ini Tina rasakan. Celakanya, sebagian tulisan dalam diary itu menceritakan aktivitas masturbasi yang ia lakukan sambil membayangkan Andi yang menggagahinya. Tiba-tiba tubuh Tina sedikit bergetar menahan rasa malu yang sekarang menderanya.

“Jadi, kamu benar-benar mencintai Andi? Dan kamu membayangkan kalau dia menyetubuhimu? Apakah itu hanya fantasimu atau …?” tanya Diana pada Tina yang terputus karena ragu meneruskannya. Kini suara Diana semakin lirih. Diana mencoba berbicara selembut mungkin. Ia tidak mau Tina merasa malu apalagi bersalah.

Pertanyaan Diana yang bertubi-tubi itu sangat sulit dijawab sehingga membuat Tina gugup. Untuk sesaat, dia berpikir untuk mengatakan ‘tidak’, tetapi ada sesuatu di mata ibunya yang mengatakan dia sudah tahu yang sebenarnya. Berbohong hanya akan memperburuk keadaan.

“Aku ... Tidak ... Itu benar ... Itu benar-benar terjadi ... Itu fantasiku …” kata Tina akhirnya mengakui. Bahu gadis itu merosot karena pasrah. “Apakah mama marah?” Tina bertanya kemudian.

Ekspresi Diana melunak. Ia pun tersenyum sebelum berkata, “Mama memang terkejut … Tapi mama tidak marah padamu,” ucap Diana sambil mengulurkan tangan untuk mengusap punggung dan bahu putrinya dengan penuh kasih. “Sudah berapa lama kamu menyukainya?” lanjut Diana.

“Aku tidak menyadarinya sampai tadi siang. Aku sangat senang saat Andi putus dengan pacarnya. Tapi kurasa, aku sudah merasakan hal ini sejak lama. Sekarang hanya dia yang ada di otakku,” ungkap Tina yang sudah bisa menguasai diri. Meski sempat ragu dengan perasaannya, Tina akhirnya disadarkan oleh kejadian ini kalau ia harus jujur dengan perasaannya sendiri pada Diana.

“Berdasarkan dengan apa yang mama baca … Kamu masturbasi dengan membayangkan kalian bermain seks …” Diana sengaja menahan ucapannya saat melihat pipi Tina mendadak merona merah. Tina pun menunduk tak kuasa menatap wajah ibunya. Diana memeluk Tina penuh kasih sayang lalu melanjutkan ucapannya, “Apakah itu hanya sensasi kotor atau kamu benar-benar ingin mewujudkannya?” tanya Diana sangat hati-hati.

Tina mengangkat wajah lalu menatap mata Diana. Gadis itu ingin mengetahui apa yang dipikirkan oleh ibunya. Tina tidak percaya kalau dia membicarakan hal ini dengan ibunya. Bicara tentang keinginan untuk melakukan kontak seksual dengan seseorang. Sebuah pembicaraan tabu yang bikin risi kuping, tetapi sebenarnya bikin otak dan hati penasaran. Namun di sisi lain, Tina merasa beban besar yang selama ini ia simpan sendiri kini seperti terangkat dari pundaknya.

“Bagaimana kalau aku ingin mewujudkannya?” tanya Tina ragu-ragu sambil terus menatap wajah ibunya. Melihat roman muka Diana, Tina merasa lebih percaya diri untuk mengutarakan fantasinya menjadi kenyataan.

“Apakah itu benar-benar yang ingin kamu kejar untuk diwujudkan?” tanya Diana ingin kepastian.

“Ya,” jawab Tina singkat dan pelan. “Tapi, aku gak pernah yakin kalau itu benar-benar bisa terjadi,” lanjut Tina.

“Hhhmm … Mama gak percaya akan mengatakan ini … Tapi, kamu sudah dewasa, umurmu sudah lebih 20 tahun, dan tentu saja sudah bisa membuat keputusan sendiri,” kata Diana. Dia memilih kata dengan sangat hati-hati.

“Berarti … Aku …” kata-kata Tina tertahan karena belum yakin dengan perkataan ibunya.

“Seks itu indah dan menawan. Seks itu terlalu indah untuk tidak dinikmati karena seks adalah titik awal kehidupan dari kehidupan itu sendiri. Seks merupakan kenikmatan yang tak usah dicemaskan, dan harus dibebaskan. Seks adalah salah satu hal paling menakjubkan yang beruntung dapat dilakukan manusia dengan cara yang paling menyenangkan. Karena itu, seks harus dinikmati secara menyeluruh dan dengan kepuasan maksimal. Seks tidak harus disembunyikan. Hal ini justru harusnya lebih terbuka karena seks adalah kebutuhan,” jelas Diana.

“Berarti aku boleh melakukan hubungan seks dengan Andi?” Tina melanjutkan pertanyaannya yang tertunda setelah mendengar penjelasan Diana.

“Mama tidak bisa mengatakan bahwa mama sepenuhnya menyetujui keinginanmu berhubungan seks dengan Andi. Tapi mama ingin kamu tahu bahwa mama dan papa akan selalu menyayangi dan mendukungmu atas segala pilihan hidup yang kamu inginkan,” tegas Diana sambil tetap tersenyum.

Bendungan itu akhirnya pecah, dan air mata mulai mengalir di pipi Tina. Gadis itu membenamkan kepalanya di pangkuan Diana dan terisak, membiarkan semua emosi yang terpendam mengalir keluar darinya. Tina bersyukur dan gembira atas dukungan ibunya. Diana dengan lembut membelai rambut putrinya sambil mengeluarkan air mata. Mereka duduk seperti itu untuk waktu yang lama sampai Tina mulai tenang dan duduk tegak kembali. Tina menyeka mata yang penuh air mata dengan lengan bajunya.

“Apakah Andi tahu bagaimana perasaanmu?” tanya Diana mengakhiri keheningan di antara mereka.

“Tidak ... Jelas tidak,” jawab Tina.

“Apakah kamu akan memberitahunya?” tanya Diana ragu-ragu.

“Entahlah ... Aku tidak yakin ...” jawab Tina lesu.

“Mama pikir kamu perlu memberitahunya, bagaimana perasaanmu yang sebenarnya. Ini satu-satunya cara kamu menyelesaikan masalah. Semakin kami pendam, semakin kamu tersiksa,” Diana memberikan saran.

“Tapi bagaimana jika dia tidak tertarik? Bagaimana jika itu membuat di antara kita menjadi buruk?” Tina benar-benar merasa ragu dengan saran ibunya.

Diana memberinya senyum penuh pengertian lalu berkata, “Kalau dia tidak merasakan hal yang sama, setidaknya itu akan membuatmu lebih tenang. Tapi mama sangat mengetahui kalau Andi sangat sayang padamu lebih dari apapun di dunia ini. Dan mama sangat yakin, Andi akan menerimamu karena kamu cantik. Tak ada seorang laki-laki pun yang akan menolakmu, termasuk Andi.” Diana menangkup wajah putrinya. Tina pun tersenyum, menyadari bahwa perkataan ibunya benar.

“Mama benar, aku akan membicarakannya dengannya," kata Tina yang tiba-tiba merasa percaya diri.

“Kamu akan memberitahu mama bagaimana kelanjutannya, kan?" tanya Diana. Tina mendengar ada sedikit semangat dalam suara ibunya.

“Tentu saja!” Tina menjawab.

Selanjutnya, ibu dan anak terlibat percakapan yang cukup serius tapi santai. Baru kali ini Tina merasakan kalau ibunya sangat terbuka dengan apa yang disebut ‘obrolan antar wanita’. Tentu saja Tina mendapatkan kejutan betapa menyenangkannya memiliki seseorang untuk berbagi pemikiran dan ketakutannya.

“Bagus! Mama yakin semuanya akan baik-baik saja. Lihat saja nanti.” Diana meremas jemari putrinya dengan penuh kasih sebelum bangkit dari tempat tidur. “Mama sudah siapkan makanan untuk makan siang. Ayo turun! Kita makan!" kata Diana sambil berlalu.

Tina dipenuhi dengan kegembiraan sekaligus kegugupan sepanjang sisa hari ini. Saat dia makan dengan ibunya, Tina bertanya-tanya apakah ibunya akan memberi tahu ayahnya tentang percakapan mereka barusan. Diana menegaskan untuk tidak khawatir tentang hal itu. Tina pun merasa lega karena percaya kepada ibunya yang akan mengatur keadaan ini dengan sebaik-baiknya.

Setelah makan siang selesai, Tina langsung membersihkan badan di kamar mandi. Gadis itu berlama-lama menyikat gigi dan mencuci rambutnya. Ia juga berulang kali menggosok tubuhnya dengan sabun cair yang meninggalkan aroma kesukaannya. Setelah itu, ia memilih pakaian yang menampilkan lekuk tubuhnya. Tina menggunakan kaos putih ketat yang didalamnya hanya dibalut bra tipis, sedangkan bawahannya mengenakan rok bahan warna krem. Kemudian ia mengeringkan rambut panjangnya, lalu memulas wajahnya dengan warna-warna pastel. Saat memandang pantulan dirinya di cermin, ia merasa cantik dan bahagia. Gadis itu tersenyum kembali pada bayangannya saat dia berpose, senang dengan penampilannya.

Tina keluar kamar dan berjalan menuju tempat kediaman Andi yang berjarak hanya beberapa meter dari rumahnya. Tanpa permisi terlebih dahulu, Tina langsung saja masuk ke dalam rumah Andi. Tapi kali ini orang yang dicarinya tidak berada di ruang tengah. Tina tahu Andi ada di mana. Segera saja gadis itu menaiki anak tangga dan menuju kamar tidur Andi di lantai dua rumahnya. Tina menghirup udara dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan di saat dia sudah berada di depan pintu kamar Andi. Tina pun mengetuk pintu kamar pria yang ingin ditemuinya.

“Siapa?” suara Andi terdengar agak serak.

“Aku …” jawab Tina yang sangat yakin kalau Andi mengetahui suaranya.

“Mau apa?” tanya Andi lagi membuat Tina agak kesal.

“Bisakah kamu membiarkanku masuk?” Tina bertanya, suaranya rendah tapi mendesak. “Aku perlu membicarakan sesuatu denganmu.” Lanjut Tina.

“Bisakah itu menunggu sampai besok?” Andi bertanya balik dari balik pintu kamarnya.

“Tidak ... Tidak bisa!” Kata Tina semakin memaksa.

Sambil menghela nafas, Andi membuka kunci pintu dan mendorongnya terbuka, membiarkan Tina masuk. Mata gadis itu membulat saat melihat sosok tampan yang hanya mengenakan celana boxer dan kaus dalam putih. Sebenarnya Tina pernah beberapa kali melihat penampilan Andi yang demikian, tapi kali ini rasanya sangat berbeda. Tina sangat buruk dalam mengontrol hormon seksualnya saat melihat Andi menunjukkan tubuh atletisnya yang menggoda.

“Masuklah …” ucap Andi yang sukses membuyarkan lamunan Tina.

“Oh, ya …” kata Tina seraya berjalan melewati Andi yang kemudian pemuda itu menutup pintu kamarnya.

“Aku baru saja mau mandi, tapi kamu keburu datang. Sebenarnya ada apa kamu datang ke sini?” tanya Andi dengan nada malas.

“Aku ingin minta maaf karena selama ini aku bicara yang jelek-jelek tentang mantanmu. Tapi itu aku lakukan karena aku care sama kamu,” ucap Tina yang kini sudah berhadapan dengan Andi.

“Santai saja … Aku tidak mempermasalahkannya,” jawab Andi dengan ekspresi sedikit melunak. “Aku tahu kamu hanya berusaha menjagaku. Aku menghargainya, meskipun aku tidak selalu menunjukkannya dengan baik." Lanjut Andi sambil tersenyum.

“Jujur saja, Ndi … Aku sangat khawatir sama kamu. Aku gak mau kamu sakit gara-gara mantanmu. Karena aku sangat menyayangimu,” ucap Tina dengan kata terakhir yang memelan.

Tiba-tiba Andi melangkah ke depan lalu pemuda itu menarik Tina ke dalam pelukannya. Tina membalas pelukan Andi dengan erat seakan tidak mengizinkannya lepas. Andi sering memeluknya seperti ini, namun lagi-lagi kali ini terasa berbeda. Tina belum pernah merasakan pelukannya semesra ini. Pelukan yang membuat gadis itu merasa tenang dan hangat. Tina tersenyum ketika dia menyadari bahwa ibunya benar. Andi sangat menyayanginya lebih dari apapun di dunia ini.

“Tapi ada sesuatu yang lain,” kata Tina sambil mengurai pelukannya lalu melangkah mundur dan mengambil napas dalam-dalam. “Aku sedang jatuh cinta. Aku naksir seseorang tapi aku tak berani mengungkapkannya,” lanjut Tina dengan suara lirih.

“Wow ... Siapa laki-laki yang beruntung itu?” Andi bertanya penasaran. Kedua tangan Andi memegang bahu Tina dengan pandangan serius.

“Kamu, Andi ... Aku naksir kamu,” ucap Tina yang kemudian terkejut karena betapa mudahnya kata-kata itu keluar dari mulutnya.

“Apa yang kamu katakan???” Andi tidak kalah terkejut. Pemuda itu menarik diri darinya, wajah Andi seperti sedang mengenakan topeng kebingungan. Pemuda itu tak bisa menahan diri, mulutnya sedikit terbuka tak percaya. Andi bisa merasakan detik berikutnya, jantungnya berdebar makin kencang.

Tina menatap wajah pemuda yang disukainya itu dengan seksama. Hatinya sudah bulat untuk menyampaikan kebenaran.

Tidak ada lagi yang ditakutinya. Dan akhirnya tidak ada lagi yang menyulitkan gadis itu untuk berkata, “Aku sedang membicarakanmu. Kaulah yang kuinginkan.” Tina merasa percaya diri sekarang. Bahkan jika Andi menolaknya, dadanya terasa ringan luar biasa.

“A…aku … Ti…dak tahu harus berkata apa.” Andi tergagap karena bingung yang tiada tara.

“Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa,” jawab Tina. “Tapi aku harus memberitahumu tentang perasaanku. Aku berharap kamu juga merasakan hal yang sama. Tapi, jika tidak, tidak masalah bagiku …. Kita bisa mengkondisikan seolah percakapan ini tidak pernah terjadi.” Ungkap Tina masih dengan senyumnya.

“Ta..tapi ... Kita sepupu ... Bukankah itu ... salah?” kata Andi walau masih terdengar gagap namun pemuda itu sudah bisa sedikit menguasai diri.

“Sebagian orang akan mengatakan itu salah,” kata Tina. “Tapi kita bisa menjaga agar tidak ada yang mengetahui hubungan kita ini kecuali kau dan aku.” Gadis itu berkata ragu-ragu, pipinya sedikit memerah. "Ada hal lain yang harus kukatakan padamu.” Lanjut Tina sambil menahan senyum.

“Ada lagi?” Andi bertanya, dengan mata terbelalak kaget.

Tina terkekeh dan dengan sedikit malu gadis itu pun berkata, “Kamu seharusnya menutup jendela itu waktu kamu bersenang-senang dengan dirimu sendiri. Aku beberapa kali melihatmu sedang … itu …”

Kesadaran muncul di wajah Andi. Badannya mendadak langsung menegang dan mukanya pucat pasi. Andi tahu persis apa yang dilihat Tina. Sambil tersipu malu Andi pun berkata, “Maksudmu … Kamu memperhatikanku waktu aku sedang …” ucapan Andi pun tak berlanjut hanya matanya saja yang menatap Tina tajam.

Tina tersenyum malu dan mengangguk. “Kamu terlihat seksi waktu beronani, Ndi … Sejujurnya aku ingin sekali merangkak masuk ke dalam kamarmu lewat jendela itu dan membantumu bersenang-senang. Tapi aku terlalu takut untuk melakukannya,” ucap Tina tanpa ragu.

Andi ternganga kaget. Ia tampak berjuang untuk memahami apa yang baru saja dikatakan sepupunya itu. “Kamu benar-benar ingin melakukan itu ... denganku …?” Andi akhirnya bertanya dengan nada serius.

Tina merasakan kelegaan yang besar karena Andi sudah mengetahui perasaannya, dan dia akan menunggu reaksi selanjutnya dari sang pujaan hati. Namun jika dilihat dari dekat, keyakinan Tina mulai muncul. Tina seolah memiliki harapan besar bahwa Andi akan menyambut perasaannya tidak lama lagi.

“Ya, aku ingin melakukannya denganmu. Dan mungkin lebih hanya sekedar yang pernah kamu lakukan sendiri,” Tina memberi Andi seringai nakal saat dia secara terbuka menatap garis besar penisnya yang tegak menempel pada kain celana dalamnya. Andi benar-benar terperangah dengan pengakuan Tina barusan dan hanya bisa menatapnya dengan bodoh.

Tiba-tiba Tina menarik ujung kaosnya ke atas dengan satu gerakan cepat. Gadis itu membiarkan tubuh atasnya terbuka bebas untuk dinikmati. Ia sengaja memamerkan payudaranya yang masih terbungkus bra itu kepada Andi. Saat Tina memperlihatkan dirinya pada Andi, ia merasakan putingnya mengeras menjadi simpul-simpul kecil yang sensitif, yang menempel di bagian dalam bra-nya. Tina berdiri dengan gugup di hadapan Andi, dan berharap Andi tidak kecewa dengan tubuhnya. Namun, ketakutan Tina dengan cepat mereda ketika ia menyadari bahwa ekspresi terkejut Andi dengan cepat berubah menjadi seringai gembira.

“Kamu suka?” Tina bertanya walau sudah mengetahui jawabannya.

Tiba-tiba Andi menyadari dirinya sendiri. Andi tersipu malu dan mencoba menutupi kemaluannya sambil mengalihkan pandangannya dari tubuh sepupunya. Andi merasa tidak siap untuk menjalin hubungan yang tidak normal ini. Dalam hatinya, ia merasa tidak yakin atas segala yang sedang terjadi saat ini.

“Jangan,” kata Andi pelan.

Tina segera menggenggam pergelangan tangan Andi dan dengan lembut menariknya, menjauh dari selangkangannya. Tina pun lalu berkata, “Aku suka membuatmu bergairah. Aku suka membiarkanmu melihatku seperti ini.”

“Maaf, Tina … Ini sudah kelewatan. Ini … Ah, kamu memang seksi, Tina … Tapi, apakah kamu yakin ini adalah sesuatu yang benar-benar kamu inginkan? Bagaimana jika kamu menyesal nanti? Aku tidak ingin persahabatan dan persaudaraan kita rusak gara-gara semua ini,” kata Andi sambil memandang wajah Tina.

“Aku juga tidak ingin persahabatan dan persaudaraan kita rusak. Tapi aku yakin seratus persen dengan semua keputusanku. Aku tahu, kita tidak akan bisa menjadi pasangan hidup yang sesungguhnya. Tapi percayalah, aku mencintaimu lebih dari apapun. Ndi, aku tidak akan pernah menyesal memberikan keperawananku padamu,” jelas Tina sangat percaya diri.

Andi dan Tina saling bersitatap dan perlahan saling mendekat. Akhirnya Andi mengambil inisiatif, ia melingkarkan lengannya di pinggang Tina, menarik tubuh gadis itu ke dalam tubuhnya, dan menciumnya untuk pertama kali sebagai seorang wanita, bukan sepupu. Tina pernah berciuman dengan laki-laki sebelumnya, tetapi ini terasa lain. Rasa dan baunya begitu akrab, tetapi konteksnya sangat berbeda. Andi beberapa kali melumat bibir gadis itu yang terasa manis baginya. Tidak mau kalah, Tina membalas dengan liar ciuman Andi. Kedua tangan Tina mengalung di belakang leher Andi, menarik kepala pemuda itu agar semakin memeperdalam kegiatan silat lidah mereka. Suara desahan tertahan kembali memenuhi ruang kamar.

Tidak ingin diam saja karena sudah diberi izin, kedua tangan Andi pun mulai bergerilya di kedua payudara Tina. Meraba dengan pelan adalah apa yang saat ini Andi lakukan pada dada Tina. Tak berselang lama, gerakan tangan Andi semakin berani, awalnya memang hanya meraba, tapi semakin waktu berlalu, pemuda tersebut mulai melakukan berbagai macam gerakan. Meremas, memutar, memijit, bahkan sampai menarik ke samping kedua payudara itu untuk saling berjauhan. Sengatan listrik muncul di sekujur badan Tina saat merasakan gerakan lembut yang diberikan Andi. Walaupun kadang Tina juga memekik saat merasakan gerakan yang cukup kasar dari kedua tangan Andi di kedua gunung kembar miliknya.

Mereka pun mulai saling merangsang. Sentuhan pada titik sensitif mereka pun semakin membuat nafsu birahi mereka meningkat. Sambil terus berpelukan dan berciuman kedua insan berjalan menuju ranjang. Andi dan Tina bergulingan di atas pembaringan, saling menaikan birahi mereka. Satu per satu kain penghalang tubuh mereka pun lepas begitu saja sehingga badan mereka tak terhalangi sehelai benang pun. Mereka telah sama-sama menunjukkan tubuh masing-masing. Gelombang birahi membanjiri keduanya, tak peduli atas hubungan apapun yang mereka jalani. Karena kini, Tina sudah merebah, sementara Andi menempatkan diri di atasnya.

“Apa kamu siap?” tanya Andi yang dijawab anggukan oleh Tina.

Tina menutup mata tatkala matanya melihat benda tumpul itu mulai bergerak mendekati lubang suci-nya. Andi mengatur napasnya, dia harus melakukannya selembut mungkin, karena tidak ingin menyakiti Tina. Kedua tangan Andi memegangi pinggul sepupunya itu. Andi bersiap, mulai menempelkan ujung penisnya di bibir vagina Tina yang sudah basah sedari tadi, dan hal itu langsung direspon Tina dengan menggigit bibir bawahnya. Andi mendorong pelan pinggulnya, yang langsung disambut rintihan Tina.

“Aakkhh … Uuuhh …”

Kepala penis Andi sudah masuk. Sedikit demi sedikit, batang kemaluan itu terus melaju dengan pelan di dalam lorong vagina tersebut. Andi menggeram pelan ketika merasakan betapa nikmat miliknya di remas-remas di dalam sana, yang langsung mengundangnya untuk harus berbuat kasar - tapi itu tidak boleh. Dia tidak akan melakukannya.

“Tina …” geram Andi sambil meringis menahan hasratnya untuk berbuat kasar pada gadis di bawahnya.

Tina yang sepertinya merasa kalau Andi benar-benar tersiksa karena tidak bisa langsung menuntaskannya, hanya bisa tersenyum kecil. Dia pun merentangkan tangannya, memeluk Andi dan menarik kepala pemuda itu untuk mendekatinya. “Lakukan, sayang. Aku tidak apa-apa. Tidak perlu mengkhawatirkan aku. Lakukan apa yang kamu mau …” ujar gadis itu dengan lirih di samping telinga Andi.

Mata Andi melebar dan pada saat yang bersamaan libidonya meledak. Andi pun segera menarik penisnya, menyisakan kepala penis saja di dalam sana, lalu langsung menancapkannya dengan keras membuat penis itu langsung masuk sepenuhnya ke dalam tubuh Tina, yang mengundang desahan keras dari Tina. Darah keluar dari penyatuan tersebut, menandakan kalau si gadis benar-benar masih perawan. Dan Andi-lah yang membuat gadis itu sekarang berubah menjadi seorang wanita.

“Ooohh …!” Tina tak menyangka kalau robeknya selaput dara miliknya tidak terasa sakit yang selalu ia bayangkan. Tina hanya merasakan ‘gigitan semut’ di organ intimnya. Walau selaput daranya robek, tetapi anehnya Tina hanya merasakan sedikit sakit.

Andi terdiam sesaat. Ia merasa telah berbuat kasar pada Tina. Andi mencoba untuk mengabaikan rasa nikmat di bawah sana, menunggu Tina untuk menyesuaikan benda asing yang saat ini memasuki tubuhnya. Andi masih mendiamkannya di situ sebentar karena Tina masih memejamkan mata merasakan sakit yang sedikit karena selaput daranya terkoyak.

“Pertama memang sakit tapi lama kelamaan akan menjadi nikmat, Tin …” hibur Andi dengan suara pelan.

Tina mengelus pipi Andi. “Kamu boleh bergerak sekarang, sayang …” Senyuman manis merekah di bibir gadis yang sudah menjadi wanita seutuhnya tersebut.

Andi menatap singkat wajah cantik sepupunya, kemudian mengangguk. Andi menggerakkan pinggulnya dengan pelan, yang langsung disambut Tina dengan desahan. Pemuda itu menggeram saat merasakan penisnya dicengkeram kuat oleh vagina Tina yang benar-benar terasa sangat sempit sekali bagi Andi. Setelah merasa Tina sudah bisa menerima perlakuannya, Andi menambah tempo kecepatan pompaannya.

“Ah ah hah! Sayang … hyaah! Lebih cepat … Aaahhh!” Tina mulai merancau. Merespon permintaan Tina, pemuda itu pun semakin mempercepat gerakan pinggulnya, membuat kedua payudara Tina bergerak dengan erotis.

Sambil memompa, Andi menatap vagina Tina. Pandangannya nanar seolah ada kabut yang menutupi bola matanya ketika ia melihat bagaimana bibir luar vagina Tina menenggelamkan batang kemaluannya yang selama ini menjadi kebanggaan dirinya, dan melihat bagaimana bibir vagina itu ikut terdorong bersama batang kemaluannya. Ia masih menatap terpesona ketika ia menarik kembali batang kemaluannya. Bibir luar vagina Tina merekah dan seolah dengan sengaja memperlihatkan lipatan celah vaginanya yang berwarna pink.

“Aaahh ... Enakkh sayang …!” Racau Tina lagi.

Andi tersenyum. Dilumatnya bibir sepupunya sambil menghentakkan pinggulnya dengan cepat. Batang kemaluan Andi menghujam vagina Tina dengan begitu kuat. Andi menghentikan hentakan pinggulnya dan berdiri kejang setelah merasakan mulut rahim Tina tersentuh oleh ujung batang kemaluannya. Lalu ditatapnya raut wajah Tina yang cantik dan seksi. Andi berpikir mungkin Tina dikaruniai bakat bercinta. Bakat yang mampu menaklukkan para lelaki. Andi bersyukur di dalam hati. Betapa beruntungnya ia menjadi lelaki yang dicintai oleh wanita ini.

“Aaahh ... uhh hmmmh Aaah Argghh ...” Rintih Tina saat merasakan batang kemaluan Andi yang luar biasa perkasa itu menghujam-hujam vaginanya.

Mata Tina terbelalak karena batang kemaluan Andi terasa seolah membelah vaginanya. Kedua tangan Tina dengan erat merangkul tubuh Andi. Tina merasa lututnya lemas menahan kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Panasnya birahi membuat pori-pori di sekujur tubuhnya menjadi terbuka. Butir-butir keringat mulai merembes dari pori-porinya. Semakin sering ujung batang kemaluan Andi menyentuh mulut rahimnya semakin banyak pula keringat yang merembes di sekujur tubuhnya. Hingga akhirnya, keringat-keringat itu terlihat seolah mengkristal di tubuh moleknya.

Nafas Tina beberapa kali terhenti ketika Andi menarik dan menghujamkan batang kemaluannya. Andi menarik dan menghujam kemaluannya dengan keras dan cepat sehingga terdengar suara 'cepak-kecepak' yang merdu setiap kali pangkal pahanya berbenturan dengan pangkal paha Tina. Dan setiap kali mendengar suara 'cepak-kecepak' itu, darah Tina seolah berdesir hingga ke ubun-ubun.

"Aaahh ... hhaah ... umhh arrghh Aaaaaccchhh …! Aaakkuh sammhpaihh sayangghhh!” Rintihan Tina itu membuat Andi semakin gencar menghentak-hentakan pinggulnya.

Keringat bercucuran dari dahi Andi. Ia berusaha menahan nafas untuk mengendalikan tekanan sperma yang akan menyemprot dari lubang batang kemaluannya. Tetapi orgasme Tina ternyata membuat ia tak mampu lagi menahan tekanan sperma yang mengalir dari biji kembar kemaluannya. Vagina sempit Tina berdenyut-denyut meremas batang kemaluan Andi. Meremas sangat kuat seolah menghisap sperma yang masih tertahan di batang kemaluannya. Remasan dinding vagina Tina membuat Andi tak tahan untuk menyemprotkan sperma dari lubang kemaluannya ke dalam lubang vagina Tina.

“Aaarrghh ... Aahh ... haahhh ... ahh Tinaaa …!” Raung Andi sambil menghujamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya.

“Emh ... Aahh ... Yaa ... Ssstthh ... Sssthh …” Desis Tina berulang kali ketika merasakan sperma lelaki yang dicintanya itu 'menembak' mulut rahimnya.

Tembakan sperma Andi yang pertama membuat Tina merasa panas dan menggetarkan hingga membuat tubuhnya berdiri kejang dan punggungnya melengkung ke belakang. Tembakan yang kedua dan ketiga membuat ia semakin tubuhnya semakin melengkung setengah bergantung di tubuh Andi.

“Anddiii ... Aaahh ... yahh ... ssshhtt … ssshhh …” Desis Tina berulang kali sesaat setelah lepas dari puncak orgasmenya.

Kedua telapak tangan Andi menangkup bongkahan pantat Tina. Telapak tangan Andi masih dapat merasakan kedutan-kedutan di bongkahan pantat Tina ketika wanita itu mencapai puncak orgasmenya. Mereka pun saling berciuman sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja mereka raih.

“Puas sayang?” Bisik Andi sambil mengusap punggung Tina.

“Puas banget!” Seru Tina girang. “Tadi itu sangat luar biasa.” lanjut Tina sambil mengatur napas.

“Ini hari terbaik untukku. Aku tidak ingin berhenti melakukannya denganmu,” ucap Andi lalu mencium bibir wanita yang masih ditindihnya.

“Aku juga,” sahut Tina.

“Tina … Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ucap Andi seraya turun dari atas tubuh Tina lalu berbaring di sebelahnya.

“Apa itu?” tanya Tina yang membaringkan tubuhnya menyamping sehingga menghadap ke arah Andi.

“Bagaimana kalau orangtua kita tahu?” tanya Andi khawatir.

Tina pun tersenyum dan berpikir tidak ada yang perlu disembunyikan lagi dengan masalah ini. Wanita itu memutuskan bahwa Andi pantas mengetahui seluruh kebenaran. Lalu Tina pun menceritakan yang dimulai dari saat ibunya menemukan buku hariannya sampai dengan memberinya restu untuk apa yang baru saja mereka lakukan.

“Wow … Aku gak percaya kalau ibumu berada di belakang ini semua?” Andi merasa takjub. “Apakah kamu akan memberitahu ibumu kalau kita melakukan hubungan seks?” lanjut Andi.

“Kalau aku memberitahukannya … Menurutmu bagaimana?” Tina balik bertanya.

“Kurasa tidak apa-apa. Tapi, aku khawatir kalau ibumu akan memberitahukannya kepada ibuku. Kalau itu sampai terjadi, ibuku akan gila,” ungkap Andi.

“Aku yakin ibuku tak akan melakukannya,” jawab Tina sangat yakin.

“Syukurlah. Berarti ibuku gak akan kehilangan akal sehatnya,” kata Andi sambil tersenyum. Andi sadar betul, akan ada ‘neraka’ yang harus ia singgahi jika ibunya mengetahui ini semua.

Kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu kembali mengulangi percintaan mereka hingga tak terasa waktu telah menuju sore yang artinya ibu Andi yang bernama Yuni akan segera pulang ke rumah dari tempat kerjanya. Tina pun segera berbenah diri lalu pulang. Sesampainya di rumah, Tina merebahkan diri di dalam kamarnya. Ia tersenyum sendiri mengingat tingkah lakunya yang ia sendiri tidak percaya bisa melakukannya. Wanita itu menikmati seks dengan jalan seperti ini. Bersama pria pujaannya, Tina mendapati kenyataan bahwa ternyata seks itu sangat menyenangkan. Lagi-lagi Tina harus membenarkan ucapan ibunya kalau seks adalah salah satu hal paling menakjubkan yang beruntung dapat dilakukan manusia dengan cara yang paling menyenangkan.

BERSAMBUNG

Chapter 2 di halaman 2​
 
Terakhir diubah:
CHAPTER 2

Diana baru saja selesai merias wajahnya di depan cermin meja rias. Ia menatap wajahnya di depan cermin. Meneliti setiap inci kulitnya, setiap ekspresi wajah yang ditunjukkan. Sebenarnya pikiran Diana masih kalut, ia tak yakin akan ide gilanya ini. Membiarkan Tina ‘bercinta’ dengan sepupunya sendiri. Ia masih belum percaya, mengapa ia lakukan hal itu? Diana termenung lama dan mulai mencari pembelaan atas dirinya.

Hampir setahun belakangan ini, Diana merasakan kehidupan seks bersama suaminya terasa begitu hambar. Roy, pria yang ia nikahi 22 tahun yang lalu itu pun mengalami hal yang serupa. Diana dan Roy pernah beberapa kali membicarakan hal tersebut namun belum menemukan solusi dan kesepakatan di antara mereka. Suami-istri itu masih saling menahan diri untuk mengungkapkan fantasi seks masing-masing yang bisa membuat kehidupan seks mereka berwarna kembali.

Diana menghela nafas perlahan dan berusaha menenangkan perutnya yang bergejolak. Jantungnya berlomba dengan aliran darah di tubuhnya. Fantasi wanita itu benar-benar membuat gairahnya meronta-ronta. Fantasi yang sudah ia pendam lama kini bangkit kembali setelah mengetahui putrinya mencintai sepupunya sendiri. Ini bukan pertama kalinya Diana terpapar ide incest. Ketertarikan pada hubungan seks antar anggota keluarga dimulai saat Diana masih kuliah di tingkat awal. Saat itu Diana tanpa sengaja menonton video porno di komputer milik ayahnya yang berisikan hubungan kelamin antara ibu dan anaknya.

Sejak saat itu, Diana kecanduan menyaksikan video porno bergenre incest. Bertahun-tahun pikiran Diana dipenuhi dengan gambaran ibu dan anak yang terlibat dalam segala macam aktivitas seksual. Terlepas dari fantasinya yang liar itu, Diana tidak pernah membiarkan dirinya bertindak berdasarkan fantasi tersebut. Incest menyenangkan untuk dibayangkan, tetapi sama sekali tidak memiliki tempat di dunia nyata. Tetapi, apa yang Diana baca di buku harian Tina pagi itu telah memaksanya untuk mempertimbangkan kembali fantasi liarnya tersebut. Tembok besar yang menghalangi antara fantasi dan kenyataan mulai runtuh berguguran.

Ah, sepertinya sudah saatnya aku wujudkan keinginanku yang aku simpan sejak lama. Aku akan buat keluarga ini seperti khayalanku,” ucap Diana dalam hati sambil tersenyum sendiri. Walaupun Diana tahu bahwa fantasinya adalah salah dipandang dari sudut manapun, tetapi ia tidak bisa menahan diri. Ia tetap ingin mewujudkan impiannya tersebut.

Tiba-tiba Diana mendengar suara langkah kaki menaiki tangga. “Itu pasti Tina,” kata wanita itu dalam hati. Ia menyisir rambutnya sejenak kemudian langsung pergi ke lantai dua rumah bermaksud menyusul Tina. Diana merasa penasaran dengan apa yang telah terjadi antara Tina dan Andi. Diana berjalan cepat naik ke kamar putrinya dan saat Diana membuka pintu kamar secara perlahan, ia melihat Tina sedang berbaring terlentang sambil menatap langit-langit kamar. Terlalu asik melamun, membuat Tina tidak meyadari kalau Diana sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.

“Eehheemmm …!” Diana berdehem.

“Apa???” Tina terkejut bukan kepalang. Tubuhnya yang terbaring melonjak hingga terduduk. Ia menoleh ke arah ibunya sambil merasakan jantungnya yang rasanya ingin lompat dari tempatnya berada. “Mamaaaa …!!!” teriak Tina kesal.

“Apakah kamu sedang melamunkan yang baru saja kalian lakukan?” tanya Diana yang sudah bisa memprediksi perbuatan putrinya bersama Andi. Diana pun berjalan mendekati tempat tidur lalu duduk di pinggiran ranjang dekat Tina.

“Mama tau aja …” ucap Tina pelan sambil tersenyum simpul.

“Jadi bagaimana?” tanya Diana dengan senyum menggoda.

“Ya, gitulah …” Kali ini, Tina justru merasa malu menceritakan ‘pengalaman pertamanya’ bersama Andi.

“Begitu gimana? Cerita dong!” Diana terus menggoda dengan sedikit memaksa.

“Ah, mama … Masih ingin tau …?” Tina menyembunyikan tatapannya dan pipinya memanas saat mengingat kejadian yang baru saja ia rasakan bersama Andi.

“Apakah kamu menikmatinya?” Diana terus mengejar Tina dengan pertanyaan lanjutkan.

“Ya, ma … Sungguh menakjubkan. Rasanya aku tidak pernah bisa berhenti untuk melakukannya lagi,” ucap Tina malu-malu.

“Aku akan merasa rugi kalau berniat berhenti. Malah yang mama pikirkan adalah kamu harus berani melakukannya,” ucap Diana sembari mengambil tangan putrinya.

“Berani? Maksud mama?” tanya Tina heran.

“Seperti katamu tadi kalau seks itu menakjubkan. Kamu sebaiknya lebih mengeksplor lagi rasa itu,” Diana sangat berhati-hati memilih kata-kata yang baru saja terucap dari mulutnya.

“Aku tidak mengerti maksud mama …” kata Tina sambil memperbaiki posisi duduknya.

“Begini saja … Mama mau tanya … Em, apakah kamu mempunyai fantasi seks?” tanya Diana.

“Ya … Tentu …” jawab Tina semakin heran dan penasaran.

“Boleh mama tahu, apa yang menjadi fantasi seks terliarmu … Ya, yang paling liar …” tanya Diana kembali. Tina memandang ibunya dengan tatapan semakin heran bercampur ragu. Setelah berpikir beberapa detik, Tina pun beranggapan tidak ada salahnya memberitahukan fantasi seks terliarnya pada ibunya.

“Aku sering membayangkan disetubuhi papa dan Kak John bersama-sama,” ucap Tina pelan namun efeknya begitu dahsyat menerpa hati Diana. Jantung Diana seakan meledak saking gembiranya setelah mendengar pengakuan Tina seperti itu.

“Wow … Menakjubkan … Kamu menyukai incest …” pekik tertahan Diana dengan berpura-pura terkejut.

“Ih … Aku jadi malu …” ucap Tina seraya menundukkan kepala.

“Kamu jangan malu sama mama … Jujur, fantasimu sama persis dengan fantasi mama … Mama juga menyukai incest dan mama berniat untuk mewujudkan keinginan itu di keluarga kita,” ucap Diana yang kini malah Tina yang memekik pelan sambil menutup mulut dengan tangannya.

Sepasang mata mereka saling tatap penuh selidik bagaikan dua ekor ayam jago yang sedang berlaga. Ibu dan anak mencoba untuk saling menyelami pikiran masing-masing. Hanya berselang beberapa detik, pikiran mereka seperti terkoneksi. Mereka seakan mengerti arti dari tatapan mereka satu sama lain. Dan bibir-bibir mereka mulai menyunggingkan senyum.

“Bagaimana pendapatmu?” tanya Diana pelan.

“Aku sangat ingin segera mewujudkannya,” jawab Tina.

Ibu dan anak saling menggenggam tangan. Untuk beberapa saat mereka saling berbagi cerita, saling mendengarkan, saling menguatkan. Akhirnya, mereka pun sepakat untuk merealisasikan keinginan mereka untuk membuat rumah ini sebagai tempat bersenang-senang. Diana dan Tina terlibat dalam pembicaraan serius dalam mewujudkan rencana ini. Mereka juga merencanakan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mewujudkan impian mereka.

#####

Malam belum begitu larut, jarum jam masih menunjukkan pukul 20.10 WIB. Diana berbaring menyamping di atas kasur, samping suaminya dengan hati yang sedikit was-was. Malam ini Diana akan mulai lagi membicarakan permasalahan klasik antar mereka yang belum juga menemukan titik terang. Roy yang masih asik membaca buku mulai terganggu oleh gerak-gerik istrinya yang sedari tadi mengganggu bacaannya.

“Ada apa sih, ma … Ada yang mau diomongin?” tanya Roy sambil menutup buku lalu menyimpannya di meja kecil samping tempat tidur. Roy sudah bisa menebak kalau Diana sedang ingin membicarakan sesuatu hal yang sudah dua bulan terakhir ini menjadi topik perbincangan mereka di atas ranjang.

“Ya, pa … Masalah kehangatan ranjang kita,” ucap Diana lirih sambil mengembangkan senyumnya.

“Ayo …! Kita mulai dari mana?” jawab Roy yang sudah terbiasa dengan pembicaraan ini. Roy kemudian berbaring menyamping menghadapkan wajahnya pada Diana. Tangan pria itu memeluk tubuh istrinya mesra.

“Pa … Sepertinya permasalahan kita ini harus dipecahkan secara revolusioner,” Diana menahan ucapannya.

“He he he … Bicara mama sudah seperti politikus saja … Apa yang mama maksud revolusioner?” tanya Roy seraya terkekeh lucu mendengar ucapan Diana.

“Mama rasa … Kita … Harus melakukan seks … Menyimpang …” Diana mengucapkan kalimat itu sangat dengan hati-hati. Sebenarnya wanita cantik berusia 43 tahun itu takut, tapi terpaksa memberanikan diri untuk mengucapkannya.

Roy menatap mata istrinya dalam-dalam seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut istrinya. Roy sangat sadar bahwa seks menyimpang yang diinginkan istrinya itu berarti merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya hubungan pernikahan. Sebenarnya Roy bukanlah tipe pria yang bisa melakukan hubungan seks dengan siapa saja, pria itu cenderung sangat berhati-hati dalam hal ini.

“Apakah itu akan menyelesaikan masalah yang kita hadapi? Bukankah itu akan membahayakan keluarga kita? Bagaimana jika mama jatuh cinta pada pasangan mama dan meninggalkan aku dan anak-anak? Atau juga mungkin sebaliknya, bagaimana kalau papa yang meninggalkan mama dan anak-anak karena wanita lain?” pertanyaan beruntun keluar dari mulut Roy, mengungkapkan kekhawatirannya dengan ide Diana.

“Papa tidak perlu cemas dengan hal itu, karena …” Lidah Diana mendadak membeku. Ia tiba-tiba merasa takut yang teramat sangat. Baru kali ini Diana merasa takut kalau suaminya akan marah padanya.

“Karena apa?” tanya Roy penasaran.

Diana mencoba menenangkan hatinya. Seberat apapun resikonya, ia tetap harus mengatakannya. Diana pun memutar otak untuk memulai pembicaraan. Namun otaknya seperti tidak tersambung dengan mulut dan hati. Mulutnya seperti terkunci dan tak bisa berkata-kata.

“Ma … Katakan saja … Percayalah, papa tidak akan marah atau semacamnya,” kata Roy lagi sembari mengusap-usap lembut rambut Diana. Ucapan Roy yang demikian seperti angin segar yang menerpa otak Diana dan tiba-tiba saja keberanian wanita itu bangkit.

“Mama ingin hubungan seks di antara keluarga kita,” kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Diana. Tak ada sepatah kata pun dari Roy yang terlontar, ia terbelalak kaget mendengar penuturan istrinya. Sambil membelai wajah suaminya, Diana pun melanjutkan kata-katanya, “Mama tahu ini ide sangat gila. Tapi dengan ide gila ini, kita akan menjadi keluarga yang kuat, kita akan semakin saling menyayangi, kita akan di rumah ini untuk selama-lamanya,” lanjut Diana lemah lembut.

“Ta..tapi … Papa … Ah, papa belum bisa …” ucapan Roy terputus-putus, tenggorokannya seolah tercekat.

“Pa … Apakah papa tidak sadar kalau Tina adalah perempuan yang cantik,” ujar Diana sambil tangannya mulai merabai penis suaminya yang masih terbalut celana.

“Ta..tapi …” perkataan Roy langsung dipotong Diana.

“Sssssttt … Jangan bicara dulu … Sekarang pejamkan mata papa dan bayangkan Tina yang sedang memanjakan papa sekarang ini,” ucap Diana setengah mendesah.

Seperti terhipnotis, Roy mengikuti perintah istrinya. Pria itu kini benar-benar membayangkan tangan yang sedang membelai kejantanannya adalah tangan putrinya. Awalnya biasa saja, tapi setelah jiwanya tenggelam oleh lamunannya sendiri, Roy mulai merasakan nikmat yang berpusat di selangkangan lalu menyebar ke seluruh tubuhnya. Semakin tenggelam, lamunannya semakin liar dan semakin nikmat terasa.

“Tetap terpejam dan terus bayangkan Tina,” perintah Diana dengan suara pelan.

Roy tidak perlu diperintah seperti itu. Ia sendiri tidak ingin melepaskan khayalannya yang begitu terasa indah. Tak lama berselang, Roy merasakan celananya terlepas lalu kejantanannya dilingkupi oleh sesuatu yang hangat dan basah. Entah kenapa, darah Roy seolah mendidih, hasratnya merangkak naik hingga batas kulminasi. Menghayalkan putrinya yang berbuat tidak senonoh pada kejantanannya adalah hal yang sangat menyenangkan. Roy pun mulai mendesah karena merasakan sensasi seksual yang kian meningkat.

Diana menjilat ujung kejantanan Roy dengan gerakan memutar, membuat saliva menutupi kejantanan suaminya. Diana menurunkan lidahnya lalu naik lagi, terus seperti itu. Kedua tangan Diana tidak tinggal diam, tangannya mengelus-ngelus kedua testis Roy. Indra peraba Diana dapat merasakan betapa kasar dan berkerutnya skrotum suaminya. Tak lama kemudian Diana kembali memasukan penis Roy ke dalam mulutnya. Mengecup, kemudian mulai menghisapnya, seperti yang biasa dilakukan bayi terhadap ibu jarinya.

“Gimana pa?” tanya Diana sesaat setelah menghentikan aktivitasnya.

“Lanjutkan sayang … Papa begitu bersemangat,” kata Roy setengah mendesah.

“Pejamkan lagi mata papa … Bayangkan lagi kalau Tina sedang memperkosa papa,” ucap Diana provokatif.

Diana segera melepaskan celana dalamnya lalu duduk di selangkangan suaminya yang sesekali menggerakkan pinggulnya dengan gerakan menggoda. Menggesek penis Roy dengan miliknya yang juga sudah melembab. Kemudian, jari ramping Diana membawa kejantanan sang suami ke bagian lubang vaginanya, menggesek-gesekkannya perlahan sebelum menenggelamkan penis itu ke dalam tubuhnya.

“Ahhhk … Nghhh … Aaaahhh …” Diana mengerang lirih saat batang penis tersebut memenuhi lorong vaginanya. Menggesek bagian dalam tubuhnya.

“Sayang … Aaahhh … Lubangmu … Aaakhhh!” ucap Roy yang merasa kejantanannya berada di dalam tubuh putrinya, seraya menggeram pelan dengan napas terengah-engah. Ia mencengkram pinggul ramping wanita di atasnya dengan kuat saat merasakan organ vitalnya sedang dipijat dengan kuat oleh otot vagina Diana.

Diana berpegangan pada perut Roy sambil menghentakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah. Tubuh Diana bergerak ke depan tanpa menarik vaginanya, dia juga menggerakkan pinggulnya naik turun dengan kedua tangan Roy berada di payudaranya. Lebih 30 menit mereka melakukannya tanpa lelah, tubuh Diana mulai bereaksi.

“Aaaaahhh … Keluaaaarrr …!” Pekik Diana.

Diana terus menggerakkan pinggulnya dengan tempo yang sangat cepat, dia juga ingin merasakan hangatnya sperma Roy saat ini. Sementara, Roy terus menggerakkan pinggulnya, dia menikmati betapa legitnya vagina Diana saat ini.

“Aku keluar …!” Giliran Roya yang memekik.

Roy menancapkan penisnya dalam-dalam dari bawah, dia mengeluarkan spermanya yang sangat banyak ke dalam tubuh Diana. Sementara wanita itu juga ikut klimaks. Diana benar-benar puas akan permainannya bersama Roy. Kedua mata hitamnya itu melihat luberan sperma Roy yang keluar dari vaginanya. Tubuh Diana pun ambruk di atas tubuh suaminya setelah hampir setengah jam mereka habiskan untuk saling mengejar kenikmatan masing-masing.

“Papa sangat bersemangat malam ini. Sangat hot,” bisik Diana di telinga suaminya.

“Ini gara-gara mama yang menyuruh papa membayangkan Tina,” ucap Roy yang juga pelan.

“Jadi gimana? Papa setuju dengan usulan mama?” tanya Diana.

“Papa sih setuju … Tapi bagaimana dengan anak-anak kita. Apakah John dan Tina akan sejalan dengan pikiran kita ini?” Roy balik bertanya. Diana pun tersenyum dalam hati karena suaminya berhasil masuk dalam rencana besarnya.

“Papa sebisa mungkin mendekati Tina dan merayunya. Kalau John nanti biar mama yang urus,” sahut Diana.

“Hhhmm … Mama kan tahu kalau papa kurang pandai merayu …” kata Roy bingung.

“Ya, sudah … Nanti mama bantu …” sahut Diana lagi.

Malam itu gairah muda mereka seakan bangkit dari kuburnya. Roy dan Diana melanjutkan pertempuran nikmat mereka sampai beberapa kali. Nafsu birahi mereka tampak begitu membara dari gerakan yang semakin lama semakin menggairahkan, teriakan kecil kini telah berubah menjadi desah keras menahan nikmatnya hubungan seks itu. Keduanya tampak semakin bersemangat, saling menindih, bergilir menggenjot untuk meraih tahap demi tahap kenikmatan seks. Malam itu benar-benar menjadi malam yang sangat indah bagi keduanya. Mereka merasakan gairah bercinta yang lebih besar, sekaligus lebih puas dengan seks yang mereka lakukan.

#####

Pagi baru saja menyeruak di kota Jakarta. Roy baru saja berangkat kerja sementara Diana dan Tina masih terus membersihkan dapur. Kedua wanita itu berbincang-bincang dengan suara pelan yang sesekali diselingi oleh cekikikan. Entah apa yang membuat mereka merasa lucu sehingga kompak keduanya terbahak bersama.

“Ehheemm …” Suara deheman membuat ibu dan anak itu terjingkat kaget. Segera saja mereka menoleh ke arah sumber suara deheman tersebut.

“John …!!!” teriak Tina tidak senang. Matanya melotot pada kakaknya yang baru saja memasuki ruang dapur.

“Kamu kemana saja sih, John? Mama lihat akhir-akhir ini kamu gak betah di rumah,” sambung Diana sambil menatap lembut anak sulungnya itu yang kini berdiri di sampingnya dan membuat kopi untuk dirinya sendiri.

“Aku ditahan oleh si Dedi tadi malam. Rumahnya kosong, orangtuanya mendadak pergi ke luar kota. Mama tau sendiri kalau si Dedi orangnya penakut,” jawab John masuk akal.

“Ya, tapi kamu bisa nelpon mama kalau kamu mau menginap,” kata Diana agak kecewa.

“Maaf ma … Aku lupa …” ucap John lalu mencium pipi ibunya sebelum pergi keluar dapur menuju belakang rumah.

Mata Diana dan Tina saling bertatapan seakan sedang mendiskusikan sesuatu hal dalam bentuk telepati. Selang beberapa detik keduanya saling memberi senyum dibarengi dengan anggukan kecil. Tina pun segera keluar dapur melewati pintu yang sama dengan John beberapa saat yang lalu. Tina melihat kakaknya sedang memainkan smartphone di kursi kayu yang dikelilingi puluhan jenis bunga.

“John …” sapa Tina yang sedang mendekati kakaknya.

“Hhhmm …” hanya gumaman sebagai respon dari pemuda itu.

“John … Aku mau bicara serius,” ungkap Tina sembari duduk di sebelahnya.

“Tumben …? Emangnya ada apa?” John keheranan dengan sikap adiknya yang tiba-tiba sok serius.

“John … Aku mau minta bantuanmu. Ini sangat urgent. Aku butuh model untuk tugas melukisku,” kata Tina dibuat sendu. Memang Tina adalah mahasiswi seni rupa sehingga dirinya sering mendapat tugas melukis dari kampusnya.

“Jangan bilang kalau aku harus telanjang,” John tersenyum dan sudah menduga kalau adiknya ini memerlukan model untuk lukisan telanjangnya.

“Karena itu tugas yang harus aku selesaikan. Aku butuh model telanjang,” Tina memohon dengan nada memelas.

“Aku gak mau …! Cari saja model yang lain!” kata John tegas lalu kembali memainkan smartphone-nya.

“John, please … Aku harus menyelesaikan tugasku hari ini. Kalau tidak selesai, aku harus mengulangnya tahun depan. Aku gak mau itu terjadi. John, please …” suara Tina dibuat semakin memelas.

Awalnya John tidak mau membantu Tina, namun mendengar rengekan adiknya secara terus menerus yang terdengar semakin memelas, akhirnya pemuda tampan itu mengabulkan permohonan Tina. John meminta izin pada adiknya untuk mandi terlebih dahulu sementara Tina mulai menyiapkan peralatan untuk melukis di bengkel lukisnya yang berada di lantai dua rumah. Tina menyeting sedemikian rupa bengkel lukisnya hingga tertata rapi dan enjoy.

Sepuluh menit kemudian, John datang ke bengkel lukis hanya dengan menggunakan boxer, maklum karena kamar John bersebelahan dengan bengkel lukis ini. Tina mengakui kalau kakaknya mempunyai tubuh ideal dan atletis. Dadanya bidang sedikit melebar serta perut six-pack yang begitu sempurna. Otot-ototnya kuat dan lentur. Tidak ada lemak yang menempel di tubuhnya.

“Ayo kita mulai,” kata John tergesa-gesa.

“Sebentar … Kamu duduk saja di sofa itu,” tunjuk Tina pada sebuah sofa yang sengaja ia simpan di tengah sebagai bagian dari elemen karya lukisnya.

“Ayo. Nunggu apa lagi?” kata John agak meninggikan suaranya. Pemuda itu duduk di sofa sambil menunggu perintah selanjutnya.

“Ayo sayang kita mulai!” terdengar suara Diana dari luar bengkel lukis. Tentu saja John terperanjat dan hendak berlari keluar bengkel lukis Tina.

“Hei … Mau kemana?” Tina menghalangi jalan kakaknya.

Hanya berselang tiga detik, Diana masuk ke dalam bengkel lukis dengan menggunakan bathrobe. Diana berdiri terhenyak dengan kedua bola mata memandang tubuh hampir polos anak sulungnya. Sebenarnya ini semua adalah rencana yang telah disusun Diana bersama dengan Tina. Namun kali ini Diana benar-benar terhenyak saat melihat tubuh kokoh dan berotot milik John. Diana sangat mengagumi sosok anak laki-lakinya itu karena memiliki wajah yang tampan dan bertubuh atletis.

“Akhirnya model-modelku sudah siap. Ayo, kita mulai …” ujar Tina santai tanpa rasa bersalah.

“Ini diluar kesepakatan!” pekik John marah. Matanya menatap tajam pada adiknya yang sedang tersenyum licik.

“Tina …! Apa-apaan ini?” Diana pura-pura kesal. Tina hanya mendelik genit sambil tersenyum pada ibunya.

“Kakakku yang gantengnya selangit, duduklah!” ucap Tina sembari memaksa John untuk kembali duduk di sofa.

“Tina … A…” ucapan John tak tuntas karena telunjuk Tina sudah menempel di bibirnya. Dan akhirnya John pun terduduk pasrah di sofa.

“Sekarang giliran mama … Sini ma …” Tina menarik tangan Diana.

“Ta..tapi …” ucapan Diana pun tertahan saat bathrobe yang dikenakannya dilepas oleh Tina.

Tampaklah tubuh bugil Diana dengan kulit yang halus dan putih. Walaupun sudah berusia 42 tahun, wajah dan tubuh Diana masih kelihatan cantik dan seksi, bentuk payudara bulat, perut langsing dan kaki yang jenjang. Memang Diana mempunyai bentuk badan aduhai, lantaran ia selalu merawat tubuhnya dengan melakukan pilates dan yoga. Keindahan tubuh yang dimiliki Diana membuat John tercengang tak percaya. Meski mata telah berpaling, John tetap tak sanggup menahan senyum saat mengagumi kemolekan tubuh ibunya.

“Mama duduk di pangkuan John ya …” Tina mulai memberikan instruksi.

Busyeeettt???” teriak John dalam hati. Tapi entah kenapa, tiba-tiba saja pikiran mesumnya hadir saat melihat gerakan lembut payudara ibunya. Sesaat setelah Diana duduk di pangkuan John, pikiran kotor pemuda itu semakin menguat.

“Tina …!” pekik protes John lagi. Tapi itu tidak benar-benar keluar dari lubuk hatinya karena hati John malah beriak senang tanpa riak bersalah.

“Sudahlah, John … Ikuti saja perintah Tina. Kasian dia butuh kita untuk menyelesaikan tugasnya,” Diana berkata sambil menyenderkan punggungnya di dada bidang John.

“Oh … I..iya, ma …” kata John gugup.

Tina pun mulai mengatur posisi kedua modelnya. Dengan hati tersenyum, Tina sengaja memposisikan John untuk bisa melihat organ-organ kewanitaan Diana. John memangku Diana dengan tangan kiri di pinggang sedang tangan kanan menangkup salah satu gunung kembar Diana. Kepala John diposisikan berada di samping kanan payudara yang satunya. Sementara itu, tangan kanan Diana melingkar di pundak John dengan posisi kaki mengangkang dan kaki kanan wanita itu bertempu di jok sofa. Dengan posisi yang demikan itu, tentu saja John bisa melihat dengan sangat jelas payudara dan vagina Diana.

“Oke … Kita mulai …!” seru Tina sambil mengambil alat lukisnya.

Proses melukis pun dimulai, dan pada saat yang sama kedua model mulai dialiri perasaan-perasaan seksual. Dengan posisi tubuh seperti itu, mata John tidak bisa teralihkan pada vagina Diana. John harus menahan nafas berkali-kali saat melihat vagina ibunya yang masih terlihat rapat dengan rambut kemaluannya yang dicukur pendek tampak begitu hitam kontras di atas kulitnya yang putih. Belum lagi payudaranya yang lembut dan padat dalam genggaman tangannya dengan gerakan penuh penghargaan. Ditambah lagi dengan wangi harum tubuhnya yang sangat menggairahkan.

Lama kelamaan hasrat kelelakian pemuda itu tidak bisa ditahan. John memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat menguasainya. Kejantanannya pun mulai sedikit demi sedikit menegang. Sekuat tenaga John berusaha menahan hasrat birahi yang mendera rasa. Namun usahanya sia-sia. John dapat merasakan kakinya sedikit gemetar, pembuluh di balik kulitnya terasa meletup tiap kali kulit halus Diana memetakan tubuhnya, yang tentu membuat darah pemuda itu menghangat. Dan akhirnya tanpa bisa ditahan lagi, kejantanan si pemuda tegang sempurna.

“Kamu nakal …” Diana berbisik sambil dengan sengaja menekan pantatnya agak kuat sehingga menekan kejantanan John yang posisinya sangat pas di belahan pantatnya.

“Ma..maaf …” balas bisik John yang merasa tidak enak hati pada ibunya.

“Kamu gak perlu minta maaf. Itu wajar kok,” bisik Diana lagi. Hati wanita itu begitu senang mendapati anak sulungnya terangsang oleh tubuh bugilnya.

“Mama … Sangat seksi …” terlontar pujian yang seharusnya tidak pernah terucapkan. Ucapan John itu semakin membuat Diana yakin dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Kamu menyukainya?” tanya Diana menggoda.

“Ya,” jawab John dengan akalnya yang sudah tidak sehat lagi.

“Kalau kamu mau … Kamu bisa mencicipinya …” Desah Diana persis di telinga John.

Mendengar ucapan Diana tersebut, tubuh John bagai magnet dengan dua kutub. Satu kutub menjanjikan kenikmatan yang siap disesap oleh jiwanya terperangkap oleh nafsu. Satu kutub lagi berisi keraguan. Untuk sesaat John ragu. Tapi hanya sesaat saja. Keraguan itu segera berubah menjadi minyak yang justru memperbesar nyala keinginannya untuk menikmati wanita yang berstatus sebagai ibunya. Raga, jiwa, bahkan mimpi-mimpi di dalam lokus otaknya telah dipasung oleh wanita di pangkuannya ini.

“Okay … Selesai … Kalian boleh meninggalkan bengkelku sekarang,” teriak Tina dari balik kanvas lukisnya.

Diana segera berdiri yang diikuti John setelahnya. Diana memakai bathrobe-nya kembali dan langsung keluar dari bengkel lukis Tina. Sementara itu, John mengikuti Diana di belakangnya. Mereka berdua berjalan saling berlawanan arah sesaat setelah keluar dari bengkel lukis. John memutuskan untuk menekan hasratnya.

“Hei …!” suara Diana membuat langkah John terhenti. Kemudian pemuda itu membalikan badan.

Tiba-tiba saja Diana menjatuhkan bathrobe yang dipakainya, sengaja mengekspose tubuh bugilnya. Wanita itu memberikan senyuman genit pada John sebelum akhirnya berjalan lenggak-lenggok bak peragawati menuju lantai satu rumah. John tertegun merasa kakinya seperti terikat oleh tali besar, yang membuat dirinya tak bisa bergerak kemana pun.

“Kejar dia!” kata Tina dari ambang pintu bengkel yang sukses membuat lamunan John buyar. “Dapatkan dia!” kata Tina lagi.

John menatap bingung kepada adiknya. John tak habis pikir, ia benar-benar linglung saat itu. Namun demikian, dorongan hasrat yang sejak tadi sudah menggelegak ditambah sinyal positif yang diberikan Tina, membuat dirinya melangkah maju. John menyambar bathrobe yang tergeletak di lantai lalu ia berjalan cepat hendak menyusul ibunya. Tak lebih dari satu menit, John masuk ke dalam kamar orangtuanya dan mendapati Diana terlentang di atas kasur.

“Akhirnya kamu datang juga,” lirih Diana sambil tersenyum ke arah pemuda yang baru saja memasuki kamarnya.

Perlahan John menutup pintu kamar, kemudian mendekati wanita bugil yang ‘menantangnya’ di atas kasur. Dengan pikiran yang sudah sangat berkabut, John melepaskan boxer yang dikenakannya. Lalu John merangkak naik ke atas tempat tidur dan langsung saja memposisikan dirinya di antara paha Diana. Secara perlahan John menelungkupi tubuh seksi Diana. Wajah mereka berhadap-hadapan bahkan sudah saling menyentuh hidung.

Satu detik kemudian, bibir mereka menyatu. Suara dari kecupan demi kecupan dan lumatan sangat terdengar. Ciuman yang semula penuh kelembutan itu kini berubah menjadi ciuman panas. Mereka saling memagut dan melumat dengan rakus. Lidah mereka saling bertaut dan membelit satu sama lain. Suara kecipak saliva pun tak terelakkan memenuhi ruang yang menjadi saksi bisu anak dan ibu yang sedang bercumbu itu.

Sambil berciuman, John terus menggesek-gesekan kejantanannya pada permukaan vagina ibunya. Diana melepaskan ciuman lalu memandang John dengan tatapan sayu dan memohon. Birahi yang membuncah dalam tubuh Diana sudah semakin parah dan tak sabar menanti pelampiasan. Dan tanpa ragu lagi, John mulai memasuki tubuh ibunya.

“Aaaaahhhkkhhh …!” Tubuh Diana sedikit tersentak dan terangkat saat penis John mulai menyeruak masuk.

“Ooouuhhh … Aaahhh …” Satu hentakan lagi, penis John semakin dalam tertanam di vagina Diana.

John memulai dengan gerakan perlahan. Vagina Diana perlu membiasakan diri dengan penis besar dan panjang milik John. Beberapa menit berselang, pinggul seksi John bergerak maju dan mundur secara konstan, menghentaknya ke bagian terdalam yang bisa dijangkau oleh ‘si perkasa’ yang sukses membuat Diana meminta lebih, mendesah, serta mengerang nikmat bersamaan dengan gerakan menghentak yang paling dalam yang diberikan John untuknya.

Hentakan tubuh John pun semakin menggila, penisnya semakin lama menyodok semakin kasar saja. Diana memeluk John sangat erat, kedua tungkainya melingkar menjepit pinggang pria itu. Penis John terus mengaduk-aduk vagina Diana, genjotannya semakin cepat dan intens. Bunyi penyatuan tubuh mereka berlomba dengan kecupan panas dan liar mereka. Tak lama saat lumatan dihentikan, suara decit tempat tidur seakan meminta diperhatikan dan diakui bahwa mereka juga mempunyai andil dari percintaan panas membara dua sejoli di atasnya.

Keduanya berlomba-lomba memberikan rasa nikmat. Keduanya tampak larut dalam kenikmatan penyatuan tubuh mereka, saling bergerak berlawanan arah, mendesah, mengerang dengan bibir yang tak berhenti mengecup. Hingga akhirnya Diana lebih dulu membusungkan dadanya sebagai tanda dia mencapai orgasme lebih dulu. Disusul kemudian oleh John yang tak lama mengerang nikmat seraya mengeluarkan seluruh spermanya di lubang nikmat ibunya. Setelah itu mereka terbaring lemas di kasur dengan dada naik turun saat berusaha mengatur kembali nafasnya.

“Maafkan aku ya ma … Aku tidak seharusnya …” kata-kata John langsung dipotong Diana.

“Ssssttt … Gak ada yang harus dimaafkan. Kita melakukan ini suka sama suka. Jangan bebani pikiranmu dengan rasa bersalah. Nikmati saja selagi kamu bisa,” ucap Diana sedikit menegur.

“Ma … Boleh aku bertanya sesuatu?” tanya John sambil menaiki tubuh bugil ibunya lagi.

“Tentang apa, sayang?” Diana membelai wajah anaknya sangat mesra.

“Apakah semua ini memang mama rencanakan?” tanya John yang merasa curiga sejak awal.

“Hi hi hi … Kamu memang anak yang cerdas. Benar, sayang. Ini sudah mama rencanakan dengan Tina,” jawab Diana.

“Hhhmm … Kalian memang licik,” gumam John lalu mencium bibir Diana.

Ibu dan anak itu kemudian melanjutkan pertempuran nikmat mereka ke babak selanjutnya. Keduanya bergerak seirama, menikmati seks mereka, dan menikmati keintiman mereka. Keduanya saling memberikan kenikmatan satu sama lain. Rintihan dan desahan kepuasan berulang kali terdengar lembut dari mulut mereka. Kenikmatan demi kenikmatan mereka raih dan entah sudah berapa kali mereka berdua saling menyemburkan cairan kenikmatan. Seakan pengantin baru, hampir sepanjang pagi sampai sore mereka berdua menikmati indahnya surga dunia.

Bersambung

Chapter 3 di halaman 3​
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd